Anda di halaman 1dari 31

REFERAT BEDAH UMUM

PERIAPPENDICULAR INFILTRAT

DISUSUN OLEH :
Renny Fadila Fitri Hapsari, S.Ked
08700350

PEMBIMBING :
dr. Mohamad Ali Yusni, Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAH UMUM SMF ILMU BEDAH


RSUD dr. M. SALEH PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN 2015

1
HALAMAN PENGESAHAN

“LAPORAN KASUS : PERIAPPENDICULAR INFILTRAT”

Telah disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Sebagai syarat kepaniteraan klinik SMF Ilmu Bedah RSUD dr. Moh Saleh Kota Probolinggo

Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

MENGETAHUI
Dokter Pembimbing

dr. M. Ali Yusni, Sp.B

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. …….. ii


DAFTAR ISI…………………………………………………………………………........ iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………… 4
BAB II STUDI KASUS……………………………………………………………........... 5
2.1 Identitas Pasien………………………………………………………………………. 5
2.2 Status Pasien…………………………………………………………………........... 5
2.3 Pemeriksaan Fisik……………………………………………………..…………….. 6
2.4 Diagnosa Klinis…………………………………………………………………….. 7
2.5 Pemeriksaan Penunjang ……………………………………………………………. 7
2.6 Penataksanaan………………………………………………………………………. 8
2.7 Prognosis…………………………………………………………………………….. 8
2.8 Resume……………………………………………………………………………… 9
2.8.1 Assesment……………………………………………………………………. 10
2.8.2 Penatalaksanaan………………………………………………………………. 11
2.8.3 Prognosis………………………………………………………………………. 11
2.8.4 Follow up………………………………………………………………………. 11
BAB III ANALISA KASUS………………………………………………………………..19
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………………………..24
BAB V DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………31

3
BAB I
PENDAHULUAN

Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch membentuk produk
immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter
0,5-1 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di Struktur apendiks mirip dengan usus
mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan
sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang
merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal,
menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan
elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa
terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong
yang disebut crypta lieberkuhn.

Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. 7 Persarafan parasimpatis berasal
dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan
persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis
bermula disekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks
akan mengalami gangrene.

Definisi
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal
mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak
terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun
atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup
panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.13 bagian proksimal dan melebar dibagian
distal.7 Basis appendiks terletak pada bagian postero medial caecum, di bawah katup ileocaecal.
Ketiga taenia caecum bertemu pada basis appendiks.
4
BAB II
STUDI KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn Sugianto
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : Laki - Laki
Pekerjaan : Buruh tani
Alamat : Lumbang
Agama : Islam
Status Marital : Menikah
No. Register : 181000
Tgl. MRS : 27-10-2012 sampai 8-11-2014

2.2 STATUS PASIEN


Keluhan Utama : Nyeri perut bagian kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
 Pasien mengeluh sejak 12 hari yang lalu nyeri perut bagian bawah kanan, di bawa ke
RS setelah di rasakan pasien tidak kuat lagi menahan sakitnya
 Pasien mengeluhkan terkadang demam tinggi
 Pusing kadang – kadang
 TIdak ada mual dan muntah, badan terasa lemas
 Nafsu makan mulai menurun
 BAB (-), BAK (+)
 BAB berwarna hitam seperti petis sejak 5hari yang lalu
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
 Pasien sering mengalami nyeri perut seperti ini sejak dahulu dan hilang timbul
 DM (-)
 Asma (-)
 Hipertensi (-)
Riwayat Keluarga :
Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat Pengobatan :
 Belum pernah di periksakan atau di obati sebelumnya

5
 Tidak ada alergi obat
Riwayat Sosial :
 Suka makanan berlemak
 Suka makan pedas
 Kurang konsumsi sayur

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : lemah


Kesadaran : Compos mentis
 GCS :456
Vital Sign :
 Tekanan darah : 110/90 mmHg
 Suhu : 37,2 ˚C
 Nadi : 76 x/menit
 RR : 22 x/menit

Kepala Leher
 a/i/c/d : -/-/-/-
 Trakea lurus di tengah
 Pembesaran KGB (-)

Thorax
 Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi, tidak ada gerakan nafas tertinggal
Palpasi : Fremitus vocal paru kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada ronki dan wheezing
 Jantung
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris, iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kesan normal
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, regular, tidak ada murmur
 Abdomen
- terlihat sedikit penonjolan pada daerah kanan bawah
- nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), defans muskuler (-)

6
- Perkusi : timpani
- bising usus 7x/menit
 Ekstremitas
- Superior : Akral hangat, sianosis (-), oedem (-)
- Inferior : Akral kanan hangat, sianosis (-), oedem (-)

2.4 Diagnosis Klinis


Periappendicular Infiltrat

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Hasil Pemeriksaan Laboratorium (27-10-2014)
Hematokrit : 35% (37 – 49%)
Hemoglobin : 12,3 g/dl ( L : 13-18 g/dl, P : 12-16 g/dl )
Leukosit : 11,810/mm3 (4000 – 11.000/cmm)
Trombosit : 490,000/mm3 (150000 - 450000/cmm)
Gula Darah Acak :94 mg/dl (<=200)
Bilirubin Direct : 0,27 mg/dl (< 0,5mg/dl)
Bilirubin Total : 0,51 mg/dl (< 1,0mg/dl)
SGOT : 24 U/L (< 31 U/I)
SGPT : 25 U/L (< 31 U/I)
Alkali Phospat : 94 U/L (60 – 240mg/d )
BUN : 8,1 mg/dl (10-20mg/dl)
Kreatinin : 0,8 mg/dl (0,5-1,7mg/dl)
Asam Urat : 6,9 mg/dl (3,6-8,5mg/dl)

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (28-10-2014)


Hemoglobin : 11,5 g/dl ( L : 13-18 g/dl, P : 12-16 g/dl )
Leukosit : 9,800/mm3 (4000 – 11.000/cmm)
Trombosit : 514,000/mm3 (150000 - 450000/cmm)
Gula Darah Acak :100 mg/dl (<=200)
Bilirubin Direct : 0,24 mg/dl (< 0,5mg/dl)

7
Bilirubin Total : 0,66 mg/dl (< 1,0mg/dl)
SGOT : 54 U/L (< 31 U/I)
SGPT : 53 U/L (< 31 U/I)
Alkali Phospat : 94 U/L (60 – 240mg/d )
BUN : 14,7 mg/dl (10-20mg/dl)
Kreatinin : 0,8 mg/dl (0,5-1,7mg/dl)
Asam Urat : 6,4 mg/dl (3,6-8,5mg/dl)

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (29-10-2014)


Hemoglobin : 12,8 g/dl ( L : 13-18 g/dl, P : 12-16 g/dl )
PVC (hematokrit) : 37% ( L : 40 – 54% , P : 35 – 47%)
Leukosit : 9730/mm3 (4000 – 11.000/cmm)
Trombosit : 578,000/mm3 (150000 - 450000/cmm)

2.6 Penatalaksanaan
- Infus RL 20 tpm
- Infus Ciprofloxacin 2x1 fl.
- Injeksi B12 3x1 ampul / drip
- Injeksi Ranitidin 2x1 iv
- Rawat luka setiap hari

2.7 Prognosis
Baik

2.8 Resume
A. Keluhan Utama : Nyeri Perut
B. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien mengeluhkan nyeri perut sekitar pusat sejak 12hari yang lalu, sakitnya hilang timbul
dan pada suatu pagi nyeri perut bertambah pada sisi sebelah kanan bawah, nyeri di rasakan
seperti di tusuk – tusuk. Nyeri semakin hebat saat setelah makan dan berjalan. Pasien lebih

8
nyaman berjalan dengan cara membungkuk. Pasien juga mengeluh mual dan muntah
sebanyak 3x dalam sehari berlangsung hanya 1 hari saja, nafsu makan sedikit berkurang,
demam yang sifatnya naik turun sudah kurang lebih 3 hari. Pasien memiliki riwayat gemar
konsumsi makanan pedas seperti rujak dan bakso serta makanan yang kurang serat
C. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
- Memiliki riwayat Gastritis
- Tidak ada riwayat Diabetes Mellitus
- Tidak ada riwayat Hipertensi
- Tidak ada riwayat Infeksi Saluran Kencing
D. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa
E. Riwayat Alergi : tidak ada alergi obat maupun makanan
F. Riwayat Pengobatan sebelumnya : Pasien sempat di bawa ke dokter umum kemudian di
berikan suntikan lalu sakitnya hilang tapi keesokan harinya sakitnya kambuh kembali

Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum : lemah
B. Kesadaran : Compos mentis
C. Tanda – tanda vital
 Tekanan Darah : 110/80mmHg
 Nadi : 84x/menit
 RR : 26x/menit
 Suhu : 36,4 0 C
Abdomen
- Inspeksi : simetris, tidak ada jejas dan pembesaran organ
- Palpasi : Defans muscular, Hepar dan Lien tidak teraba, nyeri tekan hamper seluruh
bagian perut, Rovsing sign (+), Obturator sign (+), Psoas sign (+), Blumberg sign (+)
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : Bising usus, terdengar 8x/menit, dalam keadaan normal

Hasil Laboratorium
Hematokrit : 35% (37 – 49%)
Hemoglobin : 12,3 g/dl ( L : 13-18 g/dl, P : 12-16 g/dl )
Leukosit : 11,810/mm3 (4000 – 11.000/cmm)
Trombosit : 490,000/mm3 (150000 - 450000/cmm)

9
Gula Darah Acak :94 mg/dl (<=200)
Bilirubin Direct : 0,27 mg/dl (< 0,5mg/dl)
Bilirubin Total : 0,51 mg/dl (< 1,0mg/dl)
SGOT : 24 U/L (< 31 U/I)
SGPT : 25 U/L (< 31 U/I)
Alkali Phospat : 94 U/L (60 – 240mg/d )
BUN : 8,1 mg/dl (10-20mg/dl)
Kreatinin : 0,8 mg/dl (0,5-1,7mg/dl)
Asam Urat : 6,9 mg/dl (3,6-8,5mg/dl)

USG Abdomen
Kesimpulan : Appendicitis Perforasi

2.8.1 Assesment
Diagnosa : Appendicitis Perforasi
Diagnosa Banding :
 Obstruksi usus
 Gastroenteritis
 Colelitiasis

2.8.2 Penatalaksanaan
Terapi :
 Infus RL 10 tetes per menit
 Injeksi Ceftriaxone 1 amp
 Injeksi Ranitidin 1 amp
 Injeksi Metronidazole 1 amp
 Injeksi Metcobalamin 1 amp
 Pasien di puasakan
 TAO

2.8.3 Prognosis
Prognosisnya baik karena penatalaksanaan operasi telah di lakukan dan di tunjang dengan respon
keadaan pasien yang baik. Secara teori, prognosis dari appendicitis perforasi yaitu dengan diagnosis

10
yang akurat serta pembedahan, tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit ini sangat kecil.
Morbiditas dan mortalitas yang meningkat dapat terjadi bila terjadi keterlambatan dalam
mendiagnosis dan terjadinya komplikasi.

2.8.4 Follow up
Tanggal 28-10-2014
S : nyeri perut (+), mual (+), muntah (+), BAB (-), BAK (+), Flatus (+), badan lemas (+), pusing (-),
ma/mi +/+
O : KU lemah
Kesadaran : cm
TD : 110/70mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 37,2
Status Lokalis :
Simetris, tidak ada jejas dan pembesaran organ, defans muscular, nyeri tekan seluruh bagian perut,
bising usus (+) normal, psoas sign (+), bengkak perut bagian kanan bawah seperti ada cairan
Laboratorium :
Hemoglobin : 11,5 g/dl ( L : 13-18 g/dl, P : 12-16 g/dl )
Leukosit : 9,800/mm3 (4000 – 11.000/cmm)
Trombosit : 514,000/mm3 (150000 - 450000/cmm)
Gula Darah Acak :100 mg/dl (<=200)
A : Supurative Appendicitis Abses
P : post op laparatomi
- Posisi supine
- Puasa
- Injeksi Ceftriaxone 1amp
- Injeksi Ranitidin 1 amp
- Injeksi Metronidazole 1 amp
- Injeksi Metcobalamin 1 amp
Diagnosis dan Terapi post laparatomi
1. Diagnosis : post op. laparotomy + open appendektomi e.c. appendicitis perforasi dengan
periappendicular infiltration

11
2. Terapi :
- Infus RL 1000cc/24jam
- Injeksi Ranitidin 1 ampul
- Injeksi Cepasol
- Injeksi Pumpitor
- Injeksi Sanmol
- Injeksi Metronidazole
- Injeksi Alinamin F 1 ampul

Tanggal 29-10-2014
S : Masih terasa nyeri pada perut kanan bawah, pusing (+), mual (-), muntah (-), Nyeri dari SIAS –
umbilicus, ma/mi +/+, BAK (+), BAB (+)
O : KU baik
Kesadaran : cm
Nadi : 80x/menit
TD : 110/60mmHg
RR : 24x/menit
Suhu : 36,4
Abdomen : Nyeri tekan pada perut kanan bawah, nyeri menjalar dari SIAS dextra ke umbilikus
Status lokalis : Pada perut bagian bawah kanan membengkak seperti ada cairan
A : Supurative Appendicitis Abses
P : Terapi tetap

Tanggal 30-10-2014
S : Masih terasa nyeri pada perut kanan bawah, pusing (-), mual (-), muntah (-), ma/mi -- puasa,
BAK (+), BAB (+)
O : KU baik
Kesadaran : cm
TD : 110/80mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 22x/menit

12
Suhu : 36,7
Status lokalis : Nyeri perut pada bagian kanan bawah, nyeri menjakar dari SIAS dextra ke
umbilikus
A : Sugestif Periappendicular Infiltrat dengan ukuran 4x6 cm
Pada hari ini operasi :
- Omeprazole 3x1
- Injeksi Metronidazole
- Cefoperazon
- Injeksi Sanmol
- Injeksi Pompitor
- Injeksi Ondancetron

Tanggal 31-10-2014
S : Luka post op nyeri (+), nyeri pada hipokondrium sinistra, pusing (+), mual (-), muntah (-),
ma/mi -/-, BAK via kateter, darah (+), flatus (-), BAB (-), tenggorokan terasa kotor.
O : KU baik
Kesadaaran : cm
Nadi : 80x/menit
TD : 110/80mmHg
Suhu : 36,2
RR : 24x/menit
GCS 456
a/i/c/d : -/-/-/-
Status Lokalis : Luka tertutup kassa, drain (+), produksi (+), nyeri pada region umbilikus hingga
SIAS dextra
P : Terapi tetap

Tanggal 1-11-2014
S : Pasien mengatakan masih nyeri pada lop, pusing (-), mual (-), muntah (-), ma/mi -/-, BAB (-),
genitalia terpasang DC
O : KU baik
Kesadaran ; cm
TD : 100/70 mmHg

13
Nadi ; 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,6
Status lokalis : luka tertutup kassa (+), darah (-), pus (-), drain (+), genitalia terpasang DC, NGT (+)
A : Post op hari ke II dengan appendicular infiltrate
P : - Infus RL
- Injeksi Cefoperazon
- Injeksi Metronidazole
- Injeksi Sanmol
- Injeksi Ketorolac
- Injeksi Ranitidin
- Injeksi OPR
- Injeksi Alin F (drip)

Tanggal 2-11-2014
S : Pasien mengatakan nyeri pada lop, pusing (-), mual (-), muntah (-), ma/mi +/+, BAK (+), BAB
(-), flatus (-)
O : KU lemah
Kesadaran : cm
TD : 110/90mmHg
Nadi : 86x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 35,7 °C
GCS 456
a/i/c/d -/-/-/-
Status lokalis : Luka tertutup kassa (+), nyeri (+), pus (-), darah (-), drain (+), produksi (+)
A : Post op hari ke III dengan appendicular infiltrate
P : Terapi tetap

Tanggal 3-11-2014
S : Pasien tidak mengeluhkan apa2, pusing (-), mual (-), muntah (-), ma/mi +/+, BAB (-), BAK (-),
flatus (-), nyeri lop (+)
O : KU baik

14
Kesadaran : cm
Nadi : 72/menit
TD : 130/70 mmHg
RR : 22/menit
Suhu : 36,1 °C
GCS 456
a/i/c/d -/-/-/-
Status lokalis : Luka tertutup kassa (+), pus (-), darah (-), nyeri (+), drain (+), produksi (-)
A : Post op hari ke IV dengan appendicular infiltrate
P : Terapi tetap

Tanggal 4-11-2014
S : Pasien mengatakan nyeri pada lop, pusing (-), mual (-), muntah (-), ma/mi +/+, BAK (+), BAB
(-), flatus (-)
O : KU lemah
Kesadaran : cm
TD : 110/90mmHg
Nadi : 72x/menit
RR : 26x/menit
Suhu : 35,5 °C
GCS 456
a/i/c/d -/-/-/-
Status lokalis : Luka tertutup kassa (+), nyeri (+), pus (-), darah (-), drain (+), produksi (+)
A : Post op hari ke V dengan appendicular infiltrate
P : Terapi tetap

Tanggal 5-11-2014
S : Pasien mengatakan masih nyeri pada lop, pusing (-), mual (-), muntah (-), ma/mi +/+, BAB (-),
BAK (+), flatus (+)
O : KU baik

15
Kesadaran ; cm
TD : 110/70 mmHg
Nadi ; 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,6 °C
Status lokalis : luka tertutup kassa (+), darah (-), pus (-), drain (+), genitalia terpasang DC
A : Post op hari ke VI dengan appendicular infiltrate
P : - Infus RL
-Injeksi Cefoperazon
-Injeksi Metronidazole
-Injeksi Ketorolac
-Injeksi Ranitidin
-Injeksi OPR
Tanggal 6-11-2014
S : Pasien tidak mengeluhkan pusing (-), mual (-), muntah (-), ma/mi +/+, BAB (-), BAK (-),
flatus (-), nyeri lop (+), terkadang kalau malam menggigil kedinginan seperti demam
O : KU baik
Kesadaran : cm
Nadi : 72/menit
TD : 120/90 mmHg
RR : 28/menit
Suhu : 35,7 °C
GCS 456
a/i/c/d -/-/-/-
Status lokalis : Luka tertutup kassa (+), pus (-), darah (-), nyeri lop (+)
A : Post op hari ke VII dengan appendicular infiltrate
P : Terapi tetap

Tanggal 7-11-2014
S : Pasien tidak mengeluhkan pusing (-), mual (-), muntah (-), ma/mi +/+, BAB (-), BAK (-),
flatus (-), nyeri lop (+)

16
O : KU baik
Kesadaran : cm
Nadi : 64/menit
TD : 120/90 mmHg
RR : 28/menit
Suhu : 36,1 °C
GCS 456
a/i/c/d -/-/-/-
Status lokalis : Luka tertutup kassa (+), pus (-), darah (-), nyeri lop (+)
A : Post op hari ke VIII dengan appendicular infiltrate
P : Terapi tetap

Tanggal 8-11-2014
S : Pasien tidak mengeluhkan pusing (-), mual (-), muntah (-), ma/mi +/+, BAB (-), BAK (-),
flatus (-), nyeri lop sudah berkurang, mobilisasi (+)
O : KU baik
Kesadaran : cm
Nadi : 84/menit
TD : 120/70 mmHg
RR : 26/menit
Suhu : 35,5 °C
GCS 456
a/i/c/d -/-/-/-
Status lokalis : Luka tertutup kassa (+), pus (-), darah (-), nyeri (+)
A : Post op hari ke IX dengan appendicular infiltrate
P : Terapi tetap
Pasien sudah boleh pulang

17
BAB III
ANALISA KASUS

Anamnesis pasien mengeluhkan :


1. Pasien mengeluhkan nyeri perut sekitar 12 hari yang lalu pada pagi harinya sakit dan pada sore
harinya sakit perutnya berpindah ke sisi perut sebelah kanan bawah. Nyeri yang di rasakan oleh
pasien seperti di tusuk – tusuk. Nyeri semakin lama semakin tidak tertahankan apalagi kalau di
buat berjalan dan setelah makan, pasien lebih nyaman apabila berjalan dengan cara
membungkuk. Nyeri bersifat hilang timbul, pasien juga mengeluh mual dan muntahsebanyak 3x
sehari berlangsung selama kurang lebih 3 hari an, nafsu makan berkurang di sertai dengan
demam naik – turun sudah 5 hari an. Pasien memiliki riwayat gemar konsumsi makanan pedas
dan kurang serat.
 Dari anamnesis di atas mengarah pada gejala dari appendicitis, salah satu gejala dari
appendicitis yang paling sering adalah mual, muntah nyeri tekan perut terutama titik Mc
Burney, gejala panas dari pasien tersebut mendukung appendicitis
2. Pada Pemeriksaan fisik di temukan :
Status Genitalis : Dalam batas normal
Status lokalis abdomen :
 Inspeksi : simetris, tidak ada jejas dan pembesaran organ

18
 Palpasi : Defans muscular, Hepar, Lien tidak teraba. Nyeri tekan hamper seluruh
bagian perut sekitar pusat, rovsing sign (+), obturator sign (+), psoas sign (+), Blumberg
sign (+)
 Perkusi : tympani
 Auskultasi : Bising usus, Terdengar 8x/menit dalam keadaan normal
Nyeri tekan, defans muscular dan pemeriksaan tambahan yang di lakukan menunjukan adanya
proses inflamasi pada perut dan merupakan ciri yang khas dari appendicitis
3. Untuk lebh menunjang diagnose pasien di atas, dilakukan pemeriksaan penunjang
Darah Lengkap (DL)
Hemoglobin : 11,5 g/dl ( L : 13-18 g/dl, P : 12-16 g/dl )
Leukosit : 9,800/mm3 (4000 – 11.000/cmm)
Trombosit : 514,000/mm3 (150000 - 450000/cmm)
Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap dari pasien ini di dapatkan peningkatan sel
darah putih (leukositosis) menandakan bahwa pasien mengalami suatu infeksi/inflamasi dari
appendicitis yang sudah mengalami perforasi
 Liver Function Test (LFT)
Bilirubin Direct : 0,27 mg/dl (< 0,5mg/dl)
Bilirubin Total : 0,51 mg/dl (< 1,0mg/dl)
SGOT : 24 U/L (< 31 U/I)
SGPT : 25 U/L (< 31 U/I)
Alkali Phospat : 94 U/L (60 – 240mg/d )
Dari pemeriksaan fungsi hepar tidak di dapatkan ada peningkatan yang menandakan bahwa fungsi
hepar pada pasien ini masih baik
 Renal Function Test (RFT)
BUN : 8,1 mg/dl (10-20mg/dl)
Kreatinin : 0,8 mg/dl (0,5-1,7mg/dl)
Asam Urat : 6,9 mg/dl (3,6-8,5mg/dl)
Dari pemeriksaan fungsi ginjal tidak di dapatkan peningkatan yang menandakan bahwa fungsi dari
ginjal pasien ini masih baik
 Gula Darah
Gula Darah Acak : 94 mg/dl (<=200)
Dari pemeriksaan gula darah acak tidak ada peningkatan yang membuktikan bahwa pasien tidak
menderita diabetes mellitus yang dapat berpengaruh terhadap penyembuhan luka pasca operasi
 Radiologi

19
USG ; Gambaran pada appendicitis perforasi yaitu target sign dan struktur tubular dengan
adanya lapisan dinding yang hilang (inhomogen) dan adanya cairan bebas di sekitar
(perivesical dan pericaecal) dengan diameter appendiks 4x6cm
4. Tata Laksana
Terapi ;
 Infus RL 10 tetes per menit, sebagai cairan isotonis untuk rehidrasi
 Injeksi Ceftriaxone 1 amp sebagai antibiotik spectrum luas untuk membunuh bakteri
aerob dan anaerob
 Injeksi Ranitidin 1 amp sebagai antagonis reseptor histamine H2 yang menghambat
sekresi asam lambung sehingga mencegah terjadinya regurgitasi
 Injeksi Metronidazole 1 amp sebagai antibiotik untuk bakteri anaerob
 Injeksi Metcobalamin 1 amp merupakan bentuk vitamin B12 untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi dan fungsi saraf
 Pasien di puasakan, persiapan untuk menjalani operasi
Terapi operatif
 Open appendiktomi, operasi memotong dan membuang appendiks yang mengalami
peradangan untuk mencegah komplikasi yang lebih parah
 Laporotomi, tindakan ini di lakukan dengan tujuan untuk pencucian organ
peritoneum dan membersihkannya dari eksudat seperti pus, darah dan sisa – sisa perforasi
Terapi post operatif
 Infus RL 1000cc/24jam sebagai cairan isotonis untuk rehidrasi
 Injeksi Ranitidin 1 amp adalah antagonis reseptor histamine H2 yang menghambat
sekresi asam lambung sehingga asam lambung tidak meningkat dan tidak terjadi regurgitasi
asam lambung
 Injeksi Alinamin F 1 amp untuk membantu fungsi system saraf dan metabolism
karbohidrat
 Injeksi Ondancetron 1 amp adalah antagonis reseptor 5HT untuk mengatasi mual dan
muntah
 Infus Katerolac 1 amp sebagai analgesic yang membantu mengurangi rasa nyeri post
op
 Injeksi metronidazole 1 amp sebagai antibiotic untuk bakteri anaerob
 Injeksi Ceftriaxone 1 amp sebagai antibiotic spectrum luas untuk membunuh bakteri
aerob dan anaerob

20
BAB IV
PEMBAHASAN

Appendicitis adalah peradangan dari appendic vermiformis, dan merupakan penyebab


abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun (Kapita
Selekta 2000)
Appendiks terletak di ileocaecum, pertemuan di 3 tinea (Tinea libera, tinea colica, dan tinea
omentum). Bentuk tabung panjang 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Memiliki beberapa jenis posisi
yaitu:
1.Ileocecal
2.Antecaecal
3.Retrocaecal
4.Hepatica
5.Pelvica
Vaskularisasi dari appendiks : a. Appendicularis, cabang dari a. Iliocaecalis, cabang dari A.
Mesentrika superior. Inervasinya simpatis berasal dari N. Thoracalis 10 sedangkan
parasimpatis : N. Vagus (C.10).
Apendiks memiliki topografi yaitu pangkal appendiks terletak pada titik Mc Burney.
• Garis Monro : Garis antara umbilicus dengan SIAS dekstra
• Titik Mc Burney : 1/3 bagian dari SIAS dekstra pada garis Monroe
• Titik Lanz : 1/6 bagian dari SIAS dekstra pada garis antara SIAS dekstra dan SIAS sinistra
• Garis Munro : Pertemuan antara garis Monroe dengan garis parasagital dari pertengahan
SIAS dekstra dengan simfisis. (Schwartz 2000)

21
ETIOLOGI
Penyumbatan lumen apendiks disebabkan oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, struktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, cacing usus atau neoplasma. Penyebab lain yang
diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.
Histolityca. (Schwartz 2000)
Penyebab sumbatan 60% adalah hyperplasia kelenjar getah bening 35% disebabkan karena
fekalith 4% oleh benda asing (termasuk cacing) dan 1% oleh striktur lumen yang bisa
disebabkan karsinoma (Aksara Medisina 1997)

PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya appendicitis akut adalah suatu proses penyumbatan yang mengakibatkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran
limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. (De Jong 2005)
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. (Kapita
Selekta 2000)
Setelah mukosa terkena kemudian serosa juga terinvasi sehingga akan merangsang peritoneum
parietal maka timbul nyeri somatic yang khas yaitu di sisi kanan bawah (titik Mc Burney). Titik
Mc Burney terletak pada 1/3 lateral garis yang menghubungkan SIAS dan umbilicus. (Aksara
Medisina 1997)
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu
pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. (Kapita Selekta 2000)Bila semua proses di atas
berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks sehingga
melokalisasi daerah infalmasi yaitu dengan mengelompok dan memebentuk suatu infiltrate

22
apendiks dan disebut proses walling off. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. (Aksara Medisina 1997)
Pada orangtua kemungkinan terjadi perforasi lebih besar karena daya tahan tubuh sudah lemah
dan telah ada gangguan pembuluh darah. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan
apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. (Kapita Selekta 2000)
Appendisitis akut dalam 48 jam dapat menjadi :
1.Sembuh
2.Kronik
3.Perforasi
4.Infiltrat

MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis appendicitis akut :
 Tanda awal
Nyeri mulai di epigastrium atau region umbilicus disertai mual dan anorexia.
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5o C. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi.
 Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
lokal di titik Mc Burney
- nyeri tekan
- nyeri lepas
- defans muskuler
 Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung
- nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing’s Sign)
- nyeri kanan bawah bila tekanandi sebelah kiri dilepaskan (Blumberg’s Sign)
- nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam berjalan pada saat
batuk atau mengejan (De Jong 2005)

Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak
mau makan. Anak biasanya tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian
akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargi. Karena gejala yang tidak khas

23
tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui
setelah terjadi perforasi.
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada
waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang berusia lanjut yang gejalanya sering
samar-samar saja sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat di diagnosis setelah
perforasi. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual dan muntah.
Yang perlu diperhatikan adalah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan
muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga
keluhan tidak dirasakan diperu kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. (De Jong 2005)

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
- tidak ditemukan gambaran spesifik.
- kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
- penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler.
- tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
2. Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan
adanya rasa nyeri.
3. Perkusi
- terdapat nyeri ketok pekak hati (jika terjadi peritonotos pekak hati ini hilang karena
bocoran usus maka udara bocor)
4. Auskultasi
- sering normal
- peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata pada keadaan lanjut
- bising usus tidak ada (karena peritonitis)
5. Rectal Toucher

24
- tonus musculus sfingter ani baik
- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 09.00-12.00
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
- pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunsi diagnosis dalah nyeri
terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
6. Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi
aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang
menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
7. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul
pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak apendiks.
8. Alvarado Score
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendisitis akut atau bukan, menjadi 3
symptom, 3 sign dan 2 laboratorium
Alvarado Score:
Appendicitis point pain : 2
Lekositosis : 2
Vomitus : 1
Anorexia : 1
Rebound Tendeness Fenomen : 1
Degree of Celcius (.>37,5) : 1
Observation of hemogram : 1
Abdominal migrate pain : 1 +
Total : 10
Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin
(De Jong 2005)

25
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan
komplikasi.
- pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi
saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendicitis. (www.medicastore.com 2003)

2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis)
tampak:
- skoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
- Appendicogram hasil positif bila : non filling partial filling mouse tail cut off. (Aksara
Medisina 1997)
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada
wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya. (www.jama.com
2001)

26
c. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan
sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan tidak
adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari seccum;
pengisisan lengkap dari apendik menyingkirkan appendicitis. (Schwartz 2000)
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan
komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam
abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah
pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada
appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.
(www.medicastore.com 2006)

DIAGNOSIS BANDING
1. Gastroenteritis akut
Adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan
diare lebih sering. Demam dan lekosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri
perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan
gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu observasi berkala akan
dapat menegakkan diagnosis.
2. Kehamilan Ektopik
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada
rupture tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang
mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan
vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan cavum Douglas.
3. Adenitis Mesenterium

27
Penyakit ini juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik dengan apendisitis.
Penyakit ini lebih sering pada anak-anak, biasanya didahului infeksi saluran nafas. Lokasi
neri diperut kanan bawah tidak konstan dan menetap. (De Jong 2005)

PENATALAKSAAN
1. Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih
belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan
tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya
apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta
pemeriksaan darah (lekosit dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan
toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan
kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam
setelah timbulnya keluhan.
b. Antibiotik
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada
apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil
memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
2. Operasi
1. Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)
2. Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)
3. Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)
Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud
Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid
3. Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan di
dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah
sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posii Fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjai gangguan. Selama itu pasien dipuasakan.

28
Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa
diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x 30
menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan
dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang. (www.kedokteranpacificinternet.com 1999)

KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul adalah peritonitis, abses subfrenikus, infiltrat dan fokal sepsis
intraabdominal lain. (www.medicastore.com 2006)

PROGNOSIS
Mortalitas adalah 0.1% jika appendicitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada orangtua.
Kematian biasanya berasal dari sepsis, emboli paru atau aspirasi; prognosis membaik dengan
diagnosis dini sebelum rupture dan antibiotik yang lebih baik.
Morbiditas meningkat dengan rupture dan usia tua. Komplikasi dini adalah sepsis. Infeksi luka
membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya robekan.
Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan perforasi.
Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari seccum oleh abses atau kontriksi dari
jahitan kantong. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi.
Komplikasi lanjut meliputi pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis dan hernia.(Schwartz
2000)
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini
sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi
komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi
apendisitis kronis sebenarnya tidak ada. (De Jong 2005)

29
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. Mc-
Graw Hill Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic
Publication.
3. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran UNAIR.
Surabaya.
4. Lugo,. V.H., 2004. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update. Vol.23 No.03
September 2004. http://home.coqui.net/titolugo/PSU23304.PDF#search=periappendiceal %
20 mass
5. Anonim, 2006. Appendix Mass. GP Note Book http :
//www.gpnotebook.co.uh/cache/ 1738145813.htm
6. Anonim, 2006. Appendicitis.
http://www.meddean.lun.edu/lumen/Meded/Radio/Nuc_med ?Appendicitis/Natural.htm.
7. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.
8. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa Appendisitis
Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
9. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf.
10. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15
www.emedmag.com
11. Anonim, 2005. Appendix. PathologyOutlines.http://www.patholoyoutlines.com
12. Gray, H.(1826-1861). 1918. Anatomy of The Human Body. www.Bartleby.com
13. Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human Services.
National Institute of Health. NIH Publication No. 04–4547.June 2004
www.digestive.niddk.nih.gov
14. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara. Jakarta.

30
15. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American Academy
of Family Physicians. Texas A&M University Health Science Center, Temple, Texas
http://www.aafg.org
16. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2009/11/
appendicitis-akut-dan-appendicitis.html#ixzz3ImML3SNV
17. Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial

31

Anda mungkin juga menyukai