Anda di halaman 1dari 14

1.

Definisi

Katarak merupakan keadaan lensa yang mengeruh, yang menyebabkan

penglihatan menjadi berkabut dikarenakan terjadi kekeruhan pada serabut

lensa, diakibatkan oleh hidrasi cairan lensa atau adanya penumpukan protein

(Ilyas, 2006 dalam (Arimbi, 2012). Kekeruhan tersebut dapat terjadi

dikarenakan gangguan metabolisme yang terjadi akibat factor usia, terjadi pada

saat perkembangan serat lensa berhenti saat mengalami proses degenerasi

(Ilyas, 2006 dalam (Arimbi, 2012).

2. Anatomi Fisiologi

 Anatomi

Mata merupakan salah satu organ vital bagi individu dalam menjalankan

aktivitas sehari–hari, masalah pada mata dapat menurunkan kualitas hidup

seseorang adalah kebutaan (Ilyas, 2014). Setiap mata berisi cairan yang

dibungkus oleh tiga lapisan dari paling luar hingga ke dalam, yaitu

sklera/kornea ; koroid/badan siliaris; dan retina. Sebagian besar mata ditutupi

oleh jaringan ikat, yaitu sklera. Lapisan tengah dibawah sklera yang berpigmen

dan mengandung banyak pembuluh darah disebut koroid. Lapisan paling dalam

dibawah koroid, yaitu retina. Terdapat dua cairan di bagian interior mata, yaitu

cairan vitreous yang dapat membantu mempertahankan bentuk bola mata agar

tetap bulat dan cairan aqueos yaitu pembawa nutrient bagi kornea dan lensa.

Kelebihan cairan aqueous akan menyebabkan peningkatan tekanan di dalam

mata, dan berujung pada terjadinya glaukoma.


 Fisiologi

Secara fisiologi lensa mempunyai sifat tertentu yakni, kenyal atau lentur

karena memegang peranan penting dalam akomodasi untuk menjadi cembung,

jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media refraksi penglihatan.

(American Academy Of Ophthalmology, 2012; Khurana Ak, 2007) Seiring

dengan bertambahnya usia pada lensa ada dua hal yang terjadi. Pertama,

penurunan fungsi dari mekanisme pompa transportasi aktif lensa yang

mengakibatkan rasio Na+ dan K+ terbalik. Hal ini menyebabkan hidrasi dari

serat lensa. Kedua, peningkatan reaksi oksidatif akibat bertambahnya umur

menyebabkan penurunan kadar asam amino sehingga sintesis protein didalam

lensa juga akan menurun. Kedua hal ini akan menyebabkan kekeruhan dari

serat lensa kortikal akibat denaturasi protein. (Khurana Ak, 2007). Terdapat 7

saraf otak dalam pemeriksaan mata, yaitu penglihatan (N. II) ; pergerakan bola

mata ( N. III/IV, dan VI) ; reaksi pupil (N.III), Penggerakan membuka kelopak

mata (N.III), pergerakan menutup kelopak mata (N.VII).

3. Etiologi

Menurut Suswanti (2019), terdapat beberapa etiologi terjadinya katarak :

a. Degeneratif

Banyak terjadi pada pasien usia lanjut dikarenakan adanya perubahan

degeneratif dalam keadaan kimia protein lensa.

b. Cacat genetik
Katarak kongenital pada neonatus yang berasal dari infeksi ibu selama trimester

pertama.

c. Cedera

Katarak dapat terjadi lensa terkena benda asing dengan kekuatan yang cukup

untuk memungkinkan aqueous atau vitreous humor memasuki kapsul lensa dan

juga melepaskan lensa.

d. Efek sekunder

Dikarenakan beberapa penyakit seperti uveitis, glaukoma, atau retinitis

pigmentosa, ataupun komplikasi dari penyakit sistemik seperti diabetes,

hipoparatiroidisme, atau dermatitis atopik.

e. Toksisitas obat atau bahan kimia

Katarak toksik dihasilkan dari toksisitas obat atau kimia dengan prednison,

alkaloid ergot, dinitrofenol, naftalena, fenotiazin, atau pilokarpin, atau dari

paparan sinar ultraviolet yang lama.

4. Macam-macam Katarak

a. Katarak nuklir

Katarak yang terjadi pada bagian tengah lensa (nukleus), gejala yang paling

menonjol dari katarak jenis ini adalah kabur melihat jauh daripada melihat

dekat. Katarak jenis ini sedikit berwarna kekuningan dan menyebabkan

kekeruhan di sentral. (Vaughan, 2008; American Academy of Ophthalmology,

2013).

b. Katarak kortikal
Katarak yang terjadi di bagian anterior, posterior, atau korteks lensa. Gejala

awalnya biasanya adalah penderita merasa silau saat mencoba memfokuskan

pandangan pada suatu sumber cahaya di malam hari. Selain itu diplopia

monokular juga dapat dikeluhkan penderita. (American Academy Of

Ophthalmology, 2012).

c. Katarak subkapsular posterior

Katarak subkapsular posterior terjadi di depan kapsul posterior, Gejala yang

timbul dapat berupa silau, diplopia monokular dan lebih kabur melihat dekat

dibandingkan melihat jauh. (American Academy Of Ophthalmology, 2012).

5. Klasifikasi

Menurut Buratto dalam (Soekandi I, Hutauruk JA, 2004) terdapat beberapa

derajat katarak, yaitu :

a. Derajat 1

Nukleus lunak. Pada katarak derajat 1 biasanya visus masih lebih baik dari 6/12.

Tampak sedikit keruh dengan warna agak keputihan. Refleks fundus juga masih

mudah diperoleh dan usia penderita juga biasanya kurang dari 50 tahun.

b. Derajat 2

Pada katarak jenis ini tampak nukleus mulais sedikit berwarna kekuningan,

visus biasanya antara 6/12-6/30. Refleks fundus juga masih mudah ada dan

katarak jenis ini paling sering memberikan gambaran seperti katarak

subkapsularis posterior.

c. Derajat 3
Nukleus dengan kekeruhan medium, nukleus tampak berwarna kuning disertai

dengan kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan. Visus biasanya antara

3/60-6/30 dan bergantung juga dari usia pasien, semakin tua usia pasien maka

semakin keras nukleusnya.

d. Derajat 4

Tekstur nucleus sudah mulai mengeras, pada katarak ini warna nukleus sudah

berwarna kuning kecoklatan, dimana usia penderita biasanya lebih dari 65

tahun. Visus biasanya antara 3/60-1/60, refleks fundus maupun keadaan fundus

sudah sulit dinilai.

e. Derajat 5

Tekstur nukleus sangat keras, nukleus sudah berwarna kecoklatan bahkan agak

kehitaman. Visus biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek dan usia penderita sudah

diatas 65 tahun.

6. Patofisiologi

Pada penelitian Hadini (2016) bahwa terjadinya katarak banyak terjadi

dengan riwayat penyakit hipertensi sebanyak (31,5%), sedangkan untuk

diabetes mellitus dan glaukoma sebanyak (1,1%). Hal ini terjadi dikarenakan

hipertensi menyebabkan perubahan komposisi dalam kapsul lensa, sehingga

mengganggu transportasi ion kalium (K) dalam lensa sel epitel. Dengan adanya

perubahan di dalam struktur protein kapsul lensa, maka dapat menyebabkan

perubahan dalam transportasi membran dan permeabilitas ion sehingga

akhirnya dapat meningkatkan tekanan intraokular yang mengakibatkan

eksaserbasi pembentukan katarak.


Katarak adalah salah satu komplikasi yang terjadi pada awal diabetes

mellitus . Menurut Klein et al bahwa pasien dengan DM memiliki resiko 2-5

kali lebih mungkin untuk terjadinya katarak dibandingkan dengan penderita

tanpa DM, resiko ini mungkin mencapai 15-25 kali pada penderita diabetes

kurang dari 40 tahun, bahkan terganggunya kadar gula darah puasa telah

dianggap sebagai faktor resiko untuk terjadinya katarak kortikal. Dalam sebuah

penelitian Janghorbani di Iran yang mengevaluasi 3888 pasien DM tipe 2 yang

bebas dari katarak di awal kunjungan, dan melaporkan tingkat pembentukan

katarak 33,1 per 1.000 orang setelah melakukan pengamatan pemeriksaan

lanjutan selama 3,6 tahun (Javadi AM,Ghanavati ZS,2008). Komplikasi

mikrovaskular adalah komplikasi pada pembuluh darah kecil. Komplikasi

mikrovaskular pada mata antara lain retinopati diabetik, glaukoma, katarak, dan

sindroma mata kering. Komplikasi mikrovaskular pada mata dapat terjadi 5

tahun setelah menderita diabetes melitus tanpa pengobatan yang teratur.

Terdapat beberapa teori yang mengungkapkan mengenai mekanisme

terjadinya katarak yang disebabkan oleh hiperglikemia, yaitu :

1) Mekanisme autooksidasi glukosa

Radikal bebas pada penderita diabetes akan menginduksi peroksidasi lipid

yang mengakibatkan modifikasi makromolekul seluler seperti lipid, DNA dan

protein dalam berbagai jaringan termasuk lensa mata. Modifikasi

makromolekul seluler di berbagai jaringan telah menyebabkan sindroma

kompleks pada penderita dengan diabetes termasuk katarak. (Setiawan &

Suhartono, 2005).
2) Glikasi dari nonenzimatik protein

Pada kondisi hiperglikemi, protein ekstra maupupun intra selular mengalami

proses glikasi non enzimatik. Pada proses ini terjadi pengikatan gugus amino

materi kristalin oleh molekul gula yang berlangsung tanpa bantuan enzim.

Reaksi glikasi nonenzimatik protein kristalinakan menimbulkan crosslink antar

dan intra molekul protein sehingga terjadi penambahan berat molekul protein

menyebabkan agregasi protein dan merusak kejernihan lensa, proses yang

menghasilkan superoksida radikal (O2-) Dan akhirnya dalam bentuk glikasi /

AGE juga memicu pembentukan radikal bebas (Prancis, Stein, & Dawczynski,

2003).

3) Jalur metabolisme

Kekeruhan pada lensa dapat terjadi karena hidrasi (cairan pengisian) lensa,

atau sebagai akibat dari denaturasi protein lensa. Pada diabetes mellitus,

akumulasi sorbitol dalam lensa yang akan meningkatkan tekanan osmotik dan

menyebabkan penumpukan cairan di lensa. Sementara denaturasi protein terjadi

karena stres oksidatif yang mengoksidasi protein lensa (kristal) (Pollreisz &

Erfurth, 2009).

7. Manifestasi Klinis

Data Subjektif :

d. Klien mengeluh adanya penurunan ketajaman penglihatan

e. Klien mengeluhkan adanya rasa sakit ketika mendapatkan cahaya yang

menyilaukan mata

f. Klien mengeluhkan adanya visi ganda


Data Objektif :

g. Adanya warna keabuan pada pupil

Karena semua cahaya yang memasuki mata melewati lensa, pengaburan

lensa dapat menyebabkan penglihatan yang buruk.

h. Penglihatan kabur

i. Terdapat halo yang terbentuk ketika pasien melihat cahaya terang dan

masih ada penglihatan cahaya setelah memalingkan muka.

8. Evaluasi Diagnostik

 Snellen chart untuk melihat ketajaman penglihatan

 Lapang penglihatan

 Tonografi

 Ganioskopi

 Oftalmoskopi untuk melihat tingkat katarak yang diderita

9. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul

a. Gangguan Persepsi Sensori

b. Resiko Cidera

c. Resiko Jatuh

Sumber : Nurseslabs.com

10. Penatalaksanaan

a. Medis

 ICCE (Intracapsular Cataract Extraction)


Teknik pembedahan yang dilakukan dengan cara seluruh lensa bersama dengan

pembungkus atau kapsulnya dikeluarkan, besar sayatan sekitar 14-15 mm.

Untuk saat ini, metode ini sudah tidak digunakan dikarenakan dapat

menyebabkan edema akibat insisi yang sangat lebar dan astigmatisma yang

tinggi.

 ECCE (Extracapsular Cataract Extration)

Teknik operasi katarak dengan melakukan pengangkatan nukleus lensa dan

korteks melalui pembukaan kapsul anterior yang lebar 9-10mm.

 Small Incision Cataract Surgery (SICS)

Pada tekhnik ini insisi dilakukan di sklera sekitar 5.5mm – 7.0mm. Keuntungan

insisi pada sklera kedap air sehingga membuat katup dan isi bola mata tidak

prolaps keluar, serta insisi yang dibuat ukurannya lebih kecil.

 Phacoemulsification

Dilakukan menggunakan insisi kecil, fragmentasi nukleus secara ultrasonik dan

aspirasi korteks lensa dengan menggunakan alat fakoemulsifikasi (American

Academy Of Ophthalmology , 2012 dalam (Soekardi I, Hutauruk JA 2004).

b. Nursing Management

 Pasien dengan katarak harus menerima perawatan pra operasi :

 Konsumsi obat saat ini

Ini adalah praktik umum untuk menahan terapi antikoagulan untuk

mengurangi risiko perdarahan retrobulbar.

 Tes pra operasi


Baterai standar tes pra operasi seperti hitung darah lengkap,

elektrokardiogram, dan urinalisis hanya diresepkan jika diindikasikan oleh

riwayat medis pasien.

 Tanda-tanda vital

Tanda-tanda vital yang stabil diperlukan sebelum pasien menjalani operasi.

 Hasil uji ketajaman visual

Hasil penilaian dari tes lapang penglihatan, tonografi, ganioskopi, dan

oftalmoskopi

 Riwayat medis pasien

 Diagnosis Keperawatan

Dalam menentukan diagnosa keperawatan, perawat dapat menilai dari beberapa

komponen, seperti :

 Persepsi sensorik visual yang terganggu terkait dengan penerimaan

sensorik yang berubah atau status organ indera.

 Risiko trauma terkait dengan penglihatan yang buruk dan mengurangi

koordinasi tangan-mata.

 Kecemasan terkait dengan ancaman kehilangan visi / kemandirian

permanen.

 Pengetahuan yang kurang tentang cara mengatasi kemampuan yang

berubah terkait dengan kurangnya paparan atau ingatan, salah tafsir, atau

keterbatasan kognitif.

 Tujuan pengobatan klien meliputi:


 Mendapatkan kembali tingkat kognisi

 Mengenali kesadaran akan kebutuhan sensorik.

 Bebas dari cedera.

 Mengidentifikasi faktor-faktor risiko potensial di lingkungan.

 Tampil santai dan melaporkan kecemasan berkurang pada tingkat yang

dapat dikelola.

 Perasaan cemas yang verbal.

 Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi dan mengekspresikan

kecemasan.

 Intervensi Keperawatan

Perawatan untuk pasien dengan katarak meliputi:

 Memberikan perawatan pra operasi

 Memberikan perawatan pasca operasi seperti memberikan Pendidikan

kesehatan mengenai cara melindungi mata, memberikan obat, mengenali

tanda-tanda komplikasi, dan mendapatkan perawatan darurat.

 Evaluasi

Evaluasi pasien dapat meliputi:

 Tingkat kesadaran

 Bebas cedera.

 Mengidentifikasi potensial faktor risiko yang ada di lingkungan

 Penilaian kecemasan

 Discharge planning
 Pemberian Pendidikan kesehatan

 Aktivitas yang harus dihindari selama proses penyembuhan

 Menyarankan untuk menggunakan penutup mata pelindung yang dapat

mencegah terjadinya pajanan dari lingkungan, instruksikan klien

menggunakan penutup mata pelindung selama 24 jam setelah operasi,

diikuti oleh kacamata yang dikenakan pada siang hari dan pelindung logam

yang dikenakan pada malam hari selama 1 hingga 4 minggu.

 Efek samping yang akan dirasakan yaitu berupa keluarnya cairan di pagi

hari, kemerahan pada kulit, dan perasaan gatal mungkin terjadi selama

beberapa hari, serta klien dapat menggunakan waslap yang bersih dan

lembab untuk menghilangkan sedikit keluarnya mata pagi.

 Kontrol pengobatan secara rutin sampai pulih, dikarenakan operasi katarak

meningkatkan risiko pelepasan retina, oleh karena itu perkembangan

keadaan klien pasca operasi harus tetap terpantau.


Daftar Pustaka

American Academy of Ophthalmology and Staff.2011-2012a. Fundamental and


Principles of Ophthalmology.United State of America: American Academy of
Ophthalmology. p. 273-318.American Academy of Ophtalmology, 2011.Retina
and Vitreous. Singapore: American Academy of Ophtalmology.

Arimbi, A. (2012). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Katarak Degeneratif


Di Rsud Budhi Asih. Universitas Indonesia.

Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati,
Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.

Hadini, M. A., Eso, A., & Wicaksono, S. (2016). Analisis Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Katarak Senilis Di RSU Bahteramas Tahun 2016,
3(April), 256–267.

Hawari, D. (2011). Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: FKUI

Ilyas, S. (2014). Ilmu Penyakit Mata Edisi 5. Jakarta: FKUI.

Javadi, M., Rezaei, A., Karimian, F., Amini, H., Pakravan, M., Nouri Mahdavi, K.,
Valaei, N., Zare, R., Miraftabi, A., Baradaran, A.R., Eslami, Y., & Jabarvand, M.
(2004). Prevalence of cataract in Tehran. BINA, 9, 309–317

Khurana AA. Comprehensive Ophthalmology. Edisi ke-4. New Delhi: New Age
Internastional (P) Ltd. 2007:32-6. http://www.amazon.com/comprehensive-
ophthalmologykhurana/dp/8123314 (di unduh 13 November 2019).

Long, B. C. (2012). Praktek Keperawatan Medikal Bedah (Terjemahan). Bandung:


Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Universitas Padjajaran.

Riskesdas. (2017). Riset Kesehatan Dasar : Laporan Nasional 2007. Retrieved Mei 25,
2018, from litbang.depkes: www.litbang.depkes.go id
Stuart, G. W. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Elsevier,
Singapura: Health Sciences Rights Department.

Suswanti. (2019). Hubungan Pengetahuan Perioperatif Dengan Tingkat Kecemasan


Pasien Pre Operasi Katarak Di Rs Mata “ Dr. Yap ” Yogyakarta.

Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum. anatomi & embriologi mata: Glaukoma. Edisi
ke-17. Jakarta: EGC; 2008. hal.1-228.

Anda mungkin juga menyukai