Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP KATARAK

DEFINISI

Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan
pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti
melihat air terjun.

Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah katarak senilis dan katarak senilis
ini merupakan proses degeneratif (kemunduran ). Perubahan yang terjadi bersamaan
dengan presbiopi, tetapi disamping itu juga menjadi kuning warnanya dan keruh, yang
akan mengganggu pembiasan cahaya.

Walaupun disebut katarak senilis tetapi perubahan tadi dapat terjadi pada umur
pertengahan, pada umur 70 tahun sebagian individu telah mengalami perubahan lensa
walau mungkin hanya menyebabkan sedikit gangguan penglihatan.

ETIOLOGI

Berbagai macam hal yang dapat menyebabkan katarak antara lain (Corwin,2000):

1. Usia lanjut dan proses penuaan 


2. Congenital atau bisa diturunkan. 
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau
bahan beracun lainnya. 
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya
diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid). 

Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:

1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata. 


2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes
melitus. 
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi. 
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti
kortikosteroid dan obat penurun kolesterol. 
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).
PATOFISIOLOGI

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung
tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks,
dan yan mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan
bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan .
Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus.
Opasitaspada kapsul poterior merupakan bentuk aktarak yang paling bermakna seperti
kristal salju.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya traansparansi.


Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier
ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak.

Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis
(diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor
yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-
obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu yang lama.

Pathway
Pathway Katarak

MANIFESTASI KLINIK

Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien melaporkan


penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat
tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya
meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak aakan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan
dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus
pada retina. Hasilnya adalah pendangan menjadi kabur atau redup, emnyilaukan yang
menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang
normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.

KLASIFIKASI KATARAK           

Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:

 Katarak Kongenital, 

sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang
dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital
adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia
kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi
yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Katarak
kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita
penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi
sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital
biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma
iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo
kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan
riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan
pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani,
ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada
urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak
kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi
mental. Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada
hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50
% katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil
bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu
leukokoria.

 Katarak Juvenil, 

Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada
usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya

 Katarak Senil, 

setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang lambat
selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia
lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu
Penyakit Mata, ed. 3).

Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:

1. Stadium awal (insipien). Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa
mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat
periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau
gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan
mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior
( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub
kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior,
celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan
degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat
menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua
bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,). 
2. Stadium imatur. Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih
tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat
bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek
yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa
akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik.
Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga
bilik mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata
Keruh, ed. 2,). 
3. Stadium matur. Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam
stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan
bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada
stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh
karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat
negatif.( Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,). 
4. Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga
masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka
nukleus "tenggelam" kearah bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan
mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka
dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas,
Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,). 

 Katarak Intumesen. 

Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang


menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa
menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi
dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat
memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak
yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat
terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah,
yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa
disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata
Keruh, ed. 2,)

 Katarak Brunesen. 

Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa, juga
dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam
penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang
berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal
posterior. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)

Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:


1. Katarak Inti ( Nuclear ), Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya
terletak pada nukleus atau bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses
penuaan. 
2. Katarak Kortikal, Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai
dengan kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga
mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM. 
3. Katarak Subkapsular. Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa,
tepat pada lajur jalan sinar masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian
kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan kelainan ini.
Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan


kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit
sistem saraf, penglihatan ke retina. 
2. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma. 
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg) 
4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma. 
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe gllukoma 
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan. 
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi. 
8. EKG, kolesterol serum, lipid 
9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM

PENATALAKSANAAN

Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik
di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya
konservatif. Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan
akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam
penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila
ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi
segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit
retina atau sarf optikus, seperti diabetes dan glaukoma.
Ada 2 macam teknik pembedahan ;

1. Ekstraksi katarak intrakapsuler Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu


kesatuan. 
2. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler Merupakan tehnik yang lebih disukai dan
mencapai sampai 98 % pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk
melihat struktur mata selama pembedahan.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang terjadi dari penyakit katarak, yaitu : nistagmus dan strabismus dan
bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan menimbulkan
komplikasi penyakit berupa glukoma dan uveitis.

PENCEGAHAN KATARAK

 Mengontrol penyakit yang berhubungan dengan katarak dan menghindari


faktor faktor yang mempercepat terbentuknya katarak. 
 \Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari
bisa mengurangi jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata. 
 Berhenti merokok bisa mengurangi resiko terjadinya katarak. 
 Mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit C, vit A dan vit E

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK

PENGKAJIAN.KEPERAWATAN

1. Aktifitas Istirahat

Perubahan aktifitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.

2. Neurosensori

Gangguan penglihatan kabur/tak jelas, sinar terang menyababkan silau dengan


kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat/merasa diruang gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran
cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan kacamata, pengobatan tidak memperbaiki
penglihatan, fotofobia ( glukoma akut ). Tanda : Tampak kecoklatan atau putih susu
pada pupil (katarak), pupil menyempit dan merah/mata keras dan kornea berawan
(glukoma darurat, peningkatan air mata.

3. Nyeri / Kenyamanan

Ketidaknyamanan ringan / mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap atau tekanan
pada atau sekitar mata, sakit kepala

DIAGNOSA KEPERAWATAN

 Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan vitreus,


perdarahan intraokuler, peningkatan TIO
 Gangguan peersepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik
dibatasi
 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan
dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat,
keterbatasan kognitif

INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1.

Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan vitreus, perdarahan


intraokuler, peningkatan TIO ditandai dengan :

 Adanya tanda-tanda katarak penurunan ketajaman penglihatan 


 pandangan kabur, dll 

Tujuan : Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan


cedera.

Kriteria hasil :
 Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko
dan untuk melindungi diri dari cedera. 
 Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan. 

Intervensi :

 Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan
aktifitas, penampilan, balutan mata. 
 Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit
sesuai keinginan. - Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba,
menggaruk mata, membongkok.
 Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari
anestesi. 
 Dorong nafas dalam, batuk untuk menjaga kebersihan paru. 
 Anjurkan menggunakan tehnik manajemen stress. 
 Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi. 
 Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba,
Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hifema dengan
senter sesuai indikasi. - Observasi pembengkakan lika, bilik anterior kempes,
pupil berbentuk buah pir. 
 Berikan obat sesuai indikasi antiemetik, Asetolamid, sikloplegis, analgesik. 

Diagnosa 2.

Gangguan peersepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan


penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik dibatasi. Ditandai
dengan :

 menurunnyaketajaman penglihatan 
 perubahan respon biasanya terhadap rangsang. 

Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal


gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.

Kriteria Hasil :

 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan. 


 Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan. 

Intervensi :

 Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat. 
 Orientasikan klien tehadap lingkungan 
 Observasi tanda-tanda disorientasi. 
 Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh. 
 Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat
terjadi bila menggunakan tetes mata. 
 Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar
kurang lebih 25 persen, pelihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada. 
 Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi
yang tidak dioperasi. 

Diagnosa 3.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan


tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif,
yang ditandai dengan :

 pertanyaan/pernyataan salah konsepsi 


 tak akurat mengikuti instruksi 
 terjadi komplikasi yang dapat dicegah. 

Tujuan : Klien menunjukkan pemhaman tentang kondisi, proses penyakit dan


pengobatan.

Kriteria Hasil : Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.

Intervensi :

 Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa. 


 Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk melaporkan 
 penglihatan berawan. 
 Informasikan klien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas. 
 Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis
klien. 
 Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan
saat defekasi, membongkok pada panggul, dll. 
 Dorong aktifitas pengalihan perhatian. 
 Anjurkan klien memeriksa ke dokter tentang aktifitas seksual, tentukan
kebutuhan tidur menggunakan kacamata pelindung. 
 Anjurkan klien tidur terlentang. 
 Dorong pemasukkan cairan adekuat. 
 Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal : nyeri tiba-
tiba.

DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I


Made Kariasa. Jakarta . EGC 
2. Long, C Barbara. 1996.Perawatan Medikal Bedah : 2.Bandung. Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran 
3. Margaret R. Thorpe. Perawatan Mata. Yogyakarta . Yayasan Essentia Medica 
4. Nettina Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa :
Setiawan Sari. Jakarta. EGC 
5. Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI Smeltzer, Suzanne C.
2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah 
6. Brunner & Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai