Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF EKSTRAKSI KATARAK


DI RUANG IBS RSUD TUGUREJO KOTA SEMARANG

NUCKY AMARTA KARTIKA SARI


NIM. P1337420115052

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2018
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Defenisi

Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan

lensa di dalam kapsul lensa.( sidarta ilyas, 1998 )

Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa beberapa abad

yang lalu apabila pengurangan visus diperkirakan oleh suatu tabir (layar) yang

diturunkan di dalam mata, agak seperti melihat air terjun.

Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat

terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau

dapat juga akibat dari kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan

berjalan progesif. (Mansjoer,2000;62)

2     Etiologi

Menurut Mansjoer (2000), faktor risiko terjadinya katarak bermacam -

macam, yaitu sebagai berikut:

a.   Usia lanjut

Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil). Dengan

bertambahnya usia lensa akan mengalami proses menua, di mana dalam

keadaan ini akan menjadi katarak.

b.   Kongenital
Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa

pertumbuhan janin

c.   Genetic

Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang

timbul pada lensa.

d.   Diabetes mellitus

Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan

amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka

meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari

akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam

lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose

reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam

lensa.

e.   Merokok

Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan

dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid.

Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen

3 hydroxykhynurine dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya

penguningan warna lensa. Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya

karbamilasi dan denaturasi protein.

f.    Konsumsi alcohol

Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit

mata, termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam


terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan

secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting

pada lensa.

3     Manifestasi Klinis

a. Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:

1) Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau se

rta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tad

2) Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari

b. Gejala objektif biasanya meliputi:

1)Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan t

ampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya aka

n dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayang

an terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau red

up.

2) Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihata

n seakan akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.

3) Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-

benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.

Gejala umum gangguan katarak meliputi: 

1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:

a. Peka terhadap sinar atau cahaya.

b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).

c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.

d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

Gejala lainya adalah :

1. Sering berganti kaca mata

2. Penglihatan sering pada salah satu mata

4     Patofisiologi

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,

berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.

Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus,

di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan

posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna

menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di

anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk

katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.

Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier

ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan

mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan

koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya


cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal

terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa

yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu

enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim

akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien

yang menderita katarak.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat

disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun

kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal.

Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki

dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal,

karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan

penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya

katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok,

diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama

5     Pemeriksaan penunjang

a.    Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusa

kan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem 

saraf, penglihatan ke retina.

b. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukom.

c. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup gluk

oma.

e. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma

f. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiled

ema, perdarahan.

g. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.

h. EKG, kolesterol serum, lipid

i. Tes toleransi glukosa : kotrol DM   

j. Keratometri.

k. Pemeriksaan lampu slit.

l. A-scan ultrasound (echography).

m. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.

n.USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

6     Penatalaksanaan

Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa

sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit

seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak, lensa

diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau

ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah

mengangkat lensa in toto, yakni di dalam kapsulnya melaui insisi limbus superior

140-1600. Pada ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan insisi limbus superior,

bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks
lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga

menyisakan kapsul posterior.

Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau

keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran

ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang

kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca operasi.

Teknik ini kurang bermanfaat pada katarak senilis yang padat dan keuntungan

insisi lumbus yang kecil agak berkurang jika dimasukkan lensa intraokuler. Pada

beberapa tahun silam, operasi katarak ekstrakapsular telah menggantikan prosedur

intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang paling sering. Alasan utamanya

adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa

intra okuler ke dalam kamera posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti

abasio retina dan edema makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh.

Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya

lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga, tetapi

dianjurkan untuk bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan atau

mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut selama

beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang pada

hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi dengan kacamata.

Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama

beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah

operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa

intraokuler sambil menantikan kacamata permanen..


B.   ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK

1.      Pengkajian

a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,

pekerjaan, status perkawinan. Katarak biasanya lebih banyak pada orang yang

berusia lanjut. Pekerjaan yang sering terpapar sinar ultraviolet akan lebih

berisiko mengalami katarak.

b.     Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah

dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang

digunakan,  riwayat penyakit keluarga. Keluhan utama yang dirasakan yaitu

penurunan ketajaman penglihatan dan silau.

c.      Riwayat penyakit saat ini

d.     Riwayat penyakit dahulu

e.     Riwayat penyakit keluarga

Biasanya terdapat keluarga yang lain yang juga mengalami katarak.

f.       Genogram

g.     Pengkajian Keperawatan:

- Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan

Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan berbeda pada setiap klien.

- Pola nutrisi/metabolic
Tidak ada gangguan terkait pola nutrisi dan metabolic klien.

- Pola eliminasi

Tidak ada gangguan pada pola eliminasi klien.

- Pola aktivitas & latihan

Perubahan aktivitas biasanya/ hobi sehubungan dengan gangguan

penglihatan.

- Pola tidur & istirahat

Tidak ada gangguan pola tidur dan istirahat yang disebabkan oleh

katarak.

- Pola kognitif & perceptual

Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan

silau dengan kehilangan bertahap, kesulitan memfokuskan kerja

dengan dekat/ merasa di ruang gelap.

- Pola persepsi diri

Klien berisiko mengalami harga diri rendah karena kondisi yang

dialaminya.

- Pola seksualitas & reproduksi

Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi yang

diakibatkan oleh katarak.

- Pola peran & hubungan

Pola peran dan hubungan klien akan terganggu karena adanya

gangguan pada penglihatannya.

- Pola manajemen & koping stress


Klien dapat mengalami stress karena klien tidaka dapat melihat secara

jelas seperti sebelumnya.

- Sistem nilai dan keyakinan

System nilai dan keyakinan seseorang akan berbeda satu sama lain.

- Pemeriksaan fisik

Keadaan umum, tanda vital, pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi,

perkusi, auskultasi): kepala, mata, telinga, hidung, mulut, leher, dada,

abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit dan kuku, dan keadaan lokal.

Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara

keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan

oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap

refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk.

Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara

rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia

biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak

terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior.

Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat

ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa menunjukkan

inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata

sebelumnya.
2.      Diagnosa

                  a. Pre Operasi

1) Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan

penurunan ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.

2) Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan

kemungkinan kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.

                  b. Post Operasi

1) Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur invasif.

2) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah

pengangkatan).

3.      Intervensi

                        a.       Pre operasi

No Diagnosa Noc Nic

1 Gangguan NOC: NIC: Fall prevention

persepsi sensori Fall prevention behaviour 1.      Identifikasi kebiasaan dan faktor-

visual / Indikator: faktor yang mengakibatkan risiko

penglihatan a.    Penggunaan alat bantu jatuh

berhubungan dengan benar 2.      Kaji riwayat jatuh pada klien dan

dengan penurunan
b.    Tidak ada penggunaan karpet keluarga

ketajaman c.    Hindari barang-barang


penglihatan, berserakan di lantai 3.      Identifikasi karakteristik

penglihatan lingkungan yang dapat

ganda. meningkatkan terjadinya risiko

jatuh (lantai licin)

4.      Sediakan alat bantu

(tongkat, walker)

5.      Ajarkan cara penggunaan alat

bantu (tongkat atauwalker)

6.      Instruksikan pada klien untuk

meminta bantuan ketika melakukan

perpindahan, joka diperlukan

7.      Ajarkan pada keluarga untuk

menyediakan lantai rumah yang

tidak licin

8.      Ajarkan pada keluarga untuk

meminimalkan risiko terjadinya

jatuh pada pasien

2 Cemas NOC : NIC :

berhubungan a.          Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan

dengan b.          Coping kecemasan)

pembedahan yang Kriteria Hasil : a.  Gunakan pendekatan yang

akan dijalani dan a.          Klien mampu menenangkan


kemungkinan mengidentifikasi danb.  Nyatakan dengan jelas harapan

kegagalan untuk mengungkapkan gejala cemas terhadap pelaku pasien

memperoleh b.          Mengidentifikasi, c.   Jelaskan semua prosedur dan apa

penglihatan mengungkapkan dan yang dirasakan selama prosedur

kembali. menunjukkan tehnik untukd.  Temani pasien untuk memberikan

mengontol cemas keamanan dan mengurangi takut

c.           Vital sign dalam batase.  Berikan informasi faktual mengenai

normal diagnosis, tindakan prognosis

d.          Postur tubuh, ekspresif.    Dorong keluarga untuk menemani

wajah, bahasa tubuh dan anak

tingkat aktivitasg.  Identifikasi tingkat kecemasan

menunjukkan berkurangnyah.  Bantu pasien mengenal situasi yang

kecemasan menimbulkan kecemasan

i.    Dorong pasien untuk

mengungkapkan perasaan,

ketakutan, persepsi

                 b.      Past Operasi

No Diagnosa Noc Nic

1 Gangguan rasa NOC : NIC :

nyaman (nyeri         Pain Level, Pain Management

akut)          Pain control, 1.  Lakukan pengkajian nyeri secara

berhubungan          Comfort level komprehensif termasuk lokasi,


dengan prosedur Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,

invasif. ·      Mampu mengontrol kualitas dan faktor presipitasi

nyeri 2.  Observasi reaksi nonverbal dari

·      Mampu mengenali nyeri ketidaknyamanan

(skala, intensitas, frekuensi 3.  Kurangi faktor presipitasi nyeri

dan tanda nyeri) 4.  Pilih dan lakukan penanganan

·      Menyatakan rasa nyaman nyeri (farmakologi, non

setelah nyeri berkurang farmakologi dan inter personal)

·      Tanda vital dalam 5.  Ajarkan tentang teknik non

rentang normal farmakologi

6.  Tingkatkan istirahat

Analgesic Administration

1.  Tentukan lokasi, karakteristik,

kualitas, dan derajat nyeri sebelum

pemberian obat

2.  Cek instruksi dokter tentang

jenis obat, dosis, dan frekuensi

3.  Cek riwayat alergi

4.  Pilih analgesik yang diperlukan

atau kombinasi dari analgesik

ketika pemberian lebih dari satu

5.  Monitor vital sign sebelum dan

sesudah pemberian analgesik


pertama kali

6.  Evaluasi efektivitas analgesik,

tanda dan gejala (efek samping)

2 Resiko tinggi NOC : NIC :

terjadinya infeksi
a.     Immune Status Infection Control (Kontrol

berhubungan b.    Knowledge : Infection infeksi)

dengan prosedur control 1    Bersihkan lingkungan setelah

invasif (bedah
c.    Risk control dipakai pasien lain

pengangkatan). Kriteria Hasil : 2    Pertahankan teknik isolasi

a.    Klien bebas dari tanda dan 3    Batasi pengunjung bila perlu

gejala infeksi 4    Instruksikan pada pengunjung

b.     Mendeskripsikan proses untuk mencuci tangan saat

penularan penyakit, factor berkunjung dan setelah

yang mempengaruhi berkunjung meninggalkan pasien

penularan serta 5    Gunakan sabun antimikrobia

penatalaksanaannya, untuk cuci tangan

c.    Menunjukkan kemampuan 6    Cuci tangan setiap sebelum dan

untuk mencegah timbulnya sesudah tindakan kperawtan

infeksi 7    Pertahankan lingkungan aseptik

d.    Jumlah leukosit dalam selama pemasangan alat

batas normal 8    Tingktkan intake nutrisi

e.    Menunjukkan perilaku Infection Protection (proteksi

hidup sehat terhadap infeksi)


1    Monitor tanda dan gejala infeksi

sistemik dan lokal

2    Monitor hitung granulosit, WBC

3    Monitor kerentanan terhadap

infeksi

4    Batasi pengunjung

5    Pertahankan teknik isolasi k/p

6    Berikan perawatan kuliat pada

area epidema

7    Inspeksi kulit dan membran

mukosa terhadap kemerahan,

panas, drainase

8    Ispeksi kondisi luka / insisi

bedah

9    Dorong masukkan nutrisi yang

cukup

10 Dorong masukan cairan

11 Dorong istirahat

12 Instruksikan pasien untuk minum

antibiotik sesuai resep

13 Ajarkan cara menghindari infeksi

14 Laporkan kecurigaan infeksi.


DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardhi. 2015. Nanda NIC-NOC. Yogyakarta : MediAction

Bulechek, Gloria M., Butcher, H. K., Dchterman, J. M., Wagner, C. M. (2013).


Nursing Interventions Clasification (NIC). USA: Elsevier.
Herdman, T. H & Kamitsuru, S. (2015) . Nanda International Inc. Diagnosis
keperawatan : definisi &Klasifikasi 2015-2017. Terjemanhan oleh Budi
Anna Keliat, dkk. 2015. Jakarta: EGC.
Ilyas, sidarta. (1998). Penuntun Ilmu Penyakit Mata.Jakarta: EGC
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius
Muttaqin, Arif. (2013). Buku Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskuler. Jakarta : EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., maas, M. L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classificatoin (NOC). USA: elsevier.
Price, Sylfia A. & Wilson. (2013). Patofisiologi Konsep Klinis Proses - proses
penyakit Volume 2. Edisi 6. Terjemahan oleh Pendit BU dkk. 2008.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai