Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

APENDISITIS AKUT

Dibawakan oleh :

Dr. Pandu

Dokter Pembimbing :

Dr. ….

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis akut adalah kegawat daruratan abdomen yang sering ditemukan dan

membutuhkan operasi emergensi Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada

apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks

disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di

masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum.

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun

demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan1

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya

kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-

2ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan

ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu

penyebab timbulnya appendisits. Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal

yang merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan

immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian,

adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini

dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila

dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.1,2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. APENDISITIS

2.1.1 ANATOMI

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm, dan

berpangkal di sekum. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal.

Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin jadi sebab rendahnya insiden apendisitis

pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak di intraperitoneal. Kedudukan itu

memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang meso

apendiks penggantungnya.Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal, yaitu

dibelakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens.1,3,4

Gambar 1. Anatomi apendiks


Persarafan apendiks berasal dari saraf parasimpatis cabang dari n.vagus yang

mengikuti arteri mesentrika superior dan a. appendikularis . sedangkan saraf simpatis berasal

dari n.thorakalis x. karena itu nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus.

3
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika

arteri ini tersumbat, misalnya thrombosis pada infeksi, a pendiks akan menglami gangrene. 4

Gambar 2. Perdarahan apendiks

2.1.2 Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal disurahkan

kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks

tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang

dihasilkan oleh GALT (gult associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran

cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung

terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun

tubuh sebab jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah di

saluran cerna dan seluruh tubuh.1 Jika terjadi sumbatan pada lumen apendiks maka akan

timbul peradangan yang dikenal dengan apendisitis.5,6

2.1.3 Definisi Appendisitis

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah

penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen,

penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat1

4
Gambar 3. Peradangan pada apendiks vermiformis

2.2. Etiologi

Penyebab apendisitis akut yang palig sering adalah terjadinya obstruksi pada lumen.

Obstruksi pada lumen biasanya disebabkan oleh fekalit (batu tinja), hyperplasia jaringan

limfe, tumor apendiks dan parasit yang ada di usus besar. Parasit yang berperan dalam

menyebabkan obstruksi pada apendiks adalah cacing asscaris dan strongiloide species.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan –makanan yang rendah serat

dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan

intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya

pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Sehingga mempermudah timbulnya apendisitis akut.7

2,3. Patofisiologi

Secara pathogenesis factor penting terjadinya apendisitis adalah adanya obstruksi

lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Obstruksi lumen apendiks merupakan

faktor penyebab dominan pada apendisitis akut. Peradangan pada apendiks berawal di

mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam.

Obstruksi pada bagian yang proksimal dari lumen menyebabkan stasis bagian distal apendiks,

sehingga mucus yang terbentuk secara terus menerus akan terakumulasi. Selanjutnya akan

menyebabkan tekanan intraluminal meningkat kondisi ini akan memacu proses translokasi

kuman dan terjadi peningkatan jumlah kuman didalam lumen apendiks. Selanjutnya terjadi

5
gangguan sirkulasi limfe yang menyebabkan udem. Kondisi ini memudahkan invasi bakteri

dari dalam lumen menembus mukosa dan menyebabkan ulserasi mukosa apendiks maka

terjadi keadaan yang disebut apendiks fokal.5,7,8

Obstruksi yang terus menerus akan menyebabkan tekanan intraluminer semkin tinggi

dan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler. Keadaan ini akan menyebabkan

edema semakin berat sehingga terjadi penumpukan nanah pada dinding apendiks atau disebut

dengan apendisitis akut supuratif. Pada keadaan yang lebih lanjut dimana tekanan

intraluminer semakin tinggi, udem menjadi lebih hebat, terjadi gangguan sirkulasi atrial. Hal

ini menyebabkan terjadinya gangrene. Gangrene biasanya di tengah-tengah apendiks dan

berbentuk ellipsoid, keadaan ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila tekanan terus

meningkat maka akan terjadi perforasi yang mengakibatkan cairan mukosa apendiks akan

tercurah ke rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis.4,8

2.4. Klasifikasi Apendisitis

2.4.1 Apendisitis akut

a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi.

Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam

lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan

kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia,

malaise, dan demam ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks

terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.4

b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan

terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini

memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar

6
berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi

suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema,

hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan

peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan

nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut

disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.4

c. Appendicitis Akut Gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu

sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks

mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan

atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan

kenaikan cairan peritoneal yang purulen.4

2.4.2. Apendisitis Abses

Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),

biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.4

2.4.3. Apendisitis Perforasi

Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan

pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks

tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.5

2.4.4 Apendisitis Kronis

Appendisitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses

radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya

obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada

riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik

7
appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks

menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel

radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh

darah serosa tampak dilatasi.4,5

2.5. Gambaran Klinis Apendisitis

Apendisitis sering ditandai dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak

apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneal

local. Gejala klasik adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral didaerah

epigastrium disekitar umbilicus. Gejala ini berlangsung 1 sampai 2 hari. Biasanya disertai dengan

gejala tambahan seperti mual, muntah , nafsu makan menurun, anoreksia, pada beberapa

penderita kadang mengalami diare dan opstipasi. Demam ringan dan leukositosis sedang dapat

ditemukan. Dalam beberapa jam nyeri akan pindah ke titik Mc Burney. Nyeri akan terasa lebih

hebat dan terlokalisir dengan tepat sehingga merupakan nyeri somatic setempat. 8,9

Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan

demam tinggi, nyeri makin hebat serta meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan

kembung. Nyeri tekan dan defans muskular diseluruh perut, mungkin dengan pungtum

maksimum di region iliaka kanan. Peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus

paralitik. Kecuali di region iliaka kanan, abses rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus

yang menyebar bisa dilokalisir di suatu tempat. Paling sering adalah abses rongga pelvis dan

diagfragma. Ultrasonografi membantu mendeteksi kantong nanah. 8

2.6. Penegakan Diagnosa

Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan lab, pemeriksaan penunjang

8
a. Anamnesa

Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena

hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga

nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi

n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika

timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C.

Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi.1,2

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil

memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian

kanan bawah terlihat pada apendikuler abses. Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar

atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit

tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran

kanan bawah:

 Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan

bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.

Gambar 4 Titik Mc. Burney

9
 Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri

lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan

secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan

dan dalam di titik Mc. Burney.

 Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence

muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan

adanya rangsangan peritoneum parietale.

 • Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan

bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini

diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal

pada sisi yang berlawanan.

Gambar 5. Rovsing’s Sign

 Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena

adanya rangsangan muskulus psoas

oleh peradangan yang terjadi pada

apendiks.

Gambar 6. Psoas Sign

10
 Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan

lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal

tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.

Gambar 7. Obturator Sign

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik normal,

peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis

perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi

kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus.4,7,8,9

Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri bila daerah infeksi

dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Didapatkan nyeri pada

jam 9-12. Pada yang mengalami komplikasi, ampula teraba distensi/ cenderung kolaps pada

anak-anak tidak perlu dilakuka rectal toucher karena apendiksnya berbentuk konus atau

pendek.

11
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado, yaitu:

Tabel 1. Alvarado’s Score4

c.

Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada

pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3

(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum

yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat

4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis

serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.7

b. Pencitraan

12
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography Scanning

(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi

inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang

menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta

adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan

spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100%

dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.9

Gambar 8. CT-scan Appendiks (kiri) dan USG Appendiks (kanan)

c. Pemeriksaan radiologi

Berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat membantu melihat

terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus buntu.

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada

jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Foto barium

enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan tidak adanya

pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari seccum;

pengisisan menyingkirkan appendicitis.9

13
Appendicogram dengan non-filling apendiks (negatif appendicogram) merupakan

apendisitis akut. Appendicogram dengan partial filling (parsial appendicogram) diduga

sebagai apendisitis dan appendicogram dengan kontras yang mengisi apendiks secara total

(positif appendicogram) merupakan apendiks yang normal. Appendicogram sangat berguna

dalam diagnosis apendisitis akut, karena merupakan pemeriksaan yang sederhana dan dapat

memperlihatkan visualisasi dari apendiks dengan derajat akurasi yang tinggi.8

d. Pemeriksaan foto polos abdomen

Pemeriksaan ini tidak menunjukkan tanda pasti appendisitis, tetapi mempunyai arti

penting dalam membedakan appendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis),

tampak :

- scoliosis ke kanan

- psoas shadow tak tampak

- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak

- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak

- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak cut off. mouse tail. partial filling.

hasil positif bila : non filling . 7,9

2.7 Diagnosa Banding

14
Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis appendicitis karena

penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan appendicitis,

diantaranya:

 Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih

ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan

leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.

 Demam Dengue

Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif

untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit meningkat.

 Kelainan ovulasi

Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah

pada pertengahan siklus menstruasi.

 Infeksi panggul

Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih

tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.

 Kehamilan di luar kandungan

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika

ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul

nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.4,7,9

2.8 Tatalaksana

15
2.8.1. Penanggulangan konservatif / sebelum operasi

a. Observasi4

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali

masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta

melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya

apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta

pemeriksaan darah (lekosit dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan

toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan

kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam

setelah timbulnya keluhan.

b. Antibiotik 4,5

Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali

pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil

memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Pemberian antibiotik

berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi

dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.

16
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah meradang/apendisitis

akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi appendektomi). Pasien biasanya

telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan

pemasangan cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter

ahli anastesi dengan pembiusan umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik

konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan

bawah di atas daerah apendiks.

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram

negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan

sebelum pembedahan.

c. Operasi6

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang dilakukan

adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan

pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks

dilakukan drainage (mengeluarkan nanah). Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus

adalah apendektomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian

perforasi.

- Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)

- Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)

- Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)

Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan teknik laparoskopik,

apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah terbukti menghasilkan

nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi

luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan

17
pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada

pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita.

2.9. Komplikasi

Komplikasi usus buntu dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi usus,

abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian. Selain itu, terdapat

komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan komplikasi yang mengikuti apendisektomi

adalah komplikasi prosedur intra-abdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai,

seperti: infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal,

fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks.7.8

2.10. Prognosis

Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa penyulit,

namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi

peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah

operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit

penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh

antara 10 sampai 28 hari 8,9

18
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : An. D.K.P
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 14 Tahun 10 bulan
Alamat :
Agama :
MRS Tanggal : 28 Oktober 2022
II. Anamnesa
KU : Nyeri perut bagian kanan
Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian kanan

bawah sejak kemarin, nyeri perut (+) kanan bawah sering terjadi hilang timbul,

terkadang dirasakan nyeri juga di bagian ulu hati , nyeri perut dirasakan memberat

sejak tadi pagi di seluruh bagian perut. Nyeri bertambah parah ketika pasien

hendak bangun dari tempat tidur maupun batuk dan m e m b a i k k e t i k a

pasien diam dan istirahat. Batuk dan pilek sudah dialami sejak tadi

pagi dan demam sejak kemarin. P asien mengalami demam.. Pasien

menyangkal mengalami sulit atau nyeri saat BAK ataupun gangguan pola BAB. Tidak

ada riwayat penurunan berat badan drastis dalam beberapa bulan terakhir. Terakhir

minum obat paracetaol 500 mg tadi siang

Menstruasi terakhir 10 / 10 / 2022

Riwayat berhubungan seksual sebelumya : (-)

Riwayat keputihan (+) namun berwarna putih kadang encer dan kental

Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat serupa disangkal, dyspepsia (+), riwayat haid
normal.
Riwayat Penyakit Keluarga : Jantung, DM, Hipertensi disangkal pasien

19
A. PEMERIKSAAN FISIK
 Status Generalis
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Composmetis, GCS=15 (E4M6V5)
 Tanda-Tanda Vital
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 143 x/menit
 Respirasi : 20 x/menit
 Suhu Tubuh : 37,4oC
 SpO2 : 98 % room air
 Pemeriksaan Kepala Leher
 Kepala : normocephal, jejas (-)
 Konjungtiva : anemis (-/-)
 Sklera : ikterik (-/-)
 Pupil : isokor (d= 2mm), refleks cahaya langsung
(+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)
 Oral : candidiasis (-/-), faring hiperemis (+/+), T1/T1
hiperemis (-)
 KGB : pembesaran (-/-)
 JVP : peningkatan (-/-)
 Pemeriksaan Thorax
 Paru
Inspeksi : simetris, ikut gerak napas, retraksi (-).
Palpasi : vocal fremitus dextra = sinistra normal.
Perkusi : sonor dextra = sinistra
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),wheezing (-/-).
 Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak (-) tampak.
Palpasi : iktus cordis tidak (-) teraba.
Perkusi : batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-).

20
 Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : cembung.
Auskultasi : bising usus (+) normal 3-4x per menit.
Palpasi : Nyeri tekan seluruh lapang abdomen(+), terutama
pada
titik McBurney (+), Rovsing sign (-),Psoas sign (-), nyeri
ketok CVA +/-
Perkusi :tymphani.
 Pemeriksaan Ektremitas : Akral hangat, edema (-) pada kedua
eksteremitas , CRT < 2 detik.

ALVARADO SCORE

Interpretasi : Kemungkinan besar apendisitis (≥7)

B. LABORATORIUM
 WBC : 27,39 x 103/uL
 Hgb : 14,8
 Neutrofil : 25,45 x 103/uL
 PLT : 303.000
 CT/BT : 12,00 / 1,30
 Urinalisis : TIDAK ADA FOTO HASIL URIN
 Pp Test : TIDAK FOTO HASIL PP TEST

21
C. FOTO THORAX

Kesan : Normal

D. HASIL PA ( I November 2022 )

Makroskopik : Dalam pot kontrainer berisi appendik dengan lemak ukuran 6 x 0,5 cm

berisi feses.

Mikroskopik : sediaan appendik mukosa atrofi, jaringan lymphoid hyperplastic,

pembuluh darah tunika serosa dilatasi, tidak tampak infiltrate sel – sel neutrophil.

DX : Lymphoid hyperplasia appendik

E. DIAGNOSIS

Suspek peritonitis ec Appendisitis akut + Ispa dd Pyelonefritis Dextra

F. TATALAKSANA
A. Medikamentosa
Terapi Di IGD
 IVFD Nacl 500 ml/8 jam/ iv/ 20 tpm
 Inj. Ottopan 1000 mg/iv
 Inj. Ondansentron 8 mg/ 8 jam/iv
 Inj. Pantoprazole 40 mg
Kie :- kemungkinan adanya infeksi usus buntu yang meluas karena nyeri perut di
seluruh bagian dengan penanda infeksi (WBC) yang tinggi
- Konsul dr. Weka Sp.B
 IVFD RL 20 tpm
 Terfacet 1 x 2 gr
 Sanmol drip 3 x 1 gr
 Puasa
 Renacana operasi besok jam 6 pagi, tergantung dr.anestesi bila mau jam 11/12
malam ini.
- Konsul dr. Agus Sp.An
- Acc OK jam 6 pagi
- Puasa dari jam 1

22
G. PROGNOSA

- Qua ada vitam : dubia ad bonam


- Qua ada functionam : dubia ad bonam
- Qua ad sanationam : dubia ad bonam
H. FOLLOW UP

29 Oktober 2022

S Nyeri pada luka operasi, skala nyeri 6, demam (+)

O Abd: nyeri tekan pada luka operasi

A Post OP Apendisektomi

P Advice dr.Weka Sp.B


- Terapi Lanjut

30 Oktober 2022

S Nyeri pada luka

O Abd: nyeri tekan (-), distensi (-), dressing kering, BU 9+) N

A Post OP Apendisektomi

P Advice dr.Weka Sp.B


- IVFD Futrolit 20 tpm
- Sanmol fl 3 x 1 gr
- Diet bebas
- Mobilisasi s/d jalan

31 Oktober 2023

S Pasien mengatakan masih nyeri di luka post Op(+), skala nyeri 6, demam naik
turun, mual (+), muntah (-), pusing (-), flatus (+). BAK sudah, Bab belum.
Pasien sudah latihan mobilisasi miring kanan dan kiri , jalan – jalan di ruangan

O TD :110/70 │N;75│Sb:37│Rr: 20│SPO2:99 % room air

23
Abd: nyeri tekan pada luka operasi

A Post OP Apendisektomi

P Advice dr.Weka Sp.B


- Terapi lanjut
- Toramin 1 amp/k/p jika masih nyeri
- Sanmol fl 3 x 1 gr /iv diteruskan jika masih nyeri

01 November 2022

S Nyeri Minimal pada Luka

O Abd: luka terawatt

A Post OP Apendisektomi

P Advice dr.Weka Sp.B


- Ganti oral
- Sporetik 2 x 100 mg
- Sinkronik 3 x 1
- Toramin 3 x 1
- Bila keluhan nyeri minimal, siang  BPL

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosa apendisitis akut pada kasus ini dapat ditegakkan dengan dasar anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, didapatkan keluhan utama

berupa nyeri perut kanan bawah sejak kemarin, namun dari pengakuan pasien nyeri dirasakan

hilang timbul. Awalnya nyeri terkadang dirasakan di ulu hati, hal ini menggambarkan gejala

akibat distensi apendiks yang menstimulasi ujung saraf dari afferent stretch fiber. Lalu nyeri

berpindah ke kuadran kanan bawah menggambarkan peradangan yang telah menyebar ke

peritoneum parietalis. Nyeri yang dialami pasien berupa nyeri akibat iritasi peritoneum

sehingga memburuk saat bergerak atau batuk (Dunphy sign) dan membaik saat diam..4

Berdasarkan pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan

hemodinamik stabil, namun didapatkan suhu tubuh pasien 37,4 oC dan nadi 143 x/m. Suhu

tubuh pasien nantinya dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam Alvarado Score.

Berdasarkan pemeriksaan status generalis, ditemukan kelainan pada abdomen melalui palpasi

berupa : nyeri tekan dan nyeri lepas titik McBurney, dan defans muskular lokal. Penemuan

ini mendukung adanya iritasi peritoneum parietalis lokal yang diduga akibat peradangan

apendiks. Pada pemeriksaan fisik lainnya tidak ditemukan kelainan. Tanda-tanda ini

mendukung diagnosa apendisitis akut.7

Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, didapatkan leukositosis (27,39 x

103/uL) dari pemeriksaan laboratorium. Selain itu, didapatkan skor 8 pada Alvarado score,

yang diinterpretasikan sebagai kemungkinan besar apendisitis (skor ≥7). Alvarado score

sangatlah berguna untuk menyingkirkan diagnosa apendisitis dan memilah pasien untuk

manajemen diagnostik lanjutan.5

Temuan Poin Pasien

25
Perpindahan nyeri ke fossa iliaca dextra 1 1
Anoreksia 1 -
Mual atau muntah 1 -
Nyeri tekan : fossa iliaca dextra 2 2
Nyeri lepas : fossa iliaca dextra 1 1
Demam ≥36,3oC 1 1
Leukositosis ≥10 x 109 /L 2 2
Shift to the left of neutrophils 1 0
Total 10 8

Berdasarkan diagnosa klinis yang telah ditegakkan, maka pasien direncanakan untuk

dioperasi appendisektomi. Tindakan ini menjadi pilihan karena apendisitis akut termasuk

dalam kegawatdaruratan dalam bidang bedah. Sebagai tatalaksana awal pasien dipasangkan

IV line untuk memudahkan akses memasukkan obat dan rehidrasi.. Apendiks yang ditemukan

intra-operatif tampak berukuran 6x0,5 cm, hiperemis, oedem, tidak ada perforasi, tidak ada

pus. Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya perdarahan dalam,

syok, hipertermia atau gangguan pernafasan.8,9

26
BAB V
PENUTUP
Apendisitis akut adalah kegawat daruratan abdomen yang sering ditemukan dan

membutuhkan operasi emergensi Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada

apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks

merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm

(kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari.

Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum.

Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab

timbulnya appendisits.

Apendisitis sering ditandai dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak

apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan

peritoneal local. Gejala klasik adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri

visceral didaerah epigastrium disekitar umbilicus. Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan

dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lab, pemeriksaan penunjang yang

sesuai.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ansari, Irfan et all. 2015. Laparoscopic appendectomy in acute appendicitis with or without

complication. International Journal of Biomedical and Advance Research. India

2. Brunicardi F, Schwartz S.2010. Schwartz's principles of surgery. 10th ed. New York:

McGraw-Hill, Health Pub. Division

3. Dono. Apendisitis. APP (serial online). Diunduh dari: URL:

https://www.scribd.com/doc/85010953/Referat-Appendicitis-Dr-Dono-SpB#download

4. Gomes, Carlos et all. 2015. Acute appendicitis:proposal of a new comprehensive grading

system based on clinical, imaging and laparoscopic findings. World Journal of Emergency

Surgery. Brasil

5. Guyton, Arthur C. 2006. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta:EGC (Penerbit

Buku Kedokteran)

6. Sabiston DC. 2011. Apendiktomi pada Atlas Bedah Umum. Tangerang Selatan: Binarupa

Aksara

7. Sari SP. Penatalaksanaan Apendisitis. (serial online). Diunduh dari : URL:

http://core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/11712818.pdf

8. Sjamsuhidayat R, De Jong W. 2010. Apendiks Vermiformis dalam Buku Ajar Ilmu Bedah.

Edisi kedua. Jakarta: EGC

9. Wibisono E, Jeo W. 2011. Apendisitis. In: Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta E, ed. by

Kapita selekta kedokteran. 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius

28

Anda mungkin juga menyukai