Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN PERSALINAN SC (SECTIO CAESARIA)

DENGAN INDIKASI PREEKLAMSIA DI RUANG NIFAS


STASE KEPERAWATAN MATERNITAS
RSUD SELE BE SOLU KOTA SORONG

Disusun Oleh :

VIA RETNO SARI


NIM. 202214901037

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
SORONG
2023
PENGESAHAN LAPORAN

LAPORAN PENDAHULUAN PERSALINAN SC (SECTIO CAESARIA)


DENGAN INDIKASI PREEKLAMSIA DI RUANG NIFAS
STASE KEPERAWATAN MATERNITAS
RSUD SELE BE SOLU KOTA SORONG

LAPORAN PENDAHULUAN

VIA RETNO SARI


NIM. 202214901037

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik


Tgl. Responsi : Tgl. Responsi :

(Bdn. Martha Mansawan, S.Tr., Keb) (Ns. Maylar Gurning, S.Kep., M.Kep)
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah berkenan
memberi petunjuk dan berkatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Dalam
menyelesaikan laporan ini penulis banyak sekali mendapat bantuan, dukungan moril maupun
materi dari berbagai pihak .
Dalam penulisan laporan ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan yang terbaik, namun penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat
membangun dari pembaca untuk kesempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat dipergunakan dengan
sebaik-baiknya.

Sorong, 05 Juni 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i


DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN.............................................. iii
BAB I KONSEP SECTIO CAESARIA .............................................. 1
A. Anatomi Sectio Caesaria .............................................................. 1
B. Definisi Sectio Caesaria ............................................................... 2
C. Etiologi Sectio Caesaria................................................................ 3
D. Klasifikasi Sectio Caesaria............................................................ 3
E. Manifestasi Klinis Sectio Caesaria................................................ 4
F. Patofisiologi Sectio Caesaria......................................................... 5
G. Fisiologi proses penyembuhan luka............................................... 5
H. Pemeriksaan Penunjang Sectio Caesaria....................................... 6
I. Komplikasi Sectio Caesaria.......................................................... 6
J. Penatalaksanaan Sectio Caesaria................................................... 7
BAB II KONSEP PREEKLAMSIA.................................................. 9
A. Definisi Ketuban Pecah Dini........................................................ 9
B. Etiologi Ketuban Pecah Dini......................................................... 9
C. Faktor predisposisi Ketuban Pecah Dini....................................... 10
D. Manifestasi klinis Ketuban Pecah Dini.......................................... 10
E. Pemeriksaan Penunjang Ketuban Pecah Dini................................ 11
F. Komplikasi Ketuban Pecah Dini.................................................... 11
G. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini............................................ 11
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN............................ 14
A......................................................................................Pengkajian ...........14
B........................................................................................Diagnosa ...........17
C........................................................................................Intervensi ...........18

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 22
BAB I
KONSEP SECTIO CAESARIA (SC)

A. Anatomi dan fisiologi


Pada kasus section caesarea ada beberaa hal yang harus diperhatikan diantarannya
adalah anatomi dan fisiolofinya yang mana pada anatomi fisiologi ini terdiri dari dua hal
yaitu genitalia eksterna dan ginetalia interna (Lubis, D. S. 2018).
1. Genitalia eksterna sering dinamakan vulva, yang artinya pembungkus atau penutup
vulva terdiri dari :
a. Mons pubis Merupakan bantalan jaringan lemak yang terletak di atas
simpisis pubis
b. Labia mayora terdiri dari 2 buah lipatan kulit dengan jaringan lemak di
bawah nya yang berlanjut ke bawah sebagai perluasan dari mons pubis dan
menyatu menjadi perineum
c. Labia minora merupakan 2 buah lipatan tipis kulit yang terletak di sebelah
dalam labia mayora, labia minora tidak memiliki lemak subkutan.
d. Klitoris merupakan tonjolan kecil jaringan erektif yang terletak pada titik
temu labia minora di sebelah anterior, sebagai salah satu zona erotik yang
utama pada wanita.
e. Vestibulum adalah rongga yang di kelilingi oleh labia minora .
f. Perinium struktur ini membentang dari fourchette ( titik temu labia minora
di sebelah posterioranus
2. Genetalia interna
a. Vagina
Merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang ke atas
dan ke belakang dari vulva hingga uterus. Dinding anterior vagina memiliki
panjang 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm. Fungsi vagina :
1) Lintasan bagi spermatozoa
2) Saluran keluar bagi janin dan produk pembuahan lainnya saat persalinan
3) Saluran keluar darah haid
b. Uterus
Berbentuk seperti buah advokat, sebesar telur ayam. Terdiri dari
fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Korpus uteri merupakan bagian
uterus terbesar dan sebagai tempat janin berkembang. Uterus terdiri dari :

