Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1

“ADA APA DENGAN DADAKU!”

Disusun oleh:

Tutor : dr. Doby Indrawan, MMRS


Ketua : Masyithah Salsabila (200701110028)
Sekretaris 1 : Sulthan Ariq Zufar P. A (200701110036)
Sekretaris 2 : Chella Sonia (200701110029)
Anggota : Syifaus Shodry (200701110007)
Aridin Gustaf (200701110008)
M. Fauzan Al Farizy (200701110016)
Rafli Dhafa Aditya (200701110023)
Ahmad Taufiqurrohman A. (200701110033)
Faza Saiqur Rahmah (200701110041)
Talitha Martizadina H. (200701110043)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2

SKENARIO ............................................................................................................................... 3

ADA APA DENGAN DADAKU! ............................................................................................ 3

BAB I IDENTIFIKASI KATA SULIT ..................................................................................... 5

BAB II RUMUSAN MASALAH .............................................................................................. 7

BAB III BRAINSTORMING .................................................................................................... 8

BAB IV PETA MASALAH .................................................................................................... 13

BAB V TUJUAN PEMBELAJARAN .................................................................................... 14

BAB VI TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 15

BAB VII PETA KONSEP ....................................................................................................... 42

SOAP ...................................................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 46


SKENARIO

ADA APA DENGAN DADAKU!

Seorang perempuan bernama Sinta berusia 24 tahun seorang mahasiswi datang di klinik UMMI
dengan tergopoh-gopoh, nampak membungkuk serta memegang perutnya. Pasien tersebut
datang dengan keluhan nyeri di ulu hati sejak 1 minggu terakhir. Pasien juga mengeluh dada
terasa panas sejak 4 bulan yang lalu. Panas terasa sampai tembus ke tulang belakang, keluhan
disertai dengan makan cepat kenyang, dan perut kembung, dan sering sendawa setelah makan.
Pasien mengeluh sesekali terbangun dari tidur karena keluhan tersebut. Pasien mengaku sering
minum kopi tubruk. Riwayat sosial pasien merupakan anak tunggal dengan lembur dalam 1
minggu ini karena dikejar target skripsi sehingga mengerjakan hingga larut malam sampai lupa
makan dan mandi.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.
Tanda vital: TD 120/70 mmHg, denyut nadi 70x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu aksiler
36 C VAS 6/10.
BB: 64 kg, TB: 158 cm

Pemeriksaan spesifik
Kepala dalam batas normal
Leher dan thoraks dalam batas normal
Abdomen:
Inspeksi: datar
Palpasi: soefl, nyeri tekan epigastrium (+), hepar lien tidak teraba
Perkusi: shifting dullnes (-)

Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)


BAB I

IDENTIFIKASI KATA SULIT

1. Komposmentis
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

2. VAS
Visual Analogue Scale (VAS): merupakan alat pengukuran intensitas nyeri yang
dianggap paling efisien yang telah digunakan dalam penelitian dan pengaturan klinis.
umumnya disajikan dalam bentuk garis horisontal. VAS (visual analog scale) nyeri
yang dirasa pasien 6/10 kram, kaku, terbakar, ditusuk, VAS dinilai dari ekspresi wajah
pasien. Skala 6 termasuk sedang.

3. Soefl
Tidak ada kelainan pada abdomen (tidak ditemukan massa & turgor kulit abdomen
masih baik)

4. Epigastrium
Ulu hati

5. Shifting dullness
suatu pemeriksaan untuk melakukan tes asites di rongga abdomen. Langkah yang
pertama kita lihat (inspeksi) terlebih dahulu bagian kanan dan kiri abdomen (samping)
, jika di curigai asites (penumpukan cairan di dalam rongga antara selaput yang melapisi
dinding perut dan organ dalam tubuh). Langkah keduanya adalah kita perkusi bagian
abdomen dari tengah sampai ke pinggir abdomen (normalnya abdomen ketika di
perkusi itu thympani , tetapi karena ada cairan di rongga abdomen sehingga suara
abdomen ketika di perkusi menjadi dullness , setelah kita perkusi dan menemukan suara
dullness kita tahan dengan jari tengah , kemudian suruh pasien untuk membalikan badan
nya menghadap perawat , tunggu 10 detik
6. Hepar lien
Hati dan limpa

7. Edema perifer
Edema perifer merupakan peningkatan volume cairan interstitium jaringan lunak
biasanya terjadi pada daerah perifer, yaitu ekstremitas atas atau bawah. Edema perifer
dapat bersifat general, bilateral, unilateral, maupun fokal. Edema dapat terjadi pada
kondisi yang ringan dan hanya berupa retensi cairan yang dapat hilang spontan, namun
dapat juga menunjukan kondisi serius yang memerlukan tatalaksana segera.

pembengkakan yang sering terjadi pada kaki atau tangan bagian bawah. Edema terjadi
ketika sesuatu mengganggu keseimbangan cairan di dalam sel tubuh. Akibatnya, jumlah
cairan yang tidak normal menumpuk di jaringan tubuh (ruang interstisial). Gravitasi
menarik cairan ke bawah kaki dan lengan. Hal ini membuat seseorang kesulitan
menggerakkan bagian tubuh tertentu. Edema perifer sering terjadi pada orang dewasa
yang lebih tua atau wanita hamil. Tetapi, tidak menutup kemungkinan terjadi pada
rentang usia lainnya. Pembengkakan ini dapat terjadi pada satu atau kedua kaki. Edema
perifer dapat menjadi pertanda adanya masalah pada kelenjar getah bening, sistem
peredaran darah, dan ginjal.

8. Palmar eritema
kemerahan pada telapak tangan karena perubahan hormon esterogen.
Menggambarkan ada gangguan pada liver.

9. Kembung
perut yang membesar karena berisi gas hasil fermentasi tubuh yang tidak dapat
dikeluarkan melalui mulut. Bahasa medisnya meteorismus
BAB II

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana korelasi antara usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami pasien
saat ini?
2. mengapa pasien datang tampak tergopoh-gopoh sambil memegang perutnya?
3. Mengapa pasien mengeluhkan nyeri di ulu hati sejak 1 minggu terakhir?
4. Mengapa pasien mengeluhkan dada terasa panas sejak 4 bulan yang lalu?
5. Mengapa panas nya terasa tembus sampai tulang belakang?
6. Mengapa keluhan pasien disertai makan cepat kenyang, perut terasa kembung dan
sendawa setelah makan?
7. Bagaimana hubungan pasien sesekali terbangun dari tidur dengan keluhan pasien saat
ini?
8. Apa hubungan pasien sering mengkonsumsi kopi tubruk dengan keluhan saat ini?
9. apa hubungan pasien sering mengerjakan tugas sampai larut malam dengan keluhan
yang dialami saat ini?
10. bagaimana hubungan hasil pemeriksaan fisik dan korelasinya dengan keluhan pasien
saat ini?
11. Apa diagnosis dan diagnosis banding yang sesuai dengan keluhan pasien?
12. Bagaimana tatalaksana yang sesuai dengan diagnosis pasien?
BAB III

BRAINSTORMING

1. Bagaimana korelasi antara usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami pasien
saat ini?
• Jenis kelamin: keluhan terjadi lebih banyak pria.
• karena faktor pola makan.tingkat stres juga berperan dengan menyebabkan
tekanan intra-abdominal yang meningkat
• Faktor usia lebih tua lebih memiliki resiko ketimbang pasien dengan usia lebih
muda
2. mengapa pasien datang tampak tergopoh-gopoh sambil memegang perutnya?
• Karena perut sakit yang disebabkan naiknya asam lambung ke esofagus.
• Ketika pasien membungkuk dapat mengurangi tekanan intra abdomen sehingga
mencegah asam lambung naik ke atas.
3. Mengapa pasien mengeluhkan nyeri di ulu hati sejak 1 minggu terakhir?
• Nyeri di hati disebabkan trauma, infeksi, dll.
• mekanisme: diawali refluks dari asam lambung ke esofagus. mukosa esofagus
mengalami inflamasi sehingga menyebabkan esofagus mengalami over
stimulan yang dapat menyebabkan nyeri
• Nyeri di ulu hati disebabkan obesitas. obesitas menyebabkan tekanan intra
abdominal meningkat dan menyebabkan sfingter esofagus
4. Mengapa pasien mengeluhkan dada terasa panas sejak 4 bulan yang lalu?
• Dada terasa panas atau heartburn adalah rasa terbakar yang dirasakan di dada
dan menyebar sampai ke mulut. Heartburn terjadi ketika asam lambung naik ke
kerongkongan. Saat kita menelan otot di bawah kerongkongan atau sfingter
esofagus akan berelaksasi untuk memungkinkan makanan masuk ke lambung.
Kemudian akan berkontraksi lagi. Jika sfingter esofagus berelaksasi secara tidak
normal atau melemah asam lambung dapat mengalir Kembali ke kerongkongan
dan menyebabkan sensasi panas di dada atau heartburn
5. Mengapa panas nya terasa tembus sampai tulang belakang?
• Rasa panas (heartburn) disebabkan karena adanya regurgitasi makanan sehingga
asam lambung dari lambung naik ke esofagus akibat konstriksi gaster &
relaksasi dari sfingter esofagus. Kondisi ini akan menyebabkan inflamasi &
peregangan gaster dan pada akhirnya akan menjalar sampai tulang belakang
karena faktor lokasi anatomis
6. Mengapa keluhan pasien disertai makan cepat kenyang, perut terasa kembung dan
sendawa setelah makan?
• kadar asam lambung yang tinggi menyebabkan naiknya asam lambung
• sendawa dihasilkan karena naiknya asam lambung
• rasa cepat kenyang disebabkan adanya masalah pada refleks pengosongan
lambung
• Cepat kenyang disebabkan karena ada gangguan pengosongan lambung (karena
tidak bisa dikeluarkan) -> tekanan lambung meningkat -> refluks ke esofagus
7. Bagaimana hubungan pasien sesekali terbangun dari tidur dengan keluhan pasien saat
ini?
• pasien sesekali terbangun dikarenakan merasakan keluhan yang dideritanya
karena asam lambung pasien naik. asam lambung pasien naik ke kerongkongan
dikarenakan pasien sering konsumsi kopi tubruk dimana kopi sendiri bersifat
asam sehingga kadar asam dalam tubuh semakin tinggi, ketika pasien tidur
kemungkinan naiknya asam lambung ke kerongkongan lebih besar, bisa karena
berkurangnya elastisitas atau bahkan terganggunya fungsi dari sfingter
esofagus, dimana sfingter esofagus sendiri adalah katup yang memisahkan perut
dan kerongkongan yang akan membuka ketika ada makanan masuk ke perut dan
akan menutup ketika makanan sudah melewati kerongkongan.
8. Apa hubungan pasien sering mengkonsumsi kopi tubruk dengan keluhan saat in
• Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia,
termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan
fenol, vitamin dan mineral. Kopi dapat merangsang lambung untuk
memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih
asam dan dapat mengiritasi mukosa lambung. Kafein di dalam kopi dapat
mempercepat proses terbentuknya asam lambung. Hal ini membuat produksi
gas dalam lambung berlebih sehingga sering mengeluhkan sensasi kembung di
perut.. Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa
berbagai faktor seperti keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam
kopi bisa memicu tingginya asam lambung. Sehingga tidak ada komponen
tunggal yang harus bertanggung jawab. Kafein dapat menimbulkan
perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem pernapasan, serta
sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum
kopi dalam jumlah wajar (1- 3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya
pikir lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat menyebabkan
stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan
sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Hormon gastrin yang
dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat
asam dari bagian fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat dapat
menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung
• Asam klorogenik pada kopi → relaksasi sfingter esofageal

9. apa hubungan pasien sering mengerjakan tugas sampai larut malam dengan keluhan
yang dialami saat ini?
• Dari scenario tersebut bisa kita simpulkan bahwa pasien ini pola makannya tidak
teratur dan kurang istirahat. Pada proses pencernaan manusia, rata rata lambung
mengolah makanan 3-4 jam, tergantung jenis dan sifat makanan. Pola makan
semestinya disesuaikan dngn kondisi lambung yang kososng dalam sistem
pencernaan. Ketika orang terlambat makan, asam lambung akan meningkat dan
pada akhirnya akan berlebihan. Produksi asam lambung yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya gesekan pad adinding lambung dan usus halus
sehingga menimbulkan rasa nyeri pada ulu hati. Selain itu asam lambung dapat
naik ke arah kerongkongan dan menyebabkan gejala heart burn
• ketika terlambat makan → produksi asam lambung meningkat
• asam lambung yang meningkat→ inflamasi rongga esofagus→ rasa terbakar
heartburn
• sering lembur → ada stress emsosional→ saraf parasimpatis → memengaruhi
tonus vagal→ sfingter esofagus relaksasi→ refluks
10. bagaimana hubungan hasil pemeriksaan fisik dan korelasinya dengan keluhan pasien
saat ini?
• keadaan umum tampak sakit sedang
• pasien sadar sepenuhnya dan dapat menjawab pertanyaan
• TD normal, denyut nadi normal, RR normal, sehu aksiler normal VAs; nyeri
sedang, 1-4 ringan 4-6 sedang 7-9 berat terkontrol 10 berat tidak terkontrol
• TB/BB BMI obesitas 25, 5
• pemeriksaan kepala, thoraks normal
• palpasi perut supel dan nyeri tekan di epigastrium
• hepar lien tidak teraba
• tidak dicurigai asites
11. Apa working diagnosis dan diagnosis banding yang sesuai dengan keluhan pasien?
• wdx: GERD
• ddx: Peptic ulcer disease, gangguan stroke paresis, esophageal diventricular,
achalasia, maag atau tukak lambung, dan esofagitis.
12. Bagaimana tatalaksana yang sesuai dengan diagnosis pasien?
• Tata laksana nonfarmakologis pasien GERD dilakukan dengan modifikasi gaya
hidup dan edukasi pasien yang baik.
• Modifikasi Diet
Makanan yang harus dihindari antara lain: Kafein,Coklat, Peppermin,
Makanan yang bersifat asam, misalnya jus jeruk atau soda, Makanan berlemak
tinggi, Makanan pedas
• Modifikasi Kebiasaan
Kebiasaan yang harus dimodifikasi di antaranya: Menghindari kebiasaan
merokok, baik aktif ataupun pasif, menghindari kebiasaan tidur atau duduk 3
jam postprandial, terutama saat malam hari, Menggunakan permen karet dapat
membantu menetralisir asam, Menghindari pakaian terlalu ketat, Menurunkan
berat badan, Olahraga teratur, Melatih pola pernapasan diafragm, Makan teratur
• farmakologis: pilihan obat antasid, PPI( terapi efektif dan direkomedasikan) →
mencegah asam lambung tinggi dosis,, pantoprezol dosis, esomeprazol: 60 mg
2x sehari, sukrafat
BAB IV

PETA MASALAH
BAB V

TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Definisi dan Klasifikasi GERD


2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Epidemiologi GERD
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Etiologi GERD
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Faktor Risiko GERD
5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Patofisiologi GERD
6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Manifestasi Klinis GERD
7. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang GERD
8. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Kriteria Diagnosis GERD
9. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Diagnosis Banding GERD
10. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Tatalaksana GERD
11. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Komplikasi GERD
12. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Prognosis GERD
13. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pencegahan GERD
14. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Integrasi Islam dengan skenario
BAB VI

TINJAUAN PUSTAKA

1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Tentang Definisi dan Klasifikasi


GERD
Gastroesophageal reflux (GER) adalah kondisi mengalirnya secara involunter isi lambung
melalui gastroesophageal junction ke dalam esofagus. Sedangkan Gastroesophageal reflux
Disease (GERD) adalah refluks patologik atau refluk yang cukup bermakna untuk
menimbulkan perubahan-perubahan fisik yang merugikan seperti pertambahan berat badan
yang buruk, ulserasi mukosa, atau simtom respiratorik kronik tidak disebabkan kausa yang
diketahui, usofagitis, hematemesis, striktur, anemia sideropenik, episode apnea yang
mengancam jiwa, ataupun sindrom kematian mendadak-bayi.
Prevalensi GER pada penderita asma lebih besar dari populasi umum, yaitu berkisar antara
50- 60% pada populasi anak dan pada populasi dewasa diperkirakan mencapai 60-80%. GER
merupakan penyebab ke-3 tersering timbulnya batuk, setelah asma dan sindroma sinobronkial.
Rata-rata kejadian GER pada asma anak mencapai 56% dan ini hampir sama dengan kejadian
di asma dewasa. Gejala pernapasan seperti batuk, sesak, mengi yang berkaitan dengan
gastrousofageal refluk dinamakan RARS (reflux-assosiated respiratory síndrome).
Gastroesofageal refluks (GER) merupakan faktor yang sering terlupakan dalam
etiopatogenesis asma. Asma dan GER dapat terjadi bersamaan pada seorang penderita tanpa
saling berhubungan atau keduanya saling memberatkan, yaitu efek fisiologik obstruksi jalan
nafas pada asma memperburuk GER atau GER memicu terjadinya bronkokonstriksi pada
asma.
Berdasarkan lokalisasi gejalanya, GERD dibagi menjadi dua, yaitu sindrom esofageal dan
esktraesofageal. Sindrom esofageal merupakan refluks esofageal yang disertai dengan atau
tanpa adanya lesi struktural. Gejala klinis sindrom esofageal tanpa lesi struktural berupa
heartburn dan regurgitasi, serta nyeri dada non-kardiak. Sedangkan pada sindrom esofageal
disertai lesi struktural, berupa refluks esofagitis, striktur refluks, Barret’s esophagus,
adenokarsinoma esofagus. Sindrom ekstraesofageal biasanya terjadi akibat refluks
gastroesofageal jangka panjang.
2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Epidemiologi GERD
Penyakit refluks gastroesofageal/gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan
penyakit gastrointestinal yang paling umum terjadi walau data epidemiologi di Indonesia tidak
tercatat secara jelas.
Global
Penyakit refluks gastroesofageal merupakan penyakit gastrointestinal yang paling umum.
Sekitar 9 juta kunjungan poli rawat jalan/outpatient department per tahun terkait dengan
GERD. Sekitar 5 dari 1000 orang per tahun di Amerika Serikat dan Inggris terkena GERD.
Prevalensi GERD diperkirakan sekitar 18.1%-27.8% di Amerika Utara, 8.8%-25.9% di Eropa,
2.5%-7.8% di Asia Timur, 11.6% di Australia, dan 23% di Amerika Selatan. Prevalensi GERD
di Asia jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara di Eropa dan Amerika, akan tetapi
angka ini juga terus meningkat dari tahun ke tahun sejak 1995 (p<0.0001), terutama di Asia
Timur.
Prevalensi GERD secara global adalah 13,98% dan sangat bervariasi menurut wilayah
(12,88% di Amerika Latin dan Karibia hingga 19,55% di Amerika Utara) dan negara (4,16%
di Cina hingga 22,40% di Turki). Menggunakan Revisi Prospek Populasi Dunia Perserikatan
Bangsa-Bangsa 2017, perkiraan jumlah individu yang menderita GERD secara global adalah
1,03 miliar. Beberapa faktor risiko yang terkait dengan peningkatan risiko GERD yang
signifikan juga diidentifikasi.
Indonesia
Epidemiologi GERD di Indonesia tidak tercatat dengan jelas. Data dari Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta menunjukkan bahwa 30 dari 127 pasien (22.8%) yang menjalani
endoskopi gastrointestinal atas dengan indikasi dispepsia mengalami esofagitis. Angka
kejadian esofagitis juga meningkat dari 5.7% menjadi 25,18% dari tahun 1997-2002 dengan
rata-rata kasus per tahun 13.13%.
Dalam The Lancet Gastroenterology & Hepatology, Kolaborator Penyakit Refluks
Gastroesofageal GBD 2017 menggunakan data dari Studi Beban Global Penyakit, Cedera, dan
Faktor Risiko (GBD) 2017 dan menerapkan alat statistik yang menggabungkan kovariat
prediktif dan penyesuaian untuk perbedaan dalam desain penelitian untuk menilai beban
global penyakit refluks gastroesofagus. Prevalensi penyakit refluks gastroesofageal standar
usia global stabil dari waktu ke waktu, pada 8791 (95% UI 7772-9834) kasus per 100.000
populasi pada tahun 1990 dan 8819 (7781–9863) kasus per 100.000 penduduk pada tahun
2017, dan penyakit ini bertanggung jawab atas sekitar 0,7% (95% UI 0.4–1·1) dari semua
tahun hidup dengan disabilitas secara global pada tahun 2017. Lebih lanjut, meskipun
prevalensi standar usia tampaknya stabil antara 1990 dan 2017, prevalensi semua usia
meningkat 18,1% antara 1990 dan 2017, sementara tahun hidup dengan disabilitas meningkat
67,1% antara 1990 dan 2017, mencerminkan peningkatan prevalensi di kelompok usia yang
lebih tua dan populasi yang menua dari waktu ke waktu.
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Etiologi GERD
Etiologi terjadinya penyakit refluks gastroesofageal / gastroesophageal reflux disease
(GERD) adalah paparan refluksat gaster berlebih ke dalam esofagus yang berlangsung secara
kronis. Refluksat gaster tersebut merupakan campuran dari asam lambung, sekresi asam
empedu, dan juga pankreas. Proses refluks ini terjadi secara multifaktorial, tetapi paling sering
disebabkan karena gangguan katup esofagus bawah.
GERD merupakan penyakit multifaktorial, di mana esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari
refluks kandungan lambung ke dalam esofagus apabila:

1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa
esofagus.
2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu kontak antara
bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama.
3. Terjadi gangguan sensitivitas terhadap rangsangan isi lambung, yang disebabkan oleh
adanya modulasi persepsi neural esofageal baik sentral maupun perifer sehingga
menyebabkan mukosa esofagus hipersensitif terhadap asam.

Refluks berulang pada GERD dapat diakibatkan oleh adanya kelemahan gastroesophageal
junction yang terjadi akibat:
1. relaksasi transien lower esophageal sphincter / LES
2. penurunan tekanan LES
3. kelainan anatomis akibat hernia hiatal.

Beberapa hal yang berperan dalam patogenesis GERD, di antaranya adalah: peranan infeksi
Helicobacter pylori, peranan kebiasaan/gaya hidup, peranan motilitas, dan hipersensitivitas
visceral.
• Peranan infeksi Helicobacter pylori (H. pylori)
Peranan infeksi H. pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan kurang
didukung oleh data yang ada. Namun demikian, ada hubungan terbalik antara
infeksi H. pylori dengan strain virulen (Cag A positif) dengan kejadian esofagitis,
esofagus Barrett dan adenokarsinoma esofagus. H. pylori tidak menyebabkan atau
mencegah penyakit refluks dan eradikasi dari H. pylori tidak meningkatkan risiko
terjadinya GERD.
• Peranan kebiasaan/gaya hidup
Peranan alcohol diet serta faktor psikis tidak bermakna dalam patogenesis GERD,
namun demikian khusus untuk populasi Asia-Pasifik ada kemungkinan alkohol
mempunyai peranan lebih penting sebagaimana ditunjukkan dalam studi
epidemiologi terkini dari Jepang. Beberapa studi observasional telah menunjukkan
bahwa pengaruh rokok dan berat badan berlebih sebagai faktor risiko terjadinya
GERD. Beberapa obat-obatan seperti bronkodilator juga dapat mempengaruhi
GERD
• Peranan motilitas
Pada pasien GERD, mekanisme predominan adalah transient lower esophageal
spinchter relaxation (TLESR). Beberapa mekanisme lain yang berperan dalam
patogenesis GERD antara lain menurunnya bersihan esofagus, disfungsi sfingter
esofagus, dan pengosongan lambung yang lambat.
• Hipersensitivitas visceral
Akhir-akhir ini diketahui peranan refluks non-asam/gas dalam patogenesis GERD
yang didasarkan atas hipersensitivitas viseral. Sebagaimana telah dijelaskan di
atas, hipersensitivitas viseral memodulasi persepsi neural sentral dan perifer
terhadap rangsangan regangan maupun zat non-asam dari lambung.
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Faktor Risiko GERD
Saat ini, tidak ada penyebab yang diketahui untuk menjelaskan perkembangan GERD. Selama
bertahun-tahun, beberapa faktor risiko telah diidentifikasi dan terlibat dalam patogenesis
GERD. Kelainan motorik seperti dismotilitas esofagus yang menyebabkan gangguan
pembersihan asam esofagus, gangguan tonus sfingter esofagus bagian bawah (LES), relaksasi
LES sementara, dan pengosongan lambung yang tertunda termasuk dalam penyebab
GERD. Faktor anatomi seperti adanya hernia hiatus atau peningkatan tekanan intra-abdomen,
seperti yang terlihat pada obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko GERD. Sebuah meta-
analisis oleh Hampel H et al. menyimpulkan bahwa obesitas dikaitkan dengan peningkatan
risiko mengembangkan gejala GERD, esofagitis erosif, dan karsinoma esofagus. Studi
ProGERD oleh Malfertheiner, et al. mengevaluasi faktor prediktif untuk penyakit refluks
erosif pada lebih dari 6000 pasien dengan GERD dan mencatat bahwa rasio odds untuk
penyakit erosif meningkat dengan indeks massa tubuh (BMI). Beberapa faktor risiko lain telah
dikaitkan secara independen dengan perkembangan gejala GERD yang meliputi: usia 50
tahun, status sosial ekonomi rendah, penggunaan tembakau, konsumsi alkohol berlebih,
gangguan jaringan ikat, kehamilan, supinasi postprandial, dan kelas obat yang berbeda
termasuk antikolinergik. obat-obatan, benzodiazepin, penggunaan NSAID atau aspirin,
nitrogliserin, albuterol, penghambat saluran kalsium, antidepresan, dan glukagon.
5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Patofisiologi GERD
Fisiologi Normal Esofagus
Esofagus tersusun dari epitel skuamosa berlapis atau stratified squamous epithelium yang
rentan mengalami kerusakan akibat asam. Untuk melindungi jaringan mukosa di esofagus di
bagian bawah esofagus terdapat sfingter yang disebut sfingter esofagus bawah atau dalam
Bahasa inggris Lower Esophangial Sfingter yang akan berelaksassi atau membuka ketika
menelan dan akan berkontraksi saat tidak ada aktivitas menelan agar cairan asam lambung
tidak naik ke atas esofagus. Dalam keadaan normal, saat beristirahat LES memiliki tekanan
rata-rata sekitar 20 mmHg. Untuk memungkinkan lewatnya bolus saat menelan tekana LES
akan turun dalam 1,5 hingga 2,5 detik setelah menelan. Penurunan tekanan LES akan
mengakibatkan kenaikan asam lambung dan mencapai esofagus walaupun dalam keadaan
tidak menelan. Apabila asam lambung mencapai esofagus maka pH pada esofagus akan
mengalami penurunan keadaan ini yang disebut refluks asam. Namun, esofagus memiliki
mekanisme pertahanan terhadap refluks asam yaitu melalui Gerakan peristaltic primer dan
sekunder. Gerakan peristaltik primer adalah gerakan saat kita menelan dan Gerakan peristaltic
sekunder adalah Gerakan otot esofagus yang yang terjadi beberap saat setelah kita menelan.
Beberapa refluks asam sebenarnya normal terjadi ketika ada aktivitas menelan namun hanya
terjadi dalam waktu sementara. Refluks asam yang terjadi secara normal juga akan di
netralisasai oleh saliva.
Patogenesis GERD
Patogenesis terjadinya GERD berhubungan dengan keseimbangan antara faktor defensif dari
esofagus dan faktor ofensif dari refluksat

A. Faktor Defensif Esofagus


a. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus
LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya
peningkatan tekanan intra abdomen.
Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES

1. Peningkatan tekanan intraabdominal karena obesitas atau kehamilan


2. Adanya hiatus hernia
3. Panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya)
4. Obat-obatan seperti beta agonis calcium channel blockers, anti-kolinergik
5. Makanan seperti kopi, alkohol, cokelat, mint, makanan berlemak, makanan
pedas, dan asam

Namun dengan berkembangnya teknik pemeriksaan manometri, tampak


bahwa pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang
berperan dalam terjadinya proses refluks ini adalah transient LES
relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan
berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum
diketahui bagaimana terjadinya LES ini, tetapi pada beberapa individu
diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung lambat
(delayed gastric emptying) dan dilatasi lambung. peranan hiatus hernia
pada patogenesis terjadinya GERD masih kontroversial. Banyak pasien
GERD yang pada pemeriksaan endoskopi ditemukan hiatus hernia, namun
hanya sedikit yang memperlihatkan gejala GERD yang signifikan. Hiatus
hernia dapat memperanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam
dari esofagus serta menurunkan tonus LES.

b. Bersihan asam dari lumen esofagus

Faktor-faktor yang berperan pada bersihan asam dari esofagus adalah gravitasi,
peristaltik, sekresi air liur dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks, sebagian besar
abahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang
dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang
disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esofagus. Mekanisme bersihan ini sangat
penting, karena makin lama kontak antara bahan refluksat dengan esofagus akam
memperbesar kemungkinana terjadinya inflamasi pada esofagus atau esofagitis.
Refluks malam hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi menimbulakn
kerusakan esofagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan
esofagus tidak aktif.

c. Ketahanan epitelia esofagus

Berbeda dengan lambung dan duodenum, esofagus tidak memiliki lapisan mukus
yang melindungi mukosa esofagus. Mekanisme ketahanan esofagus terdiri dari:

1. Membran sel
2. Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke
jaringan esofagus. Aliran darah esofagus yang mensuplai nutrisi, oksigen,
dan bikarbonat, serta mengeluarkan ion H+ dan CO
3. Sel-sel esofagus mempunyai kemampuan untuk mentransport ion H+ dan Cl
intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler.

Kandungan nikotin pada rokok dapat menghambat transport ion Na+ melalui
epitel esofagus, sedangkan alkohol an aspirin meningkatkan permeabilitas
epitel.

B. Faktor Ofensif dari Bahan Refluksat

Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung pada bahan yang dikandungnya. Derajat
kerusakan mukosa esofagus makin meningkat pada pH 2, atau adanya pepsin atau
garam empedu. Nama dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya rusak paling
tinggi adalah asam. Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala
GERD adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis,
antara lain: dilatasi lambung atau obstruksi gastrik outlet dan delayed gastik emptying.
6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Manifestasi Klinis GERD
Manifetasi Klinis GERD
• Heartburn (Mulas) dan Regurgitasi Asam
Heartburn (mulas) merupakan gejala GERD yang paling umum. Presentasi
klasiknya adalah sensasi terbakar retrosternal yang menyebar ke faring. Biasanya
terjadi setelah makan (biasanya 30 hingga 60 menit setelah makan) atau saat
berbaring di malam hari. Hal ini juga dapat diperparah dengan membungkuk.33
Banyak pasien dapat memperoleh bantuan dengan berdiri tegak atau mengambil
antasida untuk membersihkan asam dari kerongkongan.

Mulas diyakini disebabkan oleh rangsangan asam pada ujung saraf sensorik di
lapisan yang lebih dalam dari epitel esofagus. Jika refluks asam dalam jumlah
berlebihan memasuki kerongkongan, kontak yang lama dengan lapisan
kerongkongan akan melukai kerongkongan dan menghasilkan sensasi terbakar.
Untuk mulas terjadi, refluks harus cukup asam.

Sakit maag sebagai keluhan utama esofagus memiliki tingkat keandalan yang
tinggi dalam mendiagnosis GERD. Banyak pasien, bagaimanapun, memiliki gejala
dispepsia yang kurang spesifik dan mungkin atau mungkin tidak mengalami mulas.
Peningkatan frekuensi mulas (dari sesekali menjadi lebih dari dua kali per minggu)
menunjukkan GERD. Ketika kedua mulas dan regurgitasi hadir, diagnosis GERD
dapat dibuat dengan kepastian lebih dari 90%. Pasien yang memiliki gejala dan
refluks asam tetapi paparan asam esofagus normal telah diklasifikasikan sebagai
memiliki mulas fungsional atau "esofagus yang sensitif terhadap asam." Namun,
pasien dengan sindrom Zollinger-Ellison mungkin hanya menunjukkan gejala
GERD. Baik mulas dan regurgitasi dianggap sebagai gejala klasik GERD.

Regurgitasi asam adalah kembalinya isi lambung yang asam dengan mudah ke
kerongkongan tanpa mual, mual, atau kontraksi perut. Seperti mulas, regurgitasi
biasanya terjadi setelah makan, terutama setelah makan besar, dan dapat
diperburuk oleh posisi berbaring, mengejan, atau membungkuk. Jika refluks isi
lambung asam yang merugikan meluas ke luar kerongkongan ke paru-paru, laring,
faring, atau rongga mulut, gejala GERD ekstraesofagus dapat terjadi.
• Disfagia dan Odinofagia
Disfagia adalah persepsi gangguan pergerakan bahan tertelan dari faring ke
lambung. Ini mempengaruhi lebih dari 30% pasien dengan GERD. Kemungkinan
penyebabnya termasuk disfungsi peristaltik, peradangan, striktur peptikum, atau
cincin Schatzki. Alternatifnya, jika tidak ditemukan kelainan fisik, penyebabnya
mungkin sensitivitas esofagus yang abnormal terhadap pergerakan bolus selama
peristaltik.

Disfagia orofaringeal adalah persepsi gangguan pergerakan bolus dari orofaring


ke esofagus bagian atas, sedangkan disfagia esofagus adalah persepsi gangguan
transit melalui badan esofagus. Perbedaan biasanya dapat dibuat dari anamnesis
yang cermat. Di antara pasien dengan GERD yang signifikan, disfagia tidak jarang
terjadi dan dapat mengindikasikan striktur esofagus. Di antara mereka dengan
disfagia berat atau baru-baru ini, kanker esofagus harus disingkirkan.

Odynophagia adalah nyeri substernal tajam yang terjadi saat menelan. Rasa
sakitnya mungkin sangat parah sehingga membatasi asupan oral. Penyebab
odynophagia adalah ulserasi esofagus, terutama dalam pengaturan esofagitis
menular. Ini juga dapat disebabkan oleh cedera korosif dari konsumsi zat kaustik
atau oleh borok yang disebabkan oleh pil.

• Nyeri Dada Nonkardiak


Nyeri dada nonkardiak mengacu pada nyeri dada substernal yang tidak dapat
dijelaskan yang menyerupai infark miokard tanpa bukti penyakit arteri koroner.
GERD adalah penyebab gastrointestinal yang paling umum dari nyeri dada
nonkardiak. Kedekatan kerongkongan ke jantung dan energi visceral bersama
diyakini menjadi faktor yang mendasarinya. Nyeri diperkirakan terjadi sebagai
akibat stimulasi kemoreseptor atau oleh distensi esofagus. Angina mikrovaskular
yang sebenarnya tidak tergantung pada refluks mungkin juga menjadi
penyebabnya.
Nyeri dada nonkardiak bisa tajam atau tumpul dan dapat menyebar luas ke leher,
rahang, lengan, atau punggung. Kita juga harus ingat bahwa nyeri dada substernal
dapat disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Respon pasien terhadap olahraga
merupakan salah satu aspek dari riwayat yang dapat membantu membedakan
mulas dari penyakit jantung atau infark miokard. Nyeri akibat penyakit jantung
dapat diperburuk dengan olahraga dan mungkin berkurang dengan istirahat. Mulas
cenderung tidak terkait dengan aktivitas fisik, dengan kemungkinan pengecualian
membungkuk, yang terkadang memperburuk mulas.

• Gejala Ekstraesofageal
Komplikasi ekstraesofageal GERD (lihat artikel berikut dalam suplemen ini) telah
menjadi semakin dikenal. Pada setengah dari pasien dengan gejala seperti itu,
GERD dapat menjadi faktor penyebab atau memperburuk, terutama jika gejalanya
refrakter. Karena banyak dari pasien ini tidak mengalami gejala GERD klasik
seperti mulas atau regurgitasi, diagnosis sering diabaikan. Dalam banyak kasus,
diagnosis bertumpu pada hasil pengobatan empiris.

Gejala ekstraesofageal yang paling umum yang terkait dengan GERD adalah nyeri
dada noncardiac, suara serak kronis, batuk kronis, dan asma. Refluks asam ke paru-
paru menyebabkan gejala paru seperti batuk kronis, mengi intermiten, asma,
bronkitis, aspirasi atau pneumonia berulang, dan fibrosis interstisial. Refluks asam
yang mencapai mulut dapat mengikis email gigi sehingga menyebabkan kerusakan
gigi. Gejala oral lainnya termasuk gingivitis, halitosis, ulkus aphthous, dan water
brash. Refluks asam ke tenggorokan menyebabkan sakit tenggorokan dan sensasi
globus. Peradangan pita suara dapat menyebabkan laringitis posterior kronis dan
suara serak. Otalgia dan cegukan adalah kemungkinan gejala ekstraesofageal
lainnya.

• Gejala Kambuh dan Kronisitas


Kita tahu bahwa pasien dengan refluks esophagitis memiliki tingkat kekambuhan
endoskopi dan gejala yang tinggi jika terapi dihentikan atau jika dosis obat
diturunkan. Pasien dengan tingkat esofagitis yang lebih tinggi sangat mungkin
mengalami kekambuhan jika mereka tidak diberikan terapi pemeliharaan yang
efektif. Data dari banyak penelitian telah menghasilkan tingkat kekambuhan 80%
atau lebih (tanpa terapi pemeliharaan) dalam waktu 6 bulan setelah penghentian
terapi di antara pasien dengan esofagitis yang relatif parah.
Terapi penekanan asam dapat mengontrol gejala dan menyembuhkan esofagitis
erosif. Karena tidak dapat memperbaiki masalah motilitas yang mendasari,
bagaimanapun, kekambuhan sering terjadi setelah pengobatan dihentikan. Bahkan
di antara pasien dengan gejala ekstraesofageal, kekambuhan gejala sering terjadi
dalam beberapa bulan setelah penghentian terapi. Kesan klinis yang terkait dengan
GERD, oleh karena itu, adalah salah satu kronisitas, meskipun ekspresi kronisitas
penyakit berbeda di antara pasien. Sebagian besar pasien, terutama mereka dengan
esofagitis erosif atau penyakit ekstraesofageal, memerlukan terapi medis
berkelanjutan atau pembedahan untuk menghilangkan gejala yang memadai.
7. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan
Penunjang GERD

Pemeriksaan fisik
• Lingkar pinggang, berat badan, dan BMI relevan dengan risiko.
• Skleroderma mungkin, jarang, ada.
• Evaluasi dan inspeksi untuk menyingkirkan masalah medis lain seperti asma,
penyakit jantung, dan kanker
• Anemia, penurunan berat badan
• Orofaring: ulserasi, kandidiasis, lesi, massa, erosi gigi lingual, karies
• Leher: nodul, massa
• Paru-paru: mengi, crackles
• Telinga: gangguan pendengaran, efusi telinga tengah (bukti tidak mendukung
gastroesophageal reflux sebagai penyebab otitis media)
• Abdomen: massa, nyeri tekan
• Tanda (lokal atau sistemik) keganasan jika riwayat dan pemeriksaan
mencurigakan

Pemeriksaan Penunjang
1) Pemantauan pH Esofageal
Pemantauan pH esofagus selama 24 jam secara ambulatoir memegang peranan
penting dalam mendiagnosis GER khususnya pada penderita asma tanpa gejala
klasik atau pada asma yang sulit diobati. Pemeriksaan ini gold standard untuk
mendeteksi GER karena dapat menunjukkan korelasi antara episode GER dengan
wheezing atau gejala lain yang menunjukkan bronkospame. Gejala respiratorik
timbul selama episode refluks asam (pH esofagus <4) atau dalam 10 menit
sesudahnya, menunjukkan korelasi dan dugaan GER sebagai pemicu asma.
Sedangkan timbulnya refluks asam setelah gejala respiratorik menunjukkan asma
memicu GER.
2) Endoskopi
Endoskopi merupakan metode yang paling dapat diandalkan untuk mendeteksi
esofagitis tetapi mungkin kurang diperlukan untuk diagnosis GER karena sebagian
besar penderita GER tidak diapatkan adanya bukti esofagitis (misalnya eritema
mukosa, edema, erosi atau ulserasi). Endoskopi seharusnya dilakukan pada
penderita dengan gejala refrakter / telah mendapat terapi GER yang adekuat, yaitu
untuk mengevaluasi adanya Barret’s esophagus atau esofagitis ulseratif.
3) Tes perfusi Asam (Tes Bernstein)
Pemeriksaan ini tidak menunjukkan ada atau tidaknya GER tetapi lebih
menunjukkan akibat dari paparan asam lambung yang lama pada esofagus
(misalnya esofagitis). Tes ini dilakukan dengan perfusi salin dan larutan 0.1 N HCl
bergantian secara lambat pada mid-esofagus melalui nasogastric tube. Tes positif
bila gejala yang diprovokasi dengan gejala yang terjadi spontan. Hasil yang negatif
tidak menyingkirkan adanya refluks.
4) Manometri Esofagus (Studi Motilitas Esofagus)
Manometri berguna untuk mengevaluasi gangguan motor seperti akalasia, spasme
esofagus 2315 yang difus, akan tetapi kurang berguna untuk menilai GER karena
adanya overlapping tekanan LES yang rendah pada penderita dengan dan tanpa
refluks. Pada penderita dengan tekanan LES yang sangat rendah (< 6 mmHg) lebih
mudah untuk mengalami esofagitis.
5) Esofagografi Barium (Upper Gastrointestinal Series)
Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan adanya abnormalitas anatomik, mendeteksi
esofagitis, ulkus peptikum, striktur dan hernia hiatus serta memberikan informasi
fungsi menelan. Karena pemeriksaan ini tidak spesifik dan tidak sensitif untuk
GER maka hasil yang normal tidak menyingkirkan adanya GER
8. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Kriteria Diagnosis GERD
Berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux
Disease yang dikeluarkan oleh American College of Gastroenterology tahun 2013,
diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan:
1) Empirical Therapy
2) Use of Endoscopy
3) Ambulatory Reflux Monitoring
4) Esophageal Manometry (lebih direkomendasikan untuk evaluasi preoperasi untuk
eksklusi kelainan motilitas yang jarang seperti achalasia atau aperistaltik yang
berhubungan dengan suatu kelainan, misalnya skleroderma)
Terapi empirik merupakan upaya diagnostik yang dapat diterapkan di pusat pelayanan
kesehatan primer karena upaya diagnostiknya sederhana dan tidak membutuhkan alat
penunjang diagnostic
Diagnosis GERD ditegakkan berdasarkan gejala klasik dari hasil anamnesis dan pengisian
kuesioner, serta berdasarkan hasil uji terapi PPI (Proton Pump Inhibitor). gejala klasik
GERD yaitu heartburn, regurgitasi, atau keduanya yang terjadi sesaat setelah makan
(terutama makan makanan berlemak dan porsi besar). Selain itu, gejala klasik GERD juga
dapat dinilai dengan Gastroesophageal Reflux Disease – Questionnairre (GERD-Q).
GERD-Q merupakan sebuah kuesioner yang terdiri dari 6 pertanyaan mengenai gejala
klasik GERD, pengaruh GERD pada kualitas hidup penderita serta efek penggunaan obat-
obatan terhadap gejala dalam 7 hari terakhir. Berdasarkan penilaian GERD-Q, jika skor
>8 maka pasien tersebut memiliki kecenderungan yang tinggi menderita GERD, sehingga
perlu dievaluasi lebih lanjut. Selain untuk menegakkan diagnosis, GERD-Q juga dapat
digunakan untuk memantau respons terapi.
Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis GERD adalah uji terapi PPI. Uji terapi PPI
merupakan suatu terapi empirik dengan memberikan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu
tanpa pemeriksaan endoskopi sebelumnya. Indikasi uji terapi PPI adalah penderita dengan
gejala klasik GERD tanpa tanda-tanda alarm. Tanda-tanda alarm meliputi usia >55 tahun,
disfagia, odinofasia, anemia defisiensi besi, BB turun, dan adanya perdarahan (melena/
hematemesis). Apabila gejala membaik selama penggunaan dan memburuk kembali
setelah pengobatan dihentikan, maka diagnosis GERD dapat ditegakkan.
9. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Diagnosis Banding GERD
1. Gastritis akut
terjadi ketika peradangan di lapisan lambung berlangsung secara tiba-tiba. Kondisi
ini menyebabkan nyeri ulu hati hebat yang bersifat sementara.
2. Gastritis kronis
peradangan pada lambung yang gejala awalnya ringan, semakin hari jadi semakin
parah. Kondisi ditandai dengan rasa sakit perut di bagian atas (area lambung) yang
tumpul dan tak kunjung hilang. Namun pada beberapa kasus, gastritis kronis dapat
tidak menimbulkan rasa sakit.
3. Peptic ulcer (tukak lambung)
tukak lambung dapat terjadi ketika lapisan mukus pada lambung terkikis dan asam
lambung langsung mengenai jaringan lambung.
4. Crohn’s disease
peradangan pada lapisan dinding sistem pencernaan. Peradangan ini bisa terjadi
mulai dari mulut hingga anus, tetapi lebih sering terjadi di bagian usus halus dan
usus besar (kolon)
5. Gastrinoma
tumor langka yang terbentuk di pankreas atau usus dua belas jari (duodenum).
Gastrinoma berkembang pada sel-sel yang menghasilkan gastrin yang merupakan
hormon yang bertanggungjawab untuk mensekresi asam lambung.
6. Primary gastric limfoma
merupakan kasus yang langka, limfoma berasal dari tempat lain dan bermetastasis
ke abdomen
7. Gastric adenocarcinoma
kanker yang terjadi pada lambung
10. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Tatalaksana GERD
Tata laksana merupakan tindakan oleh dokter untuk menangani pasien GERD. Jenis
tatalaksananya berupa non-farmakologis, farmakologis, endoskopi, dan bedah. Tujuan
tatalaksana GERD diantaranya, menghilangkan gejala/keluhan, menyembuhkan lesi
esofagus, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah terjadi
komplikasi.

Nonfarmakologi
• pada pasien dengan berat badan berlebih, disarankan untuk mengurangi berat badan.
• menghentikan konsumsi alkohol dan rokok
• mengurangi makanan atau obat-obatan yang merangsang asam lambung dan
menyebabkan refluks
• makan tidak boleh terlalu kenyang dan paling lambat 3 jam sebelum tidur.

Farmakologi
Obat-obat yang telah diyakini dapat mengatasi gejala GERD yakni, golongan antasida,
PPI, antagonis reseptor H2, prokinetik, dan baclofen dan dari beberapa obat tersebut yang
paling efektif menghilangkan gejala dan menyembuhkan lesi esofagitis yakni PPI. Pada
pasien dengan gejala dada terbakar dan regurgitasi episodik setelah makan dapat diberikan
antagonis reseptor H2 untuk penanganan lebih cepat.
Pengobatan pasien setelah didiagnosis GERD dimulai dengan pemberian sediaan PPI.
Dosis awal berupa dosis tunggal yang diberikan pagi hari 30 menit sebelum sarapan.
Apabila gejala masih muncul(PPI Failure) diberikan PPI dosis ganda selama 4-8 minggu.

Apabila kondisi klinis masih belum menunjukkan perbaikan harus dilakukan pemeriksaan
endoskopi untuk mendapatkan kepastian adanya kelainan pada mukosa saluran cerna atas.
Pengobatan selanjutnya dapat diberikan sesuai dengan ringan-beratnya kerusakan
mukosa. Untuk esofagitis ringan dapat dilanjutkan dengan terapi on demand. Sedangkan
untuk esofagitis berat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan kontinu, yang dapat
diberikan sampai 6 bulan.

Tabel klasifikasi ERD berdasarkan pemeriksaan endoskopi

Grade A dan B termasuk kategori klinis esofagitis ringan. Grade C dan D termasuk
kategori klinis esofagitis berat. Untuk NERD, pengobatan awal dapat diberikan PPI dosis
tunggal selama 4-8 minggu. Setelah gejala-gejala klinis menghilang, terapi dapat
dilanjutkan dengan PPI on demand. Penggunaan on demand ini disarankan untuk
memaksimalkan supresi asam lambung, diberikan 30-60 menit sebelum makan pagi.
GERD yang refrakter terhadap terapi PPI (tidak berespons terhadap terapi PPI dua kali
sehari selama 8 minggu) harus dikonfirmasi untuk reevaluasi diagnosis GERD dengan
pemeriksaan endoskopi dalam rangka memastikan adanya esofagitis. Apabila tidak
ditemukan esofagitis, dilanjutkan dengan pemeriksaan pH-metri. Dari hasil pemeriksaan
pH-metri akan dapat ditentukan keterlibatan dominan refluks asam lambung oleh faktor
hiperasiditas atau oleh faktor patologi anatomik (gangguan SEB, hiatus hernia, dsb).
Apabila kesimpulan pHmetri menunjukkan adanya dominan faktor patologi anatomik
dengan tetap ditemukan gejala klinis, maka dapat dipertimbangkan tindakan diagnostik
esophageal impedance dan pH untuk memastikan langkah terapeutik berikutnya (langkah
terapi tersier).
11. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Komplikasi GERD
1) Esofagitis erosif (EE)
Esofagitis (kerusakan mukosa esofagus) adalah komplikasi GERD yang paling
umum, terjadi pada sekitar 50% pasien. EE ditandai dengan erosi atau ulserasi pada
mukosa esofagus. Pasien mungkin asimtomatik atau dapat datang dengan gejala
GERD yang memburuk. Derajat esofagitis dinilai secara endoskopi menggunakan
sistem klasifikasi esofagitis Los Angeles, yang menggunakan sistem penilaian A,
B, C, D berdasarkan variabel yang mencakup panjang, lokasi, dan tingkat
keparahan kerusakan mukosa di esofagus. Esofagitis dapat sangat bervariasi dalam
tingkat keparahan dengan kasus yang parah mengakibatkan erosi yang luas,
ulserasi dan penyempitan esofagus. Esofagitis juga dapat menyebabkan
perdarahan gastrointestinal (GI). Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat
muncul sebagai anemia, hematemesis, emesis bubuk kopi, melena, dan apabila
cepat, hematokezia. Esofagitis dapat didiagnosis dengan menggunakan endoskopi,
meskipun tidak selalu dapat dinilai dengan endoskopi. Sebanyak 50% pasien
dengan gejala GERD tidak menunjukkan bukti esofagitis pada endoskopi. Namun,
dokumentasi komplikasi ini penting dalam mendiagnosis GERD. Derajat
esofagitis dijelaskan oleh klasifikasi Savary-Miller sebagai berikut.
• Derajat I – Eritema
• Derajat II – Erosi nonkonfluen linier
• Derajat III – Erosi konfluen melingkar
• Derajat IV – Striktur atau Barrett esophagus.

2) Striktur Esofagus
Iritasi asam kronis pada esofagus distal dapat menyebabkan jaringan parut pada
esofagus distal yang mengarah pada pembentukan striktur peptikum. Pasien dapat
datang dengan gejala disfagia esofagus atau impaksi makanan. Pedoman ACG
merekomendasikan dilatasi esofagus dan melanjutkan terapi PPI untuk mencegah
perlunya dilatasi berulang. Striktur refluks gastroesofageal biasanya terjadi pada
esofagus bagian tengah hingga distal dan dapat divisualisasikan pada pemeriksaan
saluran cerna bagian atas dan endoskopi. Adanya striktur dengan riwayat refluks
juga dapat membantu mendiagnosis GERD. Pasien datang dengan disfagia
terhadap makanan padat dan muntah makanan yang belum tercerna.
Sebagai aturan, adanya striktur esofagus merupakan indikasi bahwa pasien
memerlukan konsultasi dan perawatan bedah (biasanya konsultasi bedah). Ketika
pasien datang dengan disfagia, barium esofagografi diindikasikan untuk
mengevaluasi kemungkinan pembentukan striktur. Dalam kasus ini, terutama jika
dikaitkan dengan impaksi makanan, esofagitis eosinofilik harus disingkirkan
sebelum mencoba melakukan dilatasi mekanis pada daerah esofagus yang
menyempit.

3) Barrett Esophagus
Komplikasi paling serius dari GERD yang sudah berlangsung lama atau parah
adalah perkembangan kerongkongan Barrett. Kerongkongan Barrett didapati pada
8% -15% pasien dengan GERD. Komplikasi ini terjadi sebagai akibat pajanan
asam patologis kronis pada mukosa esofagus distal. Hal ini menyebabkan
perubahan histopatologi (metaplasia) dari mukosa esofagus distal, yang biasanya
dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis menjadi epitel kolumnar metaplastik.
Perubahan esofagus Barrett dapat meluas ke proksimal dari gastroesophageal
junction (GEJ) dan berpotensi berkembang menjadi adenokarsinoma esofagus.
Kerongkongan Barrett lebih sering terlihat pada pria Kaukasia di atas 50 tahun,
obesitas, dan riwayat merokok dan merupakan predisposisi untuk perkembangan
adenokarsinoma esofagus. Pedoman saat ini merekomendasikan pengawasan
endoskopi secara berkala pada pasien dengan diagnosis esofagus Barrett.
Pemeriksaan histologis spesimen biopsi esofagus diperlukan untuk menegakkan
diagnosis. Berbagai derajat displasia dapat ditemukan pada pemeriksaan
histologis.
Kerongkongan Barrett dengan metaplasia tipe usus memiliki potensi ganas dan
merupakan faktor risiko untuk berkembangnya adenokarsinoma esofagus,
meningkatkan risiko adenokarsinoma 30-40 kali. Insiden adenokarsinoma
esofagus terus meningkat di masyarakat Barat. Saat ini, adenokarsinoma
menyumbang lebih dari 50% kanker kerongkongan di negara-negara industri
Barat. Seperti halnya striktur esofagus, adanya Barrett esofagus menunjukkan
perlunya konsultasi dan perawatan bedah (biasanya fundoplikasi bedah).
12. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Prognosis GERD
Prognosis penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal reflux disease / GERD)
cukup baik asalkan pasien mau memodifikasi gaya hidup dan menjalani pengobatan
dengan patuh. GERD yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi, di antaranya
berupa Barrett esofagus dan kanker esofagus. Sehingga pasien dengan GERD memerlukan
terapi pemeliharaan dengan jangka panjang. Pasien dengan komplikasi berat, terapi bedah
dapat memperbaiki gejala pada 92% kasus. Salah satu uji klinis menunjukkan remisi 5
tahun pasien GERD sekitar 92% pada terapi PPI dan 85% pada terapi operasi. Namun
demikian, terapi sering kali harus dilakukan secara jangka panjang karena risiko untuk
relaps sangat tinggi.
13. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang KIE dan Pencegahan GERD

• Kendalikan berat badan

Obesitas umumnya meningkatkan tekanan perut sehingga meningkatkan peluang


itu asam lambung akan dipaksa naik ke kerongkongan. Menurunkan berat badan
mungkin saja satu cara terbaik untuk mengurangi refluks

• Hindari makanan pemicu dan obat-obatan yang memperparah gejala

Menghindari konsumsi makanan yang dapat memperparah gejala, seperti makanan


berlemak, beberapa buah dan sayur yang bersifat asam, coklat, mint, kopi, teh,
alkohol dan minuman bersoda. Di antara obat-obatan, beberapa otot relaxer dan
obat tekanan darah diketahui menyebabkan GERD

• Makan porsi lebih kecil namun lebih sering

Makanan besar memperluas perut dan bisa membesar ke atas tekanan pada LES.
Hal yang sama juga terjadi untuk air: Minum dalam jumlah yang lebih sedikit
sepanjang hari daripada beberapa hari gelas besar penuh. Mengunyah sebatang
permen karet 30 menit setelah makan merangsang produksi air liur, yang pada
gilirannya dapat menetralkan dan mengencerkan asam lambung

• Hindari berbaring setelahnya makan.

Tunggu 2-3 jam sebelum berbaring. Bahkan membungkuk di bagian pinggang


segera setelah makan meningkatkan tekanan perut dan LES. Saat Anda tegak,
gravitasi tidak hanya menjaga isi perut dari cadangan tapi juga mendorong mereka
untuk mengalir ke bawah ke dalam usus. Jalan-jalan setelahnya makan dan hindari
camilan sebelum tidur.

• Mengangkat kepala pada tempat tidur kira-kira 6 inci.

Penyebab berbaring datar isi perut untuk menekan LES, terutama jika Anda
cenderung tidur di sisi kananmu. Memiliki kepala dan bahu lebih tinggi dari perut
membantu gravitasi 34 menjaga tempat makan terakhir Anda ini milik. Di bagian
kepala tempat tidur posisikan baji busa padat di bawah kasur atau kencangkan
balok kayu di bawah kaki tempat tidur di ujung itu. Hanya menggunakan bantal
ekstra mungkin tidak berhasil.

• Berhenti merokok dan hindari alkohol.

Nikotin dapat melemahkan LES, sementara merokok merangsang asam lambung


produksi. Alkohol, juga meningkatkan produksi asam dan dapat mengendurkan
sfingter perut.

• Kenakan pakaian yang longgar

Ikat pinggang dan korset pakaian, jika terlalu ketat, juga bisa mendorong makanan
kembali ke kerongkongan. Gunakanlah pakaian longgar saat tidur

• Relaks.

Stres bisa menyebabkan visceral sensasi, seperti perasaan kenyang atau rasa sakit,
dan dapat menyebabkan perilaku itu memicu mulas, seperti makan berlebihan.
Cukup tidur, makanlah yang seimbang diet dan pertimbangkan untuk
mempelajarinya teknik visualisasi, pernapasan atau meditasi. Olahraga juga bisa
membantu, setidaknya dua jam setelah makan.

• Pemberian obat bethanechol atau metoclopramide dapat digunakan untuk


membuat sphincter bagian bawah lebih ketat.
14. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Integrasi Islam Sesuai Skenario
• QS. As-Sajdah Ayat 16
َ‫ط َمعًا َّومِ َّما َرزَ ۡق ٰن ُه ۡم ي ُۡن ِفقُ ۡون‬
َ ‫اج ِع يَ ۡدع ُۡونَ َربَّ ُه ۡم خ َۡوفًا َّو‬
ِ ‫ض‬َ ‫ع ِن ۡال َم‬
َ ‫تَت َ َجا ٰفى ُجنُ ۡوبُ ُه ۡم‬
Artinya:
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya
dengan rasa takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari
rezeki yang Kami berikan kepada mereka”

• QS. Abasa Ayat 24-32


ً ‫شقّا ً فَأَن َبتْنَا فِي َها َح ّبا ً َو ِعنَبا ً َوقَضْبا ً َوزَ ْيتُونا‬
َ ‫ض‬ ْ ‫شقَ ْقنَا ا‬
َ ‫ال ْر‬ َ ‫ص َب ْبنَا ْال َمآ َء‬
َ ‫ص ّبا ً ث ُ َّم‬ َ ‫ط َعامِ ِه أَنَّا‬
َ ‫سا ُن ِإلَى‬
َ ‫اإلن‬ ُ ‫فَ ْل َين‬
ِ ‫ظ ِر‬
‫غ ْلبا ً َوفَا ِك َهةً َوأَبّا ً َّمت َاعا ً لَّ ُك ْم َو ِال ْنعَامِ ُك ْم‬
ُ َ‫َون َْخالً َو َحدَآئِق‬
Artinya:
“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami
benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi
dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan
sayur-sayuran, zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-
buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-
binatang ternakmu.”

Allah subhanahu wala dalam ayat di atas memerintahkan setiap manusia untuk
melihat apa yang dia makan, apa yang masuk ke dalam perutnya. Perintah tersebut
mengandung beberapa hikmah diantaranya:
Pertama: agar manusia berfikir tentang kebesaran Allah swt yang telah
menyediakan makanan untuk keperluan hidup manusia. Berkata Imam Qurtubi
dalam tafsirnya ( 20 / 143 ) : “ Maka hendaknya manusia melihat bagaimana Allah
menciptakan makanan untuk manusia… yaitu makanan yang merupakan
kebutuhan pokok hidupnya, bagaimana Allah menyediakan baginya sarana
kehidupan, hal ini agar dia mempersiapkan diri untuk kehidupan di akherat”
Kedua: ketika memerintahkan setiap manusia untuk melihat apa yang dimakan,
Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan beberapa nama makanan yang
sebenarnya sangat bagus untuk kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri,
seperti biji-bijian, anggur, sayur-sayuran, zaitun, atau kurma, kebun-kebun yang
lebat, dan buah-buahan.
Ketiga: Perintah untuk memperhatikan makanan, adalah perintah untuk berhati-
hati memilih makanan, agar kita tidak sembarang mengkonsumsi makanan yang
membahayakan kesehatan.
Keempat: Perintah untuk memperhatikan makanan, juga berarti perintah untuk
memperhatikan kapan seharusnya orang itu harus makan. Makan yang
menyehatkan tubuh kita, adalah makan yang teratur, sebaliknya pola makan yang
tidak teratur akan memicu munculnya penyakit GERD. Begitu juga terlambat
makan atau makan tergesa-gesa dan terlalu cepat, juga memicu penyakit.
Kelima: Perintah untuk melihat makanan, juga perintah agar makanan yang kita
makan tidak berlebihan, sebagaimana firman Allah SWT.

• QS. Al A’raaf : 31

َ‫يَا بَنِي آدَ َم ُخذُوا ِزينَت َ ُك ْم ِع ْندَ ُك ِّل َمس ِْج ٍد َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َو َال تُس ِْرفُوا إِنَّهُ َال يُحِ بُّ ْال ُمس ِْرفِين‬
Artinya:
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Maha Benar Allah, ternyata dalam penelitian ditemukan bahwa makan dalam porsi
yang banyak dan berlebihan memicu munculnya penyakit. Rasulullah SAW
pernah bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yang berbunyi
“Tiada tempat yang manusia isi lebih buruk daripada perut. Cukuplah bagi anak
Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun, jika
ia harus (melebihinya), hendaknya yang sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk
minuman, dan sepertiga lagi untuk bernapas.”

Imam Syafi’i berpesan: “Karena kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati
menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk
beribadah.”
BAB VII

PETA KONSEP
SOAP

TABEL ALUR PENGELOLAAN PASIEN


S = Subjective
Keluhan Utama :
Nyeri di ulu hati
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan keluhan nyeri di ulu hati sejak sejak 1 minggu terakhir.
Ia datang dengan tergopoh-gopoh, nampak membungkuk serta memegang perutnya
Keluhan juga juga mengeluh dada terasa panas sejak 4 bulan yang lalu. Panas terasa
sampai tembus ke tulang belakang, Keluhan disertai dengan makan cepat kenyang, dan
perut kembung dan sering sendawa setelah makan. Pasien mengeluh nyeri hilang timbul,
mual, muntah terasa asam di mulut. Pasien mengeluh sesekali terbangun dari tidur
karena keluhan tersebut
Riwayat Penyakit Dahulu:
-
Riwayat Penyakit Keluarga :
-
Riwayat Sosial Ekonomi :
anak tunggal dengan pekerjaan lembur dalam 1 minggu ini karena dikejar target skripsi
hingga larut malam sampai lupa makan dan mandi. Sering minum kopi tubruk
Riwayat Pemakaian Obat :
-
Alergi :
-
O = Objective
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Kesadaran: GCS 456
Tanda Vital: TD= 120/70 mmHg, Nadi = 70x/menit, RR= 20x/menit, suhu= 360C.
VAS 6/10. BB:64 kg, TB : 158 cm
Kepala, Leher, Thorax: N
Abdomen:
- inspeksi: datar
- Palpasi: soefl, nyeri tekan epigastrium (+) , hepar lien tidak teraba
- Perkusi: shifting dullness (-)
Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)

A1 = Initial Assessment
Differential Diagnosis (Ddx) :
GERD, Angina Pektoris, Ulkus Peptikum, Gastritis
P1 = Planning diagnostic
Pemeriksaan Penunjang
GERD-Q
Uji Terapi PPI
A2 = Assessment
Diagnosis : Gastroesophageal reflux disease (GERD) (Level SKDI : 4)
P2 = Planning Theraphy
Non Farmakologi

1. Turunkan berat badan berlebih


2. Tinggikan kepala lebih kurang 15-20 cm pada saat tidur
3. Makan teratur dan idak boleh terlalu kenyang. Makan malam paling lambat 3 jam
sebelum tidur.
4. Hindari makanan berlemak, alcohol, daun mint, kopi, buah jeruk dan makanan
berbasis tomat

Farmakologi

• PPI Omeprazole 20mg 2 kali sehari selama 3 minggu

Planning Monitoring (Pmo) : -

Planning Follow Up:

• Follow up gejala setelah 3 minggu


Planning KIE (Konsultasi, Edukasi, Informasi) :

1. Mengedukasi dan membimbing pasien untuk mengurangi berat badan, mengurangi


konsumsi kafein dan mengurangi stress
2. Menjelaskan posisi tidur yang baik dengan kepala lebih tinggi 15-20cm
3. Mengedukasi dan membimbing pasien untuk tidur minimal setelah 2-4jam setelah
makan. Makanan dalam porsi kecil dan teratur serta kurangi makanan berlemak
dan asam
DAFTAR PUSTAKA

• Eusebi LH. Ratnakumaran R. Yuan Y. Solaymani-Dodaran M. Bazzoli F. Ford AC. Global


prevalence of, and risk factors for, gastro-oesophageal reflux symptoms: a meta-analysis. Gut.
2018; 67: 430-440.
• GBD 2017 Gastro-oesophageal Reflux Disease Collaborators. The global, regional, and
national burden of gastro-oesophageal reflux disease in 195 countries and territories, 1990–
2017: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2017. Lancet
Gastroenterol Hepatol. 2020; (published online March 13.). https://doi.org/10.1016/S2468-
1253(19)30408-X.
• Nirwan, J.S., Hasan, S.S., Babar, ZUD. et al. Global Prevalence and Risk Factors of Gastro-
oesophageal Reflux Disease (GORD): Systematic Review with Meta-analysis. Sci Rep 10,
5814 (2020). https://doi.org/10.1038/s41598-020-62795-1
• Antunes C, Aleem A, Curtis SA. Gastroesophageal Reflux Disease. [Updated 2021 Jul 18].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441938/
• Antunes C, Aleem A, Curtis SA. Gastroesophageal Reflux Disease. [Updated 2021 Jul 18].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441938/
• Clarrett, D. M., & Hachem, C. (2018). Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). Missouri
Medicine, 115(3), 214–218.

Anda mungkin juga menyukai