1 Defenisi
Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa beberapa abad yang
lalu apabila pengurangan visus diperkirakan oleh suatu tabir (layar) yang diturunkan di
dalam mata, agak seperti melihat air terjun. (Perawatan Mata. Vera H. Darling, Margaret
R. Thorpe).
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat
dari kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progesif.
(Mansjoer,2000;62)
2 Etiologi
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil). Dengan bertambahnya usia
lensa akan mengalami proses menua, di mana dalam keadaan ini akan menjadi katarak.
b. Kongenital
Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan janin
c. Genetic
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang timbul pada
lensa.
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan amplitudo
akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar
glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa
dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian glukosa
tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme
e. Merokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan dihubungkan
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit mata,
termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam terjadinya katarak.
Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan secara tidak langsung dengan
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fu
ngsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak denga
n oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukanny
a ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah p
andangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan
akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingg
a refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
a. Peka terhadap sinar atau cahaya.
b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Gejala lainya adalah :
1. Sering berganti kaca mata
2. Penglihatan sering pada salah satu mata
4 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung
tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan
yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya
usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju
pada jendela.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu
teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam
lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi
lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat
bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat
sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan,
alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
a. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, l
ensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke reti
na.
b. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
c. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
e. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
f. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdar
ahan.
g. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
h. EKG, kolesterol serum, lipid
i. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
j. Keratometri.
k. Pemeriksaan lampu slit.
l. A-scan ultrasound (echography).
m. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
n. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
6 Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak, lensa diangkat dari mata
intrakapsular yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah mengangkat lensa in toto, yakni di
dalam kapsulnya melaui insisi limbus superior 140-1600. Pada ekstraksi ekstrakapsular
juga dilakukan insisi limbus superior, bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat,
nukleus diekstraksi dan korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau
mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang kecil (2-5 mm), sehingga
mempermudah penyembuhan luka pasca operasi. Teknik ini kurang bermanfaat pada
katarak senilis yang padat dan keuntungan insisi lumbus yang kecil agak berkurang jika
yang paling sering. Alasan utamanya adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh, ahli
bedah dapat memasukkan lensa intra okuler ke dalam kamera posterior. Insiden
komplikasi pasca operasi seperti abasio retina dan edema makula lebih kecil bila kapsul
posteriornya utuh.
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya lebih
pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga, tetapi dianjurkan
untuk bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda
berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari, tetapi
kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi
dan matanya dilindungi dengan kacamata. Perlindungan pada malam hari dengan
digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup
a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, pekerjaan, status
perkawinan.
Katarak biasanya lebih banyak pada orang yang berusia lanjut. Pekerjaan yang sering
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi, imunisasi,
f. Genogram
§ Pola nutrisi/metabolik
§ Pola eliminasi
Tidak ada gangguan pola tidur dan istirahat yang disebabkan oleh katarak.
kehilangan bertahap, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa di ruang gelap.
Klien berisiko mengalami harga diri rendah karena kondisi yang dialaminya.
Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi yang diakibatkan oleh katarak.
Pola peran dan hubungan klien akan terganggu karena adanya gangguan pada
penglihatannya.
§ Klien dapat mengalami stress karena klien tidaka dapat melihat secara jelas seperti
sebelumnya.
System nilai dan keyakinan seseorang akan berbeda satu sama lain.
§ Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata, telinga, hidung,
mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit dan kuku, dan keadaan lokal.
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada
pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak
terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop
direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan
identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah
katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi
2. Diagnosa
2. Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan kemungkinan
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur invasif.
2. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah
pengangkatan).
3. Intervensi
penurunan ketajaman
a. Penggunaan alat bantu mengakibatkan risiko jatuh
karpet
meningkatkan terjadinya
(tongkat, walker)
walker)
ketika melakukan
perpindahan, joka
diperlukan
cemas pasien
kecemasan
kecemasan
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
presipitasi nyeri
penanganan nyeri
(farmakologi, non
personal)
non farmakologi
Analgesic
Administration
karakteristik, kualitas,
sebelum pemberian
obat
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
satu
pemberian analgesik
pertama kali
penatalaksanaannya, perlu
normal berkunjung
tangan
tindakan kperawtan
7 Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
dan lokal
granulosit, WBC
terhadap infeksi
isolasi k/p
epidema
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
insisi bedah
11 Dorong istirahat
12 Instruksikan pasien
sesuai resep
13 Ajarkan cara
menghindari infeksi
14 Laporkan kecurigaan
infeksi
Long, C Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah : 2. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendi
dikan Keperawatan Pajajaran
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakarta:
EGC
Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI