Anda di halaman 1dari 42

Tatalaksana Tuberkulosis

Sensitif Obat (TBSO)


Dr. Rahadi Widodo, Sp.P(K)
Workshop Implementasi Strategi dan Intervensi PPM di
Tingkat Provinsi Tahun 2022, 15 September 2022
1
CCurriculum Vitae
Nama : dr. Rahadi Widodo, Sp.P(K)
TTL : Jombang, 29 November 1971
Pendidikan :
● Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang (S1, 1997)
● PPDS 1 Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang (Sp.P, 2014)
Riwayat Pekerjaan :
● Kepala Puskesmas Kota Padang, Rejang Lebong, Bengkulu (1998 – 2000)
● Dokter Jaga UGD/ICU RS Awal Bros Pekanbaru (2000 – 2003)
● Kepala Puskesmas Tanah Abang, Kab. Muara Enim (2003 – 2009)
● PPDS Paru RSUD Dr. Saiful Anwar Malang (2009 – 2014)
● Dokter Spesialis Paru RSUD Dr. HM Rabain, Muara Enim (2014 – sekarang)
Organisasi :
● Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Sumsel-Babel
Periode 2022 – 2025
● Ketua IDI Cabang Muara Enim Periode 2022 – 2025
2
Penyakit menular
Sebagian menyerang
langsung yang disebabkan
paru, tetapi dapat juga
oleh kuman TBC
mengenai organ tubuh
(Mycobacterium
lainnya.
tuberculosis)

menembus sistem
Penularan TBC biasanya
mukosiliar saluran napas
melalui inhalasi droplet
untuk mencapai
nuklei yang kecil
bronkiolus dan alveolus

Basil TBC berkembang


biak dan menyebar

Tuberkulosis melalui saluran limfe dan


aliran darah
3
Perjalanan TBC

Respon imun membatasi pertumbuhan bakteri dan mencegah


adekuat terjadinya infeksi.
Infeksi
kuman
TBC tanda dan tidak dijumpai kavitas
sistem imun
gejala yang
inadekuat
atipikal dapat dijumpai TBC miliar

Pajanan Kuman TBC 3-10% berkembang


30% Terinfeksi TBC
menjadi TBC Aktif

Setelah 1 tahun, sekitar 3 – 5 % pasien dengan TBC laten akan berkembang menjadi
4
TBC aktif, sisanya akan tetap memiliki TBC laten sepanjang hidup
Gambaran Klinis TBC
Anamnesis
Batuk
Batuk Sesak
berdahak
darah napas
> 2 minggu

Penurunan
Badan Penurunan
nafsu
Lemas BB
makan

Demam
subfebris
5
Gambaran Klinis TBC
Pemeriksaan Fisik

• Pada awal penyakit: kelainan sulit ditemukan.


• Kelainan paru umumnya di lobus superior: apeks
Kelainan yang didapat dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah
tergantung luas apeks lobus inferior (S6).
kelainan struktur paru • Suara napas bronkial, amforik, ronki basah
kasar/halus, dan/atau tanda-tanda penarikan paru,
diafragma, dan mediastinum.

• Pada perkusi redup/pekak, pada auskultasi suara


Pleuritis tuberkulosis napas melemah sampai tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan.

• Pembesaran kelenjar getah bening, sering di leher


Limfadenitis
(pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang- 6
tuberkulosis
kadang di daerah ketiak.
Pemeriksaan Bakteriologi

• Untuk penegakan diagnosis


Tes Cepat • Tidak digunakan untuk evaluasi hasil pengobatan.
Molekular • Sampel dahak dan non dahak 🡪 cairan serebrospinal,
(TCM) MTB jaringan biopsi, bilasan lambung, dan aspirasi cairan
lambung.

Pemeriksaan • Uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-


dahak Pagi (SP).
mikroskopis • BTA (+) adalah jika salah satu atau kedua contoh uji
langsung dahak menunjukkan hasil pemeriksaan BTA positif

• Gold standard untuk identifikasi M. tuberculosis.


• Media padat (Lowenstein-Jensen) atau media cair (Mycobacteria
Pemeriksaan Growth Indicator Tube/MGIT).
Biakan • Jika terjadi pertumbuhan koloni, dilanjutkan dengan identifikasi
spesies MTB dengan Rapid Test Ag MPT64. Hasil biakan positif juga 7
dapat dilanjutkan dengan uji resistensi terhadap OAT lini 1 dan 2.
Pemeriksaan Penunjang lain
• Gambaran radiologi dicurigai lesi TBC aktif : Bayangan
berawan/nodular di lobus atas atau segmen superior
Foto Toraks lobus bawah; Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi
oleh bayangan opak berawan/nodular; bercak milier;
efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
• Gambaran radiologi dicurigai lesi TBC inaktif: fibrotik,
kalsifikasi, schwarte atau penebalan pleura.

• Biopsi aspirasi jarum halus (BJH) kelenjar getah bening


(KGB).
• Biopsi pleura
Histopatologi • Biopsi jaringan paru
• Biopsi atau aspirasi pada lesi organ di luar paru yang
dicurigai TBC.
• Otopsi.
8
Hain test (uji
kepekaan R dan H)
Pemeriksaan Penunjang lain
• Mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis
atau Nontuberculous Mycobacteria
• Mengidentifikasi resistensi terhadap Pirazinamid.
• Genoscholar NTM+MDRTBC II dapat mendeteksi
Genoscholar Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT)
yaitu M. avium, M. intracellulare, dan M. kansasii.
• Genoscholar FQ+KM-TBC II (uji kepekaan
florokuinolon dan kanamisin).

• Mendukung diagnosis tuberkulosis:


Rivalta positif, kesan cairan eksudat, sel
Analisis Cairan limfosit dominan, dan glukosa rendah.
Pleura • Pemeriksaan adenosine deaminase (ADA)
membantu menegakkan diagnosis efusi
pleura TBC.
9
Definisi kasus TBC

Pasien TBC Terkonfirmasi Pasien TBC Terdiagnosis


Bakteriologis Klinis
• TBC yang terbukti positif pada hasil • TBC Paru BTA/TCM negatif dengan
pemeriksaan bakteriologis (sputum foto toraks mendukung TBC.
/ jaringan) melalui pemeriksaan
• TBC Paru BTA/TCM negatif dengan
BTA, TCM, atau biakan. Termasuk di
dalamnya: tidak ada perbaikan klinis setelah
diberikan antibiotika non OAT, dan
• TBC Paru BTA positif mempunyai faktor risiko TBC
• TBC Paru biakan MTB positif • TBC Ekstraparu yang terdiagnosis
secara klinis, laboratoris, atau
• TBC Paru TCM MTB positif
histopatologis tanpa konfirmasi
• TBC ekstraparu terkonfirmasi bakteriologis.
bakteriologis, baik dengan BTA, • TBC Anak yang terdiagnosis dengan
biakan, atau TCM dari sampel sistim skoring.
jaringan yang terkena.
• TBC Anak yang terdiagnosis dengan 10
pemeriksaan bakteriologis.
Klasifikasi pasien TBC
Berdasarkan
lokasi anatomi

Tuberkulosis Tuberkulosis
paru ekstraparu

TBC yang berlokasi pada parenkim TBC yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura,
paru. Milier TBC dianggap sebagai kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,
TBC paru selaput otak dan tulang

Pasien yang menderita TBC paru Diagnosis TBC ekstra paru harus diupayakan secara
dan sekaligus juga menderita TBC bakteriologis dengan ditemukannya Mycobacterium
ekstra paru, diklasifikasikan sebagai tuberculosis.
pasien TBC paru.
Bila proses TBC terdapat dibeberapa organ, penyebutan
disesuaikan dengan organ yang terkena proses TBC
terberat.
11
Klasifikasi pasien TBC
adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan
Pasien baru TBC TBC sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun
kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).

Pernah dinyatakan sembuh atau


pengobatan lengkap dan saat ini
Pasien kambuh
didiagnosis TBC berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis

Berdasarkan
Riwayat Pasien yang
Pengobatan Pernah diobati dan dinyatakan gagal
diobati kembali
Sebelumnya pada pengobatan terakhir.
Pasien yang setelah gagal
pernah diobati
TBC Pasien yang Pernah diobati dan dinyatakan lost to
diobati kembali follow up. (Klasifikasi ini sebelumnya
setelah putus dikenal sebagai pengobatan pasien
berobat (lost to setelah putus berobat /default).
Riwayat follow-up)
pengobatan
sebelumnya tidak Pernah diobati namun hasil akhir
diketahui pengobatan sebelumnya tidak 12
Lain-lain
diketahui.
Klasifikasi TBC berdasarkan hasil uji kepekaan obat

• Resistan terhadap salah satu jenis OAT lini


Monoresistan pertama

• Resistan terhadap lebih dari salah satu jenis


Poliresistan OAT lini pertama selain R dan H bersamaan
• Resistan terhadap R dan H bersamaan
Multidrug resistan dengan atau tanpa diikuti resistan OAT lini
(TB MDR) pertama lainnya
• Resistan terhadap salah satu OAT kelompok
TB pre-XDR A atau OAT golongan fluorokuinolon

• Resistan terhadap salah satu OAT kelompok


TB XDR A dan OAT golongan fluorokuinolon

• M.Tb yang resistan terhadap R dengan atau


TB RR tanpa resistan terhadap OAT lain
13
Klasifikasi pasien TBC

Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang


mendapatkan ART, atau
Pasien TBC
dengan HIV
positif (pasien ko-
infeksi TBC/HIV)
Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TBC.

Berdasarkan
status HIV

Hasil tes HIV negatif sebelumnya, atau


Pasien TBC
dengan HIV
negative
Hasil tes HIV negative pada saat diagnosis TBC.

14
Alur Penegakan Diagnosis Terduga TBC

TBC
Pemeriksaan TCM

MTB pos Rif No result, error,


MTB pos Rif resistan * MTB pos Rif sensitif ** MTB Negatif invalid
Indeterminate**

Pemeriksaan ulang
Pemeriksaan paket standar uji TCM***
Pemeriksaan molekuler (LPA
lini dua / TCM XDR dll.) kepekaan fenotipik
Pemeriksaan
Pemeriksaan ulang radiologis / antibiotik
TCM dan sesuaikan spektrum luas
pengobatan
Pemeriksaan uji kepekaan
berdasarkan hasil
INH pada pasien dengan
TCM
riwayat pengobatan
sebelumnya
Sensitif terhadap Resistan terhadap
obat gol. obat gol. Abnormalitas
flurokuinolon flurokuinolon paru yang Gambaran paru
mengarah TB / tampak normal/
Resistan
Sensitif INH tidak ada perbaikan klinis
INH
perbaikan klinis

Pengobatan
Pengobatan TBC Pengobatan TBC
15
Pengobatan TBC RO TBC Lanjutkan
RO paduan jangka SO dengan OAT Bukan TBC
paduan individu monoresistan OAT lini satu
pendek lini satu
INH

**Inisiasi pengobatan
* Inisiasi pengobatan TBC-RO untuk kasus dengan riwayat pengobatan TBC. Sementara itu Hasil MTB pos Rif resisten dari kriteria dengan OAT lini satu *** Pengulangan hanya 1 kali. Hasil
terduga TB baru harus diulang dan hasil pengulangan (yang memberikan hasil Mtb pos) yang menjadi acuan. pengulangan yang menjadi acuan
Diagnosis Tuberkulosis
1.Tes Cepat Molekuler (TCM) adalah alat diagnosis utama yang digunakan untuk
penegakan diagnosis Tuberkulosis
2.Pemeriksaan TCM digunakan untuk mendiagnosis TBC, baik TBC paru maupun TBC
ekstra paru, baik riwayat pengobatan TBC baru maupun yang memiliki riwayat
pengobatan TBC sebelumnya, dan pada semua golongan umur termasuk pada
ODHA.
3.Pemeriksaan TCM dilakukan dari spesimen dahak (untuk terduga TBC paru) dan non
dahak (untuk terduga TBC ekstra paru, yaitu dari cairan serebro spinal, kelenjar limfe
dan jaringan).
4.Seluruh terduga TBC harus dilakukan pemeriksaan TCM pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang saat ini sudah mempunyai alat TCM.
5.Jumlah dahak yang dikumpulkan adalah 2 (dua) dahak, volume 3-5 ml dan
mukopurulen. Hasil pemeriksaan TCM terdiri dari MTB pos Rif resistan, MTB pos Rif
sensitif, MTB pos Rif indeterminate, MTB negatif dan hasil gagal (error, invalid, no
result).
Penegakan diagnosis TBC klinis harus didahului pemeriksaan bakteriologis. Fasyankes 16
bersama dinkes mengevaluasi proporsi pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis
dibandingkan klinis (60:40)
Diagnosis Tuberkulosis

17
Diagnosis Tuberkulosis
6. Faskes yang belum/tidak mempunyai TCM, harus merujuk terduga
TBC atau dahak dari terduga TBC tersebut ke Faskes TCM.
7. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota mengatur jejaring
rujukan dan menetapkan Faskes TCM menjadi pusat rujukan pemeriksaan
TCM bagi Faskes di sekitarnya.
8. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota menyiapkan sumber
daya di faskes yang akan mengoperasikan TCM.
9. Jika faskes mengalami kendala mengakses layanan TCM berupa
kesulitan transportasi, jarak dan kendala geografis maka penegakan
diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis (BTA).
10.Pasien TBC yang terdiagnosis dengan pemeriksaan BTA harus
dilakukan pemeriksaan lanjutan menggunakan TCM.

18
Pengobatan Tuberkulosis
1. Obat Anti TBC (OAT) Kategori I Fase Awal dan Lanjutan dengan DOSIS
HARIAN (2RHZE / 4RH), bukan (2RHZE / 4R3H3).
OAT dosis harian mulai digunakan bertahap. Tahun 2021 prioritas pada :
a) TBC HIV
b) TBC yang diobati di RS
c) TBSO dengan riwayat pengobatan sebelumnya (kambuh, gagal, DO)

2. OAT Kategori 2 tidak direkomendasikan lagi.


Mulai th 2021 program TB Nasional tidak menyediakan OAT Kategori 2.
Stok OAT Kategori 2 yang masih ada dimanfaatkan dulu sampai habis.

3. Pasien TBC MTB (+) Rif Sensitif (TBSO) dengan riwayat pengobatan
sebelumnya (kambuh, gagal, DO) diobati dengan OAT Kategori 1 Dosis
Harian.
19
4. Program TBC menyediakan OAT sediaan tablet dispersible untuk TBRO
anak dan TPT anak yang kontak dengan pasien TBRO.
Pengobatan Tuberkulosis
Tujuan pengobatan TB adalah :
a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan
produktivitas pasien;
b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan;
c. Mencegah kekambuhan TB;
d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain;
e. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat.

20
Pengobatan Tuberkulosis
Prinsip Pengobatan TB :
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang
tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk
mencegah terjadinya resistensi;
b. Diberikan dalam dosis yang tepat;
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh
PMO (pengawas minum obat) sampai selesai masa
pengobatan;
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup,
terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk
21
mencegah kekambuhan.
Pengobatan Tuberkulosis
Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu:
a. Tahap Awal :
► Pengobatan setiap hari selama 2 bulan.
► Efektif menurunkan jumlah kuman dalam tubuh pasien.
► Daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan > 2 minggu.

b. Tahap Lanjutan :
► Membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh
► Mencegah terjadinya kekambuhan.
► Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan.
► Obat diberikan setiap hari (bila tersedia paket obat daily dose), terutama:

1) Pasien TB-HIV
2) Pasien TBSO dengan riwayat pengobatan sebelumnya;
3) Pasien TBSO yang diobati di Rumah Sakit
22
Bila paket obat daily dose dari program TB nasional belum tersedia, digunakan
obat dengan dosis intermitten (3x seminggu).
Pengobatan Tuberkulosis
Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa:

*) Pasien berusia diatas 60 tahun tidak dapat mentoleransi lebih dari 500-700 mg perhari, beberapa 23
pedoman merekomendasikan dosis 10 mg/kg BB pada pasien kelompok usia ini. Pasien dengan berat
badan di bawah 50 kg tidak dapat mentoleransi dosis lebih dari 500-750 mg perhari.
Pengobatan Tuberkulosis
Paduan obat standar TB Paru Sensitif Obat (TBSO):
Fase Awal Fase Lanjutan
RHZE 2 bulan RH 4 bulan (daily dose)
RHZE 2 bulan R3H3 4 bulan (3x seminggu)

Untuk TB Ekstraparu durasi pengobatan bisa lebih dari 6 bulan.


