Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Terdapat berbagai macam penyebab bercak putih yang muncul pada kulit, salah
satunya adalah Vitiligo. Vitiligo merupakan suatu kelaian kulit depigmentasi
dengan gambaran klinis berupa bercak putih akibat adanya kerusakan yang
progresif dari melanosit.1,2 Penyebab dari kerusakan ini multifaktorial, seperti
predisposisi genetik, autoimunitas, dan faktor lingkungan.3 Kasus vitiligo cukup
sering dijumpai dengan prevalensi di dunia sekitar 0,5%-2% . Di Bali sendiri,
Berdasarkan penelitan retrospektif yang dilakukan di Poli Kulit dan Kelamin
RSUP Sanglah tahun 2013- 2015 terdapat 31 kasus baru vitiligo. 4 Dari beberapa
studi, menunjukan tidak ada predileksi etnis tertentu ataupun jenis kelamin
terhadap kejadian vitiligo.5
Onset vitiligo biasanya muncul pada masa kanak- kanak atau dewasa
muda, kira- kira setengah hingga sepertiga kasus sudah muncul pada usia 20
tahun, seperempat kasus muncul sebelum usia 8 tahun dengan rata- rata onset 4
sampai 5 tahun.6 Vitiligo pada anak berbeda dengan dewasa, menunjukkan insiden
yang lebih tinggi pada jenis vitiligo segmental. 3,7 Vitiligo pada masa kanak- kanak
ini sering dikaitkan dengan efek psikososial dan efek jangka panjang dari
menurunnya kepercayaan diri dari anak dan orang tuanya, sehingga vitiligo sangat
mempengaruhi kesehatan mental anak- anak dan mengganggu kualitas hidup
pasien dan orang tua. Akibatnya, pengobatan vitiligo pada masa kanak- kanak ini
sangatlah penting.8,9
Pengobatan vitiligo anak masih merupakan suatu tantangan besar karena
masih belum ada obat yang sangat manjur dan kekambuhannya cukup tinggi.
Terapi vitiligo pada anak biasanya menggunakan terapi topikal, fototerapi, dan
dengan terapi sistemik. Terapi topikal meliputi pemberian inhibitor kalsineurin,
kortikosteroid topikal, dan kalsipotriol. Terapi dengan fototerapi mengikuti terapi
narrow-band ultraviolet B (NB-UVB) dan penggunaan laser eksimer 308 nm. 10
Sampai saat ini sebagian besar penelitian vitiligo masih belum banyak membahas

1
2

mengenai peranan laser sebagai modalitas terapi vitiligo pada anak. Modalitas
terapi laser pada vitiligo anak tidak terbatas hanya pada tujuan repigementasi,
namun juga untuk efek yang lainnya, yaitu sebagai agen depigmentasi apabila lesi
vitiligo sudah sangat luas ataupun untuk preparasi lokasi resipien dari graft
melanosit.11 Dalam tinjauan pustaka ini akan membahas mengenai modalitas
terapi laser pada vitiligo anak serta membahas efektifitasnya serta efek samping
dari terapi laser. Diharapkan penyusunan tinjauan pustaka ini dapat memberikan
tambahan wawasan mengenai tatalasana vitiligo pada anak dengan modalitas laser
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vitiligo pada Anak


2.1.1. Definisi
Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi kronis yang didapat, diakibatkan oleh
karena kerusakan progresif dari fungsi melanosit. Kerusakan ini terutama terjadi
di kulit dan rambut sehingga menghasilkan gambaran klinis berupa makula
hipopigmentasi berbatas tegas .1,2 Prevalensi pada populasi di seluruh dunia
berkisar antara 0,06 hingga 2,28%.2 Vitiligo pada anak didefinisikan sebagai
onset penyakit sebelum usia 12 tahun, dan cukup sering terjadi (32–40% pasien
vitiligo).12

2.1.2. Epidemiologi
Vitiligo terjadi diseluruh dunia dengan prevalensi sekitar 1-2%. Beberapa studi
sudah dilakukan untuk mengetahui prevalensi vitiligo pada anak dan remaja di
dunia, angka prevalensi dilaporkan sebesar 0-2,16%. 12 Studi pada anak usia
sekolah di Danish menunjukkan prevalensi 0,09% pada anak usia 0-9 tahun dan
0,15% pada anak usia 10-19 tahun. 13 Studi lainnya, pada populasi anak di China,
melaporkan prevalensi 0,1% pada anak usia 0-9 tahun dan 0,36% pada anak
usia remaja 10-19 tahun. 14
Onset penyakit sebelum usia 4 tahun sangatlah jarang. Dari 2 studi di India dan
1 studi China, menunjukkan bahwa onset sebelum 4 tahun sebesar 17% dari total
sampel anak, onset usia 4-8 tahun sebesar 42-49%, onset usia 9-12 tahun sebesar
35-40%.14–16 Studi epidemiologi di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung,
melaporkan sebanyak 29% pasien mengalami vitiligo saat berusia di bawah 10
tahun.17
Epidemiologi dari vitiligo pada anak mirip dengan pada dewasa, namun
terdapat beberapa kekhususan. Pada dewasa hanya 8% yang memiliki riwayat
vitiligo pada keluarga, sedangkan pada anak 12-35% memiliki riwayat keluarga
dengan vitiligo.12,18 Predileksi jenis kelamin pada vitiligo anak masih belum

3
4

jelas. Studi dari India, Amerika Serikat, Yunani, Prancis, dan Brazil
2,5,19
menunjukkan predileksi pada perempuan sebesar 57-66%. Sedangkan
penelitian pada negara lain, seperti China, dan Jordan menunjukkan angka yang
seimbang. 20,21

2.1.3. Etiopatogenesis
Etiologi dan patogenesis vitilio masih belum sepenuhnya dipahami. Vitiligo
umumnya dikenal sebagai kelainan poligenik multifaktorial dan memiliki
patogenesis yang kompleks. Hal ini umumnya terkait dengan faktor non-genetik
dan genetik. Pada pasien dengan non-segmental vitiligo dan dengan riwayat
keluarga vitiligo, biasanya onset usia lebih muda (dengan rata- rata usia 24,8
tahun) sedangkan pada pasien tanpa riwayat keluarga vitiligo onset usia leih tua
( dengan rata- rata usia 42,2 tahun).5,18 Beberapa penelitian terkahir
menunjukkan bahwa terdapat 2 kemungkinan pola pewarisan dari vitiligo, pada
pasien dengan onset lebih awal ( diibawah dari 30 tahun) disebabkan oleh pola
pewarisan dominan. Sedangkan pada pasein dengan onset diatas 30 tahun
disebabkan pola genotip resesif dengan tambahan faktor- faktor lingkungan
sebagai pencetus. Pada onset usia sangat muda (dibawah 7 tahun), juga diketahui
berhubungan dengan riwayat keluarga dengan vitiligo. Sudah ditemukan banyak
bukti bawah beberapa tipe halotif HLA berhubungan kuat dengan waktu onset
dan keparahan penyakit. 3,18
Berbagai teori telah diajukan tentang patogenesis
tetapi etiologi yang tepat masih belum diketahui. Prinsip yang secara umum
adalah kehilangan melanosit pada kulit yang disebabkan oleh suatu proses
kerusakan. Kerusakan melanosit tersebut mengakibatkan penurunan melanosit
secara progresif. Teori tentang penghancuran melanosit ini meliputi: autoimun,
stress oksidatif, dan neurogenik.3,22
Teori autoimun sudah banyak diteliti. Beberapa penelitian terkahir
menunjukkan adanya banyak limfosit T sitotoksik spesfik untuk antigen
melanosit padad kasus vitiligo, yang mendukung teori mengenai keruskan
langsung pada melanosit. Vitiligo juga sering dijumpai dnegan penyakit
autoimun lainnya, beberapa penelitian menunjukkan bawah adanya tiroiditis
5

autoimun pada pasien vitiligo ditentutkan secara genetik. 3 Kerentanan


autoimunitas terhadap lokus pada kromosom 1 (AIS1) diperkirakan memicu
terjadinya reaksi autoimun, terutama vitiligo yang berrhubungan dengan gen lain
seperi (Major Histocompability Complex –MHC, yang berada pada lengan
pendek kromosom) dam ditambah dengan paparan eksternal ataupun internal,
memungkinkan memfasilitassi terjadinya Hashimoto thyroiditis. (HT) 18. Selain
itu, pada ayam symth line (model hewan untuk penyakit vitiligo), juga terjadi
penyakit lain seperti kebutaan, tiroiditis autoimun, dan munculnya alopesia. 23
Telah diketahui juga bahwa gen- gen yang berlokasi pada kromosom 17p13
berkontribusi pada beberapa penyakit autoimun seperti : vitiligo, tiroiditis
autoimun, psoriasis, anemia perniosa, lupus eritematosus sistemik, dan penyakit
Addison. Diperkirakan bahwa mekanisme autimun memiliki peranan penting
pada timbulnya vitiligo non-segmental.22
Pada teori stress oktidatif, diketahui bahwa melanosit pada vitiligo aktif
terdapat peningkatan dari antioksidan dan defesiensi dari enzim antioksidan,
sehingga menyenbkan kerusakan oksidatif dari melanosit.3
Teori neurogenik dapat menjelaskan terjdainya pola segmental pada
vitiligo, yaitu mungkin terdapat pelepasan abnormal dari mediator neuron
sehingga menghambat melanogenesis atau memiliki efek toksik terhdap
melanosit sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan. Segmental vitiligo
sangat jarang berhubungan dengan penyakit autoimun.3
6

Gambar 1. Patogenesis dari kerusakan melanosit yang terjadi pada kasus vitiligo3

2.1.4. Manifestasi Klinis dan Klasifikasi


Gambaran klinis dari vitiligo pada anak berupa makula atau bercak amelanotik
(keputihan) yang berbatas tegas dan dikelilingi oleh kulit berpigmen normal.
Lesi bisa berbentuk bulat, lonjong, atau tidak beraturan dan ukurannya bervariasi
dari milimeter hingga beberapa sentimeter. Bercak vitiligo dapat muncul di area
tubuh mana pun, tetapi beberapa lokasi predileksi termasuk wajah, permukaan
punggung tangan dan kaki, jari, siku, lutut, tulang kering, aksila, dan daerah
anogenital. Selain itu memiliki kecenderungan pada lokasi yang biasanya
mengalami hiperpigmentasi atau mengalami trauma berulang, gesekan, atau
tekanan.1,2,24 Fenomena Koebner, ditandai dengan perkembangan lesi vitiligo di
tempat trauma, dapat dilihat pada 11% sampai 24% anak dengan vitiligo di
India.15
Daerah kepala dan leher biasanya merupakan lokasi awal munculnya
vitiligo. Studi dari Korea, India, dan Yunani melaporkan timbulnya penyakit di
daerah kepala dan leher pada 31-59% pasien.16,19,25 Khususnya bagian kelopak
mata juga sering menjadi tempat pertama munculnya penyakit. Vitiligo pada
anak jarang dimulai pada tungkai atas. 12
7

Gambar 2. Patch depigmentasi dan Leukotrichia pada pasien Vitiligo


Anak7
Leukotrichia dapat dikaitkan dengan vitiligo karena keterlibatan
melanositik yang ada di folikel rambut. Rambut putih yang tersebar, bercak
rambut putih lokal (poliosis) atau bahkan depigmentasi total rambut dapat
terjadi di kulit kepala. Pada area tubuh berambut lainnya, leukotrichia mungkin
ada tidak hanya di area vitiliginous tetapi juga di area dengan kulit yang tampak
normal secara klinis.26 Leukotrichia telah dilaporkan pada 3,7-32,5% anak
dengan vitiligo. Kebanyakan anak dengan leukotrichia (72-84%) memiliki
NSV.15,16
Klasifikasi vitiligo terbaru dari Vitiligo Global Issues Consensus
Conference (VGICC) pada tahun 2012, mengklasifikasikan vitiligo dalam tiga
bentuk utama: vitiligo nonsegmental (VNS), vitiligo segmental (VS), dan
vitiligo yang tidak terklasifikasi/tidak dapat ditentukan.27
Vitiligo Segmental ditandai dengan makula depigmentasi yang melibatkan
satu atau lebih segmen tubuh. Lesi ini tidak pernah melewati garis tengah.
Keterlibatan rambut tubuh lebih sering terlihat pada VS dibandingkan dengan
VNS. VS memiliki onset yang cepat dan progresif, tetapi hanya sampai 6-24
bulan, setelah itu progresifitas lebih lanjut jarang terlihat. VS dapat uni-, bi-,
atau plurisegmental tergantung pada jumlah lesi.11,27
8

VNS ditandai dengan makula depigmentasi yang ukurannya bervariasi dari


beberapa milimeter hingga sentimeter. Makula biasanya memiliki distribusi
simetris dan berada di kedua sisi tubuh. Keterlibatan rambut cenderung jarang
pada VNS dibandingkan dengan VS. VNS mencakup varian vitiligo berikut:11,27
a. Akrofasial: Terbatas pada wajah, kepala, tangan, dan kaki, pada jari-jari
distal dan lubang wajah.
b. Mukosa: Keterlibatan mukosa mulut atau genital atau keduanya. Mungkin
berhubungan dengan vitiligo umum, tetapi jika ada dalam isolasi selama 2
tahun atau lebih, itu dikategorikan dalam vitiligo yang tidak terklasifikasi.
c. Generalisata/Umum: Beberapa makula dan paatch depigmentasi di seluruh
tubuh. Lesi vitiligo biasanya simetris. Jari, tangan, dan wajah umumnya
merupakan lokasi awal, tetapi depigmentasi dapat meluas hingga melibatkan
bagian tubuh mana pun.
d. Universal: Istilah universalis mengacu pada luasnya penyakit, yang
melibatkan hingga 80%–90% luas permukaan tubuh. Merupakan bentuk
vitiligo yang paling luas. Namun, beberapa bintik pigmentasi normal dapat
terlihat.
e. Campuran: Koeksistensi VS dan VNS disebut vitiligo campuran. VS
biasanya mendahului VNS.
f. Bentuk langka: Vitiligo punctata, minor, dan vitiligo folikel, termasuk
dalam kategori ini.

Vitiligo tidak terklarfikasikan termasuk dua bentuk vitiligo yang tidak


sesuai dengan VS atau VNS, yaitu: 11,27
a. Vitiligo fokal: Bercak vitiligo kecil, terpisah, dan terisolasi yang tidak
sesuai dengan klasifikasi VS atau VNS setelah onset minimal 2 tahun, tetapi
kemudian dapat berkembang menjadi salah satu dari kedua bentuk tersebut.
b. Vitiligo mukosa: Keterlibatan terisolasi mukosa mulut atau genital tanpa
keterlibatan kulit sampai 2 tahun masa tindak lanjut.
9

Gambar 3. Vitiligo Segmental pada Anak


Selain itu berdasarkan progresifitas penyakit vitiligo dapat dibagi menjadi
stabil dan tidak stabil. Disebut stabil apabila tidak adanya lesi baru dan tidak ada
perkembangan lesi yang ada selama minimal 2 tahun. Sedangkan dapat disebut
tidak stabil apabila terdapat lesi baru atau perkembangan lesi yang ada selama 6
minggu terakhir. Selain itu pada lesi vitiligo yang masih belum stabil biasanya
dapat dijumpai gambaran tricolor vitiligo, scalloped vitiligo, Koebner
phenomenon, dan inflammation.
Lesi vitiligo juga dapat dievalusi menggunakan beberapa sistem skoring
diantaranya, Vitiligo Area Scoring Index (VASI), Vitiligo European Task Force
assessment ( VETFa), Vitiligo Extent Tension Index (VETI).
10

Gambar 4. Tanda dari Vitiligo tidak stabil

Gambar 5. Skoring VASI pada kasus Vitiligo

2.1.5. Penatalaksanaan secara umum


Berbagai modalitas terapi tersedia untuk pengobatan vitiligo; Namun, tidak
semua direkomendasikan untuk kasus pada anak. Pada prinsipnya, semua anak-
anak dengan vitiligo harus diberikan photoprotection dengan tabir surya saat
beraktivitas di luar ruangan pada siang hari.6 Seluruh terapi yang tersedia untuk
pengobatan vitiligo pada anak ditampilkan di Tabel 1.7

Tabel 1. Pilihan tatalaksana pada Vitiligo Anak7


Pilihan Terapi pada kasus Vitiligo Anak :
1. Medis
a. Topikal (kortikosteroid, takrolimus/ pimekrolimus, kalsipotriol,
pseudokatalase, dan kombinasi)
b. Sistemik ( kortikosteroid [metilprednisolon oral])
2. Fototerapi
a. PUVA Topikal
b. NBUVB
c. PUVA sistemik (>12 tahun)
11

d. Phenylalaline + PUVA
e. Laser Eksimer 308 (targeted NB-UVB)
f. Laser Lainnya
3. Terapi Bedah
a. Konvensional ( mini-punch graft, suction blister epidermal graft,
thin thiersch graft)
b. Lebih baru ( epidermal cell suspension, cultured melanocyte
suspension, dan cultured epidermis)
4. Kamuflase Kosmetik
5. Depigmentasi total dengan MBEH atau laser
Namun perlu diperhatikan bahwa pengobatan cukup terbatas pada pasien
anak. Pada pasien dengan tipe kulit Fitzpatrick I atau II, mungkin dapat
dipertimbangkan tanpa pengobatan karena efek samping dari terapi mungkin
lebih besar daripada manfaat repigmentasi. Modalitas pengobatan lini pertama
biasanya kortikosteroid topikal, tetapi memiliki potensi efek samping seperti
atrofi kulit. Pertimbangan alternatif adalah penghambat kalsineurin seperti
takrolimus, yang menghambat aktivasi sel-T, mengurangi pelepasan sitokin
proinflamasi lokal, dan tidak terkait dengan efek samping atrofi dari
kortikosteroid. 6,11,18
12

Gambar 6. Algoritme pemilihan terapi Vitiligo pada Anak7

Untuk anak-anak yang tidak dijumpai pernaikan dengan kortikosteroid


topikal atau penghambat kalsineurin, fototerapi dapat dipilih. Agen seperti
psoralen, khellin, dan fenilalanin semuanya dapat menyebabkan repigmentasi
bila terkena sinar ultraviolet (UV). American Academy of Pediatrics (AAP)
tidak merekomendasikan terapi psoralen dengan ultraviolet A (PUVA) untuk
penggunaan pada kasus pediatrik. NB-UVB sekarang lebih direkomendasikan
dari pada PUVA pada vitiligo anak-anak karena berbagai pertimbangan seperti
efek fototoksik, karsinogenisitas, photoaging, dan menyebabkan katarak.
Perawatan lain yang telah digunakan dengan orang dewasa seperti penggunaan
steroid oral dan bedah perawatan, seperti graft vitiligo, juga saat ini tidak
direkomendasikan untuk pasien anak dengan vitiligo.28 Algoritme untuk opsi
tatalaksana pada vitiligo anak disajikan pada Gambar 2.7
2.1.6. Prognosis dan Komplikasi
Vitiligo merupakan kondisi kulit kronis dengan perjalanan penyakit yang sulit
diprediksi dan beberapa pasien mungkin mengalami repigmentasi spontan pada
area yang mengalami depigmentasi. Prognosis tergantung pada usia onset dan
luasnya penyakit. Onset penyakit dini biasanya dikaitkan dengan keterlibatan
13

area permukaan tubuh yang lebih luas dan laju perkembangan yang lebih cepat/
Beberapa jenis dan lokasi tertentu mungkin lebih responsif terhadap pengobatan.
Kasus- kasus refrakter telah dijumpai pada pasien dengan vitiligo segmental dan
lebih muda dari 14 tahun. Sebagian besar pasien yang menjalani pengobatan
biasanya mengalami siklus progresifitas penyakit dan stabilisasi penyakit.11,18
Komplikasi vitiligo adalah stigmatisasi sosial dan tekanan mental, keterlibatan
mata seperti iritis, kulit depigmentasi lebih rentan terhadap sengatan matahari,
kanker kulit, dan gangguan pendengaran karena hilangnya melanosit koklea.
Komplikasi lain terkait dengan obat-obatan seperti atrofi kulit setelah
penggunaan steroid topikal dalam waktu lama.12

2.2. Modalitas Laser pada Vitiligo


2.2.1. Prinsip dasar Laser pada Vitiligo
Melanogenesis adalah proses kompleks di mana pigmen melanin diproduksi dan
disimpan dalam melanosom. Memahami fisiologi migrasi, distribusi,
diferensiasi, dan fungsi melanosit sangatlah penting, terutama ketika perawatan
berbasis cahaya dalam tatalaksana digunakan. Laser dapat digunakan untuk
meningkatkan produksi pigmen, terutama di tempat yang resistan terhadap
pengobatan. Terapi dapat dikombinasikan dengan modalitas lain untuk
menghasilkan output yang lebih baik. Laser juga dapat digunakan untuk
membantu dalam terapi pembedahan, terutama untuk persiapan tempat penerima
graft. Selain itu, laser dapat digunakan untuk mencapai depigmentasi sisa
pigmen dalam kasus vitiligo universal.2,11,28
14

Gambar 7 . Proses Melanogenesis.29


Laser atau lampu eksimer monokromatik merupakan laser yang paling
sering digunakan dalam pengobatan vitiligo. Mekanisme yang mendasari
manfaatnya mirip dengan NB-UVB. Diketahui bahwa melanosit aktif di
epidermis akan rusak pada vitiligo, namun melanosit inaktif di selubung akar
luar folikel rambut tidak terpengaruh pada vitiligo. Repigmentasi setelah iradiasi
dimulai dengan aktivasi, proliferasi, dan migrasi melanosit inaktif ini.
Repigmentasi perikolikuler pada lesi vitiligo yang diterapi dan repigmentasi
yang kurang baik pada area pausifolikuler seperti jari dan mukosa membuktikan
teori ini. Selain itu, iradiasi juga dapat memicu penurunan limfosit T yang
diikuti dengan penekanan autoimunitas.11,28

Gambar 8. Melanosit pada Folikel Rambut dan Epidermis.30


15

Gambar 9. Mekanisme Repigmentasi yang terjadi pada penggunaan sinar


UV B.31
Laser fraksional CO2 dan erbium YAG memiliki mekanisme yang serupa.
Terapi laser ini dapat dikelompokkan dengan berbagai terapi yang menyebabkan
luka lainnya seperti dermabrasi, needling, dan aplikasi fenol atau asam
trikloroasetat secara lokal. Terapi luka atau luka fraksional dapat meningkatkan
penetrasi dan efisiensi radiasi UV. Juga dapat menginduksi aktivasi, proliferasi,
dan migrasi melanoblas dari daerah perbatasan.32
Laser Helium-neon adalah pilihan yang relatif lebih baru yang sedang
dieksplorasi dalam vitiligo. Kerja laser ini dengan merangsang diferensiasi
melanosit dengan meningkatkan ekspresi integrin α2-β1. Studi menunjukkan
bahwa efek proliferasi sel pigmen begitu nyata dan tidak dapat ditiru oleh
pengobatan UVB bahkan pada dosis tinggi. Selain itu juga merangsang DNA
mitokondria dan gen pengatur untuk biogenesis mitokondria.11,32
Laser juga digunakan untuk persiapan lokasi penerima graft untuk terapi
bedah pada vitiligo. Laser Erbium YAG telah digunakan untuk menyiapkan
tempat penerima baik dalam teknik mini punch graft maupun blister suction
graft. Dengan metode ini, kelangsungan hidup graft dan penyebaran pigmentasi
16

lebih tercapai. Laser CO2 fraksional juga dapat digunakan untuk persiapan
daerah penerima graft.11
Pigmentasi sisa bisa mengganggu estetika pada pasien dengan vitiligo
universal. Terapi depigmentasi adalah satu-satunya pilihan pada pasien seperti
ini dan dapat dicapai dengan monobenzyl ether of hydroquinone (MBEH),
phenol peels, krioterapi, dan laser. Q-switched ruby laser, Q-switched 755-nm
alexandrite laser, dan laser pecahan CO 2 dapat digunakan sebagai agen
depigmentasi. Irradiasi dari laser ini menyebabakan kerusakan photothermolytic
dan photoacoustic secara selektif pada melanosom dan melanosit, sehingga
dapat menimbulkan depigmentasi.32

2.2.2. Jenis Laser yang digunakan pada Vtiligo


Laser terutama digunakan untuk mencapai repigmentasi pada vitiligo. Namun,
seperti yang telah dibahas sebelumnya, perangkat laser juga digunakan untuk
persiapan tempat penerima graft dan depigmentasi.11,32
Sebagai Repigmentasi11,33,34 :
a. Laser dan Lampu Eksimer: perangkat gas xenon klorida yang memancarkan
sinar monokromatik 308 nm di wilayah UVB. Lampu eksimer adalah
sumber cahaya quasimonochromatik nonkoheren dengan panjang
gelombang 304-308 nm.
b. Laser CO2 fraksional: Laser karbon dioksida fraksional ablatif
memancarkan radiasi dengan panjang gelombang 10.600 nm pada wilayah
inframerah.
c. Laser Erbium YAG: Garnet yttrium aluminium dengan Erbium biasanya
memancarkan cahaya dengan panjang gelombang 2940 nm wilayah
inframerah.
d. Laser Helium-neon: Campuran helium dan neon yang dieksitasi oleh
pelepasan listrik DC yang memancarkan panjang gelombang 632,8 nm di
bagian spektrum merah
17

Sebagai persiapan penerima graft dapat menggunakan laser Erbium YAG


dan laser CO2 fraksional. Sedangkan sebagai alat depigmentasi dapat
menggunakan11,33,34 :
a. Q-switched ruby laser: Laser kristal ruby sintetik menghasilkan gelombang
cahaya tampak yang koheren pada panjang gelombang 694,3 nm, yang
tampak sebagai warna merah tua.
b. Q-switched alexandrite laser: mirip dengan laser rubi yang memancarkan
cahaya infra merah jauh yang koheren pada panjang gelombang 775 nm.
c. Q-switched Nd-YAG: Menghantarkan energi pada dua panjang gelombang
berbeda 1064 nm dan 532 nm, dan selanjutnya umumnya digunakan untuk
depigmentasi epidermal.

2.2.3. Indikasi Penggunaan Laser


Mencapai repigmentasi sesegera mungkin adalah tujuan utama dari manajemen
vitiligo. Modalitas topikal, sistemik, dan fototerapi efektif digunakan untuk
mencapai hal ini. NB-UVB lokal dan terapi laser/lampu eksimer dianggap
sebagai pengobatan lini kedua. 6,11
Indikasi untuk terapi laser untuk repigmentasi meliputi11 :
a. Vitiligo segmental dan nonsegmental terlokalisasi. Vitiligo segmental dan
vitiligo nonsegmental fokal (di bawah 10% permukaan tubuh) merupakan
kasus yang ideal untuk terapi target menggunakan perangkat laser
monokromatik. Area yang lebih luas lebih baik menggunakan fototerapi,
biasanya NB-UVB. Area atau lesi yang lebih kecil dapat ditargetkan dengan
modalitas ini untuk hasil yang optimal. Lampu eksimer dapat digunakan
untuk iradiasi area yang relatif lebih luas.
b. Vitiligo pada Anak. Untuk menghindari risiko iradiasi tubuh total, modalitas
laser yang ditargetkan dapat digunakan. Hal ini dapat meminimalkan risiko
melanoma, kanker kulit non-melanoma
c. Lesi kecil yang baru timbul.
18

d. Daerah yang sulit diakses Lokasi seperti lutut, siku, dan kulit kepala tidak
mudah diakses untuk penyinaran dalam fototerapi. Laser dengan handpieces
dapat bermanuver dan menunjuk ke daerah yang sulit disinari.
e. Lokasi anatomi yang resisten. Lokasi yang resisten seperti ujung jari dan
tonjolan tulang berespon kurang baik terhadap bebrapa bentuk pengobatan
termasuk terapi laser ini. Namun, menggabungkannya dengan terapi topikal
lainnya dapat menyebabkan respon yang baik.

Patch vitiligo dengan laser eksimer 308-nm dapat diobati dua kali seminggu
dengan dosis awal 50−100 mJ/cm2, dan peningkatan dosis 50 mJ/cm2 di setiap sesi
sampai eritema muncul. Area sensitif seperti kelopak mata dan alat kelamin dapat
dimulai dengan dosis yang lebih rendah dan bagian tubuh lainnya dengan dosis
yang lebih tinggi. Jika eritema bertahan lebih dari 48 jam, dosis harus dikurangi.
Terapi harus dihentikan jika terjadi luka bakar atau lepuh, dan dapat dimulai
kembali dengan dosis yang lebih rendah setelah sembuh. Tidak ada pedoman pasti
tentang durasi terapi. Perawatan biasanya diberikan dua atau tiga kali seminggu
dan dilanjutkan selama repigmentasi berlangsung. Dosis bervariasi dari 5,5
sampai 100 mJ/cm2 dan meningkat sebesar 10%-30% pada setiap pengobatan
telah digunakan.35 Terapi dapat dihentikan jika tidak terjadi repigmentasi dalam 3
bulan atau, dalam kasus respon yang tidak memuaskan (<25% repigmentasi),
setelah 6 bulan pengobatan 27

Gambar 10. Lesi Vitiligo setelah dilakuakan terapi menggunakan laser eksimer11
19

Terapi bedah diindikasikan untuk semua jenis vitiligo stabil termasuk


segmental, umum, dan akrofasial yang tidak merespon pengobatan medis
standar. Tidak ada konsensus tentang stabilitas, tetapi 1 tahun ketidakaktifan
penyakit dapat dianggap sebagai vitiligo yang stabil. Persiapan lokasi penerima
sangat penting untuk graft. Berbagai metode seperti penggunaan nitrogen cair,
dermabrasi mekanis, PUVA, dan laser telah digunakan untuk tujuan ini. Setiap
metode memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri; preferensi operator,
keahlian, dan ketersediaan peralatan adalah penentu utama pemilihan teknik.
CO2 fraksional atau laser erbium dapat digunakan.32
Laser dapat digunakan untuk mencapai depigmentasi yang lebih cepat.
Laser ruby Q-switched dapat digunakan dengan intensitas energi bervariasi dari
10−40 J/cm2 sesuai dengan jenis kulit. Laser Q-switched alexandrite (QSA) telah
digunakan pada intensitas energi 3,4–6,0 J/cm 2. Untuk frekuensi-dua kali lipat
Q-switched Nd:YAG laser (532-nm), kisaran 1-2 J/cm 2 dapat digunakan.
Beberapa sesi umumnya diperlukan. CO2 fraksional dapat menginduksi
depigmentasi dengan menunjukkan koebnerisasi dan pengelupasan epidermis.
Anestesi topikal dapat digunakan sebelum melakukan prosedur laser untuk
depigmentasi.11,32
20

Gambar 11. Hasil Depigmentasi menggunakan Modalitas Laser11

2.3. Efektivitas Laser Pada Kasus Vitiligo


2.3.1. Sebagai Agen Repigmentasi
Terapi kombinasi dapat meningkatkan efktivitas dari laser eksimer, terutama
dengan steroid topikal dan penghambat kalsineurin topikal. Pada penelitian
yang dilakukan Mouzakis et al menunjukkan bahwa pasien yang diterapi
dengan laser eksimer (dua kali seminggu) dengan kalsipotrien 0,005% (dua
kali sehari) tercapai 75% repigmentasi pada wajah setelah 10-20 minggu.
Respon yang lebih cepat mungkin terkait dengan banyaknya rambut wajah
folikel.36
Pada penelitian yang dilakuakann oleh Yang et al, dengan kombinasi
terapi laser eksimer 308-nm dan pimekrolimus topikal pada anak-anak;
ternyata dosis kumulatif laser eksimer 308 nm yang diperlukan lebih rendah
dan efek samping yang umum diamati seperti terbakar sensasi dan eritema
juga lebih rendah. Lesi pada jari dan tubuh memang tidak menunjukkan
perbedaan bermakna, tetapi kombinasinya efektif di wajah.37
21

Meta-analisis lainnya juga menilai manfaat penambahan terapi topikal


pada laser eksimer dan menunjukkan repigmentasi superior untuk terapi
kombinasi dengan penghambat kalsineurin, namun, bukti yang tidak cukup
ditemukan untuk terapi kombinasi dengan analog vitamin D3 topikal dan
38
kortikosteroid. Penelitian lain menunjukkan peningkatan yang lebih baik
untuk repigmentasi ≥75% ketika laser eksimer dikombinasikan dengan
tacrolimus topikal dibandingkan dengan EL saja. Ini sejalan dengan tinjauan
Cochrane pada vitiligo tentang menggabungkan fototerapi NB-UVB dengan
intervensi topikal. Selain itu, RCT dengan 233 pasien vitiligo anak
menunjukkan hasil yang lebih baik setelah dua belas minggu pengobatan
dengan terapi kombinasi EL (takrolimus, pimekrolimus atau halometasone)
dibandingkan untuk monoterapi laser eksimer. Singkatnya, kombinasi terapi
eksimer dengan pengobatan imunosupresif topikal sangat
direkomendasikan.39

2.3.2. Sebagai Persiapan Lokasi Resipien Graft


Sebuah studi membandingkan hasil repigmentasi dari dermabrasi mekanik
dengan laser CO2 (densitas 82%, kedalaman 209 μm) untuk persiapan lokasi
resipien. Secara keseluruhan, dermabrasi tampaknya memiliki repigmentasi
yang lebih baik, meskipun satu pasien mengalami jaringan parut hipertrofik
dan atrofi di tempat dermabrasi. 40
Gupta et al mengevaluasi penggunaan Laser Er:YAG dibandingkan
dengan dermabrasi mekanik di daerah penerima persiapan graft dengan 32
pasien. Tidak ada perbedaan dalam repigmentasi atau efek samping yang
terlihat. Lagrange et al. membandingkan microneedling dengan laser Er:YAG
pada 6 pasien. Tiga pasien menunjukkan > 75% repigmentasi, sementara
tidak ada yang mencapai repigmentasi dengan microneedling.41
Suatu studi RCT membandingkan ablasi superfisial (144 μm), lebih dalam
(209 μm) dan ablasi fraksional (225 μm) sebagai pretreatment untuk graft.
Lebih dari 75% repigmentasi ditemukan di 40%, 50% dan 0% dari ablasi
superfisial, lebih dalam, dan fraksional secara berurutan Sehingga dapat
22

disimpulkan bahwa abalasi permukaan superfisial lebih efektif untuk


persiapan lokasi penerima.40

2.3.3. Sebagai Agen Depigmentasi


Majid et al. menyelidiki efektifitas Laser 532 nm QS Nd:YAG dalam studi
label terbuka prospektif. Lima belas pasien dengan > 80% depigmentasi
dirawat 1-3 kali. Tiga belas dari 15 pasien tersebut mencapai ≥ 90%
depigmentasi dan hanya satu pasien yang melaporkan kekambuhan pada 3
bulan tindak lanjut. RCT lain dengan 40 pasien menunjukkan hasil yang lebih
baik untuk wajah pada pasien dengan vitiligo aktif untuk laser QS Nd:YAG
dibandingkan dengan peeling TCA. Studi lain mengevaluasi depigmentasi
jangka panjang dengan laser QS Nd:YAG dengan studi retrospektif pada 28
pasien. Setelah tindak lanjut periode 2-5 tahun, 85% dari pasien sangat puas
dan 89,3% pasien mempertahankan depigmentasi > 90%.42
Studi retrospektif dengan 27 pasien mengevaluasi keefektifan jangka
panjang dari QSRL setelah depigmentasi lengkap tercapai. Sementara hanya
setengah dari pasien menunjukkan > 75% depigmentasi setelah pengamatan
13 bulan, mayoritas pasien (85%) puas dengan pengobatan. Singkatnya, terapi
depigmentasi yang diinduksi laser telah terbukti menjadi pengobatan yang
aman dengan kepuasan pasien yang tinggi.43

2.4. Efek Samping Penggunaan Laser


Pada penggunaan laser eksimer, sebagian besar penelitian, menunjukan efek
samping yang ringan, sementara, dan tanpa masalah sistemik seperti yang terlihat
pada PUVA. Efek samping lokal berupa eritema, lepuh, atau pigmentasi
perilesional dapat muncul namun tidak sering muncul. Reaksi fototoksik atau
reaksi fotoalergi belum pernah dilaporkan. Beberapa pasien dapat merasakan
sensasi panas dan/atau pruritus selama pengobatan. Namun, semua efek samping
dapat ditoleransi dengan baik secara umum. Dari suatu studi yang ada dikatakan
23

bahwa penggunaan efek samping laser eksimer pada anak cukup minimal. Total
30 pasien anak yang menjadi subjek penelitian, hanya 9 yang mengalami efek
samping, diantaranya 4 subjek mengalamai hiperpigmentasi perilesi, 1 subjek
mengalami folikulitis, 1 subjek mengalami luka bakar derajat 1, dan 3 subjek
mengalami luka bakar derajat 2.44 Meskipun dianggap aman, risiko kanker tidak
dapat dikesampingkan pada pasien yang telah mendapatkan terapi jangka panjang,
terutama dengan laser eksimer.11,32 Terdapat penelitian yang menunjukan tidak ada
hubungan antara terapi laser eksimer dengan kejadian kanker kulit.45
Pada laser untuk persiapan lokasi graft, sebaiknya pulsed laser harus
digunakan untuk persiapan lokasi penerima karena risiko jaringan parut dengan
menggunakan continous laser. Secara umum, laser Er:YAG adalah dianggap
menyebabkan lebih sedikit kerusakan termal, jaringan parut dan dispigmentasi
dibandingkan laser CO2. Depigmentasi menggunakan laser telah terbukti menjadi
pengobatan yang aman. Efek samping jangka pendek sering terjadi dan meliputi:
purpura, krusta, tetapi tidak ada efek samping jangka panjang atau jaringan parut
telah dilaporkan.32

Tabel 2. Efek samping dari Penggunaan Laser Eksimer pada Vitiligo Anak.44
No Jenis Usia Lokasi Durasi Dosis Efek Samping
Kelamin (tahun) perawatan Akumulatif
(J/cm2)
1 M 3 Leher, 7 bulan 35,8 Hiperpigmentasi
Trunkus Perilesi
2 F 5 Wajah 8 bulan 30,83 Hiperpigmentasi
24

Perilesi
3 M 7 Wajah, 7 bulan 5,87 Folikulitis
Leher
4 F 13 Trunkus 1 tahun 28,8 Hiperpigmentasi
Perilesi
5 F 14 Wajah, 4 bulan Wajah : Luka Bakar
Lengan 6,85 Derajat 2 (Wajah)
Lengan :
24,2
6 F 16 Wajah 1 tahun 43,55 Luka bakar
derajat 2
7 M 14 Wajah 8 bulan 8,12 Luka bakarr
derajat 1
8 M 13 Wajah 11 bulan 34 Luka bakar
derajat 2
9 M 9 Wajah, 1 tahun Wajah : Hiperpigmentasi
Kaki 9,85 Perilesi
Kaki : 24,6
BAB III
SIMPULAN

Pengobatan vitiligo pada usia berapa pun tetap menjadi tantangan untuk dokter,
terutama selama masa kanak-kanak. Tidak ada terapi yang tersedia benar-benar
efektif. Laser dapat digunakan dalam manajemen vitiligo yang meliputi
repigmentasi, terapi bedah, dan depigmentasi. Penggunaan laser memiliki
beberapa keuntugan. Pertama, repigmentasi dapat dicapai dengan cepat
dibandingkan dengan fototerapi, terutama pada lesi kecil yang baru muncul. Studi
menunjukkan keunggulan laser eksimer atas fototerapi. Kedua, dosis penyinaran
lebih rendah dibandingkan dengan fototerapi; karenanya, iradiasi total lebih
sedikit. Ini merupakan keuntungan, terutama mengingat risiko karsinogenik
radiasi UV, terutama pada anak-anak.
Selain itu, laser bermanfaat dalam persiapan lokasi penerima karena
prosedurnya dapat dilakukan secara instan dibandingkan dengan tindakan lain
seperti krioterapi. Laser memiliki keunggulan dibandingkan MBEH karena
depigmentasi dapat dicapai lebih awal dan tidak ada risiko sensitisasi. Namun
terapi laser tidak luput dari kerugian, biaya terapi dan ketersediaan perangkat
merupakan kelemahan utama dari laser. Meskipun dianggap aman, risiko kanker
tidak dapat dikesampingkan pada pasien yang telah mendapatkan terapi jangka
panjang, terutama dengan laser eksimer.

23
26

DAFTAR PUSTAKA
1. Passeron T, Ortonne J-P. Vitiligo and Other Skin Disorder of
Hypopigmentation. In: Bolognia JL, Schaffer J V, Cerroni L, editors.
Bolognia Dermatology. 4th ed. Elsevier; 2017. p. 1087–95.
2. Ezzedine K, Harris JE. Vitiligo. In: Kang S, Amagai M, Buckner anna L,
Enk AH, editors. Fitzpatrick’s Dermatology 9th Edition. 9th ed. MC; 2018.
p. 1330–50.
3. Diotallevi F, Gioacchini H, De Simoni E, Marani A, Candelora M,
Paolinelli M, et al. Vitiligo, from Pathogenesis to Therapeutic Advances:
State of the Art. Vol. 24, International Journal of Molecular Sciences. 2023.
4. Hidayatullah Syukri M, Praharsini I. PROFIL PASIEN VITILIGO DI
POLI KULIT KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
PERIODE 2013 – 2015. E-Jurnal Med Udayana; Vol 10 No 2 Vol 10 No
02(2021) E-Jurnal Med UdayanaDO - 1024843/MU2021V10.i2P05
[Internet]. 2021 Feb 9; Available from:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/71248
5. Gupta M. Childhood Vitiligo: A Clinicoepidemiological Study. Indian J
Paediatr Dermatology [Internet]. 2018;19(3). Available from:
https://journals.lww.com/ijpd/Fulltext/2018/19030/Childhood_Vitiligo__A
_Clinicoepidemiological_Study.4.aspx
6. Kanwar AJ, Kumaran MS. Childhood vitiligo: treatment paradigms. Indian
J Dermatol [Internet]. 2012 Nov;57(6):466–74. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23248365
7. Palit A, Inamadar AC. Childhood vitiligo. Indian J Dermatol Venereol
Leprol. 2012;78:30.
8. Astuti S. Penerimaan Orang Tua dan Dukungan Orang Tua Pada Anak
Penderita Vitiligo. Psikoborneo J Ilm Psikol. 2017;5(1).
9. Andrade G, Rangu S, Provini L, Putterman E, Gauthier A, Castelo-Soccio
L. Childhood vitiligo impacts emotional health of parents: a prospective,
cross-sectional study of quality of life for primary caregivers. J Patient-
Reported Outcomes [Internet]. 2020;4(1):20. Available from:
27

https://doi.org/10.1186/s41687-020-0186-2
10. Raju S, Kaur S, Loganathan E. Management of childhood vitiligo &#8722;
a brief review YR - 2022/1/1. Pigment Int. (1
UL-https://www.pigmentinternational.com/article.asp?issn=2349-
5847;year=2022;volume=9;issue=1;spage=14;epage=24;aulast=Raju;t=5):1
4 OP-24 VO – 9.
11. Relhan V, Garg VK, Ghunawat S, Mahajan K. Comprehensive Textbook
on Vitiligo. CRC Press; 2020.
12. Nicolaidou E, Mastraftsi S, Tzanetakou V, Rigopoulos D. Childhood
Vitiligo. Am J Clin Dermatol [Internet]. 2019;20(4):515–26. Available
from: https://doi.org/10.1007/s40257-019-00430-0
13. Howitz J, Brodthagen H, Schwartz M, Thomsen K. Prevalence of vitiligo:
epidemiological survey on the Isle of Bornholm, Denmark. Arch Dermatol.
1977;113(1):47–52.
14. Wang X, Du J, Wang T, Zhou C, Shen Y, Ding X, et al. Prevalence and
clinical profile of vitiligo in China: a community-based study in six cities.
Acta Derm Venereol. 2013;93(1):62–5.
15. Agarwal S, Gupta S, Ojha A, Sinha R. Childhood vitiligo:
clinicoepidemiologic profile of 268 children from the Kumaun region of
Uttarakhand, India. Pediatr Dermatol. 2013;30(3):348–53.
16. Handa S, Dogra S. Epidemiology of childhood vitiligo: a study of 625
patients from north India. Pediatr Dermatol. 2003;20(3):207–10.
17. Amelinda N, Ellistasari EY, Julianto I. Modalitas Terapi Vitiligo Pada
Anak. MEDICINUS. 2022;35(3):37–59.
18. PRćIć S, Đuran V, Katanić D. Vitiligo in Children and Adolescents: a
Lliterature Review/Vitiligo kod dece i omladine-pregled literature. Serbian
J Dermatology Venereol. 2010;2(3):95–104.
19. Nicolaidou E, Antoniou C, Miniati A, Lagogianni E, Matekovits A,
Stratigos A, et al. Childhood-and later-onset vitiligo have diverse
epidemiologic and clinical characteristics. J Am Acad Dermatol.
2012;66(6):954–8.
28

20. AL‐REFU K. Vitiligo in Children: A Clinical‐Epidemiologic Study in


Jordan. Pediatr Dermatol. 2012;29(1):114–5.
21. Hu Z, Liu J, Ma S, Yang S, Zhang X. Profile of childhood vitiligo in China:
an analysis of 541 patients. Pediatr Dermatol. 2006;23(2):114–6.
22. Bergqvist C, Ezzedine K. Vitiligo: a review. Dermatology.
2020;236(6):571–92.
23. Essien KI, Harris JE. Animal models of vitiligo: Matching the model to the
question. Dermatologica Sin. 2014;32(4):240–7.
24. Alikhan A, Felsten LM, Daly M, Petronic-Rosic V. Vitiligo: a
comprehensive overview: part I. Introduction, epidemiology, quality of life,
diagnosis, differential diagnosis, associations, histopathology, etiology, and
work-up. J Am Acad Dermatol. 2011;65(3):473–91.
25. Barua JK, Khan S, Chandra A, Dhabal A, Halder S. Clinico-
epidemiological profile of adult leprosy patients from a referral hospital in
Eastern India: A retrospective study. J Pakistan Assoc Dermatologists.
2021;31(2):158–64.
26. Gan EY, Cario-André M, Pain C, Goussot J-F, Taïeb A, Seneschal J, et al.
Follicular vitiligo: a report of 8 cases. J Am Acad Dermatol.
2016;74(6):1178–84.
27. Taieb A, Alomar A, Böhm M, Dell’Anna ML, De Pase A, Eleftheriadou V,
et al. Guidelines for the management of vitiligo: the European Dermatology
Forum consensus. Br J Dermatol. 2013;168(1):5–19.
28. Patel N, O’Haver J, Hansen RC. Vitiligo therapy in children: a case for
considering excimer laser treatment. Clin Pediatr (Phila). 2010;49(9):823–
9.
29. Hida T, Kamiya T, Kawakami A, Ogino J, Sohma H, Uhara H, et al.
Elucidation of Melanogenesis Cascade for Identifying Pathophysiology and
Therapeutic Approach of Pigmentary Disorders and Melanoma. Vol. 21,
International Journal of Molecular Sciences. 2020.
30. Picardo M, Dell’Anna ML, Ezzedine K, Hamzavi I, Harris JE, Parsad D, et
al. Vitiligo. Nat Rev Dis Prim [Internet]. 2015;1(1):15011. Available from:
29

https://doi.org/10.1038/nrdp.2015.11
31. Tie-Chi L, Vincent JH, Li-Shao G. Deciphering skin re-pigmentation
patterns in vitiligo: an update on the cellular and molecular events
involved. Chin Med J (Engl) [Internet]. 2020 May 20;133(10):1231–8.
Available from: https://doi.org/10.1097/CM9.0000000000000794
32. Post NF, Ezekwe N, Narayan VS, Bekkenk MW, Van Geel N, Hamzavi I,
et al. The use of lasers in vitiligo, an overview. J Eur Acad Dermatology
Venereol. 2022;36(6):779–89.
33. Mcllwee BE, Alster TS. Laser Skin Resurfacing : Cosmetic and Medical
Applications. In: Fitzpatrick’s Dermatology 9th Edition. Mc Graw Hill
Education; 2018. p. 3835–44.
34. Orringer J. Nonablative Laser and Light- Based Therapy : Cosmetic and
Medical Indication. In: Fitzpatrick’s Dermatology 9th Edition. Mc Graw
Hill Education; 2018. p. 3846–54.
35. Hamzavi IH, Lim HW, Syed ZU. Ultraviolet-based therapy for vitiligo:
what’s new? Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2012;78:42.
36. Mouzakis JA, Liu S, Cohen G. Rapid response of facial vitiligo to 308nm
excimer laser and topical calcipotriene. J Clin Aesthet Dermatol.
2011;4(6):41.
37. Liu YB, Yang YF, Song LX, Shan YH, Wang Y, Ma TQ. Comparison of
308 nm excimer laser and 308 nm excimer lamp in treatment of vitiligo.
Clin Misdiagnosis Mistherapy. 2013;6:58–61.
38. Kawalek AZ, Spencer JM, Phelps RG. Combined excimer laser and topical
tacrolimus for the treatment of vitiligo: a pilot study. Dermatologic Surg.
2004;30(2):130–5.
39. Li L, Liang Y, Hong J, Lan L, Xiao H, Xie Z. The effectiveness of topical
therapy combined with 308‐nm excimer laser on vitiligo compared to
excimer laser monotherapy in pediatric patients. Pediatr Dermatol.
2019;36(1):e53–5.
40. Lommerts JE, Meesters AA, Komen L, Bekkenk MW, de Rie MA, Luiten
RM, et al. Autologous cell suspension grafting in segmental vitiligo and
30

piebaldism: a randomized controlled trial comparing full surface and


fractional CO2 laser recipient‐site preparations. Br J Dermatol.
2017;177(5):1293–8.
41. Gupta S, Relhan V, Garg VK, Sahoo B. Autologous noncultured
melanocyte-keratinocyte transplantation in stable vitiligo: A randomized
comparative study of recipient site preparation by two techniques. Indian J
Dermatol Venereol Leprol. 2019;85:32.
42. Majid I, Imran S. Depigmentation therapy with Q-switched Nd: YAG laser
in universal vitiligo. J Cutan Aesthet Surg. 2013;6(2):93.
43. Komen L, Zwertbroek L, Burger SJ, van der Veen JPW, de Rie MA,
Wolkerstorfer A. Q‐switched laser depigmentation in vitiligo, most
effective in active disease. Br J Dermatol. 2013;169(6):1246–51.
44. Cho S, Zheng Z, Park Y, Roh MR. The 308‐nm excimer laser: a promising
device for the treatment of childhood vitiligo. Photodermatol
Photoimmunol Photomed. 2011;27(1):24–9.
45. Bae JM, Eun SH, Oh SH, Shin JH, Kang HY, Kim K, et al. The 308‐nm
excimer laser treatment does not increase the risk of skin cancer in patients
with vitiligo: A population‐based retrospective cohort study. Pigment Cell
Melanoma Res. 2019;32(5):714–8.

Anda mungkin juga menyukai