Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


APENDISITIS

OLEH:

NAMA : NI KADEK DIAN KARMILA YANTI


NIM : P07120219056
KELAS/PRODI: 2B/ S.Tr.KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020/2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda
asing batu feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan
dari apendiks verivormis (Nugroho, 2011).
Apendisitis merupakan peradangan yang berbahaya jika tidak ditangani
segera bisa menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins, 2011).
Apendisitis adalah suatu peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi
dekat ileosekal (Reksoprojo, 2010)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya
(Sjamsuhidajat, 2010).
Apendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang
terjadi pada apendiks vemiformis oleh karenaadanyasumbatan yang terjadi
pada lumen apendiks.Apendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian
oleh karena angka kejadian apendisitis tinggi di setiap negara. Resiko
perkembangan apendisitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan tindakan
pembedahan.

2. TANDA DAN GEJALA


Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah
nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau
periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual muntah, dan
pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri
akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri
terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik
setempat, Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan
obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah
terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat
rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius. Faktor-faktor yang mempermudah
terjadinya radang apendiks menurut Haryono (2012) diantaranya:
1) Faktor sumbatan
Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh
hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal,
4% karena benda asing, dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan
oleh parasit dan cacing.
2) Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada
apendisitis akut. Adanya fekolit dalam lumen apendiks yang telah
terinfeksi dapat memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi
peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur yang
banyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragilis dan
E.coli, Splanchius, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes
splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob lebih dari 10%.
3) Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak
baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga
dihubungkan dengan kebiasaan makan dalam keluarga terutama
dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolit dan
menyebabkan obstruksi lumen.
4) Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-
hari. Bangsa kulit putih yang dulunya mempunyai resiko lebih tinggi
dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang
kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah mengubah pola makan
mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang
dulunya mengonsumsi tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah
serat, kini memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi.

Etiologi dilakukannya tindakan pembedahan pada penderita apendiksitis


dikarenakan apendik mengalami peradangan. Apendiks yang meradang dapat
menyebabkan infeksi dan perforasi apabila tidak dilakukan tindakan
pembedahan. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan
lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus.
Disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing
askariasis dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga
dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit
seperti E.histolytica (Sjamsuhidayat, 2011).

3. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folokel limfoid, fekalit, benda asing, striktutur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin
lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuraktif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gengren. Stadium disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi. Bila proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang di sebut infiltrat apendikularis. Oleh karena itu tindakan yang paling
tepat adalah apendiktomi, jika tidak dilakukan tindakan segera mungkin maka
peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang (mansjoer,
2000, h. 307).
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat
atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda
asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulka
Hyperplasia Striktutur Neoplasma
Fekalit Benda asing
folikel limfoid karena fibrosis (tumor)
akibat
peradangan
sebelumnya

Sumbatan

Mukus mukosa terbendung

Apendiks terenggang

Peningkatan tekanan intralumen

Aliran darah terganggu

Edema, ulserasi mukosa, invasi bakteri


pada dinding apendiks

Apendisitis

Mengeluh nyeri Nyeri viseral Operasi/ pembedahan


epigastrum,
tampak meringis, Luka insisi
Daerah
bersikap protektif
epigastrum
disekitar
Nyeri Akut umbilikus Pintu masuk Nyeri
Kerusakan
kuman jaringan
Mual, muntah Pelepasan ROM
Peningkatan Gangguan prostaglandin menurun,
Risiko paparan Integritas nyeri saat
Hipovolemia organisme Kulit/ Nyeri bergerak
pathogen Jaringan Akut
Gangguan
Risiko Infeksi Mobilitas
Fisik
4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90%
anak dengan appendicitis akut. Jumlah leukosit pada penderita
appendicitis berkisar antara12.000 - 18.000/mm3. Peningkatan
persentase jumlah neutrophil (shifttotheleft) dengan jumlah normal
leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang
normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis.
2) Pemeriksaan Urinalisis
Membantu untuk membedakan appendicitis dengan
pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan

dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi didekat ureter.
3) UltrasonografiAbdomen(USG)
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan
untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala
appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas
USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%.
Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis
acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7mm atau
lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa
periappendix. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder
appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel
disease. False negative juga dapat muncul karena letak appendix yang
retro caecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang
menghalangi appendiks.
4) CT Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.
Sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang
obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka
CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik. Diagnosis
appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih
dari 5-7mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi
akan mengecil.

5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga
(Brunner & Suddarth, 2010),yaitu:
1) Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu
diobservasi ketat karena tanda dan gejala apendisitis belum
jelas. Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak
boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis. Diagnosis
ditegakkan dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah
setelah timbulnya keluhan.
b. Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi
memerlukan antibiotik, kecuali apendiksitis tanpa komplikasi
tidak memerlukan antibiotik. Penundaan tindakan bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
preforasi.
2) Operasi
Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu
apendiktomi. Apendiktomi harus segera dilakukan untuk menurunkan
resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum
dengan pembedahan abdomen bawah atau dengan laparoskopi.
Laparoskopi merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner
& Suddarth, 2010).Apendiktomi dapat dilakukan dengan menggunakan
dua metode pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan
konvensional laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang
merupakan teknik pembedahan minimal invasive dengan metode
terbaru yang sangat efektif (Brunner & Suddarth, 2010).
a. Laparatomi
Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut
ke dalam rongga perut. Prosedur ini memungkinkan dokter
melihat dan merasakan organ dalam untuk membuat diagnose
apa yang salah. Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif,
laparatomi semakin kurang digunakan dibanding terdahulu.
Prosedur ini hanya dilakukan jika semua prosedur lainnya yang
tidak membutuhkan operasi, seperti laparoskopi yang
seminimal mungkin tingkat invasifnya juga membuat
laparatomi tidak sesering terdahulu. Bila laparatomi dilakukan,
begitu organ-organ dalam dapat dilihat dalam masalah
teridentifikasi, pengobatan bedah harus segera dilakukan.
Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan perut.
Operasi laparatomi dilakukan bila terjadi masalah kesehatan
yang berat pada area abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila
klien mengeluh nyeri hebat dan gejala-gejala lain dari masalah
internal yang serius dan kemungkinan penyebabnya tidak
terlihat seperti usus buntu, tukak peptikyang berlubang, atau
kondisi ginekologi maka dilakukan operasi untuk menemukan
dan mengoreksinya sebelum terjadi keparahan lebih.
Laparatomi dapat berkembang menjadi pembedahan besar
diikuti oleh transfusi darah dan perawatan intensif (David dkk,
2009).
b. Laparoskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari
tubuh mulai dari iga paling bawah samapi dengan panggul.
Teknologi laparoskopi ini bisa digunakan untuk melakukan
pengobatan dan juga mengetahui penyakit yang belum
diketahui diagnosanya dengan jelas. Keuntungan bedah
laparoskopi:
 Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali,
memudahkan dokter dalam pembedahan.
 Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan
luka operasi pasca bedah konvensional. Luka bedah
laparoskopi berukuran 3 sampai 10 mm akan hilang
kecuali klien mempunyai riwayat keloid.
 Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga
penggunaan obat-obatan dapat diminimalkan, masa
pulih setelah pembedahan lebih cepat sehingga klien
dapat beraktivitas normal lebih cepat.
3) Setelah operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau gangguan
pernafasan. Baringkan klien dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan
baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu klien
dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari setelah
dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur
selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di luar
kamar. Hari ke tujuh dapat diangkat dan dibolehkan pulang (Mansjoer,
2010).

7. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis.Adapun
jenis komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :
1) Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
mulamula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi appendektomi untuk
kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi
dini) maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi dini
merupakan appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari
setelah kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan appendektomi
interval merupakan appendektomi yang dilakukan setelah terapi
konservatif awal, berupa pemberian antibiotika intravena selama
beberapa minggu.
2) Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12
jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 2
jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,5° C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya
peritonitis.
Perforasi memerlukan pertolongan medis segera untuk
membatasi pergerakan lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke
rongga perut. Mengatasi peritonitis dapat dilakukan oprasi untuk
memperbaiki perforasi, mengatasi sumber infeksi, atau dalam beberapa
kasus mengangkat bagian dari organ yang terpengaruh .
3) Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis. Penderita peritonitis akan
disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit. Beberapa
penanganan bagi penderita peritonitis adalah :
a. Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik
suntik atau obat antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah
infeksi jamur, untuk mengobati serta mencegah infeksi
menyebar ke seluruh tubuh. Jangka waktu pengobatan akan
disesuaikan dengan tingkat keparahan yang dialami klien.
b. Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk
membuang jaringan yang terinfeksi atau menutup robekan yang
terjadi pada organ dalam.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1) Indetitas klien
Biasanya indetitas klien terdiri Nama, umur, jenis kelamin, status,
agama, perkerjaan, pendidikan, alamat , penanggung jawaban juga
terdiri dari nama, umur penanggung jawab , hub. keluarga, dan
perkerjaan.
2) Alasan masuk
Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit denga keluhan sakit
perut di kuadran kanan bawah, biasanya disertai muntah dan BAB
yang sedikit atau tidak samasekali, kadang – kadang mengalami diare
dan juga konstipasi.
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu pada saat post op
operasi, merasakan nyeri pada insisi pembedahan, juga bisanya
tersa letih dan tidak bisa beraktivitas atau imobilisasi sendiri.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien memiliki kebiasaan memakan makanan rendah
serat, juga bisa memakan yang pedas-pedas.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya tidak ada pengaruh ke penyakit keturunan seperti
hipertensi, hepatitis , DM, TBC, dan asma.
4) Pemeriksaan Fisik
Biasanya kesadaran klien normal yaitu composmetis, E :4 V:5 M:6.
Tanda-tanda vital klien biasanya tidak normal karena tubuh klien
merasakan nyeri dimulai dari tekanan darah biasanya tinggi, nadi
takikardi dan pernafasan biasanya sesak ketika klien merasakan nyeri.
a. Kepala
Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada masalah kalau
penyakitnya itu apenditis mungkin pada bagian mata ada yang
mendapatkan mata klien seperti mata panda karena klien tidak
bisa tidur menahan sakit.
b. Leher
Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat masalah
pada klien yang menderita apedisitis.
c. Thorak
Pada bagian paru-paru biasanya klien tidak ada masalah
atau gangguan bunyi normal paru ketika di perkusi bunyinya
biasanya sonor kedua lapang paru dan apabila di auskultrasi
bunyinya vesikuler. Pada bagian jantung klien juga tidak ada
masalah bunyi jantung klien regular ketika di auskultrasi,
Bunyi jantung klien regular (lup dup), suara jantung ketiga
disebabkan osilasi darah antara orta dan vestikular.
Suara jantung terakir (S4) tubelensi injeksi darah. Suara
jantung ketiga dan ke empat disebab kan oleh pengisian
vestrikuler, setelah fase isovolumetrik dan kontraksi atrial tidak
ada kalau ada suara tambahan seperti murmur (suara gemuruh,
berdesir) (Lehrel 1994).
d. Abdomen
Pada bagian abdomen biasanya nyeri dibagian region
kanan bawah atau pada titik Mc Bruney. Saat di lakukan
inspeksi. Biasanya perut tidak ditemui gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada klien dengan komplikasi
perforasi. Benjolan perut kanan bawah dapat dilihat pada massa
atau abses periapedikular. Pada saat di palpasi biasnya
abdomen kanan bawah akan didapatkan peninggkatan respons
nyeri. Nyeri pada palpasi terbatas pada region iliaka kanan,
dapat disertai nyeri lepas. Kontraksi otot menunjukan adanya
rangsangan periotenium parietale. Pada penekanan perut kiri
bawah akan dirasaka nyeri diperut kanan bawah yang disebut
tanda rofsing. Pada apendisitis restroksekal atau retroileal
diperlukan palpasi dalam untuk menemukan adanya rasa nyeri.
(Sjamsuhidayat 2005).
5) Pola Fungsional Kesehatan
Menurut pola fungsi Gordon 1982, terdapat 11 pengkajian pola fungsi
kesehatan, yaitu :
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Secara umum pola pengkajian ini, perawat akan mengetahui
bagaimana pasien memandang diri sendiri saat sebelum
maupun setelah sakit, kemampuan dirinya, kemampuan pasien,
tanggapan terhadap sakit yang diderita, sejauh mana pasien
mengetahui tentang penyakitnya. Pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan kerja pasien mengenai:
 Pandangan pasien mengenai sehat-sakit.
 Apakah pasien memahami kesehatan dirinya?
 Apakah jika sakit pasien akan segera berobat ke dokter,
atau menggunakan obat tradisional?
 Apakah pasien sudah memeriksakan sebelum ke rumah
sakit?
b. Pola nutrisi
Pada pola nutrisi kaji pasien mengenai :
 Pola makan
 Bagaimana nafsu makan pasien selama sakit?
 Berapa porsi makanan pasien persekali makan?
 Pola minum
 Berapa frekuensi minum pasien selama sakit?
c. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi kaji pasien mengenai :
 Buang air besar
 Berapakah frekuensi setiap kali buang air besar?
 Bagaimana konsistensi pasien dalam buang air
besar?
 Buang air kecil
 Berapakah frekuensi jumlah urine pasien setiap
buang air kecil?
d. Aktivitas dan latihan
Pada pola aktivitas dan latihan kaji pasien mengenai :
 Kemampuan perawatan diri
 Kebersihan diri
 Berapa kali pasien mandi dan menggosok gigi
per hari selama sakit?
 Berapa kali pasien memotong kuku dan keramas
selama sakit?
 Aktivitas sehari-hari
 Apakah pasien mengikuti aktivita
sehari-hari selama sakit?
 Rekreasi
 Apakah pasien selama sakit melakukan rekreasi?
 Olahraga
 Apakah pasien melakukan olahraga selama
sakit?
d. Tidur dan Istirahat
 Pola tidur
 Bagaimana pola tidur pasien selama sakit? Yang
digambarkan dengan pukul berapa pasien mulai
tidur sampai pukul berapa pasien terbangun pada
malam hari.
 Frekuensi tidur
 Bagaimana frekuensi tidur pasien selama sakit?
Yang digambarkan dengan berapa lama pasien
tidur?
e. Sensori, persepsi, kognitif
Kaji pasien mengenai :
 Bagaimanakah cara pembawaan pasien saat bicara?
Apakah normal, gugup atau bicara tidak jelas.
 Bagaimanakah tingkat ansietas pada pasien?
f. Konsep diri
 Body image / Gambaran Diri
 Adakah prosedur pengobatan yang mengubah
fungsi alat tubuh?
 Apakah pasien memiliki perubahan fungsi
ukuran tubuh?
 Adakah perubahan fisiologis tumbuh kembang?
 Apakah pasien menolak berkaca?
 Adakah keluhan karena kondisi tubuh?
 Role / Peran
 Adakah perubahan peran pasien?
 Identity / Identitas Diri
 Apakah pasien merasakan kurang percaya diri?
 Mampukah pasien menerima perubahan?
 Self Esteem / Harga Diri
 Apakah pasien menunda tugas selama sakit?
 Apakah pasien menyalahgunakan zat?
 Self Ideal / Ideal Diri
 Apakah pasien tidak ingin berusaha selama
sakit?
 Seksual dan reproduksi
 Kapankah pasien mengalami menstruasi
terakhir?
 Apakah pasien mengalami masalah menstruasi?
 Apakah pasien melakukan pemeriksaan
payudara dan testis setiap bulan?
 Apakah pasien mengalami masalah seksual?
 Pola peran hubungan
Pada pola hubungan kaji pasien mengenai :
 Apakah pekerjaan pasien?
 Bagaimanakah kualitas pekerjaan pasien?
 Bagaimanakah pasien berhubungan dengan
orang lain?
 Manajemen Koping dan Stress
 Bagaimana pasien menangani stres yang
dimiliki?
 Apakah pasien menggunakan sistem
pendukungan dalam menghadapi stres?
 Sistem nilai dan keyakinan
Menggambarkan bagaimana pasien memandang
secara spiritual dan keyakinan masing-masing yang
mungkin berpengaruh terhadap kehidupan. Serta
pandangan pasien mengenai budaya dan kebiasaan
masyarakat sekitar terkait dengan penyakit yang diderita
pasien.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (mis.
Inflamasi, iskemia, neoplasma), agen pencedera fisik (mis. Abses,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan) dibuktikan dengan dengan mengeluh
nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (mis. Waspada, posisi
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur,
tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah,
proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,
diaphoresis.
2) Risiko hipovolemia dibuktikan dengan faktor risiko kehilangan cairan
secara aktif.
3) Risiko infeksi dibuktikan dengan fktor risiko peningkatan paparan
organisme patogen lingkungan.
4) Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan factor
mekanis (mis. penekanan, gesekan) atau factor elektris
(elektrodiatermi, energy listrik betegangan tinggi) dibuktikan dengan
kerusakan jaringan dan/ atau lapisan kulit, nyeri perdarahan,
kemerahan, hematoma.
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dibuktikan
dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot
menurun, rentang gerak (ROM) menurun, nyeri saat bergerak, enggan
melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku,
gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah.
3. RENCANA KEPERAWATAN

NO DOAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL

1 LABEL SDKI Luaran Utama Intervensi Utama


(D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan (I.08238)
dengan agen pencedera keperawatan ... x ... jam Observasi
fisiologi (mis. Inflamasi, diharapkan tingkat nyeri  Identifikasi lokasi,
iskemia, neoplasma), menurun dengan kriteria karakteristik, durasi,
agen pencedera fisik hasil: frekuensi, kualitas,
(mis. Abses, amputasi, intensitas nyeri
 Kemampuan
terbakar, terpotong,  Identifikasi skala
menuntaskan aktivtas
mengangkat berat, nyeri
meningkat
prosedur operasi, trauma,  Identifikasi respon
 Keluhan nyeri
latihan fisik berlebihan) nyeri non verbal
menurun
dibuktikan dengan  Identifikasi faktor
 Meringis menurun
dengan mengeluh nyeri, yang memperberat
 Sikap protektif
tampak meringis, dan memperingan
menurun
bersikap protektif (mis. nyeri
 Gelisah menurun
Waspada, posisi  Identifikasi
 Kesulitan tidur
menghindari nyeri), pengetahuan dan
menurun
gelisah, frekuensi nadi keyakinan tentang
meningkat, sulit tidur,  Menarik diri menurun
nyeri
tekanan darah meningkat,  Berfokus pada diri
 Identifikasi pengaruh
pola napas berubah, sendiri menurun
budaya terhadap
nafsu makan berubah,  Diaforesis menurun
repson nyeri
proses berpikir  Perasaan depresi
 Identifikasi pengaruh
terganggu, menarik diri, (tertekan) menurun
nyeri terhadap
berfokus pada diri  Perasaan takut
kualitas hidup
sendiri, diaphoresis. mengalami cedera
 Monitor
berulang menurun
keberhasilan terapi
 Anoreksia menurun komplementer yang
 Perineum terasa sudah diberikan
tertekan menurun  Monitor efek
 Uterus teraba samping penggunaan
membulat menurun analgetik
 Ketegangan otot Terapeutik
menurun  Berikan teknik non
 Pupil dilatasi farmakologis untuk
menurun mengurangi rasa

 Muntah menurun nyeri (mis : TENS,

 Mual menurun hypnosis,


akupresure, terapi
 Frekuensi nadi
music, biofeedback,
membaik
terapi pijat,
 Pola napas membaik
aromaterapi, teknik
 Tekanan darah
imajinasi terbimbing,
membaik
kompres hangat atau
 Proses berpikir
dingin, terapi
membaik
bermain)
 Fokus membaik
 Kontrol lingkungn
 Fungsi berkemih
yang memperberat
membaik
rasa nyeri (mis :
 Perilaku membaik
suhu ruangan,
 Nafsu makan
pencahayaan,
membaik
kebisingan)
 Pola tidur membaik
 Fasilitasi istirahat
dan tidur
 Pertimbangkan jenis
Luaran tambahan:
dan sumber nyeri
Kontrol Nyeri (L.08063)
dalam pemeliharaan
Setelah dilakukan tindakan
strategi meredakan
keperawatan ... x ... jam
nyeri
diharapkan control nyeri
Edukasi
meningkat dengan kriteria
hasil:  Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
 Melaporkan nyeri
nyeri
terkontrol meningkat
 Jelaskan strategi
 Kemampuan
meredakan nyeri
mengenali onset nyeri
 Anjurkan memonitor
meningkat
nyeri secara mandiri
 Kemampuan
 Anjurkan
mengenali penyebab
menggunakan
nyeri meningkat
analgetik secara
 Kemampuan
tepat
menggunakan teknik
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
nonfarmakaologis
meningkat
untuk mengurangi
 Dukungan orang
rasa nyeri
terdekat meningkat
Kolaborasi
 Keluhan nyeri
 Memberikan
menurun
analgetik jika perlu
 Penggunaan
analgesic menurun
Pemberian Analgetik
(I.08243)
Observasi
 Identifikasi
karakteristik nyeri
( mis: pencetus,
Pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
 Identifikasi riwayat
alergi obat
 Identifikasi
kesesuaian jenis
analgetik (mis:
narkotika, non
narkotik atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri
 Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgetik
 Monitor efektivitas
analgetik
Terapeutik
 Diskusikan jenis
analgetik yang
disukai untuk
mencapai analgesial
optimal, jika perlu
 Pertimbangkan
penggunaan infus
continue, atau bolus
oploid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
 Tetapkan target
efektifitas analgetik
untuk
mengoptimalakan
respon pasien
 Dokumentasikan
respon terhadap efek
analgetik dan efek
yang tidak
diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapi
dan efek samping
obat
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian dosis dan
analgetik, sesuai
indikasi
2 LABEL SDKI (D.0034) Luaran Utama Intervensi Utama
Status Cairan (L.03028) Manajemen Hipovolemia
Risiko hipovolemia
Setelah dilakukan tindakan (I.03116)
dibuktikan dengan faktor
keperawatan ..x..jam Observasi
risiko kehilangan cairan
diharapkan Status Cairan  Periksa tanda dan
secara aktif.
membaik dengan kriteria gejala hypervolemia
hasil: (mis. ortopnea,
 Kekuatan nadi dyspnea, edema,
meningkat JVP/CVP
 Turgor kulit meningkat, reflex
meningkat hepatojugular positif,
 Output urin suara napas
meningkat tambahan
 Pengisian vena  Identifikasi
meningkat penyebab
 Ortopnea menurun hypervolemia

 Dispnea menurun  Monitor status

 Paroxymal noctural hemodinamik (mis.

dyspnea (PND) frekuensi jantung,

menurun tekanan darah, MAP,

 Edema anasarka CVP, PAP, PCWP,

menurun CO, CI), jika


tersedia
 Edem aperifer
menurun  Monitor intake dan
 Berat badan menurun output cairan
 Distensi vena  Monitor tanda
jogularis menurun hemokonsentrasi
 Suara napas (mis. kadar natrium,
tambahan menurun BUN, hematocrit,
 Kongesti paru berat jenis urine)
menurun  Monitor tanda
 Perasaan lemanh peningkatan tekanan
menurun onkotik plasma (mis.

 Keluhanh aus kadar proteindan

menurun albumin meningkat)

 Konsentrasi menurun  Monitor kecepatan

 Frekuensi nadi infus secara ketat

membaik  Monitor efek

 Tekanna darah samping diuretic

membaik (mis. hipotensi


ortortostatik,
 Tekanan nadi
hipovolemia,
membaik
hypokalemia,
 Membran mukosa
hiponatremia)
membaik
Terapeutik
 Jugular venous
 Timbang berat badan
presure (JVP)
setiap hari pada
membaik
waktu yang sama
 Kadar Hb membaik
 Batasi asupan cairan
 Kadar Ht membaik
dan garam
 Central venous
 Tinggikan kepala
pressure membaik
tempat tidur 30-40○
 Refuks hepatojugular
Edukasi:
membaik
 Anjurkan melapor
 Berat badan membaik
jika haluaran urin
 Hepatomegalli
<0,5 mL/kg/jam
membaik
dalam 6 jam
 Oliguria membaik  Anjurkan melapor
 Intake cairan jika BB bertambah
membaik >1 kg dalam sehari
 Status mental  Ajarkan cara
membaik mengukur dan
 Suhu tubuh membaik mencatat asupan dan
haluaran cairan
Luaran Tambahan  Ajarkan cara
Keseimbangan Cairan membatasi cairan
(L.05020) Kolaborasi:
Setelah dilakukan tindakan  Kolaborasi
keperawatan ..x.. jam pemberian diuretic
diharapkan Keseimbangan  Kolaborasi
Cairan meningkat dengan penggantian
kriteria hasil: kehilangan kalium
 Asupan cairan akibat diuretic
meningkat  Kolaborasi
 Keluaran urin pemberian
meningkat Continuous renal
 Kelembabab replacement therapy
membrane mukosa (CRRT), jika perlu
meningkat
 Asupan makanan Pemantauan Cairan
meningkat (L.03121)

 Edema menurun Observasi

 Dehidrasi menurun  Monitor frekuensi

 Asites menurun dan kekuatan nadi

 Konfusi menurun  Montior frekuensi


napas
 Tekanan darah
 Monitor takanan
membaik
darah
 Denyut nadi
 Monitor berat badan
radial membaik
 Tekanan arteri  Monitor waktu
rata- rata membaik pengisian kapiler
 Membran mukosa  Monitor elastisitas
membaik atau turgor kulit
 Mata cekung  Montor jumblah,
membaik warna dan berat jenis
urine
 Monitor kadar
albumin dan protein
total
 Monitor hasil
pemeriksaan serum
(mis hematokrit
serum. Hematokit,
natrium, kolium
BUN)
 Monitor intake dan
output cairan
 Identifkasi tanda-
tanda hipovolermia
(mis frekuensi nadi
meningkat, nadi
teraba lemah,
tekanan darah
menurun, tekanan
nadi menyenpit,
turgor kulit
menurun, membran
mukosa kering,
volume urin
menurun, hematocrit
meningkat. haus
lemah, konsentras
urine meningkat
berat badan menurun
dalam waktu
singkat)
 Identifikasi tanda-
tanda hipervolemia
(mis dispnea edema
perifer edema
anasarka. JVP
meningkat. CVP
meningkat refeks
hepatojugular positif,
berat badan
menurun dalam
waktu singkat)
 Identifikasi faktor
resiko
ketidakseimbangan
cairan( mis prosedur
pembedahan mayor,
trauma/pendarahan,l
uka bakar, afreksia
obstruksi,
peradangan
pancreas, penyakit
gagal/ginjal,
disfungsi, infestinal)
Terapetik
 Atur interval
pemantauan sesuai
dengan kondisi
pasien
 Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
 Jelasakan tujuan dan
prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantaun jika perlu
3 LABEL SDKI (D.0142) Luaran Utama Intervensi Utama
Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi
Risiko infeksi dibuktikan
Setelah dilakukan tindakan (I.14539)
dengan fktor risiko
keperawatan … x 24 jam Observasi
peningkatan paparan
diharapkan tingkat infeksi  Monitor tanda dan
organisme patogen
menurun dengan kriteria gejala infeksi lokal
lingkungan.
hasil : dan sistemik
Terapeutik
 Kebersihan tangan
 Batasi jumlah
meningkat
pengunjung
 Kebersihan badan
 Berikan perawatan
meningkat
kulit pada area
 Nafsu makan
edema
meningkat
 Cuci tangan sebelum
 Demam menurun
dan sesudah kontak
 Kemerahan menurun
dengan pasien dan
 Nyeri menurun
lingkungan pasien
 Bengkak menurun
 Pertahankan teknik
 Vesikal menurun
aseptik pada pasien
 Cairan berbau busuk
berisiko tinggi
menurun
Edukasi
 Sputum berwarna
 Jelaskan tanda dan
hijau menurun
gejala infeksi
 Drainase purulen
 Ajarkan cara
menurun
mencuci tangan
 Piuria menurun dengan benar
 Periode menurun  Ajarkan etika batuk
 Periode menggigil  Ajarkan cara
menurun memeriksa kondisi
 Letargi menurun luka atau luka
 Gangguan kognitif operasi
menurun  Anjurkan
 Kadar sel darah putih meingkatkan asupan
membaik nutrisi
 Kultur darah  Anjurkan
membaik meningkatkan
 Kultur urine asupan cairan
membaik Kolaborasi

 Kultur sputum  Kolaborasi


membaik pemberian imunisasi,

 Kultur area luka jika pelu

membaik
 Kultur feses membaik

4 LABEL SDKI (D.0129) Luaran Utama Intervensi Utama


Integritas Kulit dan Perawatan Integritas Kulit
Gangguan integritas
Jringan (L.14125) (I11353)
kulit/ jaringan
Setelah diberikan asuhan Observasi
berhubungan dengan
keperawatan selama …x…  Identifikasi
factor mekanis (mis.
jam diharapkan integritas penyebab gangguan
penekanan, gesekan) atau
kulit dan jringan meningkat, integritas kulit (mis.
factor elektris
dengan kriteria hasil : Perubahan sirkulasi,
(elektrodiatermi, energy
perubahan status
listrik betegangan tinggi)  Elastisitas meningkat
nutrisi, peneurunan
dibuktikan dengan  Hidrasi meningkat
kelembaban, suhu
kerusakan jaringan dan/  Perfusi jaringan
lingkungan ekstrem,
atau lapisan kulit, nyeri meningkat
penurunan mobilitas)
perdarahan, kemerahan,  Kerusakan jaringan
Terapeutik
hematoma. menurun
 Ubah posisi setiap 2
 Kerusakan lapisan
jam jika tirah baring
 Lakukan pemijatan
kulir menurun pada area penonjolan
 Nyeri menurun tulang, jika perlu
 Pedarahan menurun  Bersihkan perineal
 Kemerahan menurun dengan air hangat,

 Hematoma menurun terutama selama

 Pigmentasi abnormal periode diare

menurun  Gunakan produk

 Jaringan parut berbahan petrolium

menurun atau minyak pada


kulit kering
 Nekrosis menurun
 Gunakan produk
 Abrasi kornea
berbahan
menurun
ringan/alami dan
 Suhu kulit membaik
hipoalergik pada
 Sensasi membaik
kulit sensitive
 Tekstur membaik
 Hindari produk
 Pertumbuhan rambut
berbahan dasar
membaik
alkohol pada kulit
kering
Edukasi
 Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis.
Lotin, serum)
 Anjurkan minum air
yang cukup
 Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkat
asupan buah dan
sayur
 Anjurkan
menghindari
terpapar suhu ektrim
 Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal
30 saat berada diluar
rumah
5 LABEL SDKI (D.0054) Luaran Utama Intervensi Utama
Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Ambulasi
Gangguan mobilitas fisik
Setelah diberikan asuhan (I.16171)
berhubungan dengan
keperawatan selama … x … Observasi
nyeri dibuktikan dengan
jam, diharapkan mobilitas  Identifikasi adanya
mengeluh sulit
fisik meningkat dengan nyeri atau keluhan
menggerakkan
kriteria hasil: fisik lainnya
ekstremitas, kekuatan
 Pergerakan  Identifikasi toleransi
otot menurun, rentang
ekstremitas fisik melakukan
gerak (ROM) menurun,
meningkat ambulasi
nyeri saat bergerak,
 Kekuatan otot  Monitor frekuensi
enggan melakukan
meningkat jantung dan tekanan
pergerakan, merasa
cemas saat bergerak,  Rentang gerak darah sebelum

sendi kaku, gerakan tidak (ROM) meningkat memulai ambulasi

terkoordinasi, gerakan  Nyeri menurun  Monitor kondisi

terbatas, fisik lemah.  Kecemasan menurun umum selama


 Gerakan tidak melakukan ambulasi
terkoordinasi Terapeutik
menurun  Fasilitasi aktivitas
 Gerakan terbatas ambulasi dengan alat
menurun bantu (mis, tongkat,

 Kelemahan fisik kruk)

menurun  Fasilitasi melakukan


mobilisasi fisik, jika
perlu
 Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis, berjalan dari
tempat tidur ke kursi
roda, berjalan dari
tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)

Dukungan Mobilisasi
(I.05173)
Observasi
 Identifikasi adanya
nyeri atau keluhan
fisik lainnya
 Identifikasi toleransi
fiisk melakukan
pergerakan
 Monitor frekuensi
jantung dan tekanna
darah sebelum
memulai mobilisasi
 Monitor kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu (mis,
pagar tempat tidur)
 Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika
perlu
 Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis, duduk di
tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)

DATAR PUSTAKA
Asnawi. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI APENDIKTOMI PADA
NY. P DI RUANG MAWAR BLUD RUMAH SAKIT KONAWE SELATAN
TAHUN 2018 KARYA TULIS ILMIAH. Diakses pada 3 Maret 2021, dari
epository.poltekkes-kdi.ac.id:
http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/523/1/KTI%20ASNAWI.pdf

Elma, RA. (2018). BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diakses pada 3 Maret 2021, dari
eprints.poltekkesjogja.ac.id: http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1410/4/BAB
%20II.pdf

Fransisca, Cathleya, dkk. (2019). KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN GAMBARAN


HISTOPATOLOGI APENDISITIS DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN
2015 - 2017. JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.7 JULI 2019.
Diakses pada 3 Maret 2021, dari ojs.unud.ac.id:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/cite/51783/ApaCitationPlugin

Hidayat, Erwin. (2020). KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA


KLIEN DENGAN APPENDICITIS YANG DI RAWAT DI RUMAH SAKIT.
Diakses pada 3 Maret 2021, dari repository.poltekkes-kaltim.ac.id:
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1053/1/KTI%20ERWIN
%20HIDAYAT.pdf

KHUSNA , Asmaul. ( 2017). LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS.


Diakses pada 3 Maret 2021, dari academia.edu:
https://www.academia.edu/43272082/LAPORAN_PENDAHULUAN_APEN
DISITIS

Luthfiana, R. (2018). BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diakses pada 3 Maret 2021,


dari eprints.poltekkesjogja.ac.id:
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1368/4/4.%20BAB%20II.pdf

Oktaviani, Srirahayu. (2018). KARYA TULIS ILMIAH LAPORAN STUDI KASUS


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny.R DENGAN POST OPERASI
LAPARATOMI ATAS INDIKASI APENDISITIS DIRUANGAN RAWAT INAP
BENDAH LANTAI 2 AMBUN SURI RSUD Dr.ACHMAD MOCHTAR
BUKITINGGI. Diakses pada 3 Maret 2021, dari repo.stikesperintis.ac.id:
http://repo.stikesperintis.ac.id/148/1/26%20SRI%20RAHAYU
%20OKTAVIANI.pdf

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indoneisa:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Klungkung, 3 Maret 2021

Nama Pembimbing/ CI Mahasiswa

(Ni Komang Indah Kusuma Dewi)


NIP. NIM: P07120219088

Mengetahui
Pembimbing

(I Made Mertha, S.Kep.,M.Kep)


NIP.196910151993031015

Anda mungkin juga menyukai