Hepatitis A
Disusun untuk Memenuhi Tugas Blok Digestif
KELOMPOK 5
1
Aku Khawatir dengan Mataku!!!
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.
Tanda Vital: TD 120/70 mmHg, Nadi 120 x/menit, RR 22x/menit, suhu 39,6 C
BB: 65 kg, TB: 158 cm
Pemeriksaan Spesifik
Sclera icteric, visus normal
Abdomen:
Inspeksi: datar
Palpasi: soefl, distensi ringan, nyeri tekan hypocondrium kanan (+), hepar teraba 4 jari
dibawah arcus costae
Perkusi: shifting dullness (-)
Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-) kulit ikterik (+)
Hasil Laboratorium:
Hb 14,5 g/dl
Leu 1500 mmol/L
Trombo 180.000 mmol/L
SGOT 330 mg/dL
SGPT 459 mg/dL
Bilirubin total 25 mg/dL
2
BAB I
3
10. Visus
Pemeriksaan untuk melihat ketajaman pengelihatan. Nilai normal: 6/6 (objek bisa
dilihat dalam jarak 6 meter)
11. Shifting dullness
Pemeriksaan abdomen untuk menilai ada tidaknya asites, mendeskripsikan suara
pekak berpindah. Saat perkusi suara berpindah karena ada cairan bebas dalam
rongga perut.
4
BAB II
2.1 Brainstorming
1. Mengapa pasien mengalami demam, mual, muntah yang muncul setelah
makan, dan keluhan tidak mau makan?
• Demam: pasien terinfeksi virus, kemudian virus mengalami replikasi dan
memberi efek inflamasi yang akan mengaktivasi neutrofil dan makrofag
sehingga rilis asam arakidonat yang akan memicu pengeluaran prostaglandin
dan terjadi peningkatan set point hipotalamus, sehingga suhu tubuh meningkat.
• Kemungkinan pasien terinfeksi virus Hepatitis A di hati, lalu infeksi
menginvasi hepatosit sehingga rusak. Sel imun terutama sel T akan berusaha
melawan virus sehingga hepar inflamasi. Lalu ada manifestasi nyeri pada
hipokondrium kanan dan hepatomegali (hepar membesar dan teraba 4 jari di
bawah arcus costae). Setelah hepatosit nekrosis, terjadi kompensasi enzim
transaminase (ALT/SGPT dan AST/SGOT) semakin banyak diproduksi dan
bocor ke aliran darah.
• Mual muntah: pasien mengalami gangguan pada hati sehingga kulit dan sklera
kuning akibat bilirubin meningkat. Manifestasi peradangan di hati sehingga
terjadi pembengkakan dan mendesak lambung yang berada di sebelah hati
sehingga makanan di lambung terdesak keluar. Muntah muncul setelah makan
karena inflamasi merangsang nervus vagus untuk menghambat proses
pencernaan sehingga terjadi pencegahan pengosongan lambung. Pasien jadi
tidak memiliki rasa lapar.
• Pasien makan di warung dan teman pasien memiliki keluhan sama,
kemungkinan pasien terinfeksi bakteri atau virus yang mengenai saluran
pencernaan dan hati sehingga terjadi inflamasi pada hati. Sel-sel hati nekrosis
sehingga terbentuklah hepatotoksin yang akan keluar ke peredaran darah dan
memicu sistem saraf pusat (bagian CTZ), lalu memicu bagian pusat emetik
untuk mengeluarkan impuls menuju lambung. Kemudian di lambung terjadi
retrorefluks, sehingga makanan yang sudah dicerna kembali ke esofagus dan
mulut sehingga terjadi muntah.
2. Apakah ada hubungan antara usia, teman kos yang menderita keluhan yang
sama, dan kebiasaan sering makan di warung dengan keluhan demam dan
mata kuning pasien?
5
• Pasien mengalami infeksi Hepatitis A, yang bisa terjadi pada semua usia
dengan insiden tertinggi pada usia sekolah dan dewasa muda.
• Hepatitis A menular melalui fekal-oral, terutama dari makanan dan minuman
yang tidak terjamin kebersihannya dan kurang matang. Bisa juga karena
penggunaan alat makan yang sama. Hepatitis A bisa menular dari orang ke
orang dan paling banyak terkonsentrasi di feses, jadi mudah tertular jika
menggunakan kamar mandi atau air yang sama.
• Gejala khas Hepatitis A adalah mata kuning karena penumpukan bilirubin
berlebihan dalam darah yang terjadi karena ambilan bilirubin pada hepar
rusak dan lisis, sehingga metabolisme hepar rusak dan bilirubin tidak
terkonjugasi yang akan menyebabkan penumpukan bilirubin berlebihan di
kulit dan sklera.
3. Mengapa bagian putih mata pasien dan kulitnya berubah menjadi kuning
sejak 10 hari?
Infeksi Hepatitis A memiliki inkubasi 15-35 hari. Jika pasien sudah bergejala
selama 10 hari, berarti sudah terinfeksi pada minggu awal. Pada Hepatitis A lebih
spesifik, bilirubin tidak terkonjugasi (akibat dari hepatosit yang nekrosis), berjalan
ke sklera yang mengandung banyak elastin. Juga bisa berjalan ke kulit. Pasien
Hepatitis A juga sering mengalami urin berwarna tua karena bilirubin yang
terkonjugasi (bersifat water soluble) bocor sehingga bisa berikatan dengan urin.
4. Bagaimana dampak jika pasien mengalami vomitus lebih dari 3 kali perhari?
Karena muntah, cairan banyak yang keluar sehingga dehidrasi. Jika sudah berhari-
hari akan menyebabkan penurunan berat badan.
6
• Pemeriksaan laboratorium: Hb normal, leukosit normal, trombosit normal.
Terjadi peningkatan SGOT, SGPT, dan bilirubin.
7
2.2 Peta Masalah
8
2.3 Learning Objective
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi Hepatitis
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi Hepatitis
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi Hepatitis A
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi Hepatitis A
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor risiko Hepatitis A
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis Hepatitis A
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi Hepatitis A
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis Hepatitis A
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang Hepatitis A
10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi Hepatitis A
11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding Hepatitis A
12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana Hepatitis A
13. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis Hepatitis A
14. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan Hepatitis A
15. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan integrasi keislaman
9
BAB III
10
2. Autoimmune Hepatitis
Etiologinya masih tidak diketahui namun berbagai faktor seperti obat obatan, agen
lingkungan atau terinfeksi dari virus Epstein-Barr dapat memicu respons autoimun.
Pasien mengembangkan autoantibodi, dan lebih sering muncul pada mereka yang
memiliki infeksi virus hepatitis C kronis. Obat-obatan seperti nitrofurantoin,
minocycline, adalimumab, infliximab, atau methyldopa dapat memicu hepatitis
autoimun. Dalam kasus ini, hepatitis membaik ketika pasien menghentikan obat yang
mengganggu tersebut.
3. Alcoholic hepatitis
Mekanisme yang tepat untuk menjelaskan hepatitis alkoholi tidak didefinisikan
secara baik. Banyak faktor yang berperan meliput factor genetic, metabolism etanol
dan metabolit asetaldehida yang menyebabkan kerusakan dari membrane sel
hepatosit, malnutrisi, dan lain-lain. [17]
11
menunjukan peningkatan 2 kali lipat apabila dibandingkan dari data tahun 2007 dan 2013,
hal ini dapat memberikan petunjuk awal kepada kita tentang upaya pengendalian di masa
lalu, peningkatan akses, potensial masalah di masa yang akan datang apabila tidak segera
dilakukan upaya-upaya yang serius.
Dari grafik di atas dapat dilihat pada tahun 2007, lima provinsi dengan prevalensi
Hepatitis tertingggi adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Aceh, Gorontalo dan
Papua Barat sedangkan pada tahun 2013 lima provinsi dengan prevalensi tertinggi yaitu
Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.
Pada tahun 2013 ada 13 provinsi yang memiliki angka prevalensi di atas rata-rata nasional
yaitu Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara,
Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan.
12
Dari tabel di atas terlihat karakteristik prevalensi Hepatitis tertinggi terdapat pada
kelompok umur 45-54 dan 6574 (1,4%). Penderita Hepatitis baik pada laki-laki maupun
perempuan, proporsinya tidak berbeda secara bermakna. Jenis pekerjaan juga
mempengaruhi prevalensi Hepatitis, penderita Hepatitis banyak ditemukan pada
petani/nelayan/buruh dibandingkan jenis pekerjaan yang lain.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa total KLB Hepatitis A pada tahun 2013
[13]
kabupaten/kota sejumlah 495 kasus, kematian dan CFR0.
Hepatitis A sering menyebabkan kejadian luar biasa dalam periode waktu satu
hingga dua bulan dengan kecenderungan berulang secara siklik. Pusat Data dan Informasi
13
Kemenkes RI (2014) mencatat, KLB hepatitis A di Indonesia pernah terjadi di berbagai
provinsi pada tahun 2013, yakni di Provinsi Riau dengan 87 kasus, Provinsi Lampung
(11 kasus), Provinsi Sumatera Barat (58 kasus), Provinsi Jambi sebanyak (26 kasus),
Provinsi Jawa Tengah (26 kasus), dan Provinsi Jawa Timur dengan kasus terbanyak yaitu
287 kasus. Kabupaten Lamongan merupakan salah satu lokasi KLB hepatitis A tahun
2013 tersebut dengan 72 kasus. Hepatitis A pada tahun 2014 KLB terjadi kembali di
Provinsi Sumatera Barat (159 kasus), Provinsi Bengkulu (19 kasus), dan Provinsi
Kalimantan Timur (282 kasus). [16]
Seuntai molekul RNA terdapat dalam kapsid, satu ujung dari RNA ini disebut
viral protein genomik (VPg) yang berfungsi menyerang ribosom sitoplasma sel hati.
Virus hepatitis A bisa dibiak dalam kultur jaringan. Replikasi dalam tubuh dapat terjadi
dalam sel epitel usus dan epitel hati. Virus hepatitis A yang ditemukan di tinja berasal
14
dari empedu yang dieksresikan dari sel-sel hati setelah replikasinya, melalui sel saluran
empedu dan dari sel epitel usus. Virus hepatitis A sangat stabil dan tidak rusak dengan
perebusan singkat dan tahan terhadap panas pada suhu 60ºC selama ± 1 jam. Stabil pada
suhu udara dan pH yang rendah. Tahan terhadap pH asam dan asam empedu
memungkinkan VHA melalui lambung dan dikeluarkan dari tubuh melalui saluran
empedu. [12]
15
karena air laut telah terkontaminasi virus yang berasal dari limbah pembuangan
manusia.[2]
16
Aktivasi neutrofil dan makrofag akan merangsang sel endotel di hipotalamus
untuk memicu pengeluaran prostaglandin dan terjadi aktivasi termostat di hipotalamus
yang akan meningkatkan set point sehingga pada individu yang terpapar VHA akan
mengalami hipertermi atau demam. Lisisnya sel hepatosit tadi akan menyebabkan
gangguan suplai darah dari hepar ke sistemik. Kerusakan sel hepatosit menyebabkan
hepar tidak mampu melakukan konjugasi bilirubin atau mengekskresikannya sehingga
terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Kadar bilirubin dalam darah yang
meningkat selanjutnya akan menumpuk pada area sklera mata dan bawah kulit sehingga
pada individu yang terpapar VHA akan mengalami ikterus / jaundice sehingga tampak
pigmentasi kekuningan pada area mata dan kulit. Keadaan ini dapat ditunjang dengan
temuan peningkatan kadar bilirubin dan enzim transaminase yaitu SGOT (Serum
Glutamic Oxaloacetic Transaminase) serta SGPT (Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase) pada pemeriksaan laboratorium.
Bilirubin yang tidak terkonjugasi dengan sempurna akan menyebabkan gangguan
pada pemberian warna feses dimana feses akan menjadi lebih bau, berwarna pucat atau
coklat. Selain kerusakan sel hepatosit, efek dari peradangan hepar tadi akan menyebabkan
kerusakan pada empedu pula dimana akan terjadi peningkatan garam empedu dalam
darah yang akan diekskresikan oleh ginjal dalam bentuk urin yang berwarna gelap
menyerupai teh. Gangguan pada sistemik ini akan menimbulkan perubahan status
kesehatan yaitu ansietas dimana individu tersebut akan merasa takut dan cemas akan
kondisi kesehatannya.
Peradangan hepar juga akan menimbulkan efek hepatomegali. Hepatomegali
akan mendesak organ intraabdominal. Desakan tersebut akan menimbulkan rasa tidak
nyaman pada area RUQ (Right Upper Quadrant) atau regio hypochondrium kanan. Rasa
tidak nyaman ini akan menimbulkan rangsangan nyeri akut pada bagian abdomen
sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada regio hypochondrium
kanan. Selain itu, lambung dapat terdesak akibat dari hepatomegali yang mana dapat
meningkatkan kadar HCl. Hal tersebut dapat menimbulkan rangsangan mual (nausea) dan
muntah (vomitus) pada pusat muntah di SSP yaitu medula oblongata dan zona pemicu
kemoreseptor (chemoreceptor trigger zone, CTZ). Kemudian otot lambung akan
memberikan kekuatan untuk menyemburkan isi lambung. Bagian fundus lambung beserta
sfingter gastroesofageal akan berelaksasi dan terjadi kontraksi diafragma serta otot
abdomen yang akan meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga diafragma akan
terdorong ke arah cavum thorax dan terjadilah kenaikan tekanan intratorakal. Keadaan ini
17
akan menggerakkan isi lambung dari esofagus menuju mulut akibatnya mulut akan terasa
pahit dan terjadilah vomitus. Frekuensi vomitus yang berlangsung terus menerus akan
menyebabkan individu yang terpapar VHA mengalami anoreksia dan dehidrasi karena
terjadi ketidakseimbangan nutrisi dan cairan elektrolit tubuh sehingga pada pemeriksaan
fisik ditemui berat badan yang menurun, kelelahan (fatigue), dan akral yang pucat.
Peradangan pada hepar yang progresif bisa menimbulkan suatu komplikasi
berupa sirosis hati. Sirosis hati ditandai dengan perut yang semakin membesar akibat
terjadi hipertensi pada vena porta hepatica yang ada di hepar. Dampak dari hipertensi
porta ini akan menimbulkan pengumpulan cairan di rongga peritoneum sehingga timbul
manifestasi klinis asites.
Antigen VHA dapat ditemukan pada feses pada 1-2 minggu sebelum dan 1
minggu setelah awitan penyakit. Antibodi serum (anti-HAV) muncul setelah virus tidak
dapat dideteksi lagi di dalam feses. Anti-HAV mencapai kadar maksimum dalam
beberapa bulan dan bertahan selama beberapa tahun. Deteksi positif IgM anti-HAV
menunjukkan infeksi akut. IgM anti-HAV positif pada hari ke-5 hingga 10 pasca paparan.
Antibodi tersebut bertahan hanya selama 2-6 bulan. Dalam beberapa kasus, IgM anti-
HAV tetap dapat dideteksi hingga 1 tahun, tetapi dalam titer rendah. Kemudian, IgG anti-
HAV muncul sebagai indikasi bahwa respons imun telah melawan virus dan merupakan
proteksi jangka panjang dari kasus reinfeksi yang bertahan seumur hidup. Hepatitis A
akut biasanya berlangsung <2 bulan dengan rata-rata 2 minggu. Selama fase akut,
hepatosit yang terinfeksi umumnya hanya mengalami perubahan morfologi yang minimal
18
yaitu hanya <1% yang menjadi fulminan. Infeksi VHA terjadi secara spontan dan tidak
ada fase kronis pada hepatitis A, tapi gejala rekuren atau gagal hati akut dapat terjadi. [4,7]
Patofisiologi Hepatitis A:
1. Sistem imun bertanggung jawab untuk terjadinya kerusakan sel hati.
a. Melibatkan respons CD8 dan CD4 sel T
b. Produk sitokin di hati dan sistemik
2. Efek sitopatik langsung dari virus. Pada pasien dengan imunosupresi dengan replikasi
tinggi, akan tetapi tidak ada bukti langsung. [8]
19
• Penurunan albumin serum jarang ditemukan pada hepatitis virus akut tanpa
komplikasi.
3. USG abdomen bertujuan untuk menilai adanya penyerta batu empedu. [5]
20
Keterangan Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis D Hepatitis E
Masa 15-45 hari 30-180 hari 15-150 hari 30-180 hari 30-180 hari
Inkubasi
[9]
21
3. Aktifitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
4. Pembatasan aktifitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise
5. Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A, E, D. Pemberian interferon-alfa pada
hepatitis C akut dapat menurunkan risiko kejadian infeksi kronik. Peran lamivudin atau
adefovir pada hepatitis B akut masih belum jelas. Kortikosteroid tidak bermanfaat.
6. Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan
7. Tirah baring
8. Pengobatan simtomatik
a. Demam: Ibuprofen 2x400 mg/hari
b. Mual: Antiemetik seperti Metoklopramid 3x10 mg/hari atau Domperidon 3x10
mg/hari
c. Perut perih dan kembung: H2 bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau Ranitidin
2x150 mg/hari) atau PPI (Omeprazol 1x20 mg/hari) [3,6]
Hepatitis kolestasis
1. Perjalanan penyakit dapat dipersingkat dengan pemberian jangka pendek prednison
atau asam ursodioksikolat. Hasil penelitian masih belum tersedia
2. Pruritus dapat dikontrol dengan kolestiramin.
Hepatitis relaps
Penanganan serupa dengan hepatitis yang sembuh spontan. [8]
22
13. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis Hepatitis A
Umumnya pasien akan membaik secara sempurna tanpa ada sekuel klinis.
Sekitar 10-15% kasus dapat mengalami relaps dalam 6 bulan setelah fase akut selesai,
namun tidak ada potensi untuk menjadi kronis.
Meski sangat jarang, risiko hepatitis fulminan (gagal hati akut) ditemukan
meningkat pada individu berusia >40 tahun atau dengan penyerta penyakit hati lanjut.
Gagal hati akut merupakan suatu kondisi penurunan fungsi hati secara cepat dan masif.
Ditandai dengan perubahan status mental (ensefalopati) dan koagulopati (INR > 1,5) yang
terjadi dalam 8 minggu setelah awitan penyakit hati. Angka mortalitas sangat tinggi pada
kasus fulminan. [5]
23
15. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan integrasi keislaman
Artinya: “Ketahuilah, didalam tubuh manusia ada segumpal daging. Apabila segumpal
daging itu baik, baiklah tubuh seluruhnya, dan apabila daging itu rusak, rusaklah tubuh
seluruhnya. Ketahuilah olehmu, bahwa segumpal daging itu adalah qalbu (hati)” (H.R.
Bukhari).
Dari hadits di atas dapat kita simpulkan bahwa kita sebagai manusia harus pandai
dalam menjaga kesehatan tubuh kita sendiri seperti hati. Dimana hati juga memiliki peran
penting dalam penetral racun dan sistem pencernaan makanan dalam tubuh yang
mengurai sari-sari makanan untuk kemudian disebarkan ke seluruh organ tubuh yang
sangat penting bagi manusia. Jika hati ini sakit, maka akan berdampak pada organ tubuh
yang akan mengakibatkan mata kuning, kulit kuning yang merupakan salah satu gejala
dari hepatitis. Dimana hepatitis merupakan penyakit peradangan hati karena berbagai
sebab. Penyebab tersebut adalah beberapa jenis virus yang menyerang dan menyebabkan
peradangan dan kerusakan pada sel-sel dan fungsi organ hati. Itu semua juga bisa
diakibatkan oleh kebiasaan buruk dari diri kita sendiri yang tidak rajin menjaga
kebersihan seperti mencuci tangan, menjaga kebersihan makanan, dan juga yang lainnya.
Maka dari itu kita harus selalu menjaga kebersihan diri kita sendiri karena itu sangat
penting agar kita bisa terhindar dari segala macam penyakit.
24
3.2 Peta Konsep
25
Narasi Peta Konsep
Perjalanan penyakit Hepatitis bermula dari infeksi Virus Hepatitis A (VHA).
Penyebaran VHA terjadi secara fekal-oral, baik berupa kontak langsung atau melalui
makanan/ minuman yang terkontaminasi. Virus ini ditemukan pada tinja pasien terinfeksi
2-3 minggu sebelum dan 1 minggu setelah pasien terlihat kuning.
Virus tersebut masuk ke dalam tubuh host (manusia) melalui traktus gastrointestinal
menuju sel target yaitu hepar. Kemudian terjadi periode viremia dimana virus
menginfeksi dan bereplikasi di dalam hepatosit sebagai tempat utama produksi virus.
Virus tidak langsung bersifat sitopatik (merusak sel hepar). Kerusakan sel hepar
disebabkan oleh VHA yang membunuh langsung sel hepatosit dan menimbulkan
peradangan hepar yang akan mengaktifkan respons imun tubuh yang dimediasi oleh sel
T. Reaksi imun serta inflamasi ini selanjutnya akan mencederai atau menghancurkan
hepatosit dengan menimbulkan lisis pada sel-sel yang terinfeksi atau yang berada di
sekitarnya.
Aktivasi interleukin, neutrophil, dan makrofag akan merangsang sel endotel di
hipotalamus untuk memicu pengeluaran prostaglandin (PGE2, PGF2) dan terjadi aktivasi
termostat di hipotalamus yang akan meningkatkan set point sehingga pada individu yang
terpapar VHA akan mengalami hipertermi atau demam. Lisisnya sel hepatosit tadi akan
menyebabkan gangguan suplai darah dari hepar ke sistemik. Kerusakan sel hepatosit
menyebabkan hepar tidak mampu melakukan konjugasi bilirubin atau
mengekskresikannya sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Kadar
bilirubin dalam darah yang meningkat selanjutnya akan menumpuk pada area sklera mata
dan bawah kulit sehingga pada individu yang terpapar VHA akan mengalami ikterus /
jaundice sehingga tampak pigmentasi kekuningan pada area mata dan kulit. Keadaan ini
dapat ditunjang dengan temuan peningkatan kadar bilirubin dan enzim transaminase yaitu
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)/ AST serta SGPT (Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase)/ ALT pada pemeriksaan laboratorium. Selain itu juga akan
ditemukan peningkatan nilai partial tromboplastin time (PTT) dan prothrombin time (PT)
akibat menurunnya kadar clotting protein dalam darah.
Bilirubin yang tidak terkonjugasi dengan sempurna akan menyebabkan gangguan
pada pemberian warna feses dimana feses akan menjadi lebih bau, berwarna pucat atau
26
coklat. Selain kerusakan sel hepatosit, efek dari peradangan hepar tadi akan menyebabkan
kerusakan pada empedu pula dimana akan terjadi peningkatan garam empedu dalam
darah yang akan diekskresikan oleh ginjal dalam bentuk urin yang berwarna gelap
menyerupai teh. Gangguan pada sistemik ini akan menimbulkan perubahan status
kesehatan yaitu ansietas dimana individu tersebut akan merasa takut dan cemas akan
kondisi kesehatannya.
Peradangan hepar juga akan menimbulkan efek hepatomegali. Hepatomegali akan
mendesak organ intraabdominal. Desakan tersebut akan menimbulkan rasa tidak nyaman
pada area RUQ (Right Upper Quadrant) atau regio hypochondrium kanan. Rasa tidak
nyaman ini akan menimbulkan rangsangan nyeri akut pada bagian abdomen sehingga
pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada regio hypochondrium kanan. Selain
itu, lambung dapat terdesak akibat dari hepatomegali yang mana dapat meningkatkan
kadar HCl. Hal tersebut dapat menimbulkan rangsangan mual (nausea) dan muntah
(vomitus) pada pusat muntah di SSP yaitu medula oblongata dan zona pemicu
kemoreseptor (chemoreceptor trigger zone, CTZ). Kemudian otot lambung akan
memberikan kekuatan untuk menyemburkan isi lambung. Bagian fundus lambung beserta
sfingter gastroesofageal akan berelaksasi dan terjadi kontraksi diafragma serta otot
abdomen yang akan meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga diafragma akan
terdorong ke arah cavum thorax dan terjadilah kenaikan tekanan intratorakal. Keadaan ini
akan menggerakkan isi lambung dari esofagus menuju mulut akibatnya mulut akan terasa
pahit dan terjadilah vomitus. Frekuensi vomitus yang berlangsung terus menerus akan
menyebabkan individu yang terpapar VHA mengalami anoreksia dan dehidrasi karena
terjadi ketidakseimbangan nutrisi dan cairan elektrolit tubuh sehingga pada pemeriksaan
fisik ditemui berat badan yang menurun, kelelahan (fatigue), dan akral yang pucat.
Diagnosis hepatitis A akut ditegakkan dengan ditemukannya IgM anti-HAV.
Anti-HAV positif tanpa keberadaan IgM menunjukkan infeksi lampau. Tatalaksana non-
farmakologi pasien Hepatitis A adalah dengan tirah baring, pembatasan aktifitas fisik
sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise, serta menghentikan konsumsi
obat-obatan yang tidak diperlukan. Tatalaksana farmakologi berupa pemberian ibuprofen
2 x 400 mg/hari sebagai antipiretik, pemberian antiemetik metoklopramid 3 x 10 mg/hari
27
atau domperidone 3 x10 mg/hari, ditambah dengan H2 bloker Ranitidin 2 x 150 mg/hari
dan Proton Pump Inhibitor (PPI) omeprazole 1x20 mg/hari.
28
3.3 SOAP
S = Subjective
Anamnesis
Usia: 20 tahun
Keluhan Utama
Demam dan mata kuning
Riwayat Penyakit Sekarang
Putih mata berwarna kuning sejak 10 hari, febris sejak 7 hari, nausea dan vomitus 3x per hari
setelah makan, perut membesar, tidak mau makan.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat Pengobatan
-
Riwayat Penyakit Keluarga
-
Riwayat Sosial
• Teman satu kos menderita keluhan yang sama
• Kebiasaan makan di warung dekat kos
O = Objective
29
A1 = Initial Assessment
DDx :
- Hepatitis A
- Hepatitis B dan C akut
- Ikterus obstruktif
- Sirosis hati
A2 = Assesment
WDx : Hepatitis A
Tingkat Kemampuan 4
P1 = Planning diagnotic
• Pemeriksaan Laboratorium
Hb 14,5 g/dl
Leu 1500 mmol/L
Trombo 180.000 mmol/L
SGOT 330 mg/dL
SGPT 459 mg/dL
Bilirubin total 25 mg/dL
• Tes Serologi Hepatitis A
IgM anti-HAV dan IgG anti-HAV)
• USG Abdomen
P2 = Planning
Tata Laksana
• Tirah Baring
• Infus Normal Saline NaCl 0,9%
• Antipiretik: Ibuprofen 2x400mg/hari
• Antiemetik: Metoklopramid 3x10mg/hari
Planning follow-up
• Rujuk ke dokter spesialis penyakit dalam jika memberat
30
Planning KIE
• Sanitasi dan higiene pasien dan orang di sekitarnya
• Hindari minuman beralkohol
• Jaga asupan kalori dan cairan yang adekuat
• Hindari aktivitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan
• Diet tinggi kalori dari glukosa dan protein, hindari konsumsi lemak berlebih
31
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Jameson JL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, dan Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine. Edisi 20. New York NY, McGraw Hill Education. 2018.
2. Kumar, Vinay, Abul K. Abbas, and Jon C. Aster. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease. Edisi 9. Philadelphia, PA: Elsevier/Saunders. 2015.
3. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia. 2017.
4. Mayer, Welsh, dan Kowalak. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2011.
5. Mansjoer, A., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Edisi
4. Jakarta: Media Aesculapius. 2014.
6. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.
7. Liwang, Ferry, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Media Aesculapius.
2020.
8. Makmun, Dadang. Hepatitis Viral Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi VI.
Jakarta: InternaPublishing. 2014.
9. Eppy. Continuing Medical Education; Diagnosis dan Tatalaksana Hepatitis A. 2018.
10. Mehta P, Reddivari AKR. Hepatitis. [Updated 2021 Jan 16]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554549/
11. Floch, M. H., Netter, F. H. Netter's Gastroenterology. Edisi 2. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 2010.
12. Noer, Sjaifoellah H.M., Sundoro, Julitasari. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi 1. Editor :
H. Ali Sulaiman. Jakarta: Jayabadi. 2007.
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pusat Data dan Informasi. Situasi dan Analisis
Hepatitis. 2014.
14. Lemon SM, Ott JJ, Van Damme P, Shouval D. Type A viral hepatitis: A summary and update
on the molecular virology, epidemiology, pathogenesis and prevention. J Hepatol.
2017;S0168-8278(17)32278-X. doi:10.1016/j.jhep.2017.08.034
32
15. Lai M, Chopra S. Hepatitis A virus infection in adults: Epidemiology, clinical
manifestations, and diagnosis. UptoDate. 2019. https://www.uptodate.com/contents/
hepatitis-a-virus-infection-in-adults-epidemiology-clinical-manifestations-and-diagnosis
16. Harisma, F. B., Syahrul, F., Mubawadi T., & Mirasa Y. A., Analisis Kejadian Luar Biasa
Hepatitis A Di SMA X Kabupaten Lamongan. Volume 6 Nomor 2. 2018.
17. Mehta Parth & Anil Kumar R R. Hepatitis [Internet]. Stat Pearls Publishing NCBI. 2021
[diakses pada 20 April 2021] Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books /
NBK554549/
33