Disusun Oleh :
A. PENDAHULUAN
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan
Latin cataracta yang berarti air terjun, dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katar
akadalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-
duanya.1 Berbagai studi cross-sectional melaporkan bahwa prevalensi katarak
pada individu berusia 65-74 tahun ialah sebanyak 50%. Prevalensi ini
meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun.
Katarak merupakan penyakit pada usia lanjut akibat proses
penuaan,saat kelahiran (katarak kongenital) dan dapat juga berhubungan
dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid dalam
jangka panjang, adanya penyakit sistemik seperti diabetes atau
hipoparatiroidisme (Tamsuri, 2010).
Pembentukan katarak ditandai adanya sembablensa, perubahan
protein, nekrosis, dan terganggunya keseimbangan normal serabut-serabut
lensa. Kekeruhan lensa ini juga mengakibatkan lensa transparan sehingga
pupil akan berwarna putih atau abu-abu, yang mana dapat ditemukan pada
berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus. Katarak dapat
mengakibatkan bermacam-macam komplikasi pada penyakit mata seperti
glaukomaablasio, uveitis, retinitis pigmentosa, dan kebutaan (Ilyas, 2010)
World Health Organization (WHO) mengumpulkan data kebutaan dan
gangguan. penglihatan yang ditetapkan melalui Global Action Plan(GAP)
2014-2019 merupakan survey berbasis populasi untuk penderita kebutaan dan
gangguan penglihatan dan layanan perawatan mata pada orang-orang berusia
50 tahun keatas. Hasil survey ini melalui Rapid Assessment of Avoidable
Blindness (RAAB) memberikan hasil prevalensi kebutaan sekitar 85%
terdapat pada usia 50 tahun. Hasil survey ini juga menemukan bahwa
gangguan penglihatan tersebut penyebab utamanya adalah output dan kualitas
layanan
Kebutaan di Indonesia merupakan bencana Nasional. Sebab kebutaan
menyebabkan kualitas sumber daya manusia rendah. Hal ini berdampak pada
kehilangan produktifitas serta membutuhkan biaya untuk rehabilitasi dan
pendidikan orang buta. Berdasarkan hasil survey nasional tahun 1993- 1996
angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 %. Angka ini menempatkan
Indonesia pada urutan pertama dalam masalah kebutaan di Asia dan nomor
dua di dunia pada masa itu.
B. PENGERTIAN
Katarak adalah keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau
bahan lensa di dalam kapsul lensa (Ilyas, 1998) Katarak adalah proses
terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya
akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun
(Doenges, 2000).
Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat
kedua - duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.(kapita
selekta. jilid satu.2001).
Katarak menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak
merupakan keadaan patologi lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi
cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti
tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan
lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000).
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang
mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di
dalam mata, seperti melihat air terjun. Katarak adalah kekeruhan pada lensa
tanpa nyeri yang berangsur - angsur penglihatan kabur akhirnya tidak dapat
menerima cahaya (Barbar C. Long, 1996)
C. ANATOMI FISIOLOGI
Lensa merupakan salah satu media refraksi pada mata yang sangat
penting dan berfungsi memfokuskan gambar pada retina. Total kekuatan
refraktif sekitar 10-20 Dioptri bergantung pada akomodasi tiap individu.
Lensa merupakan sruktur transparan, bikonveks seperticakram. Ketebalan
lensa sekitar 4 mm. Pada orang dewasa berat lensa sekitar 220 mg. Posisinya
disebelah posterior iris dan disangga oleh serat-serat zonula yang berasal dari
corpus cilliare. Serat-serat ini menyisip kebagian ekuator kapsullensa. Kapsul
lensa adalah suatu mebran basalis yang mengelilingi substansi lensa. Sel-sel
epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan terus
berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa
yang lebih tua dipampatkan ke nucleus sentral. Serat-serat muda yang kurang
padat, di sekeliling nucleus menyusun korteks lensa.
Lensa merupakan struktur yang avascular dan tidak mempunyai
persyarafan. Sehingga lensa bergantung sepenuhnya pada aqueous humor
untuk memnuhi kebutuhan metabolic dan membuang zat sisa. Metabolisme
lensa bersifat anaerob akibat rendahnya kadar oksigen terlarut dalam aqueous.
Lapisan epithelium lensa yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan
mengatur transportasi nutrien, mineral dan air kedalam lensa melalui “pump-
leak system”. Sistem ini memperbolehkan terjadinya transportasi aktif
natrium, klorida, kalsium dan asam amino dari aqueous humor kedalam lensa.
Sedangkan perpindahan pada bagian kapsul lensa posterior melalui difusi
pasif. Proses keseimbangan transportasi ini penting bagi transparansi lensa.
Kandungan air yang dimiliki lensa harus stabil. Kandungan air yang dimiliki
oleh lensa akan semakin menurun seiring dengan pertambah manusia, hal ini
berbanding terbalik dengan kandungan protein lensa tidak larut air yang
semakin meningkat. Sehingga lensa pada usia tua menjadi lebih keras, kurang
elastic dan kurang transparan. Proses ini terjadi hampir 95% pada orang tua
usia diatas 65 tahun. Lensa yang keruh akan memperlihatkan pupil berwarna
putih atau abu-abu.
sumber:https://www.academia.edu/11587342/Makalah_AskepKatarak
D. ETIOLOGI
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Faktor-faktor yang dapat
memicu timbulnya penyakit katarak, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Penyakit sistemik seperti peradangan dan metabolik, misalnya diabetes
melitus, dislpidemia.
b. Kekurangan vitamin A, B1, B2 dan C.
c. Riwayat keluarga dengan katarak
d. Penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu
e. Pembedahan mata
f. Pemakaian obat-obatan tertentu (kortikosteroid) dalam jangka panjang
g. Faktor lingkungan, seperti trauma, penyinaran, dan sinar ultraviolet.
h. Efek dari merokok dan alkohol
(Gin Djing, 2006 dan Ilyas, 2006)
E. PATOFISIOLOGI
Menurut Kowalak (2003), patofoiologi katarak dapat bervariasi
menurut masing-masing bentuk katarak. Katarak senilis memperlihatkan
bukti adanya agregasi protein, cedera oksidatif dan peningkatan pigmentasi di
bagian tengah lensa, selain itu pada katarak traumatika dapat terjadi inflamasi
atau fagositosis lensa ketika lensa mata mengalami rupture (Kowalak, 2003).
Sedangkan mekanisme katarak komplikasi bervariasi menurut proses
penyakitnya, sebagai contoh pada penyakit diabetes mellitus akan terjadi
peningkatan kadar glukosa dalam lensa yang kemudian menyebabkan lensa
mata menyerap air (Kowalak, 2011) sedangkan katarak kongenital merupakan
bentuk yang memberikan tantanggan khusus.
Menurut Istiqomah (2003), lensa mata berisi 65% air, sisanya berupa
protein dan mineral penting. Katarak terjadi pada saat penurunan ambilan
oksigen dan penurunan air. Dilain sisi terjadi peningkatan kadar kalsium dan
berubahnya protein larut menjadi tidak dapat larut. Pada kondisi tersebut akan
menyebabkan gangguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan
metabolisme ini akan mengakibatkan perubahan kandungan bahan-bahan
yang ada di dalam lensa. Perubahan inilah yang pada akhirnya menyebabkan
kekeruhan lensa.Kekeruhan dapat berkembang sampai di berbagai bagian
lensa atau kapsulnya.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Uji laboratorium kultur dan smear kornea atau konjungtiva dapat
digunakan untuk mendiagnosa tentang infeksi. (Muttaqin dan Sari, 2009)
Slitlamp memungkinkan dapat digunakan untuk pemeriksaan struktur anterior
mata dalam gambaran mikroskopis. Dalam pemeriksaan mata yang
komprehensif perlu dilakukan pengkajian TIO (Tekanan Intra Okuler). Alat
yang dapat digunakan untuk mengukur TIO yaitu tonometer schiotz.
Pengukuran ini hanya dilakukan pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun.
Oftalmoskopi juga dapat digunakan untuk pemeriksaan mata bagian dalam.
sumber : http://eprints.ums.ac.id/25664/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
G. PENATALAKSANAAN
3. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari
jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal .. bulan .. tahun .. jam .. di ruang ..
pengkajian didapat melalui wawancara dengan pasien, keluarga dan melalui
data status pasien.
1. Identitas
Identitas pasien bernama Ny. N, berumur 68 tahun, jenis kelamin
perempuan, bersuku bangsa sunda, beragama Islam, status kawin,
pendidikan terakhir SD, Ny. N tidak bekerja, suami bekerja sebagai
petani, Ny. N saat ini tinggal di ciwidey RT 13 RW3, Bandung, Jawa
Barat
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama Mata tidak dapat digunakan untuk melihat dengan
baik, pandangan kabur tidak jelas, terlihat silau dan kemerah-merahan.
b. Riwayat penyakit sekarang Pasien mengungkapkan bahwa kondisi
matanya tidak dapat digunakan untuk melihat dengan jelas terutama
pada mata sebelah kanan. Yang terlihat hanya samar-samar dan warna
kemerah-merahan dan tak jelas. Hal ini dirasakan pasien sejak 6 bulan
yang lalu.
2) ANALISA DATA
DO :
DO :
Intervensi :
Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan aktifitas dan pembalutan mata.
R/ Meningkatkan kerjasama dan pembatasan yang diperlukan.
Tempatkan klien pada tempat tidur yang rendah dan ajurkan untuk
membatasi pergerakan mendadak atau tiba-tiba serta menggerakan kepala
berlebih.
R/ Istirahat mutlak diberikan hanya beberapa menit hingga satu atau dua
jam paska operasi atau satu malam jika ada komplikasi.
Bantu aktifitas selama fase istirahat.
R/ Mencegah atau menurunkan resiko komplikasi cedera.
Ajarkan klien untuk menghindari tindakan yang dapat menyebabkan
cedera.
R/ Tindakan yang dapat meningkatkan TIO dan menimbulkan kerusakan
struktur mata paska operasi:
– Mengejan (valsalva maneuver)
– Menggerakan kepala mendadak
– Membungkuk terlalu lama
– Batuk
Amati kondisi mata : luka menonjol, bilik mata depan menonjol, nyeri
mendadak setiap 6 jam pada awal operasi atau seperlunya.
R/ Berbagai kondisi seperti luka menonjol, bilik mata menonjol, nyeri
mendadak, hyperemia serta hipopion mungkin menunjukan cedera mata
paska operasi.Apabila pandangan melihat benda mengapung (floater) atau
tempat gelap mungkin menujukan ablasio retina.
4. Dx. 4 Tujuan : Kriteria hasil : –
Nyeri yang Setelah dilakukan Klien mendemonstrasikan
berhubungan tindakan tehnik penurunan nyeri.
dengan luka keperawatan selama – Klien melaporkan nyeri
pasca operasi. 3×24 jam nyeri berkurang atau hilang.
berkurang, hilang
dan terkontrol.
Intervensi :
Kaji derajat nyeri setiap hari.
R/ Normalnya nyeri terjadi dalam waktu kurang dari lima hari setelah
operasi dan berangsur menghilang. Nyeri dapat meningkat karena
peningkatan TIO 2-3 hari paska operasi.Nyeri mendadak menunjukan
peningkatan TIO massif.
Anjurkan untuk melaporkan perkembangan nyeri setiap hari atau segera
saat terjadi peningkatan nyeri mendadak.
R/ Meningkatkan kolaborasi ; memberikan rasa aman untuk peningkatan
dukungan psikologis.
Anjurkan klien untuk tidak melakukan gerakan tiba-tiba yang dapat
memprovokasi nyeri.
R/ Beberapa kegiatan klien dapat meningkatkan nyeri seperti gerakan tiba-
tiba, membungkuk, mengucek mata, batuk, mengejan.
Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
R/ Menurunkan ketegangan, mengurangi nyeri.
Lakukan tindakan kolaboratif untuk pemberian analgesic topical atau
sistemik.
R/ Mengurangi nyeri dengan meningkatkan ambang nyeri.