Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

1.1 Latar Belakang

Saat ini, pemberdayaan petani dilakukan melalui program Simantri (Sistem Pertanian
Terintegrasi). Program Simantri mengintegrasikan antara perternakan, perikanan dan pertanian
untuk mendukung ketahanan pangan nasional.

Pupuk organik memiliki peranan yang sangat penting bagi kesuburan tanah, karena
penggunaan pupuk organik pada budidaya tanaman pangan dan non pangan dapat memperbaiki
sifat fisik, kimia maupun biologis tanah sehingga sapi tersebut mampu menghasilkan feses, dan
urin yang berpotensi dijadikan pupuk organik padat dan pupuk organik cair melalui proses
fermentasi. Dengan demikian ketergantungan petani pada pupuk kimia dapat dikurangi,

Bahan baku pembuatan pupuk kompos adalah berupa bahan-bahan organik atau dari sampah
organik. Sampah oragnik adalah sampah yang bisa mengalami pelapukan(dekomposisi) dan
terurai menjadi bahan yang ebih kecil dan tidak berbau atau sering disebut dengan kompos,
sampah organik sendiri di bagi menjadi dua, yaitu sampah organik basah, sampah yang memiliki
kandungan air yang cukup tinggi,dan sampah organik kering bahan organik lain yang kandungan
airnya kecil. Contoh organik basah misalnya kulit buah, sisa sayuran dan cacahan daun
sedangkan contoh sampah organik kering yaitu kertas, kayu, ranting pohon , dan dedaunan
kering. Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang
kotoranya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan yang bisa dipelihara oleh
masyarakat, seperti ktoran sapi, kambing, ayam. Selain berberntuk padat pupuk kandang juga
bisa berupa cairan yang berasal dari air kencing (urin) hewan. Pupuk kandang mengandung
unsur hara makro, seperti fosfor, nitrogen, dan kalium. Unsur hara mikro yang terkndung dalam
molybdenum. Kandungan nitrogen dalam urine hewan ternak tiga kali lebih besar dibanidingkan
dengan kandungan nitrogen dalam kotoran padat.

Kotoran sapi berpotensi dijadikan kompos karena memiliki kandungan kimia sebagai
berikut : nitrogen 0.4 - 1 %, phospor 0,2 - 0,5 %, kalium 0,1 – 1,5 %, kadar air 85 – 92 %, dan
beberapa unsure-unsur lain (Ca, Mg, Mn, Fe, Cu, Zn). Namun untuk menghasilkan kompos yang
baik memerlukan bahan tambahan, karena pH kotoran sapi 4,0 - 4,5 atau terlalu asam sehingga
mikroba yang mampu hidup terbatas.

Bioaktivator dikenal dengan istilah lain Effective Microorganism (EM) merupakan kumpulan
mikroba fermentative, yang berfungsi dalam fermentasi material organik. Dikenal lima
kelompok mikroba fermentative utama meliputi : Bakteri fotosintetik,Lactobacillus
Streptomyces, ragi (yeast), dan Actinomycetes.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pH dan suhu dalam
aktivator tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH dan suhu dalam activator
tersebut serta untuk mengetahui apa saja dampak yang terjadi di dalam kompos tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi ilmiah bagi
perkembangan ilmu di bidang produksi ternak khususnya tentang pengaruh pH dan suhu
dalam aktivtor tersebut dan dapat memberikan informasi juga kepada seluruh peternak yang
ada didaerah dan masyarakat sekitarnya.
1.5 Kerangka Pikir

Suhu lingkungan dari minggu pertama sampai minggu kedelapan berada pada kisaran
25 –29C, sedangkan suhu biomassa adalah 25 – 47 0C, suhu proses ini berada pada fase
mesofilik pada hari ke-30 sehingga mikroba yang berperan pada proses pengomposan adalah
kelompok mikroba thermofilik. Penurunan suhu pada proses pengomposan mulai dari minggu
keenam tersebut menandakan bahwa proses pengomposan mengalami penurunan dan kehilangan
panas ke lingkungan 80 masih berlangsung. Penurunan suhu pengomposan secara terus menerus
menandakan aktivitas mikroorganisme menurun dan berkurangnya bahan organik yang bisa
diuraioleh mikroorganisme.

Derajat keasaman (pH) pada proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.7 atau
pada keadaan pH nomal atau netral. Pada penelitian minggu pertama terjadi penurunan pH dari
pH netral sekitar 7.0 menjadi 4.3, hal tersebut dikarenakan karena pada sistem pengomposan
berlangsung proses penyesuaian atau adaptasi. Derajat keasaman tertinggi mencapai 6.5 pada
minggu kedelapan sedangkan derajat keasaman terendah mencapai 4.3 pada minggu
pertama.Reaksi pengomposan pada kondisi asam terjadi pada minggu pertama sampai minggu
kedua dan selanjutnya reaksi pH menjadi basa .

Pengolahan feces menjadi pupuk bisa mendatangkan keuntungan bagi peternak, namun
bagaimana formulasi yang baik untuk mendapat unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan
tanaman menjadi sangat penting. Selain itu pengolahan feces menjadi pupuk bisa lebih cepat
daripada proses alami. Secara fisik antara feces sapi dan feces kambing terdapat perbedaan
yaitukandungan air feces sapi lebih tinggi dengan tekstur yang lebih lunak,
1.6 Kerangka Operasional Penelitian
Bagan kerangka konsep pikir dari penelitian ini seperti disajikan pada Gambar 1.

Sampah daun cacahan-kotoran sapi 3:2

Dosis EM4 Dosis MOL limbah


sayuran 1ml/kg
1ml/kg

Campurkan dalam
bahan hingga
kelembaban 50-60%
Fermentasi dalam bak

- Pembalikan selama 2-3 hari


sekali
- Penambahan air + MOL jika
diperlukan
- Proses berlangsung selama
3minggu.
Kompos Matang
Ditimbang Bobot Akhir

Diayak

Analisis lab:
Pengamatan fisik :
Kadar air, pH, danC/N rasio
Tekstur, warna, bau,
%penyusutan
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

1.7 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui parameter kualitas kompos pH dan Suhu
BAB 11

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kotoran Ternak

Kotoran ternak adalah hasil buangan metabolisme yang akan menyebabkan pencemaran
apabila tidak dikelola secara benar. Limbah yang paling banyak dihasilkan oleh peternakan sapi
perah adalah feses (Siagian dan Simamora, 1994). Kotoran sapi memiliki 3 (tiga) kelompok
mikroorganisme utama, yaitu bakteri, fungi dan aktinomisetes. Kotoran ternak jika tidak
dimanfaatkan kembali tentu dapat menimbulkan banyak gangguan antara lain menimbulkan bau,
lalat, dan dapat mengurangi nilai estetika lingkungan seperti pencemaran sungai atau danau
(Stafford et al., 1980)

Nisbah C/N bahan organik merupakan faktor penting dalam proses pengomposan
(Cindrawati, 2006). Menurut Peter dan Brian (2001), kotoran sapi memiliki nilai nisbah C/N
sebesar 18. Nisbah C/N kotoran sapi yang rendah memungkinkan adanya pencampuran dengan
bahan yang memiliki nilai nisbah C/N yang tinggi seperti serasah daun sehingga nilai nisbah C/N
memenuhi kebutuhan optimal pada proses dekomposisi.

Menurut Erwiyono (1994), penambahan kotoran sapi akan memacu terjadinya proses
dekomposisi karena bertambahnya mikroorganisme pada bahan pembuat kompos. Selain itu,
kotoran sapi juga mengandung bahan organik yang kaya akan unsur hara.

2.2 Pupuk Organik

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan atau manusia
seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos baik berbentuk cair maupun bentuk padat.
Dalam Permentan NOMOR28/PERMENTAN/SR. 130/5/2009, disebutkan bahwa pupuk organik
adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari
tanaman dan hewan yang telah mengalami proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang
digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Pupuk organik agar produksi pertanian tetap dapat dipertahankan dan hasil samping ternak
berupa kotoran hewan dan limbah pertanian dapat didayagunakan sebagai bahan baku pupuk
organik

Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sampah organik yang sebagian besar berasal
dari rumah tangga. Sebetulnya, kompos merupakan pupuk warisan alam yang sudah dikenal
nenek moyang kita, tetapi kita lupa untuk memanfatkannya. Kompos adalah bahan organik
yang bisa lapuk, seperti daun-daunan, sampah dapur, jerami, rumput dan kotoran lain, yang
semua itu berguna untuk kesuburan tanah. ( Suryati, 2014). Kotoran sapi berpotensi dijadikan
kompos karena memiliki kandungan kimia sebagai berikut : nitrogen 0.4 - 1 %, phospor 0,2 -
0,5 %, kalium 0,1 – 1,5 %, kadar air 85 – 92 %, dan beberapa unsure-unsur lain (Ca, Mg, Mn,
Fe, Cu, Zn). Namun untuk menghasilkan kompos yang baik memerlukan bahan tambahan,
karena pH kotoran sapi 4,0 - 4,5 atau terlalu asam sehingga mikroba yang mampu hidup terbatas

Terdapat berbagai macam cara mengolah sampah organik, salah satunya adalah
komposting yang akan menghasilkan kompos. Kompos adalah hasil penguraian parsial / tidak
lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi
berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau
anaerobik (Crawford.J.H, ---).

2.3 Kompos

Kompos telah dipergunakan secara luas selama ratusan tahun dalam menangani limbah
pertanian, sekaligus sebagai pupuk alami tanaman. Pengaruh penggunaan kompos terhadap sifat
kimiawi tanah terutama adalah kandungan humus dalam kompos yang mengandung unsur-unsur
makro bagi tanah seperti N,P, dan K serta unsur-unsur mikro seperti Ca, Mg, Mn, Cu, Fe, Na,
dan Zn. Humus yang menjadi asam humat atau asam-asam lainnya dapat melarutkan Fe dan Al
sehingga fosfat tersedia dalam keadaan bebas. Selain itu humus merupakan penyangga kation
yang dapat mempertahankan unsur-unsur hara sebagai bahan makanan untuk tanaman. Kompos
juga berfungsi sebagai pemasok makanan untuk mikroorganisme seperti bakteri, kapang,
Actinomycetes dan protozoa, sehingga dapat meningkatkan dan mempercepat proses
dekomposisi bahan organik (Syarief, 1986).

Pengkomposan adalah proses biologi yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk


mengubah limbah padat organik menjadi produk yang stabil menyerupai humus. Proses
pengkomposan pada dasarnya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kriteria yakni berdasarkan
penggunaan oksigen, suhu dan pendekatan teknik.

Jika penggunaan oksigen sebagai dasar, maka pembagiannya adalah aerobik (kondisi
dengan menggunakan oksigen) dan anaerobik (kondisi tanpa oksigen). Proses pembuatan
kompos secara aerob memanfaatkan jasad renik aerob dan ketersediaan oksigen selama proses
berlangsung. Prosesnya biasanya dicirikan oleh suhu yang tinggi, tidak berbau busuk dan
dekomposisinya lebih cepat bila dibandingkan dengan proses yang anaerob.

Sedangkan proses anaerob, dekomposisinya dilakukan oleh jasad renik anaerob, dimana
oksigen (udara) tidak diperlukan lagi. Ciri-ciri dari dekomposisi anaerob adalah suhu rendah
(kecuali digunakan panas dari sumber luar), menghasilkan produk yang agak berbau serta
prosesnya biasanya lebih lambat bila pengolahan dibandingkan dengan pengkomposan secara
aerob. Pengkomposan sampah organik dapat dilakukan pada skala rumah tangga (home
composting), skala kawasan dan skala besar (centralised composting). Pengkomposan skala
rumah tangga dapat menggunakan komposter yang terbuat dari tong atau kotak bekas, sistem
timbun di dalam tanah dan vermicomposting (pengkomposan dengan budidaya cacing).
Pengkomposan skala kawasan dapat menggunakan sisten open windrow, bak aerasi, atau sistem
cetak. Sedangkan pengkomposan skala besar biasanya menggunakan sistem open windrow.

2.4 MOL Limbah Sayur

Anda mungkin juga menyukai