Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 2

BLOK UROGENITAL

Oleh: Kelompok 2

Pembimbing Tutorial: dr. Lailia Nur Rachma, M.Biomed.

Ketua Kelompok : Zulfa Kamalia (200701110006)


Sekretaris 1 : Syifaus Shodry (200701110007)
Sekretaris 2 : Sabila Rosyidah Wibawa Putri (200701110030)

Anggota:
Ayuma Laila Fauza (200701110005)
Aridin Gustaf (200701110008)
Ainul Fardiah Sumatika (200701110031)
Luqiyatun Nadlifah (200701110032)
Ahmad Taufiqurrohman (200701110033)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2022
1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 2


SKENARIO ............................................................................................................................... 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
1.1 Identifikasi Kata Sulit.................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 5
BAB II ........................................................................................................................................ 7
2.1 Brainstorming ................................................................................................................... 7
2.2 Peta Masalah .................................................................................................................. 13
2.3 Learning Objective ......................................................................................................... 14
BAB III .................................................................................................................................... 15
3.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................................................ 15
1. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai Definisi dan Klasifikasi GGK .............. 15
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Etiologi GGK ....................................................... 18
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Epidemiologi GGK .............................................. 18
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Faktor Risiko GGK .............................................. 21
5. Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi ISK .................................................. 22
6. Mahasiswa mampu menjelaskan Manifestasi Klinis GGK ....................................... 23
7. Mahasiswa mampu menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang GGK .............. 26
8. Mahasiswa mampu menjelaskan Diagnosis Banding (BELUM LENGKAP) .......... 27
9. Mahasiswa mampu menjelaskan Tatalaksana GGK ................................................. 28
10. Mahasiswa mampu menjelaskan Komplikasi dan Prognosis GGK ...................... 30
11. Mahasiswa mampu menjelaskan KIE dan Pencegahan GGK ............................... 30
12. Mahasiswa mampu menjelaskan Integrasi islam yang berkaitan dengan skenario
32
3.2 Peta Konsep .................................................................................................................... 33
3.4 SOAP .............................................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 37

2
SKENARIO
Seorang pasien wanita, 53 tahun, datang ke poli umum RS dengan keluhan sesak napas,
pruritus, dan pitting edema ekstremitas bilateral. Pasien juga 2 minggu ini kencingnya
sangat sedikit, bahkan pernah dalam sehari tidak kencing sama sekali, disertai dengan
rasa lesu dan letih. Tekanan darahnya adalah 165/92 mmHg, denyut jantung 94 denyut per
menit (laju dan irama teratur), dan pernapasan 26 kali per menit. Tingginya 5 kaki 3 inci
dan berat badan 90 kg. Pasien memiliki riwayat diabetes tipe 2, hipertensi, dan
hiperlipidemia selama 17 tahun dan riwayat merokok selama 35 tahun.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan

● Kepala: anemis +, icteric -, mukosa lidah lembab

● Leher: Tampak distensi Vena Jugularis

● Thorax: wheezing - dan ronchy –

● Abdomen: cembung, supel, BU +, shifting dullness +

● Extremitas: pitting edema +

Hasil pemeriksaan laboratorium


Tes Hasil Nilai normal
Hemoglobin 8.7 g/dL 11.0–12.0 g/dL
Creatinine 2.2 mg/dL 0.6–1.2 mg/dL
GFR 49 mL/min/1.73 m2 90–120 mL/min/1.73 m2
Serum albumin 3.3 g/dL ≥4.0 g/dL
HbA1c 8.8% <7.0%
LDL 143 mg/dL <100 mg/dL
HDL 43 mg/dL >40 mg/dL (preferably >60 mg/dL)

Gula darah acak 186 mg/dL <140 mg/dL


Albumin-to-creatinine ratio 281 mg/g <30 mg/g
Calcium 8.7 mg/dL 8.4–9.5 mg/dL
Phosphorus 4.2 mg/dL 2.7–4.6 mg/dL
Plasma parathyroid hormone 77 pg/mL 35–70 pg/mL

3
BAB I
1.1 Identifikasi Kata Sulit
1. Ronki: merupakan bunyi napas tambahan yang dihasilkan dari gerakan mucus yang
bersentuhan dengan udara → ronki

2. Wheezing: suara pernapasan berfrekuensi tinggi yang nyaring yang terdengar saat
akhir ekspirasi atau menghembuskan napas. Disebabkan karena penyempitan saluran
napas

3. Pruritus: istilah medis gatal → keadaan dimana seseorang ingin menggaruk.


disebabkan karena kelainan dari kulit atau gangguan sistemik

4. Pitting edema: Merupakan indikasi ketika ada pembengkakan berbentuk cekungan


saat ditekan. Akumulasi cairan di ruang interstisial yang apabila ditekan membentuk
cekungan yang menetap walaupun sudah tidak dilakukan penekanan.

5. Ekstremitas bilateral: Ekstremitas bilateral meliputi wajah anggota ekstremitas atas


dan bawah dimana sering terjadi edema.

6. Hiperlipidemia: keadaan dimana ada peningkatan kadar kolesterol dimana dengan


atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah.

7. Anemis: pucat → konjungtiva normalnya kemerahan apabila anemia akan berwarna


pucat. disebabkan krn organ tersebut tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup dari
sel darah merah.

8. Kreatinin: Zat sisa hasil metabolisme otot selama beraktivitas. disekresikan oleh ginjal
dan dikeluarkan oleh urine.

9. Distensi vena jugularis: terlihatnya denyutan vena jugularis yang ada di leher tanda
peningkatan dari vena sentral dimana vena sentral adalah tekanan darah yang
memompa darah yang kembali ke jantung kemudian paru-paru dan seluruh tubuh.

10. Hipertensi: Hipertensi merupakan keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah


secara abnormal. sistolik> 140 dan diastolik >90 diukur paling sedikit dalam 2 kali
kunjungan

11. Ikterik: merupakan suatu perubahan pada sklera, membran mukosa atau kulit. berupa
perubahan warna menjadi kekuningan akibat dari peningkatan kadar bilirubin.

4
12. Albumin: protein yang ada pada plasma darah yang diproduksi oleh hati yang
berfungsi untuk membawa hormon, enzim ke seluruh tubuh. Berfungsi untuk
mempertahankan tekanan dalam pembuluh darah.

13. GFR: Glomerolous Filtration Rate/ kemampuan ginjal untuk memfiltrasi zat sisa
metabolisme. Digunakan untuk menentukan stadium penyakit pada ginjal. Nilai norma
di >60 mg/dL apabila turun maka ada kemungkinan gangguan fungsi atau kerja ginjal.
GFR=konsentrasi urin*aliran urin/konsentrasi plasma

14. Shifting dullness: salah satu pemeriksaan asites dengan melakukan perkusi dari daerah
midabdomen ke arah lateral untuk mengidentifikasi bunyi redup dan timpani rongga
abdomen.

15. Supel: Dinding abdomen yang normal. (tidak kaku)

16. BU: Bising usus → auskultasi abdomen untuk menilai apakah ada obstruksi ileus.
normalnya 5-30 kali per menit pada orang dewasa. dapat didengarkan di area sekitar
pusar.

17. Plasma parathyroid hormon: Kadar parathyroid hormon yang larut dalam darah.

18. LDL dan HDL: LDL adalah kolesterol jahat merupakan salah satu penyebab utama
pembentukan ateroma. HDL → kolesterol baik untuk mencegah penyumbatan
pembuluh darah akibat penumpukan plak oleh kolesterol. LDL normal<100 HDL
normal >40.

19. Rasio albumin-kreatinin: merupakan suatu pemeriksaan atau tes untuk


membandingkan kadar albumin pada urin dengan kreatinin pada urin. untuk
mengidentifikasi penyakit ginjal akibat komplikasi seperti diabetes.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa hubungan usia dan jenis kelamin pasien dengan keluhan yang dialami pasien?

2. Mengapa pasien mengeluhkan sesak napas, pruritus dan pitting edema ekstremitas
bilateral?

3. Apa Hubungan pruritus yang dialami pasien dengan keluhan yang jarang atau bahkan
tidak kencing selama 2 minggu terakhir?

5
4. Mengapa pasien juga 2 minggu ini mengeluhkan kencingnya sedikit bahkan pernah
dalam sehari tidak kencing serta merasa lesu dan letih?

5. Apa hubungan riwayat penyakit DM tipe 2 dan hipertensi dengan keluhan yang saat
ini pasien rasakan?

6. Apa hubungan riwayat hiperlipidemia pada pasien dengan keluhan yang dirasakan
pasien saat ini?

7. Apa hubungan riwayat merokok pasien dengan keluhan yang dirasakan saat ini?

8. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan TTV dan fisik pada pasien?

9. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien?

10. Apa Wdx dan Ddx yang sesuai dengan skenario diatas

6
BAB II
2.1 Brainstorming
1. Apa hubungan usia dan jenis kelamin pasien dengan keluhan yang dialami
pasien?

● Tidak ada hubungan secara langsung antara usia dan jenis kelamin dengan
keluhan yang dialami pasien

● Jika dilihat dari GFR seiring pertambahan usia terjadi penurunan progresif

● Gaya hidup → obesitas

● Tekanan darah tinggi → merusak peredaran darah secara berkala

● Orang-orang yang sering terkena penyakit ginjal adalah laki-laki → karena


perokok

● Proses degenerative seiring pertambahan usia → resiko terjadinya penyakit


meningkat

2. Mengapa pasien mengeluhkan sesak napas, pruritus dan pitting edema ekstremitas
bilateral?

● Sesak nafas: penumpukan cairan pada rongga abdomen→ menekan rongga


dada→ paru paru tidak dapat mengembang secara sempurna→ upaya
kompensasi tubuh dengan bernapas cepat untuk memenuhi kebutuhan oksigen
tubuh. Kadar Ph yang menurun sehingga menyebabkan asites yang terjadi pada
pasien

● Pruritus: pasien jarang kencing/tidak kencing sama sekali → pembuangan sisa


metabolisme yang terganggu → peningkatan zat toksik seperti ureum → ureum
di darah tinggi → pruritus. Penyebab nya bisa dikarenakan kelainan sistemik,
berdasarkan skenario bisa diakibatkan dari kadar kreatinin yang tinggi.

3. Mengapa pasien juga 2 minggu ini mengeluhkan kencingnya sedikit bahkan


pernah dalam sehari tidak kencing serta merasa lesu dan letih?

● Kencing sedikit/tidak kencing → krn penurunan GFR → GFR menurun maka


kerjanya juga akan menurun → berpengaruh pada jumlah urine yang
dikeluarkan nantinya

7
● Lesu dan letih : krn Hb yang mengalami penurunan. Ginjal mengeluarkan
eritropoietin yang dikeluarkan sedikit sehingga eritrosit pada pasien juga sedikit
→ Hb turun → anemia→ pasien letih dan lesu

● GFR menurun → sisa metabolisme yang tidak bisa dikeluarkan → bersifat


toksik → sehingga dapat berpengaruh pada saraf → menurunkan nafsu makan
→ anoreksia → letih dan lesu

● Infeksi saluran kemih → kesulitan BAK → krn saluran urine yang mebengkak

● Krn batu pada saluran kemih

4. Apa hubungan riwayat penyakit DM tipe 2 dan hipertensi dengan keluhan yang
saat ini pasien rasakan?

● DM tipe 2: bisa menyebabkan kerusakan pada nefron ginjal akibat


hiperglikemia sehingga menyebabkan kerja ginjal meningkat. Untuk
membuang glukosa melalui urin secara terus menerus akan mengakibatkan
kerja ginjal lebih berat.

● Hipertensi: kerusakan pada arteri yang disebabkan krn aliran darah yang tinggi
dan tidak terkontrol dapat menyebabkan penyempitan dan kebocoran pada
pembuluh darah. Sehingga nutrisi untuk nefron tidak ada → gangguan fungsi
ginjal. Pada hipertensi perfusi oksigen ke sel ginjal berkurang

5. Apa hubungan riwayat hiperlipidemia pada pasien dengan keluhan yang dirasakan
pasien saat ini?

● Hiperlipidemia: adanya kolesterol berlebih dalam pembuluh darah → plak →


penyumbatan pembuluh darah → gangguan penyerapan nutrisi dan oksigen
oleh sel ginjal.

6. Apa hubungan riwayat merokok pasien dengan keluhan yang dirasakan saat ini?

● Merokok: salah satu faktor risiko GGK, semakin lama merokok maka jumlah
rokok yang dihisap juga semakin banyak. rokok mengandung zat nikotin
dimana akan terdistribusi ke seluruh tubuh dan akan terjadi metabolisme di hati
serta ginjal. apabila nikotin di filtrasi di ginjal → meningkatkan kerja ginjal
melebihi batas normal → dapat menurunkan laju GFR

8
● Mekanisme hemodinamik: nikotin mengaktifkan sistem saraf simpatis→
mengecilkan pembuluh darah→ akan menyebabkan peningkatan tekanan darah
dan frekuensi dari denyut jantung

● Mekanisme non-hemodinamik: efek toksik dari rokok → disfungsi sel endotel


dan sel yang lain

● Toksin rokok merangsang tubuh mengeluarkan hormon adrenalin → hipertensi

7. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan TTV dan fisik pada pasien?

PEMERIKSAAN TTV

• TD 165/92 mmHg Hipertensi tingkat 2 (menurut kemenkes)

Penyebab hipertensi:

➢ Jantung memompa lebih kuat volume darah lebih banyak


➢ Arteri besar kehilangan jelenturannya dan menjadi kaku tidak dapat
mengembang darah dipaksa melalui pembuluh darah yang sempit tekanan
naik
➢ Vasokontriksi arteri kecil krn pengaruh hormone/rangsangan saraf
➢ Bertambahnya cairan dlm sirkulasi krn kelainan fungsi ginjal gagal
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh volume darah
dalam tubuh meningkat tekanan darah meningkat
➢ Tumor kelenjar adrenal yang menghasilkan hormone
epinefrin/norepinefrinproduksi hormone meningkat tekanan darah naik
➢ Obesitas, malas berolahraga, stress, garam dalam makanan.
• Denyut jantung: 94x/menit normal (tidak ada masalah dari jantung)
• RR: 26x/menit sedikit meningkat
Penyebab peningkatan laju pernapasan:Penekanan rongga dada krn rongga
abdomen yang membesar paru paru tidak dapat mengembang sempurna
hipoventilasi upaya kompensasi tubuh dengan hiperventilasi ntuk memenuhi
kebutuhan oksigen
• IMT/BMI 35,2 kg/m2 obesitas derajat II
Obesitas faktor risiko hipertensi secara langsung obesitas dapat mengakibatkan
meningkatnya cardiac output karena makin besar massa tubuh maka makin
banyak jumlah darah yang beredar secara tidak langsung obesitas merangsang
9
sistem saraf simpatis dan Renin angiotensin Aldosteron System oleh adipokin
hormone aldosterone berkaitan erat dengan retensi air dan natrium yang dapat
membuat volume darah akan meningkat

PEMERIKSAAN FISIK

• Kepala: anemis +, icteric -, mukosa lidah lembab


Anemis curigai anemia penyebab anemia →Penyakit gagal ginjal
mengeluarkan hormone yang disebut eritropoietin yang membantu tulang
untuk membuat sel darah merah. Pada penyakit ginjal kronis produksi
hormone eritropoietin berkurang produksi sel darah merah menurun anemia
• Icteric - eleminasi kemungkina gangguan dari fungsi hati
• Leher: Tampak distensi Vena Jugularis
Distensi vena jugularis terlihatnya denyutan vena jugularis tanda peningkatan
tekanan vena sentral yang menggambarkan tekanan di dalam vena cava bisa
diakibatkan krn hipertensi
• Thorax: wheezing - dan ronchy –
• Abdomen: cembung, supel, BU +, shifting dullness +
➢ Bising Usus dihasilkan dari bunyi udara dan cairan di dalam usus yang
bergerak karena adanya peristaltik usus frekuensi bising usus normalnya
bisa berkisar antara 5 hingga 30 kali per menit.
➢ Shifting dullnes suara pekak yang berpindah akibat adanya cairan bebas
di dalam rongga abdomen asites asites dapat disebabkan oleh hipertensi
dan hypoalbuminemia gangguan fungsi ginjal mereabsorbsi albumin
• Ekstremitas: pitting edema +
➢ Pitting edema edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan
ringan pada ujung jari krn adanya akumulasi cairan di ruang interstisial
➢ Penyebab obesitas, hypoalbuminemia, gangguan ginjal, masalah pada
jantung atau gangguan fungsi hati

10
8. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien?

● Hb: 8,7 g/dL (rendah)

Terjadi penurunan produksi hormon eritropoitin, yaitu hormon yang digunakan


untuk pembentukan sel darah merah di sumsum tulang menyebabkan
kondisi anemia di mana kadar Hbnya rendah.

● Kreatinin: meningkat

Karena penurunan GFR → kreatinin tidak bisa dibuang ke urine→ Urine plasma
meningkat

● GFR: menurun

berpengaruh pada jumlah urin yang dikeluarkan menjadi sedikit

● Serum albumin: menurun

Hipoalbuminemia → gagal reabsorbsi albumin → albumin plasma menurun→


asites

● HbA1c: meningkat

HbA1c → gula yang terikat dengan hemoglobin meningkat → diabetes→


hubungan dengan riwayat pasien

11
● LDL: meningkat

LDL meningkat → obesitas

● HDL: meningkat tapi masih dalam batas normal

● Gula darah acak: meningkat

Gula darah acak meningkat → berhubungan dengan riwayat pasien DMT2

● ACR: meningkat

Zat sisa metabolisme yang tidak dapat dikeluarkan oleh tubuh→ karena GFR
turun atau gangguan fungsi ginjal → kadar rasio albumin kreatinin meningkat
di darah

● Plasma parathyroid hormon: meningkat

Albumin menurun → distribusi hormon di darah menurun →kadar hormon di


darah meningkat

9. Apa Wdx dan Ddx yang sesuai dengan skenario diatas?

● Wdx: berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan penunjang → Gagal ginjal


kronis. yang mana GAK bisa didasari karena penyakit kronis yang diderita
pasien sebelumnya. Pada skenario pasien penderita DMT2 dan hipertensi yang
merupakan faktor risiko utama terjadinya GGK. Dari pemeriksaan penunjang
didapatkan GFR yang mengalami penurunan yang signifikan normalnya GFR
pada usia 53 itu adalah 85mL/menit sedangkan di skenario dituliskan bahwa
GFR nya hanya 49 yang mana pada gagal ginjal stadium 3 itu dikatakan stadium
3 apabila gfr rentang 30-59 mL/menit → gagal ginjal stadium 3

● Ddx: Gagal ginjal akut (AKD)

Perbedaan dilihat dari perbedaan penurunan GFR. pada AKD penurunan GFR
tidak sebesar penurunan pada GGK, lalu dilihat dari onset waktunya pada AKD
mendadak.

12
2.2 Peta Masalah

13
2.3 Learning Objective
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Definisi dan GGK

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi GGK

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi GGK

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor risiko GGK

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi GGK

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis GGK

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang GGK

8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding GGK

9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana GGK

10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi dan prognosis GGK

11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan KIE dan pencegahan GGK

12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan integrasi islam yang berkaitan dengan
skenario.

14
BAB III
3.1 Tinjauan Pustaka
1. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai Definisi dan Klasifikasi GGK
A. Definisi

Setiap hari kedua ginjal menyaring sekitar 120- 150 liter darah dan
menghasilkan sekitar 1-2 liter urin. Tiap ginjal tersusun dari sekitar sejuta unit
penyaring yang disebut nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus.
Glomerulus menyaring cairan dan limbah untuk dikeluarkan serta mencegah
keluarnya sel darah dan molekul besar yang sebagian besar berupa protein.
Selanjutnya melewati tubulus yang mengambil kembali mineral yang dibutuhkan
tubuh dan membuang limbahnya. Ginjal juga menghasilkan enzim renin yang
menjaga tekanan darah dan kadar garam, hormon erythropoietin yang merangsang
sumsum tulang memproduksi sel darah merah, serta menghasilkan bentuk aktif
vitamin D yang dibutuhkan untuk kesehatan tulang (Gliselda, 2021). Gagal ginjal
adalah suatu keadaan penurunan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal
tidak mampu membuang sampah zat sisa metabolik tubuh atau melakukan
fungsinya. Zat yang biasanya di eliminasi di urine menumpuk dalam cairan tubuh
akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin,
metabolik, cairan, elektrolit serta asam basa (Mait, 2021).

Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang


progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga dapat menyebabkan
uremia dan sampah nitrogen lain dalam darah (Husna, 2010). GGK ditandai dengan
abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
GGK ditandai dengan penurunan fungsi ginjal (Glomerulus Filtration Rate) <60
ml/min/1.73mm2 dan rasio albuminuria: kreatinin sebesar > 30 mg/g tidak terikat
pada umur, tekanan darah, dan apakah terdapat diabetes atau tidak pada pasien.
Penyakit ginjal kronis juga tidak hanya didefinisikan sebagai penyakit ginjal stase
akhir atau End Stage Renal Disease (ESRD), namun juga diasosiasikan dengan
komplikasi-komplikasi penyakit ginjal kronis seperti: anemia, hiperparatiroid,
hyperphosphatemia, penyakit jantung, infeksi (Aisara, 2018).

15
B. Klasifikasi GGK

Klasifikasi penyakit ginjal kronis menurut Kidney Disease Improving


Global Outcome (KDIGO) pada tahun 2012 meliputi kriteria penurunan GFR dan
peningkatan rasio albuminuria dan serum kreatinin. Klasifikasi penyakit ginjal
kronis menurut KDIGO bertujuan untuk menentukan penanganan pasien, dan
urgensi penanganan dari penyakit ginjal kronis tersebut.

Kriteria pertama yang digunakan KDIGO untuk menentukan urgensi


penyakit ginjal kronis adalah GFR, GFR (Glomerulus Filtration Rate) merupakan
kemampuan glomerulus ginjal untuk memfiltrasi darah. GFR dapat dihitung
dengan menggunakan jumlah serum creatinine dengan rumus menggunakan
formula GFR MDRD sebagai berikut

GFR = 186 x Scr -0.830 x age0.230 x 1 (male) / 0.742 (female)

Hasil GFR dapat diinterpretasikan dengan tabel berikut:

Stadium GFR (mL/min/1,73 m2) Keterangan


G1 ≥90 Kerusakan ginjal dengan normal atau
peningkatan GFR
G2 60-89 Kerusakan ginjal dengan penurunan
ringan GFR
G3a 45-59 Penurunan sedang GFR
G3b 30-44 Penurunan sedang-parah GFR
G4 15-29 Penurunan berat GFR
G5 <15 Penurunan fungsi ginjal yang sangat
berat

Selanjutnya dilakukan pengukuran albuminuria dan serum kreatinin untuk


mengetahui kategori penyakit ginjal kronis berdasarkan rasio albuminuria dan
serum kreatinin. Kategori menurut KDIGO 2012 dapat dilihat pada tabel berikut:

AER ACR
Kategori Keterangan
(mg/24 jam) (mg/mmol) (mg/g)
A1 < 30 <3 < 30 Peningkatan normal-ringan
A2 30 - 300 3 - 30 30 - 300 Peningkatan sedang
A3 > 300 > 30 > 300 Peningkatan berat
Catatan: AER (Albumin Excretion Rate); ACR (Albumin-to-Creatinine Ratio)

16
Dengan mengkombinasikan kedua kriteria diatas dapat dimasukkan ke
cross-table untuk mengetahui resiko referral untuk pasien ginjal kronis dan urgensi
penanganan penyakit ginjal kronis. Cross table untuk referral dapat dilihat pada
gambar berikut:

Sedangkan untuk grading penyakit ginjal kronis itu sendiri hanya


menggunakan GFR dengan beberapa kriteria tambahan yang dapat dilihat pada
tabel dibawah:

Grade GFR Kategori Keterangan


Disertai dengan albuminuria
I ≥90 Normal atau sedikit berkurang
yang persisten
Disertai dengan peningkatan
II 60-89 Penurunan ringan serum kreatinin dan
albuminuria
III 30-59 Penurunan sedang
IV 15-29 Penurunan berat Persiapan untuk terapi ginjal
Terapi ginjal permanen
Gagal Ginjal / End Stage
V <15 (hemodialisa) / transplantasi
Renal Disease
ginjal

17
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Etiologi GGK
Penyebab tersering penyakit ginjal kronis yang diketahui adalah diabetes
melitus, selanjutnya diikuti oleh tekanan darah tinggi dan glomerulonephritis.
Penyebab lainnya dapat berupa idiopatik (belum diketahui penyebabnya). Namun
penyebab-penyebab dari penyakit ginjal kronis dapat diklasifikasikan berdasarkan
anatomi ginjal yang terlibat:

● Penyakit vaskular, yang dapat melibatkan pembuluh darah besar seperti


bilateralartery stenosis, dan pembuluh darah kecil seperti nefropati iskemik,
hemolytic-uremic syndrome, dan vasculitis.
● Kelainan pada glomerulus yang dapat berupa:
-Penyakit glomerulus primer seperti nefritis dan focal segmental
glomerulosclerosis

-Penyakit glomerulus sekunder seperti nefropati diabetic dan lupus nefritis

● Penyakit bawaan seperti penyakit ginjal polikistik


● Nefropati obstruktif yang dapat berupa batu ginjal bilateral dan hyperplasia
prostate
● Infeksi parasite (yang sering berupa enterobiasis) dapat menginfeksi ginjal dan
menyebabkan nefropati

Penyakit ginjal kronis juga dapat idiopatik yang mempunyai gejala yang berupa
penuruhnan aliran darah ke ginjal yang menyebabkan sel ginjal menjadi nekrosis
(Hasetidyatami & Wikanda, 2019).
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Epidemiologi GGK
Angka prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia pada tahun 2018 cukup
tinggi yaitu mencapai 3.8 permil populasi Indonesia menderita penyakit ginjal kronis
yang terdiagnosis dokter. Angka ini lebih tinggi dibandingkan prevalensi penyakit
ginjal kronis pada tahun 2013 yaitu 2 permil di seluruh Indonesia. Prevalensi tertinggi
terdapat pada provinsi Kalimantan utara yaitu sebanyak 6.4 permil sedangkan
prevalensi terendah di Indonesia terdapat pada provinsi Sulaswesi Barat pada angka 1.8
permil. Penderita penyakit ginjal kronis tersering berada pada umur 65-74 tahun, lebih
banyak terjadi pada laki-laki. Persentase penderita penyakit ginjal kronis yang sedang
menjalani hemodialisa di Indonesia juga cukup rendah dimana hanya 19.3% penderita
penyakit ginjal kronis menjalani terapi hemodialisa
18
Di dunia, sebanyak 1 dari 10 orang mempunyai penyakit ginjal kronis. Daerah-
daerah seperti Afrika, Amerika, Asia Selatan, dan Asia Tenggara merupakan daerah
yang paling sering ditemukannya penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis
merupakan penyebab dari 956.000 kematian di seluruh dunia pada tahun 2013. Pada
tahun 2016, Penyakit ginjal kronis terdapat pada sekitar 753 juta orang di seluruh dunia
yang meliputi 336 juta pada pasien laki-laki dan 417 juta pada pasien perempuan. Di
seluruh dunia terdapat 1,2 juta kematian per tahun akibat penyakit ginjal kronis,
Penyebab tersering penyakit ginjal kronis adalah Hipertensi pada 550 ribu pasien,
diabetes melitus pada 418 ribu pasien, dan glomerulonephritis pada 238 ribu pasien.

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal


kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat
1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya
insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.1 Di Jepang,
sejumlah pasien dengan gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 13 juta. Di antaranya,
jumlah pasien dialisis, yang menunjukkan stadium terminal, mencapai 282.000 pada
akhir tahun 2008. Setiap tahun, lebih dari 37000 pasien gagal ginjal kronik melakukan
terapi dialisi akibat diabetic nefropati, glomerulonefritis kronik, nefrosklerosis,
penyakit polikistik ginjal atau glomerulonefritis yang cepat progresif ( dengan urutan
menurun). Meskipun jumlah pasien dialisis baru akibat glomerulonefritis kronik

19
berkurang, jumlah kasus baru terkait dengan diabetes, hipertensi, dan arteriosclerosis
semakin banyak.

Berdasarkan survei statistik yang dilakukan oleh the Japanese Society for
Dialisis Therapy untuk tahun 2008 (disebut sebagai Survei 2008), total jumlah pasien
yang menjalani pengobatan dialisis lebih daripada 282.000 pada 31 Desember 2008.
Seperti yang tampak dari grafik, jumlah pasien dialisis telah semakin meningkat secara
konsisten tahun demi tahun, dengan tidak adanya penurunan. Terdapat sekitar 37.000
pasien dialisis baru setiap tahun. Penyakit primer tersering yang bertanggung jawab
terhadap terjadinya stadium akhir penyakit ginjal adalah diabetes nephropati
glomerulonefritis kronik, nefrosklerosis, penyakit ginjal polikistik, dan
glomerulonefritis yang cepat progresif (dengan urutan menurun).

Gagal ginjal kronik diperkirakan mempengaruhi antara 1.9 juta dan 2.3 juta
orang Kanada. Ini merupakan masalah kesehatan masyarakat utama. Gagal ginjal
kronik sering terjadi bersama dengan penyakit kardiovaskular dan diabetes dan diakui
sebagai faktor risiko untuk semua penyebab mortalitas dan penyakit kardiovaskular.

20
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Faktor Risiko GGK
Faktor risiko Gagal ginjal kronis ialah pasien dengan riwayat hipertensi, riwayat
asam urat, riwayat diabetes melitus, dengan lama menderita riwayat penyakit ≥10
tahun, penggunaan obat yang tidak teratur selama menderita riwayat penyakit dahulu,
serta penggunaan obat penghilang nyeri. Faktor risiko lain terdapat pada pola hidup
pasien yang meliputi kebiasaan merokok, konsumsi daging, konsumsi kopi, konsumsi
kandungan garam tinggi, konsumsi gula berlebihan, kurang tidur dan kurang olahraga.

Hipertensi yang berlangsung lama akan menyebabkan perubahan resistensi


arteriol aferen dan terjadi penyempitan arteriol aferen akibat perubahan struktur
mikrovaskuler. Kondisi ini akan menyebabkan iskemik glomerular dan mengaktivaasi
respon inflamasi. Hasilnya, akan terjadi pelepasan mediator inflamasi, endotelin dan
aktivasi angiotensin II intrarenal. Kondisi ini akan menyebabkan terjadi apoptosis,
meningkatkan produksi matriks dan deposit pada mikrovaskuler glomerulus dan
terjadilah sklerosis glomerulus atau nefrosklerosis (firmansyah M.A, 2013).

Keadaan hiperglikemia yang lama akan berakibat buruk pada ginjal dan dapat
menyebabkan terjadinya fibrosis dan inflamasi pada glomerulus dan tubulus. Kondisi
ini menyebabkan percepatan kerusakan fungsi ginjal.

Mekanisme terjadinya hiperurisemia pada penyakit metabolik ialah karena


peningkatan kerja ginjal sehingga lama-kelamaan menyebabkan kelelahan ginjal dan
menurunkan kerja ginjal sehingga eksresi asam urat berkurang (Jin et al, 2012;
Gustafsson dan Unwin, 2013).

Penggunaan obat penghilang nyeri secara berlebihan akan berhubungan dengan


kerusakan ginjal atau nefropati. Nefropati analgetik merupakkan kerusakan nefron
akibat penggunaan analgetik. Penggunaan obat untuk menghilangkan rasa nyeri dan
menekan radang dengan mekanisme kerja menekan sintesis prostaglandin. Akibat
menghambat sintesis prostaglandin menyebabkan vasokontriksi renal, menurunkan
aliran darah ke ginjal, dan potensial menimbulkan iskemia glomerular. Obat penghilang
nyeri menyebabkan nefrosklerosis yang berakibat iskemia glomerular sehingga
menurunkan GFR yang dalam waktu lama dapat menyebabkan gagal ginjal terminal
(Fored et al., 2003).

Hasil penelitian berdasakan pola hidup pada pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK)
menunjukkan bahwa 88% pasien sering mengkonsumsi daging. kandungan yang
21
terdapat dalam daging adalah kandungan kadar purin. Purin merupakan senyawa yang
di rombak menjadi asam urat dalam tubuh. Oleh karena itu, makanan yang mengandung
tinggi purin seharusnya dihindari. Faktor risiko berikutnya adalah pada pasien dengan
riwayat perokok aktif yaitu sebesar 52% atau sebanyak 26 pasien.Merokok juga
berhubungan dengan terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi. Nikotin yang
terkandung dalam rokok akan menyebabkan peningkatan tekanan darah karena nikotin
akan diserap pembulu darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah
hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin). Pasien dengan riwayat
mengkonsumsi makanan dengan kandungan garam tinggi sebesar 60%. Garam
berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah tinggi gangguan pembuluh darah ini
hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika asupan
garam kurang dari 3 gram sehari prevalensi hipertensi presentasinya rendah, tetapi jika
asupan garam 5-15 gram perhari, akan meningkat prevalensinya 15-20%
(Wiryowidagdo, 2002). Hasil penelitian selanjutnya menunjukan bahwa 42 pasien
(84%) tidak melakukan olahraga secara teratur. Kurangnya olahraga dapat berisiko
terjadinya peningkatan tekanan darah, Manfaat olah raga yang sering disebut olah raga
isotonik seperti jalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu meredam
hipertensi. Pada olah raga isotonik mampu menyusutkan hormone noradrenalin dan
hormone – hormone lain penyebab naiknya tekanan darah ( Ariani, 2016). Hasil
penelitian menunjukan bahwa pasien dengan riwayat sering mengkonsumsi kopi
terdapat 31 pasien (62%). Kafein merupakan kandungan terbesar dalam kopi yang
memiliki efek terhadap tekanan darah secara akut, terutama pada penderita hipertensi.
Pola hidup selanjutnya ialah sering mengkonsumsi makanan dan minuman dengan
kandungan gula tinggi terdapat sebanyak 38 pasien (76%). Mengkonsumsi gula secara
berlebihan akan mengakibatkan penyakit diabetes melitus, penyakit diabetes melitus
merupakan penyakit degeneratif
5. Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi ISK

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit


yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi,
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin growth factors. Hal ini
22
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi dalam upaya kompensasi berlangsung
singkat. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.

Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian


diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa
hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal
kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat
variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun
tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), yang mana keadaan basal LFG masih
normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum (Gliselda, 2021).

6. Mahasiswa mampu menjelaskan Manifestasi Klinis GGK


GGK derajat ringan umumnya tidak menimbulkan gejala klinis yang disadari. Pada
sebagian besar kasus, gejala baru muncul saat fungsi ginjal tersisa 10%. Manifestasi
klinis GGK tidak spesifik dan biasanya ditemukan pada tahap akhir penyakit. Pada
stadium awal, GGK biasanya asimtomatik. Tanda dan gejala GGK melibatkan berbagai
sistem organ, gejala dan tanda yang dapat ditemui antara lain:

● Jumlah urin (kemih) berkurang atau tidak ada urin. Jumlah urin < 500 ml/24
jam atau < 20 ml/KgBB/jam pada orang dewasa dan <1 ml/KgBB/jam pada
anak-anak, walaupun jumlah air yang diminum dalam jumlah yang
wajar/normal. Jumlah urin dapat berkurang walaupun jumlah air yang diminum
masih wajar/normal disebabkan karena adanya kerusakan fungsi ginjal, ketika
ini terjadi maka akan ada akumulasi cairan dalam tubuh (fluid accumulation)
yang berakibat pada adanya backflow dan kemudian menjadi shortness of
breath (sesak nafas), nafas berat, mudah sesak bila banyak minum atau
melakukan kerja berat.
● Kelebihan cairan disebabkan karena adanya akan terjadi retensi natrium dan
cairan yang disebabkan oleh penurunan LFG, kemudian hal tersebut akan

23
berakibat pada terjadinya peningkatan tekanan kapiler dan volume interstisial
yang menyebabkan edema pada ekstremitas.
● Urea seharusnya dikeluarkan dari dalam tubuh, karena adanya kerusakan ginjal,
maka kadar urea dalam tubuh akan tinggi, sehingga regulasi dan ekskresi tidak
seimbang yang berakibat pada ketidakseimbangan cairan, asam, basa.
● Malaise, mual, muntah dan tidak nafsu makan. Hal ini dapat terjadi karena
adanya ketidakseimbangan asam basa, kemudian asam lambung akan naik,
sehingga terjadi mual, muntah dan anoreksia.
● Urokrom tertimbun di kulit mengakibatkan perubahan warna kulit.
● Perpospatemia mengakibatkan terjadinya pruritus. Selain itu, pruritus dapat
terjadi karena saat berkemih, jumlah urin yang dikeluarkan sedikit atau tidak
ada yang keluar sama sekali. Hal demikian dapat terjadi karena pembuangan
sisa metabolisme yang terganggu akibat adanya peningkatan zat toksik seperti
ureum. Apabila ureum di darah tinggi dapat menyebabkan pruritus.
● Anemia: pucat, mudah lelah, penderita terlihat pucat pada muka maupun telapak
tangannya, bila diukur Hb < 10 g/dl. Anemia dapat terjadi karena di ginjal
terdapat penurunan hormon eritropoietin yang menghasilkan eritrosit (RBC),
kemudian produksi hemoglobin akan menurun sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia.
● Sindrom uremia:

○ Pada jantung, adanya urea mengakibatkan peradangan perikardium


sehingga terjadi nyeri dada (pericarditis) yang berakibat pada hipertensi.

○ Perdarahan abnormal seperti ekimosis dan perdarahan saluran cerna,


penurunan kesadaran.

GGK derajat ringan umumnya tidak menimbulkan gejala klinis yang disadari. Pada
sebagian besar kasus, gejala baru muncul saat fungsi ginjal tersisa 10%. Manifestasi
klinis GGK tidak spesifik dan biasanya ditemukan pada tahap akhir penyakit. Pada
stadium awal, GGK biasanya asimtomatik. Tanda dan gejala GGK melibatkan berbagai
sistem organ, gejala dan tanda yang dapat ditemui antara lain:

● Jumlah urin (kemih) berkurang atau tidak ada urin. Jumlah urin < 500 ml/24
jam atau < 20 ml/KgBB/jam pada orang dewasa dan <1 ml/KgBB/jam pada
anak-anak, walaupun jumlah air yang diminum dalam jumlah yang

24
wajar/normal. Jumlah urin dapat berkurang walaupun jumlah air yang diminum
masih wajar/normal disebabkan karena adanya kerusakan fungsi ginjal, ketika
ini terjadi maka akan ada akumulasi cairan dalam tubuh (fluid accumulation)
yang berakibat pada adanya backflow dan kemudian menjadi shortness of
breath (sesak nafas), nafas berat, mudah sesak bila banyak minum atau
melakukan kerja berat.
● Kelebihan cairan disebabkan karena adanya akan terjadi retensi natrium dan
cairan yang disebabkan oleh penurunan LFG, kemudian hal tersebut akan
berakibat pada terjadinya peningkatan tekanan kapiler dan volume interstisial
yang menyebabkan edema pada ekstremitas.
● Urea seharusnya dikeluarkan dari dalam tubuh, karena adanya kerusakan ginjal,
maka kadar urea dalam tubuh akan tinggi, sehingga regulasi dan ekskresi tidak
seimbang yang berakibat pada ketidakseimbangan cairan, asam, basa.
● Malaise, mual, muntah dan tidak nafsu makan. Hal ini dapat terjadi karena
adanya ketidakseimbangan asam basa, kemudian asam lambung akan naik,
sehingga terjadi mual, muntah dan anoreksia.
● Urokrom tertimbun di kulit mengakibatkan perubahan warna kulit.
● Perpospatemia mengakibatkan terjadinya pruritus. Selain itu, pruritus dapat
terjadi karena saat berkemih, jumlah urin yang dikeluarkan sedikit atau tidak
ada yang keluar sama sekali. Hal demikian dapat terjadi karena pembuangan
sisa metabolisme yang terganggu akibat adanya peningkatan zat toksik seperti
ureum. Apabila ureum di darah tinggi dapat menyebabkan pruritus.
● Anemia: pucat, mudah lelah, penderita terlihat pucat pada muka maupun telapak
tangannya, bila diukur Hb < 10 g/dl. Anemia dapat terjadi karena di ginjal
terdapat penurunan hormon eritropoietin yang menghasilkan eritrosit (RBC),
kemudian produksi hemoglobin akan menurun sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia.
● Sindrom uremia:

○ Pada jantung, adanya urea mengakibatkan peradangan perikardium


sehingga terjadi nyeri dada (pericarditis) yang berakibat pada hipertensi.

○ Perdarahan abnormal seperti ekimosis dan perdarahan saluran cerna,


penurunan kesadaran.

25
● Palpitasi (aritmia) yang diakibatkan karena hiperkalemia, hiperkalemia sendiri
diakibatkan karena ketidaknormalan ginjal dalam mengeluarkan kalium.
normalnya kalium digunakan untuk kontraksi otot, apabila terdapat
ketidaknormalan maka akan terjadi aritmia. (Ferry,2020).

7. Mahasiswa mampu menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang GGK


Kriteria Diagnostik GGK
1) Kerusakan ginjal (Renal Damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan structural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
a. Kelainan patologis
b. Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelamin dalam tes pencitraan (imaging test).
2) Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat kerusakan
ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih dari 60,l/menit/1,73 m2, tidak
termasuk kriteria gagal ginjal kronik (Suwirta, 2014).

A. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang mendukung diagnosis GGK,
antara lain (Verrelli, 2006) dalam (Bayhakki, 2012) :
1) Peningkatan kadar ureum dari kreatinin serum.
2) Hiperkalemia, penurunan bikarbonat serum, hipokalsemia, hiperfosfatemia,
hiponatremia (pada GGK tanpa Overload).
3) Hipoalbuminemia tersebab oleh banyak protein yang keluar bersama urin.
4) Anemia normokrom normostik tersebab oleh penurunan produksi hormone
eritropoetin.
5) Urinalisis : Proteinuria, diduga akibat gangguan pada glomerulus atau
tubulointerstitial.
6) Sel darah merah pada sedimen ureine, diduga ada glomerulonefritis
proliferative. Piuria dan atau sel darah merah dalam urine, diduga adalah
nefritis interstitial (terutama jika terjadi eosinofiluria) atau infeksi saluran
kemih.
7) Urin 24 jam untuk memeriksa CCT (clean coal technology) dan protein total.

26
8) Elektroforesis protein urin dan serum untuk melihat protein monoklon,
kemungkinan adanya myeloma multiple.
9) Antibody antinuklir (antinuclear antibody, ANA), kadar anti- double-stranded
DNA untuk melihat adanya lupus eritematosus sistemik (systemic lupus
erythematosus, SLE).
10) Kadar komplemen serum untuk menunjukkan glomerulonephritis.
11) C-ANCA (cytoplasmic anti-neutrophilic cytoplasmic antibody) and P-ANCA
(perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic antibody) untuk diagnosis
granulomatosis Wegener dan poliartritis nodosa atau poliangitis mikroskopik.
12) Serologi Hepatitis B dan C, HIV, Venereal Disease Research Laboratory
(VDRL) : Berhubungan dengan glomerulonefritis.
B. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan atau hasil pemeriksaan diagnostic lain yang mendukung diagnosis
GGK adalah (Verrelli, 2006) dalam (Bayhakki, 2012) :
1) Sinar-X Abdomen → Melihat gambaran batu radio atau nefrokalsinosis.
2) Pielogramintravena → Jarang dilakukan karena potensi toksin, sering
digunakan untuk diagnosis batu ginjal.
3) Ultrasonografi ginjal → Untuk melihat ginjal polikistik dan hidronefrosis,
yang tidak terlihat pada awal obstruksi. Ukuran ginjal biasanya normal pada
nefropati diabetic.
4) CT Scan → Untuk melihat massa dan batu ginjal yang dapat menjadi
penyebab GGK
5) MRI → Untuk diagnosis thrombosis vena ginjal. Angiografi untuk diagnosis
stenosis arteri ginjal, meskipun arteriografi ginjal masih menjadi pemeriksaan
standart.
6) Voding cystourethogram (VCUG) → Pemeriksaan standart untuk diagnosis
refluk vesikoureteral

8. Mahasiswa mampu menjelaskan Diagnosis Banding


Diagnosis banding CKD memiliki gambaran klinis yang tumpang tindih.
membuat diagnosis banding PGK sangat sulit. Riwayat penyakit ginjal kronis biasanya
tidak ada. oleh karena itu, diagnosis banding sangat bergantung pada evaluasi
laboratorium dan pencitraan diagnostik. Meskipun demikian, anamnesis dan
pemeriksaan yang cermat akan menentukan diagnosis yang benar. diagnosis banding

27
meliputi cedera ginjal akut, gagal ginjal akut, nefropati diabetik, nefropati sistemik,
glomerulonefritis, sindrom nefrotik, dan uropati obstruktif (Sanyaolu, 2018).

9. Mahasiswa mampu menjelaskan Tatalaksana GGK


Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit ginjal kronik sesuai dengan
derajatnya, dapat dilihat pada tabel:

Manajemen keperawatan kolaboratif untuk mengatasi komplikasi yang dapat


muncul pada penyakit ginjal kronik (PGK) adalah sebagai berikut :
a. Medikasi

Hipertensi dapat ditangani dengan pemberian obat inhibitor enzim


pengubah – angiotensin (ACE-i) atau Angiotensin II Receptor Blocker (ARB), obat
imunosupresif diberikan untuk pasien glomerulonefritis, diuretik dapat digunakan
untuk mengatur volume cairan intravaskular, asidosis metabolik dapat diatasi
dengan natrium bikarbonat, hiperkalemia dapat ditangani dengan kombinasi
insulin dan dekstrosa atau natrium polistiren sulfonat, tambahan kalsium dan
vitamin D dapat digunakan untuk mempertahankan kadar kalsium dan fosfat
(Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2009).

b. Pengaturan diet
1) Diet protein dan fosfat
Diet pembatasan asupan protein dan fosfat pada pasien PGK dapat dilihat pada
tabel

28
2) Diet kalium
Tindakan yang harus dilakukan adalah tidak memberikan makanan atau obat –
obatan yang tinggi akan kandungan kalium. Ekspektoran, kalium sitrat, dan
makanan seperti sup, pisang dan jus buah murni adalah beberapa contoh
makanan atau obat – obatan yang mengandung amonium klorida dan kalium
klorida (Price & Wilson, 2013).
3) Diet natrium dan cairan
Jumlah natrium yang diperbolehkan adalah 40 hingga 90 mEq/hari (1 hingga 2
gram natrium), namun asupan natrium yang optimal harus ditentukan secara
individu untuk setiap pasien agar tercapai keseimbangan hidrasi yang baik.
Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urin selama 24 jam + 500
ml menggambarkan kehilangan cairan yang tidak disadari. Kebutuhan cairan
yang diperbolehkan pada pasien anefrik 800 ml/hari dan pasien dialisis
diberikan cairan yang mencukupi untuk memungkinkan kenaikan berat
badan 2 sampai 3 pon (sekitar 0,9 kg sampai 1,3 kg) selama pengobatan.
Pemberian asupan natrium dan cairan pada pasien PGK harus diatur sedimikian
rupa untuk mencapai keseimbangan cairan (Price & Wilson, 2013).
c. Penanganan anemia
Penanganan anemia dapat menggunakan Eritropoietin Alfa (EPO) bentuk
rekombinan dari eritropoietin. EPO dapat diberikan sewaktu menjalani dialisis
melalui subkutan 50 U/kgBB 3 kali seminggu. Efek samping dari EPO adalah mual
muntah dan dapat ditangani dengan mengkonsumsi zat besi setelah makanan dan
diberikan laksatif agar feses lunak.

29
10. Mahasiswa mampu menjelaskan Komplikasi dan Prognosis GGK
Komplikasi yang dapat dtimbulkan dar penyakit gagal ginjal kronik
adalah (Baughman, 2000):

1) Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan mengakibatkan
dekasifilkasi matriks tulang, sehinggal tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis)
dan jika berlangsung lama makan menyebabkan phatologis.
2) Penyakit Kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik berupa
hipertensi, kelainan lipid, inteloransi glukosa, dan kelainan himodinamik (sering
terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
3) Anemia
Selain berfungsi sebagai sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian hormonal
(endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di ginjal akan
mengakibatkan penurunan hemoglobin.
4) Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami penurunan
dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi hiperprolaktinemia.

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penyakit yang mempunyai prognosis buruk
dimana akan terjadi penurunan fungsi ginjal secara bertahap. Pada tahap awal penderita
mungkin tidak merasakan keluhan tetapi setelah beberapa tahun atau beberapa puluh
tahun penyakit ginjal ini sering berkembang cepat menjadi gagal ginjal terminal dimana
akan membutuhkan terapi renal seperti dialisis atau transplantasi untuk memperpanjang
usianya.

11. Mahasiswa mampu menjelaskan KIE dan Pencegahan GGK


KIE

1) Memberikan informasi tentang penyakit dan kondisi pasien kepada pasien dan
keluarganya secara lengkap.
2) Memberikan edukasi tentang obat yang diminum kepada pasien dan keluarga
pasien.
3) Mengedukasi keluarga pasien untuk menjaga higienitas pasien dan lingkungan
rumah.

30
4) Mengedukasi pasien dan keluarga agar pasien konsultasi mengenai hipertensi
dan diabetes melitus secara teratur.

Pencegahan

Pencegahan gagal ginjal kronis (Irwan, 2016). Penyakit gagal ginjal kronis
adalah salah satu jenis penyakit tidak menular yang memiliki angka kesakitan cukup
tinggi, namun demikian penyakit ini dapat dihindari melalui upaya pencegahan yang
meliputi :

1) Mengendalikan penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, dan juga penyakit


jantung dengan lebih baik. Penyakit ginjal merupakan salah satu penyakit
sekunder akibat dari penyakit primer yang mendasarinya. Oleh sebab itulah,
perlunya mengendalikan dan mengontrol penyakit primer agar tidak komplikasi
menjadi gagal ginjal.
2) Mengurangi makanan yang mengandung garam adalah salah satu jenis makanan
dengan kandungan natrium yang tinggi. Natrium yang tinggi bukan hanya biasa
menyebabkan tekanan darah tinggi, namun juga akan memicu terjadinya proses
pembentukan batu ginjal.
3) Minumlah banyak air setiap harinya. Air adalah suatu komponen makanan yang
diperlukan tubuh agar bisa terhindar dari dehidrasi. Selain itu, air juga bisa
berguna dalam membantu mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Dan juga akan
membantu untuk mempertahankan volume serat konsentrasi darah. Selain itu
juga bisa berguna dalam memelihara sistem pencernaan dan membantu
mengendalikan suhu tubuh. Jadi jangan sampai tubuh anda mengalami
dehidrasi.
4) Jangan menahan buang air kecil. Penyaringan darah merupakan fungsi yang
paling utama yang dimiliki ginjal. Disaat proses penyaringan berlangsung,
maka jumlah dari hasil kelebihan cairan akan tersimpan di dalam kandung
kemih dan setelah itu harus segera di buang. Walaupun kandung kemih mampu
menampung lebih banyak urin, tetapi rasa ingin buang air kecil akan dirasakan
disaat kandung kemih sudah mulai penuh sekitar 120-250 ml urin. Sebaiknya
jangan pernah menahan buang air kecil. Hal ini akan berdampak besar dari
terjadinya proses penyaringan ginjal.

31
5) Makan makanan yang baik. Makan yang baik adalah makan dengan kandungan
utrisi serta gizi yang lebih baik. Hindari makan junk food.

12. Mahasiswa mampu menjelaskan Integrasi islam yang berkaitan dengan skenario
Allah SWT telah merancang organ-organ dalam tubuh dengan begitu rapi dan
tertata serta memiliki struktur tersendiri yang berkaitan dengan fungsinya sehingga
proporsi kerjanya sungguh luar biasa. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS:At-
Tin ayat 4:

َ ‫ى أ َ ْح‬
‫س ِن ت َ ْق ِويم‬ ِ ْ ‫ٍلَقَدْ َخلَ ْقنَا‬
َ َٰ ‫ٱْلن‬
ٓ ِ‫سنَ ف‬
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

Begitupun pada sistem ekskresi dalam tubuh manusia yang memiliki letak serta fungsi
masing-masing dan saling berhubungan sehingga tubuh kita menjadi seimbang.
Misalnya ginjal, ginjal merupakan organ berpasangan yang terletak pada rongga perut
di atas garis pinggang. Letak ginjal kanan lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena
di atas ginjal kanan terdapat organ hati. Sungguh disinilah Allah memperlihatkan
dimana-Dia benar mengaturnya sedemikian detail. Seperti firman Allah dalam QS:Al-
Infitar ayat 6-8:

“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka)


terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu
menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, dalam
bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu. Bukan hanya durhaka
saja, bahkan kamu mendustakan hari pembalasan.”

32
3.2 Peta Konsep

33
3.4 SOAP
SOAP
S (Subjective)

Nama: Ny. Anonim


Jenis Kelamin: Perempuan
Usia: 53 th

Keluhan Utama: Sesak nafas, pruritus, pitting edema pada ekstremitas bilateral
RPS: 2 minggu ini kencingnya sangat sedikit, bahkan pernah dalam sehari tidak kencing
sama sekali, disertai dengan rasa lesu dan letih
RPD: DM tipe 2, hipertensi, hiperlipidemia (selama 17 tahun)
RPK: -
RS: Riwayat merokok selama 35 tahun
Riwayat Alergi: -
Riwayat Obat: -

O (Objective)

Tanda Vital: T = 5 kaki 3 inchi BB= 90 kg (obesitas) Pulse = 94/menit (normal), RR =


26/menit (meningkat), BP = 165/92 mmHg (hipertensi)

Pemeriksaan Fisik:

• Kepala: anemis +, icteric -, mukosa lidah lembab


• Leher: Tampak distensi Vena Jugularis
• Thorax: wheezing - dan ronchy -
• Abdomen: cembung, supel, BU +, shifting dullness +
• Extremitas: pitting edema +

Pemeriksaan Laboratorium

Tes Hasil Nilai normal

Hemoglobin 8.7 g/dL (rendah) 11.0–12.0 g/dL

Creatinine 2.2 mg/dL (meningkat) 0.6–1.2 mg/dL

GFR 49 mL/min/1.73 90–120 mL/min/1.73 m 2

m (menurun)
2

Serum albumin 3.3 g/dL (menurun) ≥4.0 g/dL

HbA1c 8.8% (meningkat) <7.0%

LDL 143 mg/dL (meningkat) <100 mg/dL

34
HDL 43 mg/dL (meningkat DBN) >40 mg/dL (preferably >60
mg/dL)
Gula darah acak 186 mg/dL (meningkat) <140 mg/dL

Albumin-to-creatinine 281 mg/g (meningkat) <30 mg/g


ratio
Calcium 8.7 mg/dL (normal) 8.4–9.5 mg/dL

Phosphorus 4.2 mg/dL (normal) 2.7–4.6 mg/dL

Plasma parathyroid 77 pg/mL (meningkat) 35–70 pg/mL


hormone
A1 (Initial Assesment)

DDx (Differential Diagnosis):

• Cidera Gagal Ginjal Akut

• Gagal Ginjal Akut

• Nefropati Diabetik

• Nefropati Sistemik

• Glomerulonefritis

• Uropati Obstruktif

P1 (Planning Diagnosis)

Pemeriksaan Penunjang: Urinalisis, USG Ginjal

A2 (Assesment)

WDx (Working Diagnosis): Gagal Ginjal Kronis

P2 (Planning)

Tatalaksana Farmakologis:
➢ Hipertensi: ACE+ Deuretik Loop
- Captopril 25 mg tab
S 2 dd 1 tab. ac
- Furosemide 250 mg tab
S 4 dd 1 tab. pc
➢ Hiperlipidemia:
Statin 20 mg tab

S 1 dd 1 tab. pc
➢ Anemia:

35
EPO 50 U amp
S 3 septim 1 imm
Tatalaksana non-Farmakologis:

• Diet protein 0,6 – 0,8 g/kg/hari dan fosfat < 10 gram

Planning Monitoring (PMo):

● Mengevaluasi GFR pasien


● Memastikan pasien meminum obat sesuai resep dan tidak berhenti ditengah jalan
● Memastikan pasien berhenti merokok dan berolahraga teratur
● Memastikan kadar glukosa dan BP asien terkontrol
● Memastikan pasien mematuhi diet protein dan fosfat yang disarankan

Planning Follow Up:

• Px diminta untuk control setelah 1 minggu sekali


KIE:

• Memberitahukan penyakit mengenai pasien dan kondisi pasien secara lengkap


• Memberitahu pasien agar pasien kontrol sesuai jadwal yang ditentukan. Untuk
mengontrol hipertensi dan DM pasien
• Memberitahu pasien untuk mengurangi makanan yang mengandung garam
• Memberitahu pasien bahwa kesembuhan datangnya dari Allah SWT.
• Memberitahu pasien untuk sabar karena respon pengobatan masing-masing orang
berbeda.

36
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M., Firmansyah, M. A., 2013. Clinical Apporach and Management of Chronic
Diarrhea. The Indonesian Journal of Internal Medicine. 45 (2) : 157-165.

Baughman, D. C., Hackley, J. C., (2000), Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku Dari
Brunner & Suddarth (Terjemahan), EGC, Jakarta

Bikbov B, Perico N, Remuzzi. "Disparities in Chronic Kidney Disease Prevalence among


Males and Females in 195 Countries: Analysis of the Global Burden of Disease 2016
Study". Nephron. 139 (4): 313–318. doi:10.1159/000489897

PERKI. (2020). Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung 2020. 2nd ed. Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2020, 6(11), 951–952.

Gliselda VK. Diagnosis dan Manajemen Penyakit Ginjal Kronis (PGK). J Med Hutama.
2021;2(4):1135–41.

KDIGO: Kidney Disease Improving Global Outcomes (August 2009). "KDIGO Clinical
Practice Guideline for the Diagnosis, Evaluation, Prevention, and Treatment of
Chronic Kidney Disease-Mineral and Bone Disorder (CKD-MBD)"

Levin, A., Hemmelgarn, B. and Culleton, B. (2008). Guidelines for the management of chronic
kidney disease. Canadian Medical Association, 179(11), pp.1154 – 1162.

Mait, G., Nurmansyah, M., & Bidjuni, H. (2021). GAMBARAN ADAPTASI FISIOLOGIS
DAN PSIKOLOGIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG
MENJALANI HEMODIALISIS DI KOTA MANADO. JURNAL KEPERAWATAN,
9(2), 1. https://doi.org/10.35790/jkp.v9i2.36775

Hasetidyatami, V. L., & Wikanda, I. M. F. (2019). Chronic Kidney Disease [Kepanitraan


Klinik Madya Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Sanglah]. Universitas Udayana

Ferry L, dkk. (2020). Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk. Edisi 5. Jakarta: Media
Aesculapius.

Sanyaolu, Adekunle dkk. 2018. Epidemiology and Management of Chronic Renal Failure :A
Global Public Health Problem. Biostatistic and Epidemiology International Journal.

37

Anda mungkin juga menyukai