M. Rizki 04111001061
Lianita 04111001083
1
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun laporan tutorial
Skenario D Blok 23 ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini merupakan tugas akhir dari prosesi tutorial yang telah kami lakukan selama dua
kali secara berkelompok di Fakultas Universitas Sriwijaya tahun 2014.
Laporan ini berisi hasil seluruh kegiatan tutorial Skenario D Blok 23. Di sini kami membahas
sebuah kasus yang kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan sistematikanya mulai
dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun
keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran. Dalam dinamika
kelompok ini pula ditunjuk moderator serta notulis.
Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok, teks book, media
internet.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, orang tua, tutor, dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril
maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
VII. Sintesis
2. Abortus ............................................................................................................33
3
Skenario D Blok 23 Tahun 2014
Mrs. Tari, 37 years old, from middle income family comes to doctor at a public health centre
with chief complain of vaginal bleeding. Mrs. Tari also complains abdominal cramping. She
missed her period for about 8 weeks. She also feels nauseous, sometimes has vomit and
breast tenderness. Since 1 year ago she has been complaining about vaginal discharge with
smelly odor and sometimes accompanied by vulvar itchy. She already have 2 children before
and the youngest child is 6 years old. Her husband is truck driver.
You act as the doctor in public health centre and be pleased to analyse this case.
Breast: hyperpigmented
Abdomen: flat and souffle, symmetric, uterine fundus is not palpable. There are no mass, no
painful tenderness, and no free fluid sign.
Internal examination:
Speculum examination: portio is livide, external os opens with blood come out from external
os, there are no cervical erotion, laceration or polyp.
Bimanual examination: cervix is soft, the external os opens, no cervical motion tenderness,
uterine size is about 8 weeks gestation, both adnexa and parametrium are within normal limit.
Hb 11 g/dL; WBC 12.000/mm3; ESR 15 mm/hour; peripheral blood image: within normal
limit (WNL).
4
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Vaginal bleeding: keluarnya darah dari pembuluh darah dari vagina yang terluka.
4. Vaginal discharge: ekskresi atau substansi yang keluar dari vagina; disebut juga
dengan duh.
11. β-HCG: sejenis glikoprotein yang dihasilkan oleh sel-sel tropoblastik dimana sel-sel
tersebut hanya ada jika telah terjadi fertilisasi.
1. Ny. Tari, 37 tahun, G3P2A0, dari keluarga ekonomi menengah datang dengan
perdarahan vagina. Ia juga mengeluh kram perut, mual, muntah, dan payudara
menegang. Anaknya yang terakhir berusia 6 tahun.
3. Sejak 1 tahun yang lalu, ia mengeluh keluarnya sekret vagina yang berbau tidak enak
dan kadang-kadang disertai gatal pada vulva.
5
4. Suaminya adalah supir truk.
5. Pemeriksaan fisik
TB: 155 cm; BB: 50 kg; TD: 120/80 mmHg; Tekanan nadi 80 x/m; RR 20 x/m.
1. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan spekulum: porsio livid, ostium uteri eksterna terbuka dengan darah keluar dari
oue, tidak ada erosi, laserasi, atau polip pada serviks.
Pemeriksaan bimanual: serviks lembut, oue terbuka, tidak ada regerakan meregang serviks,
ukuran uterus sekitar usia gestasi 8 minggu, keduaadneksa dan parametrium dalam batas
normal.
2. Laboratorium
Hb 11 g/dL; Leukosit 12.000/mm3; LED 15 mm/jam; Apusan darah tepi dalam batas normal
1. Apa etiologi dan bagaimana mekanisme perdarahan vagina pada Ny. Tari?
Jawab:
6
Mekanisme perdarahan per vagina: Terjadi perdarahan pada desidua basalis disertai
nekrosis dan inflamasi pada daerah terjadinya implantasi. Kantung gestasi terlepas
secara parsial atau total. Terjadi kontraksi uterus dan dilatasi serviks yang kemudian
akan mengakibatkan ekspulsi dari seluruh produk konsepsi, yang awalnya ditandai
oleh terjadinya perdarahan (vaginal bleeding).
Jawab: Mual dan muntah muncul segera setelah implantasi dan bersamaan saat
produksi hCG mencapai puncaknya, diduga bahwa hormon plasenta inilah yang
memicu mual dan muntah dengan bekerja pada chemoreseptor trigger zone pada
pusat muntah. Akibat dari pengaruh hormon progesteron dan estrogen sehingga
pengeluaran asam lambung berlebihan, penurunan tonus, dan motilitas saluran
gastrointestinal.
3. Bagaimana mekanisme kram perut dan apa hubungannya dengan kasus ini?
4. Bagaimana hubungan usia, status, jarak kehamilan, dan kondisi sosial ekonomi
terhadap kondisi Ny. Tari?
Jawab: Menurut Depkes (2001), ibu hamil umur > 35 tahun, kesehatan ibu sudah
menurun. Akibatnya, ibu hamil pada usia ini mempunyai kemungkinan lebih besar
7
untuk mempunyai anak cacat, persalinan lama, dan pendarahan. Terjadi kemunduran
dan penurunan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit.
Status, jarak kehamilan (infertilitas sekunder yang diduga disebabkan oleh ibu
memakai kontrasepsifaktor risiko abortus), dan kondisi sosial ekonomi (kurang
memperhatikan asupan nutrisi dengan baik) tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap kejadian abortus pada Ny. Tari.
Jawab: kemungkinan besar suami Ny. Tari yang menularkan infeksi genital yang saat
ini dialami oleh Ny. Tari. Supir truk merupakan kelompok risiko tinggi terkena PMS
karena mobilitas kerja mereka yang tinggi, mereka merupakan kelompok sasaran
kedua prioritas dari Depkes untuk mencegah penularan PMS.
Jawab: Tidak menstruasi selama 8 minggu menunjukkan bahwa Ny. Tari hamil.
Gejala-gejala yang dialami (mual, muntah, payudara tegang) dan peningkatan hormon
plasenta β-hCG mengindikasikan telah terjadi terjadinya konsepsi dan nidasi yang
menyebabkan tidak terjadi pembentukan folikel de Graaf dan ovulasi.
7. Bagaimana perbedaan sekret vagina fisiologis dan patologis (warna, bau, pH,
konsistensi, dan etiologi)?
Jawab:
8
Sekret vagina fisiologis berwarna bening, bisa putih keruh atau kekuningan setelah
kering, pH asam (sekitar 3,8-4,2), konsistensi seperti lendir tergantung siklus hormon,
tidak berbau dan tidak menimbulkan keluhan. Dapat terjadi saat menarke, ovulasi,
keinginan seks meningkat, kehamilan, bayi baru lahir, dan keadaan stress. Flora
normal vagina meliputi Corinebacterium, Bacteroides, Peptostreptococcus,
Gardnerella, Mobiluncus, Mycoplasma dan Candida spp. Lingkungan dengan pH
asam memberikan fungsi perlindungan yang dihasilkan oleh Lactobacilli.
Sekret vagina patologis dapat berbau amis, apek, busuk, kadang bercampur darah,
berwarna putih susu, kuning tua, coklat atau kehijauan.
Vaginitis
Sekret Nonspesifik/
Ciri Trichomonas Candida Gonokokus
Fisiologis Bakterialis
Vaginosis
Warna Putih Abu-abu Kuning Putih Kuning
keabu-abuan kehijauan
Bau amis Tidak ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada
Konsistensi Tidak Homogen Purulen, “Keju Mukopurulen
homogen sering dengan desa”
gelembung
Letak Bagian Melekat Sering Melekat Melekat pada
terendah pada dinding terkumpul di pada dinding
forniks dinding
Sekret di Jarang Lazim Lazim Lazim Lazim
introitus
Vulva Normal Normal Edema Eritema Eritema
Mukosa Normal Normal Biasanya Eritema Normal
vagina normal
Serviks Normal Normal Mungkin Bercak Pus di
9
bercak sekret orifisium
kemerahan
8. Bagaimana hubungan keluar sekret vagina berbau tidak enak pada kasus sejak
1 tahun yang lalu dengan keluhan sekarang?
Jawab: Riwayat keluar sekret vagina berbau tidak enak yang disertai gatal sejak
setahun yang lalu menunjukkan terjadinya infeksi pada Ny Tari. Infeksi ini
kemungkinan besar merupakan penyakit menular seksual.
Pemeriksaan fisik
10
tidak ada tanda
cairan bebas
Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan Interna
Pemeriksaan Portio livide Portio livide Normal Chadwick Sign
Spekulum warna merah
keunguan pada
portio akibat
bendungan
vaskuler,
hipervaskularisasi,
dan edema.
Darah keluar Tidak ada darah Abnormal Pendarahan akibat
dari oue keluar dari oue abortus sintesis
masalah
Tidak Ada Sama dengan Normal -
Erosi, Laserasi, hasil
Atau Polip
Serviks
Pemeriksaan Serviks lembut Serviks lembut Normal Sel-sel otot polos,
Bimanual jar.elastis, dan
serabut kolagen
bersatu dengan
arah parallel;
Hipertrofi dan
hiperplasia
seviksserviks
lunak
Oue terbuka Oue tertutup Abnormal Hasil konsepsi
yang abortus
terdorong
serviks dilatasi
dan oue terbuka
Tidak ada nyeri Sama dengan Normal -
11
goyang portio hasil
Ukuran uterus = Ukuran uterus = Normal Abortus dengan
usia gestasi 8 usia gestasi hasil konsepsi
minggu masih di uterus
Adnexa dan Sama dengan Normal -
parametrium hasil
normal
Laboratorium
Jawab:
1. Anamnesis, didapatkan:
Keluhan lain: kram perut; amenore 8 minggu; merasa mual, muntah, dan payudara
tegang; discharge vagina bau tidak enak dan gatal pada vulva sejak 1 tahun lalu.
2. Pemeriksaan
12
Pemeriksaan fisik
a. Tinggi = 155 cm; Berat = 50 kg; Tekanan Darah = 120/80 mmHg; Denyut nadi =
80x/menit; Frekuensi nafas = 20x/menit;
c. Pemeriksaan eksternal:
Abdomen datar dan soufflé , simetris, fundus uteri tidak teraba, tidak ada massa, tidak ada
tenderness, dan tidak ada tanda cairan bebas.
d. Pemeriksaan internal:
- Pemeriksaan spekulum:
Portio livide, darah keluar dari ostium uteri externa, tidak ada erosi serviks, laserasi, atau
polip.
- Pemeriksaan bimanual:
Serviks lembut, ostium uteri externa terbuka, tidak ada motion tenderness pada serviks,
ukuran uterus kira-kira 8 minggu kehamilan, adneksa dan parametrium dalam batas
normal.
3. Pemeriksaan penunjang
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang yang telah dilakukan
dapat ditegakkan diagnosis Abortus Insipiens dengan mempertimbangkan:
- Tidak haid sejak 8 minggu lalu, sering mual,muntah, hiperpigmentasi dan tenderness
mamae, serviks lembut, ukuran uterus sesuai kehamilan 8 minggu, tes urin β-HCG (+)
Ny. Tari hamil.
- Perdarahan pervagina (belum pengeluaran hasil konsepsi), kram perut, ostium uteri
terbuka abortus yang sedang mengancam (ciri Abortus insipiens).
4. Pemeriksaan ginekologi
13
1. Inspeksi vulva sudah dilakukan
Pendarahan per vagina, ada atau tidak hasil konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari
vulva.
Ostium uteri terbuka atau tertutup, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau
busuk/fluksus dari ostium.
Porsio masih terbuka, besar uterus lebih kecil atau sesuai usia kehamilan, tidak nyeri saat
porsio digoyang.
5. Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup atau
sudah mati.
Pemeriksaan jaringan. Jika terdapat sisa jaringan, dapat dikirim ke laboratorium untuk
mengkonfirmasi keguguran telah terjadi dan gejala tidak berhubungan dengan
penyebab lain dari perdarahan.
Kehamilan ektopik terganggu: Kolaps dan kelelahan, nadi cepat dan lemah
(110x/menit atau lebih), hipotensi, hipovolemia, abdomen akut dan nyeri pelvis,
distensi abdomen dengan shifting dullness merupakan petunjuk adanya darah bebas,
nyeri lepas, pucat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan: ada tanda akut abdomen, ada
nyeri goyang porsio.
Kehamilan mola hidatidosa: mual dan muntah yang hebat, uterus lebih besar dari usia
kehamilan, peninggian β-hCG, adanya gelembung mola, dan pada pemeriksaan USG
14
terdapat gambaran badai salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah
(honey comb).
Jawab: Ny. Tari, 37 tahun, G3P2A0, mengalami abortus insipien e.c suspek infeksi
menular seksual.
Jawab: Seperti yang kita ketahui, penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan.
Umumya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak di antaranya adalah:
Faktor genetik
Kelainan kongenital uterus
Autoimun
Defek fase luteal
15
Infeksi
Hematologi
Lingkungan
Pada kasus Ny Tari, kemungkinan penyebab abortus adalah infeksi seksual menular
dan resiko tinggi usia kehamilan 37 tahun.
Infeksi. Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak tahun
1917. Beberapa jenis organisme yang diduga berdampak pada kejadian abortus antara
lain:
Bakteri
- Listeria monositogenes
- Klamidia trakomatis
- Ureaplasma urealitikum
- Mikoplasma hominis
- Bakterial vaginosis
Virus
- Sitomegalovirus
- Rubela
- Herpes Simpleks Virus (HSV)
- Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Parvovirus
Parasit
- Toxoplasmosis gondii
- Plasmodium falcifarum
Spirokaeta
- Treponema pallidum
Sedangkan untuk mengetahui etiologi dari infeksi saluran genital pada Ny Tari, perlu
dilakukan pemeriksaan mikrobiologi lebih lanjut.
14. Apa epidemiologi pada kasus ini?
Jawab: Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan
kejadian abortus spontan antara 15-20 % dari semua kehamilan. Kelau dikaji lebih jauh,
abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical
16
pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi
(Prawirohardjo, 2008).
WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20
juta kejadian abortus. Sekitar 13 % dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia
diakibatkan oleh komplikasi abortus.
Di Indonesia setiap tahun selalu dilakukan pencatatan distribusi penyakit oleh
Departemen Kesehatan RI yang salah satunya adalah penyakit kehamilan. Diketahui
jumlah pasien abortus yang menjalani rawat inap pada tahun 2006 sebanyak 42.354
orang, dengan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 205 orang.
Dari data yang diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2006, angka kejadian abortus sebesar 123 kasus
dengan kejadian abortus imminens sebanyak 106 kasus (86,17%), abortus komplit
sebanyak 2 kasus (1,62 %), abortus inkomplit sebanyak 12 kasus (9,75 %) dan missed
abortion sebanyak 3 kasus (2,44%).
15. Apa faktor risiko pada kasus ini?
Jawab: 1. usia <20 tahun alat reproduksi belum matang dan belum siap untuk hamil
dan >35 tahun angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat.
2. paritas <1 dan >3 meningkatkan risiko terjadinya komplikasi kehamilan, persalinan,
dan nifas.
17
3. riwayat abortus sebelumnya (1 kali 15% abortus lagi; 2 kali 25 %; >3 kali 30-
45%) menimbulkan penyulit kehamilan maupun pada hail kehamilan itu sendiri. Penyulit
persalinan prematur, abortus berulang, dan bayi dengan BBLR.
18
bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya
(lighted ovum) janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus,
maserasi atau fetus papiraseus.
17. Bagaimana patogenesis pada kasus ini?
19
iv. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh. Kuretasi
diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan atau infeksi lebih
lanjut.
Jawab: a. Pendarahan pervagina berat, keluar gumpalan darah, bertambah sesuai dengan
pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan, butuh kurang dari 5 menit untuk basahi
pembalut pada kehamilan kurang dari 20 minggu,
b. Rasa mules atau kram perut, nyeri karena kontraksi rahim yang sering dan kuat,
d. Hasil konsepsi masih dalam kavum uteri, masih dalam proses pengeluaran,
Jawab:
20
Pada penanganan tahap pertama dilakukan berbagai kegiatan, berupa :
a. Memantau tanda-tanda vital (mengukur tekanan darah, frekuensi denyut nadi, frekuensi
pernafasan, dan suhu badan).
d. Pemberian infus cairan (darah) intravena (campuran Dekstrose 5% dengan NaCl 0,9%,
Ringer laktat).
21
- Infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai dengan 8 tetes/menit yang
dapat dinaikkan hingga 40 tetes/menit, sesuai dengan kondisi kontraksi uterus hingga
terjadi pengeluaran hasil konsepsi.
- Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian.
- Misoprostol 400 mcg per oral dan apabila masih diperlukan dapat diulangi dengan
dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis awal.
Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan dengan AVM atau
D&K
Pasca kuretase: beri uterotonika dan antibiotic (Doxycycline, 100 mg/oral, 2×1
selama 7 hari; Amoxysillin 3 x 500 mg/ hari ® 5-7 hari; Metyl Ergometrin 3 x 1 tab/
hari ® 5 hari)
Asuhan pascakeguguran:
22
Kesuburan segera kembali setelah 12 hari pascaabortus. Untuk Secara praktek hampir
semua jenis kontrasepsi dapat dipakai pascaabortus.
Jawab:
Perdarahan, cara mengatasinya dengan mengosongkan uterus dari sisa–sisa janin dan
transfuse darah, bila tidak segera ditolong menyebabkan kematian.
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Apabila terjadi perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk
menentukan luas cedera sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya.
Infeksi
Jawab:
23
Ibu Vitam: Dubia ad bonam; Fungsional: Dubia
Jawab:
1. Lakukan pemeriksaan janin secara berkala (ANC) 1 kali pada trimester pertama, 1 kali
pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ketiga di dokter kandungan.
- Suami diperiksa dan diberikan pengobatan jika indikasi PMS, koitus dengan alat
pengaman/kontrasepsi.
Jawab:
24
IV. HIPOTESIS
Ny. Tari, 37 tahun, G3P2A0, mengalami abortus insipien et causa suspek infeksi Penyakit
Menular Seksual (PMS).
V. KERANGKA KONSEP
Perdarahan
desidua
Konsepsi
terlepas
Abortus
25
Kram perut Perdarahan
per vagina
VI. KESIMPULAN
Ny. Tari, 37 tahun, P2A1, mengalami abortus insipien et causa suspek infeksi Penyakit
Menular Seksual (PMS).
2. Labia mayora
Merupakan jaringan lemak yang menonjol dari mons pubis ke bawah belakang, dimana
bagian kanan dan kiri labia mayora bertemu membentuk komissura posterior.
26
3. Labia minora
Merupakan lipatan pipih yang terletak di sebelah medial labia mayora. Ke depan kedua labia
minora bertemu di atas klitoris membentuk preputium klitoridis dan yang di bawah klitoris
membentuk frenulum. Ke belakang kedua labia ini juga bersatu dan membentuk fossa
naviculare, yang tampak utuh pada perempuan yang belum melahirkan dan tampak tebal dan
tidak rata pada perempuan yang pernah melahirkan,
Labia minora ditutup epitel gepeng berlapis dengan tonjolan-tonjolan papil, dan mengandung
banyak glandula sebasea serta ujung-ujung saraf yang menyebabkan labia minora sangat
sensitif
4. Klitoris
Tertutup oleh preputium klitoridis yang terdiri atas glans klitoridis, korpus klitoridis dan dua
krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans klitoris terdiri atas jaringan yang
dapat mengembang, penuh dengan urat saraf sehingga sangat sensitif
6. Vestibulum
Vestibulum merupakan suatu daerah di antara kedua labia minora kanan kiri dan meluas dari
klitoris sampai frenulum labiorum pudenda. Kurang lebih 1-1,5cm di bawah klitoris
ditemukan orifisium uretra eksternum.
7. Kelenjar Bartholin
Di kiri dan kanan dekat fossa navikulare terdapat kelenjar Bartholin. Kelenjar ini berukuran
diameter lebih kurang 1 cm, terletak di bawah otot konstriktor kunni. Pada waktu rangsangan
seksual, kelenjar ini mengeluarkan lendir.
8. Bulbus vestibule
Merupakan kumpulan vena yang terletak di bawah selaput lender vestibulum, dekat ramus os
pubis. Bulubus vestibule sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus
konstriktor vagina. Secara embriologik, bulbus vestibule homolog dengan korpus kavernosus.
Pada waktu persalinan biasanya kedua bulbus tertarik ke atas sampai di bawah arkus pubis,
kadang-kadang bulbi vestibule dapat luka dan robek sehingga menimbulkan pendarahan
banyak dan hematoma vulvae.
27
1.2. Organ genitalia interna
1. Vagina
Vagina merupakan saluran muskulomembranosa yang menghubungkan vulva dan uterus dan
terletak di antara vesika urinaria dan rectum. Di puncak vagina dipisahkan oleh serviks,
terbentuk forniks anterior, posterior dan lateralis kiri dan kanan. Forniks mempunyai arti
klinik karena organ internal pelvis dapat dipalpasi melalui dinding forniks yang tipis. Selain
itu, forniks posterior dapat digunakan sebagai akses masuk ke dalam rongga peritoneum.
Bentuk dalam vagina berlipat-lipat disebut ruggae. Di vagina tidak didapatkan kelenjar-
kelenjar bersekresi. Epitel vagina terdiri atas epitel gepeng tidak bertanduk, di bawahnya
terdapat jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh darah
Vaskularisasi vagina:
1. Arteria uterine, memberikan vaskularisasi kepada 1/3 vagina bagian atas
2. Arteria vesikalis inferior, memberikan vaskularisasi kepada 1/3 vagina bagian tengah
28
3. Arteria hemoroidalis mediana dan arteria pidendus interna yang memberikan darah ke
vagina 1/3 bagian bawah.
Darah kembali melalui pleksus venosus yang mengikuti arteria dan masuk ke dalam vena
hipogastrika.
Limfatisasi vagina:
Getah bening yang berasal dari 2/3 bagian atas vagina akan melalui kelenjar getah bening di
daerah vasa iliaka, sedangkan getah bening yang berasal dari 1/3 bagian bawah akan melalui
kelenjar getah bening di region inguinalis.
2. Uterus
Uterus berbentuk seperti buah avokad yang sedikit gepeng kea rah depan belakang.
Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot-otot
polos. Ukuran panjang uterus adalah 7- 7,5cm, lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal
dinding 1,25cm. letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio. Fungsi:
tempat menerima, mempertahankan dan memberi makan ovum yang telah dibuahi.
Bagian-bagian:
1. Fundus : terletak di atas muara tuba uterine
2. Corpus : terletak dibawah bagian tuba uterine
3. Cervix : bagian bawah korpus yang menyempit
Cervix ini menembus dinding anterior vagina dan menjadi 2:
Portio supravaginalis
Portio vaginalis cervicis uteri
Saluran yang terdapat dalam serviks disebut kanalis servikalis yang dilapisi oleh kelenjar-
kelenjar torak bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis. Pintu saluran serviks
sebelah dalam disebut ostium uteri internum dan pintu di vagina disebut ostium uteri
eksternum.
Ismus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus uteri, diliputi oleh peritoneum viserale
yang mudah sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan di daerah plika vesikouterina.
Histologi uterus
Secara histologik dari dalam ke luar, uterus terdiri atas:
Tunica mucosa atau endometrium di korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri.
Endimetrium terdiri atas epitel kuboid, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak
pembuluh darah yang berkelok-kelok.
Tunica muscularis atau myometrium yang sangat tebal dan dibentuk oleh otot polos
yang disokong oleh jaringan ikat. Lapisan otot polos uterus di sebelah dalam
berbentuk sirkular dan di sebelah luar longitudinal. Di antara kedua lapisan itu
terdapat lapisan otot oblik berbentuk anyaman
Lapisan serosa, yakni peritoneum visceral
Uterus terfiksasi dalam rongga pelvis tetapi terfiksasi dengan baik oleh jaringan ikat dan
ligament yang menyokongnya. Ligament yang memfiksasi uterus adalah sebagai berikut:
29
1. Ligamentum kardinal (Mackenrodt)
Yakni ligamentum terpenting yang mencegah uterus tidak turun. Terdiri dari jaringan ikat
tebal yang berjalan dari serviks dan puncak vagina kea rah lateral dinding pelvis.
2. Ligamentum sakro-uterina
Merupakan ligamentum yang menahan uterus supaya tidak banyak bergerak. Berjalan dari
serviks bagian kiri dan kanan ke arah os sacrum.
3. Ligamentum rotundum
Merupakan ligamentun yang menahan uterus dalam antefleksi. Berjalan dari fundus uteri kiri-
kanan ke daerah inguinal
4. Ligamentum latum
Yakni ligamentum yang meliputi tuba. Berjalan dari uterus kea rah lateral. Untuk memfiksasi
uterus ligamentum ini tidak banyak artinya.
5. Ligamentum infundibulo-pelvikum
Yakni ligamentum yang menahan tuba falloppii. Berjalan dari arah infundibulum ke dinding
pelvis.
Vaskularisasi uterus
Uterus divaskularisasi oleh dua arteri uterina, cabang dari arteri iliaka interna, masuk mulai
dari kedua sisi lateral bawah uterus. Di lateral bawah uterus, arteri uterina pecah ,enjadi dua,
pertama arteri vaginalis yang mengarah ke bawah, dan cabang kedua yang mengarah ke atas,
cabang asenden. Cabang asenden dari kedua sisi uterus, membentuk dua arteri arkuata, yang
berjalan sejajar dengan kavum uteri. Kedua arteri arkuata tersebut membentuk anastomose
satu sama lain, membentuk cincin, melingkari kavum uteri. Arteri radialis merupakan cabang
kecil arteri arkuata, yang berjalan meninggalkan srteri arkuata secara tegak lurus menuju
kavum endometrium. Arteri radialis bertugas merawat miometrium, dan saat memasuki
lapisan endometrium arteri radialis memberi cabang arteri yang lebih kecil ke arah lateral,
arteri basalis. Arteri basalis bertugas merawat lapisan endometrium, dan arteri basalis
tersebut tidak memberi respon terhadap stimulus steroid seks. Arteri radialis melanjutkan
perjalanannya menuju permukaan kavum uteri, dan memasuki lapisan fungsionalis
endometrium, dan menjadi arteri spiralis. Arteri spiralis sangat peka terhadap stimulus
hormon steroid seks, dan bertugas merawat lapisan fungsional endometrium.
Pembuluh darah lain yang member vaskularisasi ke uterus adalah arteria Ovarika kiri dan
kanan. Arteria ini berjalan dari lateral dinding pelvis melalui ligamentum infundibulo-
pelvikum mengikuti tuba falloppii. Bersama-sama kembali melalui pleksus vena
hipogastrika.
Aliran limfe
Pembuluh limfe dari fundus uteri berjalan bersama arteria ovarica dan mengalirkan limfe ke
nodi para aortic setinggi vertebra L1. Pembuluh limfe dari corpus uteri dan serviks uteri
30
bermuada ke nodi iliaci interni dan nodi iliaci eksterni. Beberapa pembuluh limfe mengikuti
ligamentum teres uteri di dalam canalis inguinalis dan mengalirkan cairan limfe ke nodi
inguinalis superficiales.
Inervasi
Saraf simpatis dan parasimpatis berasal dari pleksus hipogastrikus inferior
4. Ovarium
Mesovarium menggantung ovarium di bagian ligamentum latum kanan dan kiri. Ukurannya
kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-kira 4cm, lebar dan tebal
kira-kira 1,5cm. pinggir atasnya berhubungan dengan mesovarium tempat ditemukannya
pembuluh-pembuluh darah dan serabut-serabut saraf untuk ovarium sedangkan pinggir
bawahnya bebas. Ujung ovarium yang lebih rendah berhubungan dengan uterus melalui
ligamentum ovarii propium. Bagian ligamentum latum yang terletak antara perlekatan
mesovarium dan dinding lateral pelvis disebut ligamentum suspensorium ovarii.
Ovarium biasanya terletak di depan dinding lateral pelvis pada lekukan yang disebut fossa
ovarica. Fossa ini dibatasi di atas oleh arteria dan vena iliaca eksterna serta di belakang oleh
arteria dan vena iliaca interna.
Vaskularisasi ovarium
Arteria ovarica yang berasal dari aorta abdominalis setinggi vertebra lumbalis 1
Vena ovarica dextra bermuara ke vena cava inferiot sedangkan vena ovarica sinistra ke
vena renalis sinistra
Persarafan
Persarafan ovarium berasal dari pleksus aorticus dan mengikuti perjalanan arteria ovarica.
2. KEHAMILAN
2.1 Perubahan Anatomi Pada Kehamilan
a. Uterus
- Bertambah besar dengan penambahan volume dan berat uterus (dari 70 gr/10 ml – 1100 gr/5
liter) sebagai adaptasi untuk menerima kehamilan,
31
o Pembesaran primer (awal – 12 mgg gestasi)
o Pembesaran sekunder (> 12 mgg gestasi)
- Peningkatan kekuatan dinding uterus (perenggangan dan penebalan sel-sel otot, akumulasi
jaringan ikat dan elastic, terutama pada lapisan otot luar akibat stimulasi estrogen dan sedikit
progesterone).
- Penebalan korpus uteri pada awal kehamilan, tetapi kemudian akan menipis seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan, pada akhir kehamilan ketebalannya hanya berkisar 1,5 cm
bahkan kurang.
- Muncul tanda Piscaseck (penebalan uterus yang lebih pada tempat perlekatan plasenta).
- Muncul tanda Hegar (hipertrofi ismus uteri menjadi lebih panjang dan lunak).
- Muncul lingkaran retraksi fisiologis (batas segmen atas yg tebal dgn segmen bawah yg
tipis).
- Terjadi kontraksi Braxton Hicks (dari bulan pertama dan menurun hingga bulan terakhir,
namun meningkat pada satu atau dua minggu sebelum persalinan, hal ini erat kaitannya
dengan meningkatnya jumlah reseptor oksitosin dan gap junction di antara sel-sel
endometrium).
b. Serviks
- Serviks livide (lunak dan kebiruan) akibat hipervaskularisasi.
- Hipertrofi dan hiperplasi kelenjar serviks.
- Remodeling serviks (pengaktifan kolagenase intra-ekstra secular untuk melemahkan matriks
kolagen agar persalinan dapat berlangsung).
c. Ovarium
- Penghentian proses ovulasi dan pematangan folikel (fase istirahat)
32
- Korpus luteum berfungsi selama ± 11 minggu kehamilan sbg penghasil progesterone
sebelum plasenta terbentuk.
- Sekresi relaksin oleh korpus luteum, desidua, plasenta, dan hati. Aksi biologi utamanya
adalah dalam proses remodeling jaringan ikat pada saluran reproduksi, yang kemudian akan
mengakomodasi kehamilan dan keberhasilan persalinan. Perannya belum diketahui secara
menyeluruh, tetapi diketahui mempunyai efek pada perubahan struktur biokimia serviks dan
kontraksi miometrium yang akan berimplikasi pada kehamilan preterm.
e. Kulit
- Muncul striae gravidarum (perubahan warna menjadi kemerahan, kusam pada dinding
perut, payudara dan paha).
- Muncul Linea nigra (garis pertengahan perut akan berubah menjadi hitam kecoklatan).
- Chloasma / melasma gravidarum (perubahan warna kehitaman pada wajah dan leher).
- Pigmentasi yang berlebihan pada areola dan daerah genital.
f. Payudara
- Payudara menjadi lebih lunak (pada awal kehamilan) dan kemudian menegang akibat
pengaruh estrogen.
- Payudara membesar akibat hyperplasia sistem duktus dan jaringan interstisial payudara oleh
pengaruh estrogen dan hormone laktogenik plasenta.
- Kolustrum dapat keluar (setelah bulan pertama).
- Nipple membesar, hitam, tegak.
- Terjadi hiperpigmentasi kulit serta hipertrofi kelenjar Montgomery, terutama daerah areola
dan papilla akibat pengaruh melanofor.
- Air susu tidak bisa keluar (akibat prolactin inhibiting hormone).
Peningkatan berat badan selama hamil
Normal berat badan meningkat sekitar 6-16 kg, terutama dari pertumbuhan isi konsepsi dan
volume berbagai organ / cairan intrauterin. Berat janin + 2.5-3.5 kg, berat plasenta + 0.5 kg,
cairan amnion + 1.0 kg, berat uterus + 1.0 kg, penambahan volume sirkulasi maternal + 1.5
kg, pertumbuhan mammae + 1 kg, penumpukan cairan interstisial di pelvis dan ekstremitas +
1.0-1.5 kg.
33
Ovulasi
Ovulasi diperlukan untuk terjadinya pembuahan yang normal:
- Ovum harus keluar dari ovarium dan masuk ke tuba falopi
- Ovum yang tidak dibuahi dikelilingi oleh zona pelucida
- Oosit ini telah menyelesaikan pembelahan meiosis yang pertama dan menghasilkan badan
polar I.
Pembuahan
Pembuahan biasanya terjadi dalam 24 jam setelah ovulasi pada 1/3 tuba falopi yang melekat
pada ovarium(ampula):
- Sperma penetrasi ke dalam zona pelucida dan memfusikan membran plasmanya dengan
membran plasma ovum.
- Inti sperma dan isi sel yang lainnya masuk ke dalam sitoplasma telur.
- Bila terjadi pembuahan ovum akan segera menyelesaikan meiosis II dan menghasilkan
badan polar tambahan.
Preimplantasi
- Telur yang sudah dibuahi tetap di ampula selama 80 jam setelah ruptur folikel dan melewati
ismus tuba falopi selama 10 jam.
- Telur yang sudah dibuahi membagi menjadi bentuk blastomer yang multisel
- Blastomer melewati tuba falopi masuk ke rongga uterus.
- Embrio berkembang menjadi blastosit yang mengapung secara bebas dalam cavum
endometrium 90- 150 jam setelah konsepsi. (lihat tabel )
Implantasi
- Pada hari ke 5 sampai 6 perkembangan , blastosit menempel pada endometrium dengan
bantuan molekul adhesi yang terdapat pada permukaan endometrium.
- Setelah perlengketan, endometrium berproliferasi disekitar blastosit.
Plasentasi
- Selama minggu ke-2 , sel- sel dibagian luar massa sel berdiferensiasi menjadi trofoblast.
- Lapisan trofoblastik membentuk batas awal antara embrio dan endometrium.
- Trofoblast yang paling dekat dengan miometrium membentuk cakram plasenta, trofloblast
yang lain membentuk membran korionik.
Post Implantasi
- Endometrium/pinggir uterus selama kehamilan disebut desidua.
- Sel darah merah ibu tampak dalam lakuna trofoblastik pada minggu kedua post konsepsi
Plasenta
Diatas trimester kedua dan trimester ketiga plasenta selanjutnya menyesuaikan diri. Plasenta
merupakan penghasil hormon steroid primer, setelah kehamilan tujuh minggu.
Suplai Darah
Aliran pada arteri arkuata dan radial selama kehamilan normal tinggi dengan resistensi
rendah (resistensi menurun setelah 20 minggu).
34
MINGGU KE-8
Pada akhir masa embrional ini, ukuran embrio mencapai kisaran 27-31 mm. Kepalanya
membulat dan wajah polos kekanak-kanakan mulai tampak nyata dengan tertariknya bagian
antara dahi dan pangkal hidung ke arah dalam, hingga kian memperjelas cikal-bakal
kemancungan hidung si janin. Langit-langit mulut mulai terbentuk, begitu juga kelopak mata
serta daun telinga luar. Secara keseluruhan makin menyerupai bayi dengan taksiran berat
sekitar 5 gram. Meski masih lemah, permulaan dari rangka tubuh secara keseluruhan sudah
rampung dan lengkap terbentuk dalam minggu ini. Semua organ tubuh juga mulai bekerja,
meski belum sempurna. Semisal otak yang mulai mengirim sinyal/perintah ke organ-organ
tubuh atau hati yang mulai memproduksi sel-sel darah. Tubuh yang ringkih ini pun mulai bisa
bergerak secara tak teratur, yang jika dijumlahkan rata-rata sebanyak 60 kali gerakan dalam
sejam.