Untuk menunjang kepatuhan berobat, paduan OAT lini pertama telah
dikombinasikan dalam obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT), diberikan dosis
sebagai berikut:

Fase Awal Fase Lanjutan setiap Fase Lanjutan dengan


setiap hari dengan hari dengan KDT RH KDT RH (150/150)
Berat Badan KDT RHZE (150/75) (bila tidak tersedia dosis
(KG) 150/75/400/275) harian)

  Selama 8 minggu Selama 16 minggu Selama 16 minggu


30 – 37 kg 2 tablet/hari 2 tablet/hari 2 tablet 3x/minggu
38 – 54 kg 3 tablet/hari 3 tablet/hari 3 tablet 3x/minggu
≥ 55 kg 4 tablet/hari 4 tablet/hari 4 tablet 3x/minggu
24
Pengobatan Tuberkulosis

DOSIS HARIAN

DOSIS
INTERMITTEN
25
Pemantauan Respon Pengobatan
• Laporkan gejala TB yang menetap atau muncul kembali, gejala efek samping OAT
atau terhentinya pengobatan.
• Berat badan pasien harus dipantau setiap bulan  dosis OAT disesuaikan
• Respon pengobatan dipantau dengan sputum BTA.
• Follow up sputum BTA 2x dilakukan pada akhir fase awal (akhir bulan kedua)
untuk pasien yang diobati dengan OAT lini pertama, baik kasus baru maupun
pengobatan ulang.
• Pada kasus yang belum konversi, OAT dilanjutkan ke fase lanjutan dan
pemeriksaan sputum BTA 2x diulang di akhir bulan ketiga. Bila hasil BTA masih
positif  ditindaklanjuti pemeriksaan TCM dan/atau biakan.
• Bila hasil sputum BTA positif pada bulan kelima atau pada akhir pengobatan,
menandakan pengobatan gagal dan perlu dilakukan diagnosis cepat TBRO sesuai
alur diagnosis TBRO.
• Pasien dengan sputum BTA/TCM negatif di awal pengobatan dan tetap negatif 26
pada akhir bulan kedua pengobatan  pemantauan klinis dan berat badan.
• Pasien TB ekstraparu dan TB anak, respons pengobatan dinilai secara klinis.
Definisi Hasil Pengobatan

27
Tatalaksana Efek Samping

28
Pengobatan TB Kondisi Khusus
Kehamilan
• Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya.
• Hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin.
• Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat
permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta.
• Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya
sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar
dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.
Ibu menyusui dan bayinya
• Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.
• Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus
disusui. Pakai masker saat menyusui.
29
• Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut
sesuai dengan berat badannya.
Pengobatan TB Kondisi Khusus
Pasien TB pengguna kontrasepsi
• Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan
KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi.
• Pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau
kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
Pasien TB dengan Diabetes Melitus
• Diabetes harus dikontrol.
• Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral anti
diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu
ditingkatkan.
• Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai
pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral.
• Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy
30
diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol,
karena dapat memperberat kelainan tersebut.
Pengobatan TB Kondisi Khusus
Pasien TB dengan hepatitis akut
• Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan/atau klinis
ikterik  ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan.
• Bila pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S)
dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh,
dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.
Pasien TB dengan kelainan hati kronik
• SGOT dan SGPT meningkat > 3 kali, OAT tidak diberikan, dan bila telah
dalam pengobatan, harus dihentikan.
• Kalau peningkatannya < 3 kali, pengobatan diteruskan dengan
pengawasan ketat.
• Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan.
• Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE. 31
Pengobatan TB Kondisi Khusus
Pasien TB dengan gagal ginjal
• Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui
empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik.
OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien
dengan gangguan ginjal.
• Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu
hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal.
• Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan
Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal.
• Paduan OAT yangpaling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah
2HRZ/4HR.

32
Pengobatan TB Kondisi Khusus
Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang
membahayakan jiwa pasien seperti:
• Meningitis TB
• TB milier dengan atau tanpa meningitis
• TB dengan Pleuritis eksudativa
• TB dengan Perikarditis konstriktiva.

33
Pencegahan & Pengendalian Infeksi
TBC (PPI TBC)

Petugas kesehatan yang menangani pasien


TB merupakan kelompok risiko tinggi untuk
terinfeksi TB. Penularan kuman TB di
fasilitas pelayanan kesehatan dari pasien
ke petugas kesehatan sudah diketahui
sejak lama dan angka kejadiannya terus
meningkat. Pada saat ini TB seringkali
merupakan penyakit akibat kerja atau
occupational disease untuk petugas
kesehatan. Keadaan ini memerlukan
perhatian khusus, karena akan
mempengaruhi kesehatan, kinerja dan
produktifitas petugas kesehatan. 34
Pencegahan & Pengendalian Infeksi
TBC (PPI TBC)

• Penularan TBC terjadi melalui udara (airborne) yang menyebar melalui partikel
percik renik (droplet nuclei) saat seseorang batuk, bersin, berbicara, berteriak atau
bernyanyi.

• Percik renik ini berukuran 1- 5 mikron dan dapat bertahan di udara selama
beberapa jam. Infeksi terjadi bila seseorang menghirup percik renik yang
mengandung kuman TBC dan akhirnya sampai di alveoli.

• Umumnya respons imun terbentuk 2-10 minggu setelah infeksi.


Sejumlah kuman tetap dorman bertahun-tahun yang disebut infeksi laten TBC.

35
Pencegahan & Pengendalian Infeksi
TBC (PPI TBC)

• PPI TB merupakan bagian dari PPI pada fasyankes. Kegiatan berupa upaya
pengendalian infeksi dengan 4 pilar yaitu: Manajerial , Pengendalian administratif,
Pengendalian lingkungan, dan Pengendalian dengan APD;

• Manajerial  Komitmen, kepemimpinan, dan dukungan manajemen meliputi:


► Membuat kebijakan pelaksanaan PPI TB;
► Membuat kebijakan dan SPO mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk,
alur pelaporan dan surveilans ;
► Memberi pelatihan PPI TB bagi petugas yang terlibat;
► Membuat dan memastikan desain, konstruksi dan persyaratan bangunan serta
pemeliharaannya sesuai PPI TB;
► Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI TB; dll.
36
Pencegahan & Pengendalian Infeksi
TBC (PPI TBC)

• Pengendalian Administratif  upaya untuk mencegah/mengurangi pajanan


kuman TBC kepada petugas kesehatan, pasien, pengunjung dan lingkungan,
meliputi :
► Melaksanakan triase dan pemisahan pasien batuk;
► Mendidik pasien mengenai etika batuk;
► Menempatkan semua suspek dan pasien TBC di ruang tunggu yang mempunyai
ventilasi baik, dan terpisah dengan pasien umum;
► Menyediaan tisu dan masker, serta tempat pembuangan tisu maupun
pembuangan dahak yang benar;
► Memasang poster, spanduk dan bahan untuk KIE;
► Mempercepat proses pelayanan bagi suspek dan pasien TBC;
► Melakukan skrining berkala pada petugas yang merawat pasien TBC; 37
► Menerapkan SPO bagi petugas yang tertular TBC; dll.
Pencegahan & Pengendalian Infeksi
TBC (PPI TBC)

38
Pencegahan & Pengendalian Infeksi
TBC (PPI TBC)

• Pengendalian Lingkungan  upaya peningkatan dan pengaturan aliran


udara/ventilasi dengan menggunakan teknologi untuk mencegah penyebaran dan
mengurangi /menurunkan kadar percik renik di udara.

• Upaya pengendalian dilakukan dengan menyalurkan percik renik ke arah tertentu


(directional airflow) dan atau ditambah dengan radiasi utraviolet sebagai
germisida.

• Pemanfaatan Sistem Ventilasi


► Ventilasi alamiah;
► Ventilasi mekanik;
► Ventilasi campuran.
39
• Pemanfaatan Sistem Tekanan Negatif
Pencegahan & Pengendalian Infeksi
TBC (PPI TBC)

• Pengendalian dengan Alat Pelindung Diri (APD)


• Penggunaan APD pernapasan oleh petugas kesehatan di tempat pelayanan penting
untuk menurunkan risiko terpajan, sebab kadar percik renik tidak dapat
dihilangkan dengan upaya administratif dan lingkungan.
• Petugas kesehatan perlu menggunakan respirator (N95) saat melakukan prosedur
yang berisiko tinggi, misalnya bronkoskopi, intubasi, induksi sputum, dll.
• Respirator juga perlu digunakan saat memberikan perawatan kepada pasien atau
saat menghadapi/menangani pasien tersangka TBRO di poliklinik.
• Pasien TB tidak perlu menggunakan respirator tetapi cukup menggunakan masker
bedah untuk melindungi lingkungan sekitarnya dari droplet.
40
Pencegahan & Pengendalian Infeksi
TBC (PPI TBC)
• Proteksi saat transportasi pasien;
Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, maka pasien harus
dipakaikan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitarnya.

41
Terimakasih

42

Anda mungkin juga menyukai