Anda di halaman 1dari 19

TUGAS

Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah matrikulasi

Disusun Oleh :

Andiya Marini Reawaruw


Bernadus Beteng
Feren
Mirawati Mahu

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan
Latin cataracta yang berarti air terjun, dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katar
akadalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-
duanya.1 Berbagai studi cross-sectional melaporkan bahwa prevalensi katarak
pada individu berusia 65-74 tahun ialah sebanyak 50%. Prevalensi ini
meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun.
Katarak merupakan penyakit pada usia lanjut akibat proses
penuaan,saat kelahiran (katarak kongenital) dan dapat juga berhubungan
dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid dalam
jangka panjang, adanya penyakit sistemik seperti diabetes atau
hipoparatiroidisme (Tamsuri, 2010).
Pembentukan katarak ditandai adanya sembablensa, perubahan
protein, nekrosis, dan terganggunya keseimbangan normal serabut-serabut
lensa. Kekeruhan lensa ini juga mengakibatkan lensa transparan sehingga
pupil akan berwarna putih atau abu-abu, yang mana dapat ditemukan pada
berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus. Katarak dapat
mengakibatkan bermacam-macam komplikasi pada penyakit mata seperti
glaukomaablasio, uveitis, retinitis pigmentosa, dan kebutaan (Ilyas, 2010)
World Health Organization (WHO) mengumpulkan data kebutaan dan
gangguan. penglihatan yang ditetapkan melalui Global Action Plan(GAP)
2014-2019 merupakan survey berbasis populasi untuk penderita kebutaan dan
gangguan penglihatan dan layanan perawatan mata pada orang-orang berusia
50 tahun keatas. Hasil survey ini melalui Rapid Assessment of Avoidable
Blindness (RAAB) memberikan hasil prevalensi kebutaan sekitar 85%
terdapat pada usia 50 tahun. Hasil survey ini juga menemukan bahwa
gangguan penglihatan tersebut penyebab utamanya adalah output dan kualitas
layanan
Kebutaan di Indonesia merupakan bencana Nasional. Sebab kebutaan
menyebabkan kualitas sumber daya manusia rendah. Hal ini berdampak pada
kehilangan produktifitas serta membutuhkan biaya untuk rehabilitasi dan
pendidikan orang buta. Berdasarkan hasil survey nasional tahun 1993- 1996
angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 %. Angka ini menempatkan
Indonesia pada urutan pertama dalam masalah kebutaan di Asia dan nomor
dua di dunia pada masa itu.

B. PENGERTIAN
Katarak adalah keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau
bahan lensa di dalam kapsul lensa (Ilyas, 1998) Katarak adalah proses
terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya
akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun
(Doenges, 2000).
Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat
kedua - duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.(kapita
selekta. jilid satu.2001).
Katarak menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak
merupakan keadaan patologi lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi
cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti
tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan
lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000).
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang
mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di
dalam mata, seperti melihat air terjun. Katarak adalah kekeruhan pada lensa
tanpa nyeri yang berangsur - angsur penglihatan kabur akhirnya tidak dapat
menerima cahaya (Barbar C. Long, 1996)
C. ANATOMI FISIOLOGI

