Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian
Apendisitis adalah peradangan akibat infeski pada usus buntu atau mbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebernarnya adalah sekum (cecum). Infeski ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga mmerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umunya berbahaya (Wim de Jong et al,2005).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vemiformis dan merupakan
peneyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
laki-laki maupun perepuan tetapiebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10
sampai 30 tahun (Mansjeor,Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah inflamasi apendiks. Penyebabnya biasanya tidak diketahui,
tetapi sering mengikuti sumbatan lumen (Gibson,john,2003).
Jadi, apendiks adalah peradangan atau inflamasi pada apendiks yang dapat terjadi
tanpa sebab yang jelas dan merupakan penyebab paling umum untuk dilakuknanya bedah
abdomen.
B. Etiologi
Menurut Nuzulul (2009) apendiks belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
faktor predisposisi yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi:
a. Hiperplasi dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
b. Adanya fekolit dalam lumen apendiks
c. Adanya benda asig seperti biji-bijian
d. Strikum lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. cli dan Strepcocus
3. Lak-laki yang lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limfoid pada masa
tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks :
a. Apendik yang terlalu panjang
b. Massa apendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limfoid pada lumen apendiks
d. Kelainan katup di pangkal apendiks
C. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis menurut Nurarif.H.A dan Hardi Kusuma (2013) terbagi menjadi 3
yakni:
1. Apendisitis akut radang mendadak umbi cacing yan memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsanga peritoneum lokal.
2. Apendisitis rekren yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang
mendorong dilakukannya apendictomy. Kelainna ini terjadi bila serangan apendisitis
alut pertama kali sembuh sepontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk
aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan perut.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik (fibrosis
menyeluruh didinding apendiks, sumbatan parsial atau lumes apendiks, adanya
jarigan perut dan ulkus lama di mukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik), dan
keluhan menghilang setelah apendictomy.
D. Tanda dan gejala
Menurut wijaya A.N dan Yessie (2013) tanda dan gejala apendisitis adalah:
1. Nyeri pindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat bila berjlan atau
batuk) yang menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc.burney :
nyeritekan, nyeri lepas, defanas muskuler.
2. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung.
3. Nyeri pada kuadran kanan bawah di tekan (Rovsing sign).
4. Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri di lepas (Blumberg).
5. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk,
mengedan.
6. Nafsu makan menurun.
7. Demam yang tidak terlalu tinggi
8. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare.
Gejala-gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar
umbilicus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah, gejala ini umumnya berlangsung
lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam bebrapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan
mungkin terdapat nyeri tekan sekitar Mc.Burney, kemudian dapat timbul spasme otot dan
nyeri lepas. Biasnaya ditemukan demam ringan dan leukosit meningkat bila rupture
apendiks terjadi nyeri sering sekali hilang secara dramatis untuk sementara.
E. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasis folikel limfoid, fekolit, benda asing, struktur karena fikosis akibat peradangan
sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut main banyak, namum elastis dinding
apendiks memilki keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen,
tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema. Diaphoresis bakteri dan ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi apendisitis akut
fokal yang di tandai nyeri epigastrium.
Sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat sehingga dapat
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulksn nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis
sakuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infark didinding apendiks yang diikuti
dengan gangrene stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang
telah rapuh ini pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
Semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks sehingga timbul suatu massa lokal yang disebut ilfiltrate
appendikularis, peradangan apendiks tersebut menjadi abses atau menghilang.
Anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjangan, dinding
apendiks lebih tipis, keadaan tersebut di tambah dengan keadaan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan terjadinya perforasi, sedangka n pada orangtua perforasi
mudah terjadi karena tela terjadi kelainan pada pembuluh darah (Mansjoer,2003).
F. Pathway
HIPERTERMI
Invasi dan multiplikasi

Peradangan pada Kerusakan kontrol suhu


APENDISITIS Febris
jaringan terhadap inflamasi

Operasi Sekresi mucus berlebih


pada lumen apendik

Luka insisi Ansietas


Apendik teregang

Kerusakan jaringan Pintu masuk kuman

Ujung syaraf terputus RESIKO INFEKSI

Pelepasan KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT


prostaglandin

Stimulasi
dihantarkan Spasme dinding apendik Tekanan intraluminal
lebih dari tekanan vena

Spinal cord NYERI


Hipoksia jaringan
apendik
Cortex cerebri Nyeri dipersepsi
Ulserasi
RESIKO DISFUNGSI
Anestesi MOTILITAS Perforasi
GASTROINTESTINAL
Peristaltic usus Depresi system
menurun Reflek batuk turun Akumulasi sekret
respirasi

Distensi abdomen BERSIHAN JALAN NAPAS


Anoreksia
TIDAK EFEKTIF
DEFISIT NUTRISI
GANGGUAN Mual dan muntah
RASA NYAMAN
RESIKO
KETIDAKSEIMBANGAN
CAIRAN
G. Komplikasi

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor


keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda
diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Adapun jenis
komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari
38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94%
dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus
atau batu ureter kanan.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka
dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi
intra-abdomen.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 25th
Jenis kelamin : perempuan
Agama : islam
Pekerjaan : IRT
B. Pengkajian Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : nyeri perut kanan bawah
2. Riwayat penyakit : sejak 2 hari pasien merasa nyeri disekitar perut kanan bawah, sakit
saat BAB, nyeri ini dirasakan terus menerus, terkadang merasa mual dan muntah,
nafsu makannya menurun, serta suhu tubuh pasien mengalami kenaikan lalu pasien di
bawa ke Rs. Sayidiman
3. Riwayat penyakit dahulu : pasien tidak pernah mengalami penyakit nyeri perut seperti
ini sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga : tidak ada salah satu dari keluarga asien yang mengalami
penyakit yang sama seperti pasien
C. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
TD : 130/ 84 mmHg
N : 110x/mnt
S : 38
RR : 18x/mnt
2. Pengkajian pernapasan (B1)
I : irama pernapasan teratur, simetris, tidak menggunakan otot bantu napas, tidak
ada pernapasan cuping hidung, jenis pernapasan normal.
P : tidak ada nyeri tekan.
P : terdapat bunyi sonor.
A : suara pernapasan vesikuler.
3. Pengkajian sirkulasi (B2)
I : bentuk dada simetris, tidak terdapat lesi, tidak ada pembesaran vena jugularis.
P : tidak ada nyeri tekan, CRT < 3 detik
P : terdapat bunyi pekak.
A : irama jantung regular.
4. Pengkajian neurosensory (B3)
- GCS : E=4, V=5, M=6
- Tidak ada keluhan pusing.
- Pupil isokor.
- Sclera normal.
- Konjungtiva tidak anemis.
- Tidak mengalami gangguan pandangan, pendengaran, dan penciuman.
- Keluhan : istirahat tidur pasien terganggu akibat nyeri perut kanan bawah yang
terus menerus.
5. Pengkajian Eliminasi (B4)
- BLADDER
I : bau khas urin, warna kuning jernih, produksi urin 200cc/jam
P : tidak mengalami distensi bladder, tidak ada nyeri tekan
Keluhan : tidak ada keluhan dalam bak
- BOWEL
I : bau khas feses, warn khas feses, bentuk padat, pasien terlihat menahan rasa
nyeri saat BAB
P : ada nyeri tekan bagian perut kanan.
Keluhan : pasien mengalami konstipasi
6. Pengkajian abdomen (B5)
A : terdapat suara bising usus menurun 8x/menit
I : pasien terlihat menahan nyeri, terjadi distensi abdomen, nyeri pada kuadran
kanan bawah saat mengekstensikan kaki kanan/posisi duduk tegak, nyeri meningkat
bila berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam, pasien mengalami mual dan muntah
sebanyak 5 kali
P : ada nyeri tekan pada abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney
Nyeri abdomen :
P : akibat adanya peradangan di apendik
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : nyeri tekan pada abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus
S : 7, nyeri yang dirasakan pasien, membuat pasien tidak mampu melakukan aktivitas
T : nyeri terjadi terus menerus.
Diit makanan : makanan yang bertekstur halus namun pasien tidak nafsu makan.
Intake cairan : pasien minum sehari kurang lebih 600ml perhari
7. Pengkajian musculoskeletal dan integumen (B6)
Kekuatan otot : kekuatan otot pasien utut

5 5

5 5

Pergerakan sendi bebas


Tidak ada kelainan ekstremitas
Tidak ada fraktur
Turgor baik, tidak ada kerusakan integritas kulit
8. Pengkajian psikososial
Pasien terlihat sangat gelisah
D. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh inflamasi).
2. Hipertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal
3. Resiko disfungsi mortilitas gastrointestinal b.d proses infeksi gastrointestinal.
4. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peritaltik.
5. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan mual muntah.
6. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
E. Intervensi keperawatan

Anda mungkin juga menyukai