2. Abortus
35
Faktor maternal :
Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik maternal
(systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu lainnya. 8% peristiwa
abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus kongenital, mioma uteri
submukosa, inkompetensia servik). Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki
peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan
penilaian lanjutan.
Penyebab abortus dapat dibagi menjadi 3 faktor yaitu:
1. Faktor janin
Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada 50%-60%
kasus keguguran.
2. Faktor ibu:
a. Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.
b. Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Anti phospholipid
syndrome.
c. Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman, toksoplasma ,
herpes, klamidia.
d. Kelemahan otot leher rahim
e. Kelainan bentuk rahim.
3. Faktor Ayah: kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat menyebabkan abortus.
Selain 3 faktor di atas, faktor penyebab lain dari kehamilan abortus adalah:
1. Faktor genetik
Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya kromosom
trisomi dengan trisomi 16. Penyebab yang paling sering menimbulkan abortus spontan
adalah abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi
pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas genetik. Abnormalitas
genetik yang paling sering terjadi adalah aneuploidi (abnormalitas komposisi kromosom)
contohnya trisomi autosom yang menyebabkan lebih dari 50% abortus spontan. Poliploidi
menyebabkan sekitar 22% dari abortus spontan yang terjadi akibat kelainan kromosom.
Sekitar 3-5% pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang berulang salah satu
dari pasangan tersebut membawa sifat kromosom yang abnormal. Identifikasi dapat
dilakukan dengan pemeriksaan kariotipe dimana bahan pemeriksaan diambil dari darah
tepi pasangan tersebut. Tetapi tentunya pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesia
dan biayanya cukup tinggi.
2. Faktor anatomi
36
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 % wanita
dengan abortus spontan yang rekuren.
1) Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta). Duktus
mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua.
2) Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah endometrium.
3) Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan
endometriosis.
Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian abortus spontan yang
berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan defek uterus yang didapatkan
(acquired). Malformasi kongenital termasuk fusi duktus Mulleri yang inkomplit yang
dapat menyebabkan uterus unikornus, bikornus atau uterus ganda. Defek pada uterus yang
acquired yang sering dihubungkan dengan kejadian abortus spontan berulang termasuk
perlengketan uterus atau sinekia dan leiomioma. Adanya kelainan anatomis ini dapat
diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi (USG), histerosalfingografi (HSG), histeroskopi
dan laparoskopi (prosedur diagnostik).
Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan USG dan HSG.
Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu mioma terutama
jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor mekanik yang dapat
mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya mioma pada pasien ini maka
perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan harus dipastikan apakah mioma ini
berhubungan langsung dengan adanya ROB pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma
yang mengganggu mutlak dilakukan operasi.
3. Faktor endokrin:
a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 % kasus.
b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak cukupnya
produksi progesteron).
c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium merupakan
faktor kontribusi pada keguguran.
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes melitus dan
defisisensi progesteron. Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan dengan kenaikan
insiden abortus (Sutherland dkk, 1981). Pengendalian glukosa yang tidak adekuat dapat
menaikkan insiden abortus (Sutherland dan Pritchard, 1986). Defisiensi progesteron
karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta, mempunyai
kaitan dengan kenaikan insiden abortus.
Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara
teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan
dalam peristiwa kematiannya.
4. Faktor infeksi
37
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan abortus
spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga sebagai penyebab antara lain
Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma, Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes dan
Toxoplasma gondii. Infeksi aktif yang menyebabkanabortus spontan berulang masih
belum dapat dibuktikan. Namun untuk lebih memastikan penyebab, dapat dilakukan
pemeriksaan kultur yang bahannya diambil dari cairan pada servikal dan endometrial.
5. Faktor imunologi
Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah dibelakang ari-ari
sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya aliran darah dari ari-ari
tersebut. Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus
spontan yang berulang antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan antibodi
cardiolipin. Adanya penanda ini meskipun gejala klinis tidak tampak dapat menyebabkan
abortus spontan yang berulang. Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi
antigen antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin
mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler.
6. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu, misalnya
penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus; sebaliknya pasien
penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa melahirkan. Adanya penyakit kronis
(diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit liver/ ginjal kronis) dapat diketahui lebih
mendalam melalui anamnesa yang baik. Penting juga diketahui bagaimana perjalanan
penyakitnya jika memang pernah menderita infeksi berat, seperti apakah telah diterapi
dengan tepat dan adekuat. Untuk eksplorasi kausa, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan
laboratorium seperti
pemeriksaan gula darah, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal untuk menilai apakah ada
gangguan fungsi hepar dan ginjal atau diabetes melitus yang kemudian dapat
menimbulkan gangguan pada kehamilan seperti persalinan prematur.
7. Faktor Nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi
predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang menyatakan bahwa
defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan merupakan suatu penyebab abortus
yang penting.
8. Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan.
Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap teratogenik harus
dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang berperan karena jika ada
mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan.
9. Faktor psikologis.
38
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan mental
akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap terjadinya abortus ialah
wanita yang belum matang secara emosional dan sangat penting dalam menyelamatkan
kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk mendapat kepercayaan pasien, dan menerangkan
segala sesuatu kepadanya, sangat membantu.
Pada penderita ini, penyebab yang menetap pada terjadinya abortus spontan yang berulang
masih belum dapat dipastikan. Akan lebih baik bagi penderita untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang mungkin menyebabkan abortus
yang berulang tersebut, sebelum penderita hamil guna mempersiapkan kehamilan yang
berikutnya.
2.3 Mekanisme Abortus
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio
akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi
akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan
mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat
yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan
secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau
di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya
selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta
masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis
atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan
pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah
dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang
plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan
terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak
namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan di atas jelas bahwa abortus ditandai dengan
adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam (Prawirohardjo, 2002).
2.4 Klasifikasi Abortus
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu:
Menurut terjadinya dibedakan atas:
1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau dengan
tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, sematamata disebabkan oleh
faktor-faktor alamiah.
2. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi medis,
baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat. Abortus ini terbagi lagi
menjadi:
39
1) Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan kita sendiri,
dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan
indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
2) Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-
sembunyi oleh tenaga tradisional. Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai
berikut :
1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya
abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan.
2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil
konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
3. Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri dan masih ada yang tertinggal.
4. Abortus Kompletus adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram.
5. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah
meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
6. Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut.
7. Abortus Infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
8. Abortus Terapeutik adalah abortus dengan induksi medis (Prawirohardjo,
2009).
2.5 Komplikasi Abortus
Komplikasi yang mungkin timbul (Budiyanto dkk, 1997) adalah:
a. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal, diatesa
hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca tindakan, dapat pula
timbul lama setelah tindakan.
b. Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat mengakibatkan
kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah seluruh pemeriksaan
dilakukan tanpa membawa hasil. Harus diingat kemungkinan adanya emboli cairan
amnion, sehingga pemeriksaan histologik harus dilakukan dengan teliti.
c. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam uterus. Hal ini
terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara masuk ke
dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama sistem vena di endometrium dalam
keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan kematian,
sedangkan dalam jumlah 70-100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan dengan segera.
40
d. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa anestesi
pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang
digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu
dingin.
e. Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik lokal seperti
KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat dapat mengakibatkan cedera
yang hebat atau kematian. Demikian pula obat-obatan seperti kina atau logam berat.
Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan histologik dan toksikolgik sangat diperlukan
untuk menegakkan diagnosis.
f. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi memerlukan
waktu.
g. Lain-lain seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan menggunakan
pengaliran arus listrik.
2.6 Penatalaksanaan Abortus Spontan
1. Memperbaiki keadaan umum. Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan
yang cukup.
2. Pemberian antibiotika yang cukup tepat yaitu suntikan penisilin 1 juta satuan tiap 6 jam,
suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam, atau antibiotika spektrum luas lainnya.
3. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat bila terjadi
perdarahan yang banyak, lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil
konsepsi.
4. Pemberian infus dan antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita.
Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya setelah tindakan
kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali bila ada komplikasi
seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi.2 Pasien
dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila
pasien mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang
ringan atau gejala yang lebih berat. Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan
infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat
persetujuan tindakan.
3. Penyakit Menular Seksual
41
gonorrhea, chlamydia, syphilis,trichomoniasis, chancroid, herpes genital, infeksi human
immunodeficiensy virus (HIV) dan hepatitis B. HIV dan syphilis juga dapat ditularkan dari ibu
ke anaknya selama kehamilan dan kelahiran, dan juga melalui darah serta jaringan tubuh
(WHO,2009).
42
4. Tato dan tindik. Pembuatan tato di badan, tindik, atau penggunaan narkoba memberi
sumbangan besar dalam penularan HIV/AIDS. Sejak 2001, pemakaian jarum suntik
yang tidak aman menduduki angka lebih dari 51 % cara penularan HIV/AIDS.
43
d. Adanya luka pada alat kelamin.
e. Rasa gatal pada penis atau dubur (Hutagalung, 2002).
Resisten adalah suatu fenomena kompleks yang terjadi dengan pengaruh dari mikroba,
obat antimikroba, lingkungan dan penderita. Menurut Warsa (2004),resisten antibiotika
menyebabkan penyakit makin berat, makin lama menderita, lebih lama di rumah sakit, dan
biaya lebih mahal.
44
3.10 PENYAKIT MENULAR SEKSUAL YANG DISEBABKAN OLEH ORGANISME
DAN BAKTERI
3.10.1 HIV
HIV adalah singkatan dari Human immunodeficiency Virus. Infeksi akut dilaporkan dapat
menyebabkan suatu sindrom menyerupai mononucleosis dengan gejala demam, malaise,
nyeri otot, nyeri kepala, kelelahan, ruam generalisata, sakit tenggorokan, limfadenopati, dan
lesi mukokutan yang khas.
Salah satu kesulitan mengenali infeksi Human Immunideficiency Virus (HIV) adalah masa
laten tanpa gejala lama, antara 2 bulan hingga 5 tahun. Umur rata-rata saat diagnosis
infeksi Human Immunideficiency Virus (HIV) ditegakkan adalah 35 tahun. (Benson and
Pernoll, 2009)
3.10.2 Gonorea
Gonorea merupakan penyakit menular yang paling sering di jumpai di berbagai Negara yang
lebih maju. Rerata di Negara-negara ini adalah 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
Negara yang kurang maju. (Linda, 2008)
Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini adalah kencing
nanah. Penyakit ini menyerang organ seks dan organ kemih. Selain itu akan menyerang
selaput lendir mulut, mata, anus, dan beberapa bagian organ tubuh lainnya. Bakteri yang
membawa penyakit ini dinamakan gonococcus. Kokus gram negative yang menyebabkan
penyakit ini yaitu Neisseria Gonorrhoeae. (Ajen Dianawati, 2003)
Gejala Klinis Gonorhea yaitu :
Pria : duh tubuh uretra, kental, putih kekuningan atau kuning
Wanita : seringkali tanpa gejala, bila ada duh tubuh putih atau kuning terutama di daerah
mulut rahim sehingga perlu pemeriksaan dalam. (Depkes RI, 2008). Konsekwensi
kesehatan yang paling penting akibat infeksi gonorrhea adalah kerusakan tuba fallopi
yang berkaitan dengan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik (tuba) dan infertilitas.
(Linda, 2008)
3.10.3 Sifilis
Sifilis dikenal juga dengan sebutan “raja singa”. Penyakit ini sangat berbahaya. Penyakit ini
ditularkan melalui hubungan seksual atau penggunaan barang-barang dari seseorang yang
tertular (seperti baju, handuk, dan jarum suntik). Penyebab timbulnya penyakit ini adalah
kuman treponema pallidum. Kuman ini menyerang organ-organ penting tubuh lainnya seperti
selaput lendir, anus, bibir, lidah dan mulut. (Ajen Dianawati, 2003)
Gejala umum yang timbul pada sifilis yaitu adanya luka atau koreng, jumlah biasanya satu,
bulat atau, lonjong, dasar bersih, teraba kenyal sampai keras, tidak ada rasa nyeri pada
penekanan. Kelenjar getah bening di lipat paha bagian dalam membesar, kenyal, juga tidak
nyeri pada penekanan. (Depkes RI, 2008)
Untuk gejala yang lebih khusus, Ajen Dianawati 2003 menuliskan bahwa Penularan dan
gejala yang yang terlihat terbagi dalam 3 tingkatan, dan setiap tingkatan berbeda-beda.
Tingkat I
45
a. Penularannya sudah terdeteksi sekitar 10-90 hari setelah melakukan hubungan
seksual.
b. Gejala yang terlihat adalah adanya luka kecil bernanah disertai rasa sakit yang amat
sangat, selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar getah bening yang mengeras
disekitar luka, seperti dilipatan paha.
Tingkat II
a. Terjadi sekitar 40 hari setelah masuk pada tingkat 1.
b. Gejala yang terlihat adalah adanya luka-luka kecil berwarna merah di sekitar
permukaan kulit, dari kulit kepala hingga telapak tangan dan kaki. Luka-luka ini
timbul karena kuman telah menyebar melalui peredaran darah.
c. Gejala lainnya adalah keluhan sakit tenggorokan, punsing, lesu, nyeri otot, terjadi
kerontokan rambut, dan kulit kepala terasa gatal.
Tingkat III
a. Terjadi setelah 10-15 tahun kemudian.
b. Gejalanya antara lain ditemukan benjolan-benjolan pada bagian tubuh yang terserang.
Pada anhirnya bernjolan tersebut melunak dan pecah sehingga mengeluarkan cairan.
Bagian tubuh yang terserang akan mengalami kerusakan. Jika kuman mulai
menyerang otak, orang yang terserang akan mengalami gangguan kejiwaan atau gila.
Jika yang diserang bagian sumsum tulang belakang, niscaya orang tersebut akan
mengalami kelumpuhan, kemunduran kerja jantung, dan kerusakan jaringan susunan
saraf, serta masih banyak lagi kerusakan-kerusakan lainnya. Begitu seterusnya, karena
kuman-kuman tadi dapat menyerang bagian tubuh manapun tanpa memandang siapa
orangnya. Resiko paling fatal penyakit ini dapat mengakibatkan kematian.
c. Perempuan yang hamil bisa saja terserang penyakit ini, sehingga bayi yang akan lahir
mengalami kelumpuhan fisik dan mental, itupun jika mereka dapat bertahan hidup.
Biasanya, bayi-bayi ini akan meninggal dalam kandungan jika kuman menyerang
uterus. Kalaupun bisa lahir, bayi-bayi ini meninggal seminggu setelah kelahirannya.
Sayangnya, obat untuk menyelamatkan para bayi yang terserang penyakit ini sampai
sekarang belum ada.
3.10.4 Vaginitis
Vaginitis adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi atau peradangan
vagina. Vaginitis biasanya ditandai dengan adanya cairan berbau kurang enak yang keluar
dari vagina. Gejala lain adalah gatal atau iritasi di daerah kemaluan dan perih sewaktu
kencing. Beberapa kasus vaginitis disebabkan oleh reaksi alergi atau kepekaan terhadap
bahan kimia. Umumnya disebabkan oleh kuman yang ditularkan secara seksual atau yang
tadinya menetap di vagina dan menjadi ganas karena gangguan keseimbangan di dalam
vagina (Hutapea, 2003).
3.10.5 Klamidia
Klamidia berasal dari kata Chlamydia, sejenis organisme mikroskopik yang dapat
menyebabkan infeksi pada leher rahim, saluran indung telur, dan dan saluran kencing. Gejala
yang banyak dijumpai pada penderita penyakit ini adalah keluarnya cairan dari vagina yang
berwarna kuning, disertai rasa panas seperti terbakar ketika kencing. Karena organisme ini
46
dapat menetap selama bertahun-tahun dalam tubuh seseorang. Ia juga akan merusak organ
reproduksi penderita dengan atau tanpa merasakan gejala apa pun. (Ajen Dianawati, 2003)
3.10.6 Candidiasis
Merupakan infeksi pada muara dan saluran vagina yang paling sering terjadi oleh karena
sejenis ragi. Pada kenyataannya kuman Candida Albicans ini hidup pada selaput lendir dari
sebagian besar orang yang sehat dan tentunya merupakan kuman yang umum ditemukan
dalam vagina. Sebutan nama candida sebagai penyakit menular seksual masih baru, namun
demikian semakin bertambah bukti adanya penularan melalui hubungan seks. (Rosari, 2006)
Penyakit ini biasa juga disebut sebagai infeksi ragi. Sebenarnya, dalam vagina terdapat
berjuta-juta ragi. Meskipun tidak akan menimbulkan masalah, karena ragi berkembang terlalu
pesat, dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan infeksi. Gejala yang dapat terlihat pada
perempuan adalah keluarnya cairan kental berwarna putih disertai dengan pembengkakan dan
gatal-gatal pada vagina. Pada laki-laki, infeksi ini dapat menyebabkan rasa panas, seperti
terbakar dan gatal pada saluran kencingnya. (Ajen Dianawati, 2003)
3.10.7 Chancroid
Penyakit ini diawali dengan benjolan-benjolan kecil yang muncul disekitar genetalia atau
anus, 4-5 hari setelah kontak dengan penderita. Benjolan itu akhirnya akan terbuka dan
mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap. Borok chancroid pada pria biasanya sangat
menyakitkan, sedangkan pada wanita tidak menimbulkan rasa sakit (Rosari, 2006)
Chancroid adalah sejenis bakteri yang menyerang kulit kelamin dan menyebabkan luka kecil
bernanah. Jika luka ini pecah, bakteri akan menjalar kearah pubik dan kelamin. (Ajen
Dianawati, 2003)
47
Kulit dan mukosa di luar Kulit dan mukosa
Predileksi
daerah genetalia dan perianal
Kultur pada chorioallatoic Membentuk bercak kecil Membentuk pock besar dan tebal
membran (CAM) dari telur
ayam
Serologi Antibodi terhadap HSV Antibodi terhadap HSV tipe II
tipe I
Sifat lain Tidak bersifat onkogeni Bersifat onkogeni
48
3.12.2 Pediculosis
Pediculosis adalah terdapatnya kutu pada bulu-bulu di daerah kemaluan. Kutu pubis ini diberi
julukan crabs karena bentuknya yang mirip kepiting seperti di bawah mikroskop. Parasit ini
juga dapat dilihat dengan mata telanjang. Parasit ini menempel pada rambut dan dapat hidup
dengan cara mengisap darah, sehingga menimbulkan gatal-gatal. Masa hidupnya singkat,
hanya sekitar satu bulan. Tetapi kutu ini dapat tumbuh subur dan bertelur berkali-kali
sebelum mati (Hutapea, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Abbassi-Ghanavati M, Greer LG, Cunningham FG. Pregnancy and laboratory studies: a reference
table for clinicians. Obstet Gynecol. 2009 Dec;114(6):1326-31.
Adriaansz G.2008. Asuhan Antenatal. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik: Kesehatan Reproduksi.
Anwar M, Baziad A, Prabowo RP. 2011. Ilmu Kandungan Ed. 3 Cet.1. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Azhari. 2002. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. Palembang: FK UnSri.
Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. In: William’s Obstetrics. Ed 21. The Mc Graw-Hill
Companies. New York, 2001
Gandosoebrata R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat.
Hart, David McKay; Norman, Jane; Callander, Robin; Ramsden, Ian.. 2000. Gynecology Illustration
5th Edition. Harcourt Publisher. pdf
Heffner, Linda J.. Advanced Maternal Age — How Old Is Too Old?. N ENGL J MED 351;19 4,
2004.
James R., Md. Scott, Ronald S., Md. Gibbs, Beth Y., Md. Karlan, Arthur F., Md. Haney, David N.
Danfort. 2003. Danforth's Obstetrics and Gynecology, 9th Ed. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers.
Kelompok Kerja Standar Pendidikan Dokter Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Lowdermilk, Deitra Leonard. Anatomy and Physiology of Pregnancy. pdf
Mansjoer A, dkk. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2001; 260-265.
Mochtar R. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi kedua. Editor :
Lutan D. EGC, Jakarta, 1998;
Mulyaningrum S. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Risiko Kurang Energi Kronis
(KEK) pada Ibu Hamil. Universitas Indonesia.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa:
dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC.
S Pavord; B Myers; S Robinson; S Allard; J Strong; C Oppenheimer. 2011. UK Guidelines On The
Management Of Iron Deficiency In Pregnancy. British Committee for Standards in Haematology.
49
Saifuddin AB, dkk. Dalam : Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Edisi pertama cetakan kedua. JNPKKR-POG I -Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta 2002
Sodeman, A. W., & Thomas, M. S., 1995, Patofisiologi (Pathologic Physiology Mechanism of
Disease), Edisi Ke tujuh, Jilid II, 595-596, Alih Bahasa oleh Hartono, A. dkk. Jakarta: EGC.
Supono. 1985. Ilmu Kebidanan, Bab.1 Fisiologi. Palembang : Rumah Sakit Umum Palembang,
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tinjauan Pustaka. 2011. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38396/3/Chapter%20II.pdf. 19 Februari 2014.
50