Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH KMB III

“ASUHAN KEPERAWATAN PRE DAN POST KATARAK”

Disusun Oleh :
Kelompok 8

Westy Ayuningtyas (1911311023)

Moedis Chintia Ridani (1911312010)

Dilla Rahman (1911312050)

Miftahur Rahmi (1911313034)

Dosen Pengampu :
Ns. Boby Febri Krisdianto, M.Kep

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Asuhan Keperawatan Pre
dan Post Operasi Katarak" ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah "Keperawatam Medikal Bedah III". Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang " Asuhan Keperawatan Pre dan
Post Operasi Katarak " bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ns. Boby Febri Krisdianto, M.Kep ,
selaku dosen Pembimbing yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
berkaitan dalam proses pembuatan makalah ini. Penulis menyadari, makalah yang ditulis ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
dinantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 26 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................6

1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................................7

1.4 Manfaat……………………………………………………………………………….........…7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................8


2.1 Definisi Katarak.........................................................................................................................8

2.2 Klasifikasi Katarak....................................................................................................................9

2.3 Etiologi Katarak.......................................................................................................................13

2.4 Patofisiologi.............................................................................................................................14

2.5 Manifestasi Klinis....................................................................................................................16

2.6 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................................17

2.7 Komplikasi...............................................................................................................................17

2.8 Penatalaksanaan Katarak.........................................................................................................17

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI.......................................................21


BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS........................................................................24

4.1 Pre Op Katarak.......................................................................................................................23

4.2 Post Op Katara.........................................................................................................................22

BAB V PENUTUP.......................................................................................................................29
5.1 Kesimpulan..............................................................................................................................29

5.2 Saran........................................................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................30

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Menurut Chris Hammond MD, seorang dokter mata di Inggris Katarak merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang utama. Katarak mempengaruhi setiap negara baik di negara
industri maupun negara berkembang. Ada 1,5 juta ekstraksi katarak dilakukan setiap tahun di
Amerika Serikat. Pemerintah Inggris telah mengakui perlunya meningkatkan jumlah operasi
katarak di Inggris dari 175.000 menjadi 250.000 setahun. Menurut Perdami (Perhimpunan
Dokter Mata Indonesia) Penelitian-penelitian di Amerika Serikat mengidentifikasi adanya
katarak pada sekitar 10% orang, dan angka kejadian ini meningkat hingga sekitar 50% untuk
mereka yang berusia antara 65 sampai 74 tahun, dan hingga sekitar 70% untuk mereka yang
berusia lebih dari 75 tahun.

Sperduto dan Hiller menyatakan bahwa katarak ditemukan lebih sering pada wanita
dibanding pria. Pada penelitian lain oleh Nishikori dan Yamomoto, rasio pria dan wanita adalah
1:8 dengan dominasi pasien wanita yang berusia lebih dari 65 tahun dan menjalani operasi
katarak.

Menurut WHO (2000), sekitar 38 juta orang menderita kebutaan dan hampir 110 juta
orang menderita penurunan penglihatan. Hal ini menunjukkan bahwa ada sekitar 150 juta orang
menderita gangguan penglihatan. Tidak terdapat data mengenai insiden kebutaan yang tersedia
dengan baik. Meskipun demikian, diperkirakan jumlah orang buta di seluruh dunia akan
meningkat 1-2 juta orang per tahun. Pada tahun 2006, WHO mengeluarkan estimasi global
terbaru, yaitu 314 juta orang di dunia menderita gangguan penglihatan, 45 juta dari mereka
menderita kebutaan (WHO, 2007).

Berdasarkan perhitungan terakhir, katarak yang berkaitan dengan umur merupakan 48%
penyebab kebutaan di seluruh dunia, yaitu sekitar 18 juta orang. Diperkirakan setidaknya satu
dari seribu populasi akan menderita kebutaan karena katarak setiap tahunnya di Afrika dan Asia
(WHO, 2000). Dari hasil estimasi terhadap kebutaan karena katarak pada berbagai regio WHO,
dapat diketahui bahwa total kebutaan karena katarak adalah 47,8%, dimana sebesar 58% terdapat
di regio Asia Tenggara B (Murray et al, 2001).

4
Hasil Survei Kesehatan Mata Nasional tahun 1993-1996 dalam Agustiawan (2006)
menunjukkan bahwa 1,5% penduduk di Indonesia mengalami kebutaan dan lebih dari
setengahnya (sekitar 1,5 juta) kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak. Angka ini lebih tinggi
bila dibandingkan angka kebutaan di Thailand (0,3%), India (0,7%), Bangladesh (1,0%), dan di
Afrika Sub-Sahara (1,4%). Pertambahan buta katarak baru di Indonesia mencapai 210.000 per
tahunnya, sedangkan jumlah operasi katarak hanya 70.000 per tahun. Keadaan ini menimbulkan
penumpukan katarak di Indonesia.

Menurut Surkesnas (2004), hasil SKRT menunjukkan 13% penduduk mengalami


gangguan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Ditinjau dari kelompok umur, persentase
gangguan penglihatan dan pendengaran semakin meningkat dengan semakin bertambahnya
umur. Prevalensi jenis gangguankegiatan sehari-hari yang tinggi adalah gangguan penglihatan
(71%). Selain itu, hasil survei ini juga melaporkan bahwa responden, yang pernah melakukan
pemeriksaan mata dalam kurun lima tahun terakhir, sebesar 11% pernah didiagnosis katarak.

Menurut Depkes RI (2008), berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)


Nasional tahun 2007, proporsi low vision di Indonesia adalah sebesar 4,8% (Asia 5% - 9%),
kebutaan 0,9%, dan katarak sebesar 1,8% (meningkat dari 1,2% menurut SKRT 2001). Patut
diduga bahwa peningkatan jumlah kasus katarak ini berkaitan erat dengan peningkatan umur
harapan hidup penduduk Indonesia pada periode 2005-2010 (69,1 tahun) dibanding periode
2000-2005 (66,2 tahun). Proporsi penduduk berumur 30 tahun keatas dengan katarak di
Sumatera Utara adalah 1,5% (proporsi responden yang mengaku pernah didiagnosis katarak oleh
tenaga kesehatan dalam 12 bulan terakhir) dan 11,3% (proporsi responden yang mengaku pernah
didiagnosis katarak oleh tenaga kesehatan atau mempunyai gejala penglihatan berkabut dan silau
dalam 12 bulan terakhir). Di Sumatera Utara dan Medan, prevalensi kebutaan dan morbiditas
akibat katarak tahun 2007 sebesar 0,78% dan 7,3% (BKMM, 2007).

Bertambahnya umur berhubungan dengan prevalensi terjadinya katarak. Peningkatan


prevalensi yang berhubungan dengan pertambahan umur ini juga terjadi di negara berkembang.
Lebih dari 20 tahun yang akan datang, populasi dunia diperkirakan akan meningkat sekitar
sepertiga. Pertumbuhan ini akan lebih dominan di wilayah yang berkembang. Dalam periode
yang sama, jumlah orang yang berusia lebih dari 65 tahun akan lebih meningkat ganda. Populasi
yang berusia ini akan terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju.

5
Jika tidak ada perubahan lain, perubahan demografik ini akan meningkatkan jumlah
katarak, morbiditas penglihatan, dan kebutuhan akan operasi katarak. Pada tahun 2020, akan
terjadi peningkatan jumlah orang dengan penurunan visus 3/60 atau buruk sebagai akibat dari
katarak yaitu dari 20 juta orang yang ada saat ini menjadi 40 juta orang. Hal ini menyebabkan
katarak menjadi masalah global yang signifikan, sehingga perlu dilakukan usaha untuk
mencegah dan memperlambat terjadinya katarak (Brian & Taylor, 2001).

Kebutaan di Indonesia merupakan bencana Nasional. Sebab kebutaan menyebabkan


kualitas sumber daya manusia rendah. Hal ini berdampak pada kehilangan produktifitas serta
membutuhkan biaya untuk rehabilitasi dan pendidikan orang buta. Berdasarkan hasil survey
nasional tahun 1993 – 1996, angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 %. Angka ini
menempatkan Indonesia pada urutan pertama dalam masalah kebutaan di Asia dan nomor dua di
dunia pada masa itu.

Salah satu penyebab kebutaan adalah katarak. sekitar 1,5 % dari jumlah penduduk di
Indonesia, 78 % disebabkan oleh katarak. Pandangan mata yang kabur atau berkabut bagaikan
melihat melalui kaca mata berembun, ukuran lensa kacamata yang sering berubah, penglihatan
ganda ketika mengemudi di malam hari , merupakan gejala katarak. Tetapi di siang hari
penderita justru  merasa silau karena cahaya yang masuk ke mata terasa berlebih Begitu besarnya
resiko masyarakat Indonesia  untuk menderita katarak memicu kita dalam  upaya pencegahan.
Dengan memperhatikan gaya hidup, lingkungan yang sehat dan menghindari pemakaian bahan-
bahan kimia yang dapat merusak akan membuta kita terhindar dari berbagai jenis penyakit dalam
stadium yang lebih berat yang akan menyulitkan upaya penyembuhan. Sehingga kami sebagai
mahasiswa keperawatan memiliki solusi dalam mencegah dan menanggulangi masalah katarak
yakni dengan memberikan sebuah rangkuman makalah tentang katarak sebagai bahan belajar dan
pendidikan bagi mahasiswa keperawatan.

1.2  Rumusan masalah

1. Bagaimanakah konsep dasar pada katarak?


2. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Teoritis pada katarak?
3. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan (Pre dan Post Op) pada katarak?

6
1.3  Tujuan

Tujuan instruksional umum

Menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada katarak.

Tujuan instruksional khusus 

1. Mengetahui definisi katarak


2. Mengetahui etiologi katarak
3. Mengetahui patofisiologi katarak
4. Mengetahui manifestasi klinis katarak
5. Mengetahui pemeriksaan dignostik pada katarak
6. Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan katarak
7. Mengetahui asuhan keperawatan kasus pada katarak

1.4 Manfaat

1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang katarak


2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada  pasien katarak

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 

2.1  Definisi Katarak

Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga menyebabkan
penurunan/gangguan penglihatan (Admin,2009). Menurut Corwin (2009), katarak adalah
penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan
ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein lensa yang secara
normal transparan terurai dan mengalami koagulasi.

Definisi lain katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan
metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu (Iwan,2009).

Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa,
umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun
(Marilynn Doengoes, dkk. 2000). Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi
pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata.

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka
panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar ultraviolet, atau
kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Smeltzer, Suzzane C, 2002).

Sedangkan menurut Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada
lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau
akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.

Jadi, dapat disimpulkan katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan
dilalui cahaya menuju retina, dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan
penglihatan.

8
2.2  Klasifikasi Katarak

a) Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:

1. Katarak Kongenital

Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang dialami
ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital adalah katarak
yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun.
Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama
akibat penanganannya yang kurang tepat.

Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi
sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya
berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus,
iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.

Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal


infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama
kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali
pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini
terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan
gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.

Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak
kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital
adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak
kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.

Umumnya tindakan bedah dilakukan dengan sisio lentis atau ekstraksi linear. Tindakan
bedah dilakukan pada usia 2 bulan untuk mencegah ambliopia eksanopsia. Pascabedah
pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya yang telah menjadi afakia.

Bentuk katarak kongenital yang dikenal adalah :

9
1. Katarak polar (piramidalis) anterior

Terjadi akibat gangguan perkembangan lensa pada saat terbentuknya plakoda lensa.

2. Katarak polar (piramidalis) posterior

Terjadi akibat arteri hialoid yang menetap persisten pada saat tidak dibutuhkan lagi oleh
lensa untuk metabolismenya.

3. Katarak lamellar atau zonular

Katarak lamellar ini bersifat herediter yang diturunkan secara dominan dan biasanya
bilateral.

4. Katarak sentral

Merupakan katarak halus yang terlihat pada bagian nucleus embrional. Katarak ini
terdapat 80% orang normal dan tidak mengganggu tajam penglihatan.

5. Katarak Juvenil

Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia
kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya.

6. Katarak Senil

Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senil biasanya
berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang
mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
(Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)

      Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:

1. Stadium awal (insipien).

10
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal,
bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali
penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga
cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks
anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak
sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah
terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda
morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena
indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.

2. Stadium imatur.

Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak
atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih
pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi
bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi
dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan
iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.

3. Stadium matur.

Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-
sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran
normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman
normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih
akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan
iris akan terlihat negatif.

4. stadium hipermatur.

Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini dapat
keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah
bawah (jam 6) (katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang

11
keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik
atau galukoma fakolitik.

Tabel 1.1 Perbedaan karakteristik Katarak (Ilyas, 2001)

  Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Besar Lensa Normal Lebih besar Normal Kecil
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test (-) (+) (-) +/-
Penyulit - Glaukoma - Uveitis, glaukoma
Visus (+) <  <<  <<< 
Bayang iris (-) ++ (-) +/-

b)  Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:

1. Katarak Inti ( Nuclear )

Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau
bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses penuaan.

2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruhan putih
mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga mengganggu penglihatan. Banyak
pada penderita DM
3. Katarak Subkapsular.
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar
masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang
lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata. 

c) Berdasarkan penyebabnya katarak dibedakan menjadi :

1. Katarak traumatika

12
Katarak terjadi akibat rudapaksa atau trauma baik karena trauma tumpul maupun
tajam. Rudapaksa ini dapat mengakibatkan katarak pada satu mata (katarak monookular)
penyebab katarak ini antara lain karena radiasi sinar-X, radioaktif, dan benda asing (Anas
Tamsuri, 2011).  

Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam yang
menembus kapsul anterior. Tindakan bedah pada katarak traumatik dilakukan setelah
mata tenang akibat trauma tersebut. Bila pecahnya kapsul mengakibatkan gejala radang
berat, maka dilakukan aspirasi secepatnya. (Hendra utama, 2005)

2. Katarak toksika
Merupakan katarak yang terjadi akibat pajanan dengan bahan kimia tertentu.
Selain itu katarak ini dapat juga terjadi karena pengguanaan obat seperti kortikosteroid
dan chlorpromazine.
3. Katarak komplikata
Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh
faktor fisik atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan lensa. Katarak komplikata
dapat terjadi akibat iridosiklitis, koroiditis, miopia tinggi, ablasio retina, dan glaukoma.
Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai kedua
mata atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata. (Hendra utama, 2005)
Katarak ini terjadi akibat gangguan sistemik seperti DM, hipoparatiroidisme, atau
akibat kelainan local seperti uveitis, glaucoma, miopi, atau proses degenerasi usia pada
satu mata lainnya.

2.3 Etiologi Katarak

Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak menurut (J.Corwin,2000, Anas
tamsuri, 2011, A mansjoer, 2008) antara lain :

1. Usia lanjut (senil) dan proses penuaan


2. Congenital atau bisa diturunkan (genetic)

3. Gangguan perkembangan

13
4. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan
beracun lainnya.  

5. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, kelainan metabolic dan sistemik (misalnya
diabetes mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik) dan obat-obat tertentu (misalnya
kortikosteroid).

6. Infeksi virus dimasa pertumbuhan janin

Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:

1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.


2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangguan
metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.

3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.

4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti


kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.

5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik.

2.4  Patofisiologi 

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas
seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar
lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan

14
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan
harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan
kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak
meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin
antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2002)

Metabolisme Lensa Normal

Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium).
Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa
lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K
bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi
dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K
ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase Metabolisme
lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan
NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan
aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan
sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase. 

Lensa mengandung 65% air, 35% protein dan sisanya adalah mineral. Dengan
bertambahnya usia, ukuran dan densitasnya bertambah. Penambahan densitas ini akibat kompresi
sentral pada kompresi sentral yang menua. Serat lensa yang baru dihasilkan di korteks, serat
yang tua ditekan ke arah sentral. Kekeruhan dapat terjadi pada beberapa bagian lensa.

15
Kekeruhan sel selaput lensa yang terlalu lama menyebabkan kehilangan kejernihan
secara progresif, yang dapat menimbulkan nyeri hebat dan sering terjadi pada kedua mata.

2.5  Manifestasi Klinis

Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:

1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan
fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari

Gejala objektif biasanya meliputi:

1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak
dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya
adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan
melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.

3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih
,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.

Gejala umum gangguan katarak meliputi: 

1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.


2. Gangguan penglihatan bisa berupa:

- Peka terhadap sinar atau cahaya.

- Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).

- Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.

- Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

- Kesulitan melihat pada malam hari

16
- Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata

- Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )

Gejala lainya adalah :

1)   Sering berganti kaca mata

2)   Penglihatan sering pada salah satu mata.

3)   Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam
mata ( glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.

2.6  Pemeriksaan penunjang

1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea,
lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke
retina.
2. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis,  glukoma.

3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)

4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.

5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glaukoma

6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,


perdarahan.

7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.

8. EKG, kolesterol serum, lipid

9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM

2.7. Komplikasi

Gangguan penglihatan dapat terjadi jika tidak diobati. Kerusakan endotel kornea,
sumbatan pupil, glaucoma, perdarahan, fistula luka operasi, edema macula sistoid, pelepasan

17
koroid, uveitis, dan endoftalmitis. Komplikasi yang umum terjadi pada pembedahan adalah
pembentukan membrane sekunder yang terjadi sekitar 25% pasien dalam 3-36 bulan setelah
pembedahan.

2.8  Penatalaksanaan Katarak

Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat  dibantu dengan
menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat
meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.

Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata,  tetapi
tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika
kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika
katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah
peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:

1. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam


2. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa fokus
pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada objek jauh

3. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf
optikus di bagian belakang mata.

Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada iris
disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan
bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat
setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin
terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas
indikasi medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)

Indikasi dilakukannya operasi katarak :

1. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan
rutinitas pekerjaan

18
2. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma

3. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m
didapatkan hasil visus 3/60

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:

1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)

yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun
1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia.

2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni


1. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara
manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar
sehingga penyembuhan lebih lama.

2. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana


menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material
nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini
dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti
nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap.
Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm.  Lensa mata yang keruh dihancurkan
(Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang
telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah
katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai
waktu pemulihan yang lebih cepat.

Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata
baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi
visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan
kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat
ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang
dalam tahap pengembangan

19
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya,
tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus
komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa
intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi
keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan
dapat kembali menjadi jelas.

Perawatan Pasien Katarak Pasca Operasi

1. Penderita tidak boleh batuk, mengedan, merokok, mengangkat beban lebih dari 5 KG, 
membungkuk, sujud (ibadah shalat dilakukan berdiri atau tidur), berhubungan suami istri
selama 1 minggu.
2. Mata yang usai dibedah tidak boleh terkena air, digosok gosok,  serta harus memakai
pelindung plastik / dop terutama jika ingin tidur.

3. Obat tetes mata ada 2 macam (seperti disebutkan diatas) digunakan setelah operasi pada
pukul: 15.00, 18.00, 21.00. Hari hari selanjutnya diteteskan 6 kali sehari yaitu pada
pukul: 06.00, 09.00, 12.00, 15.00, 18.00, dan terakhir pada pukul 21.00.

4. Untuk obat minum diminum sesuai resep dokter.

5. Penderita usai operasi harus melakukan kontrol rutin sesuai waktu yang ditentukan
dokter.

6. Jika ada masalah terkait mata, maka harus segera mendatangi dokter.

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KATARAK

3.1  Pengkajian

3.1.1 Anamnesa

Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah :

1. Identitas / Data demografi

Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara langsung,
tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga,  dan keterangan lain
mengenai identitas pasien.

2. Riwayat penyakit sekarang

Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain:

 Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak) .


 Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah

 Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film

21
 Perubahan daya lihat warna

 Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata

 Lampu dan matahari sangat mengganggu

 Sering meminta ganti resep kaca mata

 Lihat ganda

 Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)

 Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain

3. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti

 DM
 hipertensi

 pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko katarak.

 Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,

 ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid /
toksisitas fenotiazin.

 Kaji riwayat alergi

4.  Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress, 

3.1.2    Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

22
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil
sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak
hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit
lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan
tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak
terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan
penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa menunjukkan
inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005)

Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan melihat lensa
mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop sebaiknya
dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring ( 45 derajat dari poros mata) dapat dinilai
kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh ( iris shadow ). Bila
letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan dekat
dengan pupil terjadi pada katarak matur. 

3.1.3    Pemeriksaan Diagnostik

1. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular ( tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan lensa, system saraf atau penglihatan
ke retina ayau jalan optic.
2. Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng
optic, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme.

3. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik / infeksi

4. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk memastikan


aterosklerosis.

5. Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.

3.1.4 WOC

23
3.2      Diagnosa Keperawatan dan Intervensi keperawatan 

Diagnosa keperawatan Menurut NANDA :

Analisa Data Pre Op

Data Etiologi Masalah


DS: - Pre operasi Cemas

DO: stress emosi pasien meningkat,  


pasien tampak takut, depresi
Kurang pengetahuan
 
 
 

24
Cemas
DS:- Penglihatan kabur Resiko tinggi cidera

DO: penurunan ketajaman    


penglihatan, objek yang dilihat    
seperti ada bayangan

Sulit mengenali benda-


benda sekitar

   
   

Resti cidera

Analisa Data Post Op

Data Etiologi Masalah


DS: Rangsangan Norireseptor Nyeri

DO: ada nyeri, ekspresi muka    


pasien meringis menahan nyeri,    
rentang skala nyeri mulai nyeri
ringan sampai berat
Spiral cora

   
   

Informasi korteks serebri

   
   

25
Nyeri
DS: Kelumpuhan N VII Resiko infeksi

DO: suhu meningkat, terjadi  


pembengkakan pada kelopak
mata, kelopak mata sulit
membuka
Kelopak mata tidak
membuka dengan sempurna

Resiko infeksi

Intervensi keperawatan:

Dx Kep Tujuan & criteria hasil Intervensi


Cemas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat dan lama gangguan
keperawatan pre op  cemas hilang/ penglihatan. Dorong percakapan untuk
berkurang dengan criteria: pasien mengetahui keprihatinan pasien ,
paham tentang prosedur perasaan, dan tingkat pemahaman
pembedahan yang akan dilakukan,
2. Orientasi pasien  dengan lingkungan
pasien tenang, pasien tidak stress,
baru
takut ataupun depresi

3. Jelaskan rutinitas perioperatif

4. Dorong untuk melakukan kebiasaan


hidup sehari-hari ketika mampu

5. Dorong partisipasi keluarga atau orang-


orang yang peduli dalam perawatan
pasien

26
6. Dorong partisipasi dalam kegiatan
sosial dan pengalihan bila memungkinkan
( pengunjung , radio , rekaman audio , TV
, kerajinan , permainan )

 
Resiko Setelah dilakukan tindakan 1.  Bantu pasien ketika mampu melakukan
tinggi keperawatan pre op diharapkan ambulasi pre operasi sampai mencapai
cidera resiko cidera tidak terjadi dengan tujuan yang stabil dan keterampilan
kriteri: orientasi pasien terhadap mengatasi memadai , menggunakan
lingkungan sekitar baik, mampu teknik bimbingan penglihatan
melakukan ambulasi dari 1 tempat
2.  Orientasi pasien di dalam ruangan
ke tempat yang lain dengan baik

3.  Diskusikan kebutuhan untuk


penggunaan perisai logam atau kacamata
saat diinstruksikan

1. Kolaborasi untuk pembedahan


Nyeri Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan obat untuk mengontrol
keperawatan post op nyeri hilang / nyeri dan TIO sesuai resep
berkurang dengan criteria: nyeri
2.  Kurangi tingkat pencayahaan
hilang/ berkurang, skala nyeri 0,
pasien tidak mengeluh nyeri
3.  Dorong penggunaan kacamata hitam
dalam cahaya yang kuat

 
Resiko Setelah dilakukan tindakan 1.  Pertahankan teknik aseptik yang ketat ,
infeksi keperawatan resiko infeksi tidak melakukan cuci tangan Anda sering
terjadi dengan criteria: tidak
2.  Awasi dan laporkan segera tanda-tanda
ditemukan tanda-tanda komplikasi
dan gejala komplikasi, seperti :
perdarahan , peningkatan TIO atau infeksi

27
3.  Jelaskan posisi yang dianjurkan

4.  Anjurkan pasien untuk mengetahui


tujuan pembatasan aktivitas dengan
bedrest

1. Jelaskan tindakan yang harus


dihindari , seperti batuk , bersin ,
muntah

2. Berikan obat yang diresepkan ,


sesuai dengan teknik yang
ditentukan 

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

4.1 Pre Katarak

Ny T (65 tahun) datang ke rumah sakit dengan Keluhan kedua mata kabur sejak enam
bulan yang lalu, terutama mata kiri. Sejak enam bulan yang lalu klien merasa mata sebelah
kiri sudah mulai kabur terjadi berangsur-angsur dan memburuk dan berangsur-angsur.
Pemeriksaan pada mata :

Pemeriksaan OD OS
Visus 5 April 2002 : 6/30 5 April 2002 : 1/300, BSA
9 April 2002 : 6/40 9 April 2002 : 1/300, BSA
Refraksi 6/8,5 -
TIO 5/5,5 5/5,5
Gerakan bola mata Simetris Simetris
Segmen anterior :
Palpebra Bleparospasme tidak Bleparospasme tidak
ditemukan ditemukan.
Konjungtiva Hiperemi tidak ada Hiperemi tidak ada
Kornea Jernih Jernih
Bilik mata depan Dalam Dalam
Pupil Iris shadow (+) Iris Shadow (-)
Iris Reguler, hitam Reguler, hitam

28
Lensa Agak keruh (imatur) Keruh (matur)
Segmen posterior
Pundus (+) artinya masih ada Gelap, tampak warna
warna jingga kehitaman
Pupil syaraf optik Nervus II batas tegas Nervus II batas tegas
Retina Tidak ada tear, hole, Tidak ada tear, hjole,
blast blast.
Lain-lain Lapangan pandang Kabur seluruh lapangan
kabur relatif pandang

Pengobatan :

Sedang minum obat antihipertensi : captopril 3x 12,5 mg dan HCT ½ - o – o

Buatlah asuhan keperawatan tentang kasus diatas, tambahan pengkajian dapat dibuat asal tidak
mnyalahi soal kasusdiatas.

  PENGKAJIAN
1.       Identitas
a.      Identitas Pasien
Nama                        : Ny. T
Umur                        : 65 tahun
Agama                      : Islam
Jenis Kelamin           : Perempuan
Status                        : Menikah
Pendidikan                : SMA
Pekerjaan                  : Swasta
Suku Bangsa             : Melayu
Alamat                      : Padang
Tanggal Masuk         : 27 September 2021
Tanggal Pengkajian   : 27 September 2021
No. Register              : 12345
Diagnosa Medis        : Kataraks

b.      Identitas Penanggung Jawab

29
Nama                        : Tn. F
Umur                        : 48 tahun
Hub. Dengan Pasien : suami
Pekerjaan                  : swasta
Alamat                      : Padang

2.      Status Kesehatan
a.      Status Kesehatan Saat Ini
1)  Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Klien mengatakan mata sebelah kiri sudah mulai kabur berangsur-angsur dan
memburuk sejak dari 6 bulan lalu
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Klien mengatakan kedua mata kabur sejak 6 bulan yang lalu, terutama sebelah kiri
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Klien mengatakan cara mengatasinya dengan berobat di pelayanan kesehatan

b.      Satus Kesehatan Masa Lalu


1)      Penyakit yang pernah dialami
Klien mengatakan memiliki riwayat hipertensi dan sedang mengkonsumsi obat
hipertensi: captopril 3 x 12,5 mg dan HCT ½ - o-o
2)      Pernah dirawat
Klien mengatakan perna dirawat sebelumnya
3)      Alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi obat-obatan dan makanan
4)      Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)
Klien mengatakan tidak perna mengonsumsi alkohol atau merokok hanya mengonsumsi
minuman seperti tah,susu dan kopi

c.       Riwayat Penyakit Keluarga


Klien megatakan mempunyai riwayat penyakit hipertensi

d.      Diagnosa Medis dan therapy

30
Diagnosa : Kataraks

3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


a.  Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Klien mengatakan semenjak dirawat di rumah sakit klien merasakan ada perubahan
b.  Pola Nutrisi-Metabolik
·   Sebelum sakit          :
Klien mengatakan 3x sehari
Sarapan pagi
Makan siang
Makan malam
·   Saat sakit                 :
Klien mengatakan tidak pernah menghabiskan makanan yang dari rumah sakit

c. Pola Eliminasi
1)   BAB
·   Sebelum sakit          :
.klien mengatakan bab yang lancar pada saat sebelum sakit
·   Saat sakit                 :
Klien mengatakan bab yang lancar pada saat sakit
2)   BAK
·      Sebelum sakit       :
Klien mengatakan bak yang lancar sebelum sakit
·      Saat sakit              :
Klien mengatakan bak yang lancar pada saat sakit
d.      Pola aktivitas dan latihan
1)   Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan
Diri
Makan dan
minum
Mandi

31
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total

2)  Latihan
·       Sebelum sakit
Klien mengatakan sehari-hari beraktivitas,bekerja sebagai swasta
·    Saat sakit          
Klien mengatakan agak sulit beraktivitas sendiri akibat pandangan kabur yang sangat
mengganggu

e.       Pola kognitif dan Persepsi


klien mengatakan tampak ramah terhadap perawat dan keluarga

f.       Pola Persepsi-Konsep diri


pasien dan keluarga berharap agar cepat sembuh

g.       Pola Tidur dan Istirahat


· Sebelum sakit          :
Klien mengatakan istirahat yang cukup

· Saat sakit                 :
Klien mengatakan istirahat yang cukup

h.      Pola Peran-Hubungan
Klien mengatakan terlihat hubungan pasien dengan keluarga sangat baik

i.        Pola Seksual-Reproduksi
·   Sebelum sakit     :
Klien mengatakan pola seksual dan reproduksi tidak ada masalah
·   Saat sakit                        :

32
Klien mengatakan pola seksual dan reproduksi tidak ada masalah

j.        Pola Toleransi Stress-Koping


Klien mengatakan untuk lebih menonton,mendengarkan misik, dan bekerja

k.      Pola Nilai-Kepercayaan
Klien mengatakan saat sakit dan tidak, klien selalu beribadah karena tanggung jawab

4.       Pengkajian Fisik
a.       Keadaan umum : sedang
Tingkat kesadaran : komposmetis / apatis / somnolen / sopor/koma
GCS           : verbal 5 Psikomotor: 6 Mata : 4
b.      Tanda-tanda Vital : Nadi = 96 kali permenit , Suhu = 37  , TD = 140/90 mmHg, RR = 20
kali permenit
c.       Keadaan fisik
a.       Kepala  dan leher       :
Berbentuk bulat,simetris dan leher simetris
b.      Dada  :
·   Paru
Normal
·   Jantung
Normal
c.       Payudara dan ketiak   :
Normal
d.      Abdomen        :
Normal
e.       Genetalia        :
Normal
f.       Integumen :
Normal
g.       Ekstremitas     :
·       Normal

33
h.      Neurologis      :
·         Status mental dan emosi :
Normal
·         Pengkajian saraf kranial :
Optikus bermasalah
·         Pemeriksaan refleks :
Normal
b.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan OD OS
Visus 5 April 2002 : 6/30 5 April 2002 : 1/300, BSA
9 April 2002 : 6/40 9 April 2002 : 1/300, BSA
Refraksi 6/8,5 -
TIO 5/5,5 5/5,5
Gerakan bola mata Simetris Simetris
Segmen anterior :
Palpebra Bleparospasme tidak Bleparospasme tidak
ditemukan ditemukan.
Konjungtiva Hiperemi tidak ada Hiperemi tidak ada
Kornea Jernih Jernih
Bilik mata depan Dalam Dalam
Pupil Iris shadow (+) Iris Shadow (-)
Iris Reguler, hitam Reguler, hitam
Lensa Agak keruh (imatur) Keruh (matur)
Segmen posterior
Pundus (+) artinya masih ada Gelap, tampak warna
warna jingga kehitaman
Pupil syaraf optik Nervus II batas tegas Nervus II batas tegas
Retina Tidak ada tear, hole, Tidak ada tear, hjole,
blast blast.
Lain-lain Lapangan pandang Kabur seluruh lapangan
kabur relatif pandang

Analisa Data

34
Data Etiologi Masalah Keperawatan

Data Subjektif Faktor Usia Gangguan Persepsi Sensori


Berhubungan Dengan Katarak
Pasien menegeluh kedua
dibuktikan dengan gangguan
matanya kabur sejak enam
Hipertensi penglihatan, Penglihatan
bulan yang lalu.
Kabur dan semakin memburuk
Sebelah kiri mata berangsur pada mata sebelah kiri.
angsur memburuk Kataraks

Data Objektif Menghambat jalan cahaya

Kabur seluruh lapang pandang


sebelah kiri
Penglihatan kabur

Gangguan sensori persepsi


visual

Data Subjektif Kataraks Resiko Cedera dibuktikan


dengan Gangguan penglihatan,
Pasien mengatakan sulit
Hipertensi
beraktivitas karna kabur.
Menghambat jalan cahaya
Pasien sulit mengenali benda-
benda sekitar
Pengelihatan kabur

Data Objektif
Sulit mengenali benda beda
Mata Kanan Kabur sebagian,
sekitar
Mata Kiri Kabur seluruh
lapang pandang

Pasien mengkonsumsi Obat Resiko cedera

35
Hipertensi

Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan Persepsi Sensori Berhubungan Dengan Katarak dibuktikan dengan gangguan


penglihatan, Penglihatan Kabur dan semakin memburuk pada mata sebelah kiri.
2. Resiko Cedera dibuktikan dengan Gangguan penglihatan, Hipertensi

Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI

Gangguan Persepsi Persepsi Sensori Minimalisasi Ransangan


Sensori
Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi
keperawatan 3 x 24 jam, - Periksa status mental, status
maka persepsi sensori sensori, dan tingkat
Penyebab:
membaik dengan kriteria kenyamanan
Gangguan Penglihatan hasil: 2. Terapeutik
- Diskusikan tingkat toleransi
Usia Lanjut  Verbalisasi melihat
terhadap beban sensori
bayangan membaik
- Batasi stimulus lingkungan
dari 2 ke 4
(mis. Cahaya, suara, aktivitas)
Gejala dan Tanda  Konsentrasi
- Jadwalkan aktivitas harian dan
membaik dari 2 ke
Penglihatan Kabur waktu istirahat
5
- Kombinasikan
Aktivitas terganggu  Orientasi membaik
prosedur/tindakan dalam satu
dari 2 ke 5
waktu, sesuai kebutuhan
3. Edukasi
Kondisi Klinis Terkait
- Ajarkan cara meminimalisasi
Katarak stimulus (mis. Mengatur
pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan,
membatasi kunjungan)

36
4. Kolaborasi
- Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
- Kolaborasi pemberian obat
yang mempengaruhi persepsi
stimulus
Resiko Cedera Fungsi Sensori Manajemen Keselamatan
Lingkungan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3 x 24 jam, 1. Observasi
Faktor Resiko
maka fungsi sensori - Identifikasi kebutuhan
Perubahan Sensasi membaik dengan kriteria keselamatan (mis. Kondisi
hasil: fisik, fungsi kognitif dan
Perubahan fungsi
riwayat perilaku)
pskomotor 1. Persepsi posisi
- Monitor perubahan status
tubuh membaik dari
keselamatan lingkungan
2 ke 4
2. Terapeutik
Kondisi Klinis Terkait
- Hilangkan bahaya keselamatan
Gangguan Penglihatan lingkungan jika
Tingkat Jatuh
memungkinkan
Setelah dilakukan tindakan - Modifikasi lingkungan untuk
keperawatan 3 x 24 jam, meminimalkan bahaya dan
maka tingkat jatuh resiko
menurun dengan kriteria 3. Edukasi
hasil: - Ajarkan individu, keluarga dan
kelompok resiko tinggi bahaya
1. Jatuh saat berjalan
lingkungan
menurun dari 3 ke 5
2. Jatuh saat naik
tangga dari 2 ke 5
Identifikasi Resiko
3. Jatuh saat di kamar
mandi dari 2 ke 5 1. Observasi

37
- Identifikasi risiko secara
berkala di masing-masing unit
2. Terapeutik
- Lakukan pengelolaan risiko
secara efektif
- Buat perencanaan tindakan
yang memiliki timeline dan
penanggungjawab yang jelas

4.2 Post Katarak

KASUS

Pengkajian post operasi Ny T Operasi dilakukan jam 11:30 – 12:15 pada tanggal 16 april
dengan lokal anestesi. Keadaan umum baik, T : 170/100, nadi : 94 x/menit, R : 16 x/menit,GCS :
: E 4 V5 M6 total : 15. Klien tidur dengan posisi terlentang dengan kepala dipertahankan/ tidak
miring kiri atau kanan. Klien mengatakan nyeri seperti ditarik-tarik ( sekot) pada mata yang
dioperasi, skal nyeri angka 5 dipilih pasien ( skala 0-10 ). Luka operasi ditutup dengan kasa steril
dan plester.Klien mengatakan tidak tahu tentang apa yang boleh dan tdak boleh dilakukan
setelah operasi. Kepala tidak miring keposisi mata yang tidak dioperasi takut duduk dan berdiri
setelah enam jam setelah beroperasi..

A. Pengkajian
Identitas pasien :
Nama : Ny. T
Umur : 65 tahun
Gender : Perempuan
Status : Sudah Menikah
Tgl masuk : 26 September 2021
Tgl pengkajian : 26 September 2021
Dx Medis : Post Katarak

38
B. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. A
Umur : 65 tahun
Status : Suami pasien
Pekerjaan : Wiraswasta

C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri seperti ditarik-tarik ( sekot) pada mata yang dioperasi
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan dahulu tidak mempunyai penyakit serupa
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga klien tidak mempunyai penyakit seperti yang klien alami sekarang ini.

D. Pola Pengkajian Gordon


1. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit yang dideritanya.
2. Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit :
Pola nutrisi dan metabolic pasien normal atau dapat dikatakan tidak terdapat masalah.
Frekuensi makan klien 3x/hari, selera makna klien baik, klien tidak memiliki alergi
makanan dan klien minum 7-8 gelas/hari.
Setelah sakit :
Makan dan minum klien disuapi oleh suaminya. Nafsu makan klien baik dan tidak terjadi
penurunan berat badan.
3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit :

39
Pola eliminasi pasien sebelum sakit normal dan tidak terdapat masalah. Pasien BAB
1x/hari, konsistensi lunak, warna coklat, bau khas dan normal. BAK pasien 3-4x/hari,
warna kuning muda, bau khas dan normal.
Setelah sakit :
Pola eliminasi pasien saat sakit tetap normal
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Aktivitas

Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4


Makan dan minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Berpindah V
0 : Mandiri
1 : Alat Bantu
2 : Dibantu orang lain
3 : dibantu alat dan orang lain
4 : tergantung total

Latihan

Sebelum sakit, pasien dapat bergerak dengan bebas dan beraktivitas seperti biasa

Setelah sakit, pasien merasa kesulitan untuk berjalan dikarenakan tidak dapat melihat
dengan jelas dan beraktivitas seperti makan dan minum dibantu oleh suami pasien.

5. Pola Kognitif dan Persepsi


Sebelum sakit :
Sebelum sakit, pola kognitif dan persepsi klien baik, status pendengaran dan penglihatan
klien baik.
Setelah sakit :
Klien mengatakan nyeri seperti ditarik-tarik ( sekot) pada mata yang dioperasi
6. Pola Persepsi-Konsep Diri
Secara keseluruhan, tidak terjadi perubahan terhadap konsep diri klien.

40
Klien tidak putus asa dengan penyakitnya dan klien tidak merasa minder karena
kondisinya.
7. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit :
Sebelum sakit, waktu tidur pasien normal dan pasien beristirahat dengan baik.
Setelah sakit :
Setelah sakit, pola istirahat dan tidur klien terganggu akibat nyeri yang dirasakannya.
8. Pola Peran-hubungan
Sebelum sakit :
Sebelum sakit, klien dapat menjalankan perannya dengan baik sebagai seorang ibu rumah
tangga. Klien dapat melakukan pekerjaannya dengan optimal. Hubungan klien dengan
keluarga baik.
Setelah sakit :
Hubungan klien dengan keluarga baik dan keluarga memberikan dukungan penuh kepada
pasien.
9. Pola Seksual—Reproduksi
Tidak dilakukan pengkajian tentang pola seksual dan reproduksi
10. Pola Toleransi Stress-Koping
Klien memiliki pola koping yang baik karena klien masih bisa mengatakan keluhanya
dengan baik.
11. Pola Nilai-Kepercayaan
Klien beragama islam dan klien percaya bahwa sakit yang dideritanya sebagai ujian yang
diberikan Allah swt kepadanya.

E. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik, T : 170/100, nadi : 94 x/menit, R : 16 x/menit,GCS : : E 4 V5 M6
total : 15. skala nyeri angka 5 dipilih pasien ( skala 0-10 ).

F. Diagnosa

DO DS DIAGNOSA
- Wajah pasien - Klien mengatakan nyeri Nyeri akut b.d agen
meringis seperti ditarik-tarik pencedera fisiologis d.d

41
- Skala nyeri 5 (sekot) pada mata yang tampak meringis
dioperasi
- takut duduk dan berdisi - Klien mengatakan tidak Defisit pengetahuan b.d.
setelah operasi tahu tentang apa yang boleh kurang terpapar informasi
dan tdak boleh dilakukan
setelah operasi.

G. OUTCAME DAN INTERVENSI

DIAGNOS
SLKI SIKI
A
Nyeri akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
b.d agen Observasi
Setelah dilakukan asuhan
pencedera - Identifikasi karakteristik,
keperawatan 2x 24 jam diharapkan
fisiologis lokasi, durasi ,
tingkat nyeri klien aka membaik
d.d tampak frekuensi dan kualitas nyeri.
dengan kriteria :
meringis - Identifikasi faktor yang
- Keluhan nyeri cukup
memperberat
menurun
dan memperingan nyeri.
- Meringis menurun
- Indentifikasi pengetahuan
- Frekuensi nadi membaik
tentang nyeri
- Tekanan darah membaik
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis (Hipnosis,
kompres hangat dan akupresur)

- Kontrol lingkungan
Yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
- Jelaskan strategi
mengurangi nyeri
- Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri

42
- Ajarkan teknik non-
farmakologis.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgesik
jika perlu.
Defisit Tingkat Pengetahuan - Kaji tingkat pengetahuan keluarga,
pengetahuan untuk mengetahui pemahaman
Setelah dilakukan asuhan
b.d. kurang keluarga.
keperawatan 2x 24 jam diharapkan
terpapar - Menjelaskan tindakan yang
tingkat nyeri klien aka membaik
informasi diperbolehkan dan yang perlu
dengan kriteria :
dihindari.
- Prilaku sesuai pengetahuan
- meningkatkan pemahaman
sudah meningkat
keluarga.
- Pertanyaan yang tentang
- Memberika kesempatan bertanya,
masalah yang dihadapi menurun
untuk memperluas cakupan diskusi
pembahasan.
BAB V
PENUTUP

5.1    Kesimpulan

      Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya. Lima
puluh satu persen (51%) kebutaan diakibatkan oleh katarak. Katarak senilis merupakan jenis
katarak yang paling sering ditemukan. Katarak senilis adalah setiap kekeruhan pada lensa yang
terjadi pada usia lanjut, yaitu di atas usia 50 tahun. Faktor resiko yang menyebabkan katarak
yaitu usia, jenis kelamin, dan riwayat penyakit. Dapat juga terjadi sebagai akibat pajanan
kumulatif terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi UV. Ada
beberapa jenis klasifikasi yang telah sering digunakan untuk menilai katarak, misalnya
berdasarkan usia timbulnya katarak seperti katarak congenital, katarak juvenile, katarak senilis.
Ada yang membagi berdasarkan kekeruhan lensa yaitu katarak imatur atau matur, dan
pembagian berdasarkan letak kekeruhan lensa yaitu katarak kortikalis, katarak subkapsularis
posterior atau anterior, katarak nuclearis. Gejala umum pada katarak yaituyajam penglihatan
berkurang, penglihatan berkabut (berasap), rasa silau, penglihatan ganda,  halo (warna disekitar

43
sumber cahaya). Adanya pemeriksaan fisik yang difokuskan pada mata. Penatalaksanaan dengan
pembedahan katarak.

5.2      Saran

      Katarak dapat terjadi dengan bertambahnya usia. Ada baiknya saat melakukan sesuatu yang
dapat membuat mata trauma ada baiknya menggunakan pelindung mata. Untuk yang memiliki
riwayat penyakit seperti Diabetes Melitus disarankan olahraga yang teratur, banyak
mengkonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C, A, dan E. 

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mansjoer.(2008). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Benjamin J. Phil. 2010. Acute Endhoptalmitis after Cataract Surgery : 250 Consecutive
Cases treated at the tertiary referral center in Netherland. American Journal of
ophthalmology.  Volume 149 No.3

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku saku patofisiologi. Jakarta: ECG.

Doenges, Marylynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Fadhlur Rahman. (2009). Laporan Kasus Katarak Matur Pada Penderita Diabetes
Mellitus.

Hartono. (2007). Oftalmoskopi dasar & Klinis. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press

Ilyas, Sidarta. (2004). Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

44
Ilyas S (2007). Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Ilyas, S.(2007). Katarak Lensa Mata Keruh ed. 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Khurna A.K. 2007. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology, fourth


edition, chapter 20, new delhi, new age limited publisher : 443-446

James, Bruce. (2006). Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta: Erlangga.

Sidarta, Ilyas. (2009). Ihtisar ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI

Smeltzer, Suzzane C. (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Ed. 8. Jakarta: EGC.

Tamsuri, Anas.(2010). Klien Gangguan Mata dan Penglihatan. EGC. Jakarta.

45

Anda mungkin juga menyukai