Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM SWAMEDIKASI

“SEBORRHEA (DERMATITIS SEBOROIK) dan KETOMBE”

OLEH :
KELOMPOK : 3 (TIGA)
NAMA DAN NIM : ADE SOFYAN PUTRA DACHI 170101
AJUBA RAFSANJANI 170101
ALPITRI MARDIANTI 1701011184
ANNISA ROSADI 170101
BENNY ANDIKA SITINJAK 1701011081
CINDY FATIKA SARI 170101
DEBY 170101
KELAS : 4 B

LABORATORIUM FARMASI FISIK


PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan syukur kepada Allah SWT, dimana telah


melimpahkan rahmat dan karunia-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah swamedikasi yang berjudul “SEBORRHEA (DERMATITIS
SEBOROIK) dan KETOMBE”.

Dalam penyusunan makalah ini kami telah mendapatkan bimbingan,


pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak
langsung. Dengan kerendahan dan ketulusan hati, kami ucapkan terima kasih dan
maaf karena kami menyadari masih banyak kekurangan dan belum menemukan
kesempurnaan. Maka, kami menerima semua saran dan arahan guna membangun
pengembangan yang lebih lagi untuk makalah ini.

Medan, 23 Mei 2019


Kelompok III
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan
bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata ekzema untuk
menjelaskan inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari
semua bentuk ekzema adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, eczema
numular 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5%
dari penduduk.
Seborrhea biasa disebut dengan Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic
eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi
superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan
berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala,
muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dada.
Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang–kurangnya 50% pasien
HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga dermatitis seboroik,
tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis
seboroik sama dengan ketombe.
DS adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah
ditemukan pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak
paling sering pada usia di bawah 6 bulan maupun dewasa. DS dikaitkan dengan
peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea terutama pada
daerah wajah dan badan. Jamur Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan
faktor penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan
penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal
kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis
maupun karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel
Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat
mempengaruhi onset dan derajat penyakit.
1.2.Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan seborrhea atau dermatitis seboroik dan
ketombe?
b. Jelaskan tentang epidemiologi dermatitis seboroik!
c. Bagaimana gambaran klinik dari dermatitis seboroik?
d. Jelaskan penatalaksanaan untuk dermatitis seboroik dan ketombe!
e. Terapi apa saja yang dilakukan untuk dermatitis seboroik dan ketombe?
f. Bagaimana cara mencegah terjadinya dermatitis seboroik dan ketombe?

1.3.Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari seborrhea atau dermatitis seboroik dan
ketombe.
b. Untuk mengetahui tentang epidemiologi dermatitis seboroik.
c. Untuk mengetahui patogenesis dermatitis seboroik.
d. Untuk mengetahui gambaran klinik dari dermatitis seboroik.
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk dermatitis seboroik.
f. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan untuk dermatitis seboroik dan
ketombe
g. Untuk mengetahui cara mencegah terjadinya dermatitis seboroik dan
ketombe
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian
A. Seboroik atau Seborrhea
Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan kulit
berupa peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan
tempat predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar
sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga,
dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada dermatitis seboroik
didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema, serta skuama yang kering
atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai
adanya krusta.
Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit
yang didasari oleh factor konstitusi dan bertempat predileksidi tempat-tempat
seboroik. Dermatitis seboroik (DS) adalah penyakit kulit dengan peradangan
superfisialis kronis, dengan predileksi pada area seboroik, yang remisi dan
eksaserbasi.
Area seboroik yaitu bagian badan yang banyak kelenjar sebasea (kalenjar
lemak) yaitu: kepala (“Scalp”, telinga, saluran telinga, belakang telinga, leher),
muka (alis mata, kelopak mata, glabella, lipatan nasolabial, bibir, kumis, pipi,
hidung, janggut/ dagu), badan atas ( daerah presternum, daerah interskapula,
areolae mammae) dan pelipatan-pelipatan (ketiak, pelipatan bawah mammae,
umbilicus, pelipatan paha, daerah anogenital dan pelipatan pantat).
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit pada daerah yang banyak
mengandung kelenjar sebasea. Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit
inflamasi di mana telah terbukti adanya peran kolonisasi jamur Malassezia pada
kulit yang terkena. Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit yang
berlangsung kronik dan kambuhan. Dermatitis seboroik ditandai dengan
kemerahan, gatal, dan kulit bersisik, paling sering mengenai kulit kepala
(ketombe), tetapi juga dapat mengenai kulit pada bagian tubuh lainnya seperti
wajah, dada, lipatan lutut, lengan dan lipat paha.
Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal ini
terkait dengan hormon androgen milik ibunya yang masih tersisa di dalam
tubuhnya. "Itulah kenapa, lewat dari masa bayi, masalah ini akan menghilang
seiring dengan berkurangnya kadar hormon androgen. Namun, tidak semua bayi
akan mengalami dermatitis seborrheic. Jadi hanya bayi tertentu saja, terutama
yang mengalami atopik, yakni kecenderungan untuk bereaksi menyimpang
terhadap bahan-bahan yang bersifat umum. Bila reaksi menyimpang itu terjadi di
kulit kepala, maka akan timbul dermatitis seborrheic bahkan eksim. Bila
dermatitis seborrheic ini tidak ditangani secara tepat, mungkin saja akan berlanjut
menjadi infeksi. Biasanya disertai proses inflamasi atau peradangan di dalam
kulitnya. Ditandai dengan sisik yang berada di atas kulit yang kemerahan.

B. Ketombe
Ketombe atau dandruff adalah serpihan kulit kepala berwarna putih atau
keabu-abuan. Serpihan ini mudah terlihat di kepala dan berjatuhan ke bahu. Meski
ketombe tidak menular dan sangat jarang menjadi penyakit serius, memiliki
ketombe di kepala dapat menurunkan rasa percaya diri.
Ketombe disebabkan oleh pertumbuhan dan kerontokan sel kulit kepala
yang terlalu cepat. Diduga hal itu disebabkan oleh gangguan pada kelenjar
penghasil minyak di kulit kepala, yang membuatnya terlalu banyak memproduksi
minyak kulit.
Ketombe (juga disebut sindap dan kelemumur; dengan nama ilmiah
Pityriasis capitis) adalah pengelupasan kulit mati berlebihan di kulit kepala, akibat
peradangan di kulit karena adanya gangguan kelenjar minyak. Sel-sel kulit yang
mati dan terkelupas merupakan kejadian alami yang normal bila pengelupasan itu
jumlahnya sedikit.
Ketombe terbentuk ketika sel – sel kulit kepala terlalu cepat menua dan
mati yang berakibat munculnya lapisan keratin yang keras dan berminyak.
Sel sel rambut akan tumbuh dengan fase teratur, yaitu setian 24 hari sekali.
Ketika sel – sel itu mencapai kulit kepala dan telah kering kemudian menjadi sel
mati berbentuk bintik – bintik putih, maka sel tersebut akan luruh. Sel – sel mati
yang luruh biasanya yang menebabkan ketombe.

2.2. Epidemiologi
Dermatitis seboroik bisa ditemukan pada seluruh ras, dan lebih banyak
terjadi pada pria dibandingkan wanita.Hal ini mungkin disebabkan karena adanya
aktifitas kelenjar sebasea yang diatur oleh hormon androgen.
Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik
dapat menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada
umur 30 hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40 tahun. DS lebih
sering terjadi pada pria dari pada wanita. Berdasarkan pada suatu survey pada
1.116 anak–anak, dari perbandingan usia dan jenis kelamin, didapatkan prevalensi
dermatitis seboroik menyerang 10% anak laki–laki dan 9,5% pada anak
perempuan. Prevalensi semakin berkurang pada setahun berikutnya dan sedikit
menurun apabila umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan pasien (72%) terserang
minimal atau dermatitis seboroik ringan.
Pada penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), dapat
terlihat pada hampir 35% pasien Terdapat peningkatan insiden pada penyakit
Parkinson, paralisis fasial, pityriasis versicolor, cedera spinal, depresi dan yang
menerima terapi psoralen ditambah ultraviolet A (PUVA). Juga beberapa obat–
obatan neuroleptik mungkin merupakan faktor, kejadian ini sering terjadi tetapi
masih belum dibuktikan. Kondisi kronik lebih sering terjadi dan sering lebih parah
pada musim dingin yang lembab dibandingkan pada musim panas.

2.3. Etiopatogenesis
A. Seboroik atau Seborrhea
Etiologi dari penyakit ini belum terpecahkan. Faktor predisposisinya
adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya
diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Ini merupakan dermatitis yang
menyerang daerah–daerah yang mengandung banyak glandula sebasea.
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea.
Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif
selama 8-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis
seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada
usia sebelum akil balik dan insidennya mencapai puncaknya pada umur 18-40
tahun, kadang-kadang pada umur tua. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi
pada pria daripada wanita.
Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor
timbulnya dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara
kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk
memperoleh dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh
proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Pada orang yang
telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat
disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional, infeksi, atau defisiensi imun.
Bagaimanapun, beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi jamur,
defisit nutrisi, dan faktor neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini. Adanya
masalah hormonal mungkin dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada
bayi, hilang secara spontan, dan muncul kembali setelah puberitas. Pada bayi
dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan
penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun.
Berikut ini beberapa hal yang berpotensial menyebabkan dermatitis
seboroik yaitu:

 Aktivitas kelenjar sebum yang berlebihan


 Infeksi Pityrosporum ovale
 Infeksi oleh Candida atau Staphylococcus
 Hipersensitif terhadap bakeri ataupun antigen epidermal
 Kelainan neurotransmiter (mis : pada penyakit parkinson)
 Respon emosional terhadap stres atau kelelahan
 Proliferasi epidermal yang menyimpang
 Diet yang abnormal
 Obat-obatan (arsen, emas, metildopa, simetidin, dan neuroleptik)
 Faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban)
 Imunodefisiensi

B. Ketombe
Ketombe disebabkan oleh pertumbuhan dan kerontokan sel kulit kepala
yang terlalu cepat. Diduga hal itu disebabkan oleh gangguan pada kelenjar
penghasil minyak di kulit kepala, yang membuatnya terlalu banyak memproduksi
minyak kulit. Atau dapat disebabkan beberapa factor berikut :
 Kulit terlalu kering.
 Kulit terlalu berminyak.
 Terlalu sering atau terlalu jarang keramas.
 Stres.
 Penggunaan kosmetik rambut yang berlebihan atau tidak cocok.
 Konsumsi makanan berlemak secara berlebihan.
 Malassezia (jamur yang dapat menyebabkan seborrheic
dermatitisyaitu radang pada kulit).
 Psoriasis (akumulasi sel kulit mati yang membentu sisik perak yang
tebal).
 Craddle cap(seborrheic dermatitispada kulit kepala bayi).
 Dermatitis (radang kulit) akibat sensitivitas terhadap produk perawatan
rambut tertentu atau pewarna rambut
2.4. Patogenesis
Walaupun banyak teori yang disebutkan, tetapi penyebab pasti dari
dermatitis seboroik belum diketahui secara pasti. Dermatitis seboroik yang
disebabkan oleh Pityrosporum ovale berkaitan dengan reaksi imun tubuh terhadap
sel jamur di permukaan kulit maupun produk-produk metabolitnya di dalam
epidermis. Reaksi peradangan yang timbul melalui perantaraan sel langerhans dan
aktivasi limfosit T. Bila Pityrosporum ovale telah berkontak dengan serum, maka
akan dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur aktivasi langsung
maupun alternatif. Pada anak, selain Pityrosporum ovale, sering pula ditemukan
Candida albicans pada lesi-lesi kulit. Peningkatan proliferasi epidermal pada
dermatitis seboroik, menjelaskan mengapa penyakit ini cukup responsif pada
terapi dengan sitostatik.
Dermatitis seboroik adalah suatu penyakit dengan gambaran berbagai
variasi klinis. Secara garis besar gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan orang
dewasa. Pada bayi ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan
tengkuk) dan generalisata (penyakit Leiner) yang terbagi menjadi familial dan
non-familial. Sedangkan pada orang dewasa, berdasarkan daerah lesinya DS
terjadi pada kulit kepala (pitiriasis sika dan inflamasi), wajah (blefaritis marginal,
konjungtivitis, pada daerah lipatan nasolabial, area jenggot, dahi, alis), daerah
fleksura (aksilla, infra mamma, umbilicus, intergluteal, paha), badan (petaloid,
pitiriasiform) dan generalisata (eritroderma, eritroderma eksoliatif). Distribusinya
biasanya bilateral dan simetris berupa bercak ataupun plakat dengan batas yang
tidak jelas, eritema ringan dan sedang, skuama berminyak dan kekuningan.
Lesi di kulit kepala dapat bermanifestasi menjadi dua tipe:
 Pityriasis sicca : tipe yang kering,biasanya berawal dari bercak yang kecil
yang kemudian meluas ke seluruh kulit kepala berupa deskuamasi kering,
dan dengan membentuk skuama halus (ketombe).
 Pytiriasis steatoides : tipe yang basah, ditandai oleh skuama yang
berminyak disertai eritema dan akumulasi krusta yang tebal. Pada tipe
yang berat dapat disertai dengan erupsi psoriasiformis, eksudat, krusta
yang kotor serta bau yang busuk. Rambut pada tempat tersebut
mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian verteks dan frontal.
Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.
Pada anak sering dimulai dengan skuama eritem yang non eksematous
pada kulit kepala (cradle cap) atau di daerah selangkangan yang bermanifestasi
sebagai skuama kering atau bercak bulat/oval berbatas tegas dengan ukuran
bermacam-macam yang ditutupi oleh krusta berminyak berwarna coklat
kekuningan. Dimana di daerah frontal dan parietal tanpa disertai kemerahan.
Cradle Cap ini biasanya muncul dalam 3 sampai 4 minggu setelah kelahiran, dan
dapat meluas disertai eritema ke daerah wajah, dada, selangkangan dan daerah-
daerah flexural. Meskipun dermatitis seboroik pada anak memiliki ciri yang mirip
dengan dermatitis seboroik pada orang dewasa tapi jarang dengan lesi folikular.
Di daerah supra orbital, skuama berlapis tampak di alis dengan dasar yang
eritema dan gatal. Dapat terjadi marginal blepharitis bila sudut dari kelopak mata
menjadi eritem dan granular. Skuama halus berwarna merah muda kekuningan
sering menutupi kelopak mata. Lesi di bibir jarang ditemukan, tapi bila ada akan
bermanifestasi sebagai Cheilitis Eksfoliativa dimana bibir tampak menjadi kering,
kemerahan, berskuama dan pecah-pecah.

2.5. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada
penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran
histopatologi tergantung dari stadium penyakit.
Gambaran histopatologis dermatitis seboroik tidak spesifik berupa
hiperkeratosis, akantosis, fokal spongiosis dan parakeratosis. Dibedakan dengan
psoriasis yang memiliki akantosis yang regular, rete ridges yang tipis, eksositosis,
parakeratosis dan tidak dijumpai spongiosis. Neutrofil dapat dijumpai pada kedua
jenis penyakit.
Secara umum terbagi atas tiga tingkat : akut, sub akut dan kronik. Pada
akut dan sub akut, terdapat sedikit infiltrat perivaskuler berupa limfosit dan
histiosit, ada spongiosis dan hiperplasia psoriasiformis. Dapat pula ditemukan
folikel yang tersumbat oleh proses ortokeratosis dan parakeratosis ataupun oleh
krusta-skuama yang mengandung neutropil yang menutupi ostium folikularis.
Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada
korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS
akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit
dalam jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga
sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang
menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil
pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada
dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS
kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari
gambaran yang telah disebutkan di atas yang hampir sama dengan gambaran
psoriasis.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:
 Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan
tinea kapitis maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.
 Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik.
 Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki
karakteristik yang khas yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida
dan parafin disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax
ester.
2.6. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
riwayat penyakit, gambaran klinis maupun hasil dari pemeriksaan penunjang. Dari
riwayat didapatkan bahwa dermatitis ini terjadi pada bayi terutama yang berusia 1
bulan, tampak sebagai peradangan yang mengenai kulit kepala dan lipatan-lipatan
intertriginosa yang disertai skuama berminyak dan krusta. Daerah-daerah lain
seperti seperti bagian tengah wajah, dada dan leher juga dapat terkena. Pada kasus
yang berat sering didapatkan bercak-bercak kemerahan berlapis dan tidak gatal di
wajah, badan dan tungkai.
Penegakkan diagnosis lainnya dapat dilakukan berdasarkan:
1. Karakteristik skuamanya khas. Kulit kepala di daerah frontal dan parietal
akan ditutupi dengan krusta yang berminyak, tebal dan sering dengan
fissura ( crusta lactea / milk crust, cradle cap ). Rambut tidak rontok dan
peradangan jarang. Dalam perjalanannya, kemerahan semakin meningkat
dan daerah dengan skuama akan membentuk bercak eritem yang jelas dan
diatasnya dilapisi skuama berminyak. Dapat terjadi perluasan hingga ke
frontal melampaui daerah yang berambut. Lipatan retroaurikular, daun
telinga dan leher juga sangat mungkin terkena. Otitis eksterna, dermatitis
intertriginosa maupun infeksi-infeksi oportunistik dari C. albicans, S.
aureus, dan bakteri-bakteri lainnya, sering muncul bersama-sama dengan
dermatitis seboroik.
2. Pemeriksaan histopatologi: gambaran dermatitis kronis, spongiosis lebih
jelas. Pada epidermis dapat ditemukan parakeratosis fokal dengan abses
Munro. Pada dermis terdapat pelebaran ujung pembuluh darah di puncak
stratum papilaris disertai sebukan sel-sel neutrofil dan monosit.
3. Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia.
4. Pemeriksaan lampu Wood: fluoresen negatif (warna violet).
2.7. Penatalaksanaan
Dermatitis seboroik pada anak biasanya sembuh sendiri secara spontan
dalam 6 hingga 12 bulan dan cenderung tidak rekuren hingga mencapai usia
pubertas. Secara umum, terapi bekerja dengan prinsip mengkontrol, bukan
menyembuhkan, yakni dengan membersihkan dan menghilangkan skuama dan
krusta, menghambat kolonisasi jamur, mengkontrol infeksi sekunder dan
mengurangi eritema dan gatal.
Khusus untuk perawatan kulit kepala dapat dilakukan berbagai terapi:
skuama dihilangkan menggunakan sisir yang lembut khusus untuk bayi,
pembersihan krusta menggunakan larutan asam salisilat 3-5% dalam minyak
zaitun ataupun pelarut air, pengkompresan kulit kepala dengan minyak zaitun
hangat (untuk skuama yang tebal), pengolesan kortikosteroid berpotensi rendah
(hidrokortison 1%) dalam bentuk krim atau lotion dalam beberapa hari,
penggunaan sampo ringan khusus untuk bayi, dan perawatan kulit kepala bayi
lainnya yang cocok menggunakan emolien, krim ataupun pasta lembut. Bila ada
infeksi sekunder khususnya yang disebabkan oleh staphylococcus, dapat diberikan
anti biotik oral.
Untuk dermatitis seboroik yang berlangsung sangat lama dan penggunaan
steroid telah memberikan efek samping yang merugikan, pertimbangan
menggunakan obat-obatan lain yang efektif terus dilakukan. Beberapa preparat
seperti tacrolimus, pimecrolimus dan inhibitor calcineurin yang efektif pada
pengobatan dermatitis atopik, ternyata juga efektif diberikan untuk mengatasi
penyakit dengan inflamasi lainnya, termasuk dermatitis seboroik.(10,13)
Sementara metronidazole, dilaporkan cukup efektif dalam terapi dermatitis
seboroik sebagai pengganti ketokonazole.

Terapi Farmakologi
A. Seboroik atau Seborrhae
Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan
keratolitik dan sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti
jamur, mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal dengan
steroid topikal. Pasien harus diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik
dan sering kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stres emosional,
makanan berlemak, dan sebagainya.
Terapi dermatitis seboroik dapat meliputi:
1. Umum
Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan
keratolitik dan sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan
pengobatan anti jamur, mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi
eritema dan gatal dengan steroid topikal. Pasien harus diberitahu bahwa
penyakit ini berlangsung kronik dan sering kambuh. Harus dihindari faktor
pencetus, seperti stres emosional, makanan berlemak, dan sebagainya.
Perawatan rambut, dicuci dan dibersihkan dengan shampoo.
2. Khusus
a) Sistemik
 Antihistamin H1 sebagai penenang dan anti gatal.
 Vitamin B kompleks.
 Kortikosteroid oral dapat menurunkan insiden dermatitis seboroik.
Misalnya Prednison 20-30 mg sehari untuk bentuk berat. Jika telah
ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan.
 Antibiotik seperti penisilin, eritromisin pada infeksi sekunder
(dermatitis seboroik).
 Preparat azol akhir-akhir ini sangat berpengaruh terhadap P. Ovale,
juga dapat memengaruhi berat ringannya dermatitis seboroik.
Misalnya Ketokonazol 200 mg per hari.
 Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya
mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut
dapat dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan
produksi sebum. Dosisnya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari,
perbaikan tampak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis
pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang
ternyata efektif untuk mengontrol penyakitnya.
 Narrow band UVB (TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah
pemberian terapi 3 x seminggu selama 8 minggu, sebagian besar
penderita mengalami perbaikan.
b) Topikal
Pengobatan topikal dapat mengontrol dermatitis seboroik dan
dandruff kronik pada stadium awal. Terapi yang dapat digunakan,
contohnya fluocinolone, topikal steroid solution. Pada orang dewasa
dengan DS dalam keadaan tertentu menggunakan steroid topikal satu atau
dua kali seminggu, di samping penggunaan sampo yang mengandung
sulfur atau asam salisil dan selenium sulfide 2%, 2 – 3 kali seminggu
selama 5 – 10 menit. Atau dapat diberikan sampo yang mengandung
sulfur, asam salisil, zing pirition 1 – 2 %. Steroid topikal potensi rendah
dapat efektif mengobati DS pada bayi dan dewasa pada daerah fleksura
maupun DS recalcitrant persistent pada dewasa. Topikal golongan azol
dapat dikombinasikan dengan regimen desonide (satu dosis per hari
selama dua minggu) untuk terapi pada wajah. Dapat juga diberikan salap
yang mengandung asam salisil 2%, sulfur 4% dan ter 2%. Pada bayi dapat
diberikan asam salisil 3% - 5% dalam minyak mineral.
c) Obat Alternatif
Terapi alami saat ini menjadi semakin populer. Tea tree oil
(Melaleuca oil) adalah minyak esensial yang berasal dari Australia. Terapi
ini dapat efektif bila digunakan setip hari dalam bentuk sampo 5 %.

B. Ketombe
Jika jenis sampo biasa gagal, gunakan sampo atau krim anti ketombe yang
dapat dibeli bebas di toko atau apotek.
 Sampo anti ketombe Kandungan sampo yang dapat membantu mengatasi
ketombe yaitu tar, asam salisilat, zinc, selenium sulfida, dan ketokonazol.
Sampo ini dapat digunakan sepanjang waktu atau hanya 1 atau 2 kali
seminggu, tergantung keparahan gejalanya. Jika salah satu sampo tersebut
hanya bekerja sementara kemudian ketombe tetap muncul, maka gantilah
dengan yang lain. Pastikan juga biarkan sampo selama setidaknya 5 menit
agar zat aktif dapat bekerja optimal sebelum dibilas.

 KrimTerdapat pengobatan tambahan dengan dua tipe krim untuk


mengurangi ketombe yaitu krim kortison dan krim antijamur.

ZAT BERKHASIAT/ OBAT KETOMBE


1. Shampo yang mengandung Selenium sulfid/ Zinc pirithone
Bekerja dengan memperlambat kematian sel kulit dan dapat mengurangi
jamur malassezia. Sampo jenis ini dapat melunturkan rambut yang
diwarnai, jadi pastikan untuk menggunakannya sesuai petunjuk dan bilas
dengan baik setelah keramas.
Aturan pakai:
 Gunakan 5-10ml, dipijat dan dibiarkan 2-3 menit kemudian dibilas. Ulangi
pemakaian sekalilagi.
 Digunakan 2-3x seminggu dan kemudian dilanjutkan dengan 1x seminggu.
2. Shampo yang mengandung Mundidone (Povidon iodin 4%)
Merupakan antiseptik germisida yang berspektrum luas dan efektif
terhadap bakteri, jamur, protozoa dan ragi.
Cara pakai:
 Untuk ketombe berlebih, gunakan 2 kali seminggu sampai ketombe hilang.
 Untuk mencegah ketombe, gunakan 1x seminggu secara rutin.
Peringatan:
Hentikan pengobatan jika timbul iritasi lokal. Hanya untuk pemakaian
luar.
3. Shampo yang mengandung sulfur
Sulfur mempunya efek germisida, fungisida, parasitisida dan juga efek
keratolitik.
Cara pakai: Basahi rambut, oleskan sampo secukupnya. Gosok0gosokkan
hingga berbusa. Pijat kulit kepala selama 1-2 menit, kemudian bilaslah
dengan air sampai bersih.
4. Resorsinol
Resorsinol memiliki efek anti bakteri, antijamur, anti iritan lokal dan
keratolitik.
Bentuk sediaan:
 Salep dengan kadar resorinol 1-2%
 Lotion (cairan)
Cara pakai: Dioleskan pada kulit rambut
Terapi Non-Farmakologi
A. Seboroik atau Seborrheae
Bila dermatitis seborrheic maupun infeksi ringworm sudah dalam kondisi
yang parah, segeralah minta bantuan ahli untuk mengatasinya. Pengobatan-
pengobatan yang dilakukan oleh dokter kulit misalnya, sangat diperlukan untuk
penanganan yang efektif. Namun, meskipun pertolongan ahli sangat diperlukan,
ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan sendiri untuk penyembuhan yang
lebih maksimal:
1. Umumnya anak yang berbakat atopik di kepala akan mengalami "ketombean"
yang lebih parah kalau cuaca sedang panas. Soalnya di saat seperti ini
aktivitas kelenjar androgennya akan meningkat. Usahakan meminimalisir
suasana tidak nyaman tersebut, misalnya dengan memakai payung bila keluar
rumah, menghindari ruangan yang pengap, menghindari baju yang tebal, dan
sebagainya. Sangat baik bila kita bisa menyediakan ruangan ber-AC untuk
anak.
2. Sebaiknya, jangan mengangkat sisik di kepala anak sebelum ada perintah
dokter. Dikhawatirkan akan terjadi infeksi. Mungkin saja alat yang digunakan
tidak steril. Bila infeksi terjadi, maka bisa lebih berbahaya. Dokter akan
memberikan obat bila sisik di kepala anak terlihat banyak dan harus diangkat.
Selain itu, terutama pada bayi, obat tersebut biasanya dicampur dengan
minyak agar mudah mengenai kulit kepala.
3. Penggunaan sampo bisa saja dilakukan karena sampo merupakan produk
yang dibuat khusus untuk membersihkan kulit kepala dari kotoran. Namun
hati-hati, gunakan sampo yang betul-betul diperuntukkan bagi anak, bukan
untuk orang dewasa. Sampo untuk orang dewasa umumnya mengandung
bahan sulfaktan, bahan pewangi, pengawet, dan sebagainya yang bisa
mengiritasi kulit dan mata. Sedangkan sampo bayi sengaja tidak mendapat
tambahan bahan-bahan yang bakal membahayakannya. Sampo tersebut harus
lembut karena fungsi kelenjar kulit pada bayi dan anak belum bekerja secara
sempurna.
4. Banyak anak yang aktif di luar rumah sehingga banyak mengeluarkan
keringat dan membuat kepalanya bau. Bila ingin menggunakan sampo setiap
hari, pilih sampo jenis mild.
5. Untuk ketombe yang disebabkan jamur, kita bisa menanganinya dengan
mengontrol populasi jamur. Kita bisa mencuci rambut anak setiap hari dan
pijatlah kulit kepala dengan sampo secara perlahan karena akan
menghilangkan jamur lewat serpihan kulit yang lepas.
6. Pada kasus karena infeksi ringworm, pengobatan tidak selalu harus dilakukan
oleh dokter. Kita bisa menggunakan obat antijamur yang bisa didapat di
apotek. Carilah produk-produk yang mengandung 2% clotrimezol. Pada
beberapa anak yang sensitif dengan produk krim, oleskan sedikit saja. Namun
jika terjadi ruam, cobalah konsultasikan pada dokter untuk mendapatkan
alternatif pengobatan yang lain.
7. Biasakan untuk selalu mencuci tangan sesudah menyentuh kulit kepala anak
yang terkena infeksi. Hal ini dilakukan untuk menghindari penularan lebih
lanjut.

i. Ketombe
Terapi non-farmakologi yang biasanya di lakukan pada kulit kepala yang
berketombe yaitu :
 Bersihkan kulit kepala dengan sampo yang lembut untuk menurunkan
kadar minyak pada kulit kepala.
 Hindari meminjamkan sisir pada orang lain dan begitu pula sebaliknya.
 Jaga barang-barang pribadi agar senantiasa dalam keadaan bersih, seperti
sisir, handuk dansarungbantal.
 Jaga agar kulit kepala dan rambu ttetap bersih. Cucilah rambut secara
teratur dan lakukan pemijatan pada kulit kepala.
 Kurangi makan makanan yang berminyak dan berlemak serta
memperbanyak makanan yang mengandung zinc(seng).
 Batasi konsumsi makanan tinggi gula, pedas, atau mengandung banyak
garam.
 Batasi penggunaan produk perawatan rambut, seperti gel dan hairspray.
 Kelola stres dengan baik.
 Mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin B, seperti telur, keju,
dan ikan.

Pada bayi, ketombe diistilahkan dengan nama cradle cap, yang membuat
kulit kepala bayi menjadi bersisik. Keadaan ini dapat dialami oleh bayi yang baru
lahir dan dapat menghilang dengan sendirinya ketika bayi mulai memasuki usia 1
tahun. Oleh karena itu, cradle cap tidak membutuhkan penanganan khusus.

2.10.Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
 Hindari rangsangan gesek, lebih berhati-hati menggunakan sabun dan
handuk.
 Hindari sabun yang beraroma
 Gunakan sabun yang tinggi kadar minyaknya
 Hindari makanan pemicu radang gatal, batasi makanan berprotein tinggi
 Mandi dengan air hangat cenderung dingin jangan air panas
 Hindari gosokan alkohol pada kulit yang meradang
 Hindari kontak langsung dengan bahan/senyawa penyebab alergi, bila bisa
ditemukan
 Menggunakan krim pelembab (moisturiser). Krim pelembab dapat
digunakan sesering mungkin
 Menggunakan moisturiser atau bath oil untuk mandi
 Menghindari faktor-faktor di lingkungan yang memicu atau memperparah
eksema, misalnya:
o Mainan, air liur, atau makanan di sekitar mulut
o Bahan seperti wol aau pelapis cat seat
o Detergen, sabun, bubble bath, antiseptik
o Kontak dengan bulu hewan
 Mengatasi gatal. Garukan akan memperparah eksema dan berisiko
menyebabkan infeksi.
Beberapa cara untuk mengatasi gatal dan garukan:
 Mengalihkan perhatian anak saat ia mengaruk
 Menghindari kondisi yang terlalu hangat untuk anak
 Menggunakan krim pelembab (yang ditaruh di kulkas sebelumnya)
sebelum tidur
 Memakaikan sarung tangan pada anak saat tidur
 Jika perlu, berikan obat yang diresepkan dokter untuk mengurangi gatal di
malam hari
 Selalu memotong pendek kuku anak
 Jika gatal sangat berat, kompres dingin dan teknik balut basah dapat
digunakan untuk membantu anak tidur.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan kulit
berupa peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan
tempat predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar
sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga,
dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea.
Pada dermatitis seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem,
edema, serta skuama yang kering atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan
dalam berbagai ukuran disertai adanya krusta.
Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal ini
terkait dengan hormon androgen milik ibunya yang masih tersisa di dalam
tubuhnya. "Itulah kenapa, lewat dari masa bayi, masalah ini akan menghilang
seiring dengan berkurangnya kadar hormon androgen. Namun, tidak semua bayi
akan mengalami dermatitis seborrheic. Jadi hanya bayi tertentu saja, terutama
yang mengalami atopik, yakni kecenderungan untuk bereaksi menyimpang
terhadap bahan-bahan yang bersifat umum.
Bila reaksi menyimpang itu terjadi di kulit kepala, maka akan timbul
/dermatitis seborrheic/ bahkan eksim. Bila dermatitis seborrheic ini tidak
ditangani secara tepat, mungkin saja akan berlanjut menjadi infeksi. Biasanya
disertai proses inflamasi atau peradangan di dalam kulitnya. Ditandai dengan sisik
yang berada di atas kulit yang kemerahan.
Dermatitis seboroik pada anak memiliki prognosis yang baik. Dapat
sembuh sendiri secara spontan dalam 6 hingga 12 bulan dan mungkin dapat
timbul kembali saat memasuki usia pubertas. Meskipun demikian, bila terkena
dermatitis seboroik pada saat kanak-kanak, bukan berarti memiliki indikasi akan
terkena dermatitis seboroik tipe dewasa suatu saat nanti.
3.2 Saran
Diperlukan suatu pemahaman yang baik agar tidak salah dalam memahami
tentang seborrhea atau dermatitis seboroik, khususnya mengenai definisi,
epidemiologi, etiopatogenesis, patogenesis, gambaran klinik, pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan, diagnosis banding, penegakkan diagnosis,
penatalaksanaan, terapi, kiat mengatasi, cara mencegah, dan pragnosis dari
dermatitis seboroik.
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda Adhi, Budimulja Unandar, “Dermatitis Seboroik” dan “Tinea Kapitis”,


dalam Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Ketiga, Hal 93-95, 183-185,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2002.

Suparlan, A., G., dkk, “Kandidiasis”, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi,
LAB/ UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, RSUD Dokter Soetomo,
Hal 15-18, Surabaya, 1994.

Siregar, R., S., “Dermatitis Seboroika”, dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit
Kulit, Edisi Kedua, Hal 104-106, Balai Penerbit EGC, Jakarta, 2002.

Anda mungkin juga menyukai