Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 2

Hepatitis A
Disusun untuk Memenuhi Tugas Blok Digestif

KELOMPOK 5

Tutor : Dr. dr. Herry Darsim Gaffar, M.Kes.


Ketua : Nadia Alfi Syarifah (19910039)
Sekretaris I : Zaidah Maulidina (19910034)
Sekretaris II : Arsalan Basuki Putra (19910044)
Anggota : Alfina Nindy Fanani (19910005)
Rizki Nurun Nihar (19910010)
Hafidha Camila Arif (19910015)
Usrin Amirawati (19910022)
Vivian Fahmanissa N.F (19910027)
Haidar Ainul Yaqin (19910046)
Andi Anis Rafi Assegaf (19910052)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................................. 1


SKENARIO ................................................................................................................ 2
BAB I.................................................................................................................................3
1.1 IDENTIFIKASI KATA SULIT .................................................................... 3
1.2 RUMUSAN MASALAH................................................................................. 4
BAB II ..............................................................................................................................5
2.1 BRAINSTORMING......................................................................................... 5
2.2 PETA MASALAH .......................................................................................... 8
2.3 LEARNING OBJECTIVE ............................................................................... 9
BAB III ...........................................................................................................................10
3.1 PENJABARAN LEARNING OBJECTIVE .................................................. 10
3.2 PETA KONSEP............................................................................................ 25
3.3 SOAP ............................................................................................................. 29
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 32

1
Aku Khawatir dengan Mataku!!!

Seorang mahasiswa berusia 20 tahun datang ke poliklinik mengeluh putih matanya


berwarna kuning sejak 10 hari, setelah diberitahu oleh teman sekosnya. Pada anamnesis
diketahui keluhan ini disertai febris sejak 7 hari, nausea dan vomitus. Vomitus lebih dari 3x
per hari, muncul dipicu setelah makan. Dirasakan perut juga semakin membesar dalam 3
hari terakhir. Sejak 1 hari tidak mau makan sama sekali. Teman satu kosnya juga ada yang
menderita keluhan seperti ini. Penderita sering makan di warung dekat tempat kosnya.

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.
Tanda Vital: TD 120/70 mmHg, Nadi 120 x/menit, RR 22x/menit, suhu 39,6 C
BB: 65 kg, TB: 158 cm
Pemeriksaan Spesifik
Sclera icteric, visus normal
Abdomen:
Inspeksi: datar
Palpasi: soefl, distensi ringan, nyeri tekan hypocondrium kanan (+), hepar teraba 4 jari
dibawah arcus costae
Perkusi: shifting dullness (-)
Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-) kulit ikterik (+)

Hasil Laboratorium:
Hb 14,5 g/dl
Leu 1500 mmol/L
Trombo 180.000 mmol/L
SGOT 330 mg/dL
SGPT 459 mg/dL
Bilirubin total 25 mg/dL

2
BAB I

1.1 Identifikasi Kata Sulit


1. Febris
Demam, merupakan tanda dari inflamasi. Demam ada 3 kondisi: subfebris
(prademam), 37,5-38C. Febris diatas 38-39,4C. Hiperpirexia diatas 41,1C.
2. Nausea
Mual, terasa tidak nyaman pada perut atau belakang kerongkongan, menyebabkan
dorongan untuk muntah. Rasa mual distimulasi oleh sistem saraf pusat otak.
3. Sklera ikterik
Perubahan sklera menjadi kuning sebagai akibat kenaikan konsentrasi bilirubin,
gangguan konjugasi bilirubin, penurunan kecepatan penyerapan bilirubin hati.
Peningkatan bilirubin >2-2,5mg/dL.
4. Vomitus
Muntah, mengeluarkan isi perut melalui mulut tanpa disengaja.
5. Hipokondrium
Kuadran abdomen di bawah tulang rusuk di sisi kanan dan kiri. Di hipokondrium
kanan terdapat hepar.
6. SGOT
Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase. Ditemukan di jantung, ginjal, otak,
otot, dan hati. Berfungsi untuk pencernaan protein. Kadar normal: 5-40
mikrogram/L.
7. SGPT
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase. Enzim di dalam tubuh yang banyak di
hati. SGPT lebih sensitif untuk indikasi kerusakan hati dibanding SGOT. Kadar
normal: 7-56 mikrogram/L
8. Bilirubin
Zat yang diproduksi dari penguraian sel darah merah tubuh. Heme dipecah menjadi
bilirubin, berfungsi untuk memberi warna pada feses dan urin, dibantu oleh bakteri
E. coli.
9. Distensi ringan
Penumpukan gas atau cairan yang memberi efek menggembung, contohnya perut
kembung.

3
10. Visus
Pemeriksaan untuk melihat ketajaman pengelihatan. Nilai normal: 6/6 (objek bisa
dilihat dalam jarak 6 meter)
11. Shifting dullness
Pemeriksaan abdomen untuk menilai ada tidaknya asites, mendeskripsikan suara
pekak berpindah. Saat perkusi suara berpindah karena ada cairan bebas dalam
rongga perut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Mengapa pasien mengalami demam, mual, muntah yang muncul setelah makan,
dan keluhan tidak mau makan?
2. Apakah ada hubungan antara usia, teman kos yang menderita keluhan yang sama,
dan kebiasaan sering makan di warung dengan keluhan demam dan mata kuning
pasien?
3. Mengapa bagian putih mata pasien dan kulitnya berubah menjadi kuning sejak 10
hari?
4. Bagaimana dampak jika pasien mengalami vomitus lebih dari 3 kali perhari?
5. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik, abdomen, dan laboratorium?
6. Apa kemungkinan diagnosis yang dialami pasien?
7. Apa tatalaksana awal yang diberikan kepada pasien?

4
BAB II

2.1 Brainstorming
1. Mengapa pasien mengalami demam, mual, muntah yang muncul setelah
makan, dan keluhan tidak mau makan?
• Demam: pasien terinfeksi virus, kemudian virus mengalami replikasi dan
memberi efek inflamasi yang akan mengaktivasi neutrofil dan makrofag
sehingga rilis asam arakidonat yang akan memicu pengeluaran prostaglandin
dan terjadi peningkatan set point hipotalamus, sehingga suhu tubuh meningkat.
• Kemungkinan pasien terinfeksi virus Hepatitis A di hati, lalu infeksi
menginvasi hepatosit sehingga rusak. Sel imun terutama sel T akan berusaha
melawan virus sehingga hepar inflamasi. Lalu ada manifestasi nyeri pada
hipokondrium kanan dan hepatomegali (hepar membesar dan teraba 4 jari di
bawah arcus costae). Setelah hepatosit nekrosis, terjadi kompensasi enzim
transaminase (ALT/SGPT dan AST/SGOT) semakin banyak diproduksi dan
bocor ke aliran darah.
• Mual muntah: pasien mengalami gangguan pada hati sehingga kulit dan sklera
kuning akibat bilirubin meningkat. Manifestasi peradangan di hati sehingga
terjadi pembengkakan dan mendesak lambung yang berada di sebelah hati
sehingga makanan di lambung terdesak keluar. Muntah muncul setelah makan
karena inflamasi merangsang nervus vagus untuk menghambat proses
pencernaan sehingga terjadi pencegahan pengosongan lambung. Pasien jadi
tidak memiliki rasa lapar.
• Pasien makan di warung dan teman pasien memiliki keluhan sama,
kemungkinan pasien terinfeksi bakteri atau virus yang mengenai saluran
pencernaan dan hati sehingga terjadi inflamasi pada hati. Sel-sel hati nekrosis
sehingga terbentuklah hepatotoksin yang akan keluar ke peredaran darah dan
memicu sistem saraf pusat (bagian CTZ), lalu memicu bagian pusat emetik
untuk mengeluarkan impuls menuju lambung. Kemudian di lambung terjadi
retrorefluks, sehingga makanan yang sudah dicerna kembali ke esofagus dan
mulut sehingga terjadi muntah.

2. Apakah ada hubungan antara usia, teman kos yang menderita keluhan yang
sama, dan kebiasaan sering makan di warung dengan keluhan demam dan
mata kuning pasien?

5
• Pasien mengalami infeksi Hepatitis A, yang bisa terjadi pada semua usia
dengan insiden tertinggi pada usia sekolah dan dewasa muda.
• Hepatitis A menular melalui fekal-oral, terutama dari makanan dan minuman
yang tidak terjamin kebersihannya dan kurang matang. Bisa juga karena
penggunaan alat makan yang sama. Hepatitis A bisa menular dari orang ke
orang dan paling banyak terkonsentrasi di feses, jadi mudah tertular jika
menggunakan kamar mandi atau air yang sama.
• Gejala khas Hepatitis A adalah mata kuning karena penumpukan bilirubin
berlebihan dalam darah yang terjadi karena ambilan bilirubin pada hepar
rusak dan lisis, sehingga metabolisme hepar rusak dan bilirubin tidak
terkonjugasi yang akan menyebabkan penumpukan bilirubin berlebihan di
kulit dan sklera.

3. Mengapa bagian putih mata pasien dan kulitnya berubah menjadi kuning
sejak 10 hari?
Infeksi Hepatitis A memiliki inkubasi 15-35 hari. Jika pasien sudah bergejala
selama 10 hari, berarti sudah terinfeksi pada minggu awal. Pada Hepatitis A lebih
spesifik, bilirubin tidak terkonjugasi (akibat dari hepatosit yang nekrosis), berjalan
ke sklera yang mengandung banyak elastin. Juga bisa berjalan ke kulit. Pasien
Hepatitis A juga sering mengalami urin berwarna tua karena bilirubin yang
terkonjugasi (bersifat water soluble) bocor sehingga bisa berikatan dengan urin.

4. Bagaimana dampak jika pasien mengalami vomitus lebih dari 3 kali perhari?
Karena muntah, cairan banyak yang keluar sehingga dehidrasi. Jika sudah berhari-
hari akan menyebabkan penurunan berat badan.

5. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik, abdomen, dan laboratorium?


• Pemeriksaan fisik: pasien sakit sedang, tekanan darah normal, nadi lebih cepat
karena kompensasi dari demam, respirasi sedikit meningkat, dan suhu tubuh
meningkat karena demam. BMI 26, pasien overweight karena >25, merupakan
faktor risiko terkena Hepatitis A karena pasien memiliki banyak fatty liver
sehingga terjadi peradangan hati dan hati mudah terinfeksi.
• Pemeriksaan spesifik: sklera ikterik karena bilirubin meningkat.
Terlihat kembung, hipokondrium kanan nyeri, dan didapatkan hepatomegali.
Pada ekstremitas ditemukan kulit ikterik

6
• Pemeriksaan laboratorium: Hb normal, leukosit normal, trombosit normal.
Terjadi peningkatan SGOT, SGPT, dan bilirubin.

6. Apa kemungkinan diagnosis yang dialami pasien?


• Diagnosis kerja: Hepatitis A karena pada pemeriksaan fisik didapatkan
hipokondrium kanan nyeri, hepatomegali, kulit dan sklera ikterik. Pasien juga
mengalami febris, gejala kurang dari 1 bulan sehingga masih termasuk fase
akut. Sementara Hepatitis lain tidak akut.
• Diagnosis banding: ikterus obstruktif, Hepatitis B dan C akut, dan cirrhosis.

7. Apa tatalaksana awal yang diberikan kepada pasien?


• Farmakologi: Paracetamol (untuk demam dan nyeri), antiemetik (untuk mual
muntah), cairan secara intravena.
• Nonfarmakologi: menjaga kebersihan, bedrest, penggunaan alat makan
terpisah, konsumsi cairan yang cukup agar terhindar dari dehidrasi

7
2.2 Peta Masalah

8
2.3 Learning Objective
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi Hepatitis
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi Hepatitis
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi Hepatitis A
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi Hepatitis A
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor risiko Hepatitis A
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis Hepatitis A
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi Hepatitis A
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis Hepatitis A
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang Hepatitis A
10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi Hepatitis A
11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding Hepatitis A
12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana Hepatitis A
13. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis Hepatitis A
14. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan Hepatitis A
15. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan integrasi keislaman

9
BAB III

3.1 Penjabaran Learning Objective


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi Hepatitis
Hepatitis adalah infeksi sistemik yang secara dominan berefek pada organ hati.
Hepatitis viral disebabkan oleh salah satu dari lima agen: Hepatitis A virus (HAV),
Hepatitis B virus (HBV), Hepatitis C virus (HCV), Hepatitis D virus (HDV), atau
Hepatitis E virus (HEV).[1]
Hepatitis A atau HAV adalah virus RNA tidak berselubung (nonenveloped)
berukuran 27 nm yang termasuk dalam genus Hepatovirus dari famili Picornavirus.
Umumnya bersifat jinak, menyebabkan penyakit yang dalam waktu tertentu sembuh
dengan sendirinya, dengan waktu inkubasi 2-6 minggu (rata-rata 28 hari). HAV tidak
menyebabkan penyakit hepatitis kronik atau infeksi laten.[2]
Hepatitis A adalah infeksi akut di liver yang disebabkan oleh hepatitis A virus
(HAV), sebuah virus RNA yang disebarkan melalui rute fekal-oral. Lebih dari 75% orang
dewasa simtomatik, sedangkan pada anak <6 tahun 70% asimtomatik. Kurang dari 1%
penderita hepatitis A dewasa berkembang menjadi hepatitis A fulminan.[3]

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi Hepatitis


Klasifikasi hepaitis dibedakan berdasarkan etiologinya ke dalam tiga kategori yaitu
sebagai berikut.
1. Viral hepatitis [2,4]

10
2. Autoimmune Hepatitis
Etiologinya masih tidak diketahui namun berbagai faktor seperti obat obatan, agen
lingkungan atau terinfeksi dari virus Epstein-Barr dapat memicu respons autoimun.
Pasien mengembangkan autoantibodi, dan lebih sering muncul pada mereka yang
memiliki infeksi virus hepatitis C kronis. Obat-obatan seperti nitrofurantoin,
minocycline, adalimumab, infliximab, atau methyldopa dapat memicu hepatitis
autoimun. Dalam kasus ini, hepatitis membaik ketika pasien menghentikan obat yang
mengganggu tersebut.
3. Alcoholic hepatitis
Mekanisme yang tepat untuk menjelaskan hepatitis alkoholi tidak didefinisikan
secara baik. Banyak faktor yang berperan meliput factor genetic, metabolism etanol
dan metabolit asetaldehida yang menyebabkan kerusakan dari membrane sel
hepatosit, malnutrisi, dan lain-lain. [17]

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi Hepatitis A


Hepatitis virus merupakan sebuah fenomena gunung es, dimana penderita yang
tercatat atau yang datang ke layanan kesehatan lebih sedikit dari jumlah penderita
sesungguhnya. Mengingat penyakit ini adalah penyakit kronis yang menahun, dimana
pada saat orang tersebut telah terinfeksi, kondisi masih sehat dan belum menunjukkan
gejala dan tanda yang khas, tetapi penularan terus berjalan.
Menurut hasil Riskesdas tahun 2013 bahwa jumlah orang yang didiagnosis
Hepatitis di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan gejala-gejala yang ada,

11
menunjukan peningkatan 2 kali lipat apabila dibandingkan dari data tahun 2007 dan 2013,
hal ini dapat memberikan petunjuk awal kepada kita tentang upaya pengendalian di masa
lalu, peningkatan akses, potensial masalah di masa yang akan datang apabila tidak segera
dilakukan upaya-upaya yang serius.

Dari grafik di atas dapat dilihat pada tahun 2007, lima provinsi dengan prevalensi
Hepatitis tertingggi adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Aceh, Gorontalo dan
Papua Barat sedangkan pada tahun 2013 lima provinsi dengan prevalensi tertinggi yaitu
Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.
Pada tahun 2013 ada 13 provinsi yang memiliki angka prevalensi di atas rata-rata nasional
yaitu Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara,
Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan.

12
Dari tabel di atas terlihat karakteristik prevalensi Hepatitis tertinggi terdapat pada
kelompok umur 45-54 dan 6574 (1,4%). Penderita Hepatitis baik pada laki-laki maupun
perempuan, proporsinya tidak berbeda secara bermakna. Jenis pekerjaan juga
mempengaruhi prevalensi Hepatitis, penderita Hepatitis banyak ditemukan pada
petani/nelayan/buruh dibandingkan jenis pekerjaan yang lain.

Gambar di atas menunjukan prevalensi tertinggi darah donor yang terdeteksi


positif Hepatitis C terjadi pada tahun 2009 dan 2010 (0,59%), sedangkan pada tahun 2012
merupakan prevalensi terendah (0,39%). Dan prevalensi tertinggi darah donor yang
terdeteksi HBsAg positif pada tahun 2008 (2,13%) dan prevalensi terendah darah donor
yang terdeteksi HBsAg yaitu pada tahun 2013 (1,64%).

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa total KLB Hepatitis A pada tahun 2013
[13]
kabupaten/kota sejumlah 495 kasus, kematian dan CFR0.

Hepatitis A sering menyebabkan kejadian luar biasa dalam periode waktu satu
hingga dua bulan dengan kecenderungan berulang secara siklik. Pusat Data dan Informasi

13
Kemenkes RI (2014) mencatat, KLB hepatitis A di Indonesia pernah terjadi di berbagai
provinsi pada tahun 2013, yakni di Provinsi Riau dengan 87 kasus, Provinsi Lampung
(11 kasus), Provinsi Sumatera Barat (58 kasus), Provinsi Jambi sebanyak (26 kasus),
Provinsi Jawa Tengah (26 kasus), dan Provinsi Jawa Timur dengan kasus terbanyak yaitu
287 kasus. Kabupaten Lamongan merupakan salah satu lokasi KLB hepatitis A tahun
2013 tersebut dengan 72 kasus. Hepatitis A pada tahun 2014 KLB terjadi kembali di
Provinsi Sumatera Barat (159 kasus), Provinsi Bengkulu (19 kasus), dan Provinsi
Kalimantan Timur (282 kasus). [16]

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi Hepatitis A


Hepatitis A disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis A dengan ciri-ciri:
- Digolongkan dalam picornavirus, subklafikasi sebagai hepatovirus
- Diameter 27-28 nm dengan bentuk kubus simetrik
- Untai tunggal (single stranded), molekul RNA linier: 7,5 kb
- Pada manusia terdiri atas satu serotipe, tiga atau lebih genotipe
- Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal
- Mengandung tiga atau empat polipeptida virion di kapsomer
- Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti yang nyata
adanya replikasi di usus
- Menyebar pada primata non manusia dan galur sel manusia
- Mengandung kurang dari 1680 nukleutida, merupakan genom RNA terkecil diantara
virus binatang
- Replikasi hanya pada hepatosit [8]

Virus hepatitis A merupakan partikel dengan ukuran diameter 27 nanometer


dengan bentuk kubus simetrik tergolong virus hepatitis terkecil, termasuk golongan
pikornavirus. Ternyata hanya terdapat satu serotype yang dapat menimbulkan hepatitis
pada manusia. Dengan mikroskop electron terlihat virus tidak memiliki mantel, hanya
memiliki suatu nukleokapsid yang merupakan ciri khas dari antigen virus Hepatitis A.
[12]

Seuntai molekul RNA terdapat dalam kapsid, satu ujung dari RNA ini disebut
viral protein genomik (VPg) yang berfungsi menyerang ribosom sitoplasma sel hati.
Virus hepatitis A bisa dibiak dalam kultur jaringan. Replikasi dalam tubuh dapat terjadi
dalam sel epitel usus dan epitel hati. Virus hepatitis A yang ditemukan di tinja berasal

14
dari empedu yang dieksresikan dari sel-sel hati setelah replikasinya, melalui sel saluran
empedu dan dari sel epitel usus. Virus hepatitis A sangat stabil dan tidak rusak dengan
perebusan singkat dan tahan terhadap panas pada suhu 60ºC selama ± 1 jam. Stabil pada
suhu udara dan pH yang rendah. Tahan terhadap pH asam dan asam empedu
memungkinkan VHA melalui lambung dan dikeluarkan dari tubuh melalui saluran
empedu. [12]

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor risiko Hepatitis A


Faktor risiko Hepatitis A adalah:
1. Sering konsumsi makanan atau minuman yang tidak terjaga sanisatinya
2. Menggunakan alat makan dan minum dari penderita hepatitis [3]
3. Endemis tinggi di negara berkembang
4. Pusat perawatan sehari untuk bayi atau anak balita (tempat penitipan anak)
5. Bepergian ke negara berkembang
6. Perilaku seks oral-anal
7. Pemakaian bersama pada IVDU (intra vena drug user) [6]
Penyebaran VHA terjadi secara fekal-oral, baik berupa kontak langsung atau
melalui makanan/ minuman yang terkontaminasi. Tidak terbukti adanya penularan secara
perinatal (ibu ke janin) pada penyakit ini. [5]
Penularan VHA melalui minuman atau makanan terkontaminasi, virus ini
ditemukan pada tinja pasien terinfeksi 2-3 minggu sebelum dan 1 minggu setelah pasien
terlihat kuning. VHA dalam jumlah yang bermakna tidak ditemukan pada saliva, urin
ataupun semen. Sebagian besar penularan secara fekal-oral, terdapat riwayat kontak dekat
dengan penderita terinfeksi selama tinja pasien tersebut bersifat infeksius. Hal ini dapat
menjelaskan mengapa sering terjadi wabah yang sifatnya institusional misalnya di
sekolah atau pada tempat penitipan anak. Viremia VHA bersifat berkala (transient) maka
penularan VHA melalui darah sangat jarang, oleh karena itu tidak dilakukan skrining/
tapisan rutin terhadap VHA pada darah donor. Penularan epidemik melalui air dapat
ditemukan di negara yang sedang berkembang terutama pada mereka yang tinggal di area
pemukiman padat dengan sanitasi yang buruk. Demikian pula di negara berkembang
infeksi sporadik dapat terjadi pada mereka yang memakan kerang-kerangan (tirant, remis
dan remis besar) yang dimakan baik secara mentah atau direbus, hal ini dapat terjadi

15
karena air laut telah terkontaminasi virus yang berasal dari limbah pembuangan
manusia.[2]

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis Hepatitis A


Fase pre-ikterik (1-2 minggu sebelum fase ikterik) / Stadium Prodromal
Ditemukan gejala konstitusional seperti anoreksi, mual dan muntah, malaise,
mudah lelah, atralgia, mialgia, nyeri kepala, fotofobia, faringitis, atau batuk. Perasaan
mual, muntah, dan anoreksia seringkali terkait dengan perubahan pada penghidu dan
pengecapan. Dapat pula timbul demam yang tidak terlalu tinggi. Perubahan warna urin
menjadi lebih gelap dan feses menjadi lebih pucat dapat ditemukan 1-5 hari sebelum fase
ikterik.
Fase ikterik / Stadium Klinis
Gejala konstitusional umumnya membaik, namun muncul gambaran klinis
jaundice, nyeri perut kuadran kanan atas (akibat hepatomegali), serta penurunan berat
badan ringan. Pada 10-20% kasus, dapat ditemukan splenomegali dan adenopati servikal.
Fase ini berlangsung antara 2-12 minggu.
Fase perbaikan (konvalesens)
Gejala konstitusional menghilang, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi
hati masih ditemukan. Nafsu makan kembali dan secara umum pasien akan merasa lebih
sehat. Perbaikan klinis dan parameter laboratorium akan komplit dalam 1-2 bulan sejak
awitan ikterik. Namun, sebanyak <1% kasus menjadi hepatitis fulminan (yakni muncul
ensefalopati dan koagulopati). [5]

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi Hepatitis A


Penularan Hepatitis A dapat disebabkan oleh sanitasi yang buruk atau makanan
yang terkontaminasi virus hepatitis A (VHA). Virus tersebut masuk ke dalam tubuh host
(manusia) dari fekal maupun oral melalui traktus gastrointestinal menuju sel target yaitu
hepar. Kemudian terjadi periode viremia dimana virus menginfeksi dan bereplikasi di
dalam hepatosit sebagai tempat utama produksi virus. Virus tidak langsung bersifat
sitopatik (merusak sel hepar). Kerusakan sel hepar disebabkan oleh VHA yang
membunuh langsung sel hepatosit dan menimbulkan peradangan hepar yang akan
mengaktifkan respons imun tubuh yang dimediasi oleh sel T. Reaksi imun serta inflamasi
ini selanjutnya akan mencederai atau menghancurkan hepatosit dengan menimbulkan
lisis pada sel-sel yang terinfeksi atau yang berada di sekitarnya.

16
Aktivasi neutrofil dan makrofag akan merangsang sel endotel di hipotalamus
untuk memicu pengeluaran prostaglandin dan terjadi aktivasi termostat di hipotalamus
yang akan meningkatkan set point sehingga pada individu yang terpapar VHA akan
mengalami hipertermi atau demam. Lisisnya sel hepatosit tadi akan menyebabkan
gangguan suplai darah dari hepar ke sistemik. Kerusakan sel hepatosit menyebabkan
hepar tidak mampu melakukan konjugasi bilirubin atau mengekskresikannya sehingga
terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Kadar bilirubin dalam darah yang
meningkat selanjutnya akan menumpuk pada area sklera mata dan bawah kulit sehingga
pada individu yang terpapar VHA akan mengalami ikterus / jaundice sehingga tampak
pigmentasi kekuningan pada area mata dan kulit. Keadaan ini dapat ditunjang dengan
temuan peningkatan kadar bilirubin dan enzim transaminase yaitu SGOT (Serum
Glutamic Oxaloacetic Transaminase) serta SGPT (Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase) pada pemeriksaan laboratorium.
Bilirubin yang tidak terkonjugasi dengan sempurna akan menyebabkan gangguan
pada pemberian warna feses dimana feses akan menjadi lebih bau, berwarna pucat atau
coklat. Selain kerusakan sel hepatosit, efek dari peradangan hepar tadi akan menyebabkan
kerusakan pada empedu pula dimana akan terjadi peningkatan garam empedu dalam
darah yang akan diekskresikan oleh ginjal dalam bentuk urin yang berwarna gelap
menyerupai teh. Gangguan pada sistemik ini akan menimbulkan perubahan status
kesehatan yaitu ansietas dimana individu tersebut akan merasa takut dan cemas akan
kondisi kesehatannya.
Peradangan hepar juga akan menimbulkan efek hepatomegali. Hepatomegali
akan mendesak organ intraabdominal. Desakan tersebut akan menimbulkan rasa tidak
nyaman pada area RUQ (Right Upper Quadrant) atau regio hypochondrium kanan. Rasa
tidak nyaman ini akan menimbulkan rangsangan nyeri akut pada bagian abdomen
sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada regio hypochondrium
kanan. Selain itu, lambung dapat terdesak akibat dari hepatomegali yang mana dapat
meningkatkan kadar HCl. Hal tersebut dapat menimbulkan rangsangan mual (nausea) dan
muntah (vomitus) pada pusat muntah di SSP yaitu medula oblongata dan zona pemicu
kemoreseptor (chemoreceptor trigger zone, CTZ). Kemudian otot lambung akan
memberikan kekuatan untuk menyemburkan isi lambung. Bagian fundus lambung beserta
sfingter gastroesofageal akan berelaksasi dan terjadi kontraksi diafragma serta otot
abdomen yang akan meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga diafragma akan
terdorong ke arah cavum thorax dan terjadilah kenaikan tekanan intratorakal. Keadaan ini

17
akan menggerakkan isi lambung dari esofagus menuju mulut akibatnya mulut akan terasa
pahit dan terjadilah vomitus. Frekuensi vomitus yang berlangsung terus menerus akan
menyebabkan individu yang terpapar VHA mengalami anoreksia dan dehidrasi karena
terjadi ketidakseimbangan nutrisi dan cairan elektrolit tubuh sehingga pada pemeriksaan
fisik ditemui berat badan yang menurun, kelelahan (fatigue), dan akral yang pucat.
Peradangan pada hepar yang progresif bisa menimbulkan suatu komplikasi
berupa sirosis hati. Sirosis hati ditandai dengan perut yang semakin membesar akibat
terjadi hipertensi pada vena porta hepatica yang ada di hepar. Dampak dari hipertensi
porta ini akan menimbulkan pengumpulan cairan di rongga peritoneum sehingga timbul
manifestasi klinis asites.

Antigen VHA dapat ditemukan pada feses pada 1-2 minggu sebelum dan 1
minggu setelah awitan penyakit. Antibodi serum (anti-HAV) muncul setelah virus tidak
dapat dideteksi lagi di dalam feses. Anti-HAV mencapai kadar maksimum dalam
beberapa bulan dan bertahan selama beberapa tahun. Deteksi positif IgM anti-HAV
menunjukkan infeksi akut. IgM anti-HAV positif pada hari ke-5 hingga 10 pasca paparan.
Antibodi tersebut bertahan hanya selama 2-6 bulan. Dalam beberapa kasus, IgM anti-
HAV tetap dapat dideteksi hingga 1 tahun, tetapi dalam titer rendah. Kemudian, IgG anti-
HAV muncul sebagai indikasi bahwa respons imun telah melawan virus dan merupakan
proteksi jangka panjang dari kasus reinfeksi yang bertahan seumur hidup. Hepatitis A
akut biasanya berlangsung <2 bulan dengan rata-rata 2 minggu. Selama fase akut,
hepatosit yang terinfeksi umumnya hanya mengalami perubahan morfologi yang minimal

18
yaitu hanya <1% yang menjadi fulminan. Infeksi VHA terjadi secara spontan dan tidak
ada fase kronis pada hepatitis A, tapi gejala rekuren atau gagal hati akut dapat terjadi. [4,7]

Patofisiologi Hepatitis A:
1. Sistem imun bertanggung jawab untuk terjadinya kerusakan sel hati.
a. Melibatkan respons CD8 dan CD4 sel T
b. Produk sitokin di hati dan sistemik
2. Efek sitopatik langsung dari virus. Pada pasien dengan imunosupresi dengan replikasi
tinggi, akan tetapi tidak ada bukti langsung. [8]

8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis Hepatitis A


Diagnosis hepatitis A akut ditegakkan dengan ditemukannya IgM anti-HAV.
Anti-HAV positif tanpa keberadaan IgM menunjukkan infeksi lampau. [5]
Hepatitis A seringkali asimtomatis terutama pada usia muda, tetapi ada beberapa
gejala klinis dapat membantu untuk menegakkan diagnosis yaitu jaundice, sklera ikterik,
puring, letargis, nausea, vomitus, nyeri perut, dan anoreksia. Gejala-gejala tersebut juga
muncul pada Hepatitis akut lain seperti Hepatitis D dan E, sehingga kurang spesifik untuk
Hepatitis A dan diperlukan pemeriksaan serologis IgM dan IgG anti-HAV untuk
diagnosis. IgM anti-HAV positif di awal infeksi dan menghilang setelah 4-5 bulan,
setelah kemunculan IgG dalam serum. IgG anti-HAV terdeteksi hingga beberapa tahun
setelah infeksi dan dapat bertahan sepanjang hidup. [11]

9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang Hepatitis A


1. Serologi hepatitis A
• IgM anti-VHA positif menandakan infeksi hepatitis A akut
• IgG anti-VHA positif menandakan infeksi lampau {riwayat hepatitis A}
2. Biokimia hati
• Kadar ALT umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan kadar AST pada fase ikterik.
• Kadar bilirubin umumnya >2,5 mg/dL apabila ditemukan klinis ikterik pada sklera
atau kulit. Kadar bilirubin jarang >1 0 mg/ dL, kecuali bila ada penyerta kolestasis.
• Alkalin fosfatase umumnya normal atau meningkat sedikit.
• Waktu protrombin (PT) umumnya normal atau memanjang 1-3 detik. Peningkatan
PT yang signifikan menunjukkan nekrosis hepatoselular yang ekstensif dan
prognosis yang lebih buruk.

19
• Penurunan albumin serum jarang ditemukan pada hepatitis virus akut tanpa
komplikasi.
3. USG abdomen bertujuan untuk menilai adanya penyerta batu empedu. [5]

10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi Hepatitis A


1. Hepatitis A fulminan
Kondisi dimana terjadi gagal fungsi hati mendadak atau biasa disebut sebagai gagal
hati akut. Komplikasi ini dapat muncul pada minggu pertama awitan penyakit.
Sekitar 90% gagal hati akut terjadi dalam 4 minggu pertama.
2. Ensefalopati hepatikum
3. Koagulopati
4. Sirosis hati [3]
Infeksi HAV akut akan menimbulkan nekroinflamasi di liver yang biasanya
dapat pulih secara spontan tanpa sekuelae kronik (>99% kasus). Gejala yang umumnya
timbul adalah demam, malaise, keletihan, hilang nafsu makan, diare, anoreksia, mialgia,
artralgia, nyeri kepala, urine berwarna gelap, dan ada pula komplikasi atipikal lainnya,
seperti aplasia sel darah merah, aplasia bone marrow, dan artritis akut icterus. [14]
Komplikasi yang tipikal dijumpai pada infeksi HAV adalah hepatitis kolestatik
(sekitar 5%), hepatitis relaps (3–20%), dan hepatitis autoimun. Hepatitis kolestatik
ditandai oleh periode ikterus yang lama (bisa >3 bulan) dan hasil tes laboratorium yang
menunjukkan peningkatan serum bilirubin (sering >10 mg/dL), alkalin fosfatase,
aminotransferase, dan juga serum kolesterol. Pada umumnya, hepatitis kolestatik akan
pulih secara spontan tanpa gejala sisa. [14,15]

11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding Hepatitis A


Diagnosis banding:
1. Hepatitis B
2. Hepatitis C
3. Hepatitis D
4. Hepatitis E
5. Hepatitis alkoholik
6. Hepatotoksisitas obat
7. Billiary collic [10]

20
Keterangan Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis D Hepatitis E

Genom RNA DNA RNA RNA RNA

Keluarga Picorna Hepadna Flavi/Pesti Viroid Calcili

Masa 15-45 hari 30-180 hari 15-150 hari 30-180 hari 30-180 hari
Inkubasi

Penularan Fekal/oral Darah Darah Darah Darah

Tipe penyakit Akut Akut/Kronis Akut/Kronis Akut/Kronis Akut

Sirosis Tidak Ya Ya Ya Tidak

[9]

12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana Hepatitis A


Infeksi yang sembuh spontan (self-limiting disease)
1. Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan
menyebabkan dehidrasi
2. Mempertahankan asupan kalori dan cairan adekuat
b. Tidak ada rekomendasi diet khusus
c. Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang paling
baik ditoleransi
d. Menghindari konsumsi alkohol

21
3. Aktifitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
4. Pembatasan aktifitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise
5. Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A, E, D. Pemberian interferon-alfa pada
hepatitis C akut dapat menurunkan risiko kejadian infeksi kronik. Peran lamivudin atau
adefovir pada hepatitis B akut masih belum jelas. Kortikosteroid tidak bermanfaat.
6. Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan
7. Tirah baring
8. Pengobatan simtomatik
a. Demam: Ibuprofen 2x400 mg/hari
b. Mual: Antiemetik seperti Metoklopramid 3x10 mg/hari atau Domperidon 3x10
mg/hari
c. Perut perih dan kembung: H2 bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau Ranitidin
2x150 mg/hari) atau PPI (Omeprazol 1x20 mg/hari) [3,6]

Gagal hati akut


1. Perawatan di RS segera setelah diagnosis ditegakkan. Penanganan terbaik dapat
dilakukan pada RS yang menyediakan program tranplantasi hati
2. Belum ada terapi yang terbukti efektif
3. Tujuan
• Sementara menunggu perbaikan infeksi spontan dan perbaikan fungsi hati
dilakukan monitoring kontinu dan terapi suportif
• Pengenalan dini dan terapi terhadap komplikasi yang mengancam nyawa
• Mempertahankan fungsi vital
• Persiapan transplantasi bila tak terdapat perbaikan
4. Angka survival mencapai 65-75% bila dilakukan transplantasi dini

Hepatitis kolestasis
1. Perjalanan penyakit dapat dipersingkat dengan pemberian jangka pendek prednison
atau asam ursodioksikolat. Hasil penelitian masih belum tersedia
2. Pruritus dapat dikontrol dengan kolestiramin.

Hepatitis relaps
Penanganan serupa dengan hepatitis yang sembuh spontan. [8]

22
13. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis Hepatitis A
Umumnya pasien akan membaik secara sempurna tanpa ada sekuel klinis.
Sekitar 10-15% kasus dapat mengalami relaps dalam 6 bulan setelah fase akut selesai,
namun tidak ada potensi untuk menjadi kronis.
Meski sangat jarang, risiko hepatitis fulminan (gagal hati akut) ditemukan
meningkat pada individu berusia >40 tahun atau dengan penyerta penyakit hati lanjut.
Gagal hati akut merupakan suatu kondisi penurunan fungsi hati secara cepat dan masif.
Ditandai dengan perubahan status mental (ensefalopati) dan koagulopati (INR > 1,5) yang
terjadi dalam 8 minggu setelah awitan penyakit hati. Angka mortalitas sangat tinggi pada
kasus fulminan. [5]

14. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan Hepatitis A


1. Sanitasi dan higiene mampu mencegah penularan virus
2. Vaksinasi Hepatitis A diberikan kepada orang-orang yang berisiko tinggi terinfeksi.
3. Keluarga ikut menjaga asupan kalori dan cairan yang adekuat, dan membatasi
aktivitas fisik pasien selama fase akut. [3]
Lamanya penyembuhan yang kadang-kadang memerlukan waktu sampai 4-6 bulan
sampai tes faal hati menjadi normal, faktor ini yang akan menyebabkan kerugian dalam
hal kehilangan produktivitas kerja, dan pada anak-anak tentu saja tertinggal dalam hal
pelajaran, juga biaya perawatan yang tinggi. Bila dilakukan analisa manfaat biaya tentu
saja akan lebih ekonomis kalau dilakukan suatu usaha pencegahan, pertama dengan pola
hidup yang baik dan bersih dan usaha kedua dengan imunisasi. [8]
Hepatitis A juga dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan. Hal ini dapat
dilakukan dengan langkah-langkah mudah berikut:
• Selalu mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, terutama sebelum makan,
sebelum mengolah makanan, dan setelah dari toilet.
• Tidak berbagi penggunaan barang-barang pribadi, seperti sikat gigi atau handuk,
termasuk juga peralatan makan.
• Selalu memasak makanan sampai matang dan merebus air sampai mendidih.
• Hindari jajan di pedagang kaki lima yang kebersihannya kurang terjaga. [13]

23
15. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan integrasi keislaman

Artinya: “Ketahuilah, didalam tubuh manusia ada segumpal daging. Apabila segumpal
daging itu baik, baiklah tubuh seluruhnya, dan apabila daging itu rusak, rusaklah tubuh
seluruhnya. Ketahuilah olehmu, bahwa segumpal daging itu adalah qalbu (hati)” (H.R.
Bukhari).
Dari hadits di atas dapat kita simpulkan bahwa kita sebagai manusia harus pandai
dalam menjaga kesehatan tubuh kita sendiri seperti hati. Dimana hati juga memiliki peran
penting dalam penetral racun dan sistem pencernaan makanan dalam tubuh yang
mengurai sari-sari makanan untuk kemudian disebarkan ke seluruh organ tubuh yang
sangat penting bagi manusia. Jika hati ini sakit, maka akan berdampak pada organ tubuh
yang akan mengakibatkan mata kuning, kulit kuning yang merupakan salah satu gejala
dari hepatitis. Dimana hepatitis merupakan penyakit peradangan hati karena berbagai
sebab. Penyebab tersebut adalah beberapa jenis virus yang menyerang dan menyebabkan
peradangan dan kerusakan pada sel-sel dan fungsi organ hati. Itu semua juga bisa
diakibatkan oleh kebiasaan buruk dari diri kita sendiri yang tidak rajin menjaga
kebersihan seperti mencuci tangan, menjaga kebersihan makanan, dan juga yang lainnya.
Maka dari itu kita harus selalu menjaga kebersihan diri kita sendiri karena itu sangat
penting agar kita bisa terhindar dari segala macam penyakit.

24
3.2 Peta Konsep

25
Narasi Peta Konsep
Perjalanan penyakit Hepatitis bermula dari infeksi Virus Hepatitis A (VHA).
Penyebaran VHA terjadi secara fekal-oral, baik berupa kontak langsung atau melalui
makanan/ minuman yang terkontaminasi. Virus ini ditemukan pada tinja pasien terinfeksi
2-3 minggu sebelum dan 1 minggu setelah pasien terlihat kuning.
Virus tersebut masuk ke dalam tubuh host (manusia) melalui traktus gastrointestinal
menuju sel target yaitu hepar. Kemudian terjadi periode viremia dimana virus
menginfeksi dan bereplikasi di dalam hepatosit sebagai tempat utama produksi virus.
Virus tidak langsung bersifat sitopatik (merusak sel hepar). Kerusakan sel hepar
disebabkan oleh VHA yang membunuh langsung sel hepatosit dan menimbulkan
peradangan hepar yang akan mengaktifkan respons imun tubuh yang dimediasi oleh sel
T. Reaksi imun serta inflamasi ini selanjutnya akan mencederai atau menghancurkan
hepatosit dengan menimbulkan lisis pada sel-sel yang terinfeksi atau yang berada di
sekitarnya.
Aktivasi interleukin, neutrophil, dan makrofag akan merangsang sel endotel di
hipotalamus untuk memicu pengeluaran prostaglandin (PGE2, PGF2) dan terjadi aktivasi
termostat di hipotalamus yang akan meningkatkan set point sehingga pada individu yang
terpapar VHA akan mengalami hipertermi atau demam. Lisisnya sel hepatosit tadi akan
menyebabkan gangguan suplai darah dari hepar ke sistemik. Kerusakan sel hepatosit
menyebabkan hepar tidak mampu melakukan konjugasi bilirubin atau
mengekskresikannya sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Kadar
bilirubin dalam darah yang meningkat selanjutnya akan menumpuk pada area sklera mata
dan bawah kulit sehingga pada individu yang terpapar VHA akan mengalami ikterus /
jaundice sehingga tampak pigmentasi kekuningan pada area mata dan kulit. Keadaan ini
dapat ditunjang dengan temuan peningkatan kadar bilirubin dan enzim transaminase yaitu
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)/ AST serta SGPT (Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase)/ ALT pada pemeriksaan laboratorium. Selain itu juga akan
ditemukan peningkatan nilai partial tromboplastin time (PTT) dan prothrombin time (PT)
akibat menurunnya kadar clotting protein dalam darah.
Bilirubin yang tidak terkonjugasi dengan sempurna akan menyebabkan gangguan
pada pemberian warna feses dimana feses akan menjadi lebih bau, berwarna pucat atau

26
coklat. Selain kerusakan sel hepatosit, efek dari peradangan hepar tadi akan menyebabkan
kerusakan pada empedu pula dimana akan terjadi peningkatan garam empedu dalam
darah yang akan diekskresikan oleh ginjal dalam bentuk urin yang berwarna gelap
menyerupai teh. Gangguan pada sistemik ini akan menimbulkan perubahan status
kesehatan yaitu ansietas dimana individu tersebut akan merasa takut dan cemas akan
kondisi kesehatannya.
Peradangan hepar juga akan menimbulkan efek hepatomegali. Hepatomegali akan
mendesak organ intraabdominal. Desakan tersebut akan menimbulkan rasa tidak nyaman
pada area RUQ (Right Upper Quadrant) atau regio hypochondrium kanan. Rasa tidak
nyaman ini akan menimbulkan rangsangan nyeri akut pada bagian abdomen sehingga
pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada regio hypochondrium kanan. Selain
itu, lambung dapat terdesak akibat dari hepatomegali yang mana dapat meningkatkan
kadar HCl. Hal tersebut dapat menimbulkan rangsangan mual (nausea) dan muntah
(vomitus) pada pusat muntah di SSP yaitu medula oblongata dan zona pemicu
kemoreseptor (chemoreceptor trigger zone, CTZ). Kemudian otot lambung akan
memberikan kekuatan untuk menyemburkan isi lambung. Bagian fundus lambung beserta
sfingter gastroesofageal akan berelaksasi dan terjadi kontraksi diafragma serta otot
abdomen yang akan meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga diafragma akan
terdorong ke arah cavum thorax dan terjadilah kenaikan tekanan intratorakal. Keadaan ini
akan menggerakkan isi lambung dari esofagus menuju mulut akibatnya mulut akan terasa
pahit dan terjadilah vomitus. Frekuensi vomitus yang berlangsung terus menerus akan
menyebabkan individu yang terpapar VHA mengalami anoreksia dan dehidrasi karena
terjadi ketidakseimbangan nutrisi dan cairan elektrolit tubuh sehingga pada pemeriksaan
fisik ditemui berat badan yang menurun, kelelahan (fatigue), dan akral yang pucat.
Diagnosis hepatitis A akut ditegakkan dengan ditemukannya IgM anti-HAV.
Anti-HAV positif tanpa keberadaan IgM menunjukkan infeksi lampau. Tatalaksana non-
farmakologi pasien Hepatitis A adalah dengan tirah baring, pembatasan aktifitas fisik
sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise, serta menghentikan konsumsi
obat-obatan yang tidak diperlukan. Tatalaksana farmakologi berupa pemberian ibuprofen
2 x 400 mg/hari sebagai antipiretik, pemberian antiemetik metoklopramid 3 x 10 mg/hari

27
atau domperidone 3 x10 mg/hari, ditambah dengan H2 bloker Ranitidin 2 x 150 mg/hari
dan Proton Pump Inhibitor (PPI) omeprazole 1x20 mg/hari.

28
3.3 SOAP

S = Subjective

Anamnesis
Usia: 20 tahun
Keluhan Utama
Demam dan mata kuning
Riwayat Penyakit Sekarang
Putih mata berwarna kuning sejak 10 hari, febris sejak 7 hari, nausea dan vomitus 3x per hari
setelah makan, perut membesar, tidak mau makan.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat Pengobatan
-
Riwayat Penyakit Keluarga
-
Riwayat Sosial
• Teman satu kos menderita keluhan yang sama
• Kebiasaan makan di warung dekat kos

O = Objective

Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.


Tanda Vital: TD 120/70 mmHg, Nadi 120 x/menit, RR 22x/menit, suhu 39,6 C
BB: 65 kg, TB: 158 cm
Pemeriksaan Spesifik
Sclera icteric, visus normal
Abdomen:
Inspeksi: datar
Palpasi: soefl, distensi ringan, nyeri tekan hypocondrium kanan (+), hepar teraba 4 jari dibawah
arcus costae
Perkusi: shifting dullness (-)
Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-) kulit ikterik (+)

29
A1 = Initial Assessment

DDx :
- Hepatitis A
- Hepatitis B dan C akut
- Ikterus obstruktif
- Sirosis hati

A2 = Assesment

WDx : Hepatitis A
Tingkat Kemampuan 4
P1 = Planning diagnotic
• Pemeriksaan Laboratorium
Hb 14,5 g/dl
Leu 1500 mmol/L
Trombo 180.000 mmol/L
SGOT 330 mg/dL
SGPT 459 mg/dL
Bilirubin total 25 mg/dL
• Tes Serologi Hepatitis A
IgM anti-HAV dan IgG anti-HAV)
• USG Abdomen

P2 = Planning

Tata Laksana
• Tirah Baring
• Infus Normal Saline NaCl 0,9%
• Antipiretik: Ibuprofen 2x400mg/hari
• Antiemetik: Metoklopramid 3x10mg/hari

Planning follow-up
• Rujuk ke dokter spesialis penyakit dalam jika memberat

30
Planning KIE
• Sanitasi dan higiene pasien dan orang di sekitarnya
• Hindari minuman beralkohol
• Jaga asupan kalori dan cairan yang adekuat
• Hindari aktivitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan
• Diet tinggi kalori dari glukosa dan protein, hindari konsumsi lemak berlebih

31
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Jameson JL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, dan Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine. Edisi 20. New York NY, McGraw Hill Education. 2018.
2. Kumar, Vinay, Abul K. Abbas, and Jon C. Aster. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease. Edisi 9. Philadelphia, PA: Elsevier/Saunders. 2015.
3. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia. 2017.
4. Mayer, Welsh, dan Kowalak. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2011.
5. Mansjoer, A., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Edisi
4. Jakarta: Media Aesculapius. 2014.
6. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.
7. Liwang, Ferry, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Media Aesculapius.
2020.
8. Makmun, Dadang. Hepatitis Viral Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi VI.
Jakarta: InternaPublishing. 2014.
9. Eppy. Continuing Medical Education; Diagnosis dan Tatalaksana Hepatitis A. 2018.
10. Mehta P, Reddivari AKR. Hepatitis. [Updated 2021 Jan 16]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554549/
11. Floch, M. H., Netter, F. H. Netter's Gastroenterology. Edisi 2. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 2010.
12. Noer, Sjaifoellah H.M., Sundoro, Julitasari. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi 1. Editor :
H. Ali Sulaiman. Jakarta: Jayabadi. 2007.
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pusat Data dan Informasi. Situasi dan Analisis
Hepatitis. 2014.
14. Lemon SM, Ott JJ, Van Damme P, Shouval D. Type A viral hepatitis: A summary and update
on the molecular virology, epidemiology, pathogenesis and prevention. J Hepatol.
2017;S0168-8278(17)32278-X. doi:10.1016/j.jhep.2017.08.034

32
15. Lai M, Chopra S. Hepatitis A virus infection in adults: Epidemiology, clinical
manifestations, and diagnosis. UptoDate. 2019. https://www.uptodate.com/contents/
hepatitis-a-virus-infection-in-adults-epidemiology-clinical-manifestations-and-diagnosis
16. Harisma, F. B., Syahrul, F., Mubawadi T., & Mirasa Y. A., Analisis Kejadian Luar Biasa
Hepatitis A Di SMA X Kabupaten Lamongan. Volume 6 Nomor 2. 2018.
17. Mehta Parth & Anil Kumar R R. Hepatitis [Internet]. Stat Pearls Publishing NCBI. 2021
[diakses pada 20 April 2021] Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books /
NBK554549/

33

Anda mungkin juga menyukai