Oleh :
K1B1 21 069
Pembimbing:
Rahayu Salam
ABSTRAK
dimana yang bertanggung jawab dalam hal pola pengasuhan tersebut adalah ibu,
keluarga yang ada di sekitar terutama orang tua. Model perilaku keluarga secara
langsung maupun tidak langsung akan dipelajari dan ditiru oleh anak. Anak
harapan, tuntutan, dan kritikan satu sama lain, menanggapi dan memecahkan
masalah, serta mengungkap perasaan dan emosinya. Model perilaku yang baik
akan membawa dampak baik bagi perkembangan anak demikian juga sebaliknya.
Pola asuh merupakan cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi
tingkah laku anak dalam kegiatan sehari-hari. Adapun tujuan orang tua mengasuh
pengasuhan tersebut maka anak akan belajar tentang peran-peran yang ada dalam
masyarakat seperti nilai-nilai, sikap serta perilaku yang pantas dan tidak pantas,
atau baik dan buruk. Segala pengasuhan yang diberikan sejak masih kecil akan
langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Mereka terdiri dari
nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya,
pedagang ikan, pengolah ikan, suplier fakor sarana produksi perikanan. Dalam
bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa pariwisata,
untuk dikaji, tidak terkecuali dalam hal pola pengasuhan dengan pembentukan
pengasuhan anak dalam masyarakat nelayan juga dipengaruhi oleh strata sosial
nelayan, dalam hal ini adalah punggawa (pemilik kapal) atau nelayan kaya dan
sawi atau nelayan miskin. Orang tua di keluarga nelayan juragan lebih mengarah
demokratis dan laissez faire. Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya
dorongan orang tua untuk anak, perhatian, jika ada perbedaan pendapat dilakukan
dengan jalan musyawarah untuk mencari jalan tengah, serta adanya komunikasi
yang baik antara orang tua dengan anak, sedangkan pola asuh laissez faire
mempunyai ciri orang tua memberikan kebebasan kepada anaknya untuk bergaul
atau bermain dan mereka kurang begitu tahu tentang apa yang dilakukan anak
(Budi, 2005:1). Para ibu di kalangan keluarga nelayan sudah cukup mengerti
tentang peranannya sebagai orang tua dalam mengasuh anak, hanya yang perlu
diperhatikan. Pola asuh orang tua adalah cara yang ditempuh atau yang dilakukan
orangtua dalam mendidik anaknya, dengan harapan anak dapat tumbuh kembang
Menurut Baumrid, pola asuh terdiri dari empat jenis pola asuh yang
digunakan oleh orang tua dalam mendidik anak-anak yaitu pola asuh otoriter, pola
asuh autoritatif, pola asuh permisif dan Uninvolved parenting style (pola
pengasuhan tidak terlibat). Dari beberapa macam pola asuh tersebut secara garis
besar dapat dijelaskan bahwa perbedaan dalam pola asuh dapat terjadi karena
setiap orang tua memiliki sikap dan nilai- nilai yang berbeda dan akan
bukanlah sebuah hubungan satu arah yang mana orangtua mempengaruhi anak
namun lebih dari itu, pengasuhan merupakan proses interaksi antara orang tua dan
anak yang dipengaruhi oleh budaya dan kelembagaan sosial di mana anak
dibesarkan.
sumbangsih yang besar terhadap pola pengasuhan anak. Nelayan suku Makassar
memiliki pola-pola bagi tingkah laku dalam bentuk norma, sopan santun, ide, dan
nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi anak-anak mereka. Tradisi dan budaya
terletak di pantai barat Kota Makassar dan merupakan pulau yang terdekat dengan
Kota Makassar, yaitu ±1,5 km. Lokasi strategis pulau Laelae menjadikan wilayah
ini menjadi tujuan wisata bagi turis lokal maupun mancanegara yang berwisata di
sekitar Kota Makassar. Hal ini mendorong pemerintah Kota makassar untuk
kebijakan relokasi nelayan di Pulau Laelae ke Kelurahan Untia sejak tahun 1998
secara bertahap.
dengan akses pendidikan, kesehatan dan layanan publik. Melaut tidak lagi
tidak jarang melibatkan anak-anak nelayan Untia seperti pekerjaan mengupas biji
kasar dan tidak sopan (Budi, 2005). Hal yang menarik di Kampung Nelayan Untia
adalah anak-anak terlihat lebih sopan dan ramah, bertentangan dengan beberapa
terkecil yaitu keluarga dalam hal ini adalah bapak dan ibu. Bapak yang berprofesi
dibandingkan dengan ibu, sehingga ibu memiliki peranan besar dalam pola
anak, antara lain: 1) faktor eksternal yang dapat mempengaruhi karakter anak
antara lain akses pendidikan, kesehatan dan pelayanan publik di sekitar wilayah
tempat tinggal mereka. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
perbedaan hasil pola asuh anak nelayan untia dengan hasil penelitian lainnya
terkait dengan pola pengasuhan anak nelayan, 2) faktor lain yang akan dibahas
adalah perubahan pola asuh yang terjadi pada saat sebelum dan sesudah relokasi
dilakukan akibat perubahan akses wilayah, sarana dan prasarana penunjang bagi
pengasuhan anak yang terjadi sebelum san setelah relokasi. Pola pengasuhan anak
tidak terlepas dari peran ibu dan keterlibatan ayah, sehingga akan dipaparkan
telah tertanam dalam jiwa seorang individu sejak ia masih anak- anak.
itu. Watak juga sangat ditentukan oleh cara-cara ia sewaktu kecil diajar makan,
diajar kebersihan, disiplin, diajar main dan bergaul dengan anak-anak lain dan
didasarkan pada adat dan norma-norma tertentu, maka beberapa unsur watak pada
adat dan norma-norma tertentu, maka beberapa unsur watak yang seragam akan
nampak menonjol pada banyak individu yang telah menjadi dewasa itu.
umur, melalui penyerapan pasif dari model yang memberi sedikit perhatian
kelas sosial, gender dan etnisitas). Oleh sebab itu pengaruh lingkungan sekitar
sehingga orang tualah yang bertanggung jawab sebagai lapisan pertama dalam
yang membentuk pola tingkah laku anak sebagai individu dan anggota
masa kanak- kanak saja, akan tetapi akan terus berlanjut pada siklus kehidupan
individu .
Peran orang tua dalam mengasuh anak sangatlah penting. Menurut Safitri
dan Hidayati (2013:14), peran orang tua akan mampu membantu pembentukan
sikap dan perilaku anak menjadi terarah, mandiri, dan mempunyai rasa tanggung
jawab terhadap dirinya sendiri dengan tetap memandang orang tua sebagai sosok
METODE
nelayan yang dibuat khusus oleh pemerintah sebagai wilayah relokasi masyarakat
nelayan Laelae, Sulawesi Selatan. Ruang lingkup material dalam penelitian ini
pada saat sebelum dan setelah di Kelurahan Untia. Berdasarkan latar belakang
diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana pola
kampung nelayan, Kelurahan Untia. Data dikumpulkan berupa data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan dari hasil observasi dan
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Wilayah Kelurahan Untia
Kelurahan Untia terletak di bagian barat laut ibu kota Provinsi Sulawesi
mangrove yang cukup luas, yaitu 10 ha. Sebagai Perkampungan nelayan, jenis
ikan tangkapan dan budidaya didominasi oleh jenis udang/ lobster yaitu 10
ton/tahun dan rajungan 15 ton/ tahun. Selain hasil bumi di bidang perikanan, hasil
alam lainnya adalah peternakan yaitu sapi dan ayam kampung. Di Kelurahan
Untia juga terdapat terdapat sawah ladang dengan luas 1,2 ha. Kelurahan Untia
Untia berjarak sekitar 4 Km atau 2 jam dari Kecamatan ke Ibu Kota Provinsi
pada tahun 2015, sebagian besar memeluk agama Islam yaitu 2015 jiwa dan
pengajian, yasinan dan arisan rutin yang dilaksanakan oleh ibu-ibu setiap bulan
sekali, memperingati hari-hari besar seperti maulid Nabi Muhammad saw. dan
Isra alMi’raj Nabi Muhammad saw., pengajian umum yang dilaksanakan tiap
sabtu malam di masjid, pengajian TPQ remaja yang dilaksanakan tiap hari di
Kec. Biringkanaya tidak hanya terdiri darisatu suku saja, namun terdiri dari
berbagai suku diantaranya adalah suku Makassar dan suku Bugis. Penduduk
dengan laki-laki berjumlah 1070 jiwa dan perempuan berjumlah 997 jiwa.
Kepadatan penduduk 794 km2 dengan beragam etnis antara lain suku Makassar
berjumlah 1947 jiwa, suku Bugis berjumlah 94 jiwa, suku Betawi berjumlah 1
orang, suku Jawa berjumlah 5 orang, suku Ambon berjumlah 5 orang dan suku
pendidikan agama, hal ini terlihat pada jumlah penduduk buta aksara dan huruf
latin 50 orang dari 2067 jiwa atau sekitar 2% penduduk Kelurahan Untia.
(32,08%) kemudian diikuti oleh profesi petani (19,31%) dan buruh tani
(19,31%). Selebihnya berprofesi sebagai pedagang, tukang ojek, tukang batu dan
PNS.
memegang peranan penting. Tidak ada satu urusan yang tidak melibatkan
atau tidak, sudah menjadi kewajiban anggota kerabat untuk berpartisipasi secara
yang disebut dengan sialle. Keluarga inti/batih terdiri atas ibu, ayah dan
sipammanakangi. Dalam suatu rumah tangga, tidak hanya keluarga inti atau
batih, tetapi ikut serta saudara atau kemanakan, baik dari pihak ibu maupun ayah,
ipar, bibi atau mertua. Sistem kekerabatan pada masyarakat Makassar Nelayan di
Untia dikenal adanya istilah bija (kerabat). Konsepsi tentang bija mengacu pada
yang artinya ikatan kekerabatan yang sangat erat dan terjalin karena adanya
keturunan yang berawal dari sepasang nenek moyang. Ada dua golongan bija
pa’manakkang, yaitu bija mareppese (sebutan untuk kerabat dekat) dan bija bella
dimaksud termasuk pulau-pulau kecil yang memiliki jarak yang dekat dan letak
Relokasi yang dimulai pada bulan Februari dan Maret tahun 1998 bagi 40
sampai sekarang ini hanya sekira 140 lebih KK, dan umumnya hanya kepala
keluarga yang status nelayan kecil/ sawi nelayan yang masih bertahan di Pulau
Laelae maupun yang pindah ke Kelurahan Untia atau buruh, sementara para
Namun kebijakan relokasi atau pemindahan warga nelayan dari pulau Laelae ke
komunitas tersebut menjadi putus hubungan dan komunikasi sama sekali, bahkan
hubungan dan kerjasama tetap berjalan baik terkait dengan aktivitas kenelayanan
maupun hubungan dan kerjasama sosial dalam aktivitas sosial seperti pesta
perkawinan, hajatan dan kegiatan sosial lainnya. Lebih dari itu kedua komunitas
yang terpisah tadi justru saling merindukan dan saling mengunjungi satu sama
lain sebagai nostalgia. Artinya bahwa kedua komunitas tersebut memiliki sejarah
masa lalu yang berkesan untuk tetap dijaga dan dipelihara walaupun dipisahkan
oleh jarak, batas administratif dan geografis kelautan yang jauh secara fisik.
Artinya ada kondisi di mana mutualtrust diantara mereka sudah tertaman begitu
lama.
dari 10 tahun tidak membuat masyarakat Laelae yang telah pindah ke Kelurahan
proses dan adaptasi baru dalam keseharian mereka. Hubungan sosial masyarakat
dari Pulau Laelae dan Kelurahan Untia pada akhirnya menjadi kuat yang
didukung pula oleh hubungan keluarga dan rasa saling membutuhkan dan saling
Pulau Laelae di Kelurahan Untia tidak banyak berubah dari aktivitas masyarakat
ketegangan dan konflik, sehingga ada ketakutan dengan warga penduduk lokal.
Namun sekarang ini hubungan dan kerjasama dengan warga penduduk lokal
sudah berlangsung dengan begitu baik bahkan saat ini sudah sulit dibedakan
antara warga hasil relokasi dan warga penduduk lokal. Hal ini karena proses-
proses sosial yang terjadi mengarah pada proses sosial yang asosiatif seperti
kerjasama, assimilasi, toleransi dalam bentuk perkawinan antara kedua
berhubungan baik dengan para pemilik kapal atau punggawa yang masih
kawasan pesisir karena terdapat tradisi dan budaya leluhur yang masih mereka
nelayan sewaktu masih bermukim di Pulau Laelae. Sehingga tidak semua dan
tidak selamanya masyarakat tersebut mau tetap hidup di daerah pesisir, sebagian
dari masyarakat nelayan ada yang mau mencoba untuk beralih profesi di
perkotaan.
cukup rendah sebagai akibat dari ketergantungan hidup pada alam sepenuhnya
dan lainlain. Keterbatasan tersebut terkait dengan posisi Pulau Laelae yang harus
pendidikan dan sosial tersebut, terjadi perubahan sosial dan ekonomi dalam
dan juga letak lokasi yang dekat dengan bibir pantai yang sewaktuwaktu terjadi
kecil terjadi pada aktivitas masyarakat nelayan akibat adanya interaksi sosial
para nelayan merasa pekerjaan lain tidak membutuhkan modal yang begitu besar
bangunan, buruh industri rumahan, sektor jasa angkutan tukang ojek, pengawas
bangunan ataupun pengupas biji mete. al ini di dukung dengan hasil wawancara
dengan salah satu nelayan Bapak Nurdin. “kami sudah tidak sering melaut, karena
kadang kami tidak sanggup beli bahan bakar, mahalki. Lebih baik jadi buruh
bangunan kalau belum ada modal beli bahan bakar.Banyak bahan bakar yang
dipakai karena tidak bisa lagi tangkap ikan disekitar Makassar, ikannya sudah
kurang akibat pengeboman ikan.Cuaca yang tidak menentu juga menghalangi
kami melaut”.
masyarakat nelayan belajar tentang apaapa saja yang harus dilakukan dalam
pernikahan.
tahapan-tahapan pengasuhan anak dalam suku Makassar sejak anak lahir diawali
dengan meletakkan plasenta bayi yang baru lahir di atas kapparak, kemudian tali
dalam periuk tanah bersama asam dan garam. Hal ini dimaksudkan agar sang
belas kasihan (pacce), setelah itu periuk dibuang kelaut dengan maksud kelak
memiliki hubungan yang kuat dengan laut dan memiliki pemikiran yang luas.
Setelah Pola Pengasuhan Anak ... Rahayu Salam 542 PB bayi menjatuhkan tali
pusatnya yaitu kira-kira pada saat berumur 7 hari, ibunya dapat turun ke tanah
dan tanggung jawab dukun telah lepas. Kemudian dilaksakan tradisi atturungang
yaitu ibu dimandikan yang dirangkaikan dengan acara syukuran yang dihadiri
oleh kerabat. Setelah acara selesai, dukun yang telah bertugas akan diberikan
bingkisan berisi beras, kelapa, gula dan makanan lainnya, yang dibuat dengan
pasanroang.
Sejak masih kecil, anak dididik untuk bisa membaca Alqur’an demi
ketika pulang dari sekolah. Orang tua menginginkan anak-anak mereka ketika
pulang dari sekolah, langsung pergi mengaji. Anak-anak pun sangat antusias
untuk melakukannya karena seperti menjadi kewajiban bagi mereka untuk bisa
diharapkan pribadi yang religius sudah tertanam dalam diri anak-anak sebagai
bekal mereka ketika beranjak dewasa. Ilmu agama mereka dapat dipraktekkan
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, harapan dari orang tua adalah
menjadikan anak anak mereka berakhlak mulia, berperilaku baik, dan menjadi
Alquran. Saat anak berumur 5 atau 6 tahun, anak mulai diajarkan mengaji oleh
seorang guru. Anak akan datang sambil membawa hantara yang disimpan dalam
sebuah bakul . Setelah anak dapat mengaji dan menamatkan Alquran maka akan
sunatan yang disebut nisunnak pada anak lakilaki dan nikattang pada anak
perempuan.
seperti semula. Hal ini karena adanya pengaruh dari suku lain yang berbaur
dengan masyarakat yang direlokasi. Suku lain dapat dengan mudah berbaur
Sebelum Relokasi
Keadaan geografis Pulau Laelae yang dikelilingi oleh lautan dan akses
yang cukup sulit dan keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan dan
yang lebih banyak untuk transportasi ke sekolah yang hanya ada di daratan, yang
melaut dan mengolah hasil laut sebagai pekerjaan yang akan diteruskan kepada
anakanak. Tingkat ketergantungan hidup yang tinggi terhadap laut membuat para
dimana selain untuk memberikan pendidikan melaut bagi anak mereka juga
nelayan ketika memasuki musim paceklik, ketika berada di pulau tidak banyak
yang bisa dilakukan selain hanya sersikap pasrah akan keadaan. Nelayan hanya
menunggu cuaca yang baik untuk melaut kembali dan hanya tinggal di rumah
memperbaiki jaring atau peralatan menangkap ikan yang rusak. Selain itu peran
istri nelayan untuk membantu ekonomi suami tidak ada karena keterbatasan
dianggap sebagai pedoman dalam hidup. Tradisi terkait dari kelahiran, syukuran,
dan pernikahan dipegang teguh tanpa adanya pengaruh dari luar. Secara turun-
temurun para orang tua memberikan pendidikan melaut dan mengolah hasil laut
bagi anak-anak mereka. Karena keadaan alam dan pengetahuan yang dimiliki
kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis
itu memandang, menilai, dan juga mempengaruhi sikap anak tersebut terhadap
orangtua dan juga hubungan antara anak dan orang tua. Kegiatan pendidikan
informal yang berjalan dengan baik sebelum relokasi adalah pendidikan agama
lima waktu baik berjamaah maupun tidak. Walaupun secara sederhana dan
lain selain nelayan sebagai mata pencaharian hidup, hal ini karena terbatasnya
pengaruh dari luar baik dalam hal budaya, teknologi dan informasi.
Setelah Relokasi
pendidikan yang tersedia di Kelurahan Untia dan jarak yang dekat dengan
anaknya tidak harus menjadi nelayan dan bisa keluar dari kemiskinan. Apabila
keluarga digenjot agar pendidikan formal dapat terpenuhi. Anak dan istri nelayan
juga ikut mencari tambahan agar seNelayan di Kelurahan Untia yang bekerja
sebagian besar berada direntang usia 22 tahun-60 tahun. Setelah relokasi ke
Untia, anak-anak tidak dikutkan lagi untuk melaut dengan pertimbangan adanya
Masyarakat nelayan menganggap, anak yang bekerja di darat lebih aman dengan
upah yang lebih baik. Anakanak nelayan di Kelurahan Untia membantu orang tua
pengupas biji mete. Mengupas biji mete menjadi pekerjaan sampingan untuk
ibu-ibu dan para remaja di kampung nelayan .Di Kelurahan Untia mengupas biji
mengurus rumah tangga. Upah yang mereka terima untuk mengupas biji mete
mangrove adalah salah satu bentuk kearifan lokal yang ada di Kelurahan
lebih baik di bidang pendidikan anak. Masyarakat nelayan di Untia tidak lagi
teknologi dan komunikasi yang lebih baik. Namun tetap memiliki kearifan lokal
lain.
pendidikan, kesehatan dan sosial. Orang tua mempunyai peranan yang sangat
penting dan mempunyai tanggung jawab yang sangat besar bagi seluruh anggota
mandiri. Ketika sang anak sudah mandiri, orang tua memberikan kebebasan pada
mereka dengan tetap menjaga adat istiadat dan kebudayaan sebagai masyarakat
nelayan Makassar. Secara umum, kedudukan Ayah dan Ibu dalam sistem
yang berbeda.
Peranan ayah tidak hanya terbatas pada mencari nafkah untuk keluarga
tetapi juga berperan dalam mengasuh dan mendidik anak. Ayah nelayan di Untia
ayah dalam pengasuhan anak memiliki dampak yang positif bagi tumbuh
kembang anak termasuk dalam kecerdasan dan pencapaian anak dalam belajar.
Ayah lebih diposisikan sebagai panutan dan jati diri anak anaknya. Apabila ayah
seorang pekerja keras maka anak-anak akan menjadikannya panutan dan meniru
kebiasaan-kebiasaan ayah.
Mengatur dan mengelola rumah tangga merupakan tugas utama para ibu
mengasuh anak, mendidik dan mejaga anak dan pekerjaan rumah tangga lainnya.
Peranan ibu dalam mendidik anak lebih kepada pengawasan terhadap pekerjaan
anak. Tidak sedikit para Ibu di Kelurahan untia memiliki peranan ganda juga
ikut mencari nafkah bagi keluarganya. Selain pengaruh dari masuknya budaya
lain di dalam masyarakat nelayan Untia, faktor keadaan sosial ekonomi juga
merasa senang bila memiliki anak laki-laki sebab bisa membantu ayahnya
perempuan dapat membantu ibunya dalam pekerjaan rumah tangga. Namun bagi
mereka perlu dibekali dengan pengetahuan lain selain melaut dan bahkan
belajar membaca Alquran. Hal ini mereka lakukan karena adanya kesadaran
bahwa membaca Alquran adalah hal yang wajib dilakukan bagi setiap
Alquran. Dibawah ini beberapa fasilitas pendidikan agama yang ada di Kelurahan
Untia.
Anak yang masih kecil disuruh dengan sedikit pemaksaaan untuk mengaji
atau membaca Alquran. Sedangkan anak yang sudah besar berangkat untuk
Untia. Karakter anak nelayan Pulau Lae-Lae sebagai hasil dari sistem pengasuhan
anak di Kelurahan Untia cenderung lebih sopan dan dari segi keagamaan lebih
pendidikan formal dan non formal telah terpenuhi dengan baik di daerah ini.
Anak-anak nelayan di Untia juga lebih aktif di lingkungan sosial, akibat dari
etnis lainnya yang juga bermukim di Kelurahan Untia dan sekitarnya. Tradisi
tersebut yaitu yang meliputi sejak kelahiran hingga pernikahan. Pembauran yang
terjadi berupa kelengkapan tradisi, bahan dan alat yang tidak lengkap atau
mulai dari unit kesatuan terkecil hingga suku, bangsa dan masyarakat
internasional. Selain itu, nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Untuk
menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus
melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan
Untia, terdapat beberapa nilai yang terkadung di dalamnya yaitu nilai religi, nilai
Nilai Religi
pekerti yang baik, berperilaku yang baik, melakukan perbuatan yang tidak
yang selalu menjaga dirinya dengan baik karena diharapkan kuatnya benteng
iman di dalam dirinya sejak dari dini. Pembiasaan diri untuk beribadah
Nilai Kebersamaan
Aktivitas keluarga yang selalu dilakukan bersama-sama seperti rutinitas
tidak mementingkan diri sendiri dan sejumlah nilainilai positif lainnya. Sangat
senantiasa harmonis, saling membantu dan bekerja sama dan mengatasi setiap
bentuk sosailisasi, interaksi dan mengakrabkan diri satu dengan lainnya sehingga
Nilai Ekonomi
apa saja. Hal ini menurun kepda anak-anak mereka yang melihat orang tuanya
bekerja. Nilai ekonomi dapat terlihat dari kegiatan Ibu-ibu dan remaja putri
mengupas biji mete untuk mendapatkan 547 PB uang tambahan keperluan sehari-
hari. Peran ayah sebagai pencari nafkah tidak berat ketika istri dan anak-anak
demikian, masalah keuangan lebih bisa diatasi karena pekerjaan yang dilakukan
tidak terfokus hanya pada sektor kelautan saja. Pemenuhan kebutuhan dapat
contoh yang baik kepada anak dengan membantu orang tua di waktu luang,
mengaji, dan lain-lain. Anak memiliki sifat peniru yang dilakukan orangorang di
sekitarnya terutama orang tuanya. Pendidikan juga bisa diberikan melalui nasihat,
dialog, pemberian penghargaan dan hukuman. Hal tersebut berjalan dengan baik
lingkungan pemukiman Untia. Peran orang tua terhadap anak tidak terjadi dalam
satu arah saja, melainkan dari dua arah, interaksi antara anak dan orang tua yang
Studi kasus komunitas nelayan hasil relokasi dari Pulau Laelae ke Kelurahan
Nilai Sosial
egois, hanya mementingkan diri sendiri, namun memiliki jiwa sosial, dermawan,
suka memberi, membantu orang lain, menjaga hubungan dengan orang lain,
Nilai Kedisiplinan
dampak yang positif terhadap anak. Anak menjadi tahu untuk bisa menghargai
mereka. Disiplin dalam membagi waktu antara belajar dan bermain. Demikian
pula dalam menjalani aktivitas membantu orang tua, anak menjadi disiplin dalam
bekerja sehingga segala yang diharapkan dapat selesai tepat waktu. Disiplin di
sekolah dengan guru, teman bermain, disiplin dengan orang tua, lingkungan
sekitar, dan disiplin dalam setiap aktivitas baik di lingkungan sekolah, rumah dan
Nilai Kepedulian
lingkungan alam merupakan suatu bentuk nilai kepedulian. Anak menjadi peka
terhadap situasi yang ada dengan merespon dengan tindakan yang bernilai positif.
Dengan keluarga, anak peduli dengan pekerjaan orang tua, peduli dengan situasi
orang lain, menolong orang lain, merupakan bentuk kepedulian anak yang sangat
bernilai positif yang ditunjukkan dalam masyarakat sehingga anak dinilai sebagai
PENUTUP
asuh otoriter yang menekankan bahwa tidak ada pilihan lain untuk bekerja selain
memberikan contoh yang dapat diteladani oleh anak, bersikap menyayangi anak,
dengan harapan anak akan mengikuti orang tua berbuat hal yang sama, dengan
kata lain semuanya ingi menuju ke arah pertumbuhan anak yang positif. Hal ini
kesopanan anak setelah relokasi dinilai lebih meningkat oleh para orang tua
sebagai akibat kegiatan sepulang sekolah yang dapat mengontrol energi masa
muda anak-anak mereka. Karakter anak nelayan di Untia cenderung lebih sopan
PAUD), fasilitas sosial melalui berbagai kegiatan yang diadakan oleh lembaga
sosial, fasilitas kesehatan dengan adanya beberapa posyandu dan dokter praktek
di Kelurahan Untia.
sampingan antara lain sebagai buruh bangunan, tukang ojek, berdagang, dll.
Peran orang tua terhadap anak tidak terjadi dalam satu arah saja,
melainkan dari dua arah, interaksi antara anak dan orang tua yang selanjutnya
mendapatkan pengaruh dari budaya, lembaga sosial dan pendidikan. Ayah tidak
hanya berperan sebagai pencari nafkah tapi juga ikut berperandalam mengasuh
dan memberikan pendidikan moral pada anak. Peran ibu juga tidak hanya sebatas
mengasuh dan mengurus rumah tangga, namun ikut membantu suami mencari
hal yang menarik untuk di kaji di pemukiman nelayan Kelurahan Untia terkait
Rineka Cipta.
Nikijuluw, Viktor P.H. 2001. “Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir
Pertaninan Bogor
Rahman, Putria Lia dan Elvi Andriani Yusuf. 2012. “Gambaran Pola Asuh
Respati, Winanti Siwi,dkk. 2006. “Perbedaan Konsep Diri antara Remaja Ahir
119-138.
Safitri, Yuhanda, dan Eny Hidayati. 2013. “ Hubungan antara Pola Asuh Orang
Scott, Jhon (Editor). 2011. Sosiologi The key Concepts. Tim penerjemah Labsos