Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TUTORIAL

KEPERAWATAN KRITIS
Kasus II

Disusun Oleh:
Kurniawan 21116065
Indah Permata Sari 21116071
Rohma Oktariana 21116083
Lailatu Ulya 21116091
Dewi 21116095
Amanah Utami 21116099
Nandita Eka Putri 21116103
Vadila Zulfa 21116112

Dosen Pembimbing: Apriyani, S.Kep., Ns., M.Kep


Mata Kuliah Keperawatan Kritis

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019/2020
KASUS TUORIAL KEPERAWATAN KRITIS II

Ny I (33 tahun) dirujuk kerumah sakit dengan post persalinan hari pertama
dengan komplikasi perdarahan hebat dan curiga berkembang menjadi syok
hipovolemik. Sebelum dirujuk pasien sudah menjalani perbaikan hemodinamik
(pemberian cairan pengganti, pemberian produk darah) namun tidak mendapatkan
hasil yang maksimal. Pasien mendapat terapi pendamping berupa dopamin 3-10
mcg/Kg BB/menit. Sebelum dirujuk tekanan darah berkisar 90/60 mmHg.
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan :
TTV : TD 100/60 mmH, HR 124 x/menit, RR 30x/menit, suhu 37,10C, CVP 14 (2-6
mmHg)
Respirasi : terdengar ronchi pada seluruh lapang paru dan krakles, menggunakan simple
mask 6Lpm(menggunakan simpe mask karena kadar PCO2 nya yang rendah)
Kardiovaskular :bunyi jantung S1 dan S2 terdengar
Neurologi : GCS (E2 M4 V4), lebar pupil @3mm bilateral
Ekstermitas : akral dingin, terlihat sianosis, pitting edema derajat 4, terpasang infus di
ekstermitas atas kanan 100 cc/jam.

Hasil laboratorium :
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan Keterangan
Kimia darah
WBC 18.000 5.000- 10.000/ mm3 Tinggi
RBC 2,8 4,2- 5,4 Juta/ uL Rendah
Hb 7,0 12-16 gr/dl Rendah
HT 24 36-46 % Rendah
Platelet 18.000 150.000-400.000 mm3 Rendah
Analisa gas darah
Ph 7,20 7,4-7,5 Rendah
PaO2 78 71,0-104,0 mmHg Normal
PaCO2 30 35,0-46,0 mmHg Rendah
HCO3 16 22,0-26,0 mmol/L Rendah
SaO2 90 >85 % Normal
Urine
BUN 145 5-25 Mg/dl Tinggi
Kreatinin 9,4 0,5-1,5 Mg/dl Tinggi
Elektrolit
Kalium 6,4 3,5-4,0 mEq/L Tinggi
Kalsium 8,0 4,5-5,5 mEq/L Tinggi
Natrium 130 135-145 mEq/L Rendah

Alkphos 154 20-90 U/L Tinggi


SGOT 34 7-34 U/L Normal
SGPT 54 8-50 IU/L Tinggi

Hasil diagnostic rontgen : infiltrate paru dan edema paru

TAHAPAN TUTORIAL
1. Clarify unfamiliar Terms (Mengklarifikasi Istilah atau Konsep yang belum
dipahami)
2. Define the Problems (Merumuskan dan medefinisikan permasalahan)
3. Brainstorm Possible Hypothesis (Brainstorming & pernyataan sementara /
hipotesis)
4. Inventory and Analyz the problems (Menginventarisasi dan menganalisis
permasalahan & membuat problem three / pathway)
5. Defining Learning Objectives (LO) / MerumuskanTujuanPembelajaran
6. Information Gathering : Private Study (mengumpulkan informasi
tambahan: belajar mandiri)
7. Reporting Phase: Synthesize and Test Acquired Informations ( Mensintesis
dan menguji informasi baru)

THE SEVEN JUMP METHODE

I. Clarify unfamiliar Terms (Mengklarifikasi Istilah atau Konsep yang belum


dipahami)
Dopamin (Dewi) Sebuah neurotransmitter yang membantu mengontrol
pusat kepuasan dan kesenangan di otak (Ulubay and
Dursun,2010). ()

Krakles (Lailatul)
Neurologis (Kurniawan) Cabang ilmu kedokteran mempelajari sistem saraf,
baik normal maupun sakit (kamus keperawatan &
kebidanan) ( )
Pitting edema (Rohma) Cekungan kecil yang terbentuk saat jari menekan
jaringan yang bengkak akibat peningkatan jumlah
cairan interseluler ( Kamus Medis dan Kesehatan ).
()
Platelet (Nandita) Keping darah, trombosit (kamus kedokteran,2005) (
)
BUN (Indah) Blood Urea Nitrogen
SGOT (Amanah) Serum Glutamic Oxaloasatik Transaminase adalah
enzim yang biasanya ditemukan dihati, jantung,
otot, ginjal hingga otak. Yang berfungsi untuk
membantu mencerna protein dalam tubuh.
(helloSEHAT, 2017) ( )
Alk Phos (Vadila)
Simple mask (Lailatul)
SGPT (Amanah) Serum Glutamat Piruvat Transaminase adalah
enzim yang paling banyak terdapat di dalam hari,
meski begitu dalam beberapa organ lain ada, tetapi
dalam jumlah sedikit. Yang berfungsi untuk
membantu mencerna protein dalam tubuh.
(helloSEHAT, 2017) ( )

II. Define the Problems (Merumuskan dan medefinisikan permasalahan)


1. Apa yang menyebabkan pasien dapat dicurigai syok hipovolemik? (Dewi)
2. Apa saja tanda dan gejala dari syok hipovolemik? (Rohma)
3. Penatalaksanaan apa yang bisa dilakukan perawat pada pasien syok hipovolemik?
(Nandita)
4. Apa yang menyebabkan terdengarnya ronkhi dan krekles pada pernafasan pasien?
(Vadila)
5. Mengapa pasien dilakukan perbaikan homodinamika? (Indah)
6. Apa hubungan syok hipovolemik dengan edema paru? (Lailatul)
7. Dari hasil lab data mana yang menunjukan pasien mengalami syok hipovolemik?
(Kurniawan)
8. Penyebab pitting edema pada pasien (patofisiologi) ?
9. Diagnosa medis pada kasus ini? (Amanah)

III. Brainstorm Possible Hypothesis (Brainstorming & pernyataan sementara /


hipotesis)
Jawaban sementara :
1. Karena kondisi pasien yang mengalami pendarahan hebat dan dicurigai akan
kehilangan banyak cairan (Rohma dan Vadila) dapat di perkirakan karena
pemantauan tekanan darah yang rendah (Nandita) dan dapat dilihat dari gejala yang
di tunjukan oleh pasien (Amanah)
2. Tanda lihat penurunan tekanan darah dan gejala secara umum sakit kepala,
kelelahan, mual, berkeringat. (Dewi ) dilihat dari pendarahan hebat, akral dingin,
terlihat sianosis di beberapa bagian tubuh (Nandita)
3. Salah satu cara mencegah terjadinya syok hipovolemik yaitu menghentikan
pendarahan dan pemberian cairan pada pasien (Indah)
4. Karena pasien mengalami inflitret paru dan edema paru (Lailatul)
5. Untuk memberikan cairan pengganti karena pasien mengalami pendarahan
(Kurniawan)
6. Syok hipovolemik merupakan keadaan dimana hilangnya cairan membuat jantung
tidak memompa dengan baik. sedangkan edema paru kondisi pembengkakan karena
penumpukan cairan pada paru jadi tidak ada hubungan (Amanah)
7. Dari data hasil Lab yang menunjukkan pasien mengalami syok Hipovolemik:
Hb : 7,0 gr/dl
HT : 24 %
Platelet : 18.000 mm3

8. Penyebab pitting edema :


9. Gagal ginjal (vadila)

Jawaban berdasarkan sumber :


1. Syok hepovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan
cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh
volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidaj adekuat.
Paling sering, syok hepovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat.
(Syok hepovolemik). Syok hepovolemik dapat disebabkan oleh kehilangan volume
massive yang disebabkan oleh : perdarahan gastro intestinal, internal dan eksternal
hemoragi, atau kondisi yang menurunkan volume sirkulasi intravaskuler atau cairan
tubuh lain, intestinal obstruction, peritonitis, diare berat muntah, diabetes, insipidus,
diuresis, atau intake cairan yang tidak adekuat. Kemungkinan besar yang dapat
mengancam nyawa pada syok hepovolemik berasal dari penurunan volume darah
intravascular, yang menyebabkan penurunan cardiac output dan tidak adekuatnya
perfusi jaringan. Kemudian jaringan yang anoxia mendorong perubahan metabolisme
dalam sel berubah dari aerob menjadi anaerob. Hal ini menyebabkan akumulasi asam
laktat yang menyebabkan asidosis metabolic.

Referensi : Dewi Enita, Rahayu Sri. 2010. Jurnal Kegawatdaruratan Syok


Hipovolemik. Vol. 2. No. 2. Juni 2010

2. Gejala-gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan darah
kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat
dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan tahanan pembuluh dan frekuensi dan
kontraktilitas otot jantung. Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak
mampu lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara
umum syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan
nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek,
ujung-ujung ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat.

Referensi : Hardisman. 2013.Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok


Hipovolemik: Update dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3)
3. Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk hampir semua
penderita trauma, penanganan dilakukan seolah-olah penderita menderita shock
hipovolemik, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan shock disebabkan oleh suatu
etiologi yang bukan hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar yang harus dipegang
ialah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.

1) Primary Survey
Pemeriksaan jasmani diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam
nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline
recording) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus
diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan
penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
 Airway (+ lindungi tulang servikal)
 Breathing (+ oksigen jika ada)
 Circulation + kendalikan perdarahan
Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan shock hipovolemik antara
lain:
1) Memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang
adekuat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah,
2) Mengontrol kehilangan darah lebih lanjut, dan
3) Resusitasi cairan.

2) Memaksimalkan penghantaran oksigen


Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu.
Kedalaman dan frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus diperhatikan. Jika
terjadi keadaan patologi (seperti pneumothoraks, hemothoraks, dan flail chest) yang
mengganggu pernapasan, harus segera ditangani. Tambahan oksigen dalam jumlah
besar dan bantuan ventilator harus diberikan pada semua pasien. Ventilasi tekanan
positif yang berlebihan dapat berbahaya pada pasien yang mengalami shock
hipovolemik dan sebaiknya dihindari. Sebaiknya dibuat dua jalur intravena
berdiameter besar.
3) Kontol perdarahan lanjut
Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering memerlukan
intervensi bedah. Pada pasien dengan trauma, perdarahan luar harus diatasi dengan
menekan sumber perdarahan secara langsung, perdarahan dalam membutuhkan
intervensi bedah. Fraktur tulang panjang ditangani dengan traksi untuk mengurangi
kehilangandarah.

4) Resusitasi Cairan
Apakah kristaloid dan koloid merupakan resusitasi terbaik yang dianjurkan
masih menjadi masalah dalam diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah diteliti
untuk digunakan pada resusitasi, yaitu: larutan natrium klorida isotonis, larutan ringer
laktat, saline hipertonis, albumin, fraksi protein murni, fresh frozen plasma,
hetastarch, pentastarch, dan dextran 70.

Referensi : Ganesha, I Gede Haryo. 2016. Hypovolemic Shock. Facultas of Medicine


-Udayana University 2016.

4. .
Referensi :

5. .
Referensi :

6. .
Referensi :

7. .
Referensi :

8. .
Referensi :
9. .
Referensi :

IV. Inventory and Analyz the problems (Menginventarisasi dan menganalisis


permasalahan & membuat problem three / pathway)

V. Defining Learning Objectives (LO) / MerumuskanTujuanPembelajaran


A. Konsep Gagal Ginjal Akut (GGA)
1. Pengertian
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversible (Rahardjo et al., 2006).
Gagal ginjal akut ditandai dengan gejala yang timbul secara tiba-tiba dan
penurunan volume urin secara cepat. Laju filtrasi glomerulus dapat menurun secara
tiba-tiba sampai dibawah 15 mL/menit. Penyakit ini mengakibatkan peningkatan
kadar serum urea, kreatinin, dan bahan lain. Gagal ginjal akut bersifat reversibel,
namun secara umum tingkat kematian pasien tinggi (Kenward & Tan, 2003).
Gagal ginjal akut merupakan istilah yang merujuk pada kondisi ketika ginjal
seseorang rusak secara mendadak, sehingga tidak bisa berfungsi. Gagal ginjal akut
terjadi ketika ginjal tiba-tiba tidak bisa menyaring limbah kimiawi dari darah yang
bisa memicu bertumpuknya limbah tersebut.
Biasanya, gagal ginjal akut terjadi sebagai komplikasi dari penyakit serius
lainnya, dan umumnya diderita oleh orang tua atau pasien perawatan intensif di rumah
sakit. Ginjal dapat mengalami kondisi gagal ginjal akut secara cepat, hanya dalam
beberapa jam saja. Jika tidak ditangani dengan segera, gagal ginjal akut bisa
membahayakan nyawa penderitanya.

2. Etiologi
a) Gagal ginjal akut dapat terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke ginjal, seperti
pada:
 Volume darah yang rendah karena perdarahan, muntah dan diare berlebihan
sehingga mengakibatkan dehidrasi berat, luka bakar.
 Jumlah darah yang dipompa jantung di bawah normal karena syok anafilaktik,
gagal hati, gagal jantung atau sepsis.
b) Gagal ginjal akut juga dapat terjadi akibat cedera pada ginjal sendiri, akibat:
 Penyakit tertentu, contoh glomerulonefritis, sindrom hemolitik
uremik, vaskulitis, dan skleroderma.
 Penggumpalan darah pada pembuluh darah vena dan arteri ginjal.
 Infeksi.
 Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid dan antibiotik
aminoglikosida.
 Cairan kontras yang digunakan pada saat pemeriksaan foto Rontgen atau CT
Scan.
 Racun lainnya, seperti alkohol atau logam berat.
c) Selain itu, gagal ginjal akut dapat diakibatkan oleh tersumbatnya saluran urine,
sehingga limbah dari ginjal tidak bisa dibuang melalui urine. Tersumbatnya aliran
urine ini dapat disebabkan oleh:
 Pembesaran prostat
 Batu ginjal.
 Tumor daerah panggul, contoh tumor kandung kemih atau ovarium.

3. Anatomi Fisiologi Ginjal


Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam
mengatur keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan
keseimbangan asam basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan meninggalkan
ginjal menuju saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak di belakang
peritoneum sehingga disebut organ retroperitoneal (Snell, 2006). Ginjal berwarna
coklat kemerahan dan berada di sisi kanan dan kiri kolumna vertebralis setinggi
vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal dexter terletak sedikit lebih rendah daripada
sinistra karena adanya lobus hepatis yang besar. Masing-masing ginjal memiliki fasies
anterior, fasies inferior, margo lateralis, margo medialis, ekstremitas superior dan
ekstremitas inferior (Moore, 2002). Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa,
capsula adiposa, fasia renalis dan corpus adiposum pararenal. Masing masing ginjal
memiliki bagian yang berwarna coklat gelap di bagian luar yang disebut korteks dan
medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang. Medulla renalis
terdiri dari kira-kira 12 piramis renalis yang masing- masing memiliki papilla renalis
di bagian apeksnya. Di antara piramis renalis terdapat kolumna renalis yang
memisahkan setiap piramis renalis (Snell, 2006)

Gambar 1 dan 2. Letak Anatomi Ginjal (Sumber : Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh,
2009)
Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang membawa
darah dengan kandungan tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui hilum renalis. Secara
khas, di dekat hilum renalis masing-masing arteri menjadi lima cabang arteri
segmentalis yang melintas ke segmenta renalis. Beberapa vena menyatukan darah dari
ren dan bersatu membentuk pola yang berbeda-beda, untuk membentuk vena renalis.
Vena renalis terletak ventral terhadap arteri renalis, dan vena renalis sinistra lebih
panjang, melintas ventral terhadap aorta. Masing-masing vena renalis bermuara ke
vena cava inferior (Moore, 2002). Arteri lobaris merupakan arteri yang berasal dari
arteri segmentalis di mana masing-masing arteri lobaris berada pada setiap piramis
renalis. Selanjutnya, arteri ini bercabang menjadi 2 atau 3 arteri interlobaris yang
berjalan menuju korteks di antara piramis renalis. Pada perbatasan korteks dan medula
renalis, arteri interlobaris bercabang menjadi arteri arkuata yang kemudian menyusuri
lengkungan piramis renalis. Arteri arkuata mempercabangkan arteri interlobularis
yang kemudian menjadi arteriol aferen (Snell, 2006).
Masing-masing ginjal manusia terdiri dari sekitar satu juta nefron yang masing-
masing dari nefron tersebut memiliki tugas untuk membentuk urin. Ginjal tidak dapat
membentuk nefron baru, oleh sebab itu, pada trauma, penyakit ginjal, atau penuaan
ginjal normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setelah usia 40
tahun, jumlah nefron biasanya menurun setiap 10 tahun. Berkurangnya fungsi ini
seharusnya tidak mengancam jiwa karena adanya proses adaptif tubuh terhadap
penurunan fungsi faal ginjal (Sherwood, 2001). Setiap nefron memiliki 2 komponen
utama yaitu glomerulus dan tubulus. Glomerulus (kapiler glomerulus) dilalui
sejumlah cairan yang difiltrasi dari darah sedangkan tubulus merupakan saluran
panjang yang mengubah cairan yang telah difiltrasi menjadi urin dan dialirkan menuju
keluar ginjal. Glomerulus tersusun dari jaringan kapiler glomerulus bercabang dan
beranastomosis yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60mmHg),
dibandingkan dengan jaringan kapiler lain.

Gambar 2. Ginjal dan nefron (Sumber : Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh, 2009)
Kapiler-kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh glomerulus
dilingkupi dengan kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus
masuk ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang
terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal kemudian dilanjutkan dengan
ansa Henle (Loop of Henle). Pada ansa Henle terdapat bagian yang desenden dan
asenden. Pada ujung cabang asenden tebal terdapat makula densa. Makula densa juga
memiliki kemampuan kosong untuk mengatur fungsi nefron. Setelah itu dari tubulus
distal, urin menuju tubulus rektus dan tubulus koligentes modular hingga urin
mengalir melalui ujung papilla renalis dan kemudian bergabung membentuk struktur
pelvis renalis (Berawi, 2009). Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam
pembentukan urin yaitu filtrasi glomerulus reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus.
Filtrasi dimulai pada saat darah mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi filtrasi
plasma bebas-protein menembus kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Proses ini
dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan langkah pertama dalam
pembentukan urin. Setiap hari terbentuk ratarata 180 liter filtrat glomerulus. Dengan
menganggap bahwa volume plasma rata-rata pada orang dewasa adalah 2,75 liter, hal
ini berarti seluruh volume plasma tersebut difiltrasi sekitar enam puluh lima kali oleh
ginjal setiap harinya. Apabila semua yang difiltrasi menjadi urin, volume plasma total
akan habis melalui urin dalam waktu setengah jam. Namun, hal itu tidak terjadi
karena adanya tubulus-tubulus ginjal yang dapat mereabsorpsi kembali zat-zat yang
masih dapat dipergunakan oleh tubuh. Perpindahan zat-zat dari bagian dalam tubulus
ke dalam plasma kapiler peritubulus ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-zat
yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler
peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari
180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5 liter diserap kembali, dengan 1,5 liter
sisanya terus mengalir melalui pelvis renalis dan keluar sebagai urin. Secara umum,
zat-zat yang masih diperlukan tubuh akan direabsorpsi kembali sedangkan yang sudah
tidak diperlukan akan tetap bersama urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Proses ketiga
adalah sekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah
kapiler peritubulus ke lumen tubulus. Sekresi tubulus merupakan rute kedua bagi zat-
zat dalam darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama adalah dengan
filtrasi glomerulus dimana hanya 20% dari plasma yang mengalir melewati kapsula
Bowman, sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus.
Beberapa zat, mungkin secara diskriminatif dipindahkan dari plasma ke lumen tubulus
melalui mekanisme sekresi tubulus. Melalui 3 proses dasar ginjal tersebut,
terkumpullah urin yang siap untuk diekskresi (Sherwood, 2001). Ginjal memainkan
peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya dengan menyaring darah dan
mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga dengan menyeimbangkan tingkat-
tingkat elektrolit dalam tubuh, mengontrol tekanan darah, dan menstimulasi produksi
dari sel-sel darah merah. Ginjal mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah
cairan tubuh, konsentrasi dari elektrolit-elektrolit seperti sodium dan potassium, dan
keseimbangan asam-basa dari tubuh. Ginjal menyaring produk-produk sisa dari
metabolisme tubuh, seperti urea dari metabolisme protein dan asam urat dari uraian
DNA. Dua produk sisa dalam darah yang dapat diukur adalah Blood Urea Nitrogen
(BUN) dan kreatinin (Cr). Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor-sensor dalam ginjal
memutuskan berapa banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan konsentrasi
apa dari elektrolit-elektrolit. Contohnya, jika seseorang mengalami dehidrasi dari
latihan olahraga atau dari suatu penyakit, ginjal akan menahan sebanyak mungkin air
dan urin menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika kecukupan air dalam tubuh, urin
adalah jauh lebih encer, dan urin menjadi bening. Sistem ini dikontrol oleh renin,
suatu hormon yang diproduksi dalam ginjal yang merupakan sebagian daripada sistem
regulasi cairan dan tekanan darah tubuh (Ganong, 2009).

4. Manifestasi Klinis
Beberapa gejala gagal ginjal akut yang umumnya muncul adalah:
 Berkurangnya produksi urine.
 Mual dan muntah.
 Nafsu makan berkurang.
 Bau napas menjadi tidak sedap.
 Sesak.
 Tingginya tekanan darah.
 Mudah lelah.
 Penumpukan cairan dalam tubuh (edema), yang dapat menyebabkan
pembengkakan pada tungkai atau kaki.
 Penurunan kesadaran.
 Dehidrasi.
 Kejang.
 Tremor.
 Nyeri pada punggung, di bawah tulang rusuk (flank pain).
Pada fase awal, gagal ginjal akut biasanya tidak menunjukkan gejala apa pun.
Namun, penyakit ini bisa memburuk dengan cepat dan tiba-tiba penderita mengalami
beberapa gejala di atas.

5. Faktor risiko
Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang untuk terkena
gagal ginjal akut, yaitu:
 Menderita diabetes, hipertensi, obesitas, dan penyakit hati.
 Menderita penyakit ginjal sebelumnya, seperti gagal ginjal kronis.
 Menderita penyakit arteri perifer.
 Berusia 65 tahun atau lebih.
 Sedang menjalani perawatan di ruang intensif.

6. Diagnosis
Untuk mendiagnosis gagal ginjal akut, dokter akan melakukan beberapa hal
berikut:
 Tes darah.
 Tes urine dan pengukuran volume urine yang keluar.
 Pemindaian.
 Biopsi ginjal

Biasanya, pasien dewasa bisa disimpulkan terkena gagal ginjal akut jika hasil
diagnosis menunjukkan bahwa:
 Kandungan kreatinin dalam darah di atas normal dan terus meningkat.
 Selain kreatinin, peningkatan ureum darah yang cepat juga terjadi pada gagal
ginjal akut.
 Volume urine yang dibuang berkurang.

Tes pemindaian seperti USG ginjal ataupun CT scan dapat digunakan untuk
mencari penyebab gagal ginjal akut, misalnya ada penyumbatan pada sistem saluran
kemih. Pemeriksaan dengan mengambil sebagian jaringan ginjal sebagai sampel
untuk diperiksa di bawah mikroskop (biopsi), terkadang diperlukan untuk menentukan
penyebab gagal ginjal akut.

7. Pengobatan
Gagal ginjal akut yang masih tergolong ringan bisa disembuhkan melalui
rawat jalan. Sebaliknya, pasien gagal ginjal akut yang tergolong berat harus menjalani
rawat inap. Durasi pengobatan tiap pasien tergantung dari penyebab gagal ginjal akut
dan rentang waktu pemulihan ginjal itu sendiri.
Jika dapat menjalani rawat jalan, maka dokter akan menyarankan pasien gagal ginjal
akut untuk:
 Memperbanyak konsumsi air putih untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
 Menghentikan obat-obatan yang dapat memicu atau memperparah gagal ginjal
akut.
 Mengobati infeksi yang mendasari terjadinya gagal ginjal akut apabila ada.
 Monitor kadar kreatinin dan elektrolit untuk melihat kesembuhan.
 Berkonsultasi dengan dokter spesialis urologi atau spesialis ginjal apabila
penyebab gagal ginjal akut tidak jelas, atau apabila terdeteksi adanya
penyebab lain yang lebih serius.
Pasien gagal ginjal akut akan diminta untuk menjalani rawat inap jika mengalami
kondisi sebagai berikut:
 Penyakit yang menyebabkan gagal ginjal akut membutuhkan pengobatan
segera.
 Adanya risiko penyumbatan saluran urine.
 Kondisi pasien memburuk.
 Terdapat komplikasi.
Pada kondisi gagal ginjal akut yang berat, pasien akan membutuhkan cuci darah. Cuci
darah yang dilakukan pada gagal ginjal akut hanya sementara sampai fungsi ginjal
kembali pulih, kecuali bila kerusakan yang terjadi pada ginjal bersifat permanen.
Beberapa keadaan pada gagal ginjal akut yang membutuhkan penanganan dengan
cuci darah di antaranya adalah hiperkalemia, penurunan kesadaran, dan perikarditis.

a) Terapi Non Farmakologi


Transplantasi ginjal mungkin diperlukan pada pasien ARF untuk kelebihan
volume yang menghasilkan respon terhadap diuretik, untuk meminimalkan
akumulasi produk limbah nitrogen, dan untuk memperbaiki abnormalitas elektrolit
dan asam basa sementara menunggu fungsi ginjal pulih. Gizi yang cukup,
manajemen cairan, dan koreksi kelainan hematologi merupakan terapi suportif
pada ARF (Stamatakis, 2008).

b) Terapi Farmakologi
Terapi dengan loop diuretik (furosemid), fenoldopam dan dopamin. Dopamin
dosis rendah dalam dosis mulai 0,5-3 mcg/kg/menit, terutama merangsang
reseptor dopamin-1, menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal dan
meningkatkan aliran darah ginjal (Stamatakis, 2008).
8. Komplikasi
Sejumlah komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit gagal ginjal akut
adalah:
 Asidosis metabolik. Asidosis metabolik menyebabkan pusing, mual dan muntah,
serta sesak.
 Kerusakan ginjal permanen. Gagal ginjal akut yang berkomplikasi menjadi
gagal ginjal kronis membutuhkan cuci darah secara permanen atau tranplantasi
ginjal.
 Hiperkalemia. Hiperkalemia atau tingginya kadar kalium dalam darah bisa
menyebabkan otot melemah, kelumpuhan, dan aritmia.
 Edema paru. Edema paru terjadi ketika terjadi penumpukan cairan di dalam paru-
paru.
 Perikarditis. Peradangan pada perikardium, yaitu selaput yang membungkus
jantung, akan menyebabkan keluhan nyeri dada.
 Kematian. Kematian lebih berisiko terhadap pasien yang sudah
memiliki penyakit ginjal sebelumnya.

9. Pencegahan
Semua orang yang berisiko terkena gagal ginjal akut harus diawasi saat
mereka sakit atau memulai pengobatan baru. Orang-orang tersebut disarankan untuk
menjalani tes darah dan mengecek volume urine secara rutin.
Ikutilah petunjuk penggunaan yang tertera pada label kemasan ketika
mengonsumsi obat bebas (contohnya ibuprofen) dan taati nasihat dokter untuk
menjaga tubuh dari penyakit yang bisa menyebabkan gagal ginjal akut.

10. Pemeriksaan penunjang

B. Asuhan Keperawatan
VI. Information Gathering : Private Study (mengumpulkan informasi tambahan:
belajar mandiri)
VII. Reporting Phase: Synthesize and Test Acquired Informations ( Mensintesis dan
menguji informasi baru)
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Enita, Rahayu Sri. 2010. Jurnal Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik. Vol. 2. No.
2. Juni 2010

Hardisman. 2013.Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik: Update


dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3)

https://www.alodokter.com/gagal-ginjal-akut (Diakses pada 09 November 2019, 20:58)

http://eprints.ums.ac.id/45547/4/3.%20BAB%20I.pdf (Diakses pada 09 November 2019,


22:22)

https://hellosehat-com.cdn.ampproject.org/v/s/hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/sgot-
dan-sgpt
adalah/amp/?usqp=mq331AQECAEoAQ%3D%3D&amp_js_v=0.1#aoh=157331574
99676&amp_ct=1573315754233&csi=1&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.c
om&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fhellosehat.com%2F
hidup-sehat%2Ftips-sehat%2Fsgot-dan-sgpt-adalah%2F (Diakses pada 09 November
2019, 23:35)

http://digilib.unila.ac.id/9800/12/bab%202.pdf (Diakses pada 10 November 2019, 00:19)

Ganesha, I Gede Haryo. 2016. Hypovolemic Shock. Facultas of Medicine -Udayana


University 2016.

Anda mungkin juga menyukai