Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Appendix vermiformis adalah organ sempit berbentuk tabung yang


mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Bagian appendix
vermiformis diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan
bawah mesenterium intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang
pendek, messoappendix. Mesoappendix berisi arteria, vena appendicularis dan
saraf-saraf. Dengan struktur anatomi yang panjang, sempit, buntu dan jaringan
limfoid yang banyak serta kecenderungan lumen appendix untuk mengalami
obstruksi oleh isi intestinum yang mengeras inilah yang membuat appendix
versiformis rentan terhadap infeksi. 1
Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat
karena usus buntu yang sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui
fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. 2
Dalam praktik bedah, penyakit apendisitis dianggap penting; apendisitis
adalah penyakit abdomen akut yang tersering ditangani oleh dokter bedah.
Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi
pada remaja dan dewasa muda. Angka mortalitas penyakit ini tinggi sebelum era
antibiotik. 3, 4
Walaupun entitas diagnostik ini menonjol, diagnosis banding harus
mencakup hampir semua proses akut yang dapat terjadi didalam rongga abdomen,
serta beberapa kedaruratan yang mengenai organ toraks. 3
Diagnosis harus ditegakkan secara dini dan tindakan harus segera
dilakukan. Keterlambatan diagnosis menyebabkan penyulit perforasi dengan
segala akibatnya. 5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan fisiologi appendix vermiformis


Anatomi appendix vermiformis

Gambar 2.1 Anatomi Appendix


Appendix vermiformis adalah organ sempit berbentuk tabung yang
mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang appendix
vermiformis bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia
tersebut. Dasar appendix vermiformis melekat pada permukaan posteromedial
caecum, sekitar 1 inci (2,5 cm) dibawah junctura ileocaecalis. Bagian appendix
vermiformis diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan
bawah mesenterium intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang
pendek, messoappendix. Mesoappendix berisi arteria, vena appendicularis dan
saraf-saraf. 1, 2
Pendarahan didapat dari arteria appendicularis yang merupakan cabang
dari arteria caecalis posterior. Arteria ini berjalan menuju ujung appendix
vermiformis di dalam messoappendix. Sedangkan untuk aliran darah vena berasal
2

dari vena appendicularis yang mengalirkan darahnya ke vena caecalis posterior.


Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis dan infeksi, appendix akan
mengalami gangrene. 1, 2
Pembuluh limfa mengalirkan cairan limfa ke satu atau dua nodi yang
terletak didalam messoappendix dan dari sini dialirkan ke nodi mesenterici
superiors. 1
Saraf-saraf berasal dari cabang-cabang saraf simpatis dan parasimpatis
(nervus vagus) dari plexus mesentericus superior. Serabut saraf aferen yang
menghantarkan rasa nyeri visceral dari appendix vermiformis berjalan bersama
saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi vertebra thoracica X. Oleh
karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus. 1, 2

Fisiologi appendix vermiformis


Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh. 2

2.2. Definisi apendisitis


Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan

laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur. 6

2.3. Klasifikasi apendisitis akut


Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis,
yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu
sudah bertumpuk nanah. 3, 6

2.4. Epidemiologi apendisitis akut


Insidens apendisitis di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari. 2
Survei menunjukkan bahwa sekitar 10% orang di Amerika Serikat dan
Negara Barat menderita apendisitis dalam suatu saat. Semua usia dapat terkena,
tetapi insidensi puncak adalah pada decade kedua dan ketiga, walaupun puncak
kedua yang lebih kecil ditemukan pada orang berusia lanjut. Laki-laki lebih sering
terkena daripada perempuan dengan rasio 1,5:1. Bayi dan anak sampai berumur 2
tahun terdapat 1% atau kurang. Anak berumur 2-3 tahun terdapat 15%. Frekuensi
mulai menanjak setelah umur 5 tahun dan mencapai puncaknya berkisar pada
umur-umur 9-11 tahun. 2, 3, 5

2.5. Etiologi apendisitis akut


4

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan


sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,
tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab
lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E. Histolytica. 2, 6
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut. 2, 6

2.6. Patofisiologi apendisitis akut


Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat
dalam makanan yang rendah. Penyumbatan pengeluaran secret mucus
mengakibatkan terjadinya pembengkakan, infeksi dan ulserasi. Peningkatan
tekanan intraluminal dapat menyebabkan terjadinya oklusia arteria terminalis
(end-artery) apendikularis. Bila keadaan ini dibiarkan berlangsung terus, biasanya
mengakibatkan

nekrosis,

gangrene,

dan

perforasi.

Penelitian

terakhir

menunjukkan bahwa ulserasi mukosa berjumlah sekitar 60-70% kasus, lebih


sering daripada sumbatan lumen. Penyebab ulserasi tidak diketahui, walaupun
sampai sekarang diperkirakan disebabkan oleh virus. Akhir-akhir ini penyebab
infeksi yang paling diperkirakan adalah Yersinia enterocolitica. 4, 6

2.7. Morfologi dan patologi apendisitis akut

Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil ditemukan


diseluruh mukosa, submukosa, dan muskularis propia. Pembuluh subserosa
mengalami bendungan dan sering terdapat infiltrat neutrofilik perivaskular ringan.
Reaksi peradangan mengubah serosa yang normalnya berkilap menjadi membrane
yang merah, granular dan suram; perubahan ini menandakan apendisitis akut
dini bagi dokter bedah. Pada stadium selanjutnya, eksudat neutrofilik yang hebat
menghasilkan reaksi fibrinopurulen diatas serosa. Dengan memburuknya proses
peradangan, terjadi pembentukan abses di dinding usus, disertai ulserasi dan focus
nekrosis di mukosa. Keadaan ini mencerminkan apendisitis supuratif akut.
Perburukan keadaan appendix ini menyebabkan timbulnya daerah ulkus hijau
hemoragik di mukosa, dan nekrosis gangrenosa hijau tua diseluruh ketebalan
dinding hingga ke serosa dan menghasilkan apendisitis gangrenosa akut yang
cepat diikuti oleh rupture dan peritonitis supurativa. 2, 3
Kriteria histologik untuk diagnosis apendisitis akut adalah infiltrasi
neutrofilik muskularis propia. Biasanya neutrofil dan ulserasi juga terdapat di
dalam mukosa. 3
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
sebagai mengalami eksaserbasi akut. 2

2.8. Gejala klinis apendisitis akut


Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah
nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
6

berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang
tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi. 2, 3, 4, 5, 6
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung
oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal. 2, 3,
4, 5, 6

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat


menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya. 2, 3, 4, 5, 6
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.
Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau
proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia
mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada
lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan
tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda. 2, 4

2.9. Penegakan diagnosa apendisitis akut


Penegakan diagnosa apendisitis akut berdasarkan : 2, 3, 4, 5, 6
1. Riwayat sakit

Sakit disekitar umbilikus dan epigastrium disertai anoreksia, nausea dan


sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian diikuti oleh sakit perut
di kanan bawah disertai dengan kenaikan suhu tubuh ringan. Pada bayi dan
anak-anak berumur muda seringkali tidak dapat menunjukkan letak sakit
dan dirasakan sakit perut menyeluruh.
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum penderita benar-benar telihat sakit
Suhu tubuh naik ringan pada apendisitis sederhana. Suhu tubuh
meninggi dan menetap sekitar 37, 50 C atau lebih bila telah terjadi
perforasi
Dehidrasi ringan sampai berat tergantung derajat sakitnya. Dehidrasi
berat pada apendisitis perforasi dengan peritonitis umum. Hal ini
disebabkan oleh kekurangan masukan, muntah, kenaikan suhu tubuh
dan pengumpulan cairan dalam jaringan viskus (oedema) dan rongga
peritoneal
Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda
kunci diagnosis.

Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness


(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah

saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan


penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence
muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan
bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah,
hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena
iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.

Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus
psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.

Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila
panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan
luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks
terletak pada daerah hipogastrium.

Tidak jarang dijumpai tanda-tanda obstruksi usus paralitik akibat proses


peritonitis lokal maupun umum.

Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor


Alvarado, yaitu:
Tabel 2.1 Skor Alvarado
GEJALA

SKOR

Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka


kanan

Anoreksia

Mual atau Muntah

Nyeri di fossa iliaka kanan

Nyeri lepas

Peningkatan temperatur (>37,5 C)

Peningkatan jumlah leukosit 10 x 10 9/L

Neutrofilia dari 75%

1
Total

10

Keterangan:
Skor 1-4: Tidak dipertimbangkan mengalami apendisitis

10

Skor 5-6: Dipertimbangkan kemungkinan Dx apendisitis akut tetapi


tidak memerlukan tindakan operasi segera atau dinilai ulang
Skor 7-8: Kemungkinan mengalami apendisitis akut
Skor 9-10: Hampir definitif mengalami apendisitis akut dan dibutuhkan
tindakan bedah
3. Pemeriksaan radiologi

Foto polos abdomen dilakukan apabila dari hasil pemeriksaan riwayat


sakit dan pemeriksaan fisik meragukan

Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah yaitu gambaran


perselubungan, mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran
garis permukaan cairan-udara di sekum atau ileum)

Patognomonik bila terlihat gambaran fekolit

Foto polos pada apendisitis perforasi :


Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di
kuadran kanan bawah
Penebalan dinding usus disekitar letak apendiks, seperti sekum dan
ileum
Garis lemak pra peritoneal menghilang
Skoliosis kekanan
Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan
akibat paralisis usus-usus lokal di daerah proses infeksi

Gambaran tersebut diatas seperti gambaran peritonitis pada umunya,


artinya dapat disebabkan oleh bermacam-macam kausa. Apabila pada

11

foto terlihat gambaran fekolit, maka gambaran seperti tersebut diatas


patognomonik akibat apendisitis.
4. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan
jumlah

leukosit

(sel

darah

putih).

Urinalisa

diperlukan

untuk

menyingkirkan penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada


pasien wanita, pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan
untuk menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista
indung telur kanan atau KET (kehamilan diluar kandungan).

2.10. Diagnosa banding apendisitis akut


Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding, seperti: 2, 3, 5

Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut
lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas
dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.

Demam Dengue

Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes
positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit meningkat.

Kelainan ovulasi

Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan
bawah pada pertengahan siklus menstruasi.

Infeksi panggul
12

Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya
lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.

Kehamilan di luar kandungan

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu.
Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan,
akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi
syok hipovolemik.

Kista ovarium terpuntir

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam
rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal.

Endometriosis ovarium eksterna

Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat


endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak
ada jalan keluar.

Urolitiasis pielum/ ureter kanan

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan


merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.

Penyakit saluran cerna lainnya

Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti


divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut,
pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam
tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks
2.11. Penatalaksanaan apendisitis akut

13

Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah


meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi
appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai
6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi
dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan
umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi
pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas
daerah apendiks. 6
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman
gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik
perlu dilakukan sebelum pembedahan. 2, 3
Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara
bedah laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang
dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan
appendektomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih
lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut
diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter
sehingga secara kosmetik lebih baik. 2, 4, 6
Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan
pemasangan penyalir subfasia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila
sudah dipastikan tidak ada infeksi. Pada anak tidak usah dipasang penyalir
intraperitoneal karena justru menyebabkan komplikasi infeksi lebih sering. 2

2.12. Komplikasi apendisitis akut


Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan letak usus halus. 2

14

Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,


obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan
kematian. 5
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan
komplikasi

yang

mengikuti

apendisektomi

adalah

komplikasi

prosedur

intraabdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka,


abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula
tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks. 6

2.13. Prognosis apendisitis akut


Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa
penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah
terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya
penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi,
keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi
dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari. 4, 6

2.14.

Spinal anestesi
SubArachnoid Blok merupakan salah satu teknik anestesi regional dengan

cara penyuntikan obat anestesi local ke dalam ruang subarahnoid dengan tujuan
untuk mendapatkan analgesi setinggi dermatom tertentu dan relaksasi otot rangka
Anatomi
Kolumna vertebralis terdiri dari 7 vertebra servikalis, 12 V thorakalis, 5 V
lumbal, 5 V sacral dan 4 V coccygeus Disatukan oleh ligamentum vertebralis
membentuk kanalis spinalis dimana medulla spinalis terdapat didalamnya
Kanalis spinalis terisi oleh medulla spinalis dan pembungkusnya (meningen),
jaringan lemak, dan pleksus venosus

15

Sebagian besar vertebra memiliki corpus vertebra, 2 pedikel dan 2 lamina


Kolumna vertebralis bila dilihat dari lateral berbentuk seperti kurva, pada posisi
supine titik tertinggi terletak pada V C5 dan V L4-5 sedangkan terendah pada V
Th5 dan V S2 Kolumna vertebralis dibagi menjadi tiga bagian:
1. Kolumna vertebralis anterior, dibentuk oleh
Ligamentum longitudinalis anterior
Annulus fibrosus discus intervertebralis anterior
Corpus vertebralis bagian anterior
2. Kolumna vertebralis media, dibentuk oleh Ligamentum longitudinalis posterior
Anulus

fibrosus

discus

intervertebralis

posterior

Corpus vertebralis bagian media


3.Kolumna vertebralis posterior, dibentuk oleh Arcus posterior
Ligamentum supraspinosum (ligamentum nuchae pada vertebra servikalis)
Ligamentum interspinosum
Ligamentum flavum
Untuk menjaga dan mempertahankan medulla spinalis seluruh vertebra
dilapisi oleh beberapa ligamentum Tiga ligamentum yang akan dilalui pada
prosedur spinal anestesi teknik midline adalah ligamentuim supraspinosum,
ligamentum interspinosum dan ligamentum flavum. Ligamentum interspinosum
bersifat elastis, pada L3-4, panjangnya sekitar 6 mm dan pada posisi fleksi
maksimal menjadi 12 mm. Ligamentum flavum merupakan ligamentum terkuat
dan tebal, diservikal tebalnya sekitar 1,5-3 mm, thorakal 3-6 mm sedangkan
daerah lumbal sekitar5-6 mm. Medulla spinalis dibungkus oleh tiga jaringan ikat
yaitu durameter, arakhnoid, dan piameter yang membentuk tiga ruangan yaitu ;
ruang epidural, sudural dan subarakhnoid. Ruang subarakhnoid adalah ruang yang
terletak antara arakhnoid dan piameter. Ruang subarakhnoid terdiri dari trabekel,
saraf spinalis, dan cairan serebrospinal. Ruang subdural merupakan suatu ruangan
16

yang batasnya tidak jelas, yaitu ruangan potensial yang terletak antara dura dan
membrane arakhnoid. Ruang epidural didefinisikan sebagai ruangan potensial
yang dibatasi oleh durameter dan ligamentum flavum. Medulla spinalis secara
normal hanya sampai level vertebra L1 atau L2 pada orang dewasa. Pada anakanak medulla spinalis berakhir pada lvel L3. Dibawah level ini elemen saraf
berupa akar-akar saraf yang keluar dari conus medularis yang sering disebut
dengan cauda equine terendam dalam cairan serebrospinal. Spinal anestesi
biasanya diinjeksikan pada level yang lebih rendah dari L2 untuk menghindari
trauma pada medulla spinalis. Pada level dibawah L2 serabut saraf lebih mobile,
melayang-layang sehingga terhindar dari trauma jarum spinal. Sacus dura, ruang
subarakhnoid dan subdural biasanya mencapai S2 pada dewasa dan sering sampai
S3 pada anak-anak.
Vaskularisasi
Medulla spinalis mendapat suplai darah dari A. vertebral, a. servikal, a.
interkostal dan a. lumbal
Cabang spinal ini terbagi ke dalam a. radikularis posterior dan anterior yang
berjalan sepanjang saraf menjangkau medulla dan membentuk pleksus arteri di
dalam piameter
Spinal Nervus
Saraf spinalis ada 31 pasang yaitu 8 servikal, 12 thorakal, 5 lumbal, 5 sakral dan
1 koksigeal
Pada spinal anestesi, paralysis motorik mempengaruhi gerakan bermacam sendi
dan otot
Persarafan segmental ini digambarkan sebagai berikut :
a. Bahu C6-8
b. Siku C5-8
c. Pergelangan tangan C6-7
d. Tangan dan jari C7-8, T1
e. Interkostal T1-11
17

f. Diafragma C3-5
g. Abdominal T7-12
h. Pinggul, pangkal paha fleksi L1-3
i. Pinggul, pangkal paha ekstensi L5, S1
j. Lutut fleksi L5, S1
k. Lutut ekstensi L3-4
l. Pergelangan kaki fleksi L4-5
m. Pergelangan kaki ekstensi S1-2
Sistem saraf otonom
1.System saraf simpatis Serabut saraf pregamglion meninggalkan medulla spinalis
melalui radiks saraf ventralis T1-L2. Pada bagian servikal kumpulan ganglia ini
menyusun ganglia servikalis superior, media dan stellat ganglia. Pada thorak,
rangkaian simpatis ini membentuk saraf splanknikus yang menembus diafragma
untuk mencapai ganglia dalam pleksus koeliak dan pleksus oartikorenal
Didalam abdomen rangkaian simpatis ini berhubunagn dengan pleksus koeliak,
pleksus aorta dan pleksus hypogastrik. Rangkaian ini berakhir dipelvis pada
permukaan anterior sacrum Serabut-serabut saraf post ganglionik yang tidak
bermielin terdistribusi luas pada seluruh organ yang menerima suplai saraf
simpatis. Daerah viscera menerima serabut postganglionic sebagian besar
langsubg

melalui

cabang

yang

meninggalkan

pleksus-pleksus

besar

Distribusi segmental saraf simpatis visceral :


a. Kepala, leher dan anggota badan atas T1-5
b. Jantung T1-5
c. Paru-paru T2-4
d. Oesofagus T5-6
e. Lambung T6-10
f. Usus halus T9-10
g. Usus besar T11-12
h. Kandung empedu dan hati T7-9
18

i. Pankreas dan lein T6-10


j. Ginjal dan uereter T10-12
k. Kelenjar adrenal T8-L1
l. Testis dan ovarium T10-L1
m. Kandung kemih T11-L2
n. Prostate T11-L1
o. Uterus T10-L1
2.System saraf parasimpatis Saraf eferen dan aferen dari system saraf simpatis
berjalan melalui nervus intracranial dan nervus sakralis ke 2,3,4. Nervus vagus
merupakan saraf cranial paling penting yang membawa saraf eferen parasimpatis.
Mereka dirangsang dengan sensasi seperti lapar, mual, distensi vesika, kontraksi
uterus. Berbagai macam nyeri disalurkan melalui saraf ini seperti kolik atau nyeri
melahirkan. Nervus vagus menginervasi jantung, paru, esophagus dan traktus
gastrointestinal bagian bawah sampai ke kolon tranversum. Saraf simpatis sacral
bersama saraf simpatis didistribusikan pada usus bagian bawah kolon
transversum,

vesika

urinaria,

spincter

dan

organ

reproduksi.

Blokade somatic
Dengan menghambat transmisi impuls nyeri dan menghilangkan tonus otot rangka
Blok sensoris mengkambat stimulus nyeri somatic atau visceral sementara blok
motorik menyebabkan relaksasi otot. Efek enstetik local pada serabut asaraf
bervariasi tergantung dari ukuran serabut saraf tersebut dan apakah serabut
tersebut bermielin atau tidak serta konsentrasi obat dan lamanya kontak
Blokade Otonom
Hambatan pada serabut eferen transmisi ototnom pada akar saraf spinal
menimbulkan blockade simpatis dan beberapa blok parasimpatis. Simpatis
outflow berasal dari segmen thorakolumbal sedangkan parasimpatis dari
craniosacral. Serabut saraf simpatis preganglion terdapat dari T1 sampai L2
sedangkan serabut parasimpatis preganglion keluar dari medulla spinalis melalui
19

serabut cranial dan sacral. Perlu diperhatikan bahwa blok subarachnoid tidak
memblok serabut saraf vagal. Selain itu blok simpatis mengakibatkan
ketidakseimbangan otonom dimana parasimpatis menjadi lebih dominant.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa bias terjadi aritmia sampai cardiac arrest
selama anestesi spinal. Hal ini terjadi karena vagotonia yaitu peningkatan tonus
parasimpatis nervus vagus
Cerebrospinal Fluid
Serabut saraf maupun medulla spinalis terendam dalam LCS yang merupakan
hasil ulktrafiltrasi dari darah dan diekskresi oleh pleksusu choroideus pada
ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV Produksinya konstan rata-rata 500
ml/hari tetapi sebanding dengan absorpsinya Volume total LCS sekitar 130-150
ml, terdiri dari 60-75 ml di ventrikel, 35-40 ml sebagai cadangan otak dan 25-30
ml di ruang subarakhnoid.
Mekanisme Nyeri
Tujuan utama pada SAB adalah bebas nyeri dengan cara memblok penjalaran
impuls nyeri pada tingkat transmisi sehingga tidak terjadi persepsi nyeri di otak
Nyeri timbul sebagai akibat serangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor atau
diserabut saraf perifer atau sentral
Nyeri dapat ditimbulkan karena danya stimulus baik itu fisik, thermal, atau kimia
Perjalanan