sumber gambar : http://scholar.unand.ac.id/5404/2/bab%201.pdf

Lensa merupakan salah satu media refraksi pada mata yang sangat
penting dan berfungsi memfokuskan gambar pada retina. Total kekuatan
refraktif sekitar 10-20 Dioptri bergantung pada akomodasi tiap individu.
Lensa merupakan sruktur transparan, bikonveks seperticakram. Ketebalan
lensa sekitar 4 mm. Pada orang dewasa berat lensa sekitar 220 mg. Posisinya
disebelah posterior iris dan disangga oleh serat-serat zonula yang berasal dari
corpus cilliare. Serat-serat ini menyisip kebagian ekuator kapsullensa. Kapsul
lensa adalah suatu mebran basalis yang mengelilingi substansi lensa. Sel-sel
epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan terus
berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa
yang lebih tua dipampatkan ke nucleus sentral. Serat-serat muda yang kurang
padat, di sekeliling nucleus menyusun korteks lensa.
Lensa merupakan struktur yang avascular dan tidak mempunyai
persyarafan. Sehingga lensa bergantung sepenuhnya pada aqueous humor
untuk memnuhi kebutuhan metabolic dan membuang zat sisa. Metabolisme
lensa bersifat anaerob akibat rendahnya kadar oksigen terlarut dalam aqueous.
Lapisan epithelium lensa yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan
mengatur transportasi nutrien, mineral dan air kedalam lensa melalui “pump-
leak system”. Sistem ini memperbolehkan terjadinya transportasi aktif
natrium, klorida, kalsium dan asam amino dari aqueous humor kedalam lensa.
Sedangkan perpindahan pada bagian kapsul lensa posterior melalui difusi
pasif. Proses keseimbangan transportasi ini penting bagi transparansi lensa.
Kandungan air yang dimiliki lensa harus stabil. Kandungan air yang dimiliki
oleh lensa akan semakin menurun seiring dengan pertambah manusia, hal ini
berbanding terbalik dengan kandungan protein lensa tidak larut air yang
semakin meningkat. Sehingga lensa pada usia tua menjadi lebih keras, kurang
elastic dan kurang transparan. Proses ini terjadi hampir 95% pada orang tua
usia diatas 65 tahun. Lensa yang keruh akan memperlihatkan pupil berwarna
putih atau abu-abu.
sumber:https://www.academia.edu/11587342/Makalah_AskepKatarak

D. ETIOLOGI
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Faktor-faktor yang dapat
memicu timbulnya penyakit katarak, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Penyakit sistemik seperti peradangan dan metabolik, misalnya diabetes
melitus, dislpidemia.
b. Kekurangan vitamin A, B1, B2 dan C.
c. Riwayat keluarga dengan katarak
d. Penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu
e. Pembedahan mata
f. Pemakaian obat-obatan tertentu (kortikosteroid) dalam jangka panjang
g. Faktor lingkungan, seperti trauma, penyinaran, dan sinar ultraviolet.
h. Efek dari merokok dan alkohol
(Gin Djing, 2006 dan Ilyas, 2006)
E. PATOFISIOLOGI
Menurut Kowalak (2003), patofoiologi katarak dapat bervariasi
menurut masing-masing bentuk katarak. Katarak senilis memperlihatkan
bukti adanya agregasi protein, cedera oksidatif dan peningkatan pigmentasi di
bagian tengah lensa, selain itu pada katarak traumatika dapat terjadi inflamasi
atau fagositosis lensa ketika lensa mata mengalami rupture (Kowalak, 2003).
Sedangkan mekanisme katarak komplikasi bervariasi menurut proses
penyakitnya, sebagai contoh pada penyakit diabetes mellitus akan terjadi
peningkatan kadar glukosa dalam lensa yang kemudian menyebabkan lensa
mata menyerap air (Kowalak, 2011) sedangkan katarak kongenital merupakan
bentuk yang memberikan tantanggan khusus.

Tamsuri (2003) mengungkapkan bahwa secara kimiawi pembentukan


katarak ditandai dengan berkurangnya ambilan oksigen dan bertambahnya
kandungan air yang kemudian diikuti dengan dehidrasi. Kandungan natrium
dan kalsium bertambah, sedangkan kalium, asam askorbat serta protein
menjadi berkurang.

Menurut Istiqomah (2003), lensa mata berisi 65% air, sisanya berupa
protein dan mineral penting. Katarak terjadi pada saat penurunan ambilan
oksigen dan penurunan air. Dilain sisi terjadi peningkatan kadar kalsium dan
berubahnya protein larut menjadi tidak dapat larut. Pada kondisi tersebut akan
menyebabkan gangguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan
metabolisme ini akan mengakibatkan perubahan kandungan bahan-bahan
yang ada di dalam lensa. Perubahan inilah yang pada akhirnya menyebabkan
kekeruhan lensa.Kekeruhan dapat berkembang sampai di berbagai bagian
lensa atau kapsulnya.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Uji laboratorium kultur dan smear kornea atau konjungtiva dapat
digunakan untuk mendiagnosa tentang infeksi. (Muttaqin dan Sari, 2009)
Slitlamp memungkinkan dapat digunakan untuk pemeriksaan struktur anterior
mata dalam gambaran mikroskopis. Dalam pemeriksaan mata yang
komprehensif perlu dilakukan pengkajian TIO (Tekanan Intra Okuler). Alat
yang dapat digunakan untuk mengukur TIO yaitu tonometer schiotz.
Pengukuran ini hanya dilakukan pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun.
Oftalmoskopi juga dapat digunakan untuk pemeriksaan mata bagian dalam.
sumber : http://eprints.ums.ac.id/25664/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf

G. PENATALAKSANAAN

Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat


dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih
terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak
diperlukan tindakan operasi.

Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk


memperbaiki lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan
tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa
menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari.Operasi katarak dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata
lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut
juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga
mata bisa fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga
mata bisa fokus pada objek jauh
3. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier
ke saraf optikus di bagian belakang mata.

Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan


yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut
koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan
glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat
setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko
operasi yang mungkin terjadi.Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan
bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.
( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)

Indikasi dilakukannya operasi katarak :

1. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam


melakukan rutinitas pekerjaan.

2. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma

3. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari
jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60.

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:

1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction) yaitu dengan mengangkat


semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun1960 hanya itulah
teknik operasi yg tersedia.

2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni:

1) Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan


lensa secara manual setelah membuka kapsul lensa.Tentu saja
dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
2) Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru
dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus
sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3
mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal
atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening
mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat
minimal,sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan
(Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa
buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara
permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil ini hanya
memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pasca operasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik
jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa
minggu, ketika bekas insisitelah sembuh. Rehabilitasi visual dan
peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien
akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarakdekat meski tidak
dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa
intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi
sedang dalam tahap pengembangan.
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata
atau masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak
cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun
pasca operasi juga sangat jarang terjadi.Kapsul/selaput dimana lensa
intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi
katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk
membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali
menjadi jelas

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal .. bulan .. tahun .. jam .. di ruang ..
pengkajian didapat melalui wawancara dengan pasien, keluarga dan melalui
data status pasien.
1. Identitas
Identitas pasien bernama Ny. N, berumur 68 tahun, jenis kelamin
perempuan, bersuku bangsa sunda, beragama Islam, status kawin,
pendidikan terakhir SD, Ny. N tidak bekerja, suami bekerja sebagai
petani, Ny. N saat ini tinggal di ciwidey RT 13 RW3, Bandung, Jawa
Barat
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama Mata tidak dapat digunakan untuk melihat dengan
baik, pandangan kabur tidak jelas, terlihat silau dan kemerah-merahan.
b. Riwayat penyakit sekarang Pasien mengungkapkan bahwa kondisi
matanya tidak dapat digunakan untuk melihat dengan jelas terutama
pada mata sebelah kanan. Yang terlihat hanya samar-samar dan warna
kemerah-merahan dan tak jelas. Hal ini dirasakan pasien sejak 6 bulan
yang lalu.

2) ANALISA DATA

NO. DATA PENUNJANG PROBLEM ETIOLOGI


Gangguan rasa Peningkatan
1. DS :
nyaman : nyeri TIO
–  Klien mengatakan nyeri
meningkat

–  Klien mengatakan peningkatan


nyeri pertama kali dirasakan  pada
saat berdiri dari sujud pada sholat
subuh

DO :

– Klien Post Operasi katarak 2


hari yang lalu

– Pada pemeriksaan fisik


didapatkan lekokorea pada lensa
mata kiri
Resiko cidera Peningkatan
2. DS :
TIO,
– Klien mengatakan nyeri perdarahan
meningkat intaokuler,
kehilangan
– Klien mengatakan peningkatan vitreus
nyeri pertama kali dirasakan  pada
saat berdiri dari sujud pada sholat
subuh

DO :

– Pada pemeriksaan fisik


didapatkan lekokorea pada lensa
mata kiri

– Tidak didapatkan riw.diabetes,


hipertensi dan penyakit jantung

– Klien mengalami batuk dan


bersin pada waktu bangun pagi

– Klien Post Operasi katarak 2


hari yang lalu
3) DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Kriteria Intervensi Rasional


hasil

1. Hambatan Hambatan NOC: NIC: Fall prevention


berjalan berjalan 1. Mengetahui kebiasaan-kebiasaan
Fall prevention 1. Identifikasi kebiasaan dan
berhubunga akan klien yang berpotensi
behaviour faktor-faktor yang
n dengan dapat mengakibatkan jatuh pada klien
mengakibatkan risiko jatuh
adanya dikontrol Indikator: 2. Mengetahui penyebab jatuh klien
2. Kaji riwayat jatuh pada klien
gangguan oleh klien agar untuk selanjutnya dapat
a. Penggunaan dan keluarga
penglihatan setelah dihindari
alat bantu 3. Identifikasi karakteristik
(katarak) diberikan 3. Memodifikasi lingkungan yang
dengan benar lingkungan yang dapat
intervensi berisiko menyebabkan jatuh klien
b. Tidak ada meningkatkan terjadinya risiko
keperawat
penggunaan jatuh (lantai licin)
an selama
karpet 4. Sediakan alat bantu (tongkat,
1x24 jam 4. Membantu klien untuk berjalan,
c. Hindari walker)
agar dapat menghindari benda
barang- 5. Ajarkan cara penggunaan alat
yang menghalangi klien ketika
barang bantu (tongkat atau walker) berjalan
berserakan di 6. Instruksikan pada klien untuk 5. Agar klien dapat menggunakan
lantai meminta bantuan ketika alat bantu dengan tepat
melakukan perpindahan, joka 6. Bantuan dibutuhkan klien untuk
diperlukan melakukan mobilitas karena
7. Ajarkan pada keluarga untuk terganggunya penglihatan klien
menyediakan lantai rumah yang karena katarak
tidak licin 7. Lantai rumah yang licin dapat
8. Ajarkan pada keluarga untuk mengakibatkan klien tergelincir
meminimalkan risiko terjadinya dan jatuh
jatuh pada pasien 8. Keluarga juga harus berperan serta
dalam meminimalkan risiko
terjadinya jatuh pada klien
2. Ansietas Ansietas NIC: Anxiety NIC: Anxiety reduction
berhubunga klien self control
1. Berikan informasi faktual
n dengan berkurang 1. Agar klien dapat memperoleh
Indikator: meliputi dignosa, prognosis, dan
stress setelah informasi yang sesuai fakta
terapi sesuai kondisi klien
situasional dilakukan 1. mencari
2. Dampingi klien untuk
akibat perawatan informasi 2. Pendampingan bertujuan agar klien
mengurangi ketakutan klien
prosedur 1x24 jam untuk tidak merasa sendiri sehingga
medis mengurangi 3. Kaji respon kecemasan verbal menimbulkan ketakutan
ansietas maupun non verbal klien 3. Respon kecemasan digunakan
2. menggunaka untuk mengetahui adanya
n koping 4. Gunakan komunikasi terapeutik perubahan emosi pada klien
yang efektif dan pendekatan yang baik pada 4. Komunikasi terapeutik untuk
3. mengontrol klien membina hubungan saling percaya
respon dan mengurangi kecemasan klien
ansietas 5. Berikan terapi nonfarmakologis akan terapi
4. menggunaka untuk mengurangi ansietas klien 5. Terapi non farmakologis digunakan
n teknik untuk membuat klien nyaman
relaksasi 6. Kolaborasi dengan tim medis sekaligus mengurangi kecemasan
untuk terkait pemberian obat untuk yang dialami klien
mengurani menurunkan kecemasan klien 6. Obat-obatan digunakan jika
ansietas kecemasan klien meningkat dan
mengganggu kehidupan klien.
Sumber : http://www.academia.edu27285413/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_PASIEN_DENGAN_KATARA
4) PERENCANAAN INTERVENSI

1. Dx : Penurunan Tujuan               : Kriteria hasil        Klien


persepsi Setelah dilakukan mengidentifikasikan
sensori : tindakan keperawatan faktor-faktor yang
penglihatan selama 3×24 mempengaruhi    fungsi
yang jam              klien penglihatan.
berhubungan melaporkan atau Klien mengidentifikasi
dengan memeragakan dan menunjukan pola-
penurunan tajam kemampuan yang lebih pola alternative untuk
penglihatan dan baik untuk proses meningkatkan
kejelasan rangsang penglihatan penerimaan rangsang
penglihatan. dan penglihatan.
mengkomunikasikan
perubahan visual.
Intervensi     :
Kaji ketajaman penglihatan klien.
R/ Mengidentifikasi kemampuan visual klien.
Identifikasi alternative untuk optimalisasi sumber rangsangan.
R/ Memberikan keakuratan penglihatan dan perawatanya.
Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi penglihatan :
– Orientasikan klien terhadap ruang rawat.
– Letakan alat yang sering digunakan di dekat klien atau pada sisi mata
yang lebih sehat.
– Berikan pencahayaan cukup.
– Letakan alat di tempat yang tepat.
– Hindari cahaya menyilaukan.
– Anjurkan penggunaan alternative rangsang lingkungan yang dapat
diterima: auditorik, taktil.
R/ Meningkatkan kemampuan persepsi sensori.

2. Dx. 2 Tujuan                 : Kriteria hasil        : –


Ansietas yang Setelah dilakukan Klien mengungkapkan
berhubungan tindakan keperawatan kecemasan hilang atau
dengan kurang selama 3×24 minimal.
pengetahuan jam                 tidak –  Klien berpartisipasi
tentang kejadian terjadi kecemasan. dalam persiapan
operasi. operasi.
Intervensi     :
Jelaskan gambaran kejadian pre dan paska operasi, manfaat operasi, dan
sikap yang harus dilakukan klien selama masa operasi.
R/ Meningkatkan pemahaman tentang gambaran operasi untuk
menurunkan ansietas.
Jawab pertanyaan khusus tentang pembedahan.
R/ Meningkatkan kepercayaan dan kerjasama.
Berikan waktu untuk mengekspresikan perasaan.
R/ Berbagi perasaan membantu menurunkan tegangan.
Informasikan bahwa perbaikan penglihatan tidak terjadi secara langsung,
tetapi bertahap sesuai penurunan bengkak pada mata dan perbaikan
kornea.
R/ Informasi tentang perbaikan penglihatan bertahap diperlukan untuk
mengantisipasi depresi atau kekecewaan setelah fase operasi dan
memberikan harapan akan hasil operasi.

3. Dx. 3 Tujuan  : Kriteria hasil  :


Resiko cedera yang Setelah dilakukan – Klien dapat
berhubungan tindakan menyebutkan faktor
dengan keperawatan yang menyebabkan
peningkatan selama 3×24 jam cedera.
tekanan intraocular tidak terjadi cedera – Klien tidak
(TIO), perdarahan, mata pasca operasi. melakukan aktivitas
kehilangan yang meningkatkan
vitreous. resiko             cedera.

Intervensi   :
Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan aktifitas dan pembalutan mata.
R/ Meningkatkan kerjasama dan pembatasan yang diperlukan.
Tempatkan klien pada tempat tidur yang rendah dan ajurkan untuk
membatasi pergerakan mendadak atau tiba-tiba serta menggerakan kepala
berlebih.
R/ Istirahat mutlak diberikan hanya beberapa menit hingga satu atau dua
jam paska operasi atau satu malam jika ada komplikasi.
Bantu aktifitas selama fase istirahat.
R/ Mencegah atau menurunkan resiko komplikasi cedera.
Ajarkan klien untuk menghindari tindakan yang dapat menyebabkan
cedera.
R/ Tindakan yang dapat meningkatkan TIO dan menimbulkan kerusakan
struktur mata paska operasi:
–          Mengejan (valsalva maneuver)
–          Menggerakan kepala mendadak
–          Membungkuk terlalu lama
–          Batuk
Amati kondisi mata : luka menonjol, bilik mata depan menonjol, nyeri
mendadak setiap 6 jam pada awal operasi atau seperlunya.
R/ Berbagai kondisi seperti luka menonjol, bilik mata menonjol, nyeri
mendadak, hyperemia serta hipopion mungkin menunjukan cedera mata
paska operasi.Apabila pandangan melihat benda mengapung (floater) atau
tempat gelap mungkin menujukan ablasio retina.
4. Dx. 4 Tujuan                    : Kriteria hasil          : –
Nyeri yang Setelah dilakukan Klien mendemonstrasikan
berhubungan tindakan tehnik penurunan nyeri.
dengan luka keperawatan selama – Klien melaporkan nyeri
pasca operasi. 3×24 jam     nyeri berkurang atau hilang.
berkurang, hilang
dan terkontrol.
Intervensi   :
Kaji derajat nyeri setiap hari.
R/ Normalnya nyeri terjadi dalam waktu kurang dari lima hari setelah
operasi dan berangsur menghilang. Nyeri dapat meningkat karena
peningkatan TIO 2-3 hari paska operasi.Nyeri mendadak menunjukan
peningkatan TIO massif.
Anjurkan untuk melaporkan perkembangan nyeri setiap hari atau segera
saat terjadi peningkatan nyeri mendadak.
R/ Meningkatkan kolaborasi ; memberikan rasa aman untuk peningkatan
dukungan psikologis.
Anjurkan klien untuk tidak melakukan gerakan tiba-tiba yang dapat
memprovokasi nyeri.
R/ Beberapa kegiatan klien dapat meningkatkan nyeri seperti gerakan tiba-
tiba, membungkuk, mengucek mata, batuk, mengejan.
Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
R/ Menurunkan ketegangan, mengurangi nyeri.
Lakukan tindakan kolaboratif untuk pemberian analgesic topical atau
sistemik.
R/ Mengurangi nyeri dengan meningkatkan ambang nyeri.

5. Dx. 5 Tujuan  : Kriteria hasil  :


Gangguan Setelah dilakukan – Klien mendapatkan
perawatan diri yang tindakan bantuan parsial dalam
berhubungan keperawatan selama pemenuhan kebutuhan
dengan penurunan 3×24 jam kebutuhan diri.
penglihatan, perawatan diri klien –       Klien
pembatasan terpenuhi. memeragakan perilaku
aktivitas pasca perawatan diri secara
operasi. bertahap.
Intervensi   :
Terangkan pentingnya perawatan diri dan pembatasan aktivitas selama fase
paska operasi.
R/ Klien dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur pada 2-3 jam pertama
paska operasi atau 12 jam jika ada komplikasi. Selama fase ini, bantuan
total diperlukan bagi klien.
Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
R/ Memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Secara bertahap, libatkan klien dalam memenuhi kebutuhan diri.
R/  Upaya melibatkan klien dalam aktivitas perawatan dirinya dilakukan
bertahap dengan berpedoman pada prinsip bahwa aktivitas tidak memicu
peningkatan TIO dan menyebabkan cedera mata. Kontrol klinis dilakukan
dengan menggunakan indicator nyeri mata pada saat melakukan
aktivitas.Umumnya 24 jam paska operasi, individu boleh melakukan
aktivitas perawatan diri.

6. Dx. 6 Tujuan                    : Kriteria hasil          : –


Resiko Setelah dilakukan Klien mampu
ketidakefektifan tindakan keperawatan mengidentifikasi
penatalaksanaan selama 3×24 jam kegiatan keperawatan
regimen terapeutik perawatan rumah rumah (lanjutan) yang
yang berhubungan berjalan efektif. diperlukan.
dengan kurang –   Keluarga
pengetahuan, menyatakan siap
kurang sumber untuk mendampingi
pendukung. klien dalam
melakukan
perawatan.
Intervensi   :
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan paska hospitalisasi.
R/ Sebagai modalitas dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang
perawatan di rumah.
Terangkan aktivitas yang diperbolehkan dan dihindari (minimal untuk 1
minggu) untuk mencegah komplikasi post operasi.
R/ Aktivitas yang diperbolehkan :
–  Menonton televise, membaca tetapi jangan terlalu lama.
–  Mengerjakan aktivitas biasa (ringan dan sedang).
–  Mandi waslap, selanjutnya dengan bak mandi atau pancuran (dengan
bantuan).
– Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi, condongkan
kepala sedikit kebelakang saat mencuci rambut.
– Tidur dengan perisai atau pelindung mata logam pada malam hari,
mengenakan kacamata pada siang hari.
–  Aktivitas dengan duduk.
–  Mengenakan kaca mata hitam untuk kenyamanan.
–  Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai.
R/  Aktivitas yang dihindari :
–  Tidur pada sisi yang sakit.
–  Menggosok mata, menekan kelopak mata.
–  Mengejan saat defekasi.
–  Memakai sabun mendekati mata.
–  Mengangkat benda lebih dari 7 kg.
–  Melakukan hubungan seks.
–  Mengendarai kendaraan.
–  Batuk, bersin, muntah.
–  Menundukan kepala sampai bawah pinggang.

Anda mungkin juga menyukai