Anda di halaman 1dari 23

MODUL AMS

SELF LEARNING REPORT

SMALL GROUP DISCUSSION

RESPON IMUNITAS TERHADAP INFEKSI MIKROBA DAN VAKSINASI

Tutor:

Meylida Ichsyani, S.Si., M.Biomed.

Disusun oleh:

Khansa Murtaja Salsabil

G1B020023

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

JURUSAN KEDOKTERAN GIGI

PURWOKERTO

2020
Daftar Isi
Daftar Isi .............................................................................................................................1
Daftar Gambar ...................................................................................................................2
Daftar Tabel .......................................................................................................................3
BAB I .................................................................................................................................4
PENDAHULUAN .............................................................................................................4
1.1. Capaian Pembelajaran ........................................................................................4
BAB II ...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN ................................................................................................................5
2.1. Respon Imun terhadap Virus ..............................................................................5
2.1.1. Innate Immunity .........................................................................................5
2.1.2. Adaptive Immunity .....................................................................................7
2.2. Respon Imun terhadap Bakteri ...........................................................................8
2.2.1. Bakteri Intraseluller ....................................................................................8
2.2.2. Bakteri Ekstraseluller .................................................................................9
2.3. Respon Imun terhadap Fungi ............................................................................11
2.3.1. Innate Immunity .......................................................................................11
2.3.2. Adaptive Immunity ...................................................................................12
2.4. Respon Imun terhadap Parasit ..........................................................................12
2.4.1. Innate Immunity .......................................................................................12
2.4.2. Adaptive Immunity ...................................................................................13
2.5. Vaksinasi ..........................................................................................................14
2.5.1. Definisi Vaksinasi/Imunisasi ....................................................................14
2.5.2. Mekanisme Pembentukan Imunitas Pasca Vaksinasi/Imunisasi ...............14
2.5.3. Tipe Vaksinasi/Imunisasi Aktif dan Pasif .................................................16
2.5.4. Macam-Macam Vaksinasi berdasarkan Bahan Aktif ................................16
2.5.5. Program Imunisasi Rutin Lengkap (Imunisasi Dasar dan Imunisasi
Lanjutan) sesuai Kemenkes RI ……………………….………….. 21

2.5.6. Jadwal Imunisasi …………………………………..……………... 22

1
Daftar Gambar
Gambar 1 Respon Imunitas Innate Terhadap Virus (Abbas, 2018) ....................................6
Gambar 2 Respon Imunitas Adaptif pada Infeksi Virus (Abbas, 2018) ............................8
Gambar 3 Respon Imunitas Innate terhadap Infeksi Bakteri (Abbas, 2018) .....................11
Gambar 4 Respon Imunitas Innate pada Infeksi Jamur (Abbas, 2018) .............................12
Gambar 5 Respon Imunitas Adaptif pada Infeksi Parasit (Abbas, 2018).........................14

2
Daftar Tabel

Tabel 1 Imunisasi Dasar ........................................................................................ 20


Tabel 2 Imunisasi Lanjutan ................................................................................... 21

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Capaian Pembelajaran
1. Mekanisme respon imunitas innate terhadap berbagai infeksi mikroba, seperti
virus, bakteri, jamur, dan parasite.
2. Mekanisme respon imunitas adaptif terhadap berbagai infeksi mikroba, seperti
virus, bakteri, jamur, dan parasit
3. Definisi vaksinasi/imunisasi
4. Mekanisme pembentukan imunitas pasca vaksinasi/imunisasi
5. Tipe vaksinasi/imunisasi aktif dan pasif
6. Macam – maca vaksin berdasarkan bahan aktif
7. Program imunisasi rutin lengkap (imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan)
sesuai Kemenkes RI

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Respon Imun terhadap Virus
2.1.1. Innate Immunity
Mekanisme utama dari innate immunity tubuh seseorang dalam
melawan virus adalah dengan menhambat terjadinya infeksi yang dilakukan
oleh Interferon tipe 1 dan dengan membunuh sel yang sudah terinfeksi
dengan dimediasi oleh NK sel. NK sel merupakan sel imun yang akan
mengenali sel yang terinfeksi oleh virus sementara itu Interferon tipe 1 itu
sendiri merupakan jenis sitokin yang memediasi respon imun innate secara
segera terhadap adanya infeksi virus.
Penghambatan replikasi dari virus terjadi ketika virus menginfeksi
suatu sel, maka virus akan mengeluarkan produk-produknya sendiri yang
selanjutnya akan direspon oleh sel yang terinfeksi itu sendiri dan juga sel
dendritik tipe plasmacytoid dengan memproduksi interferon tipe 1.
Pembentukan dari interferon tipe 1 ini dimediasi oleh beberapa jalur kimia,
yaitu pengenalan RNA atau DNA virus oleh TLRs (Toll Like Receptors),
pengaktifan RIG-like receptor pada sitoplasma, dan pengaktifan STING
Pathway. Jalur – jalur ini kemudian akan mengaktivasi protein kinase yang
kemudian mengaktifkan IRF transcription factors untuk menstimulasi
transkripsi gen dari interferon.

Interferon tipe 1 memiliki beberapa fungsi dalam merespon virus,


diantaranya adalah

a. Meningkatkan jumlah limofist pada nodus limfa agar perlawanan


terhadap virus dapat dilakukan secara maksimal.
b. Mengaktifkan transkripsi gen yang selanjutnya akan menimbulkan
resistensi sel terhadap infeksi virus
c. Meningkatkan ekspresi molekul MHC kelas 1 agar pengenalan dan
pemusnahan virus oleh sel T sitotoksik dapat meningkat.
d. Meningkatkan sitoksisitas CD8 sel T sitotoksik dan sel NK.

Proses respon imun innate dalam melawan virus dapat dilakukan dengan

5
a. Sel yang telah terinfeksi akna menghasilkan interferon tipe 1 baik alfa
maupun beta yang kemudian akan berikatan dengan reseptor sel
disekitanya yang belum terinfeksi.
b. Akan terjadi fosforilasi pada faktor inisasi yang disebabkan oleh
meningkatnya protein kinase R (PKR), fosforilasi tersebut akan
menghambat sintesis protein virus.
c. Meningkatnya 2,5-oligo A sintase yang akan mengaktivasi enzim RNAase
sehingga RNA virus terdegradasi.

Untuk mekanisme sel NK dapat terjadi bermula dari sel yang telah
terinfeksi tidak mampu mempresentasikan molekul MHC kelas 1. Namun,
hal tersebut justru akan memungkinkan sel NK untuk mengosongkan
granula sel yang telah terinfeksi dan mengaktifkan enzim yang berperan
dalam apoptosis sel sehingga sel yang telah terinfeksi pun akan mati.

Gambar 1 Respon Imunitas Innate Terhadap Virus (Abbas, 2018)

6
2.1.2. Adaptive Immunity

Menurut Abbas (2018), mekanisme dari sistem imun adaptif dalam


melawan infeksi dari virus dimediasi oleh antibodi. Antibodi merupakan
molekul yang dihasilkan oleh sel limfosit B yang berperan dalan respon
imunitas humoral. Antibodi akan memblokade ikatan antara virus dengan
sel host dan memblokade jalan masuk dari virus ke dalam sel host.
Mekanisme sistem imun adaptif juga dilakukan oleh CTLs dengan cara
membunuh sel yang sudah terinfeksi oleh virus. Antibodi dapat bekerja
dengan efektif dalam melawan virus ketika virus tersebut berada pada fase
ekstraselulernya, yaitu sebelum virus tersebut menginfeksi sel host, atau
ketika virus telah dilepaskan oleh sel host yang sudah terinfeksi sebagai
hasil dari perkembangbiakannya, atau ketika sel yang terinfeksi sudah
mati. Antivirus antibodi nantinya akan berikatan dengan envelope dari
virus atau atau capsid dari antigen dengan tujuan untuk mecegah
terjadinya penempelan virus terhadap sel host sehingga dapat mecegah
virus masuk dan menginfeksi sel host.

Selain itu, antibodi juga dapat melakukan opsonisasi pada virus,


yaitu dengan menyelingkupi virus dan meningkatkan terjadinya fagositosis
pada virus. Aktivasi dari komplemen juga berpartisipasi dalam melawan
virus yang dimediasi oleh antibodi dengan meningkatkan terjadinya
fagositosis pada virus.

7
Gambar 2 Respon Imunitas Adaptif pada Infeksi Virus (Abbas, 2018)

2.2.Respon Imun terhadap Bakteri


2.2.1. Bakteri Intraseluller
2.2.1.1. Innate Immunity

Respon imun innate dalam melawan bakteri intraseluler dimediasi


oleh fagositosis dan juga sel NK. Pada fagositosis, sel yang berperan ialan
neutrofil dan makrofag dengan cara mengingesti dan mengahancurkan
bakteri tersebut. Namun, bakteri intraseluler resisten terhadap degradasi
yang dilakukan ketika fagositosis sehingga kurang efektif dalam mencegah
penyebaran infeksi dari bakteri intraseluler (Abbas, 2018).

Selain dengan memfagositosis bakteri intraseluler, system imun


innate juga bisa melawan bakteri intraseluler dengan mengaktifkan NK
sel. NK sel diaktifkan dengan cara menginduksi sel yang telah terinfeksi
untuk mengekspresikan NK-cell activating ligans, kemudian NK sel yang
telah teraktivasi akan memproduksi Interferon gamma yang selanjutnya
akan menginduksi makrofag untuk memfagositosis bakteri intraseluler
(Abbas, 2018).

2.2.1.2. Adaptive Immunity

8
Mekanisme utama pada respon imun adaptif dalam melawan
bakteri intraseluler ialah T-cell mediated recruitment dan aktivasi dari
fagositosis dan dimediasi oleh sel. Sel T melawan infeksi dari bakteri
intraseluler dengan dua cara, yaitu dengan mensekresikan CD4+ T cells
dan juga CD8+ cytotoxic t lymphocytes(CTLs). CD4 akan mengaktifkan
fagositosis melalui CD40 ligand dan Interferon gamma, yang selanjutnya
dapat membunuh mikroba dengan cara mengingesti bakteri tersebut.
Sementara itu, untuk CD8+ cytotoxic t lymphocytes(CTLs) ia akan
membunuh sel yang telah terinfeksi sebelumnya, tetapi resistem terhadap
fagositosis (Abbas, 2018).

2.2.2. Bakteri Ekstraseluller


2.2.2.1. Innate Immunity

Menurt Abbas (2018), prinsip utama dalam respon imun innate


dalam melawan bakteri ekstraseluller adalah dengan aktivasi komplemen,
fagositosis, dan respon inflamasi.

1. Aktivasi Komplemen

Peptidoglikan pada dinding sel bakteri gram positif dan


lipopolisakarida pada bakteri gram negatif akan mengaktifkan komplemen
dengan jalur alternative pathway. Kemudian, bakteri yang memiliki
mannose pada permukaan selnya dapat mengaktifkan komplemen jalur
lectin pathway. Teraktivasinya kommplemen dapat mengakibatkan
terjadinya opsinisasi yang berlanjut pada terjadinya fagositosis terhadap
bakteri. Selain itu, membrane attack complex yang dihasilkan oleh
teraktivasinya komplemen dapat menyebabkan lisisnya bakteri.

2. Aktivasi Fagositosis dan Inflamasi

Sel fagositik, seperti neutrofil dan makrofag menggunakaan


reseptor yang teradap pada permukaan selnya untuk mengenali bakteri.
Kemudian Fc reseptors dan reseptor komplemen juga digunakan untuk
mengenali bakteri yang telah teropsonisasi oleh antibodi protein

9
komplemen. Mikroba seperti bakteri akan mengeluarkan produk-produk
yang nantinya akan digunakan untuk mengaktifkan Toll-like receptors
(TLRs) dan beberapa sensor sitoplasmik untuk memulai terjadinya
fagositosis. Selain itu, sel dendritik dan sel fagositik yang telah teraktivasi
oleh mikroba akan mensekresikan sitokin. Sitokin selanjutnya akan
menginduksi infiltrasi pada leukosit ke daerah yang terjadi inflamasi.
Adanya leukosit pada daerah inflamasi akan mengingesti dan
menghancurkan bakteri. Pada umumnya bakteri ekstraseluller dapat
dihancurkan dengan fagositosis dikarebakan mikroba tersebut tidak dapat
beradaptasi untuk bertahan di dalam sel fagositik.

2.1.1.1. Adaptive Immunity

Pada respon imun adaptif yang bekerja paling utama dalam


melawan bakteri ekstraseluller adalah respon imun humoral. Respon imun
humoral bekerja dengan cara memblokade infeksi, mengeliminasi
mikroba, dan menetralisasi racun yang ada pada bakteri-bakteri tersebut.
Respon dari antibodi dalam melawan bakteri ekstraseluler adalah dengan
menyerang dinding sel dari antigen dan toxin secara langsung. Dinding sel
bakteri merupakan antigen T-independent, antigen T-independet tidak
mengaktivasi sel T. Oleh karena itu, respon humoral merupakan
mekanisme utama dalam melawan bakteri (Abbas, 2018).

Mekanisme dari efektor yang digunakan oleh antibodi dalam


melawan infeksi meliputi netralisasi, opsonisasi dan fagositosis, dan
aktivasi dari komplemen dengan jalur classical pathway. Netralisasi
dimediasi oleh oleh IgG, IgM, dan IgA sedangkan opsonisasi dimediasi
oleh IgG1 dan IgG3. Untuk aktivasi dari komplemen dimediasi oleh IgM,
IgG1, dan IgG3. Selain itu, protein antigen dari bakteri ekstraseluler juga
dapat mengaktifkan sel T yang selanjutnya akan memproduksi sitokin dan
permukaan sell bakteri akan mengekspresikan molekuk yang dapat
menginduksi terjadinya inflamasi local, meningkatkan terjadinya
fagositosis oleh makrofag dan neutrofil, dan juga menstimulasikan
produksi dari antibodi (Abbas, 2018).

10
Gambar 3 Respon Imunitas Innate terhadap Infeksi Bakteri (Abbas, 2018)

2.3. Respon Imun terhadap Fungi


2.3.1. Innate Immunity

Mekanisme utama pada sistem imun innate dalam melawan fungi


dimediasi oleh neutrofil, makrofag, dan ILCs. Makrofag dan sel dendritik
mampu mendeteksi ada atau tidaknya mikroorganisme berupa fungi
dengan TLRs dan reseptor seperti lectin yaitu, dectin. Dectin mampu
mengenali β-glukan yang terdapat pada permukaan fungi. Kemudian,
makrofag dan sel dendritik akan memlepaskan sitokin yang selanjutnya
akan mengaktifkan neutrophil baik secara langsung maupun melalui
aktivasi ILCs yang ada pada jaringan. Setelah itu, neutrophil akan
membebaskan substansi yang bersifat fungisida, yaitu oksigen reaktif dan
enzim lisosom (Abbas, 2018).

11
Gambar 4 Respon Imunitas Innate pada Infeksi Jamur (Abbas, 2018)

2.3.2. Adaptive Immunity

Mekanisme utama pada respon imun secara adaptif terhadap fungi


dengan cara dimediasi oleh respon imun seluler. Sel yang berperan dalam
mekanisme ini ialah sel T CD4 dan CD8. Fungi ekstraseluler akan
memperoleh respon yang kuat dari sel T Helper 17 sebagai akibat dari
teraktivasinya sel dendritik oleh ikatan dectin dengan glukan pada fungi.
Sementara itu, untuk fungi intraseluler akan direspon oleh sel T Helper 1.
Sel T Helper sendiri berfungsi untuk menstimulasikan terjadinya inflamasi
dan akan merekrut netrofil dan makrofag untuk menghancurkan fungi
(Abbas, 2018).

2.4. Respon Imun terhadap Parasit


2.4.1. Innate Immunity

Mekanisme utama yang berperan dalam respon imun innate dalam


melawan infeksi dari parasite yang dalam hal ini protozoa ialah
fagositosis, walaupun banyak protozoa yang resisten terhadap fagositosis
dan bahkan bisa bereplikasi ketika berada di dalam makrofag. Beberapa
protozoa, memiliki molekul yang terekspresikan pada permukaannya dan

12
dapat dijenali oleh TLRs dan dapat mengaktivais terjaidnya fagositosis,
contohnya adalah Toxoplasma gandii yang pada permukaannya terdapat
glikolipid sehingga mampu mengaktivasi TLR2 dan TLR4. Sementara itu
untuk parasite yan berupa cacing maka yang berperan ialah eosinofil,
eosinophil akan melepaskan granulanya yang dapat menghancurkan
system integument dari cacing. Kemudian, fagositosis juga mampu
menyerang parasite berupa cacing yang selanjutnya akan mensekresikan
substansi mikrobisidal yang mampu membunuh organisme (Abbas, 2018).

2.4.2. Adaptive Immunity

Protozoa dan helmint (cacing) bermacam-macam dalam hal properti


biokmia dan structural, mekanisme pathogenesis, dan siklus hidupnta. Oleh
karena itu, terkadang system imun innate seorang manusia tidak cukup
dalam melawan infeksi dari parasite-parasit yang akhirnya dilawan oleh
system imun adaptif. Respon imun adaptif dalam melawan Helminthic
(cacing) adalah respon imun yang dimediasi oleh aktivasi dari sel T Helper
2, yang selanjutnya akan menghasilkan antibody IgE dan teraktivasinya
eosinofil. Sementara itu respon imun dalam melawana protozoa adalah
dengan mengaktifkan makrofag yang dimediasi oleh sel T Helper (Abbas,
2018).

13
Gambar 5 Respon Imunitas Adaptif pada Infeksi Parasit (Abbas, 2018)

2.5. Vaksinasi
2.5.1. Definisi Vaksinasi/Imunisasi
Menurut Fauza, dkk (2019) vaksin merupakan produk biologis yang
bersifat rentang dan perlu dikelola pada suhu 2 OC-8OC yang bertujuan
membangun sistem imun pada anak-anak. Sementara itu, menurut
Hadianti, dkk (2014) imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten.
Imunisasi dapat diartikan sebagai suatu usaha dalam dalam meningkatkan
sistem imun terhadap suatu penyakit tertentu dengan tujuan agar jika
seorang individu tersebut terpapar kembali dengan suatu penyakit maka
indiviu tersebut tidak akan terinfeksi dan sakit atau hanya mengalami skait
ringan saja. Sementara itu, vaksin merupakan antigen yang berupa
mikroorganisme yang masih hidup tetapi dilemahkan, atau
mikroorganisme yang sudah mati, yang masih utuh bagiaannya, yang
kemudian diolah, atau toksin dari suatu mikroorganisme yang telah diolah
menjadi toksoid, protein rekombinan yang jika diberikan pada seorang
individu akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap
penyakit infeksi tertentu.
2.5.2. Mekanisme Pembentukan Imunitas Pasca Vaksinasi/Imunisasi

14
Seperti yang sebelumnya telah disebutkan bahwa vaksin berisikan
antigen dari suatu mikroorganisme guna melindungi tubuh jika terpapar
kembali oleh mikroorganisme tersebut. Antgen tersebut nantinya akan di
respon oleh sel T. namun, respon sel T hanya dapat dimulai ketika antigen
sudah di proses oleh Antigen Presenting Cell (APC). Hal tersebut terjadi
karena sel T hanya dapat mengenali antigen yang sudah terikat pada
protein Major Histocompability Complex. MHC terdiri dari dua macam,
yaitu MHC kelas 1 dan MHC kelas 2. MHC kelas 1 diekspresikan oleh
seluruh sel somatic dan MHC kelas 2 diekspresikan oleh makrofag.
Antigen yang sudah berikatan dengan MHC kelas 2 akan mengaktivasi sel
T Helper. Sel T Helper yang telah teraktivasi akan menyebabkan sel T
berdiferensiasi menjadi sel memori yang berperan dalam respon imun
spesifik sebagai imunitas seluler (Lestari dan Raveinal, 2020).
Sementara itu, imunitas humoral diperankan oleh sel B. Ketika sel
tubuh kita terpapar oleh antigen maka sel B akan bertransformasi
kemudian berproliferasi dan akan beridferensiasi menjadi sel plasma. Sel
plasma selanjutnya akan memproduksi antibodi, antibodi inilah yang
nantinya akan menetralkan antigen dan memicu terjadinya reaksi
inflamasi. Sel B yang tidak hanya berproliferais menjadi sel plasma saja,
tetapi juga menjadi sel memori. Sel memori tersebut akan berada pada
aliran darah sehingga jika suatu saat tubuh kembali terpapar oleh antigen
yang serupa maka sel memori akan berproliferasi dan berdiferensiasi
seperti sebelumnya dan akan menghasilkan antibodi yang lebih banyak
(Sulistiyah dkk., 2017).
Sel memori tersebut lah yang sangat berperan bagi tubuh untuk
mengenali antigen pada paparan selanjutnya. Dengan arti, jika seorang
individu telah di vaksin dan terpapar kembali oleh antigen, maka tubuh
akan lebih mudah dalam mengenali antigen tersebut. Tidak hanya lebih
mudah dalam mengenali, tetapi juga tubuh menjadi lebih baik dalam
merespon antigen tersebut pada paparan yang kedua karena antibodi yang
dihasilkn lebih banyak, pembentukan antibodi lebih cepat, antibodi lebih
tahan lama, dan afinitasnya akan lebih tinggi (Sulistiyah dkk., 2017).

15
2.5.3. Tipe Vaksinasi/Imunisasi Aktif dan Pasif

1. Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif merupakan sebuah upaya dalam memberikan


paparan antigen dari suatu mikroba pathogen yang berisfat sengaja dengan
tujuan menstimulasi dan meningkatkan kekebalan imun dari seorang anak
agar anak tersebut terhindar dari penyakit terpapar mikroba pathogen yang
serupa nantinya (Sulistiyah dkk., 2017).

2. Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif merupakan suatu upaya dalam memberikan


immunoglobulin yang berasal dari plasma donor. Imunisasi pasif ini
bersifat hanya sementara karena immunoglobulin yang yelah diberikan
akan berkurang lama kelamaan karena dimetabolisme oleh tubuh
(Sulistiyah dkk., 2017).

2.5.4. Macam-Macam Vaksinasi berdasarkan Bahan Aktif


Vaksin berdasarkan bahan aktifnya dibagi mejadi dua, yaitu:
1. Vaksin yang dilemahkan (attenuated live vaccine)
Vaksin jenis ini merupakan vaksin yang berasal dari kuman atau
virus yang viabilitas dan daya infeksinya telah dilemahkan, tetapi tetap
mampu menumbuhkan respon imun. Vaksin ini berasal dari sebagian atau
keseluruhan organisme. Vaksin ini memiliki kemampuan proteksi jangka
panjang dengan keefektifan mencapai 95%. Contoh vaksin jenis ini adalah
vaksin polio (sabin). Vaksin MMR, Vaksin TBC, dan Vaksin tifoid
(Lestari dan Reveinal, 2020).
2. Vaksin yang telah dimatikan (killed vaccine inactived vaccine)
Vaksin ini berasal dari mikroorganisme yang telah dimatikan. Pada
vaksin ini, ia akan menghasilkan respon imun yang lebih rendah
dibandingkan dengan vaksin hidup. Akibatnya, dibutuhkan imunisasi
ulang untuk memperkuat kekebalan tubuh. Contohnya adalah vaksin

16
rabies,vaksin influenza, vaksin volio, vaksin pertusis dan vaksin demem
tifoid (Lestari dan Reveinal, 2020).
Vaksin ini dibagi lagi menjadi empat macam, yaitu
a. Vaksin Subunit
Vaksin ini berasal dari satu bagian organisme, seperti dari
komponen kapsul bakteri. Keuntungan dari menggunakan
vaksin ini ialah vaksin ini sudah aman untuk anak-anak dan
terhindar dari vaksin yang purulen.
b. Vaksin Toksoid
Vaksin toksoid merupakan jenis vaksin yang tidak bersifat
toksik walaupun dibuat dari bahan berupa toksin bakteri dan
dapat merangsang pembuatan antibodi pada tubuh. Contoh dari
vaksin ini ialan vaksin tetanus dan difteri.
c. Vaksin konjugat
Vaksin konjugat merupakan vaksin yang terbuat dari
polisakarida murni yang bersifat kurang imunogenitas terhadap
anak dengan umur dibawah dua tahun. Untuk meingkatkan
walaupun imunogenitasnya kurang, tetapi respon imun tetap
dapat ditigkatkan dengan cara mengkonjugasikan polisakarida
dengan protein karier.
3. Vaksin Plasma DNA (Plasmid DNA Vaccines)
Vaksin ini merupakan vaksin yang terbuat dari isolasi DNA
mikroba. DNA mikroba tersebut mengandung kode antigen yang bersifat
pathogen. Hasil dari penelitian, vaksin ini mampu merangsang respon
humoran dan seluler yang cukup kuat (Lestari dan Reveinal, 2020).
4. Vaksin Rekombinan
Vaksin ini membutuhkan epitope dari sebuah organisme yang
berisfat pathogen dalam penyusunannya. Vaksin ini memiliki prinsip
yaitu, dengan menyisipkan satu atau lebih gen epitope bagi sel yang akan
mendapatkan vaksin. Untuk vaksin ini biasanya menggunakna vector,
seperti virus (poxvirus, adenovirus, vaccinia, dan canarypox) dan bakteri

17
(salmonella). Vaksin hepatitis B merupakan salah satu contoh dari vaksi
rekombinan (Lestari dan Reveinal, 2020).
2.5.5. Program Imunisasi Rutin Lengkap (Imunisasi Dasar dan Imunisasi
Lanjutan) sesuai Kemenkes RI
2.5.5.1. Defiinisi Imunisasi

Menurut Hadianti, dkk (2014) imunisasi berasal dari kata imun,


kebal atau resisten. Imunisasi dapat diartikan sebagai suatu usaha dalam
dalam meningkatkan sistem imun terhadap suatu penyakit tertentu
dengan tujuan agar jika seorang individu tersebut terpapar kembali
dengan suatu penyakit maka indiviu tersebut tidak akan terinfeksi dan
sakit atau hanya mengalami skait ringan saja.

2.5.5.2. Jenis Imunisasi


2.5.5.2.1. Imunisasi wajib

Imunisasi wajib merupakan kegiatan yang


diselenggarakan oleh pemerintah dalam hal kesehatan dengan
cara imunisasi, imunisasi ini bertujuan untuk melindungi rakyat
dan sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi ini
disesuaikan dengan kebutuhan perorangan. Imunisasi ini terdiri
atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus.

1. Imunisasi Rutin
Imunisasi rutin merupakan imunisasi yang dilakukan
sesuai jadwal dengan cara terus-menerus.
a. Imunisasi Dasar

Nama Deskripsi Indikasi Cara efek samping


Vaksin pemberian
Vaksin Vaksi beku Untuk memberi Disuntikkan Bekas pada
BCG kering yang kekebalan aktif intrakutan di kulit berupa
mengandung terhadap tuberkulosis lengan kanan parut akibat
Myobacterium atas terbentuknya
bovis yang papula

18
dilemahkan

Vaksin - Untuk pencegahan Disuntikkan Reaksi


DPT-HB- terhadap difteri, intramuskular bengkak, nyeri
HIB tetanus, pertussis pada dan kemerahan
(batuk rejan), anterolateral pada bekas
hepatitis B, dan paha atas suntikan dan
infeksi Haemophilus demam
influenzae sementara
Vaksin Vaksin virus Vaksin ini digunakan Disuntikkan Reaksi lokal
Hepatitis rekombinan untuk pencegahan intramuskular sementara
B penyakit hepatitis B pada berupa
anterolateral bengkak, nyeri
paha atas dan kemerahan
pada bekas
suntikan
Vaksin Vaksin yang Untuk pemberian Melalui mulut Sangat jarang
Polio Oral terdiri dari kekebalan aktif dengan cara terjadi
suspense virus terhadap diteteskan
poliomyelitis poliomielitis
tipe 1,2, dan 3
yang sudah
dilemahkan
Vaksin Vaksin yang Untuk pencegahan Disuntikkan Reaksi lokal
Inactive bentuknya terjadinya secara sementara
Polio berupa suspense poliomyelitis pada intramuskular berupa
Vaccine(I injeksi bayi dan anak atau subkutan bengkak, nyeri
PV) dengan dalam dan kemerahan
immunocompromised pada bekas
suntikan
Vaksin Vaksin virus Untuk memberikan Disuntikkan Demam ringan
Campak yang dilemahkan kekebalan aktif dari secara dan kemerahan.

19
penyakit campak subkutan pada
lengan kiri
atas atau
anterolateral
paha
Tabel 1 Imunisasi Dasar

b. Imunisasi Lanjutan

Imunisasi lanjutan dilakukan bertujuan untuk


mempertahankan tingkat kekebalan atau memperpanjang
masa perlindungan.

Nama Vaksin Deskripsi Indikasi Cara Efek Samping


Pemberian

Vaksin TT Vaksin Melindungi Secara intra Lemas dan


mengandung dari tetanus muscular atau kemerahana
toksoid tetaus neonatorum subkutan pada lokasi
murni pada wanita suntikan
usia subur
Vaksin TD Mengandung Imunisasi ulang Disuntikkan Nyeri pada
toksoid tetanus terhadap secara intra lokasi
dan difteri tetanus dan muscular atau penyuntikan
difteri pada subkutan dalam
individu mulai
usia 7 tahun
Vaksin DT Vaksin yang Memberi Secara intra Lemas dan
mengandung kekebalan muscular atau kemerahan
toksoid tetanus simultan subkutan pada lokasi
dan toksoid terhadap difteri dalam, penyuntikkan
difteri murni dan tetanus dianjurkan dan kadang-
pada anak kadang demam

20
dibawah 8
tahun

Tabel 2 Imunisasi Lanjutan

2.5.6. Jadwal Imunisasi


Menurut Hadianti, dkk (2014), terdapat beberapa jadwal imunisasi
wajib yang merupakan kegiatan wajib dari pemerintah, yaitu
1. Jadwal Pemberian Imunisasi dasar
a. Vaksin Hep B O (HB O) dilakukan pada usia 0-7 hari.
b. Vaksin BCG dan Polio 1dilakukan pada usia 1 bulan.
c. Vaksin DPT-HB-Hib-1 dan vaksin Polio 2 dilakukan pada usia
2 bulan.
d. Vaksin DPT-HB-HiB 2 dan vaksin Polio 3 yang dilakukan pada
saat berusia 3 bulan.
e. Vaksin DPT-HB-Hib 3, polio 4, dan IPV dilakukan pada saat
berusia 4 bulan.
f. Vaksin campak dilaksanakan pada saat anak berusia 9 bulan.
2. Jadwal pemberian Imunisasi Lanjutan pada Usia Balita
a. Imunisasi lanjutan DPT/HB/Hib dilakukan ketika anak berusia
18 bulan
b. Imunisasi lanjutan campak yang dilakukan pada saat anak
tersebut berusia 24 bulan.
3. Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Usia Sekolah
a. Vaksin DT dan Campak akan dilanjutkan ketika anak tersebut
sudah bersekolah dan duduk di kelas 1 SD.
b. Vaksin Td dilanjutkan pada anak yang duduk di kelas 2 SD.
c. Vaksin Td dilaksanakan kembali pada saat anak berada di kelas
3 SD.

21
Daftar Pustaka
Abbas, A., Lichtman, A., Pillai, S. 2018. Cellular and Molecular Immunology.
Phidelphia:Elsevier.

Fauza, W., Firdawati, dan Rasyid, R. 2019. Analisis pengelolaan rantai dingin
vaksin imunisasi dasar di puskesmas tahun 2018. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 7(1): 42-50

Hadianti, D., dkk. 2014. Buku Ajar Imunisasi. Jakarta : Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Tenaga Kesehatan.

Lestari, L. dan Reveinal. 2020. Travel vaccine. Jurnal Human Care. 5(3):661-
670.

Sulistiyah dkk. 2017. Perbedaan Antara Peningkatan Suhu Tubuh dan Lama Panas
Pasca Imunisasi DPT pad Bayi Usia 2-6 Bulan di Posyandu Cempaka
Lesanpuro RW 03 Kecamatan Kedungkandang Kota Malang. Laporan Akhir
Penelitian. Kebidanan Politeknik Kesehatan RS dr. Soeparno. Malang. (Tidak
Dipublikasikan).

22

Anda mungkin juga menyukai