BLOK UROGENITAL
Oleh: Kelompok 2
Anggota:
Ayuma Laila Fauza (200701110005)
Aridin Gustaf (200701110008)
Ainul Fardiah Sumatika (200701110031)
Luqiyatun Nadlifah (200701110032)
Ahmad Taufiqurrohman (200701110033)
2
SKENARIO
Seorang pasien wanita, 53 tahun, datang ke poli umum RS dengan keluhan sesak napas,
pruritus, dan pitting edema ekstremitas bilateral. Pasien juga 2 minggu ini kencingnya
sangat sedikit, bahkan pernah dalam sehari tidak kencing sama sekali, disertai dengan
rasa lesu dan letih. Tekanan darahnya adalah 165/92 mmHg, denyut jantung 94 denyut per
menit (laju dan irama teratur), dan pernapasan 26 kali per menit. Tingginya 5 kaki 3 inci
dan berat badan 90 kg. Pasien memiliki riwayat diabetes tipe 2, hipertensi, dan
hiperlipidemia selama 17 tahun dan riwayat merokok selama 35 tahun.
3
BAB I
1.1 Identifikasi Kata Sulit
1. Ronki: merupakan bunyi napas tambahan yang dihasilkan dari gerakan mucus yang
bersentuhan dengan udara → ronki
2. Wheezing: suara pernapasan berfrekuensi tinggi yang nyaring yang terdengar saat
akhir ekspirasi atau menghembuskan napas. Disebabkan karena penyempitan saluran
napas
8. Kreatinin: Zat sisa hasil metabolisme otot selama beraktivitas. disekresikan oleh ginjal
dan dikeluarkan oleh urine.
9. Distensi vena jugularis: terlihatnya denyutan vena jugularis yang ada di leher tanda
peningkatan dari vena sentral dimana vena sentral adalah tekanan darah yang
memompa darah yang kembali ke jantung kemudian paru-paru dan seluruh tubuh.
11. Ikterik: merupakan suatu perubahan pada sklera, membran mukosa atau kulit. berupa
perubahan warna menjadi kekuningan akibat dari peningkatan kadar bilirubin.
4
12. Albumin: protein yang ada pada plasma darah yang diproduksi oleh hati yang
berfungsi untuk membawa hormon, enzim ke seluruh tubuh. Berfungsi untuk
mempertahankan tekanan dalam pembuluh darah.
13. GFR: Glomerolous Filtration Rate/ kemampuan ginjal untuk memfiltrasi zat sisa
metabolisme. Digunakan untuk menentukan stadium penyakit pada ginjal. Nilai norma
di >60 mg/dL apabila turun maka ada kemungkinan gangguan fungsi atau kerja ginjal.
GFR=konsentrasi urin*aliran urin/konsentrasi plasma
14. Shifting dullness: salah satu pemeriksaan asites dengan melakukan perkusi dari daerah
midabdomen ke arah lateral untuk mengidentifikasi bunyi redup dan timpani rongga
abdomen.
16. BU: Bising usus → auskultasi abdomen untuk menilai apakah ada obstruksi ileus.
normalnya 5-30 kali per menit pada orang dewasa. dapat didengarkan di area sekitar
pusar.
17. Plasma parathyroid hormon: Kadar parathyroid hormon yang larut dalam darah.
18. LDL dan HDL: LDL adalah kolesterol jahat merupakan salah satu penyebab utama
pembentukan ateroma. HDL → kolesterol baik untuk mencegah penyumbatan
pembuluh darah akibat penumpukan plak oleh kolesterol. LDL normal<100 HDL
normal >40.
2. Mengapa pasien mengeluhkan sesak napas, pruritus dan pitting edema ekstremitas
bilateral?
3. Apa Hubungan pruritus yang dialami pasien dengan keluhan yang jarang atau bahkan
tidak kencing selama 2 minggu terakhir?
5
4. Mengapa pasien juga 2 minggu ini mengeluhkan kencingnya sedikit bahkan pernah
dalam sehari tidak kencing serta merasa lesu dan letih?
5. Apa hubungan riwayat penyakit DM tipe 2 dan hipertensi dengan keluhan yang saat
ini pasien rasakan?
6. Apa hubungan riwayat hiperlipidemia pada pasien dengan keluhan yang dirasakan
pasien saat ini?
7. Apa hubungan riwayat merokok pasien dengan keluhan yang dirasakan saat ini?
10. Apa Wdx dan Ddx yang sesuai dengan skenario diatas
6
BAB II
2.1 Brainstorming
1. Apa hubungan usia dan jenis kelamin pasien dengan keluhan yang dialami
pasien?
● Tidak ada hubungan secara langsung antara usia dan jenis kelamin dengan
keluhan yang dialami pasien
● Jika dilihat dari GFR seiring pertambahan usia terjadi penurunan progresif
2. Mengapa pasien mengeluhkan sesak napas, pruritus dan pitting edema ekstremitas
bilateral?
7
● Lesu dan letih : krn Hb yang mengalami penurunan. Ginjal mengeluarkan
eritropoietin yang dikeluarkan sedikit sehingga eritrosit pada pasien juga sedikit
→ Hb turun → anemia→ pasien letih dan lesu
● Infeksi saluran kemih → kesulitan BAK → krn saluran urine yang mebengkak
4. Apa hubungan riwayat penyakit DM tipe 2 dan hipertensi dengan keluhan yang
saat ini pasien rasakan?
● Hipertensi: kerusakan pada arteri yang disebabkan krn aliran darah yang tinggi
dan tidak terkontrol dapat menyebabkan penyempitan dan kebocoran pada
pembuluh darah. Sehingga nutrisi untuk nefron tidak ada → gangguan fungsi
ginjal. Pada hipertensi perfusi oksigen ke sel ginjal berkurang
5. Apa hubungan riwayat hiperlipidemia pada pasien dengan keluhan yang dirasakan
pasien saat ini?
6. Apa hubungan riwayat merokok pasien dengan keluhan yang dirasakan saat ini?
● Merokok: salah satu faktor risiko GGK, semakin lama merokok maka jumlah
rokok yang dihisap juga semakin banyak. rokok mengandung zat nikotin
dimana akan terdistribusi ke seluruh tubuh dan akan terjadi metabolisme di hati
serta ginjal. apabila nikotin di filtrasi di ginjal → meningkatkan kerja ginjal
melebihi batas normal → dapat menurunkan laju GFR
8
● Mekanisme hemodinamik: nikotin mengaktifkan sistem saraf simpatis→
mengecilkan pembuluh darah→ akan menyebabkan peningkatan tekanan darah
dan frekuensi dari denyut jantung
PEMERIKSAAN TTV
Penyebab hipertensi:
PEMERIKSAAN FISIK
10
8. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien?
● Kreatinin: meningkat
Karena penurunan GFR → kreatinin tidak bisa dibuang ke urine→ Urine plasma
meningkat
● GFR: menurun
● HbA1c: meningkat
11
● LDL: meningkat
● ACR: meningkat
Zat sisa metabolisme yang tidak dapat dikeluarkan oleh tubuh→ karena GFR
turun atau gangguan fungsi ginjal → kadar rasio albumin kreatinin meningkat
di darah
Perbedaan dilihat dari perbedaan penurunan GFR. pada AKD penurunan GFR
tidak sebesar penurunan pada GGK, lalu dilihat dari onset waktunya pada AKD
mendadak.
12
2.2 Peta Masalah
13
2.3 Learning Objective
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Definisi dan GGK
10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi dan prognosis GGK
11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan KIE dan pencegahan GGK
12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan integrasi islam yang berkaitan dengan
skenario.
14
BAB III
3.1 Tinjauan Pustaka
1. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai Definisi dan Klasifikasi GGK
A. Definisi
Setiap hari kedua ginjal menyaring sekitar 120- 150 liter darah dan
menghasilkan sekitar 1-2 liter urin. Tiap ginjal tersusun dari sekitar sejuta unit
penyaring yang disebut nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus.
Glomerulus menyaring cairan dan limbah untuk dikeluarkan serta mencegah
keluarnya sel darah dan molekul besar yang sebagian besar berupa protein.
Selanjutnya melewati tubulus yang mengambil kembali mineral yang dibutuhkan
tubuh dan membuang limbahnya. Ginjal juga menghasilkan enzim renin yang
menjaga tekanan darah dan kadar garam, hormon erythropoietin yang merangsang
sumsum tulang memproduksi sel darah merah, serta menghasilkan bentuk aktif
vitamin D yang dibutuhkan untuk kesehatan tulang (Gliselda, 2021). Gagal ginjal
adalah suatu keadaan penurunan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal
tidak mampu membuang sampah zat sisa metabolik tubuh atau melakukan
fungsinya. Zat yang biasanya di eliminasi di urine menumpuk dalam cairan tubuh
akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin,
metabolik, cairan, elektrolit serta asam basa (Mait, 2021).
15
B. Klasifikasi GGK
AER ACR
Kategori Keterangan
(mg/24 jam) (mg/mmol) (mg/g)
A1 < 30 <3 < 30 Peningkatan normal-ringan
A2 30 - 300 3 - 30 30 - 300 Peningkatan sedang
A3 > 300 > 30 > 300 Peningkatan berat
Catatan: AER (Albumin Excretion Rate); ACR (Albumin-to-Creatinine Ratio)
16
Dengan mengkombinasikan kedua kriteria diatas dapat dimasukkan ke
cross-table untuk mengetahui resiko referral untuk pasien ginjal kronis dan urgensi
penanganan penyakit ginjal kronis. Cross table untuk referral dapat dilihat pada
gambar berikut:
17
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Etiologi GGK
Penyebab tersering penyakit ginjal kronis yang diketahui adalah diabetes
melitus, selanjutnya diikuti oleh tekanan darah tinggi dan glomerulonephritis.
Penyebab lainnya dapat berupa idiopatik (belum diketahui penyebabnya). Namun
penyebab-penyebab dari penyakit ginjal kronis dapat diklasifikasikan berdasarkan
anatomi ginjal yang terlibat:
Penyakit ginjal kronis juga dapat idiopatik yang mempunyai gejala yang berupa
penuruhnan aliran darah ke ginjal yang menyebabkan sel ginjal menjadi nekrosis
(Hasetidyatami & Wikanda, 2019).
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Epidemiologi GGK
Angka prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia pada tahun 2018 cukup
tinggi yaitu mencapai 3.8 permil populasi Indonesia menderita penyakit ginjal kronis
yang terdiagnosis dokter. Angka ini lebih tinggi dibandingkan prevalensi penyakit
ginjal kronis pada tahun 2013 yaitu 2 permil di seluruh Indonesia. Prevalensi tertinggi
terdapat pada provinsi Kalimantan utara yaitu sebanyak 6.4 permil sedangkan
prevalensi terendah di Indonesia terdapat pada provinsi Sulaswesi Barat pada angka 1.8
permil. Penderita penyakit ginjal kronis tersering berada pada umur 65-74 tahun, lebih
banyak terjadi pada laki-laki. Persentase penderita penyakit ginjal kronis yang sedang
menjalani hemodialisa di Indonesia juga cukup rendah dimana hanya 19.3% penderita
penyakit ginjal kronis menjalani terapi hemodialisa
18
Di dunia, sebanyak 1 dari 10 orang mempunyai penyakit ginjal kronis. Daerah-
daerah seperti Afrika, Amerika, Asia Selatan, dan Asia Tenggara merupakan daerah
yang paling sering ditemukannya penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis
merupakan penyebab dari 956.000 kematian di seluruh dunia pada tahun 2013. Pada
tahun 2016, Penyakit ginjal kronis terdapat pada sekitar 753 juta orang di seluruh dunia
yang meliputi 336 juta pada pasien laki-laki dan 417 juta pada pasien perempuan. Di
seluruh dunia terdapat 1,2 juta kematian per tahun akibat penyakit ginjal kronis,
Penyebab tersering penyakit ginjal kronis adalah Hipertensi pada 550 ribu pasien,
diabetes melitus pada 418 ribu pasien, dan glomerulonephritis pada 238 ribu pasien.
19
berkurang, jumlah kasus baru terkait dengan diabetes, hipertensi, dan arteriosclerosis
semakin banyak.
Berdasarkan survei statistik yang dilakukan oleh the Japanese Society for
Dialisis Therapy untuk tahun 2008 (disebut sebagai Survei 2008), total jumlah pasien
yang menjalani pengobatan dialisis lebih daripada 282.000 pada 31 Desember 2008.
Seperti yang tampak dari grafik, jumlah pasien dialisis telah semakin meningkat secara
konsisten tahun demi tahun, dengan tidak adanya penurunan. Terdapat sekitar 37.000
pasien dialisis baru setiap tahun. Penyakit primer tersering yang bertanggung jawab
terhadap terjadinya stadium akhir penyakit ginjal adalah diabetes nephropati
glomerulonefritis kronik, nefrosklerosis, penyakit ginjal polikistik, dan
glomerulonefritis yang cepat progresif (dengan urutan menurun).
Gagal ginjal kronik diperkirakan mempengaruhi antara 1.9 juta dan 2.3 juta
orang Kanada. Ini merupakan masalah kesehatan masyarakat utama. Gagal ginjal
kronik sering terjadi bersama dengan penyakit kardiovaskular dan diabetes dan diakui
sebagai faktor risiko untuk semua penyebab mortalitas dan penyakit kardiovaskular.
20
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Faktor Risiko GGK
Faktor risiko Gagal ginjal kronis ialah pasien dengan riwayat hipertensi, riwayat
asam urat, riwayat diabetes melitus, dengan lama menderita riwayat penyakit ≥10
tahun, penggunaan obat yang tidak teratur selama menderita riwayat penyakit dahulu,
serta penggunaan obat penghilang nyeri. Faktor risiko lain terdapat pada pola hidup
pasien yang meliputi kebiasaan merokok, konsumsi daging, konsumsi kopi, konsumsi
kandungan garam tinggi, konsumsi gula berlebihan, kurang tidur dan kurang olahraga.
Keadaan hiperglikemia yang lama akan berakibat buruk pada ginjal dan dapat
menyebabkan terjadinya fibrosis dan inflamasi pada glomerulus dan tubulus. Kondisi
ini menyebabkan percepatan kerusakan fungsi ginjal.
Hasil penelitian berdasakan pola hidup pada pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK)
menunjukkan bahwa 88% pasien sering mengkonsumsi daging. kandungan yang
21
terdapat dalam daging adalah kandungan kadar purin. Purin merupakan senyawa yang
di rombak menjadi asam urat dalam tubuh. Oleh karena itu, makanan yang mengandung
tinggi purin seharusnya dihindari. Faktor risiko berikutnya adalah pada pasien dengan
riwayat perokok aktif yaitu sebesar 52% atau sebanyak 26 pasien.Merokok juga
berhubungan dengan terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi. Nikotin yang
terkandung dalam rokok akan menyebabkan peningkatan tekanan darah karena nikotin
akan diserap pembulu darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah
hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin). Pasien dengan riwayat
mengkonsumsi makanan dengan kandungan garam tinggi sebesar 60%. Garam
berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah tinggi gangguan pembuluh darah ini
hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika asupan
garam kurang dari 3 gram sehari prevalensi hipertensi presentasinya rendah, tetapi jika
asupan garam 5-15 gram perhari, akan meningkat prevalensinya 15-20%
(Wiryowidagdo, 2002). Hasil penelitian selanjutnya menunjukan bahwa 42 pasien
(84%) tidak melakukan olahraga secara teratur. Kurangnya olahraga dapat berisiko
terjadinya peningkatan tekanan darah, Manfaat olah raga yang sering disebut olah raga
isotonik seperti jalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu meredam
hipertensi. Pada olah raga isotonik mampu menyusutkan hormone noradrenalin dan
hormone – hormone lain penyebab naiknya tekanan darah ( Ariani, 2016). Hasil
penelitian menunjukan bahwa pasien dengan riwayat sering mengkonsumsi kopi
terdapat 31 pasien (62%). Kafein merupakan kandungan terbesar dalam kopi yang
memiliki efek terhadap tekanan darah secara akut, terutama pada penderita hipertensi.
Pola hidup selanjutnya ialah sering mengkonsumsi makanan dan minuman dengan
kandungan gula tinggi terdapat sebanyak 38 pasien (76%). Mengkonsumsi gula secara
berlebihan akan mengakibatkan penyakit diabetes melitus, penyakit diabetes melitus
merupakan penyakit degeneratif
5. Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi ISK
● Jumlah urin (kemih) berkurang atau tidak ada urin. Jumlah urin < 500 ml/24
jam atau < 20 ml/KgBB/jam pada orang dewasa dan <1 ml/KgBB/jam pada
anak-anak, walaupun jumlah air yang diminum dalam jumlah yang
wajar/normal. Jumlah urin dapat berkurang walaupun jumlah air yang diminum
masih wajar/normal disebabkan karena adanya kerusakan fungsi ginjal, ketika
ini terjadi maka akan ada akumulasi cairan dalam tubuh (fluid accumulation)
yang berakibat pada adanya backflow dan kemudian menjadi shortness of
breath (sesak nafas), nafas berat, mudah sesak bila banyak minum atau
melakukan kerja berat.
● Kelebihan cairan disebabkan karena adanya akan terjadi retensi natrium dan
cairan yang disebabkan oleh penurunan LFG, kemudian hal tersebut akan
23
berakibat pada terjadinya peningkatan tekanan kapiler dan volume interstisial
yang menyebabkan edema pada ekstremitas.
● Urea seharusnya dikeluarkan dari dalam tubuh, karena adanya kerusakan ginjal,
maka kadar urea dalam tubuh akan tinggi, sehingga regulasi dan ekskresi tidak
seimbang yang berakibat pada ketidakseimbangan cairan, asam, basa.
● Malaise, mual, muntah dan tidak nafsu makan. Hal ini dapat terjadi karena
adanya ketidakseimbangan asam basa, kemudian asam lambung akan naik,
sehingga terjadi mual, muntah dan anoreksia.
● Urokrom tertimbun di kulit mengakibatkan perubahan warna kulit.
● Perpospatemia mengakibatkan terjadinya pruritus. Selain itu, pruritus dapat
terjadi karena saat berkemih, jumlah urin yang dikeluarkan sedikit atau tidak
ada yang keluar sama sekali. Hal demikian dapat terjadi karena pembuangan
sisa metabolisme yang terganggu akibat adanya peningkatan zat toksik seperti
ureum. Apabila ureum di darah tinggi dapat menyebabkan pruritus.
● Anemia: pucat, mudah lelah, penderita terlihat pucat pada muka maupun telapak
tangannya, bila diukur Hb < 10 g/dl. Anemia dapat terjadi karena di ginjal
terdapat penurunan hormon eritropoietin yang menghasilkan eritrosit (RBC),
kemudian produksi hemoglobin akan menurun sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia.
● Sindrom uremia:
GGK derajat ringan umumnya tidak menimbulkan gejala klinis yang disadari. Pada
sebagian besar kasus, gejala baru muncul saat fungsi ginjal tersisa 10%. Manifestasi
klinis GGK tidak spesifik dan biasanya ditemukan pada tahap akhir penyakit. Pada
stadium awal, GGK biasanya asimtomatik. Tanda dan gejala GGK melibatkan berbagai
sistem organ, gejala dan tanda yang dapat ditemui antara lain:
● Jumlah urin (kemih) berkurang atau tidak ada urin. Jumlah urin < 500 ml/24
jam atau < 20 ml/KgBB/jam pada orang dewasa dan <1 ml/KgBB/jam pada
anak-anak, walaupun jumlah air yang diminum dalam jumlah yang
24
wajar/normal. Jumlah urin dapat berkurang walaupun jumlah air yang diminum
masih wajar/normal disebabkan karena adanya kerusakan fungsi ginjal, ketika
ini terjadi maka akan ada akumulasi cairan dalam tubuh (fluid accumulation)
yang berakibat pada adanya backflow dan kemudian menjadi shortness of
breath (sesak nafas), nafas berat, mudah sesak bila banyak minum atau
melakukan kerja berat.
● Kelebihan cairan disebabkan karena adanya akan terjadi retensi natrium dan
cairan yang disebabkan oleh penurunan LFG, kemudian hal tersebut akan
berakibat pada terjadinya peningkatan tekanan kapiler dan volume interstisial
yang menyebabkan edema pada ekstremitas.
● Urea seharusnya dikeluarkan dari dalam tubuh, karena adanya kerusakan ginjal,
maka kadar urea dalam tubuh akan tinggi, sehingga regulasi dan ekskresi tidak
seimbang yang berakibat pada ketidakseimbangan cairan, asam, basa.
● Malaise, mual, muntah dan tidak nafsu makan. Hal ini dapat terjadi karena
adanya ketidakseimbangan asam basa, kemudian asam lambung akan naik,
sehingga terjadi mual, muntah dan anoreksia.
● Urokrom tertimbun di kulit mengakibatkan perubahan warna kulit.
● Perpospatemia mengakibatkan terjadinya pruritus. Selain itu, pruritus dapat
terjadi karena saat berkemih, jumlah urin yang dikeluarkan sedikit atau tidak
ada yang keluar sama sekali. Hal demikian dapat terjadi karena pembuangan
sisa metabolisme yang terganggu akibat adanya peningkatan zat toksik seperti
ureum. Apabila ureum di darah tinggi dapat menyebabkan pruritus.
● Anemia: pucat, mudah lelah, penderita terlihat pucat pada muka maupun telapak
tangannya, bila diukur Hb < 10 g/dl. Anemia dapat terjadi karena di ginjal
terdapat penurunan hormon eritropoietin yang menghasilkan eritrosit (RBC),
kemudian produksi hemoglobin akan menurun sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia.
● Sindrom uremia:
25
● Palpitasi (aritmia) yang diakibatkan karena hiperkalemia, hiperkalemia sendiri
diakibatkan karena ketidaknormalan ginjal dalam mengeluarkan kalium.
normalnya kalium digunakan untuk kontraksi otot, apabila terdapat
ketidaknormalan maka akan terjadi aritmia. (Ferry,2020).
A. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang mendukung diagnosis GGK,
antara lain (Verrelli, 2006) dalam (Bayhakki, 2012) :
1) Peningkatan kadar ureum dari kreatinin serum.
2) Hiperkalemia, penurunan bikarbonat serum, hipokalsemia, hiperfosfatemia,
hiponatremia (pada GGK tanpa Overload).
3) Hipoalbuminemia tersebab oleh banyak protein yang keluar bersama urin.
4) Anemia normokrom normostik tersebab oleh penurunan produksi hormone
eritropoetin.
5) Urinalisis : Proteinuria, diduga akibat gangguan pada glomerulus atau
tubulointerstitial.
6) Sel darah merah pada sedimen ureine, diduga ada glomerulonefritis
proliferative. Piuria dan atau sel darah merah dalam urine, diduga adalah
nefritis interstitial (terutama jika terjadi eosinofiluria) atau infeksi saluran
kemih.
7) Urin 24 jam untuk memeriksa CCT (clean coal technology) dan protein total.
26
8) Elektroforesis protein urin dan serum untuk melihat protein monoklon,
kemungkinan adanya myeloma multiple.
9) Antibody antinuklir (antinuclear antibody, ANA), kadar anti- double-stranded
DNA untuk melihat adanya lupus eritematosus sistemik (systemic lupus
erythematosus, SLE).
10) Kadar komplemen serum untuk menunjukkan glomerulonephritis.
11) C-ANCA (cytoplasmic anti-neutrophilic cytoplasmic antibody) and P-ANCA
(perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic antibody) untuk diagnosis
granulomatosis Wegener dan poliartritis nodosa atau poliangitis mikroskopik.
12) Serologi Hepatitis B dan C, HIV, Venereal Disease Research Laboratory
(VDRL) : Berhubungan dengan glomerulonefritis.
B. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan atau hasil pemeriksaan diagnostic lain yang mendukung diagnosis
GGK adalah (Verrelli, 2006) dalam (Bayhakki, 2012) :
1) Sinar-X Abdomen → Melihat gambaran batu radio atau nefrokalsinosis.
2) Pielogramintravena → Jarang dilakukan karena potensi toksin, sering
digunakan untuk diagnosis batu ginjal.
3) Ultrasonografi ginjal → Untuk melihat ginjal polikistik dan hidronefrosis,
yang tidak terlihat pada awal obstruksi. Ukuran ginjal biasanya normal pada
nefropati diabetic.
4) CT Scan → Untuk melihat massa dan batu ginjal yang dapat menjadi
penyebab GGK
5) MRI → Untuk diagnosis thrombosis vena ginjal. Angiografi untuk diagnosis
stenosis arteri ginjal, meskipun arteriografi ginjal masih menjadi pemeriksaan
standart.
6) Voding cystourethogram (VCUG) → Pemeriksaan standart untuk diagnosis
refluk vesikoureteral
27
meliputi cedera ginjal akut, gagal ginjal akut, nefropati diabetik, nefropati sistemik,
glomerulonefritis, sindrom nefrotik, dan uropati obstruktif (Sanyaolu, 2018).
b. Pengaturan diet
1) Diet protein dan fosfat
Diet pembatasan asupan protein dan fosfat pada pasien PGK dapat dilihat pada
tabel
28
2) Diet kalium
Tindakan yang harus dilakukan adalah tidak memberikan makanan atau obat –
obatan yang tinggi akan kandungan kalium. Ekspektoran, kalium sitrat, dan
makanan seperti sup, pisang dan jus buah murni adalah beberapa contoh
makanan atau obat – obatan yang mengandung amonium klorida dan kalium
klorida (Price & Wilson, 2013).
3) Diet natrium dan cairan
Jumlah natrium yang diperbolehkan adalah 40 hingga 90 mEq/hari (1 hingga 2
gram natrium), namun asupan natrium yang optimal harus ditentukan secara
individu untuk setiap pasien agar tercapai keseimbangan hidrasi yang baik.
Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urin selama 24 jam + 500
ml menggambarkan kehilangan cairan yang tidak disadari. Kebutuhan cairan
yang diperbolehkan pada pasien anefrik 800 ml/hari dan pasien dialisis
diberikan cairan yang mencukupi untuk memungkinkan kenaikan berat
badan 2 sampai 3 pon (sekitar 0,9 kg sampai 1,3 kg) selama pengobatan.
Pemberian asupan natrium dan cairan pada pasien PGK harus diatur sedimikian
rupa untuk mencapai keseimbangan cairan (Price & Wilson, 2013).
c. Penanganan anemia
Penanganan anemia dapat menggunakan Eritropoietin Alfa (EPO) bentuk
rekombinan dari eritropoietin. EPO dapat diberikan sewaktu menjalani dialisis
melalui subkutan 50 U/kgBB 3 kali seminggu. Efek samping dari EPO adalah mual
muntah dan dapat ditangani dengan mengkonsumsi zat besi setelah makanan dan
diberikan laksatif agar feses lunak.
29
10. Mahasiswa mampu menjelaskan Komplikasi dan Prognosis GGK
Komplikasi yang dapat dtimbulkan dar penyakit gagal ginjal kronik
adalah (Baughman, 2000):
1) Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan mengakibatkan
dekasifilkasi matriks tulang, sehinggal tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis)
dan jika berlangsung lama makan menyebabkan phatologis.
2) Penyakit Kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik berupa
hipertensi, kelainan lipid, inteloransi glukosa, dan kelainan himodinamik (sering
terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
3) Anemia
Selain berfungsi sebagai sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian hormonal
(endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di ginjal akan
mengakibatkan penurunan hemoglobin.
4) Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami penurunan
dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi hiperprolaktinemia.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penyakit yang mempunyai prognosis buruk
dimana akan terjadi penurunan fungsi ginjal secara bertahap. Pada tahap awal penderita
mungkin tidak merasakan keluhan tetapi setelah beberapa tahun atau beberapa puluh
tahun penyakit ginjal ini sering berkembang cepat menjadi gagal ginjal terminal dimana
akan membutuhkan terapi renal seperti dialisis atau transplantasi untuk memperpanjang
usianya.
1) Memberikan informasi tentang penyakit dan kondisi pasien kepada pasien dan
keluarganya secara lengkap.
2) Memberikan edukasi tentang obat yang diminum kepada pasien dan keluarga
pasien.
3) Mengedukasi keluarga pasien untuk menjaga higienitas pasien dan lingkungan
rumah.
30
4) Mengedukasi pasien dan keluarga agar pasien konsultasi mengenai hipertensi
dan diabetes melitus secara teratur.
Pencegahan
Pencegahan gagal ginjal kronis (Irwan, 2016). Penyakit gagal ginjal kronis
adalah salah satu jenis penyakit tidak menular yang memiliki angka kesakitan cukup
tinggi, namun demikian penyakit ini dapat dihindari melalui upaya pencegahan yang
meliputi :
31
5) Makan makanan yang baik. Makan yang baik adalah makan dengan kandungan
utrisi serta gizi yang lebih baik. Hindari makan junk food.
12. Mahasiswa mampu menjelaskan Integrasi islam yang berkaitan dengan skenario
Allah SWT telah merancang organ-organ dalam tubuh dengan begitu rapi dan
tertata serta memiliki struktur tersendiri yang berkaitan dengan fungsinya sehingga
proporsi kerjanya sungguh luar biasa. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS:At-
Tin ayat 4:
َ ى أ َ ْح
س ِن ت َ ْق ِويم ِ ْ ٍلَقَدْ َخلَ ْقنَا
َ َٰ ٱْلن
ٓ ِسنَ ف
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Begitupun pada sistem ekskresi dalam tubuh manusia yang memiliki letak serta fungsi
masing-masing dan saling berhubungan sehingga tubuh kita menjadi seimbang.
Misalnya ginjal, ginjal merupakan organ berpasangan yang terletak pada rongga perut
di atas garis pinggang. Letak ginjal kanan lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena
di atas ginjal kanan terdapat organ hati. Sungguh disinilah Allah memperlihatkan
dimana-Dia benar mengaturnya sedemikian detail. Seperti firman Allah dalam QS:Al-
Infitar ayat 6-8:
32
3.2 Peta Konsep
33
3.4 SOAP
SOAP
S (Subjective)
Keluhan Utama: Sesak nafas, pruritus, pitting edema pada ekstremitas bilateral
RPS: 2 minggu ini kencingnya sangat sedikit, bahkan pernah dalam sehari tidak kencing
sama sekali, disertai dengan rasa lesu dan letih
RPD: DM tipe 2, hipertensi, hiperlipidemia (selama 17 tahun)
RPK: -
RS: Riwayat merokok selama 35 tahun
Riwayat Alergi: -
Riwayat Obat: -
O (Objective)
Pemeriksaan Fisik:
Pemeriksaan Laboratorium
m (menurun)
2
34
HDL 43 mg/dL (meningkat DBN) >40 mg/dL (preferably >60
mg/dL)
Gula darah acak 186 mg/dL (meningkat) <140 mg/dL
• Nefropati Diabetik
• Nefropati Sistemik
• Glomerulonefritis
• Uropati Obstruktif
P1 (Planning Diagnosis)
A2 (Assesment)
P2 (Planning)
Tatalaksana Farmakologis:
➢ Hipertensi: ACE+ Deuretik Loop
- Captopril 25 mg tab
S 2 dd 1 tab. ac
- Furosemide 250 mg tab
S 4 dd 1 tab. pc
➢ Hiperlipidemia:
Statin 20 mg tab
S 1 dd 1 tab. pc
➢ Anemia:
35
EPO 50 U amp
S 3 septim 1 imm
Tatalaksana non-Farmakologis:
36
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., Firmansyah, M. A., 2013. Clinical Apporach and Management of Chronic
Diarrhea. The Indonesian Journal of Internal Medicine. 45 (2) : 157-165.
Baughman, D. C., Hackley, J. C., (2000), Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku Dari
Brunner & Suddarth (Terjemahan), EGC, Jakarta
PERKI. (2020). Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung 2020. 2nd ed. Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2020, 6(11), 951–952.
Gliselda VK. Diagnosis dan Manajemen Penyakit Ginjal Kronis (PGK). J Med Hutama.
2021;2(4):1135–41.
KDIGO: Kidney Disease Improving Global Outcomes (August 2009). "KDIGO Clinical
Practice Guideline for the Diagnosis, Evaluation, Prevention, and Treatment of
Chronic Kidney Disease-Mineral and Bone Disorder (CKD-MBD)"
Levin, A., Hemmelgarn, B. and Culleton, B. (2008). Guidelines for the management of chronic
kidney disease. Canadian Medical Association, 179(11), pp.1154 – 1162.
Mait, G., Nurmansyah, M., & Bidjuni, H. (2021). GAMBARAN ADAPTASI FISIOLOGIS
DAN PSIKOLOGIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG
MENJALANI HEMODIALISIS DI KOTA MANADO. JURNAL KEPERAWATAN,
9(2), 1. https://doi.org/10.35790/jkp.v9i2.36775
Ferry L, dkk. (2020). Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk. Edisi 5. Jakarta: Media
Aesculapius.
Sanyaolu, Adekunle dkk. 2018. Epidemiology and Management of Chronic Renal Failure :A
Global Public Health Problem. Biostatistic and Epidemiology International Journal.
37