Anda di halaman 1dari 21

KEPERAWATAN GERONTIK

“ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN KATARAK DAN PERSEPSI


SENSORI”

Dosen Mata Kuliah:


Rika Maya Sari, S. Kep., Ns., M.Kes

Di susun:
Kelompok 6 / S1 Keperawatan A

No NIM Nama
1 22632169 Zuriska Kumalasari
2 22632218 Rani Putri Bestari
3 22632161 Ericha Diah Pitaloka
4 22632217 Eka Yuniati
5 22632192 Erna Nalalia

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Keperawatan
Gerontik tentang “Asuhan Keperawatan dengan Katarak dan Persepsi Sensori
tepat pada waktunya. Tugas ini dibuat berdasarkan penilaian dalam studi
keperawatan gerontik pada semester tiga sebagai bahan presentasi kelompok juga
sebagai pengetahuan bagi penulis maupun pembaca makalah ini untuk lebih
mengetahui asuhan keperawatan dengan katarak dan persepsi sensori. Kami
sangat menyadari akan kekurangan yang dimiliki begitu pula dengan pembuatan
makalah ini. Karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna memperbaiki
segala kekurangan dalam makalah ini. Ucapan terimakasih tak lupa penulis
haturkan kepada dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik yang telah
membimbing kami dalam pembuatan makalah. Kami menyadari bahwa
penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari berbagai pihak. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Ponorogo, Oktober 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses penuaan merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara
alamiah, proses tersebut akan memberi dampak pada kemunduran fisik dan
psikologis (Kozier, 2004). Perubahan-perubahan fisik tersebut meliputi
perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya
sistem pernapasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskular, system
pengaturan tubuh, musculoskeletal, gastrointestinal, urogenital, endokrin dan
integument (Mubarak, Chayatin & Santoso, 2011, p.151).
Seiring dengan pertambahan usia, banyak lanjut usia mempunyai
masalah dengan fungsi fisiologis tubuhnya. Salah satunya perubahan sensoris
yang ditandai dengan masalah penglihatan yaitu penurunan penglihatan yang
terjadi seiring proses penuaan. Masalah penglihatan merupakan faktor yang
turut berperan dalam perubahan gaya hidup yang bergerak ke arah
ketergantungan yang lebih besar. Perubahan ini akan memberikan dampak
terhadap kemandirian lanjut usia dalam melakukan aktivitasnya (Stanley,
2006).
Penurunan penglihatan pada lanjut usia umumnya adalah penglihatan
yang menurun akibat kelainan atau gangguan pada mata. Gangguan
penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah kesehatan yang dihadapi
oleh masyarakat di dunia dan di Indonesia. Seiring meningkatnya usia harapan
hidup maka prevalensi gangguan penglihatan ini akan cenderung semakin
meningkat (Depkes, 2012).
Katarak adalah suatu kondisi lensa mata yang biasannya jernih, bening
dan cerah mengalami kekeruhan. World Health Organization (WHO)
memperkirakan 45 juta orang buta di seluruh dunia, sepertiganya ada di
wilayah Asia Tenggara. Penyakit katarak jika tidak ditangani segera atau tidak
dilakukan tindakan dapat menyebabkan hal merugikan penderitanya, antara
lain menyebabkan keterbatasan aktivitas karena gangguan penglihatan. Peran
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan guna meningkatkan kualitas
hidup bagi klien penderita gangguan sensori penglihatan yaitu katarak.
Intervensi yang dapat dilakukan dalam mengatasi gangguan penglihatan yaitu
terapi Balance Exercise yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot
pada lansia sehingga dapat meningkatkan kesimbangan dan mencegah resiko
jatuh maupun resiko cidera pada klien yang mengalami gangguan penglihatan
yaitu katarak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan katarak?
2. Jelaskan etiologi katarak!
3. Sebutkan jenis-jenis katarak!
4. Jelaskan patofisiologi katarak!
5. Sebutkan tanda dan gejala katarak!
6. Jelaskan stadium katarak!
7. Bagaimana penatalaksanaan katarak?
8. Apa komplikasi katarak?

