Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

KATARAK

Dosen : Ns. Jhon Tangka.,S.Kep.,M.kep,.SP.KMB

Disusun Oleh : Kelompok 2

Baso Rimba : 01909010010


Betris Mohi : 01909010011
Essy Batebolinggo :01909010015
Elvira Dayoh : 01909010016
Endra Kristiono : 01909010017
Fadila Lamanau : 01909010019
Fajar Paputungan : 01909010020
Cindy O. Malun : 01909010013

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU
T.A 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur pemakalah panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun pendahuluan makalah
Katarak ini. Adapun maksud dari penyusunan ini adalah untuk memenuhi tugas
Keperawatan Medikal Bedah III

Disusunnya Makalah ini tidak lepas dari peran dan bantuan beberapa pihak
dan sumber. Karena itu, Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-
tingginya kepada dosen pembimbing Ns. Jhon Tangka S.Kep.,M.Kep,.SP.KMB yang
telah membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan Makalah ini. Kiranya
amal baik serta budi luhur secara ikhlas yang telah diberikan kepada kami dari beliau
di atas yang dapat maupun belum dapat kami sebutkan, mendapatkan imbalan yang
semestinya dari Allah SWT.

Kami menyadari bahwa dalam menyusun pendahuluan makalah ini masih


jauh dari kesempurnaan, untuk itu sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya penyusunan ini. berharap semoga ini bisa
bermanfaat khususnya bagi pembaca pada umumnya.

Kotamobagu, 14 September 2021

Kelompok 2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………..
KATA PENGANTAR………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………..

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………
B. Rumusan masalah………………………………………
C. Tujuan…………………………………………….……
BAB II : TINJAUAN TEORI
A. Definisi Penyakit katarak………………………………….
B. Epidemiologi………………………………………………
C. Etiologi Dan Faktor resiko………………………………...
D. Patofisiologi……………………………………………….
E. Klafikasi…………………………………………………..
F. Manisfestasi Klinis………………………………………..
G. Komplikasi………………………………………………...
H. Pemeriksaan Diagnostik…………………………………..
I. Penatalaksanaan Medis……………………………………
BAB III : TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian…………………………………………………
B. Diagnosa Keperawatan……………………………………
C. Analisa Data………………………………………………
D. Intervensi Keperawatan…………………………………..
BAB IV : SOAL NCLEX
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Katarak berasal dari bahasa yunani katarrhakies, inggris cataract, dan
latin cractara yang berarti air terjun. Katarak adalah setiap keadaankekeruhan
pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (Penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya ( Ilmu Penyakit Mata
FKUI, 2015)
Menurut leMone (2016) Katarak didefinisikan opasifikasi
(pengeruhan) lensa mata.Opasifikasi tersebut dapat sangat mengganggu
pengantaran cahaya ke retina dan kemampuan menerima citra dengan jelas.
Senada menurut james (2006) hal yang mendasari bahwa opasifikasi lensa
mata (katarak) sebagian besar timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan
kumulatif terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti radiasi
UV serta komplikasi penyakit Diabetes mellitus dan beberapa diantaranya
bersifat kongenital dan dapat diturunkan

B. Rumusan Masalah
a. Definisi Penyakit katarak
b. Apa epidemilogi katarak
c. Apa saja etiologi katarak dan faktor resiko
d. Apa saja klafikasi katarak
e. Apa saja manisfestasi klinis katarak
f. Apa saja komplikasi katarak
g. Bagaimana pemeriksaan penunjang katarak
h. Apa saja penatalaksanaan medis

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui Definisi Penyakit katarak
b. Untuk mengetahui Apa epidemilogi katarak
c. Untuk mengetahui Apa saja etiologi katarak dan faktor resiko
d. Untuk mengetahui Apa saja klafikasi katarak
e. Untuk mengetahui Apa saja manisfestasi klinis katarak
f. Untuk mengetahui Apa saja komplikasi katarak
g. Untuk mengetahui Bagaimana pemeriksaan penunjang katarak
h. Untuk mengetahui Apa saja penatalaksanaan medis
BAB II
TINJAUAN TEORI

Asuhan keperawatan pasien Katarak

1. Definisi penyakit
Katarak berasal dari bahasa yunani katarrhakies, inggris cataract, dan
latin cractara yang berarti air terjun. Katarak adalah setiap
keadaankekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(Penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-
duanya ( Ilmu Penyakit Mata FKUI, 2015)
Menurut leMone (2016) Katarak didefinisikan opasifikasi
(pengeruhan) lensa mata.Opasifikasi tersebut dapat sangat mengganggu
pengantaran cahaya ke retina dan kemampuan menerima citra dengan
jelas. Senada menurut james (2006) hal yang mendasari bahwa opasifikasi
lensa mata (katarak) sebagian besar timbul pada usia tua sebagai akibat
pajanan kumulatif terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya
seperti radiasi UV serta komplikasi penyakit Diabetes mellitus dan
beberapa diantaranya bersifat kongenital dan dapat diturunkan.
Sedangkan Bruner & Sudart 2013 memaparkan dimana kekeruhan
lensa dapat terjadi di satu atau kedua mata dan pada setiap kelompok usia
dimana di dasarkan lokasinya didalam lensa : subkapular nuclear (inti),
kortikal dan posterior. Yang intinya terjadi katarak megakibatkan
gangguan visual bergantung pada ukuran, densitas, dan lokasi didalam
lensa.

2. Epidemologi
Katarak merupakan penyebab umum dan signifikan deficit
penglihatan, menyerang lebih dari 22 juta orang diatas 40 tahun di
amerika serikat. Menginjak usia 80 lebih dari separuh populasi terkena
katarak. Namun banyak kasus, katarak sedikit lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada peria, dan pada lebih banyak orang kulit putuh
ketimbang pada etnis lain. Lebih dari sejuta pembedahan katarak
dilakukan pertahun di amerika serikat (Prevent blindess America, 2008).
Sementara prevelensi katarak Amerika serikat menurut NEI, 2008
meningkat tajam seiring penuaan :
□ 2.5 % (lebih dari 1 juta) individu dewasa berusia 40 sampai 49 tahun
terkena katarak
□ Anggka tersebut meningkat menjadi lebih dari 2 juta ( atau 6,8) pada
individu berusia 50 tahun- 59 tahun, dan meningkat hamper dua kali
lipat menjadi 4 juta atau 20 % berusia 60 sampai 69 tahun.
□ Individu dewasa terkena katarak sekitar usia 80 tahun ke atas.

3. Etiologi dan faktor resiko


Paparan kumulatif sinar ultra violet pada mata sesepanjang umur
seseorang merupakan factor resiko penting bagi perkembangan
katarak.Seorang tinggal di ketinggian atau yang bekerja di sinar matahari
terang seperti nelayan cenderung lebih awal menderita katarak. Pekerja
pada industrial kaca atau las yang tidak mengguanakan proteksi mata juga
memiliki risiko yang lebih tinggi (Black & Hawk, 2016).
Namun usialah merupakan factor resiko tunggal utama untuk
katarak.Genetika dapat memperngaruhi hal tersebut meskipun
hubungannya masih belum jelas. Factor lingkungan dan gaya hidup dapat
berperan : pajanan jangka panjang terhadap sinar matahari (sinar UV-B)
berpengaruh, merokok dan konsumsi alcohol berat berkaitan dengan
perkembangan katarak lebih tinggi, katarak dapat juga terjadi katarak
kongenital datau dapatan.Petunjuk mengingat factor resiko katarak,
menggunakan singkatan C A T A R A Ct :
C =Congenital ( Kongenital )
A =Aging ( Penuaan )
T =Toxity ( Steroid dll,)
A = Accident (Kecelakaan)
R = Radiation( Radiasi)
A = AlteredMetabolism ganguan metabolisme : Diabetes
C = CigaretteSmoking ( Merokok)

4. Patofisiologi dan Pathway


Terakumulasi Mayoritas katarak adalah jenis sinilis, yang diakibatkan
oleh penuaan seiring penuaan lensa, serat dan protein lensa mata berubah
dan degenerasi.Protein tersebut mengakibatkan lensa keruhdan
mengurangi pengantaran cahaya ke retina. Proses tersebut dimulai dari
tepi lensa, yang secara bertahap meluas hingga melibatkan bagian tengah
(Lemone, 2017)
Pembentukan katarak ditandai secara kimiawi dengan pengurangan
ambilan oksigen dan peningkatan air dengan ditandai dengan dehidrasi
lensa. Kadar soduim dan kadar kalsium meningkat, potasiseperti
menguning karena pembentukan komponen floressen dan perubahan
molekularum, asam askorbat, dan protein menurun (Kowalak, 2014 ).
Protein lensa mengalami beberapa perubahan terkait usia seperti
menguning karena pembentukan komponen fluressen dan perubahan
molecular. Perubahan ini bersaan dengan foto absorbs radiasi sinar violet
sepanjang hidup. Selanjutnya katrak dimulai dri kondisi katrak imatur
yang memiliki gambaran lensa tidak sepenuhnya dan beberapa cahaya
dapat diterusjan sehingga penglihatan masis dapat memadai, pada katarak
matur, opasitas terjadi menyeluruh (katarak matang) katrak hipermatur
katarak dengan kadar protein lensa mengalami pemecahan menjadi poli
peptide rantai pendek yang merembes keluar dari kapsul lensa (Black &
Hawk, 2014)

5. Klasifikasi
Menurut departemen penyakit mata FKUI 2015, membagi klasifikasi
katarak berdasarkan usia sebagai berikut :
a. Katarak Kongenital, Katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1
tahun.
b. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sudah 1 tahun.
c. Katarak sensil, setelah usia 50 tahun.
Bila mata sehat dan tidak terdapat kelianan sistemik maka hal ini
biasanya terdapat pada hampir semua katarak senil, katarak herditer
dan katarak kongenital.
1) Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum
atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun.
Katarak kongenital menrupakan penyebab kebutaan pada bayi yang
cukup berarti terutama akibat kongenital digolongakan dalam
katarak :
a) Kapsulolentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak
kapsular dan katarak Polaris.
b) Katarak lenticular termasuk dalam golongan ini katarak yang
mengenai korteks atau nucleus lensa saja.
Dalam kategori ini termasuk kedalam kekeruhan lensa yang
timbul sebagai kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit
ibu dan janin lokal atau umum.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan
pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubella pada
kehamilan trisemester pertama dan pemakaian obat selama
kehamilan.Sering juga katarak kongenital ditemukan pada bayi
premature dan gangguan system saraf seperti retradasi
mental.Hampir 50 % dari katarak kongenital tidak diketahui
penyebabnya sehingga betapa pentingnya pemeriksaan darah pada
katarak kongenital ada hubungan antara katarak kongenital dengan
diabetes mellitus, kalsium dan fosfor.Bila kejadian katarak
dibarengi dengan nistagmus maka keadaan ini menunjukan hal yang
buruk pada katarak kongenital. Dikenal bentuk-bentuk katarak
kongenital :
□ Katarak piramidalis atau Polaris anterior
□ Katarak piramidalis atau Polaris posterior
□ Katarak zonularis atau lamelaris
□ Katarak pungtata dan lain
Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital
akan terlihat bercak putih atau suatu leukokaria. Pada setiap
leokokaria diperlukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk
menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan leukokaria
dilakukan dengan cara melebarkan pupil.
Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi
adalah macula lutea yang tidak cukup mendapatkan rangsangan.
Macula ini tidak akan berkembang sempurna hingga walaupun
dilakukan ekstrasi katarak maka visus tidak akan mencapai 5/5.
Katarak kongenital dapat menyebabkan komplikasi lain berupa
nistagmus dan strabismus.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang
dilahirkan pada ibu-ibu yang menderita penyakit rubella,
galaktosemia, homosisteinnuri, diabetes mellitus hipoparatoidism,
toksoplasma.Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah
operasi.
Pengobatan katarak kongenital yang umum dikenal adalah
disisio lensa, ekstraksi liniear, ekstraksi dengan aspirasi.
2. Katarak Juvenil

Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang


mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari
3 bulan. Katarak juvenile biasanya merupakan kelanjutan katarak
kongenita.Katarak juvenile biasanya merupakan penyulit
penyakit sistemik ataupun metabolic dan penyakit
lainnya.Seperti :

a. Katarak metabolic
1. Katarak diabetic dan galaktosemik
2. Katarak hipokalsemik
3. Katarak difesiensi gizi
4. Katarak aminoasiduria
5. Penyakit Wilson
6. Katarak berhubungan dengan kelainan metabolic lain.
b. Otot
Distrofi miotonik (umur 20 sampe 30 Tahun)
c. Katarak tarumatik
d. Katarak komplikata

3. Katarak Senil

Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat


dapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya
sampai sekarang tidak diketahui secara pasti.
Proses penuaan akan mempengaruhi fisiologis mata :
1. Kapsul
□ Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak )
□ Mulai presbyopia
□ Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
□ Terlihat bergranular
2. Epitel makin tipis
□ Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar
dan berat
□ Bengakak dan vakuolisai mitokandria yang nyata
3. Serat Lensa
□ Lebih ireguler
□ Pada korteks jelas kerusakan serat sel
□ Paparan sinar matahari (Ultraviolet) lama kelamaan
merubah protein nucleus (histidin, triptofan, metionin,
sistein dan tirosin)
□ Korteks tidak berwarna karena kadar askorbat tinggi
dan menghalangi fotooksidasi dan sinar tidak banyak
mengubah protein pada serat muda.
Perbedaan stadium katarak senil

Jenis Insipient Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Normal Bertambah Normal Berkurang
Lensa Normal Terdorong Normal Tremulans
Iris Normal Dangkal Normal Dalam
Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Sudut bilik
mata Negatif Positif Negatif Pseudopus
Shadow test - Glaukoma - Uveitis +
Penyulit Galukoma
Sumber: ilmu penyakit mata FIKUI, 2015

6. Manifestasi klinis
Menurut leMone, 2012 manifestasi klinis pasien dengan katarak :
Cenderung terjadi bilateral, kecuali akibat trauma mata. Ketika katarak
menghambat penghantaran cahaya melalui lensa ketajaman penglihatan
akan berkurang , merusak penglihatan jauh dan penglihatan dekat. Sinar
disebar ketika masuk melewati lensa, menyebabkan penderita sialu. Sialu
akan mengakibatkan kemampuan untuk menyesuaikan antara lingkungan
terang dan gelap. Pembedaan warna rusak terutama pada rentang biru
hingga ungu.Saat katarak matur, pupul dapat tampak kelabu keruh atau
putih, bukan hitam. Tajam penglihatan pasien katarak dapat terlihat hitam
terhadap reflex fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk,
katarak terkait usia biasanya terletak di daerah nucleus korteks atau
subkapsular posterior james, 2006
Menurut ilmu penyakit mata fakultas kedokteran Indonesia 2015
Pasien dengan katarak mengeluh, gangguan penglihatan berupa :
□ Merasa silau
□ Berkabut/berasap
□ Sukar melihat dimalam hari
□ Melihat ganda
□ Melihat warna terganggu

7. Komplikasi
Menurut Black & Hawk 2014 komplikasi pasien dengan katarak
sebenarnya jarang terjadi, akan tetapi bisa menimbulkan komplikasi jika
pasien mengalami pembedahan (operasi) hingga pasca operasi seperti
infeksi, perdarahan, edema macular, kejadian ablasio retina lebih sering
terjadi pada 12 bulan pasca operasi.
Komplikasi Katarak menurut kowalak, 2014 meliputi :
1. Kebutaan
2. Glaucoma
3. Kehilangan humor viterus
4. Dehisensi luka operasi akibat benang jahitan yang kendor atau
putus, kamera okuli anterior yang rata atau prolapses iris ke dalam
luka operasi.
8. Pemeriksaan penunjang
Sebagai Pemeriksaan penunjang yang dapat diakukan kepada pasien
dengan katarak adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaa visus mata mengunakan senellen / mesinmesin
telebenikuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa,
akueus/viterus humor, kesalahan reflaksi penyakit system saraf.
2. Lapang penglihatan : penurunan mungkin karena masa tumor karotis
galukona.
3. Pengukuran tonografi ; TIO (12-25 mmHg)
4. Pengukuran genioskopi membedakan sudut terbuka dan tertutup
5. Tes provokatif : menentukan tipe katarak atau galukoma
6. Oftalmoskop : mengkaji susunan internal okuler, atrofi lempeng optic
7. Darah lengkap, LED : menunjukan anemi sistemik/ infeksi
8. EKG, Kolesterol serum, lipid, glukosa toleransi

9. Penatalaksanaan medis
A. Penatalaksanaan bedah
Menurut arif mansjur, 2012 penata laksanaan yang tepat untuk
pasien dengan katarak adalah pembedahan.Bedah pengangkatan
merupakan satu-satunya terapi yang digunakan saat ini untuk katarak.
Indikasi yang dapat ditegakan dengan pembedahan jika katarak sudah
berkembang dan menggangu aktifitas sehari-hari, pembedahan katarak
adalah tidak ada terapi medis untuk mencegah atau mengatasi katarak ,
jika pasien mengalami katarak bilateral, maka yang dapat dilakukan
adalah hanya satu mata dalam satu waktu ( Lemone, 2017)
Pembedahan katarak dilakukan dengan cara membuat irisan
kecil pada kornea, katarak dipecah menjadi partikel-partikel kecil
mikroskopik dengan probe ultrasonic. Penggunaan suara berernergi
tinggi yang lebih dikenal falkoemulsifikasi.Kemudian suatu lensa
buatan intraocular yang dilipat ditamnam melalui irisan mikro, dibuka
lipatannya dan dikunci pada posisi permanen irisan mikro ini akan
sembuh dan tidak butuh jahitan, irisan ini akan tetap tertutup erat
dengan tekanan keluar alami dari dalam mata dengan kondisi yang
lebih nyaman serta penyembuhan yang lebih cepat ( Black & Hawak,
2014 ).
Pembedahan katarak juga memiliki komplikasi namun hanya 1
% dari pembedahan tersebut.Kehilangan humor viterus, edema kornea
peningkatan tekanan intra okukar radang atau infeksi. Penglihatan
dapat dipulihkan mengunakan kapsulotomi laser pasca (pembuatan
lubang untuk cahaya agar dapat melewati opasifikasi kapsula ) atau
insisi bedah ke kapsula posterior untuk memungkinkan cahaya
mencapai retina (lemone,2017 ).
B. Penatalaksanaan Non-bedah.

Penatalaksanaan Non bedah tanpa invasive dapat dilakukan


dengan cara menggunakan kaca mata hitam sehingga mengurangi
keterpaparan sinar matahari yang mengandung Sinar ultra violet hal
ini akan memberikan efek positif pada mata apabila beraktifitas diluar
ruangan pada siang hari. Selain itu pengaturan pencahayaan pasien
dengan katarak dengan kekeruhan bagian perifer lensa ( area pupil)
dapat di instruksikan dengan menggunakan pencahayaan yang terang.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
b. Keluhan utama : Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
c. Riwayat kesehatan dahulu:
Riwayat kesehatan dahulu klien diambil untuk menemukan masalah
primer klien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan
ganda, atau hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus
menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata
dan berapa lama klien sudah menderita kelainan ini.Riwayat mata yang
jelas sangat penting. Apakah klien pernah mengalami cedera mata atau
infeksi mata, penyakit apa yang terakhir diderita klien.
d. Riwayat kesehatan sekarang:
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum klien. Apakah ia
mengenakan kacamata atau lensa kontak?, apakah klien mengalami
kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?, apakah ada keluhan
dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana dengan masalah
membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
e. Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-
nenek.
f. Pemeriksaan fisik
Mata:
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan
pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop
(Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus
ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp
memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi
opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah
nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya
terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan
penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen
pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya.
NURSING CARE PLANING

Pre operasi
a. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.
b. Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya
pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
mengenai penyakit dan prosedur pembedahan
d. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
Intra operasi
a. Resiko cedera berhubungan dengan prosedur invasif
b. Resiko hipotermi berhubungan dengan evaporasi
Post operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan pasca
operasi.
b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
c. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan perifer
sementara dan persepsi sekunder terhadap pembedahan mata
Pre operasi
1. Diagnose keperawatan : Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan
dengan gangguan penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.
a). data yang mendukung
b). hasil yang diharapkan :
Ketajaman dan fokus mata kiri baik
Ketajaman dan fokus mata kanan baik
Menanggapi rangsangan visual
Intervensi Rasional
1. Identifikasi diri saat memasuki area 1. Agar klien mampu fokus terhadap
klien perawat

2. Menghindari klien merasa silau dan


2. Atur pencahayaan ruangan klien terganggu dengan cahaya terang
mengguanakan kacamata gelap

3. Jelaskan mengenai lingkungan klien 3. Agar mengurangi masalah cedera

4. Jangan memindahkan barang-barang 4. Agar klien tidak merasa kebingungan


tanpa menginformasikannya pada dan kesulitan saat membutuhkan
klien sesuatu, dikarenakan penurunan
penglihatan
5. Anjurkan klien untuk melakukan
pembedahan 5. Mengurangi kekeruhan yangterdapat
pada mata klien

2. Diagnose Keperawatan : Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan


sensori dan kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan
dilakukan.
a). data yang mendukung
b). hasil yang diharapkan :Tidakjatuhsaatberdiri, Tidakjatuhsaat duduk, Tidak
jatuh saat berjalan Tidak jatuh saat tidur

Intervensi Rasional
1. Identifikasi kebutuhan keamanan 1. Mengetahui bagaimana keamanan
klien yang dibutuhkan klien
2. Mengetahui ancaman yag terdapat
2. Identifikasi ancaman keamanan di lingkugan klien
klien 3. Mengurangi ancaman dan
meningkatkan keamanan klien
3. Modivikasi lingkungan klien 4. Menjaga klien agar tidak terjatuh
dan mengalami cedera
4. Gunakan alat pelindung pasien
seperti side rell 5. Memberikan suasana nyaman bagi
klien
5. Kolaborasi dengan agensi lain
untuk menciptakan lingkungan
aman

3. Diagnose Keperawatan : Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan


sensori dan
kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan.
a). data yang mendukung
b). hasil yang diharapkan :
o Tidaktampakgelisah
o Tidak tampak mondar-mandir
o Ketegangan wajah
o Tidak diungkapkannya kecemasan secara verbal
o Berkonsentrasi penuh
o Mudah menerima pengetahuan dan pemecahan masalah

Intervensi Rasional
1. Identifikasi tingkat kecemasan 1. Mengkaji tingkat kecemasan klien
klien
2. Untuk meyakinkan dan
2. Gunakan pendekatan yang tenang menenangkan klien
3. Orientasikan lingkungan baru 3. Mengurang pemikiran negative
klien terhadap lingkungan baru klien
4. Meningkatkan pengetahuan
4. Jelaskan semua kegiatan , mengurangi kecemasan dan
prosedur , dan isu-isu yang pikiran negatif klien mengenai
melibatkan klien prosedur yang akan dilakukan
5. Sebagai terapi relaksasi untuk
5. Instruksikan klien menggunakan klien mengurangi kecemasan
teknikrelaksasi (tekniknapas

4. Diagnose Keperawatan : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang


terpaparnya informasi mengenai penyakit dan prosedur pembedahan
a). data yang mendukung
b). hasil yang diharapkan :Mampu menjelaskan mengenai medikasi, efek
samping dan lain-ain

Intervensi Rasional
1. Tentukan kebutuhan pengajaran 1. Mengetahui informasi yang
klien dibutuhkan klien
2. Idetifikasi sumber motivasi klien 2. Mengetahui cara memotivasi
3. Memberikan informasi-informasi klien
dari sumber-sumber yang dapat 3. Memberikan informasi sebanyak-
menolong klien banyaknya yang dibutuhkan klien,
agar klien percaya, yakin dan
permasalahan pengetahuan
terselesaikan

Intra Operasi

1. Diagnose keperawatan : Resiko hipotermi berhubungan dengan evaporasi


a). data yang mendukung
b). hasil yang diharapkan : Temperature ruangan nyaman
Tidak terjadi hipotermi

Intervensi Rasional
1. Atur suhu ruangan yang nyaman 1. Membantu menstabilkan suhu
2. Lindungi area diluar wilayah pasien
operasi 2. Kehilangan panas dapat terjadi
waktu kulit dipajanka

Diagnose Keperawatan : Resiko cedera berhubungan dengan prosedur


invasif
a). data yang mendukung
b). hasil yang diharapkan : Klien terbebas dari cedera
Mampu mengenali perubahan status kesehatan
Klien mampu menjelaskan faktor risiko dari lingkungan/perilaku
personal

Intervensi Rasional
1. Tidurkan pasien pada meja operasi 1. Mencegah jatuhnya pasien
sesuai kebutuhan 2. Dapat mengetahui pemakaian
2. Monitor penggunaan instrumen instrumen jarum dan kasa.
jarum an kassa

Post Operasi

1. Diagnose keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya


kontinuitas jaringan pasca operasi.
a). data yang mendukung
b). hasil yang di harapkan : Tidak melaporkan nyeri
Tidak ada ekspresi menahan nyeri (meringis, menangis)
Tidak ada agitasi
Toleran pada makanan
Intervensi Rasional
1. Kaji secara keseluruhan 1. Mengetahui kondisi umum
bertahap dan nyeri klien
berkesinambungan mengenai
nyeri (lokasi, karakter, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas,
dan faktor predisposisinya)
2. Observasi nonverbal dan
komunikasi ketidaknyamanan 2. Mengetahui keadaan nyeri dan
ketidaknyamanan yang
3. Pastikan klien memperhatikan muncul
perawatan nyeri 3. Kooperatif klien berperan
penting agar intervensi yang
diberikan dapat diterima dan
4. Gunakan komunikasi diaplikasikan
terapeutik untuk mengetahui 4. Untuk mengkomunikasikan
repon, pemikiran, pengetahuan bagaimana perasaan klien
dan kepercayaan mengenai terhadap nyeri
nyeri
5. Kontrol lingkungan nyaman
untuk klien 5. Membuat klien merasa
nyaman dan mengurangi rasa
6. Ajarkan teknik nyeri
pengurangan nyeri tanpa 6. Menurunkan rasa nyeri dan
obat (seperti, relaksasi, mengalihkan nyeri klien
napas dalam, hipnotik 7. Mengurangi rasa nyeri
lima jari dan lain-lain
8. Membantu klien dalam
7. Kolaborasi dan ajarkan mengurangi rasanyeri
penggunaan obat analgesik
8. Ajarkan keluarga untuk
melakukan,dan
memantau klien dalam
menggunakan teknik
nonpharmakologi

2. Diagnose keperawatan : Resiko tinggi terhadap


infeksiberhubungandenganprosedur
invasive.

a). data yang mendukung


b). hasil yang diharapkan :
Klien memahami dan menunjukkan cara pengendalian infeksi
Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko
Tidak ada ruam dan tanda-tanda infeksi (demam, hipotermia, nyeri
berlebih dan lama, malaise dan lain-lain)

Intervensi Rasional
1. Monitor tanda dan gejala 1. Mengkaji dan mengevaluasi
infeksi klien
2. Kaji kerentanan terhadap 2. Untuk mengetahui
infeksi kemungkinan terkena infeksi
3. Untuk mengetahui apakkah
3. Monitor kesembuhan luka, muncul reaksi pembedahan
WBC, dan hasil yang atau tanda gejala infeksi
menunjang 4. Mencegah munculnya infeksi
5. Sarana penyembuhan luka
4. Pertahankan teknik aseptic 6.Keluarga mampu mengenal dan
terhadap klien melaporkan tmuan infeksi pada
5. Promosikan pemberian nutrisi perawat
adekuat
6.Ajari klien dan keluarga
mengenai tanda dan gejalan
infeksi

3. Dignosakeperawatan : Resiko tinggi cedera berhubungan dengan


kehilangan
penglihatan perifer sementara dan persepsi sekunder terhadap
pembedahan mata.
a). data yang mendukung

b). hasil yang diharapkan:


o Tidak jatuh saat berdiri
o Tidak jatuh saat duduk
o Tidak jatuh saat berjalan
o Tidak jatuh saat tidur

Intervensi Rasional
1. Identifikasi kebutuhan 1. Mengetahui bagaimana
keamanan klien keamanan yang dibutuhkan
klien
2. Identifikasi ancaman 2. Mengetahui ancaman yag
keamanan klien terdapat di lingkugan klien
3. Mengurangi ancaman dan
3. Modifikasi lingkungan meningkatkan keamanan
klien klien
4. Menjaga klien agar tidak
4. Gunakan alat pelindung terjatuh dan mengalami
pasien seperti side rell cedera
5.Memberikan suasana nyaman
5,Kolaborasi dengan agensi bagi klien
lain untuk menciptakan
lingkungan aman

PATHWAY KATARAK

Usia lanjut dan proses Traumatik atau cedera Penyakit metabolik


penuaan Kongenital. pada mata (misalnya DM)

Nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat


kekuningan
Perubahan fisik (perubahan pd serabut halus multiple
(zunula) yg memanjang dari badan silier kesekitar daerah
lensa)

Hilangnya tranparansi Kurang terpapar


lensa terhadap informasi
tentang prosedur
Perubahan kimia dlm protein lensa
tindakan pembedahan

Kekeruhan pada koagulasi CEMAS


lensamata

Resiko Cedera Menghambat Terputusnya protein lensa disertai influks


jalannya cahaya air kedalam lensa
ke retina
Gangguan penerimaan
Usia meningkat Tidak mengenal Kurang
sensori/status organ
sumber informasi pengetahuan
indera
Penurunan enzim menurun

Menurunnya
Degenerasi pada lensa
ketajaman penglihatan Resiko Cedera

KATARAK
Gangguan persepsi Mata ditutup beberapa hari dan
sensori-perseptual menggunakan kacamata
mengaburkan pandangan
penglihatan

Perubahan status
prosedur invasif
kesehatan, keterbatasan
Post op pengangkatan katarak
informasi

Kurang Pengetahuan Nyeri Resiko tinggi


terhadap infeksi
BAB III

Tinjauan Kasus

A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi staatus kesehatan klien
(Nursalam,2001). Adapun data-data pengkajian katarak adalah :
a. Aktivitas / istirahat : gejalanya yaitu perubahan aktivitas biasanya atau
hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b. Makanan / cairan : gejalanya yaitu mual/muntah (glaukoma akut)
c. Neusensori / cairan : gejalanya yaitu gangguan penglihatan (kabur/tak
jelas), sinar terang menyebalkan silau dengan kehilangan terhadap
penglihatan perifer, kesulitan menfokus kerja dengan dekat/merasa di
cahaya atau pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, foto
fobia (glaukoma akut). Dan tandanya yaitu tampak kecoklatan atau putih
susu pada pipi (katarak), pupil menjepit dan merah/mata keras dengan
kornea berawan (glukoma darurat), dan peningkatan air mata.
d. Nyeri / kenyamanan : gejala yaitu ketidak nyamanan ringan/mata berair
(glaukoma kronis), nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan
sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut).
e. Penyuluhan / pembelajaran : gejala yaitu riwayat keluarga glaukoma
diabetes, gangguan sistem vaskuler, riwayat stres, alergi, gangguan
vasemotor (contoh peningkatan tekanan vena), dan ketidakseimbangan
endokrin, diabetes (glaukoma)

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu penyuluhan yang menjelaskan


respon manusia (status kesehatan dan resiko perubahan sosial) dari individu
atau kelompok. Dimana perawat secara kontabilitas dapat mengidentifikasi
dan memberi intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2001)

Menurut Doenges Marylin diagnosa keperawatan yang ditemukan


pada pasien dengan penyakit katarak adalah :

1) Ganguan persepsi sensori : ganguan penglihatan berhubungan


dengan katarak
2) Ganguan mobilitas fisik berhubungan dengan sensori persepsi
katarak
C. Analisa data

No Data fokus Etiologi Masalah


1. Ds : Gangauan penglihatan Katarak
 Mendengar
suara bisikan
atau melihat
bayangan

Do :
 Distori sensori
 Melihat kesatu
arah
2. Ds : Ganguan mobilitas Sensori persepsi
 Mengeluh sulit fisik katarak
bergerakkan
ektremitas

Do :
 Kekuatan otot
menurun
 Fisik lemah

D. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dah KH Intervensi


1. Ganguan persepsi Setelah dilakukan Observasi
sensori : ganguan tindakan keperawatan  Memonitor
penglihatan diharapkan ganguan prilaku yang
berhubungan dengan penglihatan mengindikasi
katarak berhubungan dengan halusinasi
katarak membaik  Memonitor dan
dengan KH : sesuaikan
tingkat aktifitas
 Verbilisasi dan simulasi
melihat limgkungan
bayangan  Memomitor isi
menurun halusinasi
 Distori sensori Terapeutik
menurun  Pertahankan
lingkungan
yang aman
 Melakukan
tindakan
keselamatan
ketika tidak
dapat
mengontrol
perilaku
 Diskusikan
perasaan dan
respon terhadap
halusinasi
Edukasi
 Anjurkan
memonitor
sendiri situasi
terjadinya
halusinasi
 Anjurkan
bicara pada
orang yang
dipercaya untuk
memberi
dukukngan dan
umpan balik
korektif
terhadap
halusinasi
 Anjurkan
melakukan
distraksi
misalnya
(mendengarkan
musik,
melakukan
aktifitas dan
teknik
relaksasi)
 Ajarkan pasien
dan keluarga
cara
mengontrol
halusinasi
Kolaborasi
 Kolaborai
Pemberian obat
antipsikotik dan
antisietas jika
perlu
2. Ganguan mobilitas Setelah dilakukan Observasi
fisik berhubungan tindakan keperawatan  Identifikasi
dengan sensori diharapkan Ganguan adanya nyeri
persepsi katarak mobilitas fisik atau keluhan
berhubungan dengan fisik lainya
sensori persepsi  Identifikasi
katarak membaik toleransi fisik
dengan KH : melakukan
pergerakan
 Ketajaman  Monitor
meningkat frekuensi
jantung dan
tekanan darah
 Monitor
kondisi umum
selama
melakukan
mobilisasi
Terapeutik
 Fasilitasi
aktifitas
mobilisasi
dengan alat
bantu
 Fasilitasi
melakukan
pergerakan, jika
perlu
 Libatkan
keluarga untuk
membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
 Anjurkan
mobilisasi dini
 Anjurkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis, duduk
ditempat tidur,
duduk di
samping tempat
tidur, pindah
dari tempat
tidur ke kursi
PENDIDIKAN KESEHATAN

1.1.Latar Belakang

Secara umum, cara pandang masyarakat dalam masalah kesehatan di


Indonesia masih pada tahap pengobatan bukan kepada pencegahan tidak
terkecuali untuk kesehatan mata. Untuk kesehatan mata, berdasarkan data The
Fred Hollows Foundation, kasus kebutaan di Indonesia saat ini mencapai 3,6
juta diantaranya disebabkan oleh katarak. Angka tersebut merupakan yang
tertinggi di Asia dan nomor 2 di dunia setelah Ethiopia. Hal ini juga telah
menjadi masalah nasional karena kebutaan akan menyebabkan kehilangan
produktivitas dan membutuhkan biaya besar untuk rehabilitas dan pendidikan
tuna netra.

Penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah akibat dari katarak.


(Sirlan,2009) Prevalensi kebutaan akibat katarak di Indonesia mencapai
0,78% dari seluruh kejadian kebutaan yang mencapai 1,5%. Penyebab lain
kebutaan adalah glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), sedangkan
sisanya akibat penyakit kornea, retina, dan kekurangan vitamin A
(xeroptalmia). Walaupun katarak merupakan penyakit usia lanjut, tetapi 16-
20% kebutaan akibat katarak terjadi pada kelompok usia 40-54 tahun yang
masih termasuk dalam kelompok usia produktif.

Besarnya jumlah penderita katarak pada usia produkti disebabkan oleh


perilaku dan ketidaktahuan masyarakat akan kesehatan mata. Gangguan
kesehatan mata dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti membaca buku
terlalu lama, sambil tidur, atau membaca buku di ruangan dengan cahaya
redup, terlalu lama menatap komputer, laptop, gadget, menonton televisi
dengan jarak terlalu dekat dan gangguan refraksi cahaya ke dalam retina
karena paparan sinar matahari secara langsung tanpa memakai pelindung
seperti kacamata (Polana,2017). Masyarakat terbiasa akan kebiasaan buruk
tersebut di atas dan tidak rutin memeriksakan kesehatan mata pada dokter
mata, bahkan pada masyarakat kelas ekonomi bawah terkadang membiarkan
ketika mengalami masalah pada penglihatan.

WHO (World Health Organization) “A Global Action Plan 2014-


2019”, mencanangkan tahun 2020 merupakan sebuah visi kesehatan mata
dunia atau dapat disebut Vision 2020 “The Right to Sight” yaitu untuk
menghapus kebutaan di masa yang akan datang. Ini merupakan hasil inisiatif
antara WHO dan PBL (The Prevention of Blindness Programme) yang
merupakan organisasi kelompok profesional perawatan mata danorganisasi
non-pemerintah yang terlibat dalam perawatan mata. Dalam menjalankan visi
ini, tentunya Rumah Sakit Mata Cicendo sebagai Pusat Mata Nasional turut
serta dalam mewujudkan Vision 2020 salah satunya yaitu dengan melakukan
upaya promotif dan preventif kepada masyarakat tentang program gangguan
penglihatan dan kebutaan. Oleh karena itu, Sosialisasi mengenai kesehatan
mata sangat diperlukan, karena masih banyak masyarakat yang belum sadar
terhadap bahayanya gangguan pada penglihatan juga kekhawatiran
masyarakat terhadap biaya pengobatan yang cukup mahal sehingga mereka
enggan untuk memeriksakan kesehatan matanya. Untuk itu perlu dirancang
promosi yang dapat mengubah perilaku masyarakat untuk lebih aktif dalam
menjaga kesehatannya terutama kesehatan mata.
1.2.Tinjauan Pustaka

Promosi adalah arus informasi atau persuasi satu arah untuk


mengarahkan seorang atau organisasi terhadap tindakan yang menciptakan
pertukaran dalam pemasaran (Swastha dan Irawan, 2005). Tujuan promosi
adalah untuk mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan untuk
melakukan pembelian. Promosi tidak hanya sekedar berkomunikasi ataupun
menyampaikan informasi, tetapi juga menginginkan komunikasi mampu
menciptakan suasana atau keadaan dimana para pelanggan bersedia memilih
dan memiliki produk.

Secara garis besar promosi bertujuan memberikan informasi,


membujuk dan mengingatkan konsumen (Asri,2003). Produsen
memberitahukan informasi selengkap-lengkapnya kepada calon pembeli
tentang barang yang ditawarkan, siapa penjualnya, siapa pembuatnya, dimana
memperolehnya, harganya dan sebagainya. Informasi yang digunakan dapat
diberikan melalui tulisan, gambar, kata-kata dan sebagainya yang disesuaikan
dengan keadaan. Selain itu promosi membujuk calon konsumen agar mau
membeli barang atau jasa yang ditawarkan. Perlu ditekankan di sini
bahwasanya membujuk bukan berarti memaksa calon konsumen sehingga
keputusan yang diambil mungkin justru keputusan yang negatif. Promosi juga
mengingatkan konsumen tentang adanya barang tertentu, yang dibuat dan
dijual perusahaan tertentu, ditempat tertentu dengan harga yang tertentu pula.
Konsumen kadang-kadang memang perlu diingatkan, untuk selalu mencari
barang apa yang dibutuhkan dan dimana mendapatkannyauntuk
menginformasikan produk.Untuk mencapai ketiga tujuan tersebut produsen
menggunakan bauran promosi terdiri dari promosi pemsaran persoanal dan
non personal melalui Periklanan, Promosi Penjualan, Hubungan Masyarakat,
Penjualan Perorangan, dan Pemasaran Langsung.

Dalam hal kesehatan, promosi menjadi punya arti tersendiri dimana


promosi kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, promosi
kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka
mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
sendiri (Notoatmodjo, 2010).Menurut WHO, promosi kesehatan adalah proses
mengupayakan individu-individu dan masyarakat untuk meningkatkan
kemampuan mereka mengandalkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya. Bertolak dari
pengertian yang dirumuskan WHO, Indonesia merumuskan pengertian
promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran diri, oleh, untuk, dan bersama masyarakat agar mereka
dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan bersumber
daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan
publik yang berwawasan kesehatan (Kemenkes RI, 2005).
Dapat disimpulkan bahwa promosi dalam bidang kesehatan diarahkan
untuk mengubah perilaku kesehatan masayarakat. Promosi kesehatan sebagai
pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan kegiatannya tidak terlepas dari
faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut. Dengan kata lain, kegiatan
promosi kesehatan menurut Lawrence Green (1980) harus disesuaikan dengan
faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri yaitu (Notoatmodjo, 2010);

1) predisposisi, merupakan faktor yang dapat mempermudah atau


mempredisposisi timbulnya perilaku dalam diri seorang individu atau
masyarakat. Faktor-faktor yang dimasukkan ke dalam kelompok faktor
predisposisi diantaranya adalah pengetahuan individu, sikap,
kepercayaan, tradisi, dan norma sosial ,
2) faktor pendukung perilaku adalah faktor-faktor yang memungkinkan
atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku atau tindakan individu atau
masyarakat. Faktor ini meliputi tersedianya sarana pelayanan kesehatan
dan kemudahan untuk mencapainya.
3) faktor penguat, faktor-faktor yang memperkuat terjadinya suatu
tindakan untuk berperilaku sehat diperlukan adalah perilaku petugas
kesehatan dan dari tokoh masyarakat seperti lurah dan tokoh agama.
Selain hal tersebut juga diperlukan ketersediaannya peraturan dan
perundang-undangan yang memperkuat.
Berdasarkan ketiga faktor diatas, promosi kesehatan dihubungkan dengan
beberapa tatanan, antara lain tatanan rumah tangga, tatanan tempat kerja, tatanan
institusi kesehatan, dan tatanan tempat-tempat umum. Secara spesifik menurut
sasaran kesehatan dibagi menjadi tiga (Maulana, 2009), yaitu;

1) Sasaran Primer, adalah sasaran yang mempunyai masalah, yang diharapkan


mau berperilaku sesuai harapan dan memperoleh manfaat paling besar dari
perubahan perilaku tersebut,
2) Sasaran Sekunder, adalah individu atau kelompok yang memiliki pengaruh
atau disegani oleh sasaran primer dimana sasaran sekunder diharapkan
mampumendukung pesan-pesan yang disampaikan kepada sasaran primer,
3) Sasaran Tersier, adalah para pengambil kebijakan, penyandang dana , dan
pihak-pihak yang berpengaruh di berbagai tingkat (pusat, provinsi,
kabupaten, kecamatan, dan desa/kelurahan).
Berbeda dengan bauran promosi umumnya, berdasarkan rumusan WHO dan
Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, strategi promosi kesehatan secara global
yang digunakan oleh lembaga kesehatan seperti rumah sakit terdiri dari tiga hal
yaitu advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat.\

1. Advokasi

Effendi dan Makhfudli (2009), advokasi yaitu pendekatan pimpinan dengan


tujuan untuk mengembangkan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Hasil yang diharapkan adalah kebijakan dan peraturan-peraturan yang
mendukung untuk mempengaruhi terciptanya perilaku hidup bersih dan sehat,
serta adanya dukungan dana dan sumber daya lainnya. Kegiatan yang dapat
dilakukan antara lain, pendekatan perorangan.
Pendekatan tersebut seperti melalui lobi, dialog, negosiasi, debat, petisi,
mobilisasi, seminar, dan lain-lain.Advokasi menurut Depkes RI (2008) adalah
upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan
dukungan dari pihak-pihak terkait (stakeholders). Advokasi diarahkan untuk
menghasilkan dukungan yang merupakan kebijakan (misalnya dalam bentuk
peraturan perundang-undangan), dana, sarana, dan lain-lain sejenis. Stakeholders
yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan
sebagai penentu kebijakan pemerintah dan penyandang dana pemerintah. Juga
dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh adat,
dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu kebijakan (tidak
tertulis) di bidangnya.

Dari advokasi, hasil yang diharapkan dapat dilihat dari dua indikator. Perta,a,
indikator output dalam bentuk perangkat lunak adalah peraturan-peraturan atau
undang-undang sebagai bentuk kebijakan atau perwujudan dari komitmen politik
terhadap program kesehatan, misalnya : undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan presiden, keputusan menteri, peraturan daerah, surat keputusan
gubernur, bupati, camat, dan seterusnya. Kedua, indikator output dalam bentuk
perangkat keras yaitu; meningkatnya dana atau anggaran untuk pembangunan
kesehatan, ersedianya atau dibangunnya fasilitas atau sarana pelayanan kesehatan
seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik, dan sebagainya, dibangunnya atau
tersedianya sarana prasarana kesehatan misalnya air bersih, jamban keluarga atau
jamban umum, tempat sampah, dan sebagainya, dilengkapinya peralatan
kesehatan seperti laboratorium peralatan pemeriksaan fisik dan lain sebagainya.

2. Bina suasana

Menurut Effendi dan Makhfudli (2009), bina suasana yaitu penciptaan situasi
yang kondusif untuk memberdayakan perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku
hidup bersih dan sehat dapat tercipta dan berkembang jika lingkungan
mendukung hal ini. Dalam konteks ini lingkungan mencakup lingkungan fisik,
sosial budaya, ekonomi, dan politik. Bina suasana menurut Kemenkes RI (2008)
adalah upaya untuk menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong
individu atau anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila
lingkungan sosial dimanapun dia berada (keluarga, dirumah, orang-orang yang
menjadi panutan / idolanya, majelis agama dan lain-lain bahkan masyarakat
umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut.Bina suasana
mengajak para individu meningkat dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan.
Pada pelaksanaannya terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana, yaitu

1) Bina Suasana Individu, ditujukan kepada individu tokoh masyarakat. Melalui


pendekatan ini diharapkan mereka akan menyebarluaskan opini yang positif
terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan. Mereka juga diharapkan dapat
menjadi individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang
diperkenalkan dengan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang sedang
diperkenalkan tersebut. Lebih lanjut bahkan dapat diupayakan agar mereka
bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan
suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.
2) Bina Suasana Kelompok, ditujukan kepada kelompok-kelompok dalam
masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga
(RW), kelompok keagamaan, perkumpulan seni, organisasi profesi, organisasi
wanita, organisasi siswa / mahasiswa, organisasi pemuda, dan lain-lain.
Pendekatan ini dapat dilakukan oleh dan atau bersama-sama dengan pemuka /
tokoh masyarakat yang telah peduli. Diharapkan kelompok-kelompok tersebut
menjadi peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui
atau mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut lalu
bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan,
mengadvokasi pihak-pihak yang terkait, dan atau melakukan kontrol sosial
terhadap individu-individu anggotanya.
3) Bina Suasana Masyarakat Umum, dilakukan terhadap masyarakat umum
dengan membina dan memanfaatkan media-media komunikasi, seperti radio,
televisi, koran, majalah, situs internet, dan lain-lain, sehingga dapat tercipta
pendapat umum. Dengan pendekatan ini diharapkan media-media massa
tersebut menjadi peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan.
Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai
pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota
masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang
sedang diperkenalkan.

3. Pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan masyarakat menurut Notoatmodjo (2009) adalah strategi


promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat secara langsung dengan
tujuan utama yang ingin dicapai adalah agar terwujudnya kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.
Bentuk dari pemberdayaan masyarakat antara lain : pelayanan kesehatan
gratis, pemberian obat gratis, pengorganisasian dan pengembangan
masyarakat dalam bentuk koperasi dan pelatihan untuk kemampuan
peningkatan pendapatan keluarga.

Maulana (2009) membagi tujuan pemberdayaan menjadi dua, yaitu tujuan


umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pemberdayaan masyarakat yaitu
masyarakat mampu mengenali, memelihara, melindungi, dan meningkatkan
kualitas kesehatannya, termasuk jika sakit dapat memperoleh pelayanan
kesehatan tanpa mengalami kesulitan dalam pembiayaannya. Tujuan khusus
pemberdayaan masyarakat yaitu memahami dan menyadari pentingnya
kesehatan, memiliki keterampilan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannya, memiliki kemudahan untuk menjaga kesehatan diri dan
lingkungannya, berupaya bersama (bergotong royong) menjaga dan
meningkatkan kesehatan lingkungannya.Prinsip dari pemberdayaan
masyarakat yaitu menumbuhkembangkan potensi masyarakat, menumbuhkan
kontribusi masyarakat dalam upaya kesehatan, mengembangkan kegiatan
gotong royong di masyarakat, promosi pendidikan dan pelatihan dengan
sebanyak mungkin menggunakan dan memanfaatkan potensi setempat, upaya
dilakukan secara kemitraan dengan berbagai pihak, desentralisasi (sesuai
dengan keadaan dan kebudayaan setempat).

Menurut Kemenkes RI (2008), pemberdayaan masyarakat adalah


proses pemberian informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan
mengikuti perkembangan sasaran serta proses membantu sasaran, agar sasaran
tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge),
dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Tujuan
pemberdayaan masyarakat tersebut adalah menumbuhkan potensi masyarakat
yang artinya segala potensi masyarakat perlu di optimalkan untuk mendukung
program kesehatan (Kemenkes RI, 2000). Keluaran atau hasil yang
diharapkan dalam pemberdayaan adalah (Kemenkes RI, 2000) ; Tumbuh
kembangnya berbagai upaya kesehatan bersumber daya masyarakat serta
meningkatnya kemampuan dan kemandirian masyarakat di bidang kesehatan,
Adanya upaya kesehatan yang bersumber dari masyarakat seperti Posyandu,
dan lain-lain., dan masyarakat menjadi peserta dana sehat

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk


mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada
dan diperoleh dari perusahaan. Obyek penelitian adalah di Rumah Sakit Mata
Cicendo, Bandung. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kualitatif yaitu data yang memuat gambaran kondisi perusahaan bagaimana
penerapan promosi kesehatan yang dilakukan Rumah Sakit Mata Cicendo
selama tahun 2016-2017. Beradasarkan tinjauan pustaka , sebagai institusi
kesehatan Rumah Sakit Cicendo
bukanhanyamelakukanpromosiuntukmeninformasikan, membujuk dan
mengingatkan pasien dan calon pasien tetapi juga menerapkan promosi
kesehatan yang memampukan dan memberdayakan masayarakat dalam
menjaga kesehatan mata (tabel.1)

Tabel 1. Perbedaaan Promosi dan Promosi Kesehatan

Kriteria Promosi Promosi Kesehatan


Tujuan 1. Menginformasikan meningkatkan kemampuan
2. Membujuk masyarakat
3. Mengingatkan
melalui pembelajaran diri,
oleh, untuk, dan bersama
masyarakat agar mereka
dapat menolong dirinya
sendiri serta
mengembangkan kegiatan
bersumber daya masyarakat
sesuai sosial budaya
setempat dan didukung oleh
kebijakan publikyang
berwawasan kesehatan
(Depkes RI, 2005)
Saluran Personal dan Non Personal Advokasi, Bina Suasana, dan
Pemberdayaan Masayarakat
Bauran Periklanan, Promosi lobi, dialog, negosiasi,
Penjualan, Hubungan debat, petisi, mobilisasi,
Masyarakat, seminar,tokoh panutan,
kelompok panutan,
Penjualan Perorangan, dan peraturan- peraturan atau
Pemasaran Langsung undang-undang, pelayanan
kesehatan gratis, pemberian
obat gratis,
pengorganisasian dan
pengembangan masyarakat
dalam bentuk koperasi dan
pelatihan untuk kemampuan
peningkatan
pendapatan keluarga.
Output Tumbuhnya Pasien dan klien rumah sakit
serta masyarakat tahu, mau,
permintaan (demand) akan dan mampu untuk
pelayanan yang “dijual”. menangani masalah-masalah
kesehatan.

Rumah sakit Mata Cicendo melakukan promosi untuk meningkatkan


jumlah pasien, juga melaksanakan promosi kesehatan yang diterapkan pada
tahun 2016-2017 sebagai berikut, yaitu.
1. Advokasi
Rumah Sakit Mata Cicendo mengadakan kegiatan promosi kesehatan
dengan 2 (dua) acara besar, yaitu Penyuluhan Kesehatan dan Siang
Klinik. Keduanya dilakukan setiap bulan. Perbedaannya terdapat pada
kuantitas acaranya dan narasumbernya. Untuk Penyuluhan Kesehatan
dilakukan 8x (delapan kali)sebulan, dengan narasumbernya dari semua
ahli profesi seperti dokter, perawat, ahli gizi, farmasi, sanitarian, dan
umum. Untuk Siang Klinik dilakukan 1x (satu kali) sebulan,
dengannarasumbernya khusus dari dokter Spesialis Mata dan materinya
disesuaikan dengan hari kesehatan setiap bulannya.

Tabel 2. Kegiatan Advokasi Rumah Sakit Mata Cicendo (2016-2017)

No Tahu Bulan Lokasi Kegiata


n n
1 2016 Novembe RSM Pembahasan materi : jenis obat-
r Cicendo Poli obat mata, konjungtivitas,
Lt. 2 - 3 diabetes & mata, diet diabetes,
perlindungan pada anak, mata
berair, dan sosialisasi cuci
tangan
2 2016 Desembe RSM Pembahasan materi :
r Cicendo Poli penanganan AIDS,
Lt. 2 - 3 perlindungan pada anak,
pelayanan RSM Cicendo,
pemeriksaan laboratorium,
penanganan pre & post
operasi katarak, LASIK, dan
sosialisasi
Bank Mata
3 2017 Januari RSM Pembahasan materi :
Cicendo Poli pelayanan kacamata,
Lt. 2 - 5 pelayanan RSM Cicendo,
sosialisasi cuci tangan,
sosialisasi persyaratan BPJS,
gizi perkembangan anak,
White Pupil Campaign, alur
pasien, dan lensa
Kontak
4 Februari RSM Pembahasan materi : pelayanan
Cicendo Poli RSM Cicendo, Bank Mata,
Lt. 2 - 5 perlindungan pada anak, White
Pupil Campaign, penggunaan
obat
mata, Neuritis Optik,
dan Glaukoma
5 Maret RSM Pembahasan materi :
Cicendo Poli sosialisasi cuci tangan,
Lt. 2 - 4 kebersihan
lingkungan, World
Glaucoma Week, dan
pelayanan kacamata
Sumber: RS Mata Cicendo
Berdasarkan tabel 2 diatas, penyuluhan dilakukan di Rumah Sakit
Mata Cicendo dengan durasi 45 menit hingga 1 jam di setiap materinya.
Materi disampaikan kepada seluruh pasien dan pengunjung yang ada di
Rumah Sakit Mata Cicendo oleh beberapa narasumber.

2. BinaSuasana
Pelaksanaan Bina Suasana Rumah Sakit Mata Cicendo selama
tahun 2016-2017 dilakukan melalui dua kegiatan, yaitu Ajang Pemilihan Duta
Mata Sehat danDerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Melalui Ajang
Pemilihan Duta Mata Sehat diharapkan para Duta Mata Sehat akan
menyebarluaskan opini yang positif terhadap masyarakat untuk mau
melakukan perilaku yang diperkenalkan, juga mengikuti kegiatan yang
dilaksanakan oleh Rumah Sakit Mata Cicendo seperti seminar kesehatan mata,
bakti sosial, Talkshow bersama dokter, dan lain sebagainya. Sebelumnya, para
Duta Mata Sehat akan diberi materi seputar mata (penyakit,
perawatan,pencegahan,danpenanggulangannya) juga public speaking melatih
cara berkomunikasi yang baik dan dapat dipahami oleh masyarakat. Sedangkan
melalui Germas, pelaksanaannya berupa melakukan aktivitas fisik 30 menit per
hari, mengkonsumsi buah dan sayuran, dan memeriksakan kesehatan secara
rutin 6 bulan sekali sebagai upaya penyakit dini terjadinyapenyakit.

3. PemberdayaanMasyarakat.

Adapun untuk pemberdayaan masyarakat, Rumah Sakit Mata Cicendo


selama 2016-2017 melakukan Screening mata tingkat pelajar Sekolah Dasar,
Pelatihan Kader / Guru dan Oftalmologi Komunitas (Bakti Sosial).
Screening Mata Tingkat Pelajar Sekolah Dasar ditujukan untuk
mengatasi kebutaan pada anak sehingga dibutuhkan upaya pencegahan yang
harus dilakukan di semua tingkat pelayanan, dari tingkat komunitas sampai ke
tingkat pelayanan kesehatan mata tersier. Upaya tersebut antara lain
penyadaran tentang kesehatan dasar yang baik, penyadaran pentingnya
imunisasi dasar, dan deteksi dini kesehatan mata. Dalam kegiatan tersebut
anak-anak dikenalkan pada hal mendasar terhadap menjaga kesehatan mata
seperti membaca di tempat dengan cahaya yang cukup, tidak menonton televisi
terlalu dekat, dan memeriksakan diri ke dokter mata apabila terdapat keluhan
padapenglihatannya
Pelatihan Kader / Guru dilakukan dengan melatih guru sekolah dasar untuk
melakukan screening murid setahun dua kali, menyediakan kacamata yang
dibutuhkan, dan meningkatkan cakupan pemakaian kacamata sertamelakukan
kegiatan terintegrasi dalam sistem yang ada, terjangkau dan tersedia dengan
mempertimbangkan anak dari keluarga kurang mampu.
OftalmologiKomunitas dibentuk untuk membantu masyarakat tidak
mampu yang mengidap penyakit katarak untuk di operasi dan tidak memiliki
atau menggunakan BPJS. Oftalmologi komunitas adalah salah satu
subspesialisasi dalam bidang ilmu kesehatan mata yang mengkhususkan pada
pelayanan kesehatan masyarakat untuk masalah-masalah kesehatan mata.
Tujuan dari oftalmologi komunitas ini yaitu untuk menghilangkan hambatan
akses layanan termasuk untuk masyarakat miskin, minoritas, dan disabilitas.
Dalam kegiatan ini tidak hanya dari pihak Rumah Sakit Mata Cicendo saja,
tetapi melibatkan lintas sektor antara instansi kesehatan, lembaga swadaya
masyarakat, instansi pemerintah atau non pemerintah, organisasi profesi, serta
perorangan sesuai dengan perannya masing-masing. Kerjasama ini diperlukan
untuk mengatasi upaya paling sulit yaitu penyadaran terhadap masyarakat
yang terdiagnosa penyakit katarak. Banyaknya ketakutan yang dihadapi
terutama karena masalah faktor ekonomi sehingga masyarakat tidak mau
memunculkan diri (minder /malu).
BAB IV

SOAL NCLEX

Seorang bayi berusia 3 hari, dibawah oleh ibunya kedokter dengan keluhan
keluar kotoran dari matanya sejak lahir. Kotoran berjumlah banyak kental
kekuningan, ibunya mengeluh mengalami keputihan sejak usia kehamilan 8
bulan. Pemeriksaan oftalmologi didapatkan sekret kental purulenkonjungtiva
tarsallisuperior dan inferior hiperemis, konjungtiva bulbi terdapat injeksi
konjungtiva corneajernih, camerahoculi anterior dalam, flare(-) hipopion (-)
lainnya tidak ada kelaianan. Pada pemeriksaan apus secretdengan pewarnaan
gram didapatkan hiplokokusgram negative.

1. Apa diagnosis yang paling mungkin pada pasien diatas?


a) Konjungtivitis kornalis
b) Konjungtivitis alergika
c) Konjungtivitis katalaris
d) Konjungtivitis folikularis
e) Konjungtivitis gonorhoeae
2. Apakah terapig yang diberikan pada pasien tersebut?
a) Antibiotik tropikal dan seftriasonsigledose intravena
b) Antibiotik tropikal dan seftriasonsigledoseintramuscular
c) Antibiotik tropikal dan seftriason intravena selama 5 hari berturut-
turut
d) Antibiotik tropikal dan seftriasonintramuscularselama 3hri berturut-
turut
e) Antibiotik tropikal dan seftriason intravena selama 5 hari berturut-
turut
Seorang laki-laki berusia 27 tahun, datang kedokter dengan keluhan mata kiri
merah sejak 10 hari yang lalu setelah terkena batang pohon rambutan.
Keluhan disertai pengelihatan buram, nyeri, dan silau. Pasien sudah berobat
ke puskesmas dan diberi salep mata, tetapi tidak ada perubahan. Pemeriksaan
oftalmolog: VOD 6/6, VOS 6/60, tidak dapat dikoreksi. Segmen anterior OD
tidak ada kelainan. OS injeksi silierdikonjungtivabulbi, kornea: ulkus (+)
dengan satelit, permukaan tampak kotor, kamera okuli anterior, dalam
hipopion(+) 25% permukaan tidak rata, pupil bulat, lainnya slot dinilai fundus
OD dalam batas normal OS tidak dapat dinilai.

3. Apakah diagnosis yang paling mungkin pada pasien ini?


a) Ulkus kornea e.c jamur OS
b) Ulkus kornea e.cbakteri OS
c) Ulkus kornea marginalis OS
d) Ulkus kornea e.c. N gonorhoeae OS
e) Ulkus kornea e.c herpes simpleks OS
f)
4. Apakah terapi yang diberikan kepada pasien tersebut?
a) Pewarnaan gram
b) Pewarnaan KOH
c) Pewarnaan giemsa
d) Pewarnaan KOH+kultur dan resistensi tes
e) Pewarnaan gram+ kultur dan resistensi tes
Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun, dibwah ibunya kedokter dengan
keluhan kedua matanya merah, gatal, dan keluar air mata terus sejak 3 hari
lalu. Keluhan ini sering ilang timbul. Pemeriksaan oftalmologi didapatkan
FOD 6/6, FOS 6/6 segmen anterior ODS dalam batas normal.

5. Apakah diagnosis yang paling mungkin untuk pasien diatas?


a) Konjungtivitis kornalis ODS
b) Konjungtivitis kataralis ODS
c) Keratokonjungtivitssicca ODS
d) Konjungtivitis gonorhoeae ODS
e) Keratokonjungtivitsgonorhoeae ODS

6. Apakah terapi yang perlu diberikan kepada pasien in?


a. Steroid oral
b. Steroid tetes mata
c. Steroid tetes mata dan oral
d. Antihistamin tetes mata
e. Antihistamin tetes mata dan oral

7. seorang laki-laki berusia 60 tahun, dibawah keluarganya kedokter dengan


keluhan penglihatan kedua mata buram sejak 1 tahun yang lalu. Penglihatan
buram seperti ada kabut yang menghalangi disertai silau. Pemeriksaan
oftalmologi: virus OD 6/60 S-3,5 C-1,25 × 90° 6/30,lensa OD kekeruhan
kortikonuklear sebagian. Funduskopi: papil bulat, batas tegas, CDR 0,3-0,4
aa/vv 2:3 reflex macula (+),retina: perdarahan (-), eksudat (-), visus OS 1/300
proyeksi baik, lensa OS didapatkan kekeruhan total,funduskopi,refleks fundus
(+). Apakah diagnosis pada pasien ini?
a. Katarak senilis ODS
b. Katarak matur ODS
c. Katarak imatur ODS
d. Katarak senilis matur OD, katarak senilis imatur OS
e. Katarak senilis imatur OD, katarak senilis matur OS

kasus untuk soal no 8-9

Seorang laki-laki berusia 38 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan


penglihatan mata kanan buram sejak 1 tahun yang lalu. Pasien ini sering
mengalami mata merah berulang sejak kecil, terutama bila terkena debu dan
selalu menggunakan obat tetes mata tertentu bila mata merah dan bisanya
cepat sembuh. Pemeriksaan oftalmologi: virus OD 6/60, pinhole tetap,
konjungtiva bulbi tenang, kornea jernih, bilik mata dengan agak dangkal,
lensa tampak keruh, di kapsul posterior,. Funduskopi: reflex fundus (+), detail
lain sulit dinilai. Visus OS 6/30 S-1,5 C-0,25 × 90° 6/10, Konjungtiva tenang,
kornea jernih, bilik mata depan agak dangkal, lensa jernih, funduskopi dalam
batas normal.

8.Apakah diagnosis yang paling mungkin pada pasien ini?

a. Katarak senilis OD
b. Katarak presinilis OD
c. katarak sekunder OD
d. Katarak traumatik OD
e. Katarak komplikata OD
9. Bagaimanakah patofisiologi kelainan di atas?

a. Trauma
b. Penyakit sistemik
c. Proses degenerasi
d. Kelainan congenital
e. Toksik akibat kortikosteroid

10. Seorang anak laki-laki, 2 tahun dikirim dari posyandu untukndiperiksa oleh
dokter mata dan pada pemeriksaan ditemukan deskuamasi keraton di
konjungtiva yang kering pada bagian temporal mata kanan. Pemeriksaan
sitologi konjungtiva tidak ditemukan sel goblet. Apakah kelainan yang
ditemukan dikonjungtiva tersebut?

a. Bercak bitot
b. Keratomalasia
c. Xerosis kornea
d. Xerosis konjungtiva
e. Degenerasi konjungtiva
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut leMone (2016) Katarak didefinisikan opasifikasi
(pengeruhan) lensa mata.Opasifikasi tersebut dapat sangat mengganggu
pengantaran cahaya ke retina dan kemampuan menerima citra dengan jelas.
Senada menurut james (2006) hal yang mendasari bahwa opasifikasi lensa
mata (katarak) sebagian besar timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan
kumulatif terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti radiasi
UV serta komplikasi penyakit Diabetes mellitus dan beberapa diantaranya
bersifat kongenital dan dapat diturunkan.

Secara umum, cara pandang masyarakat dalam masalah kesehatan di


Indonesia masih pada tahap pengobatan bukan kepada pencegahan tidak
terkecuali untuk kesehatan mata. Untuk kesehatan mata, berdasarkan data The
Fred Hollows Foundation, kasus kebutaan di Indonesia saat ini mencapai 3,6
juta diantaranya disebabkan oleh katarak. Angka tersebut merupakan yang
tertinggi di Asia dan nomor 2 di dunia setelah Ethiopia. Hal ini juga telah
menjadi masalah nasional karena kebutaan akan menyebabkan kehilangan
produktivitas dan membutuhkan biaya besar untuk rehabilitas dan pendidikan
tuna netra.

Secara umum, Rumah Sakit Mata Cicendo menggunakan media


promosi untuk memberikan dan menyebarkan informasi mengenai kesehatan
mata yang akan membuat masyarakat mengingat Rumah Sakit Mata Cicendo
sebagai Pusat Mata Nasional. Pelaksanaan promosi kesehatan yang dilakukan
oleh Rumah Sakit Mata Cicendo yaitu meliputi strategi advokasi, bina
suasana, dan pemberdayaan masyarakat yang diantaranya dilakukan secara
rutin setiap bulannya.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Emban Patria. Brotzman, B & Wilk

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Jayanegara IWG. 2006. One Needle Technique for Non Phaco Small Incision
Cataract Surgery. Jakarta: IOA the 11th Congress In Jakarta.

Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

LeMone, P, & Burke. (2017). Keperawatan Medika Bedah: Gangguan Visual dan
Audiotori. ( 5th ed). Pearson Prentice Hall : New Jersey.

Mansjoer, Arif et al.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, et all. 2010. Clinical Optics Section 3. American
Academy Opthamology.

Smeltzer, Suzanne & Bare, Brenda G. 2001.Keperawatan Medikal Bedah Brunner


Suddarth. Jakarta: EGC.

Titcomb, Lucy C. 2010. Understanding Cataract Extraxtion.www.emedicine.com/


last update 7 November 2015.

Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. 2000. Oftalmologi umum.Edisi 14. Jakarta: Widya
medika.

Wijana, Nana S.D. 1993.Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Penerbit Abadi Tegal.

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9.Alih bahasa
Esty Wahyuningsih. Jakarta: EGC

Asri, Marwan. 2003. Marketing. Jakarta: Erlangga.

Efendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas:


Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: SalembaMedika

Maulana HDJ. 2009. Promosi Kesehatan.Jakarta: EGC

Notoatmodjo,Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka


Cipta : Jakarta.

Polana.2017. Hasil wawancara bagian pemasaran RS Mata Cicendo


Bandung
Sirlan F et al, 2009 . Survei Morbiditas Mata dan Kebutaan di 8 propinsi.
Swastha, Basu dan Irawan. 2005. Asas- asas Marketing. Yogyakarta: Liberty.
TUPOKSI PUSAT PROMKES

Permenkes R.I. No. 1575/Menkes/PER/XI/2005


World Health Organisation (1986) Ottawa Charter for Health
Promotion. Copenhagen: World HealthOrganisation.

World Health Organization (2002) Prevention and Promotion in Mental


Health. Geneva: World HealthOrganization.

Anda mungkin juga menyukai