nyeri

atau

nosisepsi

terdiri

dari

elemen

yaitu

1. Tranduksi
2. tranmisi
3. modulasi
4.persepsi
Efek terhadap kardiovaskuler tonus vasomotor dipengaruhi oleh serabut
simpatis dari T5 sampai L1 yang mensarafi otot polos arteri dan vena.
penurunan tekanan darah, penurunan detak jantung dan konstraktilitas jantung
efek ini proporsional dengan derajat simpatektomi. efek kardiovaskuler dari
neuroaxial blok ini mirip dengan efek yang dihasilkan dari kombinasi alfa 1
20

bloker dan beta bloker dimana detak jantung dan tekanan darah turun.
efek

dari

vasodilatasi

arterial

dapat

diminimalisasi

oleh

kompensasi

vasokonstriksi diatas level dari blok. efek kardiovaskuler yang merugikan ini
dapat diantisipasi dengan memberikan loading cairan kristaloid 10-12 ml/KgBB.
vasopresor efedrin yang memiliki efek langsung beta adrenergic dapat diberikan
untuk meningkatkan denyut jantung, kontraktilitas serta efek tidak langsung
dengan menyebabkan vasokonstriksi,
Komplikasi Spinal Anestesi
Komplikasi dini
1. hipotensi
2.blok spinal tinggi /total
3.mual dan muntah
4. penurunan panas tubuh
Komplikasi lanjut
1. Post dural Puncture Headache (PDPH)
2. nyeri punggung (Backache)
3. cauda equine sindrom
4. meningitis
5. retensi urine
6. spinal hematom
7. kehilangan penglihatan pasca operasi

Hipotensi
Paling sering terjadi dengan derajat bervariasi dan bersifat individual
mungkin

akan

lebih

bertahan

pada

pasien

dengan

hipovolemia

biasanya terjadi pada menit ke 20 setelah injeksi obat local anestesi


derajat hipotensi berhubungan dengan kecepatan masuknya obat local anestesi ke
dalam

ruang

sub

arakhnoid

dan

meluasnya

blok

simpatis.
21

Hipovolemia
Dapat menyebabkan depresi serius system kardiovaskuler selama spinal anestesi
karena pada hipovolemia tekanan darah dipelihara dengan peningkatan simpatis
yang menyebabkan vasokonstriksi perifer merupakan kontraindikasi relative
anestesi spinal, tetapi jika normovolemi dapat dicapai dengan penggantian volume
cairan

maka

spinal

anestesi

bisa

dikerjakan.

Pasien

hamil

sensitive terhadap blockade simpatis dan hipotensi, hal ini karena obstruksi
mekanis venous return sehingga pasien hamil harus ditempatkan pada posisi
miring lateral segera setelah spinal anestesi untuk mencegah kompresi vena cava.
Pasien tua dengan hipovolemi dan iskemi jantung lebih sering terjadi hipotensi di
banding dengan pasien muda.
Pencegahan
Pemberian cairan RL 500-1000 ml secara intravena sebelum anestesi spinal dapat
menurunkan insidensi hipotensi atau preloading dengan 1-5 L cairan elektrolit
atau

koloid

digunakan

secara

luas

untuk

mencegah

hipotensi.

Terapi
autotransfusi dengan posisi head down dapat menambah kecepatan pemberian
preload
bradikardi yang berat dapat diberikan antikolinergik, jika hipotensi tetap terjadi
setelah pemberian cairan, maka vasopresor langsung atau tidak langsung dapat
diberikan

seperti

efedrin

dengan

dosis

5-10

mg

bolus

iv.

efedrin merupakan vasopresor tidak langsung, meningkatkan kontraksi otot


jantung

(efek

sentral)

dan

vasokonstriktor

(efek

perifer)

Blokade total spinal total spinal : blockade medulla spinalis sampai ke servikal
oleh suatu obat local anestesi
factor pencetus : pasien mengejan, dosis obat local anestesi yang digunakan,
posisi pasien terutama bila menggunakan obat hiperbarik, sesak napas dan sukar
22

bernapas merupakan gejala utama dari blok spinal tinggi, sering disertai
mual,muntah, precordial discomfort dan gelisah ,apabila blok semakin tinggi
penderita menjadi apnea, kesadaran menurun disertai hipotensi yang berat dan jika
tidak ditolong akan terjadi henti jantung
Penanganan
usahakan jalan napas tetap bebas, kadang diperlukan bantuan napas lewat face
mask. jika depresi pernapasan makin beratperlu segera dilakukan intubasi
endotrakeal dan control ventilasi untuk menjamin oksigenasi yang adekuat
bantuan sirkulasi dengan dekompresi jantung luar diperlukan bila terjadi henti
jantung pemberian cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB diperlukan untuk mencegah
hipotensi, jika hipotensi tetap terjadi atau jika pemberian cairan yang agresif harus
dihindari maka pemberian vasopresor merupakan pilihan seperti adrenalin dan
sulfas atropin.
Mual Muntah, terjadi karena hipotensi. Adanya aktifitas parasimpatis yang
menyebabkan peningkatan peristaltik usus tarikan nervus dan pleksus khususnya
Nervus Vagus adanya empedu dalam lambung oleh karena relaksasi pylorus dan
spincter ductus biliaris, factor psikologis hipoksia
Penanganan
untuk menangani hipotensi : loading cairan 10-20 ml/kgBB kristaloid atau
pemberian bolus efedrin 5-10 mg iv oksigenasi yang adekuat untuk mengatasi
hipoksia dapat juga diberikan anti emetic
Shivering (penurunan panas tubuh)
sekresi katekolamin ditekan sehingga produksi panas oleh metabolisme berkurang
vasodilatasi pada anggota tubuh bawah merupakan predisposisi terjadinya
hipotermi.
Penanganan
Pemberian suhu panas dari luar dengan alat pemanas
PDPH (Post Dural Puncture Headache)
23

disebabkan adanya kebocoran LCS akibat tindakan penusukan jaringan spinal


yang menyebabkan penurunan tekanan LCS, akibatnya terjadi ketidakseimbangan
pada volume LCS dimana penurunan volume LCS melebihi kecepatan produksi,
LCS diproduksi oleh pleksus choroideus yang terdapat dalam system ventrikel
sebanyak 20 ml per jam, Kondisi ini akan menyebabkan tarikan pada struktur
intracranial yang sangat peka terhadap nyeri yaitu pembuluh darah, saraf, falk
serebri dan meningen dimana nyeri akan timbul setelah kehilangan LCS sekitar 20
ml. Nyeri akan meningkat pada posisi tegak dan akan berkurang bila berbaring,
hal ini disebabkan pada saat berdiri LCS dari otak mengalir ke bawah dan saat
berbaring LCS mengalir kembali ke rongga tengkorak dan akan melindungi otak
sehingga nyeri berkurang.
PDPH (Post Dural Puncture Headache) ditandai dengan
-Nyeri kepala yang hebat
- Pandangan kabur dan diplopia
- Mual dan muntah
- Penurunan tekanan darah
-Onset

terjadinya

adalah

12-48

jam

setelah

prosedur

spinal

anestesi

Pencegahan dan Penanganan


- Hidrasi dengan cairan yang kuat
- Gunakan jarum sekecil mungkin (dianjurkan < 24) dan menggunakan jarum non
cutting pencil point
- Hindari penusukan jarum yang berulang-ulang
- Tusukan jarum dengan bevel sejajar serabut longitudinal durameter
- Mobilisasi seawal mungkin
- Gunakan pendekatan paramedian
- Jika nyeri kepala tidak berat dan tidak mengganggu aktivitas maka hanya,
diperlukan terapi konservatif yaitu bedrest dengan posisi supine, pemberian cairan
intravena maupun oral, oksigenasi adekuat

24

- Pemberian sedasi atau analgesi yang meliputi pemberian kafein 300 mg peroral
atau kafein benzoate 500 mg iv atau im, asetaminofen atau NSAID
- Hidrasi dan pemberian kafein membantu menstimulasi pembenntukan LCS
Jika neyri kepala menghebat dilakukan prosedur khusus Epidural Blood Patch
a. Baringkan pasien seperti prosedur epidural
b. Ambil darah vena antecubiti 10-15 ml
c. Dilakukan pungsi epidural kemudian masukan darah secara pelan-pelan
d. Pasien diposisikan supine selama 1 jam kemudian boleh melakukan gerakan
dan mobilisasi
e. Selama prosedur pasien tidak boleh batuk dan menghejan
Nyeri punggung Tusukan jarum yang mengenaikulit, otot dan ligamentum dapat
menyebabkan nyeri punggung. Nyeri ini tidak berbeda dengan nyeri yang
menyertai anestesi umum, biasanya bersifat ringan sehingga analgetik post
operatif biasanya bias menutup nyeri ini. Relaksasi otot yang berlebih pada posisi
litotomi dapat menyebabkan ketegangan ligamentum lumbal selama spinal
anestesi. Rasa sakit punggung setelah spinal anestesi sering terjadi tiba-tiba dan
sembuh dengan sendirinya setelah 48 jam atau dengan terapi konservatif.
Adakalanya spasme otot paraspinosus menjadi penyebab.
Penanganan
Dapat diberikan penanganan dengan istirahat, psikologis, kompres panas pada
daerah nyeri dan analgetik antiinflamasi yang diberikan dengan benzodiazepine
akan sangat berguna Cauda Equina Sindrom. Terjadi ketika cauda equine terluka
atau tertekan
Tanda-tanda meliputi
Penyebab adalah trauma dan toksisitas. Ketika terjadi injeksi yang traumatic
intraneural, diasumsikan bahwa obat yang diinjeksikan telah memasuki LCS.
Penanganan
Penggunaan obat anestesi local yang tidak neurotoksik terhadap cauda equine
25

merupakan salah satu pencegahan terhadap sindroma tersebut selain menghindari


trauma pada cauda equine waktu melakukan penusukan jarum spinal. Retensi urin
Blockade sentral menyebbkan atonia vesika urinaria sehinggga volume urine di
vesika urinaria jadi banyak. Blockade simpatis eferen (T5-L1)menyebabkan
kenaikan tonus sfingter yang menghasilkan retensi urin. Spinal anestesi
menurunkan 5 -10% filtrasi glomerulus, perubahan ini sangat tampak pada pasien
hipovolemia. Retensi post spinal anestesi mungkin secara moderat diperpanjang
karena SA dan S3 berisi serabut-serabut ototnomik kecil dan paralisisnya lebih
lama daripada serabut-serabut yang lebih besar. Meningitis Munculnya bakteri
pada ruang subarakhnoid tidak mungkin terjadi jika penanganan klinis dilakukan
dengan baik. Meningitis aseptic mungkin berhubungan dengan injeksi iritan
kimiawi dan telah dideskripsikan tetapi jarang terjadi dengan peralatan sekali
pakai dan jumlah larutan anestesi murni local yang memadai.
Pencegahan
- Dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat dan obat-obatan yang betul-betul
steril
-Menggunakan jarum spional sekali pakai
-Pengobatan dengan pemberian antibiotika yang spesifik
Spinal hematom
Meski angka kejadiannnya kecil, spinal hematom merupakan bahaya besar bagi
klinis karena sering tidak mengetahui sampai terjadi kelainan neurologist yang
membahayakan Terjadi akibat trauma jarum spinal pada pembuluh darah di
medulla spinali Dapat secara spontan atau ada hubungannnya dengan kelainan
neoplastikHematom yang berkembang di kanalis spinalis dapat menyebabkan
penekanan medulla spinalis yang menyebabkan iskemik neurologist dan paraplegi
Tanda dan gejala tergantung pada level yang terkena, umumnya meliputi :
1. mati rasa
2. kelemahan otot
26

3. kelainan BAB
4. kelainan sfingter kandung kemih
5. sakit pinggang yang berat
Faktor resiko : abnormalitas medulla spinalis, kerusakan hemostasis, kateter
spinal yang tidak tepat posisinya, kelainan vesikuler, penusukan berulang-ulang.
Apabila ada kecurigaan maka pemeriksaan MRI, myelografi harus segera
dilakukan dan dikonsultasikan ke ahli saraf.
Banyak perbaikan neurologist pada pasien spinal hematomyang segera
mendapatkan dekompresi pembedahan (laminektomi) dalam waktu 8-12 jam.
Kehilangan penglihatan pasca operasi Neuropati optic iskemik anterior (NOIA)
Penyebabnya karena proses infark pada watershed zone diantara daerah yang
mendapat distribusi darah dari cabang kecil arteri sailiaris posterior brefis dalam
koric kapiler Neuropati optic iskemik posterior (NOIP). Penyebabnya gangguan
suplai oksigen pada posterior dari n. optikus diantara foramen optikumpada apeks
orbita dan pada tempat masuknya arteri retina sentralis dimana n. optikus sangat
rentan terhadap iskemi.
Buta kortikal
Terjadi karena emboli atau proses obstruksi yang berlangsung lambat, hipotensi
berat, antijantung yang akan berakibat infark pada watershed zone parietal dan
oksipital. Oklusi arteri sentralis (CRAO) Sering disebabkan oleh emboli yang
terbentuk dan plak aterosklerotik yang berulserasi pada arteri karotis ipsilateral.
Obstruksi vena optalmika sentralis (CRVO) Dapat terjadi pada intraoperatif jika
posisi

pasien

akan

menyebabkan

penekanan

pada

bagian

luar

mata.

Pencegahan
- Mencegah penekanan pada bola mata selama intaroperatif
-Meminimalkan terjadinya mikro dan makro emboli selama cardiopulmonary
bypass
- Mempertahankan nilai hematokrit pada batas normal
- Menjaga tekanan darah agar stabil
27

BAB 3
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS

28

Nama

: Tn IS

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 19 thn

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Padi 1 pasar V Tembung, Medan

Pendidikan

: S1

Status Perkawinan

: Belum Kawin

No RM

: p/n

ANAMNESA
Keluhan Utama

: Nyeri perut kanan bawah

Telaah : Os datang ke RS Haji Medan dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
sejak tadi malam dan timbul terus menerus saat beraktifitas maupun beristirahat.
Os juga mengeluh tidak nafsu makan di sertai dengan mual dan muntah kurang
lebih 10 kali sejak tadi pagi, demam (+) hari ini, sakit kepala (-), BAK (+) normal,
BAB mencret 2x sejak tadi pagi, ampas (+), Penurunan Berat Badan (-).
RPT

: (-)

RPO

: (-)

RPK

: (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan Umum

: Tampak Sakit Berat

Sensorium

: Compos Mentis
29

Vital Sign
Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 86 x/menit

RR

: 20 x/menit

Suhu

: 390C

Tinggi Badan

: 150 cm

Berat Badan

: 50 kg

Pemeriksaan Umum
Kulit

: Sianosis (-), Ikterik (-), Turgor (-)

Kepala

: Normocepali

Mata

: Anemis -/-, Ikterik -/-, Edema palpebra -/-

Mulut

: Stomatitis (-), Liperemis pharing (-), Pembesaran tonsil (-)

Leher

: Pembesaran KGB (-)

Thorax
Paru
Inspeksi

: Pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan torako


abdominal, retraksi costae -/-

30

Palpasi

: Stem fremitus kiri = kanan

Perkusi

: sonor seluruh lapang paru

Auskultasi

: vesikuler seluruh lapang paru

Jantung
Inspeksi

: Ictus tidak terlihat

Palpasi

: Ictus teraba, tidak kuat angkat

Perkusi

: Batas jantung normal

Auskultasi

: Bunyi jantung dalam batas normal

Abdomen
Inspeksi

: Dalam batas normal

Palpasi

: Soepel

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Peristaltik (+) Normal

Ekstremitas : edema -/-

Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium
Darah Rutin

Hasil

Hb

12,1 g/dl
31

HT

42,2 %

Eritrosit

7,1 x 106/L

Leukosit

25.800 g/dl

Trombosit

421.000/L

Metabolik
KGDS

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Asam Urat

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Diagnosis : apendisitis akut

RENCANA TINDAKAN
Tindakan

: Apendiktomi

Anesthesis

: RA-SAB

PS-ASA

:1

Posisi

: Supinasi

Pernapasan

: Spontan

KEADAAN PRA BEDAH


Pre operatif
B1 (Breath)
Airway

: Clear

32

RR

: 24x/menit

SP

: Vesikulear ka=ki

ST

: Ronchi (-), Wheezing (-/-), snoring/gargling/crowing (-/-/-)

B2 (Blood)
Akral

: Hangat/Merah/Kering

TD

: 120/80 mmHg

HR

: 84x/menit

B3 (Brain)
Sensorium

: Compos Mentis

Pupil

: Isokor, ka=ki 3mm/3mm

RC

: (+)/(+)

B4 (Bladder)
Uop

: (-)

Kateter

: (-)

B5 (Bowl)
Abdomen

: Soepel

Peristaltik

: Normal (+)

Mual/Muntah

: (-)/(-)

B6 (Bone)
Oedem

: (-)

PERSIAPAN OBAT RA-SAB


Premedikasi
Bupivacaine

: 20mg

Fentanyl

: 100 g (1-3 g/kgBB)


33

Jumlah Cairan
PO

: RL 150 cc

DO

: RL 3500 + 500 + 500 = 1350 cc

Produksi Urin : Tidak memakai kateter


Perdarahan
Kasa Basah

: 5 x 10 = 50 cc

Kasa 1/2 basah

: 4 x 5 = 20 cc

Suction

: 600 cc : 2 = 300 cc

Jumlah

: 50 cc + 20 cc + 300 cc = 370 cc

EBV

: (70) x 50 = 70 x 50kg = 3500

EBL

10 % = 350
20 % = 750
30 % = 1350

Durasi Operatif
Lama Anestesi= 10.15 - 11.15 WIB
Lama Operasi = 10.25 - 11.05 WIB

Teknik Anestesi : RA-SAB


Posisi duduk (LLD, FLD, SITTING) - Identifikasi L3-L4 Desinfektan betadine
+ alcohol Insersi spinocan 256 + CSF (+), darah (-), injeksi bupivacain
posisi supaine atur blok setinggi T4.

POST OPERASI
Operasi berakhir pukul

: 11.05 WIB

Setelah operasi selesai pasien di observasi di Recovery Room. Tekanan darah,


nadi dan pernapasan dipantau hingga kembali normal.
Pasien boleh pindah ke ruangan bila Alderette score > 9
34

Pergerakan

:2

Pernapasan

:2

Warna kulit

:2

Tekanan darah

:2

Kesadaran

:2

Dalam hal ini, pasien memiliki score 10 sehingga bisa di pindahkan ke ruang
rawat.
PERAWATAN POST OPERASI
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan setelah dipastikan
pasien pulih dari anestesi dan keadaan umum, kesadaran serta vital sign stabil,
pasien dipindahkan ke bangsal dengan anjuran untuk bedrest 24 jam, tidur
telentang dengan 1 bantal untuk mencegah spinal headache, karena obat anestesi
masih ada.
TERAPI POST OPERASI
Istirahat sampai pengaruh obat anestesi hilang
IVFD RL 20gtt/menit
Minum sedikit-sedikit bila sadar penuh
Inj. Ketorolac 30mg/8jam IV
Inj. Ranitidine 50mg/12jam IV
Inj. Ondancentron 4mg/8 jam IV bila mual/muntah
ACC pindah ruangan bila Aldert Score

BAB 4
KESIMPULAN

35

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut


adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah

rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.


Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu

sudah bertumpuk nanah.


Semua usia dapat terkena apendisitis akut, tetapi insidensi puncak adalah
pada decade kedua dan ketiga, walaupun puncak kedua yang lebih kecil
ditemukan pada orang berusia lanjut. Laki-laki lebih sering terkena daripada

perempuan dengan rasio 1,5:1.


Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah

erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.


Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc.
Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga

merupakan nyeri somatik setempat.


Penegakan diagnosa apendisitis akut berdasarkan riwayat sakit (anamnesa),
pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi dan laboratorium.

Diagnosa banding apendisitis akut adalah gastroenteritis, demam dengue,


kelainan ovulasi, infeksi panggul, kehamilan di luar kandungan, kista
ovarium terpuntir, endometriosis ovarium eksterna, urolitiasis pielum/ ureter

kanan, dan penyakit saluran cerna lainnya.


Pengobatan tunggal yang terbaik untuk

usus

buntu

yang

sudah

meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya


(operasi appendektomi).

36

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa


perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks,

sekum, dan letak usus halus.


Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa
penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau
telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut.

37

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.

Snell S. Richard. Anatomi klinik ed.6. Jakarta : EGC. 2006; 345-349.


Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu bedah edisi 2. Jakarta: EGC.

3.

2005; 639-646
Kumar V, Cotran R. S, Robbins S. L. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7.

4.

Jakarta; EGC. 2007; 660-662


Price S. A, Wilson L. M. Patofisiologi Konsep Dasar Proses-Proses Penyakit

5.

Volume 1 Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006.


Reksoprodjo S. Kumpulan Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.

6.

2010.
www.repository.usu.ac.id

38

Anda mungkin juga menyukai