C. Tujuan
1. Memahami definisi katarak.
2. Memahami etiologi katarak.
3. Memahami jenis-jenis katarak.
4. Memahami patofisiologi katarak.
5. Memahami tanda dan gejala katarak.
6. Memahami stadium katarak.
7. Memahami penatalaksanaan katarak.
8. Memahami komplikasi katarak
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau hilang transparansinya
dimana dalam keadaan normal jernih. Lensa yang transparan atau bening,
dipertahankan oleh keseragaman serat, distribusi dan komposisi protein
kristalin dalam lensa. Sifat transparansi lensa ini dapat menurun oleh karena
lensa mengalami perubahan ikatan struktur protein dan inti/nukleus lensa,
sehingga terjadi peningkatan kekeruhan inti lensa. (Khurana Ak, 2007).

2.2 Etiologi
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Faktor-faktor yang
dapat memicu timbulnya penyakit katarak, diantaranya adalah sebagai
berikut: Penyakit sistemik seperti peradangan dan metabolik, misalnya
diabetes melitus, dislpidemia. Kekurangan vitamin A, B1, B2 dan C. Riwayat
keluarga dengan katarak, Penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu,
Pembedahan mata, Pemakaian obat-obatan tertentu (kortikosteroid) dalam
jangka Panjang. Faktor lingkungan, seperti trauma, penyinaran, dan sinar
ultraviolet. Efek dari merokok dan alkohol (Gin Djing, 2006 dan Ilyas, 2006)
Menurut Tana, dkk (2007) penyakit katarak dapat disebabkan oleh
berbagai factor seperti:
a. Umur
b. Penyakit sistemik Diabetes Mellitus
c. Pemakaian steroid yang lama
d. Kelainan metabolisme bawaan
e. Pajanan kronis terhadap sinar ultra violet (sinar matahari)
f. Riwayat katarak pada keluarga
g. Myopia (rabun jauh)
h. Konsumsi alkohol
i. Nutrisi
j. Kebiasaan merokok
2.3 Jenis-jenis Katarak
a. Katarak Kortikalis
Pada awal pembentukan katarak kortikalis, terjadi perubahan komposisi
ion pada korteks lensa sehingga menyebabkan perubahan hidrasi.
Perubahan hidrasi ini akan menghasilkan celah dengan pola radiasi di
sekitar daerah ekuator dan lama kelamaan akan timbul kekeruhan di kortek
lensa. Pengaruhnya pada fungsi penglihatan tergantung pada kedekatan
opasitas dengan aksis visual.Gejala awalnya biasanya adalah penderita
merasa silau saat mencoba memfokuskan pandangan pada suatu sumber
cahaya di malam hari. Selain itu diplopia monokular juga dapat dikeluhkan
penderita. Pemeriksaan menggunakan biomikroskop slitlamp akan
mendapatkan gambaran vakuola dan seperti celah air disebabkan
degenerasi serabut lensa, serta pemisahan lamela korteks anterior atau
posterior oleh air. Gambaran Cortical-spokes seperti baji terlihat di perifer
lensa dengan ujungnya mengarah ke sentral, kekeruhan ini tampak gelap
apabila dilihat menggunakan retroiluminasi. (American Academy Of
Ophthalmology 2011-2012)
b. Katarak Nuklearis
Jenis katarak ini biasanya berkembang lambat dan terjadi bilateral,
meskipun bisa asimetris.Gejala yang paling menonjol dari katarak jenis ini
adalah kabur melihat jauh daripada melihat dekat.Katarak jenis ini sedikit
berwarna kekuningan dan menyebabkan kekeruhan di sentral. (Vaughan,
2008; American Academy of Ophthalmology, 2013)
c. Katarak subkapsularis posterior
Katarak tipe ini terletak pada lapisan korteks posterior dan biasanya selalu
aksial. Pada tahap awal biasanya katarak subkapsularis posterior ini masih
terlihat halus pada pemeriksaan slit lamp di lapisan korteks posterior,
tetapi pada tahap lebih lanjut terlihat kekeruhan granular dan seperti plak
pada korteks subkapsular posterior. Gejala yang timbul dapat berupa silau,
diplopia monokular dan lebih kabur melihat dekat dibandingkan melihat
jauh. (American Academy Of Ophthalmology 2011-2012)
2.4 Patofisiologi
Lensa yang normal dapat ditandai dengan struktur posterior iris yang
jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai daya
refraksi yang baik. Lensa tersusun dari tiga komponen anatomis. Pada daerah
tengah terdapat nukleus yang dilapisi korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nucleus mengalami opasitas atau perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas menyerupai duri di daerah
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan
bentuk katarak yang paling bermakna. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa
mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus
multipel yang memanjang dari badan silier menuju daerah di luar lensa dapat
menyebabkan distorsi penglihatan. Perubahan kimia dalam protein lensa
dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan sehingga menghambat
jalannya cahaya menuju retina, akibatnya klien mengalami gangguan
penglihatan, mulai dari gangguan penglihatan sebagian sampai kebutaan total
(Smeltzer & Bare, 2013).

