PENDAHULUAN
Terdapat berbagai macam penyebab bercak putih yang muncul pada kulit, salah
satunya adalah Vitiligo. Vitiligo merupakan suatu kelaian kulit depigmentasi
dengan gambaran klinis berupa bercak putih akibat adanya kerusakan yang
progresif dari melanosit.1,2 Penyebab dari kerusakan ini multifaktorial, seperti
predisposisi genetik, autoimunitas, dan faktor lingkungan.3 Kasus vitiligo cukup
sering dijumpai dengan prevalensi di dunia sekitar 0,5%-2% . Di Bali sendiri,
Berdasarkan penelitan retrospektif yang dilakukan di Poli Kulit dan Kelamin
RSUP Sanglah tahun 2013- 2015 terdapat 31 kasus baru vitiligo. 4 Dari beberapa
studi, menunjukan tidak ada predileksi etnis tertentu ataupun jenis kelamin
terhadap kejadian vitiligo.5
Onset vitiligo biasanya muncul pada masa kanak- kanak atau dewasa
muda, kira- kira setengah hingga sepertiga kasus sudah muncul pada usia 20
tahun, seperempat kasus muncul sebelum usia 8 tahun dengan rata- rata onset 4
sampai 5 tahun.6 Vitiligo pada anak berbeda dengan dewasa, menunjukkan insiden
yang lebih tinggi pada jenis vitiligo segmental. 3,7 Vitiligo pada masa kanak- kanak
ini sering dikaitkan dengan efek psikososial dan efek jangka panjang dari
menurunnya kepercayaan diri dari anak dan orang tuanya, sehingga vitiligo sangat
mempengaruhi kesehatan mental anak- anak dan mengganggu kualitas hidup
pasien dan orang tua. Akibatnya, pengobatan vitiligo pada masa kanak- kanak ini
sangatlah penting.8,9
Pengobatan vitiligo anak masih merupakan suatu tantangan besar karena
masih belum ada obat yang sangat manjur dan kekambuhannya cukup tinggi.
Terapi vitiligo pada anak biasanya menggunakan terapi topikal, fototerapi, dan
dengan terapi sistemik. Terapi topikal meliputi pemberian inhibitor kalsineurin,
kortikosteroid topikal, dan kalsipotriol. Terapi dengan fototerapi mengikuti terapi
narrow-band ultraviolet B (NB-UVB) dan penggunaan laser eksimer 308 nm. 10
Sampai saat ini sebagian besar penelitian vitiligo masih belum banyak membahas
1
2
mengenai peranan laser sebagai modalitas terapi vitiligo pada anak. Modalitas
terapi laser pada vitiligo anak tidak terbatas hanya pada tujuan repigementasi,
namun juga untuk efek yang lainnya, yaitu sebagai agen depigmentasi apabila lesi
vitiligo sudah sangat luas ataupun untuk preparasi lokasi resipien dari graft
melanosit.11 Dalam tinjauan pustaka ini akan membahas mengenai modalitas
terapi laser pada vitiligo anak serta membahas efektifitasnya serta efek samping
dari terapi laser. Diharapkan penyusunan tinjauan pustaka ini dapat memberikan
tambahan wawasan mengenai tatalasana vitiligo pada anak dengan modalitas laser
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Epidemiologi
Vitiligo terjadi diseluruh dunia dengan prevalensi sekitar 1-2%. Beberapa studi
sudah dilakukan untuk mengetahui prevalensi vitiligo pada anak dan remaja di
dunia, angka prevalensi dilaporkan sebesar 0-2,16%. 12 Studi pada anak usia
sekolah di Danish menunjukkan prevalensi 0,09% pada anak usia 0-9 tahun dan
0,15% pada anak usia 10-19 tahun. 13 Studi lainnya, pada populasi anak di China,
melaporkan prevalensi 0,1% pada anak usia 0-9 tahun dan 0,36% pada anak
usia remaja 10-19 tahun. 14
Onset penyakit sebelum usia 4 tahun sangatlah jarang. Dari 2 studi di India dan
1 studi China, menunjukkan bahwa onset sebelum 4 tahun sebesar 17% dari total
sampel anak, onset usia 4-8 tahun sebesar 42-49%, onset usia 9-12 tahun sebesar
35-40%.14–16 Studi epidemiologi di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung,
melaporkan sebanyak 29% pasien mengalami vitiligo saat berusia di bawah 10
tahun.17
Epidemiologi dari vitiligo pada anak mirip dengan pada dewasa, namun
terdapat beberapa kekhususan. Pada dewasa hanya 8% yang memiliki riwayat
vitiligo pada keluarga, sedangkan pada anak 12-35% memiliki riwayat keluarga
dengan vitiligo.12,18 Predileksi jenis kelamin pada vitiligo anak masih belum
3
4
jelas. Studi dari India, Amerika Serikat, Yunani, Prancis, dan Brazil
2,5,19
menunjukkan predileksi pada perempuan sebesar 57-66%. Sedangkan
penelitian pada negara lain, seperti China, dan Jordan menunjukkan angka yang
seimbang. 20,21
2.1.3. Etiopatogenesis
Etiologi dan patogenesis vitilio masih belum sepenuhnya dipahami. Vitiligo
umumnya dikenal sebagai kelainan poligenik multifaktorial dan memiliki
patogenesis yang kompleks. Hal ini umumnya terkait dengan faktor non-genetik
dan genetik. Pada pasien dengan non-segmental vitiligo dan dengan riwayat
keluarga vitiligo, biasanya onset usia lebih muda (dengan rata- rata usia 24,8
tahun) sedangkan pada pasien tanpa riwayat keluarga vitiligo onset usia leih tua
( dengan rata- rata usia 42,2 tahun).5,18 Beberapa penelitian terkahir
menunjukkan bahwa terdapat 2 kemungkinan pola pewarisan dari vitiligo, pada
pasien dengan onset lebih awal ( diibawah dari 30 tahun) disebabkan oleh pola
pewarisan dominan. Sedangkan pada pasein dengan onset diatas 30 tahun
disebabkan pola genotip resesif dengan tambahan faktor- faktor lingkungan
sebagai pencetus. Pada onset usia sangat muda (dibawah 7 tahun), juga diketahui
berhubungan dengan riwayat keluarga dengan vitiligo. Sudah ditemukan banyak
bukti bawah beberapa tipe halotif HLA berhubungan kuat dengan waktu onset
dan keparahan penyakit. 3,18
Berbagai teori telah diajukan tentang patogenesis
tetapi etiologi yang tepat masih belum diketahui. Prinsip yang secara umum
adalah kehilangan melanosit pada kulit yang disebabkan oleh suatu proses
kerusakan. Kerusakan melanosit tersebut mengakibatkan penurunan melanosit
secara progresif. Teori tentang penghancuran melanosit ini meliputi: autoimun,
stress oksidatif, dan neurogenik.3,22
Teori autoimun sudah banyak diteliti. Beberapa penelitian terkahir
menunjukkan adanya banyak limfosit T sitotoksik spesfik untuk antigen
melanosit padad kasus vitiligo, yang mendukung teori mengenai keruskan
langsung pada melanosit. Vitiligo juga sering dijumpai dnegan penyakit
autoimun lainnya, beberapa penelitian menunjukkan bawah adanya tiroiditis
5
Gambar 1. Patogenesis dari kerusakan melanosit yang terjadi pada kasus vitiligo3
d. Phenylalaline + PUVA
e. Laser Eksimer 308 (targeted NB-UVB)
f. Laser Lainnya
3. Terapi Bedah
a. Konvensional ( mini-punch graft, suction blister epidermal graft,
thin thiersch graft)
b. Lebih baru ( epidermal cell suspension, cultured melanocyte
suspension, dan cultured epidermis)
4. Kamuflase Kosmetik
5. Depigmentasi total dengan MBEH atau laser
Namun perlu diperhatikan bahwa pengobatan cukup terbatas pada pasien
anak. Pada pasien dengan tipe kulit Fitzpatrick I atau II, mungkin dapat
dipertimbangkan tanpa pengobatan karena efek samping dari terapi mungkin
lebih besar daripada manfaat repigmentasi. Modalitas pengobatan lini pertama
biasanya kortikosteroid topikal, tetapi memiliki potensi efek samping seperti
atrofi kulit. Pertimbangan alternatif adalah penghambat kalsineurin seperti
takrolimus, yang menghambat aktivasi sel-T, mengurangi pelepasan sitokin
proinflamasi lokal, dan tidak terkait dengan efek samping atrofi dari
kortikosteroid. 6,11,18
12
area permukaan tubuh yang lebih luas dan laju perkembangan yang lebih cepat/
Beberapa jenis dan lokasi tertentu mungkin lebih responsif terhadap pengobatan.
Kasus- kasus refrakter telah dijumpai pada pasien dengan vitiligo segmental dan
lebih muda dari 14 tahun. Sebagian besar pasien yang menjalani pengobatan
biasanya mengalami siklus progresifitas penyakit dan stabilisasi penyakit.11,18
Komplikasi vitiligo adalah stigmatisasi sosial dan tekanan mental, keterlibatan
mata seperti iritis, kulit depigmentasi lebih rentan terhadap sengatan matahari,
kanker kulit, dan gangguan pendengaran karena hilangnya melanosit koklea.
Komplikasi lain terkait dengan obat-obatan seperti atrofi kulit setelah
penggunaan steroid topikal dalam waktu lama.12
lebih tercapai. Laser CO2 fraksional juga dapat digunakan untuk persiapan
daerah penerima graft.11
Pigmentasi sisa bisa mengganggu estetika pada pasien dengan vitiligo
universal. Terapi depigmentasi adalah satu-satunya pilihan pada pasien seperti
ini dan dapat dicapai dengan monobenzyl ether of hydroquinone (MBEH),
phenol peels, krioterapi, dan laser. Q-switched ruby laser, Q-switched 755-nm
alexandrite laser, dan laser pecahan CO 2 dapat digunakan sebagai agen
depigmentasi. Irradiasi dari laser ini menyebabakan kerusakan photothermolytic
dan photoacoustic secara selektif pada melanosom dan melanosit, sehingga
dapat menimbulkan depigmentasi.32
d. Daerah yang sulit diakses Lokasi seperti lutut, siku, dan kulit kepala tidak
mudah diakses untuk penyinaran dalam fototerapi. Laser dengan handpieces
dapat bermanuver dan menunjuk ke daerah yang sulit disinari.
e. Lokasi anatomi yang resisten. Lokasi yang resisten seperti ujung jari dan
tonjolan tulang berespon kurang baik terhadap bebrapa bentuk pengobatan
termasuk terapi laser ini. Namun, menggabungkannya dengan terapi topikal
lainnya dapat menyebabkan respon yang baik.
Patch vitiligo dengan laser eksimer 308-nm dapat diobati dua kali seminggu
dengan dosis awal 50−100 mJ/cm2, dan peningkatan dosis 50 mJ/cm2 di setiap sesi
sampai eritema muncul. Area sensitif seperti kelopak mata dan alat kelamin dapat
dimulai dengan dosis yang lebih rendah dan bagian tubuh lainnya dengan dosis
yang lebih tinggi. Jika eritema bertahan lebih dari 48 jam, dosis harus dikurangi.
Terapi harus dihentikan jika terjadi luka bakar atau lepuh, dan dapat dimulai
kembali dengan dosis yang lebih rendah setelah sembuh. Tidak ada pedoman pasti
tentang durasi terapi. Perawatan biasanya diberikan dua atau tiga kali seminggu
dan dilanjutkan selama repigmentasi berlangsung. Dosis bervariasi dari 5,5
sampai 100 mJ/cm2 dan meningkat sebesar 10%-30% pada setiap pengobatan
telah digunakan.35 Terapi dapat dihentikan jika tidak terjadi repigmentasi dalam 3
bulan atau, dalam kasus respon yang tidak memuaskan (<25% repigmentasi),
setelah 6 bulan pengobatan 27
Gambar 10. Lesi Vitiligo setelah dilakuakan terapi menggunakan laser eksimer11
19
bahwa penggunaan efek samping laser eksimer pada anak cukup minimal. Total
30 pasien anak yang menjadi subjek penelitian, hanya 9 yang mengalami efek
samping, diantaranya 4 subjek mengalamai hiperpigmentasi perilesi, 1 subjek
mengalami folikulitis, 1 subjek mengalami luka bakar derajat 1, dan 3 subjek
mengalami luka bakar derajat 2.44 Meskipun dianggap aman, risiko kanker tidak
dapat dikesampingkan pada pasien yang telah mendapatkan terapi jangka panjang,
terutama dengan laser eksimer.11,32 Terdapat penelitian yang menunjukan tidak ada
hubungan antara terapi laser eksimer dengan kejadian kanker kulit.45
Pada laser untuk persiapan lokasi graft, sebaiknya pulsed laser harus
digunakan untuk persiapan lokasi penerima karena risiko jaringan parut dengan
menggunakan continous laser. Secara umum, laser Er:YAG adalah dianggap
menyebabkan lebih sedikit kerusakan termal, jaringan parut dan dispigmentasi
dibandingkan laser CO2. Depigmentasi menggunakan laser telah terbukti menjadi
pengobatan yang aman. Efek samping jangka pendek sering terjadi dan meliputi:
purpura, krusta, tetapi tidak ada efek samping jangka panjang atau jaringan parut
telah dilaporkan.32
Tabel 2. Efek samping dari Penggunaan Laser Eksimer pada Vitiligo Anak.44
No Jenis Usia Lokasi Durasi Dosis Efek Samping
Kelamin (tahun) perawatan Akumulatif
(J/cm2)
1 M 3 Leher, 7 bulan 35,8 Hiperpigmentasi
Trunkus Perilesi
2 F 5 Wajah 8 bulan 30,83 Hiperpigmentasi
24
Perilesi
3 M 7 Wajah, 7 bulan 5,87 Folikulitis
Leher
4 F 13 Trunkus 1 tahun 28,8 Hiperpigmentasi
Perilesi
5 F 14 Wajah, 4 bulan Wajah : Luka Bakar
Lengan 6,85 Derajat 2 (Wajah)
Lengan :
24,2
6 F 16 Wajah 1 tahun 43,55 Luka bakar
derajat 2
7 M 14 Wajah 8 bulan 8,12 Luka bakarr
derajat 1
8 M 13 Wajah 11 bulan 34 Luka bakar
derajat 2
9 M 9 Wajah, 1 tahun Wajah : Hiperpigmentasi
Kaki 9,85 Perilesi
Kaki : 24,6
BAB III
SIMPULAN
Pengobatan vitiligo pada usia berapa pun tetap menjadi tantangan untuk dokter,
terutama selama masa kanak-kanak. Tidak ada terapi yang tersedia benar-benar
efektif. Laser dapat digunakan dalam manajemen vitiligo yang meliputi
repigmentasi, terapi bedah, dan depigmentasi. Penggunaan laser memiliki
beberapa keuntugan. Pertama, repigmentasi dapat dicapai dengan cepat
dibandingkan dengan fototerapi, terutama pada lesi kecil yang baru muncul. Studi
menunjukkan keunggulan laser eksimer atas fototerapi. Kedua, dosis penyinaran
lebih rendah dibandingkan dengan fototerapi; karenanya, iradiasi total lebih
sedikit. Ini merupakan keuntungan, terutama mengingat risiko karsinogenik
radiasi UV, terutama pada anak-anak.
Selain itu, laser bermanfaat dalam persiapan lokasi penerima karena
prosedurnya dapat dilakukan secara instan dibandingkan dengan tindakan lain
seperti krioterapi. Laser memiliki keunggulan dibandingkan MBEH karena
depigmentasi dapat dicapai lebih awal dan tidak ada risiko sensitisasi. Namun
terapi laser tidak luput dari kerugian, biaya terapi dan ketersediaan perangkat
merupakan kelemahan utama dari laser. Meskipun dianggap aman, risiko kanker
tidak dapat dikesampingkan pada pasien yang telah mendapatkan terapi jangka
panjang, terutama dengan laser eksimer.
23
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Passeron T, Ortonne J-P. Vitiligo and Other Skin Disorder of
Hypopigmentation. In: Bolognia JL, Schaffer J V, Cerroni L, editors.
Bolognia Dermatology. 4th ed. Elsevier; 2017. p. 1087–95.
2. Ezzedine K, Harris JE. Vitiligo. In: Kang S, Amagai M, Buckner anna L,
Enk AH, editors. Fitzpatrick’s Dermatology 9th Edition. 9th ed. MC; 2018.
p. 1330–50.
3. Diotallevi F, Gioacchini H, De Simoni E, Marani A, Candelora M,
Paolinelli M, et al. Vitiligo, from Pathogenesis to Therapeutic Advances:
State of the Art. Vol. 24, International Journal of Molecular Sciences. 2023.
4. Hidayatullah Syukri M, Praharsini I. PROFIL PASIEN VITILIGO DI
POLI KULIT KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
PERIODE 2013 – 2015. E-Jurnal Med Udayana; Vol 10 No 2 Vol 10 No
02(2021) E-Jurnal Med UdayanaDO - 1024843/MU2021V10.i2P05
[Internet]. 2021 Feb 9; Available from:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/71248
5. Gupta M. Childhood Vitiligo: A Clinicoepidemiological Study. Indian J
Paediatr Dermatology [Internet]. 2018;19(3). Available from:
https://journals.lww.com/ijpd/Fulltext/2018/19030/Childhood_Vitiligo__A
_Clinicoepidemiological_Study.4.aspx
6. Kanwar AJ, Kumaran MS. Childhood vitiligo: treatment paradigms. Indian
J Dermatol [Internet]. 2012 Nov;57(6):466–74. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23248365
7. Palit A, Inamadar AC. Childhood vitiligo. Indian J Dermatol Venereol
Leprol. 2012;78:30.
8. Astuti S. Penerimaan Orang Tua dan Dukungan Orang Tua Pada Anak
Penderita Vitiligo. Psikoborneo J Ilm Psikol. 2017;5(1).
9. Andrade G, Rangu S, Provini L, Putterman E, Gauthier A, Castelo-Soccio
L. Childhood vitiligo impacts emotional health of parents: a prospective,
cross-sectional study of quality of life for primary caregivers. J Patient-
Reported Outcomes [Internet]. 2020;4(1):20. Available from:
27
https://doi.org/10.1186/s41687-020-0186-2
10. Raju S, Kaur S, Loganathan E. Management of childhood vitiligo −
a brief review YR - 2022/1/1. Pigment Int. (1
UL-https://www.pigmentinternational.com/article.asp?issn=2349-
5847;year=2022;volume=9;issue=1;spage=14;epage=24;aulast=Raju;t=5):1
4 OP-24 VO – 9.
11. Relhan V, Garg VK, Ghunawat S, Mahajan K. Comprehensive Textbook
on Vitiligo. CRC Press; 2020.
12. Nicolaidou E, Mastraftsi S, Tzanetakou V, Rigopoulos D. Childhood
Vitiligo. Am J Clin Dermatol [Internet]. 2019;20(4):515–26. Available
from: https://doi.org/10.1007/s40257-019-00430-0
13. Howitz J, Brodthagen H, Schwartz M, Thomsen K. Prevalence of vitiligo:
epidemiological survey on the Isle of Bornholm, Denmark. Arch Dermatol.
1977;113(1):47–52.
14. Wang X, Du J, Wang T, Zhou C, Shen Y, Ding X, et al. Prevalence and
clinical profile of vitiligo in China: a community-based study in six cities.
Acta Derm Venereol. 2013;93(1):62–5.
15. Agarwal S, Gupta S, Ojha A, Sinha R. Childhood vitiligo:
clinicoepidemiologic profile of 268 children from the Kumaun region of
Uttarakhand, India. Pediatr Dermatol. 2013;30(3):348–53.
16. Handa S, Dogra S. Epidemiology of childhood vitiligo: a study of 625
patients from north India. Pediatr Dermatol. 2003;20(3):207–10.
17. Amelinda N, Ellistasari EY, Julianto I. Modalitas Terapi Vitiligo Pada
Anak. MEDICINUS. 2022;35(3):37–59.
18. PRćIć S, Đuran V, Katanić D. Vitiligo in Children and Adolescents: a
Lliterature Review/Vitiligo kod dece i omladine-pregled literature. Serbian
J Dermatology Venereol. 2010;2(3):95–104.
19. Nicolaidou E, Antoniou C, Miniati A, Lagogianni E, Matekovits A,
Stratigos A, et al. Childhood-and later-onset vitiligo have diverse
epidemiologic and clinical characteristics. J Am Acad Dermatol.
2012;66(6):954–8.
28
https://doi.org/10.1038/nrdp.2015.11
31. Tie-Chi L, Vincent JH, Li-Shao G. Deciphering skin re-pigmentation
patterns in vitiligo: an update on the cellular and molecular events
involved. Chin Med J (Engl) [Internet]. 2020 May 20;133(10):1231–8.
Available from: https://doi.org/10.1097/CM9.0000000000000794
32. Post NF, Ezekwe N, Narayan VS, Bekkenk MW, Van Geel N, Hamzavi I,
et al. The use of lasers in vitiligo, an overview. J Eur Acad Dermatology
Venereol. 2022;36(6):779–89.
33. Mcllwee BE, Alster TS. Laser Skin Resurfacing : Cosmetic and Medical
Applications. In: Fitzpatrick’s Dermatology 9th Edition. Mc Graw Hill
Education; 2018. p. 3835–44.
34. Orringer J. Nonablative Laser and Light- Based Therapy : Cosmetic and
Medical Indication. In: Fitzpatrick’s Dermatology 9th Edition. Mc Graw
Hill Education; 2018. p. 3846–54.
35. Hamzavi IH, Lim HW, Syed ZU. Ultraviolet-based therapy for vitiligo:
what’s new? Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2012;78:42.
36. Mouzakis JA, Liu S, Cohen G. Rapid response of facial vitiligo to 308nm
excimer laser and topical calcipotriene. J Clin Aesthet Dermatol.
2011;4(6):41.
37. Liu YB, Yang YF, Song LX, Shan YH, Wang Y, Ma TQ. Comparison of
308 nm excimer laser and 308 nm excimer lamp in treatment of vitiligo.
Clin Misdiagnosis Mistherapy. 2013;6:58–61.
38. Kawalek AZ, Spencer JM, Phelps RG. Combined excimer laser and topical
tacrolimus for the treatment of vitiligo: a pilot study. Dermatologic Surg.
2004;30(2):130–5.
39. Li L, Liang Y, Hong J, Lan L, Xiao H, Xie Z. The effectiveness of topical
therapy combined with 308‐nm excimer laser on vitiligo compared to
excimer laser monotherapy in pediatric patients. Pediatr Dermatol.
2019;36(1):e53–5.
40. Lommerts JE, Meesters AA, Komen L, Bekkenk MW, de Rie MA, Luiten
RM, et al. Autologous cell suspension grafting in segmental vitiligo and
30