Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Sistem Integumen Pada Lansia


1. Perubahan Sistem Integumen pada Masa Penuaan
Berbagai degenerasi muncul di kulit seiring dengan pertambahan usia. Ketebalan
dan elastisitas kulit juga semakin berkurang pada orang yang sudah lanjut usia. Kerutan
dan lipatan-lipatan semakin bermunculan di area wajah, leher, dan lengan atas. Kondisi
tersebut dapat menyebabkan gangguan pada kepercayaan dan persepsi diri seseorang.
Perubahan ini tidak hanya berdampak pada penampilan, tetapi juga pada fungsi kulit.
Penuaan pada kulit dibedakan menjadi dua macam, penuaan intrinsik dan
penuaan ekstrinsik. Penuaan intrinsik disebabkan oleh faktor intrinsik, antara lain faktor
genetik dan proses penuaan normal. Penuaan ekstrinsik disebabkan oleh faktor ekstrinsik,
antara lain paparan terhadap sinar ultraviolet, merokok, dan polusi. Paparan dan
kerusakan akibat sinar matahari (kerusakan aktin) akan mempengaruhi penampakan
kulit, sedangkan kerutan pada kulit akan dipercepat oleh merokok.
a. Epidermis
Selama proses menua terjadi, lapisan epidermis menjadi semakin tipis,
sehingga kulit lansia kehilangan kelembaban dan cenderung kering dan kasar. Setelah
usia 50 tahun, mitosis sel epidermis melambat 30% sehingga waktu penyembuhan
luka semakin lama dan terjadi peningkatan resiko infeksi. Lapisan kulit menjadi
semakin tipis sehingga dengan gesekan yang minimal sekalipun, luka dapat terjadi
pada kulit. Tidak hanya kulit, melanosit jumlahnya juga berkurang, sehingga kulit
tampak semakin pucat dan tidak cerah. Hal ini meningkatkan resiko kerusakan kulit
akibat terpapar ultraviolet. Sel yang lain mungkin tidak dapat berfungsi dengan baik
sehingga terjadi pigmentasi yang tidak merata pada permukaan kulit.
Seiring dengan proses penuaan, pembentukan vitamin D secara alamiah
dengan bantuan sinar matahari semakin berkurang. Kesimpulan yang dapat diambil
adalah lansia tidak boleh terlalu lama terpapar pada sinar matahari karena resiko
kerusakan kulit yang dialami, hipersensitivitas tehadap sinar matahari karena
medikasi, dan resiko hipertermia. Sinar matahari masih diperlukan oleh lansia untuk
mempertahankan perolehan vitamin D dari sinar matahari, pencegahan kanker, dan
menurunkan resiko jatuh.
b. Lapisan Subkutan
Seiring dengan pertambahan usia, lapisan lemak subkutan semakin menipis
secara bertahap. Penipisan ini tampak jelas pada wajah, leher, tangan, dan kaki bagian
bawah sehingga vena tampak sangat jelas dan lebih rentan mengalami cedera. Selain
menipis, lemak juga akan berkumpul di beberapa area tubuh, antara lain area perut
(pada laki-laki) dan paha (pada perempuan).
c. Rambut
Rambut lansia berwarna putih atau keabu-abuan. Hal ini disebabkan oleh
penurunan melanosit. Tekstur rambut menjadi kasar dan semakin tipis. Penurunan
produksi hormon menyebabkan kerontokan rambut di area pubis dan aksila.
Kebotakan rambut lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan perempuan.
d. Kuku
Pada dasarnya, kuku terdiri dari 18% air. Pemeriksaan dan pemeliharaan kuku
sering terlewat pada lansia. Setelah mengalami proses penuaan, terjadi perubahan
histopatologi pada kuku. Kuku lansia cenderung menebal, berwarna kekuningan atau
keabu-abuan (Baran, 2011). Penyebab perubahan kuku ini masih belum diketahui
penyababnya, namun kemungkinan disebabkan oleh perubahan struktur pembuluh
darah di kuku serta paparan sinar ultraviolet dalam waktu yang lama (El ‐Domyati,
Abdel‐Wahab, & Abdel‐Azim, 2014). Pemanjangan kuku semakin lama, akibatnya
lapisan kuku semakin menumpuk dan lebih rentan patah dan kasar. Pertumbuhan
kuku arahnya relatif normal kecuali jika pernah mengalami trauma atau menderita
penyakit tertentu sehingga terinfeksi jamur.
e. Kelenjar
Ukuran, jumlah, dan fungsi kelenjar apokrin serta ekrin semakin menurun
sehingga lansia mengalami kesulitan untuk pengaturan suhu tubuh, terutama dengan
proses berkeringat dan evaporasi. Karena tubuh mengalami kesulitan melepas panas
akibat berubahnya fungsi berkeringat, pada lansia beresiko mengalami kelelahan
akibat panas. Pria mengalami penurunan produksi kelenjar sebum yang lebih minimal
jika dibandingkan perempuan yang sudah menopause. Tetapi penurunan akan terjadi
sama seperti perempuan pada usia 80 tahun.
2. Masalah Kulit yang Sering Terjadi pada Lansia
Penelitian yang terkait dengan masalah dermatologi lansia sangat jarang
dilakukan. Penyakit kulit yang muncul pada lansia selain karena proses penuaan juga
dapat disebabkan oleh penyakit sistemik (Reszke, Pełka, Walasek, Machaj, & Reich,
2015). Epidemiologi dan prevalensi penyakit kulit yang diderita lansia di seluruh dunia
berbeda-beda. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan internal. Kondisi
eksternal misalnya suhu lingkungan, kelembapan udara, dan iklim. Kondisi internal dapat
dipengaruhi oleh status nutrisi, penyakit sistemik yang diderita, kelainan bawaan yang
diderita, kemampuan beraktivitas, dan masih banyak faktor lainnya (Makrantonaki,
Steinhagen-Thiessen, Nieczaj, Zouboulis, & Eckardt, 2017). Berikut ini adalah beberapa
masalah kulit yang sering terjadi pada lansia:
a. Xerosis
Xerosis disebut juga dengan kulit kering. Xerosis umumnya ditemukan di
ekstremitas, terutama ekstremitas bawah. Karena lapisan kulit pada lansia semakin
tipis, peluang untuk mengalami dehidrasi dan penurunan kelembaban kulit juga
semakin besar. Kurangnya intake cairan akan memperparah xerosis kulit.
b. Pruritus
Gatal adalah salah satu keluhan tersering yang disampaikan oleh lansia. Gatal
merupakan suatu gejala, bukan penyakit tertentu. Xerosis dapat menyebabkan
keluhan gatal. Gatal akan direspon dengan menggaruk. Garukan dapat menyebabkan
luka dan berakhir dengan infeksi (White-Chu & Reddy, 2011).
c. Ekzema
Ekzema sering juga disebut dengan dermatitis, adalah reaksi inflamasi pada
kulit yang ditandai dengan eritema (kemerahan), edema, papula, dan munculnya
krusta. Krusta akan berubah menjadi semakin tebal dan akhirnya mengelupas.
Keluhan yang paling sering disampaikan untuk kondisi ini adalah gatal dan sensasi
terbakar pada kulit yang terkena. Berikut ini adalah beberapa jenis ekzema atau
dermatitis:
1) Dermatitis atopic
2) Dermatitis kontagiosum
3) Dermatitis alergi
4) Dermatitis seboroik
5) Dermatitis nummular
6) Neurodermatitis
7) Stasis dermatitis
8) Dishidrotik eczema
d. Sarkoma Kaposi
Sarkoma kaposi adalah kanker yang ditandai dengan munculnya pola jaringan
abnormal di bawah kulit, batas mulut, hidung, tenggorokan, kelenjar limfe, atau organ
lainnya. Lesi ini biasanya berwarna kemerahan atau keunguan. Sarkoma kaposi
disebabkan oleh virus herpes (herpesvirus 8). Lesi kulit ini biasanya tidak
menimbulkan gejala, tetapi dapat menyebar kebagian tubuh lainnya, terutama pada
penderita HIV/AIDS.
e. Psoriasis
Psoriasis adalah salah satu kondisi dimana terjadi penumpukan sel kulit akibat
siklus regenerasi yang terlalu cepat. Kondisi ini menyebabkan bercak yang gatal dan
muncul kerak berwarna keperakan, bahkan terkadang terasa nyeri. Psoriasis bersifat
kronis dan dapat kambuh sewaktu-waktu. Ada beberapa macam psoriasis, antara lain:
1) Plaque psoriasis
2) Nail psoriasis
3) Guttate psoriasis
4) Inverse psoriasis
5) Pustular psoriasis
6) Erythrodermic psoriasis
7) Psoriatic arthritis
f. Lichen simplex
Penyebab umum kandidiasis adalah Candida albicans. Jamur ini dapat
itemukan pada lapisan kulit siapapun, termasuk kulit orang sehat. Dalam kondisi
khusus dan lingkungan yang menunjang, jamur dapat menyebabkan infeksi pada
kulit. Penderita yang beresiko adalah mereka yang mengalami obesitas, menjalani
pengobatan steroid atau antibiotik, serta kekurangan nutrisi.
g. Skabies
Skabies akan memicu gatal yang luar biasa di malam hari. Skabies disebabkan
oleh parasit Sarcoptes scabiei. Parasit ini sangat menular, sehingga jika satu orang
terkena skabies kemungkinan besar anggota keluarga yang lain juga tertular.
h. Tinea korporis
Tinea korporis juga disebut dengan istilah kurap, merupakan penyakit yang
disebabkan oleh infeksi jamur, berbatas tegas dengan bentuk lingkaran, kulit
berwarna keperakan. Infeksi baru dapat terjadi pada bekas lokasi infeksi yang lama.
i. Herpes zoster
Herpes zoster merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus. Kondisi ini
umum dialami oleh penderita yang mengalami penurunan daya tahan tubuh baik
karena penyakit ataupun obat-obatan imunosupresan.
j. Ulkus
Ulkus merupakan luka terbuka yang terjadi pada kulit. Luka ini dapat terjadi
karena buruknya aliran darah. Ulkus dapat terinfeksi oleh bakteri dan memburuk
dengan cepat.
k. Tinea pedis
Tinea pedis dikenal pula dengan istilah Athlete’s foot atau kutu air. Kutu air
adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur. Infeksi ini sering ditemukan
pada iklim tropis dimana suhu lingkungan cukup tinggi dan lembab.
l. Keratoris seboroik
Area yang berwarna kecoklatan yang muncul pada bagian tubuh manapun.
Area ini mulai bermunculan setelah memasuki usia pra lansia. Kertosis seboroik
mungkin muncul lebih dari satu. Kondisi ini tidak berbahaya tetapi menyerupai tanda
kanker kulit atau pra-kanker sehingga memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
m. Kandidiasis
Penyebab umum kandidiasis adalah Candida albicans. Jamur ini dapat
itemukan pada lapisan kulit siapapun, termasuk kulit orang sehat. Dalam kondisi
khusus dan lingkungan yang menunjang, jamur dapat menyebabkan infeksi pada
kulit.
n. Kerusakan akibat sinar matahari
Meskipun sinar matahari dapat membantu pembentukan vitamin D, paparan
yang terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan pada kulit. Hal ini terutama dipicu
oleh sinar ultraviolet yang menembus lapisan kulit. Sinar ultraviolet tidak hanya
merusak lapisan kulit, tetapi juga menjadi faktor resiko untuk terjadinya kanker kulit.
o. Ulkus decubitus
Ukus dekubitus adalah ulkus yang terjadi karena adanya penekanan pada area
penonjolan tulang. Ulkus dekubitus banyak ditemukan pada orang yang sedang
berada dalam kondisi bedrest total.

B. Konsep Dasar Dekubitus


1. Definisi Dekubitus
NPUAP mendefinisikan resiko dekubitus adalah individu yang rentan terhadap
cedera kulit atau jaringan dibawahnya, terjadi akibat penonjolan tulang sebagai akibat
dari tekanan yang disertai dengan gesekan (NANDA,2018-2020). Dekubitus berasal dari
kata “decumbere” yang mempunyai makna ‘berbaring’. Yang dapat diartikan juga
sebagai luka yang didapatkan ketika seseorang berbaring terlalu lama tanpa berpindah
posisi. Namun dekubitus sendiri tidak hanya didapatkan pada pasien yang berbaring,
namun bisa juga terjadi pada seseorang yang mengunakan kursi roda atau prostesi.
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit,
bahkan menembus otot sampai mengenai tulang. akibat adanya penekanan pada suatu
area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat
( rendi, 2012 ). Luka dekubitus adalah nekrosis seluler yang cendrung terjadi akibat
komprensi berkepanjangan pada jaringan lunak antara tonjolan tulang dan permukaan
yang padat, yang di sebabkan karena imobilitas ( aini dan purwaningsih, 2013 )
2. Derajat Ulkus Dekubitus
Berikut ini adalah derajat ulkus dekubitus menurut National Pressure Ulcer
Advisory Panel (2016):
a. Derajat 1: eritema yang tidak berubah warna saat ditekan dan kulit masih utuh.
Kulit masih utuh, tetapi kulit yang kemerahan saat ditekan tidak berubah warna.
Biasanya disertai dengan perubahan suhu kulit dan sensasi pada bagian yang
kemerahan. Jika berwarna keunguan, atau merah tua, mengindikasikan kerusakan
pada jaringan yang lebih dalam, bukan ulkus dekubitus derajat 1.
b. Derajat 2: kerusakan kulit parsial, biasanya dermis terlihat dari luar.

Warna dasar luka tampak merah muda atau kemerahan, luka tampak basah atau
lembab, seringkali tampak bekas blister yang pecah dan mengeluarkan serum.
Jaringan lemak serta jaringan yang lebih dalam tidak terlihat dari luar. Tidak tampak
pula jaringan granulasi, pus, dan kerak kulit.
c. Derajat 3: kerusakan jaringan kulit penuh.

Kerusakan sudah mencapai seluruh lapisan kulit, dari luar jaringan adiposa dapat
dilihat, termasuk jaringan granulasi, nanah, serta jaringan luka yang mengering.
Kedalaman luka bervariasi, tergantung pada lokasinya. Selain itu, luka juga dapat
membentuk lorong dalam kejaringan dibawahnya meskipun jarang terjadi pada
derajat ini. Meskipun demikian, fascia, otot, tulang, tendon, dan ligamen masih tidak
tampak dari luar.
d. Derajat 4: kedalaman penuh dan hilangnya jaringan
Hilangnya seluruh lapisan kulit serta jaringan pendukung dibawahnya akan
menampakkan fascia, otot, tendon, kartilago, dan tulang. Pada derajat ini dapat
ditemukan nanah, bahkan sangat mungkin luka berkembang membentuk lorong-
lorong kecil. Munculnya nanah dan jaringan mati yang mengering seringkali
mengaburkan luka derajat empat dengan luka yang tidak dapat ditentukan derajatnya.
e. Tidak dapat ditentukan derajatnya: terhalang oleh nanah dan jaringan mati

Luka dengan kedalaman penuh tidak dapat ditentukan tingkat keparahannya


karena tertutup oleh jaringan mati dan nanah. Setelah jaringan mati ini dihilangkan,
barulah dapat dinilai derajat luka yang dialami. Kemungkinan jaringan yang
mengalami kematian ternyata lebih dalam dan mencapai tulang. Jaringan yang
melunak atau mati akibat hipoksia harus dilunakkan dan dihilangkan.
f. Injuri jaringan dalam

Warnanya tampak merah marun atau keunguan dan jika ditekan tidak memudar
sama sekali. Jika lapisan epidermis dipisahkan akan tampak dasar luka yang berwarna
gelap, tidak jarang berupa blister yang terisi darah. Luka dapat sembuh dengan baik
atau bahkan jaringan tersebut mengalami hipoksia dan menjadi jaringan mati.
3. Lokasi Dekubitus
Semua bagian tubuh beresiko terjadi luka tekan/dekubitus karena pergesekan,
tekanan yang berlebih, serta pergeseran. Namun menurut Clark ada beberapa titik lokasi
yang beresiko tinggi terjadinya dekubitus yaitu :
a. Siku : 8,8%
b. Sakrum : 32,6%
c. Tronchanter : 8,3%
d. Pantat : 11,4%
e. Pergelangan kaki : 9,1%
f. Tumit : 29,7% (Mayunani, 2013)
4. Patofisiologi
Dekubitus Pada individu yang mengalami ulkus dekubitus terjadi pada pasien
yang berbaring di tempat tidurnya secara pasif lebih dari 2 jam. Pada posisi tersebut
tekanan daerah sakrum akan mencapai angka 60-70 mmHg dan daerah tumit akan
mencapai 30-40 mmHg , Sedangkan normalnya tekanan darah kapiler hanya berkisar
antara 16 mmHg-23 mmHg. Pada kondisi tersebut dapat mengalami nekrosis dan
iskemik pada jaringan kulit. Selain faktor diatas ada beberapa faktor tambahan yang
menyebabkan terjadinya ulkus dekubitus antara lain:
a. Faktor teregangnya kulit akibat adanya daya luncur antara tubuh dengan alas tempat
berbaring, biasanya terjadi pada penderita posisi setengah berbaring
b. Faktor terlipatnya kulit akibat adanya gesekan pada badan yang kurus dengan alas
tempat tidur sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya
c. Kondisi microclimate
d. Suhu dan kelembaban jaringan kulit (Setiati, 2017)
5. Pathway Resiko Dekubitus

6. Faktor Resiko
Menurut Saputra (2019) faktor resiko dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Faktor intrinsik
1) Usia
Usia lanjut sangat rentan terkena terhadap resiko dekubitus. Hal ini
disebabkan karena berkurangnya jaringan subkutan sehingga menurunkan
resistensi kulit terhadap tekanan eksternal sehingga dapat meningkatkan tekanan
interface. Disamping itu, pada lanjut usia regenerasi menjadi lemah.penurunan
elastisitas kulit dan kurangnya sirkulasi pada dermis
2) Kondisi kulit
Fungsi kulit terbagi menjadi tiga yaitu sebagai pelindung, sensori/sensasi
dan termoregulasi. Kurangnya kemampuan kulit dalam melakukan termoregulasi
dapat meningkatkan kelembaban kulit sehingga bereiko tinggi terhadap dekubitus
3) Perfusi jaringan tubuh
Viabilitas jaringan ditentukan oleh adanya kekuatan pada pembuluh
darah, suplai darah, dan oksigenasi. Pembuluh darah dapat mengalami
vasokonstriksi fisiologis(respon hormonal) maupun patologis (atherosklerosis)
4) Temperatur tubuh
Temperatur yang tinggi pada tubuh dapat meningkatkan resiko pada
iskemik jaringan. Adanya iskemik jaringan menyebabkan kulit mengalami gaya
gesekan dan pergeseran sehingga mudah mengalami kerusakan kulit.
5) Nutrisi
Keberlangsungan hidup sel terjadi karena adanya keseimbangan nutrisi
baik makronutrisi maupun mikronutrisi. Pada kasus malnutrisi dapat mengurangi
lapisan pelindung jaringan adiposa dan otot antara tulang yang menonjol dan
permukaan yang kontak dengan kulit.
6) Mobilitas
Imobilisasi merupakan penyebab utama terjadinya luka tekan yang dapat
mengakibatkan disfungsi/kerusakan neurologis, fisik, atau kognitif. Imobilitas
menyebabkan tekanan menetap sekitar 32 mmHg sehingga dapat mengakibatkan :
a) Kurangnya pergerakan yang dapat mengganggu aliran darah yang tertekan
b) Penurunan pengembalian darah (vena return)
c) Vena edema yang dapat menggganggu oksigenasi kulit
7) Obesitas
Pada kasus obesitas dapat mengganggu mobilitas dan buruknya
vaskularisasi jaringan adiposa.
b. Faktor ekstrinsik
1) Tekanan
Tekanan jangka panjang dalam satu area dapat mengalami iskemik. Hal
ini juga dipengaruhi oleh intensitas tekanan, lamanya, dan toleransi tekanan.
2) Friksi (pergesekan)
Terjadi pergesekan pada saat mobilisasi dan melakukan hygine
3) Shear (pergeseran)
Pergeseran dapat menimbulkan trauma terutama pada posisi semi fowler
4) Kelembaban
Pada keadaan kulit yang mengalami kelembaban dapat
mengkontribusikan kulit mengalami maserasi sehingga memudahkan kulit
mengalami kerusakan. Kelembaban dapat terjadi karena inkontinensia urine dan
feses, drain luka, banyak keringat, dan saliva yang keluar.
5) Faktor-faktor lain
Kebersihan tempat tidur, alatdan tenun yang kusut dan kotor serta posisi
yang kurang nyaman dapat menjadi faktor resiko terjadinya dekubitus.
7. Komplikasi Ulkus Dekubitus
Komplikasi dapat terjadi pada stadium 3 dan 4. Namun dapat juga terjadi pada
ulkus superfisial. antara lain :
a. Infeksi, sering bersifat multibakterial baik aerobik maupun anerobik
b. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteisis, osteomyelitis,
artritis septik
c. Septikemia
d. Anemia
e. Hipoalbuminemia
f. Kematian dengan angka mortalitas mencapai angka 48% (Maryunani, 2013)
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk melihat tanda-tanda terjadinya infeksi dan status nutrisi dari
pasien. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan darah lengkap, albumin, dan serum
protein. Tanda-tanda infeksi terjadi apabila terdapat peningkatan leukosit diatas
15.000/uL dan erythrocite sedimentation rate (ESR) diatas 120 mm/jam dapat
menandakan infeksi seperti osteomyelithis
b. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kerusakan jaringan yang
ditimbulkan dari tekanan eksternal.
c. Kultur jaringan
Pemeriksaan ini dilakukan hanya apabila terjadi tanda-tanda infeksi yang
persisten. Kultur bakteri dikatakan positif apabila terdapat bakteri lebih dari 105
CFU/gram pada jaringan. (Febriana, 2017)
9. Penatalaksaan
Menurut Siti Setiati, dkk. (2017) tindakan pencegahan dibagi atas :
a. Perawatan kulit
1) Bersihkan kulit dengan air hangat
2) Oleskan lotion agar kulit lembab
3) Jaga pakaian dan sprei tetap kering. Hindari kulit dari keringat dan urin.
4) Periksa kulit setiap hari, terutama kulit yang pada bagian yang menonjol.
Perhatikan adanya warna kemerahan atau perubahan temperature.
5) Pijat kulit untuk membantu sirkulasi dan kenyamanan.
b. Hindari pijat pada bagian tulang yang menonjol.
1) Usahakan pasien secara rutin dapat berpindah dari tempat tidur ke kursi, berdiri
dan berjalan. Bila pasien tidak dapat bangun dari tempat tidur atau hanya bisa
duduk di kursi roda, pasien dibantu melakukan latihan ROM (range of motion)
2) Miring ke kanan,ke kiri dan telentang minimal 2 jam sekali. Gunakan bantalan
dibawah kaki untuk menjaga agar tumit tidak bersentuhan langsung dengan kasur
atau matras.
3) Jangan mengangkat kepala terlalu tinggi dari tempat tidur, karena badan akan
“meluncur” ke bawah sehingga kulit pada punggung dan bokong akan lecet.
4) Pada pasien yang menggunakan kursi roda, lakukan pergeseran dari tumpuan
berat tubuh setiap 15 menit.
5) Gunakan bantal yang lunak untuk mengurangi tekanan pada daerah yang
menonjol.
6) Jangan memindahkan pasien dengan cara menarik dari tempat tidur.
c. Alas tempat tidur
1) Sprei, selimut dalam keadaan kering dengan permukaan rata atau halus
2) Gunakan kasur antidekubitus
d. Nutrisi dan hidrasi, asupan makanan dan cairan cukup (Setiati, 2017)

C. Konsep Asuhan Keperawatan Dekubitus


1. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, alamat, jenis kelamin (perempuan lebih beresiko mengalami
dekubitus), umur (dekubitus dapat terjadi pada usia berapapun, namun lansia dengan
umur 60 tahun keatas 2 kali lipat lebih beresiko) , agama, riwayat pendidikan,
riwayat pekerjaan pasien serta sumber pendapatan dari klien. Tanyakan dimana
pasien tinggal sekarang dan lamanya tinggal saat ini. serta penanggung jawab klien
2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan saat ini
Pada pasien dengan resiko dekubitus biasanya pasien merasakan
ketidaknyamanan pada area tulang yang menonjol disertai warna kemerahan
sebagai tanda terjadinya infeksi. Faktor pencetus biasanya dari lamanya tirah
baring. Tanyakan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan tersebut.
b. Masalah kesehatan kronis
Kaji apakah klien memiliki penyakit penyerta seperti DM, CVA, atau
fraktur.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Kaji riwayat keehatan masa lalu klien apakah menderita penyakit kronis,
apakah klien merokok atau mengonsumsi narkoba ataupun diagnosa medis seperti
fraktur panggul, stroke, diabetes, penyakit jantung, kanker maupun amputasi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah keluarga mempunyai riwayat penyakit menurun.
3) Status fisiologis
a. Pola kebiasaan sehari-hari
1. Pola nutrisi
Pada individu yang mengalami resiko dekubitus, keberlangsungan
hidup sel-sel jaringan dapat terus bergenerasi apabila terdapat keseimbangan
nutrisi baik makronutrisi maupun mikronutrisi. Pada seseorang yang
mengalami malnutrisi sangat beresiko mengalami dekubitus atau luka tekan
2. Pola eliminasi
Produksi urine biasanya dalam batas normal, tidak ada keluhan pada
sistem perkemihan namun pada beberapa kasus komplikasi dengan penyakit
penyerta seperti DM, maka produksi urine harus dikaji mulai dari frekuensi,
konsistensi, warna, serta bau feses maupun urine
3. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur dan istirahat serta persepsi terhadap
energi. Serta pada lansia umumnya mengalami gangguan tidur sebagai akibat
dari ketidaknyamanan yang dirasakan.
4. Aktifitas sehari-hari
Biasanya pada pasien beresiko tinggi dekubitus mengalami hambatan
mobilitas fisik sehingga mereka banyak menghabiskan waktunya dengan
bedrest. Kaji tingkat kemandirian pada klien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Serta keseimbangan sebagai acuan penilaian tingkat status
kesehatan pasien.
5. Personal hygine
Menggambarkan kebiasaan klien dalam mandi, menggosok gigi,
mencuci rambut serta memotong kuku. Kaji apakah pasien bersih atau tidak
serta kaji kelembaban tempat tidur yang mendorong terjadinya dekubitus.
6. Reproduksi dan seksual
Menggambarkan masalah dan kepuasan seksual

b. Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital dan status gizi
 TTV : tekanan darah, nadi , respirasi, dan suhu
 BB dan TB
 IMT
2. Pemeriksaan kepala
Meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna pada
rambut serta adanya nyeri tekan atau tidak.
3. Pemeriksaan telinga
Mencatat adanya gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan atau serumen. Pada pasien yang bedrest dengan posisi miring
maka beresiko tinggi terjadi dekubitus pada daerah daun telinga.
4. Pemeriksaan mata
Meliputi kesimetrisan, reflek pupil terhadap cahaya, keadaan
konjungtiva, serta adanya gangguan penglihatan atau tidak
5. Pemeriksaan mulut dan faring
Catat adanya sianosis dan kesimetrisan bibir . inspeksi adanya bibir
kering. Periksa apakah terdapat karies gigi.
6. Pemeriksaan leher
Inspeksi adanya pembesaran vena jugularis dan pembesaran kelenjar
7. Pemeriksaan thorax
a) Pemeriksaan paru-paru
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru. Palpasi vocal premitus,
auskultasi suara nafas dan adanya suara tambahan
b) Pemeriksaan jantung
Raba ictus cordis. Serta auskultasi batas-batas jantung
8. Pemeriksaan abdomen
Biasanya pada abdomen , bising usus mengalami penurunan karena
kondisi immobilisasi. Perkusi abdomen menjadi hipersonor jika abdomen
mengalami tegang.
9. Pemeriksaan daerah tulang belakang
Kaji apakah terdapat penonjolan pada tulang dimulai dari siku,
sakrum, trochanter, pantat, pergelangan kaki serta tumit untuk mencegah
resiko terjadinya dekubitus.
10. Pemeriksaan genetalia dan anus
Biasanya pada pasien immobilisasi terpasang kateter atau pasien
memakai pampers.
11. Pemeriksaan integument
Pengkajian meliputi seluruh area kulit termasuk kulit kepala dan
rambut serta khususnya pada bagian tulang yang menonjol yang beresiko
tinggi mengalami dekubitus. Mulai dari warna, suhu, kelembaban, tekstur
kulit, serta lesi
12. Pemeriksaan ekstremitas
Kaji adanya luka pada area yang menonjol untuk mengurangi faktor
resiko terjadinya dekubitus.
4) Status Kognitif
Pada lansia daya ingat cenderung menurun. Sehingga mudah sekali lupa akan
ingatannya.
5) Status Psikososisal dan Spiritual
a. Psikologis
Meliputi persepsi lansia terhadap proses menua nya tersebut dan harapan
terhadap proses menua tersebut.
b. Sosial
Nilai APGAR lansia pada dukungan keluarganya serta pola komunikasi
dan interaksi pada lansia
c. Spiritual
Gambaran klien terhadap nilai kepercayaannya serta konsep keyakinan
tentang kematian.
6) Pengkajian Lingkungan Tempat Tinggal
a. Kebersihan dan kerapian ruangan
b. Penerangan
c. Sirkulasi udara
d. Keadaan kamar mandi dan WC
e. Pembuangan air kotor
f. Sumber air minum
g. Pembuangan sampah
h. Sumber pencemaran
2. Analisa Data
Data fokus adalah data yang mencakup tentang perubahan-perubahan pasien
maupun respon-respon yang dialami oleh pasien mencakup status kesehatan serta hal-hal
yang mencakup tindakan yang dilakukan.
1) Data Subyektif
Data yang didapatkan dari pasien terhadap suatu keadaan dalam dirinya. Data
ini tidak bisa ditentukan oleh perawat. Meliputi persepsi, perasaan, serta ide pasien
terhadap keadaannya. Misalnya tentang perasaan lemah, kecemasan, kekuatan, mual,
dan nyeri.
2) Data Obyektif
Data yang dapat diobservasi dan diukur menggunakan panca indera
(penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya
tekanan darah, frekuensi nadi, pernafasan, edema. (Wahidah, 2019)
3. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d kerusakan integritas kulit
2) Gangguan citra tubuh b.d nyeri, kecacatan
3) Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan kulit, kurangnya personal hygine
4. Intervensi Keperawatan

5. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari perencanaan atau intervensi keperawatan
dengan tujuan mencapai sesuatu yang spesifik. Tahap implementasi dilakukan untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. (Wahidah, 2019).
6. Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan dengan formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah
evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan. Sedangkan evaluasi sumatif
adalah evaluasi yang dilakukan setelah proses asuhan keperawatan. (Mubarak, 2012).
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP (Subjektif, Objektif, Analisa, Planning).
S : hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga atau pasien secara subyektif setelah
dilakukan intervensi keperawatan.
O : hal-hal yang diobservasi oleh perawat secara obyektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan
A : analisa dari hasil yang dicapai dengan mengacu terkait pada diagnosis.
P : perencanaan yang akan datang setelah melihat respon pada pasien setelah
dilakukan intervensi keperawatan. (Wahidah, 2019)

Anda mungkin juga menyukai