2.5 Tanda dan Gejala


Menurut Smeltzer dan Bare (2013) beberapa manifestasi klinis yang
muncul pada pasien katarak antara lain:
a. Pasien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan, gangguan melihat
(silau) dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan
karena kehilangan penglihatan.
b. Pada temuan objektif terlihat pengembunan pada pupil tampak seperti
Mutiara berwarna kelabu yang menyebabkan retina tidak dapat terlihat
pada pemeriksaan oftalmoskop
c. Pandangan kabur, redup dan berkabut
d. Kesulitan melihat di malam hari
e. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih.
2.6 Stadium Katarak
a. Katarak insipient merupakan stadium awal katarak yaitu kekeruhan lensa
masih berbentuk bercak-bercak kekeruhan dan tidak teratur.
b. Katarak imatur merukpakan katarak yang lensanya melai menyerap cairan
sehingga agak cembung, menyebabkan terjadinya myopia dan iris
terdorong ke depan serta bilik mata depan menjadi dangkal.
c. Katarak imatur merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada
stadium ini terjadi kekeruhan lensa.
d. Katarak hipermatur pada stadim ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa
dan korteks lensa dapat mencair sehinga nucleus lensa tenggelam di dalam
korteks lensa (Tamsuri, 2008)

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Smeltzer dan Bare (2013), A-scan ultrasound (echography)
dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostic pembedahan
selain uji mata yang biasa seperti pemeriksaan keratometry, pemeriksaan
lampu slit dan oftalmoskopis.
Sedangkan menurut Nurarif dan Kusuma (2015) pemeriksaan
diagnostic untuk penyakit katarak antara lain:
a. Kartu mata Snellen: untuk mengetahu kerusakan kornea, lensa, cairan
vitreus humor dan retina
b. Lapang pandang: penurunan penglihatan dapat disebabkan karena adanya
massa tumor, karotis dan glaucoma.
c. Pengukuran tonografi: mengukur tekanan intra ocular (12-25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi: untuk membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glukoma
e. Tes provokatif: menentukan adanya glaucoma
f. Oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optic,
pepiledema dan perdarahan.
g. Darah lengkap: menunjukan anemi sistemik dan infeksi
h. Tes toleransi glukoma: control DM
2.8 Penatalaksanaan
Black dan Hawks (2014) menyatakan bahwa tidak ada terapi lain
untuk mencegah atau mengurangi pembentukan katarak selain dengan
pembedahan. Tetes mata praoperasi seperti tropikamid (mydriaciyl) adalah
termasuk agen dilator untuk memfasilitasi pembedahan. Siklopentolat
merupakan agen sikloplegik (cyclogyl) yang dapat diberikan untuk
melumpuhkan otot siliaris. Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan
teknik anestesi topical menggunakan agen tetes mata ataupun dengan injeksi
retrobulbar sebagai larutan anestesi lokal. Pengangkatan katarak diawali
dengan membuat irisan kecil pada bagian kornea. Katarak dipecah menjadi
partikel-partikel mikroskopik dengan menggunakan probe ultrasonic (suara
berenergi tinggi). Suatu lensa lipat buatan ditanam melalui celah irisan mikro
tersebut, kemudian lipatannya dibuka dan difiksasi pada posisi permanen.
Irisan ini akan sembuh dengan sendirinya tanpa perlu dijahit. Irisan ini akan
tetap tertutup erat karena adanya tekanan alami dari dalam mata. Tipe irisan
ini sembuh lebih cepat dan memberikan kondisi yang lebih nyaman.

2.9 Komplikasi
Menurut tamsuri (2011) komplikasi pada pasien pascaoperasi katarak
adalah:
a. Peningkatan tekanan intraocular
Peningkatan tekanan intraokular dapat ditandai dengan adanya kemerahan
pada mata, mual, bersin, muntah, batuk-batuk dan nyeri pinggang.
b. Infeksi pascaoperasi
Perawat mengobservasi adanya kemerahan pada mata, tajam penglihatan,
adanya fotofobia dan pengeluaran air mata. Observasi cairan yang keluar
apakah berbentuk krim yang berwarna putih, kering, dan pekat.
c. Perdarahan
Hal ini dapat disebabkan oleh adanya pengeluaran darah dari intraocular
akibat tidak sempurnanya pengobatan seperti adanya perlukaan pada
jaringan, ketidakadekuatan jahitan luka, adanya trauma, dan meningkatnya
tekanan intraokular.
d. Ablasio retina
Hal ini dapat terjadi setelah dilakukan pembedahan katarak. Yang menjadi
masalah adalah meningkatnya ekstraksi katarak intrakapsular, yaitu
kembalinya bagian belakang kapsula. Hal tersebut dapat diakibatkan klien
yang melakukan gerakan secara tiba tiba, vitreus (sejenis kaca) dapat
bergerak ke depan dan naik menuju ke retina, akibatnya terjadi perubahan
struktur.
2.10 Pathway
2.11
Usia lanjut dan proses Kongenital atau bisa Cedera mata Penyakit metabolic
penuaan diturunkan (misalnya DM)

Nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat


kekuningan

Perubahan fisik (perubahan pada serabut halus multiple (zunula)


yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah lensa)

Hilangnya transparansi lensa

Perubahan kimia dalam protein lensa

Koagulasi

Mengabutkan pandangan

Gangguan penerimaan sensori / Tidak mengenal sumber Terputusnya protein lensa


status organ indera informasi disertai influx air kedalam lensa

Defisit Pengetahuan Usia meningkat


Risiko Cedera Menurunnya
ketajaman
Penurunan enzim menurun
penglihatan

Gg. Persepsi Degenerasi pada lensa


Sensori-Perseptual
Penglihatan
KATARAK

Post Op Prosedur invasive Kurang terpapar terhadap


pengangkatan katarak informasi ttg prosedur tindakan
pembedahan
Nyeri
Risiko Infeksi
Cemas/Ansietas
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Menurut Tamsuri (2011) ruang lingkup pengkajian pada pasien katarak antara
lain:
a. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat penyakit seperti trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid,
penyakit diabetes melitus, hipotiroid, uveitis dan glaucoma
2. Riwayat keluhan gangguan untuk mengukur stadium katarak
3. Riwayat psikososial seperti kemampuan dalam beraktifitas, kemampuan
dalam membaca, risiko jatuh dan kemampuan berkendara
b. Pengkajian Umum
1. Biodata data diri pasien terutama usia pasien
2. Gejala penyakit sistemik seperti hipotiroid dan diabetes melitus
c. Pengkajian Khusus Mata
1. Dalam pemeriksaan pelebaran pupil, ditemukan hasil adanya berkas-
berkas putih pada lensa yang menandakan kekeruhan lensa
2. Ditemukan keluhan adanya diplopia, yaitu pandangan berkabut
3. Penurunan tajam penglihatan karena myopia atau rabun jauh
4. Penyempitan bilik mata depan
5. Tanda glaucoma (akibat komplikasi)

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D. 0080)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
(D. 0077)
3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan (D.
0085)
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive (D. 0142)
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan menemukan
sumber informasi (D. 0111)
6. Risiko Cidera berhubungan dengan perubahan fungsi psikomotor (D.
0136)
7. Risiko Jatuh berhubungan dengan gangguan penglihatan (D. 0143)

3.3 Intervensi
1. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Tujuan: Tingkat ansietas menurun (L. 09093)
Kriteria Hasil:
a. Verbalisasi kebingungan menurun
b. Perilaku gelisah menurun
c. Perilaku tegang menurun
Intervensi:
Reduksi ansietas
a. Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. kondisi, waktu,
stressor)
2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
b. Terapeutik
1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
3) Pahami situasi yang membuat ansietas
4) Dengarkan dengan penuh perhatian
5) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
6) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamananMotivasi
mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
7) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
c. Edukasi
1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, Jika perlu
4) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
5) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6) Latih kegiatan pengelihatan untuk mengurangi ketegangan
7) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
8) Latih teknik relaksasi
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi).


