Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TUTORIAL

MODUL II
IMMUNODEFISIENSI

NAMA TUTOR:

dr. Fauziah Ibrahim

DISUSUN OLEH:
Kelompok X

Wa Ode Amalia Febrianti K1A113063


Ghinan Jamilan Agus K1A115014
Fanny Fauziah K1A117010
Ilham Saputra Juni K1A117011
Indah Sari Putri Wekoila K1A117012
Miftahuljjanah K1A117044
Muhammad Rivan F K1A117045
Al Fath Akbar J. Dundu K1A117058
Alfiyyah Hastari Syaf K1A117059
Andy Rafdi Al Bagiz K1A117060
Atris Theresia Yeimo K1A117092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018

0
I. KASUS
SKENARIO

Seorang anak laki-laki umur 12 bulan dengan pneumonia bakteri gram-positif, dirujuk ke
poliklinik anak oleh dokter keluarganya. Gejala ini sudah 4 kali dialami dalam 6 bulan
terakhir. Disamping itu ia juga menderita diare (Giardia Lamblia) dan tonsil/adenoidnya
hampir tidak terdeteksi. Anak ini juga mempunyai tinggi dan berat badan di bawah normal. Ia
telah mendapatkan imunisasi DPT. Anak ini mempunyai tiga saudara perempuan yang sehat
berumur 3,5, dan 7 tahun. Saudara laki-lakinya meninggal pada umur 10 bulan karena
pneumonia bakteri 8 tahun yang lalu. Hasil tes darah menunjukkan kadar immunoglobulin
serum total yang rendah, kadar sel B yang rendah namun jumlah da fungsi sel T-nya normal.
Semua tes untuk jumlah dan fungsi makrofag dan netrofil normal.

II. KATA / KALIMAT SULIT

1. Pneumonia
Adalah inflamasi yang terjadi pada paru oleh karena adanya infeksi
bakteri,virus,jamur,dan bahan kimia lainnya.

2. Tonsil/Adenoid
Suatu jaringan getah bening di oropharing yang merupakan organ limfoid sekunder dan
mengandung sel B limfosit.

3. Diare
Adalah buang air besar dengan konsistensi cair sebanyak tiga kali atau lebih dalam sehari.

4. Imunisasi DPT
Vaksin yang diberikan untuk penyakit Diphteri,Perkusis,dan Tetanus bagi anak usia
dibawah 7 tahun diberikan sebanyak tiga kali.

III. KATA / KALIMAT KUNCI


1. Anak laki-laki umur 12 bulan.
2. Gejala sudah dialami 4 kali dalam 6 bulan terakhir.
3. Telah mendapatkan imunisasi DPT.
4. Tinggi dan berat badan dibawah normal.
5. Menderita diare.
6. Tonsil atau adenoidnya hampir tidak terdeteksi.
7. Tiga saudara perempuan yang sehat.
8. Saudara laki-lakinya meninggal pada umur 10 bulan karena pneumonia bakteri.
9. Kadar imunoglobulin serum total yang rendah.
10. Kadar sel B yang rendah namun jumlah dan fungsi sel-Tnya normal.
11. Jumlah dan fungsi makrog dan neutrofil normal.

1
IV. PERMASALAHAN ATAU PROBLEM KUNCI DALAM BENTUK
PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING

1. Jelaskan anatomi,histologi,dan fisiologi tonsil?


2. Jelaskan bagaimana fisiologi dari sistem imun?
3. Jelaskan organ mana yang berperan dalam sistem imun?
4. Jelaskan yang dimaksud immunodefisiensi dan bagaimana cara pembagiannya?
5. Jelaskan kelainan pada immunodefisiensi primer dan sekunder?
6. Jelaskan diferensial diagnosa yang sesuai pada skenario?
a. X-linken hypogammaglobulin
b. Hypogammaglobulin sementara
c. Common variable x
7. Bagaimana respon imun terhadap infeksi bakteri sehingga terjadi berulang?
8. Mengapa tonsil/adenoidnnya tidak terdeteksi?
9. Jelaskan mengapa serum total dan sel B menurun?
10. Apa yang menyebabkan berat badan penderita dibawah normal?
11. Mengapa pneumonia disertai dengan diare?
12. Jelaskan peran imunisasi DPT?

V. JAWABAN PERTANYAAN

1. Anatomi, Histologi dan Fisiologi dari Tonsil

a. Anatomi

Gambar 1. Anatomi Tonsil

Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsil pada kedua
sudut orofaring. Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk

2
suatu cincin yang terdiri atas, tonsila palatina (dibagian lateral), tonsila Lingual
(dibagian posterior dari lingual), dan tonsila faringeal (dibagian dorsal pada dinding
dorsal faring). 1

1. Tonsila Palatina

Tonsila palatina adalah jaringan lymphatica yang terdapat diantara plica


palatoglossus dan plica palatopharyngeus. Jaringan lymphatic ini tidak menempati
seluruh rongga yang ada sehingga diantara tonsila palatina dengan arcus palatoglossus
terdapat suatu celah yang dinamakan fossa supratonsillaris (dibagian cranialis tonsila
palatina). Lapisan mukosa yang menutupi tonsila akan menyilang fossa
supratonsillaris membentuk plica semilunaris dan melanjutkan diri ke caudal
membentuk plica triangularis. Diantara plica trianggularis dengan permukaan tonsila
terdapat celah yang dinamakan sinus tonsilaris. Pada anak-anak Bentuk tonsila
palatina secara relatif lebih besar dari pada usia dewasa. Permukaan medialnya
bebas,kecuali bagian anterior yang ditutupi oleh plica triangularis. Permukaan lateral
atau facies profunda melekat pada suatu kapsula yang melanjutkan diri menjadi plica
triangularis. Dipisahkan oleh suatu jaringan ikat dari permukaan m.constrictor faring
superior, dan otot ini sendiri berada diantara tonsila. Arteri carotis interna terletak
dibagian posterolateral tonsila palatina pada jarak 20-25mm. 1

2. Tonsila lingual

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Digaris tengah,disebelah anterior massa ini. Terdapat foramen sekum
pada apeks,yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata. 1

3. Tonsila faringea

Tonsila faringea terletak didalam submucosa yang melapisi dindding posterior


dan superior nasofaring. Tonsil ini dinamakan “adenoid”,bilamana tonsil tersebut
membesar atau tumbuh berlebihan,karena peradangan-pendarahan jalan napas bagian
atas. Karena tonsila ini terletak disebelah superior palatum mole,pembesaran yang
hebat mungkin merintangi fungsi daun katup palatum yang menjadi tidak efektif
sewaktu bernafas. Anak-anak dengan adenoid yang membesar mungkin bernapas
dengan mulut,sebagai jalan pintas bagi sumbatan saluran pernapasan diantara
nasofaring dan orofaring. 2

4. Vaskularisasi

Vaskularisasi Pada tonsil diperoleh dari ramus tonsilaris,sebagai cabang dari


a.facialis,yang berjalan dengan menembus m.constrictor faring superior dan masuk
melalui facies lateralis tonsila. Tonsila mendapat juga aliran darah dari cabang-cabang
a.lingualis,a.palatina ascendens dan a. faringea ascendes.

3
Aliran darah vena mengalir dalam satu atau beberapa buah vena
tonsilaris,termasuk vena palatina externa (v.paratonsilaris). pembuluh-pembuluh vena
ini terletak pada permukaan lateral dan menembus m.constrictor faring superior dan
bermuara kedalam vena facialis. 1

5. Innervasi

Innervasinya diperoleh dari nervus glossopharyngeus dan nervus palatinus minor. 1

b. Histologi

Gambar 2. Tonsila Palatina

Secara mikroskopis tonsil memiliki tiga komponen yaitu jaringan ikat,jaringan


interfolikuler,jaringan germinativum.jaringan ikat berupa trabekula yang berfungsi
sebagai penyokong tonsil. Trabekula merupakan perluasan kapsul tonsil ke parenkim
tonsil. Jaringan ini mengandung pembuluh darah, syaraf, saluran limfatik efferent.
Permukaan bebas tonsil ditutupi oleh epitel stratified squamous.2

Jaringan germinativum terletak dibagian tengah jaringan tonsil,merupakan sel


induk pembentukan sel-sel limfoid. Jaringan interfolikel terdiri dari jaringan limfoid
dalam berbagai tingkat pertumbuhan. 2

c. Fisiologi

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi


dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama
yaitu :

1. Menangkap dan menggumpulkan benda asing dengan efektif.2


2. Tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma yang berasal dari
diferensiasi limfosit B. 2

4
Tonsil akan menghasilkan limfosit dan aktif mensintesis immunoglobulin saat
terjadinya infeksi ditubuh. Tonsil akan membengkak saat berespon terhadap infeksi. .3

2. Fisiologi sistem imun

Gambar 3. Perkembangan berbagai jenis limfosit

Secara garis besar sistem imun terbagi menjadi dua yaitu : sistem imun non spesifik
dan sistem imun spesifik

Gambar 4. Pembagian Sistem Imun

Sistem imun non spesifik


Sistem imun ini terbagi menjadi 3 yaitu secara fisik atau mekanis,secara
terlarut, dan seluler. Dimana contoh dari sistem pertahanan non spesifik secara fisik
atau mekanis yang pertama adalah kulit ketika ada mikroorganisme yang masuk maka
kulit akan berusaha mengeliminasi sehinga mikroorganisme tidak masuk ke tubuh

5
kita. Ketika kondisi kulit kita utuh mikroorganisme tidak bisa masuk tetapi jika ada
sesuatu yang intak atau rusak maka organisme bisa masuk,kedua adalah selaput lendir
yang dimana seluruh saluran pernapasan kita dan juga saluran pencernaa kita dilapisi
oleh selaput lendir yang berfungsi untuk mengeliminasi dari organisme yang masuk.
Kemudian silia juga berfungsi jika ada organisme yang masuk silia akan melakukan
gerakan untuk melakukan eliminasi dengan cara mengeluarkan respon berupa batuk
atau bersin.4
Selanjutnya sistem pertahanan terlarut dimana berupa biokimia, seperti asam
lambung ketika ada mikroorganisme yang masuk bersama makanan didalam lambung
akan ada asam lambung yang berfungsi untuk membunuh mikroorganisme dan
lisozim adalah enzim yang akan merusak sel-sel dari bakteri atau menghancurkan
ketika ada bakteri atau jamur yang masuk maka enzim lisozim ini akan bekerja untuk
menghancurkan mikroorganisme tersebut.Kemudian yang terlarut secara humoral
yaitu komplemen, interferon, dan CRP. Komponen ini berfungsi untuk mengeliminasi
mikrooranisme yang masuk.4

Secara seluler yang pertama adalah NK sel. Nk sel merupakan natural killer
sel, yaitu sel pembunuh terhadap mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh yang
melalui pertahanan non spesifik. Fagosit diperankan oleh makrofag ketika
mikroorganisme masuk dalam tubuh maka makrofag akan mengeliminasi dengan cara
memfagositosis.4

Sistem imun yang spesifik di bagi dua yaitu humoral dan seluler.

Pertahanan humoral, di perankan oleh sel B. Sel B itu sendiri di produksi di


bone narrow / sumsum tulang belakang, sedangkan pertahan selular / sel T di
produksi di bone narrow / sumsum tulang belakang kemudian di matangkan di
thymus. Dimana ketika pertahanan spesifik bekerja pada saat organisme masuk yang
pertama bekerja adalah sistem imun non spesifik. Ketika non spesifik bekerja maka
yang sistem imun spesifik akan mempersiapkan yaitu membentuk immunoglobulin
(Ig) melalui sel-beta, ketika pertahanan non spesifik tidak mampu maka akan bekerja
pertahanan spesifik yang bertemu adalah secara humoral kemudian dilanjutkan secara
seluler. 4

6
Gambar 5. Mekanisme Sistem Imun

Ketika mikroorganisme masuk pertahanan innate immunity atau non spesifik


yang bekerja maka mikroba ini akan masuk melalui epitel barrier, ketika epitel kulit
itu utuh tidak masuk, tetapi jika epitel tersebut mengalami kerusakan maka organisme
akan masuk. Selanjutnya mikroorganisme yang masuk akan dikelilingi oleh makrofag
dan makrofag akan berusaha memfagositosis mikroorganisme, mikroba tersebut
kemudian juga komplemen dan NK sel akan berusaha menghilangkan atau
mengeliminasi dari mikroba yang masuk, pertahanan spesifik atau innate immunity ini
akan bekerja selama 0 sampai 12 jam. Setelah bekerja 12 jam pertahanan adaptive
atau spesifik akan mempersiapkan diri di antaranya yaitu B limfosit yang akan
membentuk antibodi dan kemudian apabila pertahana non spesifik tersebut mampu
mengeliminasi organisme, maka akan di perantai oleh limfosit B dan akan terbentuk
reaksi antigen-antibodi, jadi antibodi yang terbentuk akan sesuai dengan antigen yang
masuk, jadi dibuatlah sesuai dengan antigen yang masuk ke dalam tubuh, contohnya
virus campak, maka sel B ini akan membentuk antibodi yang spesifik untuk virus
campak dan terjadilah reaksi antara antigen yang di virus yang campak dan antibodi
yang di bentuk oleh tubuh.4
Selanjutnya sistem imun spesifik yang di perantarai oleh sel T yang diproduksi
oleh T Limfosit yang berusaha mengeliminasi untuk berusaha membentuk efektor dari
sel T, pertahanan spesifik atau adaptive immunity akan bekerja dalam waktu satu
sampai lima hari, ketika sistem imun spesifik atau non spesifik tidak dapat
mengeliminasi yang masuk dengan baik makan akan terjadi respon infeksi pada
individu tersebut / sakit.4

7
Perbedaan utama antara sistem imun non spesifik dan spesifik

Gambar 6. Perbedaan Sistem Imun

 Immunitas non spesifik / innate immunity


- Selalu siap.4
- Respon cepat.4
- Tidak butuh pajanan.4
- Memori kurang .4
- Dapat berlebihan.4
 Immunitas spesifik / adaptive immunity
- Respon lambat.4
- Butuh pajanan.4
- Memiliki memori untuk pajanan berikutnya.4

Proses pembentukan antibodi oleh sel B :

a. Makrofag menelan patogen yang masuk kedalam tubuh.4


b. Fragmen antigen dari patogen yang dierna sebagian lalu membentuk kompleks
dengan protein MHC kelas 2. Kompleks ini kemudian diangkut kepermukaan sel,
tempat kompleks tersebut disajikan ke sel-sel lain milik sistem kekebalan.4
c. Sel T-helper dengan reseptor yang spesifik untuk antigen yang disajikan
berinteraksi dengan makrofag dengan cara berikatan dengan kompleks MHC dan
antigen.4
d. Sel T-helper yang diaktifkan kemudian berinteraksi dengan sel B yang telah
menghancurkan antigen dengan cara endositosis dan memperlihatkan fragmen
antigen bersama dengan protein MHC kelas 2. Sel T-helper mensekresikan IL-2
dan sitokin lain yang mengaktifkan sel-B.4

8
e. Sel B lalu membelah secara berulang-ulang dan berdiferensiasi menjadi sel B
memori dan sel plasma,yang merupakan sel efektor yang mensekresi antibodi
pada kekebalan humoral.4

3. Organ yang berperan dalam Sistem Imun


 Organ Primer

- Bone marrow atau sum-sum tulang adalah bagian penting yang memproduksi
darah merah dan darah putih, dan selalu memperbaharui persedian sel-sel imun. B
cell yang belum matang meninggalkan sumsum tulang untuk menghuni jaringan
limfoid. T cell yang belum matang, meninggalkan sumsum tulang lebih cepat
sebelum berkembang dan bermigrasi ke thymus ( karena itu di namai T cell ). Di
tempat itu T cell dilatih untuk membedakan sel-sel tubuh sendiri dengan sel-sel
asing dan benda-benda/zat-zat asing, sebelum berpindah kejaringan limfoid. Posisi
thymus adalah di bagian atas dada. Sangat penting dalam pembentukan T cell,
karena itu juga sangat penting bagi kelancaran system imun.5
- Thymus merupakan organ yang terletak dalam mediastinum didepan pemubuluh-
pembuluh darah besar yang meninggalkan jantung, yang termasuk dalam organ
limfoid primer. Thymus merupakan satu-satunya organ limfoid primer pada
mamalia yang tampak dan merupakan jaringan limfoid pertama pada embrio
sesudah mendapat sel induk dari saccus vetillinus. Limfosit yang terbentuk
mengalami proliferasi tetapi sebagaian akan mengalami kematian, yang hidup akan
masuk kedalam peredaran darah sampai ke organ limfoid sekunder dan mengalami
diferensiasi menjadi limfosit T. Limfosit ini akan mampu mengadakan reaksi
imunologis humoral. Thymus mengalami involusi secara fisiologis dengan
perlahan-lahan. Cortex menipis, produksi limfosit menurun sedangkan parenkim
mengkerut diganti oleh jaringan lemak yang berasal dari jaringan pengikat
interlobuler.5

 Organ Sekunder

- Lymph nodes, adalah berbagai sel limfoid yang ditemukan di seluruh tubuh
termasuk leher belakang (kuduk), ketiak, dan lipat paha. Simpul simpul kelenjar ini
saling dihubungkan oleh jalinan (network) pembuluh lymphatic dan merupakan sisi
utama dari tempat penyimpanan, aktifitas, dan produksi dari limfosit. Kelenjar
getah bening juga merupakan tempat macrophages menelan dan memproses
partikel-partikel antigen-antigen asing. Getah bening adalah cairan pucat berwarna
jerami, mirip plasma darah tempatnya diproduksi, namun lebih berair dan hanya
berisi limfosit plus beberapa protein, lemak, dan garam. Cairan getah bening
mengalir ke seluruh bagian tubuh via lymphatics, dan bertindak sebagai alat
transportasi dan medium untuk berkomunikasi antar sel-sel imun.5
- MALT adalah berbagai potongan-potongan yang tersebar dari jaringan limfoid,
dapat ditemukan di banyak bagian tubuh termasuk lapisan saluran pencernaan

9
(gastro-intestinal tract), usus buntu ( appendix), tonsil, payudara, dan paru. Isinya
kelompok B cell, T cell, dan mast cell.5
- Spleen atau Lien, seperti juga jaringan limfoid, berisi B cell, T cell, mast cell, dan
macrophages. Di dalam tubuh janin yang sedang tumbuh, limpa juga memproduksi
sel-sel darah merah.5

4. Pengertian immunodefisiensi dan pembagiannya

Penyakit imunodefisiensi dapat disebabkan oleh cacat yang diwariskan yang


mengganggu perkembangan system imun, atau mungkin disebabkan oleh pengaruh
sekunder dari penyakit lain (contoh infeksi, atau kemoterapi). Secara klinis, penderita
dengan imunodefisiensi tampil dengan kepekaan yang meningkat terhadap infeksi,
demikian juga terhadap jenis tertentu dari kanker. Jenis infeksi pada penderita tertentu
sangat bergantung pada unsur system imun yang dipengaruhi. Penderita dengan cacat
immunoglobulin, komplemen, atau sel fagosit biasanya menderita infeksi berulang dengan
bakteri piogenik, sedangkan cacat imunitas seluler cenderung mengalami infeksi yang
disebabkan firus, fungus, dan bakteri intra sel. Selanjutnya akan dibahas imunodefisiensi
primer (kongenital) yang lebih penting, diikuti uraian terperinci tentang sindrom
imunodefisiensi akuisita (SIDA atau AIDS), sebagai contoh imunodefisiensi sekunder
(didapat) yang paling menyebabkan kecacatan.6

a. Imunodefisiensi primer (Kongenital)

Imunodefisiensi primer jarang terjadi, tetapi bagaimanapun penelitiannya


banyak menyumbangkan pengertian tentang perkembangan dan fungsi system imun.
Sebagian besar penyakit imunodefiseinsi ditentukan oleh factor genetic dan
mempengaruhi baik imunitas adaptif (contoh humoral atau seluler) atau mekanisme
pertahanan tuan rumah alami atau bawaan. Termasuk protein komplemen, dan sel
seperti fagosit dan NK sel. Cacat pada imunitas adaptif sering kali dibagi berdasrakan
unsur utama yang terkena ( contoh sel B atau sel T, atau kedua-duanya), walaupun
demikian karena interaksi antara limfosit T dan B, pembedaan ini tidak terlalu jelas.
Misalnya, cacat sel T sering kali menyebabkan sintesis antibody terganggu, dan oleh
karena itu defisiensi sel T yang terpisah mungkin tidak dapat dibedakan dari defisiensi
campuran sel T dan sel B. sebagian besar defisiensi imun primer terlihat pada masa
dini kehidupan (antara usia 6 bulan dan 2 tahun), biasanya karena bayi yang terkena
menderita infeksi berulang. Salah satu hasil penelitian biologi molekuler modern yang
sangat mengesankan adalah identifikasi dasar genetic untuk banyak imunodefisiensi
primer, yang meletakan landasan untuk pengembangan terapi penggantian gen
dikemudia hari.6

10
b. Imunoodefisiensi sekunder (Didapat)

Imunodefisiensi sekunder terhadap penyakit lain atau terapi jauh lebih sering
dari pada imunodefisensi primer (herediter). Imunodefisiensi sekunder dapat dijumpai
pada penderita dengan malnutrisi, infeksi, kanker, penyakit ginjal atau sarcoidosis.
Namun, penyebab imunodefisiensi sekunder yang paling sering adalah oleh terapi
yang menginduksi supresi sum-sum tulang atau fungsi limfosit. Penyakit
imunodefisiensi sekunder yang paling penting, AIDS, yang telah menjadi sumber
utama bencana kemanusiaan. 6

5. Kelainan pada imunodefisiensi primer dan sekunder

a. Imunodefisiensi Primer

1. Agamaglobulinemia X-linked: Penyakit Bruton

Agamaglobulinemia X-linked (XLA),atau penyakit Bruton,ditandai oleh


kegagalan sel pre-B untuk berdiferensiasi menjadi sel B dan, seperti sebutannya,
adalah keadaan tanpa antibodi (gamaglobulin) didalam darah. Penyakit ini terjadi
pada sekitar 1 dalam 100.000 bayi pria. Selama pematangan sel B yang normal,gen
rantai berat imunoglobulin mengalami pengaturan kembali (rearrangement) lebih
dahulu,diikuti dengan pengaturan kembali rantai ringan. Pada XLA,pematangan sel
B berhenti setelah pengaturan kembali rantai dimulai karena mutasi kinase tirosin
yang terkait denganreseptor sel pre-B dan berperan pada transduksi isyarat sel pre-
B. Kinase ini disebut Bruton tyrosine kinase (BTK). Apabila tidak berfungsi,
reseptor sel pre-B tidak dapat mengirim isyarat ke dalam sel untuk melanjutkan
proses pematangan. Oleh karena gen BTK ada pada kromosom X, kelainan ini
dijumpai pada pria.6

Secara klasik, penyakit ini ditandai oleh hal berikut:

o Sel B tidak ditemukan atau jumlahnya sangat sedikit didalam sirkulasi, disertai
kadar semua kelas imunoglobulin serum yang sangat rendah. Jumlah sel pre-B
didalam sumsum tulang mungkin normal atau berkurang. 6
o Pusat germinal kurang berkembang atau bersifat rudimenter pada jaringan .6
limfoid tepi,termasuk kelenjar getah bening,bercak peyeri,apendiks dan
tonsil.6
o Tidak ditemukan sel plasma di seluruh tubuh.6
o Reaksi yang diperantarai sel T normal.6

XLA tidak muncul sampai bayi yang terkena mencapai usia sekitar 6
bulan,ketika pasokan transplasental dari antibodi maternal telah terhenti. Karena
antibodi penting untuk netralisasi virus,penderita XLA juga peka terhadap infeksi

11
virus tertentu,terutama yang disebabkan oleh enterovirus. Penderita XLA mampu
menyingkirkan sebagian infeksi virus,fungus dan protozoa,karena imunitas yang
diperantarai sel T utuh.6

2. Imunodefisiensi Variabel Umum

Imunodefisiensi variabel umum adalah istilah payung untuk kelompok


kelainan yang heterogen yang ditandai oleh hipogamaglobulonemia,gangguan
reaksi antibodi terhadap infeksi (atau vaksinasi),dan peningkatan kepekaan terhadap
infeksi. Pada imunodefisiensi variabel umum pria dan wanita terpengaruh sepadan
dan permulaan gejala terjadi lebih lambat yaitu,pada dekade kedua atau ketiga dari
kehidupan. Prevalensi yang diperkirakan dari penyakit ini adlah 1 dalam 50.000.
Walaupun sebagian besar penderita memiliki jumlah sel B yang matang, adalah
normal namun sel plasma tidak ditemukan,menandakan bahwa diferensiasi sel B
yang terkait stimulasi antigen mengalami hambatan. Cacat produksi antibodi
dikaitkan dengan cacat instriksi sel B,sel T penolong tidak berfungsi,atau karena
aktivitas supresi sel T berlebihan. Hal yang berlawanan, bahwa penderita cenderung
mengalami berbagai kelainan autoimun (anemia hemolitik,anemia
pernisiosa),demikian juga tumor limfoid. Sebagian penderita penyakit ini
mengandung mutasi pada reseptor sel B untuk faktor pertumbuhan tertentu, atau
pada molekul yang terlibat pada interaksi antara sel T dan sel B. Walaupun
demikian, dasar genetik dari sebagian besar kasus penyakit ini tidak diketahui.6

3. Defisiensi IgA yang Terpisah

Dari semua penyakit imunodefisiensi primer yang paling sering ditemukan,


ialah defisiensi IgA yang mengenai sekitar 1 diantar 700 individuberkulit putih. IgA
adalah imunoglobulin utama didalam sekeresi mukosa dan oleh karena itu berperan
pada reaksi pertahanan di seluruh napas dan gastrointestinal. Pertahanan mukosa yang
lemah menyebabkan penderita rentan terhadap infeksi sinopulmonal dan diare yang
berulang. Patogenesis defisiensi IgA tampaknya terkait dengan hambatan dalam
diferensiasi akhir dari sel B yang mensekresi IgA menuju sel Plasma; antibodi
subkelas IgM dan IgG menunjukkan kadar normal atau supnormal.6

4. Sindrom Hiper-IgM

Pada reaksi imun normal terhadap antigen protein,antibodi IgM diproduksi


pertama kali,diikuti oleh pembentukan secara berurutan dari antibodi IgG,IgA dan
IgE. Kemampuan sel B yang memproduksi IgM untuk mengaktifkan gen transkripsi
yang menyandi isotop imunoglobulin lain bergantung kepada isyarat yang
diperantarai kontak dari sel T penolong CD4+. Pada sel B dan CD40L (juga dikenal
sebagai CD154) yang dipaparkan pada sel T penolong yang teraktifkn. Penderita
dengan sindrom hiper-IgM memproduksi IgM dalam kadar normal atau supnormal,
tetapi tidak mampu memproduksi isotip IgG,IgA dan IgE; cacat yang mendasari
adalah ketidakmampuan sel T membantu fungsi pengalihan isotip pada sel B.

12
Abnormalitas genetik yang paling sering adalah mutasi gen yang menyandi CD40L.
Gen ini terletak pada kromosom X. Oleh karena itu sekitar 70% penderita sindrom
hiper-IgM terkait dengan kromosom X (X-linked).6

b. Imunodefisiensi Sekunder

1. Human Immunodeficiency Virus

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu retrovirus yang menginfeksi


sel-sel sistem imun,terutama limfosit T CD4,dan menyebabkan destruksi progresif
sel-sel tersebut. Suatu partikel infeksius HIV terdiri atas dua rantai RNA di dalam
suatu inti protein,dikelilingi oleh suatu amplop lipid yang didapatkan dari sel-sel
inang yang terinfeksi namun berisi protein virus.7

6. Diferensial Diagnosa yang Sesuai Pada Skenario

Tabel 1. Diferensial Diagnosa


X-Linked Hypogammaglobulin Common
Hypogammaglobunemia sementara Variabel x
Laki-laki + - -
Anak usia 0- 2
+ + -
tahun.
Rentan pada
+ + -
bakteri
Jaringan
limfosit
+ - -
hampir tidak
terdeteksi
TB dan BB
dibawah + + +
normal
Mengalami
+ - +
diare kronik

DS = X-Linked Hypogammaglobunemia

a. X-linked hypogamaglobulinemia

1. Definisi
Bruton pada tahun 1952 memggambarkan penyakit yang disebutnya
agamaglobulinemi Bruton yang X-linked dan terjadi pada bayi laki-laki. Penyakit
jarang terjadi (1/100.000), biasanya nampak pada usia 5-6 bulan sewaktu IgG asal
ibu mulai menghilang. Pada usia tersebut bayi mulai menderita infeksi berulang.

13
X-linked agamaglobulinemia merupakan penyakit immunodeficiency kongenital
yang disebabkan oleh mutasi gen yang berisi kode Tirosin Kinase Bruton (BTK),
sudah timbul sejak lahir yang disebabkan kadar immunoglobulin yang rendah atau
tidak ada sama sekali dalam aliran darah seseorang, begitu juga dengan kadar sel B
yang rendah.4

2. Gambaran Klinis
Pemeriksaan imunologi menunjukan tidak adanya Ig dari semua kelas Ig. Darah,
sumsum tulang, limpa dan KGB tidak mengandung sel B. Kerusakan utama adalah
oleh karena pre-sel B yang ada dalam kadar normal tidak dapat berkembang
menjadi sel B yang matang.4

3. Etiologi
Kuman penyebab pada umumnya adalah H.influenza dan S.pneumoni. Sering
pula ditemukan sindrom malabsorbsi pleh karena Giardia lamblia yabg
bermanifestasi dalam saluran cerna.4

4. Penatalaksanaan
Pemberian Antibiotik biasanya tidak menolong. Pemberian IgG yang periodik
memberikan hasil yang efektif untuk 20-30 tahun.4

b. Hipogamaglobulinemia sementara

1. Definisi
Hippogammaglobulinemia sementara merupakan penyakit imunodeficiency
yang menyerang bayi berusia 3-6 bulan karena memiliki kadar antibodi yang
rendah. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang lahir prematur
karena selama dalam kandungan mereka menerima antibodi ibunya dalam jumlah
yang lebih sedikit.4

2. Gejala Klinis
Pada masa hipogamaglobulinemia, banyak bayi yang menderita infeksi
saluran napas rekuren. Beberapa bayi mengalami perkembangan yang lambat
dalam sintesis IgG. Bayi sering menderita infeksi kuman piogenik positif-Gram
(kulit, selaput otak atau saluran napas).4

3. Diagnosa
Diagnosa dibuat dengan memeriksa kadar immunoglobulin yang rendah dan
juga pemeriksaan untuk melihat adanya respon pembentukan antibodi dengan
pemberian antigen pada vaksinasi. Pemeriksaan ini dapat membedakan gangguan

14
ini dari hipogammaglobulinemia yang permanen, dimana tidak terbentuk antiodi
spesifik pada pemberian antigen dengan vaksinasi.4

4. Penatalaksanaan
Terapinya yaitu dengan cara :
 Pemberian antibiotic.4
 Pemberian gamaglobulin.4
 Pemberian antibiotik dan gamaglobulin.4

c. Common Variable Hypogammaglobulinemia (CVH)

1. Definisi
CVH atau Common Variable Hypogamaglobulinemia menyerupai
hipogamaglobulinemia Bruton. Penyakit berhubungan dengan insidens autoimun
yang tinggi. Meskipun jumlah sel B dan Ig normal, kemmapuan memproduksi dan
atau melepas Ig mengalami gangguan. Kadar Ig serum menurun seiring dengan
memberatnya penyakit.4

2. Gambaran Klinis
CVH dapat mengenai pria maupun wanita. Penyakit dapat timbul setiap
saat, biasanya antara usia 15-35 tahun. Penderita menunjukan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi kuman piogenik. Beberapa penderita menunjukan
kelebihan sel Ts yang menganggu respons sel B.4

3. Penatalaksanaan
Pengobatan CVH adalah dengan memberikan Ig bila disertai infeksi yang
terus menerus atau berulang kali.4

d. Defisiensi Imunoglobulin yang Selektif (Disgama-globulinemia)

1. Definisi
Defisiensi imunoglobulin yang selektif (dishamaglobulinemia) merupakan
penyakit immunodeficiency atau jenis gangguan kekebalan tubuh yang ditandai
dengan penurunan kadar satu atau lebih Ig, sedang kadar Ig yang lain adalah
normal atau meningkat.4

15
2. Gambaran Klinis
Klinis menunjukan gambaran infeksi sino-pulmoner dan gastrointestinal
rekuren yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Hal tersebut menunjukan tidak
adanya proteksi dari sIgA pada permukaan membran mukosa. Penderita juga
menunjukan autoimun, keganasan dan alergi.4
3. Penatalaksanaan
Pengobatannya yaitu dengan antibiotik spektrum luas. HGG sebaiknya tidak
diberikan oleh karena penderita dengan kadar IgA yang sangat rendah dapat
membentuk antibodi (IgG atau IgA) terhada[ IgA dan menimbulkan sensitasi
anafilaksis pada respiren tanpa IgA. Terapi agresif dengan antibiotik harus
diberikan untuk mengontrol infeksi.4

7. Penyebab terjadi infeksi bakteri berulang

Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru dimana pulmonary alveolus


(alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi
oleh cairan. Radang paru-paru dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi
oleh bakteri,virus, jamur, atau pasilan (parasit). Berdasarkan skenario, pneumonia yang
diderita anak tersebut disebabkan oleh bakteri (Streptococcus pneumoniae) karena sel
limfosit B yang berperan untuk melawan bakteri sangat rendah sehingga bakteri dapat
dengan mudah memicu pneumonia bahkan untuk berulang-ulang.6

Diare yang disebabkan oleh Giardia Lamblia merupakan jenis diare kronik yang
merupakan hasil dari defisiensi imun penderita. Antibodi spesifik yang seharusnya
dihasilkan oleh sel B untuk mematikan parasit tersebut tidak terbentuk sehinnga bakteri
atau parasit dapat dengan mudah menginfeksi penderita dan melawan sistem imunnya
sehingga menyebabkan diare kronik yang lama diderita.6

8. Mengapa tonsil/adenoid hampir tak dapat dideteksi

Adenoid atau Tonsilla Pharyngeal memiliki gambaran histologis yang sama dengan
gambaran Tonsilla Palatina, tetapi berbeda untuk epitelnya. Untuk epitel yang melapisi
Tonsilla Pharyngeal adalah Epitel Kolumnar Bertingkat Bersilia, sedangkan Tonsilla
Palatina dilapisi Epitel Skuamous Berlapis. Perlu diketahui bahwa Tonsil mengandung
sekumpulan sel dendritic, limfosit, sel plasma penyekresi-IgA, APC dan nodul limfoid.
Sebagian besar limfosit merupakan Sel B.9

Pada Penyakit Bruton, pematangan sel-B berhenti setelah dimulainya penataan


ulang gen rantai berat karena mutasi pada tirosin kinase yang terlibat dalam transduksi
sinyal sel pra-B disebut Bruton tyrosine kinase dan pada akhirnya mengakibatkan jumlah
Sel B sangat berkurang. Karena tonsil di dominasi oleh Sel B, pengurangan jumlah Sel B

16
akan sangat berpengaruh pada struktur tonsil dan dapat mengakibatkan tonsil hampir tak
dapat terdeteksi saat pemeriksaan.6

9. Mengapa serum total dan sel B menurun

Terjadi gangguan pada proses pematangan sel B hal ini disebabkan oleh mutasi
enzim bruta tyrosin kinaseyang bertanggung jawab untuk pematangan sel B. Sel pre-B
dalam sumsum tulang gagal berkembang,mengakibatkan penurunan nyata limfosit sel B
matur dan imunoglobulin serum bahkan sampai tidak dapat terdeteksi.Penyakit ini
dosebabkan oleh mutasi gen yang menyandi suatu kinase yang disebut Bruton tyrosin
kinase (BTK), mengakibatkan gangguan produksi atau fungsi enzim tersebut. Enzim ini di
aktifasi oleh reseptor pre-B yang di ekspresikan disel pre-B,dan mengirimkan sinyal
biokimiawi yang merangsang kelangsungan hidup,proliferasi,dan maturasi sel tersebut.8

10. Penyebab tinggi badan dan berat badan anak tersebut di bawah normal

Usia terbanyak pada kelompok balita stunting yaitu usia 25–36 bulan, sedangkan pada
kelompok balita normal terbanyak pada usia 12–24 bulan. Terbagi dalam beberapa
tahapan usia pada balita, dikatakan masa rawan di mana balita sering mengalami infeksi
dan atau gangguan status gizi adalah usia antara 12–24 bulan, karena pada usia ini balita
mengalami masa peralihan dari bayi menjadi anak. Pada usia ini banyak perubahan pola
hidup yang terjadi, diantaranya perubahan pola makan dari yang semula ASI bergeser ke
arah makanan padat, beberapa balita mulai mengalami kesulitan makan, sedangkan balita
sudah mulai berinteraksi dengan lingkungan yang tidak sehat. Apabila pola pengasuhan
tidak betul diperhatikan, maka balita akan lebih sering beberapa penyakit terutama
penyakit infeksi. Kejadian penyakit infeksi yang berulang tidak hanya berakibat pada
menurunnya berat badan atau akan tampak pada rendahnya nilai indikator berat badan
menurut umur, akan tetapi juga indikator tinggi badan menurut umur. Sedangkan pada
kelompok umur 6–23 bulan merupakan kelompok umur yang sedang mengalami
pertumbuhan kritis. Oleh karenanya penanganan gizi kurang pada kelompok umur ini (6–
23 bulan) menjadi lebih diperhatikan karena apabila tidak ditangani dengan baik dapat
mengalami kegagalan tumbuh.9

Diare menjadi penyebab penting bagi kekurangan gizi. Hal ini disebabkan oleh
adanya anoreksia pada penderita diare, sehingga anak makan lebih sedikit daripada
biasanya dan kemampuan menyerap sari makanan juga berkurang. Padahal kebutuhan
tubuh akan makanan meningkat akibat dari adanya infeksi. Setiap episode diare dapat
menyebabkan kekurangan gizi, sehingga bila episodenya berkepanjangan maka
dampaknya terhadap pertumbuhan anak akan meningkat.9

17
11. Penyebab pneumonia terjadi bersamaan dengan diare pada skenario

Karena defek sel B dimana sel B berperan dalam imunitas humoral. Imunitas humoral
dimediasi oleh antibodi, yang merupakan efektor dari respons imun adaptif, dengan
fungsi menetralkan dan mengeliminasi mikroba ekstraseluler dan toksin-toksin mikroba.
Imunitas humoral memiliki peran sangat penting dalam melawan mikroba yang memiliki
kapsul kaya polisakarida dan lipid, dan terhadap toksin polisakarida dan toksin lipid,
karena sel T tidak dapat memberikan respon terhadap antigen non protein.8

Defisiensi sel B akan mengakibatkan infeksi bakteri piogenik, infeksi bakteri dan virus
enterik. Sedangkan defisiensi sel T menyebabkan infeksi virus dan mikroba intraseluler
lainnya serta keganasan yang berkaitan dengan infeksi virus.8

Sedangkan mikroba yang berperan pada skenario yaitu giardia lamblia dan bakteri
gram positif merupakan mikroba yang bekerja di bagian ekstraseluler. Yang harusnya
respon imun yang bekerja adalah sel B, tapi karena sel B mengalami defisiensi sehingga
perlawanan tubuh pada mikroba tersebut akan lemah dan mengakibatkan pneumonia dan
diare.8

12. Peran Imunisasi DPT pada anak

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis
dan tetanus. Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Coryneba
cterium.10
Berdasarkan jadwal imunisasi rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali pada bayi usia 0-12 bulan yaitu pada usia 2, 4
dan 6 bulan. Pemberian imunisasi lengkap sebelum anak mencapai usia 1 tahun, memiliki
tujuan untuk melindungi anak dari beberapa penyebab yang paling utama dari infeksi
pernafasan termasuk batuk rejan, difteri, tuberkulosa dan campak. Penderita difteri,
pertusis apabila tidak mendapat pertolongan yang memadai akan berakibat fatal. Dengan
pemberian imunisasi berarti mencegah kematian pneumonia yang diakibatkan oleh
komplikasi penyakit campak dan pertusis.10
Pemberian imunisasi DPT harus memprhatikan kondisi dari anak dimana anak yang
akan mendapat imunisasi harus dalam keadaan sehat sebab pada prinsipnya imuniasi
merupakan pemberian virus dengan memasukan bagian virus atau bakteri yang telah
dilemahkan dan kemudian akan menimbulkan antibodi. Imunisasi tidak boleh diberikan
hanya pada kondisi tertentu misalnya anak mengalami penurunan daya tahan tubuh.10

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Basmajian, Y. Johan dan Charles E.Slonecker.2014.Grant Anatomi klinik. Jakarta:


Binarupa Aksara.
2. Pulungan,M Ruslin dan Novialdi N. 2010. Mikrobiologi tonsillitis kronis. Vol.
XXIII.No 25 februari 2018.
3. Arifputera,Andy dan Nina Irawati. 2014. Tonsilitis dalam Buku Kapita Selekta
Kedokteran Jilid 2 Edisi Ke-4. Jakarta : Media Aescapularis.
4. Karnen Garna Baratawidjaja dan iris Rengganis.2012.Imunologi Dasar.Jakarta: FK UI
5. Waluyo,Srikandi dan Budi Marhaendra. 2014. Penyakit-Penyakit Autoimun. Jakarta :
Elex Media Komputindo
6. Kumar,Vinay,dkk. 2013. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi Ke-9. Jakarta: ELSEVIER.
7. Abbas, Abul K. 2014. Imunologi Dasar Abbas Edisi Ke-5. Singapore: ELSEVIER.
8. Mescher,Anthony L., 2017. Teks & Atlas Histologi Dasar JUNQUEIRA Edisi Ke-12.
Jakarta: EGC.
9. Welasasih,Bayu Dwi dan R. Bambang Wirjatmadi.2012. Beberapa Faktor yang
Berhubungan dengan Status Gizi Balita. Vol. 8 No. 3. 24 Februari 2018.
10. Sumiyati. 2015. Hubungan Jenis Kelamin dan Status Imunisasi DPT dengan Pneuomonia
pada Bayi Usia 0-12 Bulan. Vol. XIII No. 2. 23 Februari 2018

19

Anda mungkin juga menyukai