1) Fundus uteri
2) Korpus uteri

Fungsi uterus adalah :


1) Menyediakan tempat yang sesuai bagi ovum yang sudah di buahi
untuk menanamkan diri.
2) Jika korpus luteum tidak berdegenerasi, yaitu jika korpus luteum
dipertahankan oleh kehamilan, makaestrogen akan terus di produksi
sehingga kadar nya tetap berada di atas nilai ambang perdarahan haid
dan amenorea merupakan salah satu tanda pertama untuk kehamilan.
3) Memberikan perlindungan dan nutrisi pada embrio atau janin sampai
matur.
4) Mendorong keluar janin dan plasenta pada persalinan.
5) Mengendalikan perdarahan dari tempat perlekatan plasenta melalui
kontraksi otot-otot.
c. Tuba fallopi
Disebut juga dengan oviduct, saluran ini terdapat pada setiap sisi uterus
dan membentang dari kornu uteri ke arah dinding lateral pelvis.
d. Ovarium
Merupakan kelenjar kelamin.Ada 2 buah ovarim yang masing-masing
terdapat pada tiap sisi dan berada di dalam kavum abdomen di belakang
ligamentum latum dekat ujung fibria tuba falopi. Fungsi ovarium adalah untuk
produksi hormon dan ovulasi.

B. Definisi
Sectio Caesaria adalah pembedahan untuk mengeluakan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus (Wiknjosastro,2019).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas
500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &Wiknjosastro, 2019).
Sectio caesaria adalah alternative dari kelahiran vagina bila keamanan ibu dan
janin terganggu ( Doengoes, 2010).
Dengan demikian perawatan pada ibu nifas dengan post operasi sectio caesarea
adalah perawatan pada ibu pada masa setelah melahirkan janin dengan cara
insisi/pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim sampai organ-organ
reproduksi ibu kembali pulih yang berakhir kira-kira 6 minggu.

C. Etiologi
Sectio Caesaria yang dilakukan dapat di indikasikan oleh :
a. Indikasi Ibu
1). Panggul sempit absolute
2). Placenta previa
3). Ruptura uteri mengancam
4). Partus Lama
5). Partus Tak Maju
6). Pre eklampsia, dan Hipertensi
b. Indikasi janin
1). Kelainan Letak
2). Gawat Janin
3). Janin Besar
c. Kontra Indikasi
1). Janin Mati
2). Syok, anemia berat sebelum diatasi
3). Kelainan congenital Berat. (Wiknjosastro,2019)

D. Klasifikasi Sectio Caesaria


Ada beberapa jenis operasi Sectio Caesaria menurut Gulardi &Wiknjosastro, 2019
yang terdiri dari:
a. Sectio caesaria abdominalis, ada dua macam yaitu sectio caesaria
transperitonealisasi dan sectio caesaria ekstraperitonealisasi.
Sectiocaesaria transperitonealisasi sendiri terdiri dari dua cara.
1). Sectiocaesaria klasik dengan insisi memanjang pada korpus uteri yang
mempunyai kelebihan mengeluarkan janin lebih cepat, tidak mengakibatkan
komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias diperpanjang proksimal
atau distal. Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar
secara intraabdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik dan untuk
persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
2). Sectio caesaria ismika atau profunda dengan insisi pada segmen bawah rahim
dengan kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan ruptura uteri
spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat melebar ke
kiri, bawah dan kanan sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak serta
keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi. Sedangkan Sectio Caesaria
ekstraperitonealisasi, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan
demikian tidak membuka kavum abdominal.
b. Sectio caesaria vaginalis, menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat
dilakukan dengan sayatan memanjang (longitudinal), sayatan melintang
(transversal) dan sayatan huruf T (T-incision).

E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah (Oktarina, R., Misnaniarti,
M., Sutrisnawati, D., & Nyoman, N, 2018).
F. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op,
yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
(Oktarina, R., Misnaniarti, M., Sutrisnawati, D., & Nyoman, N, 2018).
BAB II
KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. Definisi Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum tanda-tanda
persalinan (Mansjoer, et al, 2018). Pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan atau
sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm (masa laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/ rupturnya selaput amnion sebelum
dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion sebelum usia
kehamilannya mencapai 37 minggu dengan atau tanpa kontraksi (Mitayani, 2019).

B. Etiologi Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini biasanya menyebabkan persalinan premature alias bayi
terpaksa dilahirkan sebelum waktunya. Air ketuban pecah lebih awal bisa disebabkan
oleh beberapa hal, seperti yang disampaikan oleh Geri Morgan (2009) yaitu:
1. Infeksi rahim, leher rahim, atau vagina
2. Pemicu umum ketuban pecah dini adalah:
a. Persalinan premature
b. Korioamnionitis terjadi dua kali sebanyak KPD
c. Malposisi atau malpresentasi janin
3. Faktor yang mengakibatkan kerusakan serviks
a. Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (misalnya aborsi terapeutik,
LEEP, dan sebagainya)
b. Peningkatan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama
pelahiran sebelumnya
c. Inkompeteni serviks
4. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih
5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat badan ibu:
b. Kelebihan berat badan sebelum kehamilan
c. Penambahan berat badan sebelum kehamilan
6. Merokok selama kehamilan
7. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat daripada ibu
muda
8. Riwayat hubungan seksual baru-baru ini.

C. Manifestasi Klinis
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina,
aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes dengan ciri pucat dan bergaris warna darah, cairan ini
tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal
“atau menyambut kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri
perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
(Sujiyatini, 2019).

D. Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak
mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C yang dapat meningkatkan
konsentrasi secara lokal asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2
dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga
dihasilkan produk sekresi akibat aktivitas monosit/ makrofag, yaitu sitokrin, interleukin
1, faktor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh
paru-paru janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis
juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion
juga akan merangsang sel-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian
prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bakterial dan atau
produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
kelemahan dan rupture kulit ketuban. Banyak flora servikoginal komensal dan patogenik
mempunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan
kekuatan tenaga kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat
memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada
kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan
pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban . Sel inflamasi
manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi
plasmin potensial, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini. (Sujiyatini, 2019).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi, bau dan
PHnya. Cairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban mungkin juga urine
atau secret vagina, sekret vagina ibu hamil pH: 4,5 dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna dan tetap kuning.
a. Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). Ph air ketuban 7-7,5 darah dan
infeksi vagina dapat menghaslkan tes yang positif palsu.
b. mikroskop (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
daun psikis.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering
terjadi kesalahan pada penderita oligohidroamion. Walaupun pendekatan
diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umunya KPD
sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana (Sujiyatini,
2019).
F. Komplikasi
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu adalah
sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi
meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD premature sebaiknya
dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan
amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD Praterm. Hipoplasia paru
merupakan komplikasi fatal terjadi pada KPD praterm. Kejadiannya mencapai hampir
100% apabila KPD praterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
1. Infeksi intrauterine
2. Tali pusat menumbung
3. Prematuritas
4. Distosia.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan konservatif
a. Kebanyakan persalinan dimulai dalam  24-72 jam setelah ketuban pecah.
b. Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan ke vagina,
kecuali spekulum steril, jangan melakukan pemeriksaan vagina.
c. Saat menunggu, tetap pantau pasien  dengan ketat.
1) Ukur suhu tubuh empat kali sehari; bila suhu meningkat secara signifikan, dan/
atau mencapai 380 C, berikan macam antibiotik dan pelahiran harus diselesaikan.
2) Observasi rabas vagina: bau menyengat, purulen atau tampak kekuningan
menunjukan adanya infeksi.
3) Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan perubahan apa
pun
2. Penatalaksaan agresif
a. Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi pitocin bila serviks tidak berespons
b. Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak ada tanda,
mulai pemberian pitocin
c. Berikan cairan per IV, pantau janin
d. Peningkatan resiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif.
e. Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk diindikasi,
kaji nilai bishop setelah pemeriksaan spekulum. Bila diputuskan untuk menunggu
persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan yang dilakukan, baik manipulasi dengan
tangan maupun spekulum, sampai persalinan dimulai atau induksi dimulai
f. Periksa hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan pada hari
berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi
g. Lakukan NST setelah ketuban pecah; waspada adanya takikardia janin yang
merupakan salah satu tanda infeksi
h. Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila :
1) Suhu tubuh ibu meningkat signifikan
2) Terjadi takikardia janin
3) Lokia tampak keruh
4) Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan
5) Kultur vagina menunjukan strepkus beta hemolitikus
6) Hitung darah lengkap menunjukan kenaikan sel darah putih
3. Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah
a. Pesalinan spontan
1) Ukur suhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila ada demam
2) Anjurkan pemantauan janin internal
3) Beritahu dokter  spesialis obstetri dan spesialis anak atau praktisi perawat
neonatus
4) Lakukan kultur sesuai panduan
b. Indikasi persalinan
1) Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter
2) Ukur suhu tubuh setiap 2 jam
3) Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam panduan, banyak yang
memberikan 1-2 g ampisilin per IV atau 1-2 g Mefoxin per IV setiap 6 jam
sebagai profilakis. Beberapa panduan lainnya menyarankan untuk mengukur
suhu tubuh ibu dan DJJ  untuk menentuan kapan antibiotik mungkin
diperlukan.
H.

Anda mungkin juga menyukai