Di susun:
Kelompok 6 / S1 Keperawatan A
No NIM Nama
1 22632169 Zuriska Kumalasari
2 22632218 Rani Putri Bestari
3 22632161 Ericha Diah Pitaloka
4 22632217 Eka Yuniati
5 22632192 Erna Nalalia
S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Keperawatan
Gerontik tentang “Asuhan Keperawatan dengan Katarak dan Persepsi Sensori
tepat pada waktunya. Tugas ini dibuat berdasarkan penilaian dalam studi
keperawatan gerontik pada semester tiga sebagai bahan presentasi kelompok juga
sebagai pengetahuan bagi penulis maupun pembaca makalah ini untuk lebih
mengetahui asuhan keperawatan dengan katarak dan persepsi sensori. Kami
sangat menyadari akan kekurangan yang dimiliki begitu pula dengan pembuatan
makalah ini. Karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna memperbaiki
segala kekurangan dalam makalah ini. Ucapan terimakasih tak lupa penulis
haturkan kepada dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik yang telah
membimbing kami dalam pembuatan makalah. Kami menyadari bahwa
penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari berbagai pihak. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses penuaan merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara
alamiah, proses tersebut akan memberi dampak pada kemunduran fisik dan
psikologis (Kozier, 2004). Perubahan-perubahan fisik tersebut meliputi
perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya
sistem pernapasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskular, system
pengaturan tubuh, musculoskeletal, gastrointestinal, urogenital, endokrin dan
integument (Mubarak, Chayatin & Santoso, 2011, p.151).
Seiring dengan pertambahan usia, banyak lanjut usia mempunyai
masalah dengan fungsi fisiologis tubuhnya. Salah satunya perubahan sensoris
yang ditandai dengan masalah penglihatan yaitu penurunan penglihatan yang
terjadi seiring proses penuaan. Masalah penglihatan merupakan faktor yang
turut berperan dalam perubahan gaya hidup yang bergerak ke arah
ketergantungan yang lebih besar. Perubahan ini akan memberikan dampak
terhadap kemandirian lanjut usia dalam melakukan aktivitasnya (Stanley,
2006).
Penurunan penglihatan pada lanjut usia umumnya adalah penglihatan
yang menurun akibat kelainan atau gangguan pada mata. Gangguan
penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah kesehatan yang dihadapi
oleh masyarakat di dunia dan di Indonesia. Seiring meningkatnya usia harapan
hidup maka prevalensi gangguan penglihatan ini akan cenderung semakin
meningkat (Depkes, 2012).
Katarak adalah suatu kondisi lensa mata yang biasannya jernih, bening
dan cerah mengalami kekeruhan. World Health Organization (WHO)
memperkirakan 45 juta orang buta di seluruh dunia, sepertiganya ada di
wilayah Asia Tenggara. Penyakit katarak jika tidak ditangani segera atau tidak
dilakukan tindakan dapat menyebabkan hal merugikan penderitanya, antara
lain menyebabkan keterbatasan aktivitas karena gangguan penglihatan. Peran
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan guna meningkatkan kualitas
hidup bagi klien penderita gangguan sensori penglihatan yaitu katarak.
Intervensi yang dapat dilakukan dalam mengatasi gangguan penglihatan yaitu
terapi Balance Exercise yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot
pada lansia sehingga dapat meningkatkan kesimbangan dan mencegah resiko
jatuh maupun resiko cidera pada klien yang mengalami gangguan penglihatan
yaitu katarak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan katarak?
2. Jelaskan etiologi katarak!
3. Sebutkan jenis-jenis katarak!
4. Jelaskan patofisiologi katarak!
5. Sebutkan tanda dan gejala katarak!
6. Jelaskan stadium katarak!
7. Bagaimana penatalaksanaan katarak?
8. Apa komplikasi katarak?
C. Tujuan
1. Memahami definisi katarak.
2. Memahami etiologi katarak.
3. Memahami jenis-jenis katarak.
4. Memahami patofisiologi katarak.
5. Memahami tanda dan gejala katarak.
6. Memahami stadium katarak.
7. Memahami penatalaksanaan katarak.
8. Memahami komplikasi katarak
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau hilang transparansinya
dimana dalam keadaan normal jernih. Lensa yang transparan atau bening,
dipertahankan oleh keseragaman serat, distribusi dan komposisi protein
kristalin dalam lensa. Sifat transparansi lensa ini dapat menurun oleh karena
lensa mengalami perubahan ikatan struktur protein dan inti/nukleus lensa,
sehingga terjadi peningkatan kekeruhan inti lensa. (Khurana Ak, 2007).
2.2 Etiologi
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Faktor-faktor yang
dapat memicu timbulnya penyakit katarak, diantaranya adalah sebagai
berikut: Penyakit sistemik seperti peradangan dan metabolik, misalnya
diabetes melitus, dislpidemia. Kekurangan vitamin A, B1, B2 dan C. Riwayat
keluarga dengan katarak, Penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu,
Pembedahan mata, Pemakaian obat-obatan tertentu (kortikosteroid) dalam
jangka Panjang. Faktor lingkungan, seperti trauma, penyinaran, dan sinar
ultraviolet. Efek dari merokok dan alkohol (Gin Djing, 2006 dan Ilyas, 2006)
Menurut Tana, dkk (2007) penyakit katarak dapat disebabkan oleh
berbagai factor seperti:
a. Umur
b. Penyakit sistemik Diabetes Mellitus
c. Pemakaian steroid yang lama
d. Kelainan metabolisme bawaan
e. Pajanan kronis terhadap sinar ultra violet (sinar matahari)
f. Riwayat katarak pada keluarga
g. Myopia (rabun jauh)
h. Konsumsi alkohol
i. Nutrisi
j. Kebiasaan merokok
2.3 Jenis-jenis Katarak
a. Katarak Kortikalis
Pada awal pembentukan katarak kortikalis, terjadi perubahan komposisi
ion pada korteks lensa sehingga menyebabkan perubahan hidrasi.
Perubahan hidrasi ini akan menghasilkan celah dengan pola radiasi di
sekitar daerah ekuator dan lama kelamaan akan timbul kekeruhan di kortek
lensa. Pengaruhnya pada fungsi penglihatan tergantung pada kedekatan
opasitas dengan aksis visual.Gejala awalnya biasanya adalah penderita
merasa silau saat mencoba memfokuskan pandangan pada suatu sumber
cahaya di malam hari. Selain itu diplopia monokular juga dapat dikeluhkan
penderita. Pemeriksaan menggunakan biomikroskop slitlamp akan
mendapatkan gambaran vakuola dan seperti celah air disebabkan
degenerasi serabut lensa, serta pemisahan lamela korteks anterior atau
posterior oleh air. Gambaran Cortical-spokes seperti baji terlihat di perifer
lensa dengan ujungnya mengarah ke sentral, kekeruhan ini tampak gelap
apabila dilihat menggunakan retroiluminasi. (American Academy Of
Ophthalmology 2011-2012)
b. Katarak Nuklearis
Jenis katarak ini biasanya berkembang lambat dan terjadi bilateral,
meskipun bisa asimetris.Gejala yang paling menonjol dari katarak jenis ini
adalah kabur melihat jauh daripada melihat dekat.Katarak jenis ini sedikit
berwarna kekuningan dan menyebabkan kekeruhan di sentral. (Vaughan,
2008; American Academy of Ophthalmology, 2013)
c. Katarak subkapsularis posterior
Katarak tipe ini terletak pada lapisan korteks posterior dan biasanya selalu
aksial. Pada tahap awal biasanya katarak subkapsularis posterior ini masih
terlihat halus pada pemeriksaan slit lamp di lapisan korteks posterior,
tetapi pada tahap lebih lanjut terlihat kekeruhan granular dan seperti plak
pada korteks subkapsular posterior. Gejala yang timbul dapat berupa silau,
diplopia monokular dan lebih kabur melihat dekat dibandingkan melihat
jauh. (American Academy Of Ophthalmology 2011-2012)
2.4 Patofisiologi
Lensa yang normal dapat ditandai dengan struktur posterior iris yang
jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai daya
refraksi yang baik. Lensa tersusun dari tiga komponen anatomis. Pada daerah
tengah terdapat nukleus yang dilapisi korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nucleus mengalami opasitas atau perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas menyerupai duri di daerah
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan
bentuk katarak yang paling bermakna. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa
mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus
multipel yang memanjang dari badan silier menuju daerah di luar lensa dapat
menyebabkan distorsi penglihatan. Perubahan kimia dalam protein lensa
dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan sehingga menghambat
jalannya cahaya menuju retina, akibatnya klien mengalami gangguan
penglihatan, mulai dari gangguan penglihatan sebagian sampai kebutaan total
(Smeltzer & Bare, 2013).
2.9 Komplikasi
Menurut tamsuri (2011) komplikasi pada pasien pascaoperasi katarak
adalah:
a. Peningkatan tekanan intraocular
Peningkatan tekanan intraokular dapat ditandai dengan adanya kemerahan
pada mata, mual, bersin, muntah, batuk-batuk dan nyeri pinggang.
b. Infeksi pascaoperasi
Perawat mengobservasi adanya kemerahan pada mata, tajam penglihatan,
adanya fotofobia dan pengeluaran air mata. Observasi cairan yang keluar
apakah berbentuk krim yang berwarna putih, kering, dan pekat.
c. Perdarahan
Hal ini dapat disebabkan oleh adanya pengeluaran darah dari intraocular
akibat tidak sempurnanya pengobatan seperti adanya perlukaan pada
jaringan, ketidakadekuatan jahitan luka, adanya trauma, dan meningkatnya
tekanan intraokular.
d. Ablasio retina
Hal ini dapat terjadi setelah dilakukan pembedahan katarak. Yang menjadi
masalah adalah meningkatnya ekstraksi katarak intrakapsular, yaitu
kembalinya bagian belakang kapsula. Hal tersebut dapat diakibatkan klien
yang melakukan gerakan secara tiba tiba, vitreus (sejenis kaca) dapat
bergerak ke depan dan naik menuju ke retina, akibatnya terjadi perubahan
struktur.
2.10 Pathway
2.11
Usia lanjut dan proses Kongenital atau bisa Cedera mata Penyakit metabolic
penuaan diturunkan (misalnya DM)
Koagulasi
Mengabutkan pandangan
3.1 Pengkajian
Menurut Tamsuri (2011) ruang lingkup pengkajian pada pasien katarak antara
lain:
a. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat penyakit seperti trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid,
penyakit diabetes melitus, hipotiroid, uveitis dan glaucoma
2. Riwayat keluhan gangguan untuk mengukur stadium katarak
3. Riwayat psikososial seperti kemampuan dalam beraktifitas, kemampuan
dalam membaca, risiko jatuh dan kemampuan berkendara
b. Pengkajian Umum
1. Biodata data diri pasien terutama usia pasien
2. Gejala penyakit sistemik seperti hipotiroid dan diabetes melitus
c. Pengkajian Khusus Mata
1. Dalam pemeriksaan pelebaran pupil, ditemukan hasil adanya berkas-
berkas putih pada lensa yang menandakan kekeruhan lensa
2. Ditemukan keluhan adanya diplopia, yaitu pandangan berkabut
3. Penurunan tajam penglihatan karena myopia atau rabun jauh
4. Penyempitan bilik mata depan
5. Tanda glaucoma (akibat komplikasi)
3.3 Intervensi
1. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Tujuan: Tingkat ansietas menurun (L. 09093)
Kriteria Hasil:
a. Verbalisasi kebingungan menurun
b. Perilaku gelisah menurun
c. Perilaku tegang menurun
Intervensi:
Reduksi ansietas
a. Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. kondisi, waktu,
stressor)
2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
b. Terapeutik
1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
3) Pahami situasi yang membuat ansietas
4) Dengarkan dengan penuh perhatian
5) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
6) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamananMotivasi
mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
7) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
c. Edukasi
1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, Jika perlu
4) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
5) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6) Latih kegiatan pengelihatan untuk mengurangi ketegangan
7) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
8) Latih teknik relaksasi
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu