Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Definisi

Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah

gambaran yang diproyeksikan pada retina. Katarak merupakan kerusakan yang

menyebabkan lensa mata berselaput dan keruh sehingga pandangan menjadi

kabur. (Harijono, 2012).

Katarak merupakan penyakit mata dimana mata mengalami kekeruhan pada

lensa yang diakibatkan terkumpulnya cairan di serabut lensa dan menyebabkan

pandangan menjadi kabur. (Olver & Lorraine 2011).

Katarak berasal dari bahasa Yunani Kataarrhakies yang berarti air terjun. dan

dalam bahasa Indonesia katarak berarti bular, yaitu penglihatan seperti tertutup air

terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada

lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan air) lensa, denaturasi protein

lensa akibat kedua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan

berjalan progesif ataupun dapat mengalami perubahan dalam waktu yang lama

(Tamsuri 2010).

Dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa katarak adalah

suatu keadaan dimana mata menjadi keruh akibat adanya penumpukan cairan atau
pemecahan protein pada lensa mata yang mengakibatkan pandangan menjadi

kabur sehingga mengalami penurunan ketajaman penglihatan.

2.1.2 Etiologi
Penyebab katarak yang paling umum yaitu usia tua, dihubungkan dengan

penyakit sistemik dan okular lain (diabetes, uveitis, dan riwayat bedah okular)

serta bisa juga karena obat sistemik seperti steroid dan fenotiazin, trauma dan

benda asing intraocular, radiasi pengion (sinar X, Ultra Violet), konginetal

(dominan, sporadic atau bagian suatu sindrom, metabolisme galaktosa abnormal,

hipoglikemia), serta juga karena kelainan herediter (distrofi miotonik, sindrom

Marfan, sindrom Lowe, rubela, miopi tinggi) (Olver & Lorraine 2011).

Tamsuri (2010) menyebutkan bahwa lensa keruh atau katarak dapat terjadi

akibat beberapa faktor diantaranya fisik, kimia, penyakit predisposisi, genetik dan

gangguan perkembangan, infeksi virus di masa pertumbuhan janin, serta yang

paling umum yaitu faktor usia.

2.1.3 Patofisiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut dan pada usia di atas 70

tahun, dapat diperkirakan adanya katarak dalam berbagai derajat, namun katarak

dapat juga diakibatkan oleh kelainan konginetal, atau penyulit penyakit mata

menahun.

Secara kimiawi, pembentukan katarak ditandai oleh berkurangnya ambilan

oksigen dan bertambahnya kandungan air yang kemudian diikuti dengan

dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium bertambah, sedangkan kandungan

kalium, asam askorbat, dan protein berkurang. Lensa yang mengalami katarak

tidak mengandung glutation. Usaha mempercepat atau memperlambat perubahan

kimiawi ini dengan cara pengobatan belum berhasil, dan penyebab maupupun
implikasinya tidak diketahui. Akhir-akhir ini, peran radiasi sinar ultraviolet

sebagai salah satu faktor dalam pembentukan katarak senil, tampak lebih nyata.

Penyelidikan epidemiologi menunjukan bahwa di daerah-daerah yang sepanjang

tahun selalu ada sinar matahari yang kuat, insiden kataraknya meningkat pada usia

65 tahun atau lebih. Pada pada penelitian lebih lanjut, ternyata sinar ultraviolet

memang mempunyai efek terhadap lensa. Pengobatan katarak adalah dengan

tindakan pembedahan. Setelah pembedahan, lensa diganti dengan kacamata

afakia, lensa kontak atau tanam intraocular (Tamsuri 2010).

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya

transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang

dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan

penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat 20

menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat

jalannya cahayake retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa

normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut

lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa

suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah

enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan

pasien yang menderita katarak. (Ilyas, S 2009).

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda.

Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun

kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal.

Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki

dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal,
karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan

penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya

katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok,

diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.

(Saryono 2009).

Pathway katarak :

(Ilyas Sidrata, 2009).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau

sistemik atau kelainan (katarak senil, juvenile, herediter) atau kelainan konginetal

mata. Lensa yang sedang dalam proses pembentukan katarak ditandai dengan

adanya sembab lensa, perubahan protein, nekrosis, dan terganggunya

kesinambungan normal serabut-serabut lensa. Pada umumnya, terjadinya

perubahan lensa sesuai dengan tahap perkembangan katarak. Kekeruhan lensa

pada katarak imatur (insipient) tipis. Akan tetapi, pada katarak matur
(perkembangan agak lanjut) kekeruhan lensa sudah sempurna dan agak sembab.

Jika kandungan airnya maksimal dan kapsul lensa teregang, katarak ini

dinamakan intumesens (sembab). Katarak hipermatur (katarak lanjut) ditandai

keluarnya air meninggalkan lensa yang relatif dehidrasi, sangat keruh, dan

kapsulnya keriput. Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat yang

awam sampai kekeruhanya sudah cukup padat (matur atau hipermatur) yang

menyebabkan kebutaan. Walaupun demikian, katarak stadium dini dapat dipantau

dengan oftalmoskop, lup, atau lampu celah dengan pupil yang telah dilebarkan.

Semakin padat kekeruhan lensa, semakin sulit memantau fundus okuli, sampai

akhirnya refleks fundus negatif. Pada tahap ini, katarak sudah masak dan pupilnya

tampak putih. (Jitowiyono, S & Weni, K 2010).

Tingkatan klinis terjadinya katarak dengan asumsi tidak adanya penyakit lain,

ditentukan oleh tajam penglihatan secara langsung sebanding dengan kepadatan

katarak. Pada beberapa orang, secara klinis ditemukan katarak yang bermakna,

jika diperiksa memakai oftalmoskop atau lampu celah, tetapi yang bersangkutan

masih dapat melihat cukup baik untuk kerja sehari-hari. Pada kasus lain,

penurunan tajam penglihatan tidak sebanding dengan derajat kekeruhan lensa. Hal

ini disebabkan oleh adanya distorsi bayangan karena kekeruhan sebagian lensa.

(Corwin, Elizabeth J, 2009).

Klien katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan

menurun secara progesif. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak

transparan sehingga pupil berwarna abu-abu atau putih. Pada mata, akan tampak

kekeruhan lensa dalam beragam bentuk dan tingkat. Kekeruhan ini juga

ditemukan pada berbagai lokasi dilensa seperti korteks dan nucleus. Pemeriksaan
yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan dengan lampu celah

(splitlamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, dan tonometer selain

pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainya (Tamsuri 2010).

Tanda dan gejala dari katarak menurut Nurarif & Hardhi (2015) menyebutkan:

1. Penglihatan suatu objek benda atau cahaya menjadi kabur, buram. Bayangan

benda terlihat seakan seperti bayangan semu atau seperti asap.

2. Kesulitan melihat ketika malam hari.

3. Mata terasa sensitif bila terkena cahaya.

4. Bayangan cahaya yang ditangkap seperti sebuah lingkaran.

5. Membutuhkan pasokan cahaya yang cukup terang untuk membaca atau

beraktivitas lainya.

6. Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena merasa sudah tidak

nyaman menggunakanya.

7. Warna cahaya memudar dan cenderung berubah warna saat melihat, misalnya

cahaya putih yang ditangkap menjadi cahaya kuning.

8. Jika melihat hanya dengan satu mata, bayangan benda atau cahaya terlihat

ganda.

2.1.5 Komplikasi

Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaukoma dan

uveitis. Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang

menyebabkan atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak teratasi, Jitowiyono, S &

Weni, K (2010).
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan koreksi

terbaik serta menggunakan pinhole

2. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior

3. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi

atau Schiotz

4. Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan

tetes mata Tropicanamide 0.5%. setelah pupil cukup lebar dilakukan

pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat serajat kekeruhan lensa apakah

sesuai dengan visus pasien

a. Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak

sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan. Refluks fundus masih

mudah diperoleh. Usia penderitanya biasanya kurang dari 50 tahun.

b. Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara 6/12 –

6/30, tampak nucleus mulai sedikit berawarna kekuningan. Refleks fundus

masih mudah diperoleh dan paling sering memberikan gambaran seperti

katarak subkapsularis posterior.

c. Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara 6/30 –

3/60, tampak nukleus berwarna kuning disertai kekeruhan korteks yang

berwarna keabu-abuan

d. Derajat 4: nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 – 1/60, tampak nukleus

berwarna kuning kecoklatan. Reflex fundus sulit dinilai

e. Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih jelek.

Usia penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus berawarna


kecoklatan bahkan sampai kehitaman, katarak ini sangat keras dan disebut

juga sebagai Brunescence cataract atau black cataract.

5. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan

6. Pemeriksaan penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain

pada mata selain katarak.

7. Pemeriksaan tambahan : biometri untuk mengukur power IOL jika pasien

akan dioperasi katarak dan retinometri untuk mengetahui prognosis tajam

penglihatan setelah operasi, Ilyas, S 2009

2.1.7 Penatalaksanaan

1. Pembedahan dengan membersihkan lensa mata yang keruh

2. Katarak tidak dapat dibedah dengan sinar

3. Hasil bedah katarak sangat baik, 90% pasien pasca bedah dapat

mempergunakan matanya seperti sedia kala

4. Ada dua jenis operasi katarak yakni Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)

dan Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK).

5. EKIK adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama

kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan

mudah diputus. Pada EKIK tidak akan terjasi katarak sekunder.kontraindikasi

EKIK adalah pada pasien < 40 tahun yang masih mepunyai ligament

hialoidea kapsuler. Penyulit yang sering terjadi: astigmat, glaucoma, uveitis,

endoftalmus dan perdarahan.EKIK sekarang jarang dilakukan karena

tersedianya teknik bedah yang lebih canggih.

6. EKEK adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan

pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior
sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut.

Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi linier, aspirasi dan irigasi. Penyulit

yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katark

sekunder, yakni terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang

tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari EKEK.

7. Salah satu penemuan terbaru pada EKEK adalah Fakoemulsi. Cara ini

memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan

menggunakan alat ultrasound frekwensi tinggi untuk memecah nucleus dan

korteks lensa menjadi partikel kecil yang kemudian diaspirasi melalui alat

yang sama yang juga memberikan irigasi kontinu. Dengan teknik ini waktu

penyembuhan menjadi lebih pendek dan penurunan insiden astigmatisme

pasca operasi.

8. Pada mata yang telah dikeluarkan lensanya akibat katarak, pasien akan

menggalami penglihatan yang tidak jelas dan perlu lensa pengganti dan mata

tidak dapat melihat dekat atau berakomodasi. Karena itu pasien memerlukan

sebuah lensa pengganti / koreksi. Koreksi ini dapat dilakukan dengan metode

: kaca mata apakia, lensa kontak atau implant lensa intraokuler (IOL)

9. Kaca mata apakia Keuntungan : dapat mengambil alih fungsi lensa mata yang

dikeluarkan, kaca mata merupakan alat penglihatan yang aman dan harga

yang tidak terlalu mahal.Kerugian : adanya perasaan asing sewaktu

memakainya, kaca mata terlalu tebal dan berat, benda akan terlihat

melengkungg, terlihat benda lebih besar 30% dari ukuran sesungguhnya, pada

waktu melihat harus selalu menggerakkan kepala karena melihat dengan


bagian tengah lensa, akibatnya terjadi penyempitan lapang pandangan, serta

terdapat bagian yang tidak terlihat pada lapang pandangan 40-60%.

10. Lensa kontak jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, dengan pembesaran

5% - 10%, tidak menimbulkan aberasi sferis, tak ada penurunan lapang

pandang dan tak ada keselahan orientasi spesial. Kelemahan tenik ini adalah

penyimpanan yang selamanya harus bersih dan kalau bisa steril, pemakaian

sukar pada usia lanjut dan diperlukannya ketrampilan pasien dalam hal

memasang, melepaskan dan merawat lensa kontak secara bersih.

11. IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah diimplantasi ke dalam

mata. Mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk dan ukuran normal,

menghilangkan efekoptikal lensa afakia yang menjengkelkan dan

ketidakpraktisan lensa kontak .

a. Ada beberapa bentuk IOL : Lensa bilik mata yang ditempatkan di depan iris

dengan kaki penyokongnya bersandar pada sudut bilik mata

b. Lensa dijepit pada iris yang kakinya tidak terletak pada sudut bilik mata

c. Lensa bilik mata belakang yang diletakkan pada kedudukan lensa normal di

belakang iris. (Saryono, 2009).

2.2 Konsep Kebutuhan Aktivitas dan Mobilisasi

2.2.1 Pengertian Aktivitas

Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia

memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan seseorang

untuk melakukan suatu aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja merupakan

salah satu dari tanda kesehatan individu tersebut dimana kemampuan aktivitas
seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletal.

Aktivitas fisik yang kurang memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada

sistem musculoskeletal seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga

menyebabkan ketidakefektifan fungsi organ internal lainnya, (Aziz Alimul

Hidayat, 2009).

 Sistem Tubuh Yang Berperan dalam Kebutuhan Aktivitas

1. Tulang

Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi

mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi

sebagai tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa

dilepaskan setup saat susuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam

membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ dalam.

Terdapa tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan

pelvis, tulang kuboid seperti tulang vertebrata dan tulang tarsalia, dan tulang

panjang seperti tulang femur dan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar

pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian ujung tulang panjang dilapisi

kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan diafisis. Epifisis

dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang dan terpisah dan lebih elastic pada

masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa.

2. Otot dan Tendon

Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh

bergerak sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta
dihubungkan dengan tulang melalui tendon yang bersangkutan, sehingga

diperlukan penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi kembali.

3. Ligamen

Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.

Ligament bersifat elastic sehingga membantu fleksibilitas sendi dan mendukung

sendi. Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu

jika terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan.

4. Sistem Saraf

Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis) dan

sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki

somatic dan otonom. Bagian somatic memiliki fungsi sensorik dan motorik.

Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur tulang belakang

dapat menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan kerusakan saraf tepi

dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang diinervisi, dan kerusakan pada

saraf radial akan mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik pada daerah

radial tangan.

5. Sendi

Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi

membuat segmentasi dari rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar segmen

dan berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya

sendi synovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang berhadapan dilapisi oleh

kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan
synovial. Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis sendi

lain sepertii sindesmosis, sinkondrosis dan simpisis. (Hidayat, A. Aziz Alimul,

2009).

 Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas

Aktivitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya:

 Gaya Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi aktivitas seseorang

karena berdampak pada kebiasaan atau perilaku sehiari-hari.

 Proses Penyakit/Cidera. Hal dapat mempengaruhi karena aktivitas dapat

berpengaruh pada fungsi sistem tubuh. Seperti, orang yang menderita

fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas

bagian bawah.

 Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh

memiliki kemampuan aktivitas yang kuat. Begitu juga sebagliknya, ada

orang yang mengalami gangguan aktivitas (sakit) karena adat dan budaya

yang dilarang untuk beraktivitas.

 Tingkat Energi untuk melakukan aktivitas diperlukan energy yang cukup.

 Usia dan Status Perkembangan. Terdapat kemampuan aktivitas pada

tingkat usia yang berbeda

2.2.2 Pengertian Mobilisasi

Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak

dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan


(aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cidera otak berat disertai

fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya. (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009)

 Jenis Mobilitas diantaranya :

1. Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara

penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan

peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik

volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.

2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan

batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh

gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat

dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.

Pasien paraplegi dapt mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah

karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi

menjadi dua jenis yaitu :

a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk

bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat

disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya

adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.

b. Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk

bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh

rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia

karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena

terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.


 Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas

Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya:

1. Gaya Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi mobilitas seseorang

karena berdampak pada kebiasaan atau perilaku sehiari-hari.

2. Proses Penyakit/Cidera. Hal dapat mempengaruhi mobilitas karena dapat

berpengaruh pada fungsi sistem tubuh. Seperti, orang yang menderita

fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas

bagian bawah.

3. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki

kemampuan mobiltas yang kuat. Begitu juga sebagliknya, ada orang yang

mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya yang

dilarang untuk beraktivitas.

4. Tingkat Energi untuk melakukan mobilitas diperlukan energy yang cukup.

5. Usia dan Status Perkembangan. Terdapat kemampuan mobilitas pada

tingkat usia yang berbeda

 Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas

Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat mepengaruhi sistem tubuh. Seperti

perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,

gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fugsi gastrointestinal, perubahan

sistem pernafasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem musculoskeletal,

perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan kecil), dan perubahan

perilaku.
 Perubahan Metabolisme

Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal.

Mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolism dalam

tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya Basal Metabolisme Rate

(BMR) yang menyebabkan berkurangnya energy untuk perbaikan sel-sel tubuh.

Sehingga dapat mempengaruhi oksigensi sel. Perubahan metabolism imobilitas

dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme meningkat.

Keadaan ini dapat meningkatkan resiko gangguan metabolisme. Proses imobilitas

dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi urine dan peningkatan nitrogen. Hal

tersebut dapat ditemukan pada pasien yang mengalami immobilitas pada hari

kelima dan keenam. Beberpa dampak dan perubahan metabolisme diantaranya,

pengurangan jumlah metabolisme, antropi kelenjar dan katabolisme protein,

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang, gangguan dalam

mengubah zat gizi, dan gangguang gastrointestinal.

 Gangguan Fungsi Gastrointestinal Imobilitas

Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini

desebabkan imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga

penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan. Seperti

perut kembung, mual dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan gangguan

proses eliminasi.

 Perubahan Kardiovaskuler

Perubahan sistem ini akibat imobilitas antara lain dapat berupa hipotensi

ortostatik, meningkatnya kerja jantung dan terjadinya pembentukan trombus.


Terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebakab menurunnya kemampuan saraf

otonom, pada posisi yang tetap dan lama, refleks neurovaskuler akan menurun

dan menyebabkan vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul pada vena bagian

bawah sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi terhambat. Meningkatnya kerja

jantung dapat disebabkan imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam keadaan

normal, darahyang terkumpul pada ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan

aliran vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya.

Terjadinya trombus juga diakibatkan meningkatnya vena statis yang merupakan

hasil penurunan kontraksi muscular sehingga meningkatkan arus balik vena.

(Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009).

 Pengkajian Fokus kebutuhan Aktifitas

1. Pemeriksaan Fisik

Mengkaji skelet tubuh

Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal

akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh

yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang

panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya

patah tulang.

2. Mengkaji tulang belakang

a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang).

b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada).

c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang

berlebihan).
3. Mengkaji sistem persendian, luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,

deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.

4. Mengkaji sistem otot, kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan

koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk

mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.

5. Mengkaji cara berjalan

Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu

ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang

berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic

hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower

motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).

6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer

Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih

dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan

mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.

 Diagnosa Keperawatan Kebutuhan Aktivitas

1. Gangguan mobilitas fisik

2. Nyeri akut

3. Intoleransi aktivitas

4. Defisit perawatan diri

 Intervensi Keperawatan

1. Gangguan mobilitas fisik

a. Latihan Kekuatan, ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk

melakukan program latihan secara rutin


b. Latihan untuk ambulasi

1) Ajarkan teknik Ambulasi dan perpindahan yang aman kepada klien dan

keluarga.

2) Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker.

3) Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.

c. Latihan mobilisasi dengan kursi roda

1) Ajarkan pada klien dan keluarga tentang cara pemakaian kursi roda dan

cara berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.

2) Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh

3) Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda

d. Latihan Keseimbangan

1) Ajarkan pada klien dan keluarga untuk dapat mengatur posisi secara

mandiri dan menjaga keseimbangan selama latihan ataupun dalam aktivitas

sehari hari.

2) Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar.

3) Ajarkan pada klien atau keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh yg

benar untuk menghindari kelelahan, keram & cedera.

4) Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.

2. Nyeri akut

Pain Management

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan


c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien

d. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

e. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan

kontrol nyeri masa lampau

f. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

g. Kurangi faktor presipitasi nyeri

h. Ajarkan tentang teknik non farmakologi

i. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

j. Tingkatkan istirahat

k. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak

berhasil

l. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

3. Intoleransi aktivitas

a. Managemen Energi

1) Tentukan penyebab keletihan: :nyeri, aktifitas, perawatan , pengobatan

2) Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.

3) Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk meningkatkan aktifitas.

4) Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktifitas : takikardi, disritmia,

dispnea, diaforesis, pucat.

5) Monitor asupan nutrisi untuk memastikan ke adekuatan sumber energi.

6) Monitor respon terhadap pemberian oksigen : nadi, irama jantung,

frekuensi Respirasi terhadap aktifitas perawatan diri.


7) Letakkan benda-benda yang sering digunakan pada tempat yang mudah

dijangkau

8) Kelola energi pada klien dengan pemenuhan kebutuhan makanan, cairan,

kenyamanan / digendong untuk mencegah tangisan yang menurunkan

energi.

9) Kaji pola istirahat klien dan adanya faktor yang menyebabkan kelelahan.

b. Terapi Aktivitas

1) Bantu klien melakukan ambulasi yang dapat ditoleransi.

2) Rencanakan jadwal antara aktifitas dan istirahat.

3) Bantu dengan aktifitas fisik teratur : misal: ambulasi, berubah posisi,

perawatan personal, sesuai kebutuhan.

4) Minimalkan anxietas dan stress, dan berikan istirahat yang adekuat.

5) Kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi, sesuai indikasi.

4. Defisit perawatan diri

a. Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut, penis atau vulva, rambut,

kulit

1) Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut, perineal, anus.

2) Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian lotion, perawatan kuku,

rambut, gigi dan mulut, perineal dan anus, sesuai kondisi.

3) Anjurkan klien dan keluarga untuk melakukan oral hygiene sesudah

makan dan bila perlu.

4) Kolaborasi dengan Tim Medis dokter gigi bila ada lesi, iritasi, kekeringan

mukosa mulut, dan gangguan integritas kulit.

b. Bantuan perawatan diri : berpakaian


1) Kaji dan dukung kemampuan klien untuk berpakaian sendiri

2) Ganti pakaian klien setelah personal hygiene, dan pakaikan pada

ektremitas yang sakit atau terbatas terlebih dahulu, Gunakan pakaian yang

longgar

3) Berikan terapi untuk mengurangi nyeri sebelum melakukan aktivitas

berpakaian sesuai indikasi

c. Bantuan perawatan diri : Makan-minum

1) Kaji kemampuan klien untuk makan : mengunyah dan menelan makanan

2) Fasilitasi alat bantu yang mudah digunakan klien

3) Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu klien saat makan

d. Bantuan Perawatan Diri: Toileting

1) Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik (inkontinensia), kognitif

(menahan untuk toileting), fisik (kelemahan fungsi atau aktivitas)

2) Ciptakan lingkungan yang aman (tersedia pegangan dinding/ bel), nyaman

dan jaga privasi selama toileting

3) Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di tempat yang mudah dijangkau.

4) Ajarkan pada klien dan keluarga untuk melakukan toileting secara teratur.

2.3 Konsep Keluarga

2.3.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena

hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup

dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya

masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman,

2010).
keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan

perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan

budaya yang umum: meningkatkanperkembangan fisik, mental, emosional, dan

sosial dari tiap anggota. Keluarga merupakan aspek terpenting dalam unit terkecil

dalam masyarakat, penerima asuhan, kesehatan anggota keluarga dan kualitas

kehidupan keluarga saling berhubungan, dan menempati posisi antara individu

dan masyarakat (Harmoko. 2012).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah

dua atau lebih individu yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi,

kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum:

meningkatkanperkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap

anggota.

2.3.2. Tipe keluarga

Extented family yaitu keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup

dalam satu rumah. (Murwani, 2007).

2.3.3. Tahap Perkembangan Keluarga

Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)

Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya

tahap ini bergantung pada banyaknya anak dalam keluarga atau jika anak yang

belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua. Tujuan utama pada tahap

ini adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap berperan dalam melepas

anaknya untuk hidup sendiri. Keluarga mempersiapkan anaknya yang tertua untuk

membentuk keluarga sendiri dan tetap membantu anak terakhir untuk lebih

mandiri. Saat semua anak meninggalkan rumah, pasangan perlu menata ulang dan
membina hubungan suami istri seperti pada fase awal. Orang tua akan merasa

kehilangan peran dalam merawat anak dan merasa kosong karena anak-anaknya

sudah tidak tinggal serumah lagi. Guna mengatasi keadaan ini orang tua perlu

melakukan aktifitas kerja, meningkatkan peran sebagai pasangan, dan tetap

memelihara hubungan dengan anak. (Setiadi, 2008).

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :

1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar

2) Mempertahankan keintiman pasangan

3) Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki masa

tua

4) Mempersiapkan untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anak

5) Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga

6) Berperan sebagai suami istri, kakek, dan nenek

7) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-

anaknya

2.2.6. Struktur peran keluarga

Menurut Friedman (2010) peran keluarga dapat diklasifikasikan :

menjadi dua yaitu :

A. Peran Formal Keluarga

Peran formal adalah peran eksplisit yang terkandung dalam struktur peran

keluarga (ayah-suami,dll). Yang terkait dengan masing –masing posisi keluarga

formal adalah peran terkait atau sekelompok perilaku yang kurang lebih homogen.

Keluarga membagi peran kepada anggota keluarganya dengan cara yang serupa

dengan cara masyarakat membagi perannya: berdasarkan pada seberapa


pentingnya performa peran terhadap berfungsinya sistem tersebut. Beberapa peran

membutuhkan keterampilan atau kemempuan khusus: peran yang lain kurang

kompleks dan dapat diberikan kepada mereka yang kuarang terampil atau jumlah

kekuasaanya paling sedikit.

B. Peran Informal Keluarga

Peran informal bersifat implisit, sering kali tidak tampak pada permukaannya,

dan diharapkan memenuhi kebutuhan emosional anggota keluarga dan/atau

memelihara keseimbangan keluarga. Keberadaan peran informal diperlukan untuk

memenuhi

kebutuhan integrasi dan adaptasi dari kelompok keluarga.

2.2.7. Fungsi Keluarga

Menurut Achjar, 2010 fungsi keluarga diantaranya :

A. Fungsi afektif

Berhubungan dengan fungsi internal keluarga dalam pemenuhan kebutuhan

psiko social fungsi efektif ini merupakan sumber energi kebahagiaan keluarga

B. Fungsi sosialisasi

Sosialisasi di mulai sejak lahir keberhasilan perkembangan individu dan

keluarga di capai melalui interaksi atau hubungan antar anggota. Anggota

keluarga belajar disiplin, belajar norma, budaya dan perilaku melalui hubungan

interaksi dalam keluarga.

C. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi meneruskan keturunan dan menambahkan sumber daya

manusia.
D. Fungsi ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarga seperti

kebutuhan makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal, dll.

E. Fungsi keperawatan kesehatan

Kesanggupan keluarga untuk melakukan pemeliharaan kesehatan dilihat dari 5

tugas kesehatan keluarga yaitu :

1) Keluarga mengenal masalah kesehatan

2) Keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi

masalah kesehatan.

3) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalamimasalah

kesehatan

4) Memodifikasilingkungan, menciptakan danmempertahankansuasana rumah

yang sehat.

5) Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga

Pendokumentasian asuhan keperawatan yang digunakan oleh penulis


berdasarkan pada format pendokumentasian asuhan keperawatan Akper
Saifuddin Zuhri Indramayu 2018
Pengkajian Tahap I

1) Data umum keluarga

a. Nama Kepala Keluarga :

b. Alamat :

c. Komposisi Keluarga :
No Nama JK Hub Umur pedidikan Pekerja Kondisi Ket
Dg Kk an Kesehatan

Genogram:

d. Tipe keluarga: Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala

atau masalah-masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.

e. Suku bangsa: Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta

mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan.

f. Agama: Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan

yang dapat mempengaruhi kesehatan.

g. Status sosial ekonomi keluarga: Status sosial ekonomi keluarga di tentukan

oleh pendapatan baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga

lainnya. Selain itu status sosial ekonomi ditentukan pula oleh kebutuhan-

kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang

dimiliki keluarga, siapa yang mengatur keuangan.

h. Aktivitas-aktivitas rekreasi keluarga: Rekreasi keluarga tidak hanya di liat

kapan saja keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat

rekreasi tertentu namun dengan menonton televisi dan mendengarkan radio

juga merupakan aktivitas rekreasi.


2) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga

a. Tahap perkembangan keluarga saat ini

Tahapan perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari

keluarga ini

b. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh

keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum

terpenuhi

c. Riwayat keluarga inti

Menjelaskan bagaimana keluarga terbentuk. Misalnya apakah pacaran

sebelum menikah, dijodohkan, terpaksa, dsb

d. Riwayat kesehatan keluarga saat ini

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yaitu

meliputi riwayat penyakit keturunan dan riwayat kesehatan masing-masing

anggota keluarga saat ini. Perhatian biasa digunakan terhadap pencegahan

penyakit (status imuniasi), sumber pelayanan kesehatan yang biasa

digunakankeluarga serta pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan

kesehatan

e. Riwayat kesehatan sebelumnya

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga daari pihak suami

dan istri
3) Pengkajian lingkungan

a. Karakteristik rumah

Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah,

jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, peletakan

perabotan rumah tangga, jenis septic tank, jarak septic tank dengan sumber

air minum yang digunakan serta denah rumah

Denah rumah

b. Karakterikstik tetangga dan komunitas

Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat,

yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan/kesepakatan penduduk

setempat, budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan

c. Mobilitas geografis keluarga

Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan keluarga

berpindah tempat

d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Menjelaskan mengenai waktu digunakan keluarga untuk berkumpul serta

perkumpulan keluarga yang ada sejauhmana interaksinya dengan

masyarakat

e. Sistem pendukung keluarga

Termasuk pada sistem pendukung keluarga adalah jumlah anggota

keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitasyang dimiliki keluarga untuk

menunjang kesehatan. Fasilitas mencakup fasilitas fisik, fasilitas psikologi


atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan

dari masyarakat setempat

IV. Struktur Keluarga

1. Pola komunikasi keluarga

Mejelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota keluarga

2. Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan angota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain

untuk merubah perilaku

3. Struktur peran

Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara formal

maupun informal

4. Nilai atau norma keluarga

Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang diait oleh keluarga yang

berhubungan dengan kesehatan

V. Fungsi Keluarga

1. Fungsi keluarga

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki

dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terdapat anggota keluarga

lainnya, bagaimana kehangatakn tercipta dalam keluarga dan bagaimana

keluarga mengembnagkan sikap saling menghargai.

2. Fungsi sosial

Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh

mana anggota keluaga belajar disiplin, norma, budaya dan perilaku.


3. Fungsi perawatan keesehatan

Mejelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makana, pakaian, perlindungan,

serta merawat anggota keluarga yang sakit. Sejauh mana pengetahuan

keluarga mengenai sehat-sakit. Kesanggupan keluarga didalam melaksanakan

perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan anggota keluarga

melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal

masalah, keluarga mampu mengambil keputusan, unutuk melaksanakan

tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota yang sakit, menciptakan

lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan dan keluarga mampu

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lmgkungan setempat.

Hal-hal yang perlu dikaji sejauhmana keluarga melakukan pemenuhan tugas

perawatan keluarga adalah :

a) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, yang

perlu dikaji adalah sejauhmana keluarga mengetahui fakta-fakta dari masalah

kesehatan yag melputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang

mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masalah.

b) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputasan mengenai

tindakan kesehatan yang tepat, hal yang perlu dikaji adalah :

 Sejauhmana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya

masalah

 Apakah masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga

 Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang dialami

 Apakah keluarga merasat takut akan akibat dari tindakan penyakit

 Apakah keluarga mempunyai sikap negative terhadap masalah kesehatan


 Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada

 Apakah keluarga kurang percya terhadap tenaga kesehatan

 Apaka keluarga mendapat informasi ang salah terhadap tindakan dalam

mengatasi masalah

c) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga merawat aggoa keluarga

yang sakit, yang perlu dikaji adalah :

 Sejauhmana keluarga mengetahui keadaan penyaitnya (sifat, keadaan,

komplikasi, prognosa dan cara perawatannya)

 Sejauhmana keluarga mengtahui tentang sifat dan perkembnagankeperawatan

yang dibutuhkan

 Sejaumana keluarga mengetaui keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk

perawatan

 Sejauhmana keluarga mengetahui sumber-sumber yang ada dalam keluarga

(anggota keluarga yang bertanggung jawab, sumber keuangan/financial,

fasilitas fisik, psikososial)

 Bagaimana sikap keluarga terhadap yang sakit

d) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga memelihara lingkungan

rumah yang sehat, hal yang perlu dikaji adalah :

 Sejauhmana keluarga mengetaui sumber-sumber keluarga yang dimiliki

 Sejauhmana keluarga melihat keuntungan / manfaat pemeliharaan lingkungan

 Sejauhmana keluarga menegtahui pentingnya hygiene sanitasi

 Sejauhmana keluarga mengathui upaya pencegahan penyakit

 Sejauhmana sikap / pandangan keluarga terhadap hygiene sanitasi

 Sejauhmana kekompakan antara anggota kelarga


e) Untuk mengetahu sejauhmana kemampa keluaga menggunakan fasilitas /

pelayanan kesehatn dimasyarakat, hal perlu dikaji adalah :

 Sejauhmana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan

 Sejauhmana keluarga memahami kentungan-keuntungan yang dapat

diperoleh dari fasilitas kesehatan

 Sejauhmana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas

kesehatan

 Apakah keluarga mempunyai pengalaman kurang baik terhadap petugas

kesehatan

 Apakah fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga

4. Fungsi reproduksi

Hal perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah :

a) Berapa jumlah anak

b) Bagaimana keluarga merencanakan jumah anggota keluarga

c) Metode apa ang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah

anggota keluarga

5. Fungsi ekonomi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keuangan adalah :

a) Sejauhmana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan

b) Sejauhmana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam

upaya peningkatan status kesehatan keluarga


VI. Stres dan Koping Keluarga

1. Stresor jangka pendek dan panjang

a. Stresor jangka pendek yaitu stresor yang dialami keluarga yang memerlukan

waktu penyelesaian dalam waktu ±6 bulan.

b. Stresor jangka panjang yaitu stresor yang dialami keluarga yang memerlukan

penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.

2. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi / stresor

Hal yang perlu dikaji adalah sejauhmana keluarga berespon terhadap situasi /

stresor

3. Strategi koping yang digunakan

Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.

4. Strategi adaptasi disfungsional

Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga

bila menghada permasalahan.

VII. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang

digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik di

klinik.

VIII. Harapan Keluarga

Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap

petugas kesehatanyang ada.


DIAGNOSA KEPERAWATAN KELUARGA

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang

masalah kesehatan pasien yang dapat disertai dengan tindakan keperawatan.

Berdasarkan kepustakaan yang ada penulis menemukan 4 diagnosa keperawatan

pada kasus dengan gangguan sistem penglihatan katarak ini.

Adapun diagnosa keperawatan pada Katarak adalah :

1. Penurunan persepsi sensori : Penglihatan berhubungan dengan penurunan

ketajaman penglihatan d/d visus berkurang, penurunan ketajaman

penglihatan, dan terdapat kekeruhan pada lensa mata

2. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan peningkatan TIO,

perdarahan intraokuler, kehilangan vitreous.

3. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses

penyakit d/d Nadi meningkat, tekanan darah meningkat, wajah tampak

gelisah, wajah murung dan sering melamun.

4. Nyeri berhubungan dengan pembedahan mata d/d Wajah meringis

menahan sakit, klien berusaha memegang daerah mata

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan sumber informasi

Dalam satu keluarga dapat saja perawat menemukan lebih dari 1 (satu)

diagnosis keperawatan keluarga. Untuk menentukan prioritas terhadap diagnosis

keperawatan keluarga yang ditemukan dihitung dengan menggunakan cara

sebagai berikut :
Skala untuk menentukan prioritas masalah

NO KRITERIA SKOR BOBOT PEMBENARAN

1. Sifat masalah 1 Argumen terhadap


Skala : Tidak/Kurang sehat 3 penentuan skala
Ancaman Kesehatan 2
Keadaan sejahtera 1

2. Kemungkinan masalah dapat 2

diubah 2
Skala : Mudah 1
Sebagian 0
Tidak dapat

3. 1

Potensial masalah untuk 3


dicegah 2
Skala : Tinggi 1
Cukup

4. Rendah 1

2
Menonjolnya masalah

Skala : Masalah berat, harud 1


segera di tangani

Ada masalah tetapi tidak perlu 0


di tangani

Masalah tidak dirasakan


Scoring :

1. Tentukan skor untuk setiap kriteria

2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dilakukan dengan bobot

Skor
x Bobot
Angka tertinggi

3. Jumlah skor untuk semua kriteria

PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan oleh perawat untuk dilaksanakan

guna memecahkan masalah kesehatan dan masalah keperawatan yang telah

diidentifikasi.

Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan, yang

mencakup tujuan umum, (untuk mengatasi problem/masalah pada individu yang

sakit) dan tujuan khusus (pemecahan masalah denga mengacu pada 5 tugas

keluarga dalam hal kesehatan/keperawatan) serta dilengkapi dengan kriteria dan

standar. Kriteria dan standar merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang

diharapkan dari setiap tindakan keperawatan berdasarkan tujuan khusus yang

ditetapkan.

Perumusan Tujuan

Tujuan merupakan pernyataan yang lebih terinci tentang hasil keperawatan.

Tujuan keperawatan akan menentukan kriteria yang dipakai untuk menilai

keberhasilan keperawatan.
TINDAKAN KEPERAWATAN KELUARGA

Tindakan yang dilakukan oleh perawat kepada keluarga berdasarkan

perencanaan yang mengacu pada diagnosa yang telah ditegakkan dan dibuat

sebelumnya.

Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal di bawah ini :

1. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan

kebutuhan kesehatan dengan cara :

 Memberikan informasi

 Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan

 Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah

2. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara prawatan yang tepat, dengan

cara:

 Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan

 Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga

 Mendiskusikan tentang konsekuensi tipe tindakan


3. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarg yang sakit,

dengan cara :

 Mendemonstrasikan cara perawatan

 Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah

 Mengawasi keluarga melakukan perawatan

4. Membangun keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat

lingkungan menjadi sehat, dengan cara :

 Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga

 Melakuan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin

5. Memotivasi keluarga untuk memafaatkan fasilitas kesehatan yang ada,

dengan cara :

 Mengenakan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga

 Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih tindakan keperawatan :

1. Merangsang keluarga mengenal dan menerima masalah dan kebutuhan

kesehatan mereka, melalui :

 Memperluas pengetahuan keuarga melalui penyluhan kesehatn

 Membantu keluarga melihat situasi dan akibat dari situasi tersebut


 Mengkaitkan kebutuahn kesehatan dan sasaran keluarga

 Mengembagkan sifat positif dalam keluarga

2. Menolong keluarga untuk menentukan tindakan keperawatan :

 Merundingkan bersama keluarga mengenai akibat-akibat apabila mereka

tidak mengambil tindakan

 Mengenalkan kepada keluarga tentang alternatif yang dapat dipilih dan

sumber-sumber yang diperlukan dalam melakukan tindakan keperawatan

 Merundingkan bersama keluarga tentang akibat dari tindakan

ataukemungkinan efek samping yang mungkin timbul

3. Menumbuhkan kepercayaan keluarga terhadap perawat :

 Memberikan asuhan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit

 Mencari cara untuk mengurangi ancaman kesehatan dan perkembangan

kepribadian para anggota keluarga

 Membantu memperbaiki fasilitas fisik rumah

 Mengembangkan pola kominukasi dengan keluarga agar terjadi saling

pengertian yang mendalam

 Membantu keluarga mengembangkan kesanggupan mereka dalam

memenuhi kebutuhan psikososial anggota keluarga

 Mencegah rintangan-rintangan dalam mengadakan rujukan


 Perawatan harus memperluas pengetahuannya tentang sumber-sumber

daya yang ada di masyarakat dan bagaimana memanfaatkannya.

Tersedianya sumber-sumber juga mempengaruhi keputusan perawat dalam

memilih tindakan keperawatan. Terdapat 3 macam sumber yang dapat

dipertimbangkan :

1. Sumber-sumber yang terdapat dalam keluarga :

 Kekuatan fisik dan psikososial dari tiap anggota keluarga

 Kemampuan finansial

 Fasilitas-fasilitas fisik

 Adanya dukungan dari sanak saudara atau kelompok-kelompok yang lain

2. Sumber-sumber yang ada dalam perawat :

 Pengetahuan mengenai masalah-masalah kesehatan keluarga dan

ketrampilannya dalam membantu keluarga mengatasi masalah-masalah

tersebut. Diperlukan pengetahuan yang luas mulai perawatan yang paling

sederhana sampai ketindakan-tindakan untuk mengatasi masalah-masalah

yang rumit tentang perilaku yang tidak normal (misalnya ketidak cocokan

hidup antara anggota keluarga yang tidak sehat)

 Tersedianya waktu dan dukungan

3. Sumber-sumber yang terdapat dalam masyarakat :

 Instansi-instansi kesehatan

 Organisasi-organisai kesehatan

Pilihan tindakan keperawatan yang tepat serta cara kontak antar perawat-

keluarga (kunjungan rumah, pertemuan dipuskesmas, pendekatan secara


kelompok, dsb), banyak bergantung kepada sifat masalah keluarga dan sumber-

sumber yang ada.

TAHAP EVELUASI

Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian

untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak/belum berhasil perlu disusun rencana

baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilaksanakan

dalam satu kali kunjungan ke keluarga. Untuk itu dapat dilaksanakan secara

bertahap sesuai dengan waktu dan keadaan keluarga.

Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional :

S : Hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif setelah

dilakukan intervensi keperawatan. Misalnya : keluarga

mengatakan nyeri berkurang

O : Hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan

intervensi keperawatan. Misalnya : BB naik 1kg dalam 1 bulan

A : Analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu kepada tujuan

terkait dengan diagnosa keperawatan

P : Perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga pada

tahap eveluasi

Tahapan eveluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatatif. Evaluasi

formatif dilakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi

sumatif adalah evaluasi akhir.

Anda mungkin juga menyukai