Anda di halaman 1dari 26

REFERAT ILMU PENYAKIT MATA

KATARAK

DISUSUN OLEH:
Renny Fadila Fitri Hapsari - 08700350

PEMBIMBING:
dr. M. Amarusmana, Sp.M

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RSUD dr. M. SALEH PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN 2015
HALAMAN PENGESAHAN

”REFERAT : KATARAK”

Telah disetujui dan disahkan pada :


Hari :
Tanggal :

Sebagai syarat kepaniteraan klinik SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD dr. Moh Saleh Kota
Probolinggo Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

MENGETAHUI :
Dokter Pembimbing

Dr. M. Amarusmana, Sp.M

1
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya, sehingga pada akhirnya penulis dapat mennyelesaika presentasi kasus
mata dengan mengambil tema ”KATARAK”. Tugas imi merupakan salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Mata di RSUD dr Moh Saleh Kota Probolinggo. Penyelesaian tugas
ini tak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan
hati penulis haturkan ucapan terima kasih kepada pembimbing dr. M.Amarusmana, Sp.M
Penulis sangat menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki,
oleh karena itu penulis berharap kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan tugas
ini dan sebagai bekal penulis untuk menyusun tugas-tugas lainnya di kemudian hari. Semoga
referat ini banyak memberi manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

WHO 1972, mendefinisikan kebutaan sebagai tajam penglihatan dibawah 3/60.


Kebutaan adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap negara. Berdasarkan
WHO (1979), prevalensi kebutaan lebih besar pada negara berkembang. Kebutaan ini sendiri
akan berdampak secara sosial dan ekonomi bagi orang yang menderitanya. Ironisnya, 75%
dari kebutaan yang terjadi dapat dicegah atau diobati.6
Indonesia sebagai negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan. Disebutkan,
saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya berada di negara miskin
atau berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada diurutan ketiga dengan terdapat
angka kebutaan sebesar 1,47%.8
Di dunia ini 48% kebutaan yang terjadi disebabkan oleh katarak. Untuk Indonesia,
survei pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan 0,78% di
antaranya disebabkan oleh katarak , dan yang terbesar karena katarak senilis.8
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak
terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur.
Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau ketuaan trauma mata, komplikasi
penyakit tertentu, maupun bawaan lahir.3,8

3
BAB II
PEMBAHASAN

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA


Anatomi dan fisiologi mata sangat rumit dan mengaggumkan. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat
dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke
otak.3,7,8
Mata memiliki struktur sebagai berikut :
 Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang bewarna putih dan
relatif kuat.
 Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian
sclera.
 Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari
iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.
 Pupil : daerah hitam ditengah-tengah iris.
 Iris : jaringan bewarna yag berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea dan
di depan lensa, berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan
cara merubah ukuran pupil.
 Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aquos dan vitreus,
berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
 Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak dibagian belakang bola mata,
berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus ke otak.
 Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visual ke otak.
 Humor aqueus : caian jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea
(mengisi segmen anterior bola mata) serta merupakan sumber makanan bagi lensa
dan kornea, dihasilkan oleh processus ciliaris.
 Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina
(mengisi segmen posterior mata)

4
Gambar 1. (http://doctorology.net/wp-content/uploads/2009/03/eye.jpg&imgrefurl)

A. ANATOMI LENSA
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah
(avaskular), tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang memiliki
fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan
akomodasi.. Ke depan berhubungan dengan cairan bilik mata, ke belakang
berhubungan dengan badan kaca. Digantung oleh Zunula zinii (Ligamentum
suspensorium lentis), yang menghubungkannya dengan korpus siliaris. Permukaan
posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula
lentis, yang bekerja sebagai membran yang sempermiabel, yang akan memperoleh air
dan elektrolit untuk masuk.3,7,8
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel
terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang
elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung ke
ujung berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak di anterior
dan terbalik di posterior. Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamen yang dikenal zonula
zinii, yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke
dalam ekuator lensa.3,7,8

5
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara jaringan-
jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam jaringan tubuh
lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak
ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.3,7,8

Gambar 2. (http://duniamata.blogspot.com/2010/05/struktur-lainnya-lensa-
kristalina.html&usg)

B. FISIOLOGI LENSA
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. UNtuk
memfokuskan cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat
zonula zinii dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang
terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel
akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris
berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya.
Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus siliaris, dan lensa untuk memfokuskan benda
dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.2,7
Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior lebih konveks.
Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus
berlangsung perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat,

6
dimana nukleus menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa lebih
besar, lebih gepeng, warnanya kekuningan, kurang jernih dan tampak seperti “ gray
reflek “ atau “senil reflek”, yang sering disangka katarak. Karna proses sklerosis ini
lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya berkurang. Keadaan ini disebut
presbiopia, dimana pada orang Indonesia dimulai pada usia 40 tahun.2,7

C. PEMERIKSAAN LENSA
Pemeriksaan yang dilakukan pada enyakit lensa adalah pemeriksaan tajam
penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slit lamp, oftalmoskop, penlight, loop,
sebaiknya dengan pupil dilatasi.8

D. METABOLISME LENSA NORMAL


Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan
kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium dibagian
anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar Natrium lebih
tinggi dibagian posterior lensa. Ion kalium bergerak ke bagian posterior dan keluar ke
humor aqueus, dari luar ion natrium masuk secara difusi bergerak ke bagian anterior
untuk menggantikan ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase,
sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan didalam oleh Ca-ATPase.7
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur
HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga
untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase adalah
enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fruktosa
oleh enzim sorbitol dehidrogenase.7

II. DEFINISI

Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering dijumpai
pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Penuaan
merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga factor lain yang
mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik (mis; diabetes),
merokok, dan herediter. Kata katarak berasal dari Yunani “katarraktes” yang berarti
air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana seperti tertutup air terjun
7
akibat lensa yang keruh. Katarak sendiri sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa
akibat hidrasi, denaturasi protein, dan proses penuaan.sehingga memberikan gambaran
area berawan atau putih.3,8

Kekeruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina, sehingga


penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek terlihat kabur.
Mereka mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan
katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah lensanya.3,8

Gambar 3. (http://medicastore.com/images/katarak2.jpg&imgrefurl)

Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi


secara instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita
terganggu secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular dari
satu mata ke mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan.3,8
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasen
mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan pembedahan
maka pengangkatan lensa akan memperbaii ketajaman penglihtan pada > 90%
kasus.sisanya mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca
bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang menghambat
pemulihan daya pandang.3,8

8
Gambar 4.(http://medicastore.com/images/katarak2.jpg&imgrefurl)

III. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia
60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa.
Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi
katarak kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi
katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang
mengalami kebutaan akibat katarak.5

IV. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan
lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor
risiko seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi vit E, radang
menahun dalam bola mata, dan polusi asap motor/pabrik yang mengandung timbal.3,8
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, dan
trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak.8
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika hamil,
atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi
dan metabolik lainnya seperti diabetes mellitus.3

9
V. PATOFISIOLOGI
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan siliar ke
sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya
ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai
influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.3,8

Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang berada di
subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa. Air yang banyak
ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan kekeruhan
lensa.6
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen terus
bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut
tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.6

Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:8


1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopiac
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel

10
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah proteinnukelus
lensa, sedang warna coklat protein lensa nucleusmengandung histidin dan
triptofan disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan
kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada
serabut halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar
lensa, misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa
menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan
jalannya cahaya ke retina.8

Gambar 5. Perbandingan penglihatan normal dan penglihatan katarak

VI. KLASIFIKASI

Morfologi Maturitas Onset


Kapsular Insipien Kongenital
Subkapsular Intumesen Infantile
Kortikal Immatur Juvenile
Supranuklear Matur Presenile
Nuklear Hipermatur Senile
Polar Morgagni
11
KATARAK SENILIS
1. Definisi dan Epidimiologi
Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses degeneratif dan
umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun, lebih dair 90% individu
mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua mata dengan salah satu mata
terkena lebih dulu.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis antara lain:3
1. Herediter
2. Radiasi sinar UV
3. Faktor makanan
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok

2. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin α dan β
adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock protein berguna untuk
menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul protein agar tetap inaktif
sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat lagi mensintesis kristalin
untuk menggantikan kristalin yang rusak, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
kekeruhan lensa.6,8

Mekanisme terjadi kekeruhan lensa


pada katarak senilis yaitu :
1. Katarak senilis kortikal
Terjadi proses dimana jumlah
protein total berkurang, diikuti
dengan penurunan asam amino dan
kalium, yang mengakibatkan kadar
natrium meningkat. Hal ini
menyebabkan lensa memasuki
keadaan hidrasi yang diikuti oleh
koagulasi protein.5

12
Pada katarak senilis kortikal terjadi derajat maturasi sebagai berikut:
- Derajat separasi lamelar
Terjadi demarkasi dari serat kortikal akibat hidrasi. Tahap ini hanya dapat diperhatikan
menggunakan slitlamp dan masih bersifat reversibel.8
- Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi
dengan adanya area yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat
dimulai dari ekuator ke arah sentral (kuneiform) atau dapat
3,5
dimulai dari sentral (kupuliform). Gambar 6
- Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian
lensa. Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya
tekanan osmotik, bahan lensa yang degeneratif, dan dapat terjadi
glaukoma sekunder.3 ,5
Gambar 7
- Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian
lensa. Deposisi ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan
menyeluruh pada derajat maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat
menyebabkan kalsifikasi lensa.3,5 Gambar 8
- Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah
mencair. Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa
menjadi mengerut.3,5 Gambar 9
- Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa menggenang
bebas di dalam kantung kapsul. Pengeretuan dapat berjalan terus dan menyebabkan
hubungan dengan zonula Zinii menjadi longgar.3,5

13
Perbedaan stadium katarak
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang (air keluar)
(air masuk)

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans


Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis + Glaukoma

2. Katarak senilis nuklear


Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa menjadi keras dan
kehilangan daya akomodasi. Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui proses
sklerotik, dimana lensa kehilangan daya elastisitas dan keras, yang mengakibatkan
menurunnya kemampuan akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang
melewati lensa mata. Maturasi dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna
terjadi akibat adanya deposit pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus berwarna coklat
(katarak brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit pigmen dan jarang
berwarna merah (katarak rubra).5,6

Gambar 10. (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra

14
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara progresif
dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis
dari katarak yang diderita pasien.3,5
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata

Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:3


1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp

Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.

4. Diagnosa

Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-
penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.6,8

15
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui kemampuan
melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior dapat membaik dengan
dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler dapat memberikan
petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.6

Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi dapat
juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan. Ketebalan
kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan teliti sebelum
dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga
dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata
sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test
dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan
ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus
dinilai.8

5. Diagnosis Banding

Katarak kongenital yang bermanifestasi sebagai leukokoria perlu dibedakan dengan


kondisi lain yang menyebabkan leukokoria, seperti retinoblastoma, retinopathy of
prematurity, atau persistent hyperplastic primary vitreus (PHPV).5

6. Tatalaksana

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Bergantung pada
integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract
ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE).8

Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,medis, dan
kosmetik.8
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap
individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas
sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma

16
imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada
retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi
katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil
yang hitam.

Persiapan Pre-Operasi6
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
2. Pemberian informed consent
3. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine 5%
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien cemas
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi. Tetesan
diberikan tiap 15 menit
8. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma, antihipertensi, atau
anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat antidiabetik sebaiknya tidak diberikan
pada hari operasi untuk mencegah hipoglikemia, dan obat antidiabetik dapat
diteruskan sehari setelah operasi.

Anestesi8
1. Anestesi Umum
Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu, atau retardasi
mental, juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit Parkinson, dan reumatik
yang tidak mampu berbaring tanpa rasa nyeri.
2. Anestesi Lokal :
 Peribulbar block
Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva dengan jarum
25 mm. Efek : analgesia, akinesia, midriasis, peningkatan TIO, hilangnya refleks
Oculo-cardiac (stimulasi pada n.vagus yang diakibatkan stimulus rasa sakit pada
bola mata, yang mengakibatkan bradikardia dan bisa menyebabkan cardiac
arrest)
Komplikasi :

17
o Perdarahan retrobulbar
o Rusaknya saraf optik
o Perforasi bola mata
o Injeksi nervus opticus
o Infeksi
 Subtenon Block
Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan kapsul tenon 5
mm dari limbus dan sepanjang area subtenon. Anestesi diinjeksikan diantar
ekuator bola mata.
 Topical-intracameral anesthesia
Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine 0.5%, lidocaine
2%) yang dapat ditambah dengan injeksi intrakamera atau infusa larutan lidokain
1%, biasanya selama hidrodiseksi.

Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi
katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi, SICS.

1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh


lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata
melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya
pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak
boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang
masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.3,6,8

18
Gambar 11. Teknik ICCE

2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek
lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak
muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah
glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya
telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina, mata dengan
sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat
melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul
pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.3,6,8

Gambar 12. Teknik ECCE


19
Gamabar 13. ECCE dengan pemasangan IOL

3. Phacoemulsification

Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik


untuk membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan
irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan
untuk menghancurkan katarak, selanjutnya
mesin PHACO akan menyedot massa
katarak yang telah hancur sampai bersih.
Sebuah lensa Intra Okular yang dapat
dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat
dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada
katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis.3,6,8

4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm. Namun tetap
dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan, Penutupan luka insisi terjadi
dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat dilakukan pada stadium
katarak immature, mature, dan hypermature. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus
glaukoma fakolitik dan dapat dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.6

20
Jenis tehnik Keuntungan Kerugian
bedah katarak
Extra capsular  Incisi kecil  Kekeruhan pada kapsul
cataract  Tidak ada komplikasi vitreus posterior
 Kejadian endophtalmodonesis  Dapat terjadi
extraction lebih sedikit perlengketan iris dengan
(ECCE)  Edema sistoid makula lebih kapsul
jarang
 Trauma terhadap endotelium
kornea lebih sedikit
 Retinal detachment lebih
sedikit
 Lebih mudah dilakukan

Intra capsular  Semua komponen lensa Incisi lebih besar


cataract
diangkat Edema cistoid pada makula
Komplikasi pada vitreus
extraction Sulit pada usia < 40 tahun
(ICCE) Endopthalmitis

Fakoemulsifikasi  Incisi paling kecil  Memerlukan dilatasi


 Astigmatisma jarang pupil yang baik
terjadi  Pelebaran luka jika ada
 Pendarahan lebih sedikit IOL
 Teknik paling cepat

KOMPLIKASI
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif
awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular (intra
ocular lens, IOL).6
A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan
akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki
keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau
gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk
mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical
preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.

21
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep
antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama
insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi
akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat
ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris,
keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.
D. Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis,
Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder
merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.
E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-hyphema
syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik (toxic lens
syndrome).

PREVENTIF DAN PROMOTIF


Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis ialah
oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal yang
memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan langsung terhatap
sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap dan sebagainya. Pemberian intake
antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E) secara teori bermanfaat.5

Bagi perokok, diusahakan berhenti merokok, karena rokok memproduksi radikal bebas
yang meningkatkan risiko katarak. Selanjutnya, juga dapat mengkonsumsi makanan bergizi
yang seimbang. Memperbanyak porsi buah dan sayuran. Lindungilah mata dari sinar
22
ultraviolet. Selalu menggunakan kaca mata gelap ketika berada di bawah sinar matahari.
Lindungi juga diri dari penyakit seperti diabetes.6

PROGNOSIS
Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat memperbaiki
ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis penglihatan untuk
pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak
senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi
tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan
ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan
paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.4

23
BAB III
KESIMPULAN

Katarak adalah abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak merupakan penyebab kebutaan
nomor 1 di seluruh dunia. Hal ini didukung oleh factor usia, radiasi dari sinar ultraviolet,
kurangnya gizi dan vitamin serta factor tingkat kesehatan dan penyakit yang diderita.
Penderita katarak akan mengalami gejala-gejala umum seperti penglihatan mulai kabur,
kurang peka dalam menangkap cahaya (fotofobia) sehingga cahaya yang dilihat hanya
berbentuk lingkaran semu, lambut laun akan terlihat seperti noda keruh berwarna putih di
bagian tengah lensa kemudian penderita katarak akan sulit menerima cahaya untuk mencapai
retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.
Katarak ada beberapa jenis menurut etiologinya yautu katarak senile, congenital,
traumatic, toksis, asosiasi, dan komplikata. Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur
operasi. Ada 4 jenis teknik operasi katarak yaitu ICCE, ECCE, Phacoemulsification, SICS.
Akan tetapi jika gejala tidak mengganggu tindakan operasi tidak diperlukan, kadang kala
hanya dengan mengganti/menggunakan kacamata. Karena kekeruhan (opasitas) sering terjadi
akibat bertambahnya usia sehingga tidak diketahui pencegahan yang efektif untuk katarak
yang paling sering terjadi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc Graw-Hill;
2007.
2. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B. Saunders
Company ; 2006.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China: Elsevier : 2011.
(e-book)
5. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 08 Februari 2014.
6. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol. 2011.
7. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar Anatomi
dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
8. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika, 2000.

25

Anda mungkin juga menyukai