Tujuan: Tingkat nyeri menurun (L. 08066)
Kriteria Hasil:
a. Keluhan nyeri menurun
b. Meringis menurun
c. Gelisah menurun
d. Frekuensi nadi membaik
Intervensi:
Manajemen Nyeri
a. Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
b. Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresure, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi
1) Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan


Tujuan: Kemampuan untuk merasakan stimulasi visual membaik (L.
06048)
Kriteria Hasil:
Ketajaman penglihatan baik
Intervensi
Minimalisasi rangsangan
a. Observasi
Periksa status mental status sensori dan tingkat kenyamanan misalnya
nyeri kelelahan
b. Terapeutik
1) Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis. bising,
terlalu terang)
2) Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara, aktivitas)
3) Jadwalkan aktivitas harian waktu istirahat
4) Kombinasi prosedur atau tindakan satu waktu, sesuai kebutuhan
c. Edukasi
Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. mengatur pencahayaan
ruangan, mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur atau tindakan
2) Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus

4. Risiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive


Tujuan: Tingkat infeksi menurun (L. 09097)
Kriteria Hasil:
a. Demam menurun
b. Kemerahan menurun
c. Nyeri menurun
d. Bengkak menurun
Intervensi:
Pencegahan Infeksi
a. Observasi
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik
b. Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Berikan perawatan kulit pada area edema
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
4) Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
c. Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3) Ajarkan etika batuk
4) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka dan luka operasi
5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan menemukan


sumber informasi.
Tujuan: Tingkat pengetahuan membaik (L. 12111)
Kriteria Hasil:
a. Perilaku sesuai anjuran meningkat
b. Verbalisasi minat dalam belajar meningkat
c. Perilaku sesuai dengan pengetahuan
d. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
Intervensi
Edukasi Kesehatan
a. Observasi
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
b. Terapeutik
1) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3) Berikan kesempatan untuk bertanya
c. Edukasi
1) Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat

6. Risiko Cidera berhubungan dengan perubahan fungsi psikomotor.


Tujuan: Tingkat cedera menurun (L. 14136)
Kriteria Hasil:
a. Kejadian cedera menurun
b. Luka/lecet menurun
Intervensi:
Pencegahan cidera
a. Observasi
1) Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
2) Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
3) Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stocking elastis pada
ekstremitas bawah
b. Terapeutik
1) Sediakan pencahayaan yang memadai
2) Gunakan lampu tidur selama jam tidur
3) Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat
(mis. penggunaan telepon, tempat tidur, penerangan ruangan, dan
lokasi kamar mandi)
4) Gunakan alas lantai jika beriko mengalami cedera serius
5) Sediakan alas kaki antislip
6) Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi di tempat tidur, jika perlu
7) Pastikan bel panggilan atau telepon mudah dijangkau
8) Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
9) Pertahankan posisi tempat tidur di posisi terendah saat digunakan
10) Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi terkunci
11) Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
12) Pertimbangkan penggunaan alarm elektronik pribadi atau alarm
sensor pada tempat tidur atau kursi
13) Diskusikan mengenal latihan dan terapi fisik yang diperlukan
14) Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai (mis.
tongkat atau alat bantu jalan)
15) Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi
pasien
16) Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
c. Edukasi
1) Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
2) Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri
7. Risiko Jatuh berhubungan dengan gangguan penglihatan.
Tujuan: Tingkat jatuh menurun
Kriteria Hasil: Tingkat jatuh menurun (L. 14138)
Intervensi:
Pencegahan Jatuh
a. Observasi
1) Identifikasi faktor risiko jatuh (mis. usia > 65 tahun, penurunan
tingkat kesadaran, defisit kognitif, hipotensi ortostatik, gangguan
keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
2) Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai
dengan kebijakan institusi
3) Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh (mis.
lantai licin, penerangan kurang)
4) Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis. Fall Morse
Scale, Humpty Dumpty Scale), jika perlu
5) Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
b. Terapeutik
1) Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
2) Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
3) Pasang handrall tempat tidur
4) Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
5) Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan pantauan
perawat dari nurse station
6) Gunakan alat bantu berjalan (mis. kursi roda, walker)
7) Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
c. Edukasi
1) Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
2) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
3) Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
4) Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
5) Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil perawat
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Sofia Rhosma (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:


Deepublish.
Oenunu, K. K. (2019). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Lansia pada Ny. Y. S
Dengan Gangguan Penglihatan Di Wisma Flamboyan UPT Budi Agung
Kupang. Karya Tulis Ilmiah : Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang, 76.
http://repository.poltekeskupang.ac.id/1666/%0Ahttp://repository.poltekesku
pang.ac.id/1666/1/KTI GANGGUAN PENGLIHATAN.pdf
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai