Disusun Oleh :
DIV KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah asuhan keperawatan anestesi III
dengan kasus operasi katarak pada lansia sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan.
Kami ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung
tersusunnya makalah keperawatan ini, terkhusus kepada :
1. Ibu Ida Mardalena, S.Kep,Ns, M.Si selaku dosen penanggungjawab mata
kuliah Keperawatan Anestesi III
2. Ibu Harmilah, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.MB selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Anestesi III
3. Seluruh anggota kelompok dan teman-teman mahasiswa DIV
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta semester 7
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan maupun
kekurangan baik dalam isi maupun penulisan, maka dari itu kami membuka kritik
maupun saran kepada kami. Semoga dapat bermanfaat bagi segala pihak yang
membutuhkan dan dapat meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan
anestesi.
Yogyakarta, 20 November 2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mencapai pembangunan nasional diperlukan upaya
penyelengaraan kesehatan yang bermutu yang dilakukan
individu, kelompok, masyarakat, lembaga pemerintah atau swadaya
masyarakat yang lebih mengutamakan promosi kesehatan serta
pencagahan penyakit. Upaya pemeliharaan yang mencangkup dua aspek
kuratif dan rehabilitatif, sedangkan upaya peningkatan kesehatan juga
mencangkup dua aspek yaitu Prepentif dan promotif (Notoadmojo, 2003 : 02).
Empat faktor yang mempengaruhi kesehatan yakni keturunan,
pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan.faktor pelayanan kesehatan
meliputi ketersediaan klinik kesehatan dan fasilitas kesehatan lainya, faktor
perilaku meliputi antara lain perilaku mencari pengobatan dan perilaku hidup
bersih dan sehat, sedangkan faktor lingkungan antara lain kondisi lingkungan
yang sehat dan memenuhi persyaratan (HL.Blum dalam Notoatmodjo, 2003 :
146).
Mata merupakan bagian panca indra yang sangat penting, para ahli
mengatakan jalur utama informasi 80% adalah melalui mata. Mata sering juga
disebut sebagai jendela karena bisa menyerap semua yang memantulkan,
fatalnya banyak hal yang dapat menyebabkan gangguan pada mata hingga
menimbulkan kebutaan atau gangguan penglihatan. Buta berdasarkan bahasa
sehari-hari adalah kondisi tidak bisa melihat susuatu apapun yang ada
dihadapinya, penyebab terbanyak kebutaan adalah katarak.
Katarak menjadi penyebab kebutaan nomor satu didunia karena
penyakit ini menyerang tanpa disadari oleh penderitanya. Katarak terjadi
secara perlahan-lahan. Katarak baru terasa mengganggu setelah tiga sampai
lima tahun menyerang lensa mata. Pada tahun 2020 diperkirakan penderita
penyakit mata dan kebutaan meningkat dua kali lipat. Padahal 7,5% kebutaan
didunia dapat dicegah dan diobati. Kebutaan merupakan masalah kesehatan
masyarakat dan sosial ekonomi yang serius bagi setiap negara. Studi yang
dilakukan Eye Disease evalence Research Group (2004) memperkirakan, pada
2020 jumlah penderita penyakit mata dan kebutaan didunia akan mencapai 55
juta jiwa. Prediksi tersebut menyebutkan, penyakit mata dan kebutaan
meningkat terutama bagi mereka yang telah berumur diatas 65 tahun. Semakin
tinggi usia, semakin tinggi pula resiko kesehatan mata, WHO memiliki catatan
mengejutkan mengenai kondisi kebutaan didunia, khususnya dinegara
berkembang.
Saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, 60% diantaranya
berada di negara miskin atau berkembang. Ironisnya Indonesia menjadi
Negara tertinggi di Asia Tenggara dengan angka sebesar 1,5%. Menurut
spesialis Mata dari RS Pondok Indah Dr Ratna Sitompul SpM, tingginya
angka kebutaan di Indonesia disebabkan usia harapan hidup orang Indonesia
semakin meningkat, Karena beberapa penyakit mata disebabkan proses
penuaan. Artinya semakin banyak jumlah penduduk usia tua, semakin banyak
pula penduduk yang berpotensi mengalami penyakit mata.
Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia, Word Healt Organization
(WHO) saat ini diseluruh dunia ada sekitar 135 juta penduduk dunia memiliki
penglihatan lemah dan 45 juta orang menderita katarak. Dari jumlah tersebut,
90% diantaranya penyebaran prevalensinya dinegara berkembang dan
sepertiganya berada di Asia Tenggara.
Di Indonesia jumlah penderita katarak tiap tahun meningkat,
bertambah 210.000 orang pertahun, 16% diantaranya berada pada usia
produktif. Angka kejadian katarak dan angka pertumbuhan katarak pertahun
0,1% dari jumlah penduduk. Sebagian besar katarak terjadi karena proses
degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul
pada usia lanjut. Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang
berusia di atas 65 tahun menderita katarak. Sekitar 550% orang berusia 75-85
tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak. (Irawan, 2008).
Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan
dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari, atau bila katarak ini menimbulkan penyulit
seperti glaukoma dan uveitis. Apabila diindikasikan pembedahan, maka
ekstraksi lensa akan secara definitif memperbaiki ketajaman penglihatan pada
lebih 90%. Sisanya 10% pasien mungkin telah mengalami penyulit pasca
bedah serius, misalnya glaukoma, ablasio retina, perdarahan corpus vitreum,
infeksi, atau pertumbuhan epitel ke bawah (ke arah kamera interior) yang
menghambat pemulihan visus. Lensa intraocular dan lensa kontak kornea
menyebabkan penyesuaian setelah operasi katarak menjadi lebih mudah,
dibandingkan pemakaian kacamata katarak yang tebal.
Sedangkan di menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi sepanjang
periode Januari 2010 sampai dengan Januari 2011 dari keseluruhan pasien
dengan gangguan mata, didapatkan data 760 penderita katarak di provinsi
Jambi dengan Kabupaten Muara Bungo adalah prevalensi terbanyak kasus
katarak .
Peran perawat pada kasus katarak meliputi sebagai pemberi asuhan
keperawatan langsung kepada klien yang mengalami pembedahan katarak,
sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah
komplikasi ktarak, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya
meneliti asuhan keperawatan kepada klien dengan operasi katarak melalui
metode ilmiah.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui
lebih lanjut bagaimana penatalaksanaan, perawatan untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut dan bagaimana asuhan keperawatan kasus Operasi
Katarak pada lansia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan katarak?
2. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan katarak?
3. Bagaimana patofisiologi katarak?
4. Bagaimana tanda dan gejala penyakit katarak?
5. Bagaimana klasifikasi penyakit katarak?
6. Apa saja faktor resiko yang dapat menyebabkan katarak?
7. Bagaimana penatalaksanaan penyakit katarak?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien katarak?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian dari penyakit katarak
2. Mahasiswa mampi mengetahui faktor penyebab katarak
3. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi katarak
4. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala penyakit katarak
5. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi katarak dan stadiumnya
6. Mahasiswa mampu mengetahui resiko yang dapat menyebabkan penyakit
katarak
7. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan penyakit katarak
8. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien katarak
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Definisi Katarak
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa
atau terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas, 2010). Lima puluh satu persen
(51%) kebutaan diakibatkan oleh katarak(WHO,2012). Katarak senilis
merupakan jenis katarak yang paling sering ditemukan. Katarak senilis
adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu di
atas usia 50 tahun.
B. Etiologi Katarak
Katarak disebabkan oleh berbagai factor, antara lain:
1. Trauma
2. Terpapar substansi toksik
3. Penyakit predisposisi
4. Genetik dan gangguan perkembangan
5. Iinfeksi virus di masa pertumbuhan janin
6. Usia
Penuaan merupakan penyebab utama dari katarak (95 %) dan 5 %
disebsbkan kerusakan congenital, trauma,keracunan atau penyakjit
sistemik.
Derajat kerusakan yang disebabkan oleh katarak dipengaruhi oleh
lokasi dan densitas ( kepadatan) dari kekeruhan selain karena umur
,pekerjaan gaya hidup dan tempat tinggal seseorang.
Menurut etiologinya katarak dibagi menjadi :
1. Katarak senile ( 95 %) .
Katarak ini disebabkan oleh ketuaan (lebih 60 tahun). Menurut
catatan The framinghan eye studi, katarak terjadi 18 % pada usia 65–
74 tahun dan 45 % pada usia 75 – 84 tahun. Beberapa derajat ktarak
diduga terjadi pada semua orang pada usia 70 tahun.
2. Katarak congenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir ( bayi
kurang dari 3 bulan).
Katarak congenital digolongkan dalam :
a. Katarak kapsulo lentikuler
Merupakan katarak pada kapsul dan kortek.
b. Katarak lentikuler: merupakan kekeruhan lensa yang tidak
mengenai kapsul.
Katarak congenital atau trauma yang berlanjut dan terjadi pada
anak usia 3 bln sampai 9 tahun katarak juvenil .
3. Katarak traumatic : terjadi karena cedera pada mata, seperti trauma
tajam/trauma tumpul, adanya benda asing pada intra okuler,X Rays
yang berlebihan atau bahan radio aktif. Waktu untuk
perkembangan katarak traumatic dapat bervariasi dari jam sampai
tahun.
4. Katarak toksik : Setelah terpapar bahan kimia atau substansi
tertentu ( korticostirot,Klorpromasin/torasin,miotik,agen untuk
pengobatan glaucoma).
5. Katarak asosiasi : penyakit sistemik seperti DM,
Hipoparatiroid,Downs sindrom dan dermatitis atopic dapat menjadi
predisposisi bagi individu untuk perkembangan katarak. Pada
penyakit DM, kelebihan glukosa pada lensa secara kimia dapat
mengurangi alcoholnya yang disebut L-Sorbitol. Kapsul lensa
impermiabel terhadap gula,alcohol dan melindungi dari pelepasan.
Dalam usaha untuk mengenbalikan pada tingkat osmolaritas yang
normal lensa diletakan pada air (newell, 1986).
6. Katarak komplikata : Katarak ini dapat juga terjadi akibat penyakit
mata lain (kelainan okuler). Penyakit intra okuler tersebut termasuk
retinitis pigmentosa, glaucoma dan retina detachement. Katarak ini
biasanya unilateral.
C. Patofisiologi Katarak
Menurut Kowalak (2003), patofisologi katarak dapat bervariasi
menurut masing-masing bentuk katarak. Katarak senilis memperlihatkan
bukti adanya agregasi protein, cedera oksidatif dan peningkatan
pigmentasi di bagian tengah lensa, selain itu pada katarak traumatika dapat
terjadi inflamasi atau fagositosis lensa ketika lensa mata mengalami
rupture (Kowalak, 2003). Sedangkan mekanisme katarak komplikasi
bervariasi menurut proses penyakitnya, sebagai contoh pada penyakit
diabetes mellitus akan terjadi peningkatan kadar glukosa dalam lensa yang
kemudian menyebabkan lensa mata menyerap air (Kowalak, 2011)
sedangkan katarak kongenital merupakan bentuk yang memberikan
tantanggan khusus. Tamsuri (2003) mengungkapkan bahwa secara
kimiawi pembentukan katarak ditandai dengan berkurangnya ambilan
oksigen dan bertambahnya kandungan air yang kemudian diikuti dengan
dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium bertambah, sedangkan kalium,
asam askorbat serta protein menjadi berkurang. Menurut Istiqomah
(2003), lensa mata berisi 65% air, sisanya berupa protein dan mineral
penting. Katarak terjadi pada saat penurunan ambilan oksigen dan
penurunan air. Dilain sisi terjadi peningkatan kadar kalsium dan
berubahnya protein larut menjadi tidak dapat larut. Pada kondisi tersebut
akan menyebabkan gangguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan
metabolisme ini akan mengakibatkan perubahan kandungan bahan-bahan
yang ada di dalam lensa. Perubahan inilah yang pada akhirnya
menyebabkan kekeruhan lensa.Kekeruhan dapat berkembang sampai di
berbagai bagian lensa atau kapsulnya. (Pascasarjana & Udayana 2013).
E. Stadium Katarak
Stadium katarak Ini dibagi ke dalam 4 stadium, yaitu
1. Katarak Insipien
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks
anterior dan posterior (katarak kortikal) katarak subkapsular posterior,
celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan
degenerative (beda morgagni) pada katarak insipient katarak intumesen.
Kekeruhan lensa yang disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang
degenerative menyerap air. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya bertambah,
yang akan memberikan mioposasi.
2. Katarak Imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang belum
mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah akibat
meningkatnya tekanan osmotic bahan degenerative lensa. Pada keadaan
lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaucoma sekunder.
3. Katarak Matur
Kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi
akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak
dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar dengan sehingga lensa
kembali pada ukuran normal dan terjadi kekeruhan lensa yang lama
kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi lensa pada katarak matur.
Bilik mata depan berukuran dengan kedalaman normal kembali, tidak
terdapat bayangan iris pada shadow test, atau disebut negative.
4. Katarak Hipermatur
Merupakan katarak yang telah mengalami proses degenarasi lanjut,
dapat menjadi keras, lembek, dan mencair. Massa lensa yang
berdegenerasi keluar dari kapsuler lensa, sehingga lensa menjadi kecil,
berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata
dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Kadang pengkerutan berjalan
terus sehingga hubungan dengna zonula zinn menjadi kendur. Bila
proses katarak berlnjut disertai dengan penebalan kapsul, maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantung susu disertai dengan nucleus
yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan
tersebut dinamakan katarak Morgagni (Masyarakat 2012).
F. Faktor Resiko
Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut, namun katarak
juga dapat diakibatkan oleh kelainan kongenital (Tamsuri, 2004). Banyak
faktor dikaitkan dengan katarak, yaitu umur sebagai faktor utama, dan
faktor lainnya antara lain penyakit diabetes melitus (DM), pajanan kronis
terhadap sinar ultraviolet (sinar matahari), konsumsi alkohol, nutrisi,
merokok, tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan pekerjaan (Tana
dkk., 2009)
1. Umur
Bertambahnya umur harapan hidup di seluruh dunia, khususnya
dinegara berkembang, menyebabkan bertambah banyaknya jumlah
orang tua secara cepat. Hal ini dapat menimbulkan fenomena
pertambahan kasus katarak, karena dengan sendirinya jumlah kebutaan
karena katarak akan bertambah banyak. Katarak senilis (lebih dari 40
tahun) merupakan penyebab yang terbanyak penurunan penglihatan
pada orang usia lanjut. Pada penelitian cross sectional dikatakan bahwa
prevalensi katarak sekitar 50 % pada usia antara 65 smpai 74 tahun dan
meningkat 70 % pada usia di atas 75 tahun (Wisnujono, 2004).
2. Jenis kelamin
Menurut Rasyid, dkk (2010) kejadian katarak lebih banyak terjadipada
perempuan dari pada laki-laki, ditujukan dengan hasil penelitian yang
menemukan 114 orang (71,7%) penderita katarak berjenis kelamin
perempuan, sedangkan 57 orang (63,4%) penderita katarak berjenis
kelamin laki-laki.
3. Katarak erat kaitannya juga dengan pekerjaan yang berada di luar
gedung, dimana sinar ultraviolet (UV) merupakan faktor risiko
terjadinya katarak.
4. Pendapatan dikaitkan dengan status sosial ekonomi yang rendah.
Seseorang dengan tingkat ekonomi yang rendah dalam hal penghasilan
memiliki ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi setiap
harinya. Status ekonomi juga dihubungkan dengan rendahnya tingkat
pengetahuan seseorang yang berkaitan dengan kemauan untuk mencari
informasi mengenai pengobatan katarak, sehingga munculnya tanda-
tanda akan terjadinya katarak tidak disadari oleh seseorang karena
dirasakan masih belum menganggu. Pada umumnya seseorang akan
mengunjungi tempat pelayanan kesehatan mata setelah merasa
terganggu pada matanya. Selain itu juga penderita katarak yang berasal
dari golongan ekonomi rendah tidak akan mampu mengobati
penyakitnya ke rumah sakit atau klinik swasta yang mahal, sehingga
pengobatan katarak tidak menjadi prioritas bagi mereka. Jarak yang
jauh dari sarana pelayanan menyebabkan ongkos transportasi dan biaya
untuk keluarga yang mengantar menjadi mahal (Pujiyanto, 2004).
5. Diabetes Melitus dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi,
salah satunya adalah katarak. peningkatan enzim aldose reduktase dapat
mereduksi gula menjadi sorbitol, hal ini menyebabkan terjadinya
perubahan osmotik sehingga serat lensa lama-kelamaan akan menjadi
keruh dan menimbulkan katarak (Pollreisz dan Erfurth, 2010).
6. Merokok Dari beberapa faktor risiko terjadinya katarak, salah satunya
adalah merokok. Rokok berperan dalam pembentukan katarak melalui
dua cara yaitu, pertama paparan asap rokok yang berasal dari tembakau
dapat merusak membrane sel dan serat-serat yang ada pada mata. Ke
dua yaitu, merokok dapat menyebabkan antioksidan dan enzim-enzim
di dalam tubuh mengalami gangguan sehingga dapat merusak mata
(United For Sigth, 2003 ) Pada penelitian dengan menggunakan kasus-
kontrol, di mana kasus sebanyak 54 orang dan kontrol 35 orang, hasil
uji multivariat (OR=2,287) menunjukkan hubungan merokok dapat
meningkatkan kejadian katarak 2 kali dibandingkan dengan yang tidak
merokok.
G. Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi
jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan.
Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada
obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh. Namun aldose
reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi
sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan
katarak gula pada hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti
termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen
glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E2,5,7,9.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak`senilis adalah ekstraksi lensa.
Lebih dari bertahun-tahun, teknik bedah yang bervariasi sudah
berkembang dari metode yang kuno hingga teknik hari ini
phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi IOL yang
digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan implantasi.
Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa
yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract
ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang
tiga prosedur operasi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE,
dan phacoemulsifikasi.
3. Phacoemulsifikasi
Phacoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar atau memindahkan
Kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil
(sekitar 2-3 mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin Phaco akan menyedot
massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa intra
okuler yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut, karena
insisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan
sendirinya yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari. Teknik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senellis. Teknik ini
kurang efektif pada katarak senillis padat, dan keuntungan insisi limbus
yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler,
meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okuler fleksibel
yang dapat dimasukkan melalui insisi kecil seperti itu.
A. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama
dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit
maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan
masalah primer pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan
ganda, atau hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus menemukan
apakah masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama
pasien sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting.
Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa
yang terakhir diderita pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia
mengenakan kacamata atau lensa kontak?, apakah pasien mengalami kesulitan
melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca
atau menonton televisi?, bagaimana dengan masalah membedakan warna atau
masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-
nenek.
3. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan
pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002).
Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa
dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan
katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait
usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak
terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang
menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi
pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).
4. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon) adalah
sebagai berikut :
a. Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah
kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien mempunyai
riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang lainnya.
b. Pola aktifitas dan latihan
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau perawatan
diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2= perlu bantuan orang lain,
3= perlu bantuan orang lain dan alat, 4= tergantung/ tidak mampu. Skor dapat
dinilai melalui : Aktifitas 0 1 2 3 4
c. Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti
insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.
d. Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa yang
telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit mengalami
perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan muntah, adakah penurunan berat
badan yang drastis dalam 3 bulan terakhir.
e. Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau
kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk BAB kaji
bentuk, warna, bau dan frekuensi.
f. Pola kognitif perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara,
mendengar, melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi. Adakah
keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.
g. Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga
diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya.
h. Pola koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan
menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit hingga setelah
sakit.
i. Pola seksual reproduksi
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan adakah
masalah saat menstruasi.
j. Pola peran hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem pendukung
dalam menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan keluarga selama pasien
dirawat di rumah sakit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan b.d Gangguan penerimaan
sensori/status organ indera ditandai dengan menurunnya ketajaman.
2. Ansietas b.d Perubahan pada status kesehatan.
3. Kurang pengetahuan b.d Kurang informasi tentang penyakit
4. Nyeri b.d Luka pasca operasi.
5. Resiko tinggi terhadap cidera b.d Keterbatasan penglihatan.
6. Risiko infeksi b.d Prosedur invansif ( operasi katarak )
7. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik b.d kurang
pengetahuan, kurang sumber pendukung.
C. Intervensi Keperawatan
DX
NO NOC NIC
Keperawatan
1 Gangguan Setelah dilakukan NEUROLOGIK MONITORING :
persepsi tindakan 1. Monitor tingkat neurologis
sensori- keperawatan 2. Monitor fungsi neurologis klien
perseptual selama ..........x 243. Monitor respon neurologis
penglihatan b. jam, diharapakan 4. Monitor reflek-reflek meningeal
d Gangguan gangguan persepsi5. Monitor fungsi sensori dan
penerimaan sensori teratasi. persepsi : penglihatan, penciuman,
sensori/status Kriteria pendengaran, pengecapan, rasa
organ hasil: Sensori 6. Monitor tanda dan gejala
indera ditandai function : vision penurunan neurologis klien
dengan menur- Menunjukan EYE CARE :
unnya tanda dan gejala 1. Kaji fungsi penglihatan klien
ketajaman persepsi dan 2. Jaga kebersihan mata
sensori baik : 3. Monitor penglihatan mata
penglihatan baik. 4. Monitor tanda dan gejala kelainan
- Mampu penglihatan
mengungkapkan 5. Monitor fungsi lapang pandang,
fungsi persepsi dan penglihatan, visus klien
sensori dengan MONITORING VITAL SIGN :
tepat 1. Monitor TD, Suhu, Nadi dan
pernafasan klien
2. Catat adanya fluktuasi TD
3. Monitor vital sign saat pasien
berbaring, duduk atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
5. Monitor TD, Nadi, RR sebelum
dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas Nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
brakikardi, peningkatan sistolik)
2 Ansietas b.d P NOC NIC
erubahan pada Anxiety self- Anxiety Reduction (penurunan
status control kecemasan)
kesehatan. Anxiety level 1. Gunakan pendekatan yang
Coping menenangkan
Kriteria Hasil : 2. Nyatakan dengan jelas harapan
- Klien mampu terhadap pelaku pasien
mengidentifikasi 3. Jelaskan semua prosedur dan apa
dan yang dirasakan selama prosedur
mengungkapkan 4. Pahami prespektif pasien terhadap
gejala cemas. situasi stres
- 5. Temani pasien untuk memberikan
Mengidentifi keamanan dan mengurangi takut
kasi, 6. Dorong keluarga untuk menemani
mengungkapkan anak
dan menunjukkan7. Lakukan back / neck rub
tehnik untuk 8. Dengarkan dengan penuh
mengontol cemas. perhatian
- Vital sign 9. Identifikasi tingkat kecemasan
dalam batas 10. Bantu pasien mengenal situasi yang
normal. menimbulkan kecemasan
- Postur tubuh, 11. Dorong pasien untuk
ekspresi wajah, mengungkapkan perasaan,
bahasa tubuh dan ketakutan, persepsi
tingkat aktivfitas 12. Instruksikan pasien menggunakan
menunjukkan teknik relaksasi
berkurangnya 13. Berikan obat untuk mengurangi
kecemasan. kecemasan
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 75 tahun
Alamat : Wonoriyo 1/1 Karanganyar
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : PNS
No RM : 1261XXXX
Diagnosa Medis : Katarak matur sinistra
Tindakan Operasi : Small Insicion Katarak
Kamar operasi/tanggal : Selasa, 26 Desember 2011 kamar 1
2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan penglihatan mata kiri buram tidak jelas.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien Tn. S usia 75 tahun pada hari selasa, 6 Desember 2011 pukul
17.00 WIB datang ke IGD PKU Muhammdiyah Gombong dengan
keluhan mata kiri tidak jelas untuk melihat sejak 6 bulan yang lalu. Saat
di kaji hasil pemeriksaan fisik VUD 73/60, VUS 1/60. Tanda-tanda vital
TD: 170/90 mmHg, Nadi 78 x/menit, RR 18 x/menit, suhu 360C. Oleh
dokter pasien disarankan untuk operasi EKEK pada hari Selasa, 6
Desember 2011 pukul 19.30 WIB.
b. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Pasien sebelumnya belum pernah mengalami katarak dan belum pernah
dioperasi.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien saat ini tidak ada yang mengalami penyakit seperti
pasien, dan pasien tidak mempunyai penyakit keturunan seperti DM,
Hipertensi, dll.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran
Composmentis
b. Tanda-tanda vital
TD : 170/90 mmHg
Nadi : 18 x/menit
RR : 78 x/menit
Suhu : 36 0C
c. Head to toe
1) Kepala: mesochepal, tidak ada lesi, tidak ada hematoma, tidak ada
nyeri tekan
2) Rambut: warna hitam beruban, tampak kusut, tidak ada kebotakan
3) Mata: pengelihatan buram pada mata kiri sejak 6 bulan yang lalu,
diameter pupil 3, sclera an ikterik, konjungtiva anemis, pupil isokor,
tampak putih pada lensa mata kiri
4) Hidung: bentuk simertis, tidak ada perdarahan, tidak ada secret
5) Telinga: bentuk normal, pendengaran normal, tidak ada secret,
tidak ada perdarahan
6) Mulut dan gigi: mukosa kering, mulut dan gigi bersih
7) Leher : tidak ada pembesaran tyroid, nadi karotis teraba, tidak ada
pembesaran limfoid
8) Thorak
Inspeksi: tidak ada pembesaran , tidak ada bekas luka, frekuensi
nafas teratur, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada jejas
Palpasi: tidak ada pembersaran, tidak ada benjolan, tidak ada
pembersaran, tidak ada benjolan
Perkusi: bunyi redup, bunyi sonor
Auskultasi: bunyi S1 S2 normal, bunyi vesikuler
9) Abdomen
Inspeksi: bentuk simetris, tidak ada benjolan, tidak ada bekas luka
Auskultasi: bising usus 6 x/menit
Perkusi: suara timpani
Palpasi: tidak ada pembesaran hati,tidak ada nyeri tekan
10) Genetalia
Genitalia normal, tidak ada pembesara prostat, urin tidak ada darah,
urine berwarna kuning pekat, bau amonia
11) Ekstremitas
5 5
Kekuatan otot
5 5
Refleks pasien baik, ROM sebagian, akral hangat, tidak ada edema
d. Pencukuran daerah operasi
Dilakukan pencukuran pada bulu mata sebelah kiri
e. Pengosongan lambung : tidak
f. Kompres daerah operasi dengan kassa alkohol : tidak
g. Pengosongan kandung kemih : tidak
h. Baju operasi : sudah
5. Pola fungsional (Virginia Handerson)
a. Pola oksigenasi
Sebelum sakit : pasien bernafas secara normal, tidak pernah sesak nafas
Saat dikaji : pasien bernafas secara normal, tidak sesak RR 18x/menit
b. Pola nutrisi
Sebelum sakit : pasien makan 3x sehari (nasi, sayur, dan lauk) minum 6-
8 gelas/hari,
Saat dikaji : pasien sudah makan dirumah 3x sehari
c. Pola eliminasi
Sebelum sakit : pasien BAK 4-6x/hari dan BAB 1x/hari
Saat dikaji : pasien BAK belum, BAB belum
d. Pola aktivitas/bekerja
Sebelum sakit : pasien melakukan aktivitas secara mandiri, pasien
pensiunan PNS saat ini menganggur di rumah
Saat dikaji : aktivitas pasien dibantu oleh keluarga karena pengelihatanna
buram
e. Pola istirahat
Sebelum sakit : pasien istirahat/tidur 8-10 jam/hari, pasien tidak
mengalami gangguan tidur
Saat dikaji : pasien istirahat/tidur 7-8 jam/hari, pasien tidak
mengalami gangguan tidur
f. Pola suhu
Sebelum sakit : pasien tidak pernah demam (suhu normal)
Saat dikaji : suhu pasien 360C
g. Pola gerak dan keseimbangan
Sebelum sakit : pasien dapat melakukan gerak bebas sesuai keinginannya
Saat dikaji : pasien dapat melakukan gerak bebas sesuai keinginannya
h. Pola berpakaian
Sebelum sakit : pasien dapat mengenakan pakaiannya secara mandiri dan
memakai pakaian kesayangannya
Saat dikaji : pasien menggunakan baju operasi tanpa bantuan
i. Pola personalhygine
Sebelum sakit : pasien biasa mandi 2x sehari dengan air bersih dan
sabun, mandi tanpa bantuan keluarganya
Saat dikaji : pasien mandi dengan cara diseka dan dibantu keluarganya
j. Pola komunikasi
Sebelum sakit : pasien berkomunikasi dengan lancar, memakai bahasa
daerah
Saat dikaji : pasien berkomunikasi dengan lancar, memakai bahasa
daerah
k. Pola spiritual
Sebelum sakit : pasien beribadah sesuai agamanya
Saat dikaji : pasien beribadah sesuai kemampuannya
l. Pola aman dan nyaman
Sebelum sakit : pasien merasa aman dan nyaman hidup bersama keluarga
Saat dikaji : pasien merasa gelisah karena akan dilakukan operasi
m. Pola rekreasi
Sebelum sakit : pasien kadang-kadang berekreasi ke tempat-tempat
wisata
Saat dikaji : pasien tidak dapat berekreasi
n. Pola belajar
Sebelum sakit : pasien tidak mengetahui penyakit yang dideritanya
Saat dikaji : pasien tidak mengetahui penyakit yang dideritanya
6. Pemeriksaan Penunjang
VUD : 73/60
VUS : 1/60
7. Inform Concent
Sudah
8. Terapi
Tidak ada
B. PRE OPERASI
a. Data Fokus
1. Pasien mengatakan pengelihatannya tidak jelas pada mata kiri
2. VUD : 73/60, VUS : 1/60
3. Pasien tampak gelisah
4. Td : 170/90 mmHg, N : 78x/menit
5. Pasien mengatakan takut karena belum pernah dilakukan operasi
sebelumnya
DO :
• Pasien tampak
gelisah
• TD : 170/90 mmHg
• N : 78x/menit
C. INTRA OPERASI
1. Data Fokus
Terdapat luka insisi di area operasi
2. Analisa Data Intra Operasi
Masalah
Hari/ Tanggal Data Fokus Etiologi
Keperawatan
Selasa, 6 Des DS : - Luka insisi Resiko infeksi
2011 DO :Terdapat luka
insisi di area operasi
2. Persiapan Alat :
Menyiapkan bahan medis habis pakai yang terdiri dari :
Instrumen Jumlah
Sarung tangan 4 pasang
Infus set 1 buah
Spuit 1; 2,5;5;10 cc @ 1 buah
Lidocain 2% 1 ampul
Marcain 0,5% 1 ampul
Silet steril 1 buah
Trepan blue 1 buah
Cotton buds 1 pack ( secukupnya )
Benang Ethilon No. 10-O 1 buah
Benang silk 4/0 cutting 1 buah
Kemicitine Zalf mata 1 buah
Spons dep 1 buah
Kasa lipat (steril) 2 buah
Dop mata 1 buah
Dexametasone 2 ampul
Gentamycin 2 ampul/1 flacon
Optemp 1 buah
Visco elastis (vitrasen) 1 buah
Miostat 1 buah
Jarum udara 4 buah
Simcoe (I/A) 1 buah
Cairan RL 1 flabot
Alkohol 70% 1 botol/ secukupnya
Betadine 45% 1 botol/ secukupnya
3. Menyiapkan meja steril untuk linen
a) Menata linen di atas meja yang terdiri dari :
• Jas operasi = 4 buah
• Doek tutup = 6 buah
• Wash lap = 4 buah
• Doek lubang mata = 2 buah
• Doek lubang besar = 1 buah
• Slop + karet = 1 buah
b) Menata bengkok + kom di atas meja di sebelah linen, salah satu kom diisi
dengan betadine solution ± 1/3 bagian.
Menata bahan medis habis pakai di atas meja steril, kecuali cairan RL.
Tutup meja dengan doek steril.
c) Menyiapkan meja instrumen (mayo) dengan terlebih dahulu menutup meja
dengan slope, kemudian dilapisi perlak dan di atasnya dilapisi lagi dengan
doek steril.
d) Menyiapkan sterilisator (sterimat) Untuk menyeterilkan simcoe
dengan cara rebus sampai mendidih, dan dibiarkan selama 10 menit
baru dapat diangkat.
Dapat juga dipakai untuk menyeterilkan bahan-bahan dari karet, mika
dan dari plastik. Cairan yang dipakai aquades.
e) Menyiapkan mikroskop operasi Lakukan ceking pada lensa objektif
maupun okulernya optiknya, jika ada sedikit kekeruhan pada lensa
okuler/objektifnya segera dibersihkan dengan tissue lensa + cairan campuran
alkohol : eter dengan perbandingan 5 : 2.
f) Menyiapkan canule oksigen (Canule Binasal) Oksigen dipasang selama
pasien dilakukan operasi dengan besar tekanan 2 - 3 mmHg. Terutama
bagi pasien yang punya riwayat astma, pasien tua ataupun pasien yang
tidak tahan / gelisah jika mukanya ditutup.
g) Cuci tangan steril (Sterille Handwashing) Mencuci tangan dengan
cairan hibiscrub dengan membersihkan kotoran-kotoran pada telapak tangan dan
kuku memakai sikat khusus selama ± 5 menit diatas air yang mengalir. Bilas
tangan dengan alcohol 70 %.
h) Memakai jas operasi steril ( Gawning )
i) Memakai sarung tangan steril ( Gloving )
j) Menata instrumen katarak di atas meja mayo
k) Prinsip dalam menata instrumen katarak adalah sebagai berikut:
a. Instrumen katarak sebaiknya ditata di atas wadah tertentu (stainles)
yang steril sehingga tidak ada kontak langsung dengan linen
pengalas/penutup meja mayo.
b. Posisi instrumen memudahkan perawat instrumen dalam bekerja
serta tidak menyulitkan operator ketika akan mengambil sendiri.
c. Urutkan instrumen sesuai dengan prioritas dan fungsinya.
instrumen yang pertama digunakan diletakkan paling dekat ke operator.
d. Pisahkan instrumen yang tidak digunakan lagi dengan instrumen
yang masih di pakai.
l) Jenis Instrumen katarak yang disiapkan untuk ekstraksi katarak ekstra
kapsuler adalah :
a. Menata bahan medis habis pakai yang telah disiapkan pada meja
instrument, didekatkan dan prioritaskan bahan medis yang pertama
akan digunakan untuk disipkan lebih dahulu.
b. Bahan medis yang perlu disiapkan lebih awal sebelum operasi dimulai
antara lain:
Memotong silet dengan blade breaker
Menyiapkan trepan blue ± 0,3 cc dalam spuit 1 cc
Menyiapkan spuit 1 cc yang telah diisi dengan cairan RL untuk
CCC.
Menyiapkan spuit 2,5 cc yang telah diisi dengan cairan RL untuk
hidrodeseksi.
Menyiapkan lidocain dalam spuit 1cc untuk anestesi sub
konjungtiva seandainya anestesi retrobulber kurang berhasil.
Menyiapkan vitrasen
Menyiapkan spuit 1 atau 2,5 cc untuk I/A Sebelum dipakai untuk
irigasi/aspirasi, cairan RL dioplos dulu dengan gentamycin dengan
perbandingan 1 : 1.000.
4. Kronologi/Urutan Operasi
a) Desinfektasi dan irigasi mata dengan larutan betadine + RL dengan
perbandingan 7 : 3 memakai spuit 10 cc.
b) Pasang duk tutup pada bagian bawah (mulut ke bawah) dan bagian atas
(menutupi kepala, kecuali mata) serta pasang doek lubang pada mata
yang akan dioperasi.
c) Pasang wire specullum pada mata yang akan dioperasi.
d) Kendali palpebra superior dengan menggunakan benang
atraumatic silk no. 4-0 cutting.
e) Lakukan irisan/buat takik corneal dengan blade breaker sepanjang
kurang lebih 140o.
f) Infiltrasi trepan blue ke dalam COA dan ditunggu selama 2 menit agar
trepan blue dapat mengisi seluruh ruang dibawah capsul anterior lensa.
g) Lakukan perobekan kapsul anterior lensa dengan ultrata
dilanjutkan dengan CCC (Continous Circulair Capsuloreksis) dengan
spuit 1 cc isi RL yang ujung jarumnya telah dibengkokkan
terlebih dahulu.
h) Lakukan hidrodeseksi dengan spuit 2,5 cc yang telah diisi dengan
RL untuk memisahkan kapsul lensa dengan nucleus lensa.
i) Lakukan irigasi aspirasi (I/A). Tembus irisan/takik corneal yang telah
dibuat dengan blade breaker dan gunting kornea sepanjang takik (dg
gunting kornea)
j) Pasang preplace kendor dengan needle holder mikro + benang Ethilon
10-0 pada tangan kanan dan pinset kornea pada tangan kiri.
k) Keluarkan nukleus lensa dengan simcoe dibantu dengan pemutar
lensa sebagai second instrument, selanjutnya simcoe diganti dengan saat
mengeluarkan/evakuasi lensa.
l) Jahit kornea pada jam 11,12,1, dengan benang Ethilon 10-0. tangan
kanan memegang needle holder mikro sementara tangan kiri
memegang pinset kornea. Untuk membuat simpul jahitan pinset kornea
diganti dengan pinset Keelman Mac. Pharson. Benang dipotong
dengan gunting vanas, simpul ditanam dengan pinset Keelman.
m) Lakukan irigasi aspirasi (I/A)dengan simcoe sampai bersih. Masukkan
vitrasen secukupnya pada COA untuk melindungi endotel kornea dan
membentuk COA space sebelum insersi IOL.
n) Masukkan Intra Oculer Lens (IOL) dengan menggunakan pinset
Keelman Mac. Pharson.
o) Posisikan IOL dengan memutarnya menggunakan pemutar lensa
(Lens rotator). 18. Jahit kornea sampai rapat dengan benang Ethilon 10-
0.
p) Injeksi / masukkan miostat ke dalam COA dengan spuit 1 cc dan
jarumnya telah diganti dengan jarum udara.
q) Lakukan irigasi aspirasi ulang sampai bersih dari vitrasen, miostat,
maupun sisa masa lensa, capsul anterior, dan korteks.
r) Injeksi gentamycin + dexametason dengan perbandingan 1:1 dalam spuit
1 cc secara subconjunctiva.
s) Berikan salep mata Kemicitine / Chloramfenicol secukupnya.
t) Pasang kassa steril dan di plester.
5. Menyelesaikan operasi
a) Cuci instrumen operasi dengan larutan desinfektan tanpa direndam
terlebih dahulu (menggunakan sikat gigi yang lembut)
b) Bilas instrumen dengan air mengalir.
c) Keringkan instrumen dengan lap yang kering dan bersih.
d) Atur dan tata instrumen pada tempatnya (bak instrumen).
e) Bungkus (packing) bak instrumen dan berikan label.
f) Bersihkan mikroskop, terutama pada bagian optik (lensanya) yang
terkena cipratan air dan posisikan pada tempat semula.
g) Pastikan ruangan, meja operasi dan peralatan yang dipakai tertata rapi
kembali
h) Kembalikan bahan medis habis pakai yang sudah dipakai dan masih bisa
digunakan kembali ke dalam bak plastic steril.
i) Pastikan tidak ada peralatan yang rusak, hilang atau tertinggal.
j) Kirim set instrument ke CSSD lewat lift pengiriman barang.
k) Kembalikan sisa bahan medis habis pakai yang tidak digunakan ke satelit
farmasi beserta bukti/lembar pemakaian BMHP/AMHP.
l) Perawat cuci tangan.
D. POST OPERASI
1. Jenis Anestesi : Anestesi lokal
2. Data Fokus
6. Pasien mengatakan khawatir jatuh dari brankar jika ditinggal pergi
7. Tangan nampak memegangi pinggiran brankar
8. Mata kiri tertutup kasa steril post operasi
9. Pasien menanyakan bagaimana perawatan setelah operasi nanti
10. Pasien meraba kasa pada mata yang tertutup
3. Analisa Data
Hari, tanggal : Selasa, 6 Desember 2011
No. Data Etiologi Problem
1. DS : Pasien mengatakan Efek pasca Resiko cedera
khawatir jatuh dari operasi (jatuh)
brankar jika ditinggal
pergi
DO :
- Tangan nampak
memegangi pinggiran
brankar
- Mata kiri tertutup kasa
steril post operasi
4. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko cedera (jatuh) berhubungan dengan efek pasca operasi ditandai
dengan pasien mengatakan khawatir jatuh dari brankar jika ditinggal
pergi, tangan nampak memegangi pinggiran brankar, dan mata kiri
tertutup kasa steril post operasi
b. Kurang pengetahuan tentang perawatan post operasi berhubungan
dengan kurang terpaparnya informasi ditandai dengan pasien
menanyakan bagaimana perawatan setelah operasi nanti, dan pasien
meraba kasa pada mata yang tertutup
5. Intervensi
No. Diagnosa NOC NIC
1. Resiko cedera (jatuh) Setelah dilakukan d. Tempatkan
berhubungan dengan perawatan post pasien pada
efek pasca operasi operasi di ruang RR posisi yang
diharapkan masalah nyaman
resiko cedera (jatuh) e. Ciptakan
dapat teratasi lingkungan
dengan kriteria hasil yang aman
: f. Pasang side rail
a. Pasien tidak g. Observasi
jatuh keadaan pasien
b. Side rail h. Tempatkan
terpasang brankar pada
area yang aman
2. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan g. Berikan
tentang perawatan perawatan post pendidikan
post operasi operasi di ruang RR kesehatan post
berhubungan dengan diharapkan masalah operasi katarak
kurang terpaparnya kurang pengetahuan h. Jelaskan pada
informasi dapat teratasi pasien aktivitas
dengan kriteria hasil yang diijinkan
: pada post
a. Pasien dan operasi
keluarga dapat i. Jelaskan
menyebutkan 4 tentang
dari 8 perawatan perawatan mata
post operasi
katarak
b. Pasien dapat
menyebutkan 3
dari 5 aktivitas
yang yang
diijinkan pada
post operasi
A. Kesimpulan
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa
atau terjadi akibat kedua-duanya. Faktor-faktor penyebab katarak yaitu
trauma, terpapar substansi toksik, penyakit predisposisi, genetik dan
gangguan perkembangan, infeksi virus di masa pertumbuhan janin dan
usia. Jenis katarak dibagi menjadi 6 yaitu katarak senile, katarak
kongenital, katarak toksik, katarak traumatik, katarak asosiasi dan katarak
komplikasi. Stadium katarak dibagi menjadi 4 yaitu katarak insipien,
katarak imatur, katarak matur dan katarak hipermatur. Tanda dan gejala
yang terjadi pada penderita katarak yaitu yang pertama pasien mengeluh
silau, pasien mengalami dyplopia monokular atau polyopia, distorsi,
pemurunan ketajaman, sensitivitas kontras dan myopic. Sedangkan faktor
resiko penyebab katarak yaitu umur, jenis kelamin, paparan, diabetes
melitus dan rokok. Untuk penatalaksanaannya bisa dilakukan pembedahan
Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE), Ekstra Capsuler Cataract
Ekstraksi (ECCE), Phacoemulsifikasi, dan Small Incision Cataract Surgery
(SICS).
Asuhan keperawatan pada Tn.S dengan diagnosa katarak matur
sinistra kami lakukan mulai pada fase pre operasi, intra operasi dan post
operasi. Dari kasus Tn. S pada fase pre operasi ada 2 diagnosa
keperawatan yaitu gangguan persepsi sensori pengelihatan berhubungan
dengan katarak dan ansietas berhubungan dengan kurang informasi. Dari
kedua diagnosa semua masalah teratasi karena pasien kooperatif saat
diberikan asuhan. Pada fase intra operasi terdapat 1 diagnosa yaitu resiko
infeksi berhubungan adanya luka sisi. Pada fase post operasi terdapat 2
diagnosa yaitu resiko cedera berhubungan dengan efek pasca operasi dan
kurang pengetahuan tentang perawatan post operasi berhubungan dengan
kurang terpaparnya informasi. Dari kedua diagnosa semua masalah teratasi
karena pasien kooperatif.
B. Saran
Dengan di susunnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat
mengetahui pengertian dari katarak, faktor penyebab katarak, patofisiologi
katarak, tanda dan gejala penyakit katarak, klasifikasi katarak dan
stadiumnya, resiko yang dapat menyebabkan penyakit katarak,
penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan perioperatif pada pasien
katarak.
DAFTAR PUSTAKA