Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO E BLOK 24 TAHUN 2018

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 8


Tutor : dr. Nursanti, SpPA
`
Nurul Anisa (04011181520070)
Salnaza Fahrunnisa Rahmah (04011181520077)
Laras Andianti Putri (04011181520078)
Dini Cahyani (04011181520080)
Fitria Febriana (04011281520137)
Lathifah Nadiah (04011281520147)
Shintia Maharani (04011281520152)
Andriana Dwi Puspitasari (04011281520155)
Karina Dinsyafuri Siregar (04011281520170)
Litania Leona Hidayat (04011281520172)
Nur Azizah (04011281520180)
Dimas Ultra Zikri (04011381419191)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial
Skenario E Blok 24 Tahun 2018” dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan
saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberi nafas kehidupan,
2. Tutor kelompok 8, dr. Nursanti, SpPA
3. Teman-teman sejawat FK Unsri,
4. Semua pihak yang telah membantu kami.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih mempunyai kekurangan. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala bantuan yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan untuk membuka wawasan yang lebih luas
lagi. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 22 Februari 2018

Kelompok 8

DAFTAR ISI

ii
Judul.......................................................................................................................................i
Kata Pengantar.......................................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................................iii
Bab I : Pendahuluan...............................................................................................................4
Kegiatan Tutorial...............................................................................................................4
Bab II : Isi ..........................................................................................................................5
Skenario E.........................................................................................................................5
Klarifikasi Istilah...............................................................................................................5
Identifikasi Masalah..........................................................................................................6
Analisis Masalah...............................................................................................................7
Hipotesis............................................................................................................................20
Learning Objectives..........................................................................................................53
Kerangka Konsep..............................................................................................................63
Sintesis..............................................................................................................................64
Kesimpulan........................................................................................................................64
Daftar Pustaka........................................................................................................................65

BAB 1

iii
PENDAHULUAN

I. Kegiatan Tutorial
Tutor : dr. Nursanti, SpPA
Moderator : Nurul Anisa
Sekretaris : 1. Karina Dinsyafuri Siregar
2. Litania Leona
Hari/Tanggal Pelaksanaan : 19-21 Februari 2018
Peraturan selama tutorial :
1. Diperbolehkan untuk minum dan dilarang untuk makan.
2. Diperbolehkan permisi ke toilet.
3. Pada saat ingin berbicara terlebih dahulu mengacungkan tangan, lalu setelah diberi izin
moderator baru bicara.
4. Tidak boleh memotong pembicaraan orang lain.
5. Harus lebih aktif selama kegiatan tutorial.

BAB 2
ISI

iv
I. Skenario E
Mrs. A, 20 years-old pregnant woman, G 1P0A0, 13 weeks pregnancy, was brought by her
husband to the hospital due to vaginal bleeding 2 hours ago. She changed pads once and
found blood as well as tissue from her vagina. There was history of nausea and vomiting.
There was no history of trauma or massaging on her stomach. She had coitus 1 day ago. She
was initially brought by her husband to midwife, but was then referred to Moehammad
Hoesin Hospital.
Physical findings upon admission:
Height 158 cm; weight 59 kg
Compos mentis, BP: 110/80 mmHg, HR: 97 x/min, RR: 20 x/min
Obstetric examination:
Outer examination:
Abdomen flat, soft, fundal height 1 finger above symphysis, mass (-), tenderness (-), ascites
(-)
Inspeculo:
Portio livide (-), external orifice of the uteri was open (1 cm), fluor (-), fluxus (+), blood
(inactive), tissue (+), erotion (-), laceration (-), polyp (-)
Vaginal toucher:
Portio: soft, cervix dilatation 1 cm, posterior
Adnexa/parimetrium dextra and sinistra was tender
Cavum douglas was not palpable
Laboratorium findings:
Hb 10,2 g/dL; Platelet 187.000/mm3, WBC 11.300/mm3, Plano test (+)
II. Klarifikasi Istilah

Istilah Pengertian
G1P0A0 Kehamilan pertama
Vaginal bleeding Keluarnya darah seperti dari pembuluh darah yang cedera dari
vagina.
Nausea Sensasi tidak menyeangkan yang samar pada epigastrium dan
abdomen dnegan kecendrungan untuk muntah.
Vomiting Pengeluaran paksa isi lambung melalui mulut.
Coitus Senggama persetubuhan penyatuan seksual antara laki-laki dan
perempuan yang melibatkan penyisipan penis kedalam vagina.
Portio Livide Tanda kehamilan berupa warna pucat kebiruan atau sering disebut
tanda chadwick pada pemeriksaan inspeculo akibat

v
hipervaskularisasi.
Fluor Cairan atau secret selain darah yang keluar dari vagina dapat disertai
rasa gatal dan rasa terbakar di bibir kemaluan, rasa nyeri baik suatu
berkemih dan bersenggama serta bau dan konsistensi yang khas dari
masing-masing penyebab.
Fluxus Cairan yang keluar dari vagina dalam jumlah banyak.
Laceration Luka robek, compang camping, dan rusak.
Polyp Setiap pertumbuhan atau massa yang menonjol dari membran
mukosa.
Erotion Terkikisnya suatu permukaan.
Adnexa/Parimetrium Perluasan selubung subserosa bagian supraservikal uterus ke lateral
diantara lapisan ligamentum latum uteri.
Cavum Douglas Celah antara Rahim dnegan usus akhir sebelum anus (rectum).
Plano Test Metode tes kehamilan dengan menggunakan imunokromatografi
dengan menggunakan sampel air seni.
III. Identifikasi Masalah
1. Mrs. A, 20 years-old pregnant woman, G 1P0A0, 13 weeks pregnancy, was brought by her
husband to the hospital due to vaginal bleeding 2 hours ago.
2. She changed pads once and found blood as well as tissue from her vagina. There was
history of nausea and vomiting. There was no history of trauma or massaging on her
stomach. She had coitus 1 day ago.
3. She was initially brought by her husband to midwife, but was then referred to
Moehammad Hoesin Hospital.
4. Physical findings upon admission
5. Obstetric examination
6. Inspeculo
7. Vaginal toucher
8. Laboratorium findings

IV. Analisis Masalah


1. Mrs. A, 20 years-old pregnant woman, G1P0A0, 13 weeks pregnancy, was brought by her
husband to the hospital due to vaginal bleeding 2 hours ago.
a. Bagaimana hubungan usia Mrs. A, usia kehamilan, riwayat obstetric dengan
pendarahannya?
Usia seorang wanita pada saat hamil berhubungan dengan terjadinya abortus. Frekuensi
terjadinya abortus sebesar 24% pada wanita yang hamil dengan usia <20 tahun dan sebesar
26% pada wanita usia >40 tahun. Hal tersebut dapat terjadi masih belum dapat dijelaskan.
vi
Kejadian ini mungkin berhubungan dengan belum siap dan matangnya organ reproduksi
wanita untuk mempertahankan kehamilan pada usia <20 tahun.
Data di skenario, didapatkan Mrs. A baru pertama kali hamil dan belum ada keguguran
serta riwayat melahirkan. Dari data tersebut tidak didapatkan riwayat obstetrik yang jelek
yang dapat menjadi faktor risiko dari terjadinya abortus yang ditandai dengan keluarnya
darah dari vagina.
b. Apa makna klinis adanya pendarahan vagina pada usia gestasi 13 minggu?
Pada Trimester II kehamilan, perdarahan menunjukkan gangguan pada kehamilan yang
sering disebabkan partus prematurus, solusio plasenta, mola dan inkompetensi servik.
c. Apa saja yang dapat menyebakan perdarahan di trimester ke 2 pada kasus?
Perdarahan pada trimester kedua dapat disebabkan beberapa hal, yaitu :
 Abortus iminens (terancam)
 Kehamilan ektopik
Kehamilan dimana pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding
endometrium kavum uteri.
 Kematian hasil konseptus (death conceptus)
Kematian fetal sebelum onset persalinan atau fetus yang tidak menunjukkan tanda-tanda
kehidupan setelah usia gestasi 20 minggu. Menurut WHO, hal ini dapat didefinisikan sebagai
janin yang dilahirkan tanpa tanda kehidupan setelah usia gestasi 20 minggu atau berat >500
gram jika usia gestasi tidak diketahui.
Penyebab abortus pada trimester II adalan inkompeten serviks yang disebabkan kelemahan
bawaan serviks, dilatasi serviks berlebihan, atau robekan serviks yang tidak dijahit. Selain itu,
kelainan kromosom juga dapat menyebabkan terjadinya abortus pada trimester II, yaitu angka
kejadiannya sebesar 35%.
d. Bagaimana family planning pada kasus?
Setelah mengalami abortus, ovulasi paling cepat dapat terjadi 2 – 4 minggu setelahnya.
Rata-rata 75% wanita mengalami ovulasi setelah 6 minggu setelah abortus. Maka diperlukan
kontrasepsi secepatnya untuk menunda kehamilan. Pemilihan alat kontrasepsi yang dipakai
harus disesuaikan dengan keadaan pasien. Apabila pasien mengalami komplikasi dari proses
abortus yang kurang steril seperti infeksi baik infeksi lokal ataupun sepsis maka tidak
disarankan menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) pada perdarahan hebat dan
injuri pada traktus genitalia juga tidak disarankan menggunakan alat kontrasepsi dalam
rahim. Pilihan yang dapat digunakan antara lain seperti oral kontrasepsi, injeksi hormonal,
implan, dan kondom.

vii
Tabel 1. Waktu KB
2. She changed pads once and found blood as well as tissue from her vagina. There was
history of nausea and vomiting. There was no history of trauma or massaging on her
stomach. She had coitus 1 day ago.
a. Berapa banyak darah yang keluar berdasarkan penggantian pembalut?
Kapasitas darah yang bisa diserap pembalut berbeda-beda tergantung jenis produknya (5-
90 cc). Menurut Treetampinich et. al. (2017), rata-rata pembalut yang dipakai pada siang hari
dapat menampung sekitar 5-25 ml darah. Maka dari itu, perkiraan darah yang keluar pada
kasus ini dengan penggantian pembalut sebanyak 1 kali berkisar 25 ml.
b. Apa makna klinis keluarnya darah disertai jaringan yang keluar dari vagina?
Keluarnnya darah dan jaringan dari vagina pada kehamilan trimester kedua bisa menjadi
salah satu gelaja klinis terjadinya gangguan pada kehamilan, namun untuk diagnosis pasti
abortus perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan patologi anatomi, agar
diketahui apakah jaringan yang keluar merupakan jaringan dari hasil konsepsi atau bukan.
c. Bagaimana mekanisme keluarnya darah disertai jaringan dari vagina pada kasus?
Perdarahan terjadi jika plasenta, secara keseluruhan atau sebagian, terlepas dari uterus.
Pada abortus inkomplet, ostium internum serviks membuka dan menjadi tempat lewatnya
darah. Janin dan plasenta mungkin seluruhnya tetap berada in utero atau mungkin sebagian
keluar melalui ostium yang terbuka. Perdarahan akibat abortus inkomplet pada kehamilan
tahap lebih lanjut kadang parah tapi jarang mematikan.
Kontraksi uterus  dilatasi serviks  pembukaan Ostium Uteri Externum (OUE) 
keluarnya darah beserta jaringan.
d. Apa makna klinis riwayat mual dan muntah?

viii
Riwayat mual muntah yang ditanyakan untuk mengonfirmasi adanya tanda-tanda
kehamilan. Pada wanita hamil mual yang muntah terjadi akibat peningkatan hormon
esterogen dan β-HCG (Beta Human Chorionic Gonadotropin) yang dihasilkan oleh trofoblast.
Hiperemesis gravidarum umum terjadi pada awal kehamilan hingga usia gestasi 20 minggu
yang puncaknya terjadi pada usia kehamilan 11 minggu dan berakhir pada usia kehamilan 20
minggu.
e. Apa makna klinis ditanyakan riwayat trauma atau massage pada perutnya?
Riwayat trauma atau massage pada perut perlu ditanyakan kepada Ny.A, dikarenakan
trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus. Namun secara statistik,
hanya sedikit insiden abortus yang disebabkan karena trauma. Dan untuk menyingkirkan
diagnosis banding abortus yang disebabkan karena trauma, terutama pada abortus provokatus.
f. Apa pengaruh coitus pada kasus?
Moscrop (2012) dalam tulisannya menjelaskan perkembangan opini medis mengenai
hubungan seksual selama kehamilan. Dari ulasannya didapatkan bahwa belum ada bukti dan
penelitian tentang efek dari hubungan seksual terhadap awal kehamilan.

Tabel 2. potensi komplikasi hubungan seksual selama kehamilan


Sumber: Jones, C. et al. 2011. Sex In Pregnancy.Canadian Medical Association Journal.
Namun pembatasan hubungan seksual biasanya direkomendasikan atas dasar pencegahan
dan tatalaksana untuk ancaman persalinan preterm (threatened preterm labour) karena
stimulasi klitoris dan puting dapat merangsang produksi oksitosin selain itu Prostaglandin E
pada semen dapat memacu terjadinya pematangan serviks dan peningkatan kolonisasi
mikroorganisme di vagina.
Coitus dapat menyebabkan seorang ibu keguguran dengan riwayat pernah keguguran
akibat serviks lemah sebelumnya. Bila wanita memiliki risiko yang tinggi di kehamilan,
biasanya dokter akan melarang coitus untuk beberapa saat dan di beberapa kondisi. Ada
beberapa kondisi dimana seorang wanita harus menghindari coitus disaat hamil seperti wanita
yang mengalami plasenta previa dan insuffisiensi serviks agar tidak terjadi pendarahan. Posisi
ix
yang salah pada coitus juga dapat mempengaruhi wanita. Bila saat coitus perempuan berada
di posisi bawah, hal ini dapat menekan pembuluh darah besar pada uterus sehingga nantinya
wanita akan merasa nyeri pelvis dan nyeri perut. Sperma pada laki-laki juga dapat memicu
kontraksi rahim sehingga harus dikeluarkan di luar atau menggunakan kondom.
g. Bagaimana edukasi kepada ibu hamil terkait hubungan suami istri selama
kehamilan?
1) Menanggapi dan menjelaskan berbagai persepsi terkait seksualitas selama kehamilan
Kurangnya pengetahuan pada ibu hamil dapat menyebabkan beberapa kondisi psikologis
ketika melakukan hubungan seksual saat kehamilan, diantaranya:
a) Takut menyakiti janin atau menyebabkan keguguran.
Pada kehamilan yang normal hubungan seksual tidak menyebabkan keguguran karena
janin terlindung oleh cairan amnion dan rahim.
b) Takut bahwa orgasme dapat menyebabkan keguguran atau persalinan dini.
Pada saat orgasme uterus akan mengalami kontraksi tetapi ini bukan tanda persalinan dan
tidak menimbulkan bahaya pada kehamilan normal.
c) Takut terjadi infeksi pada saat penis masuk dalam vagina.
Apabila suami tidak memiliki penyakit menular seksual, tidak ada bahaya infeksi pada ibu
dan janin melalui hubungan seksual, selama kantong amnion tetap utuh. Untuk
pencegahan infeksi pasangan dianjurkan menggunakan kondom saat berhubungn seksual.
d) Takut menyakiti janin karena kepala janin sudah masuk rongga panggul. Pada beberapa
pasangan tidak dapat menikmati hubungan seksual yang nyaman selama kehamilan, ibu
menjadi tegang karena posisi janin yang sudah dekat.
Hubungan seksual tidak menyakiti janin asalkan tidak melakukan penetrasi yang terlalu
dalam.
e) Anggapan jika berhubungan seksual dalam 6 minggu terakhir dapat menyebabkan proses
persalinan.
Kontraksi yang disebabkan karena orgasme akan semakin kuat pada kehamilan tua, namun
apabila leher rahim kuat maka ini tidak akan menyebabkan terjadinya proses persalinan.
2) Menjelaskan keadaan tertentu yang terjadi selama kehamilan sehingga hubungan seksual
harus dibatasi
Tidak ada alasan fisiologik yang mengatakan bahwa sebaiknya tidak melakukan hubungan
seksual selama kehamilan, kecuali bila bidan atau dokter melarangnya karena alasan medis
tertentu. Hubungan seksual selama kehamilan harus dibatasi jika terjadi hal-hal berikut:
a) Selama kehamilan, jika setiap kali terjadi perdarahan yang tidak diketahui sebabnya.
x
b) Selama trimester pertama, bila wanita punya riwayat keguguran atau ancaman keguguran.
c) Selama 8-12 minggu terakhir kehamilan, bila wanita punya riwayat keguguran atau
ancaman keguguran.
d) Selama trimester ketiga, bila selaput ketuban pecah.
e) Selama trimester ketiga, bila terjadi plasenta previa.
3) Menjelaskan manfaat hubungan seksual selama kehamilan
a) Manfaat hubungan seksual yang dirasakan pasangan suami istri diantaranya adalah
memperoleh kenikmatan. Karena kenikmatan berhubungan seks dapat mengurangi stress
dan menciptakan suasana rileks karena hubungan seksual pada wanita akan merangsang
pelepasan endorfin yang membuat perasaan menjadi lebih baik, rileks dan nyaman.
b) Selain itu, hubungan seksual selama kehamilan dapat meningkatkan perasaan cinta,
keintiman, dan kepedulian antara suami dan istri.
c) Hubungan seks juga akan menyiapkan untuk proses persalinan nantinya melalui latihan
otot panggul yang akan membuat otot tersebut menjadi kuat dan fleksibel. Hubungan
seksual pada usia kehamilan tua akan mempermudah kelahiran karena pada saat itu terjadi
kekejangan pada otot rahim. Yang terjadi adalah pria ejakulasi dan sperma masuk ke
vagina dan di dalam sperma terdapat prostaglandin, yakni hormon yang bisa menimbulkan
kontraksi. Bagian dari prostaglandin ini memang bisa menyebabkan kontraksi otot rahim
meskipun konsentrasinya tidak cukup besar, kontraksi lebih sering dan lebih kuat karena
orgasme. Jadi selama tidak menjadi beban bagi istri, hubungan intim selama hamil tak jadi
masalah.
4) Menjelaskan frekuensi dan waktu yang aman untuk melakukan hubungan seksual selama
kehamilan
a) Frekuensi dalam berhubungan seksual tergantung pada kondisi wanita, frekuensi
berhubungan pada wanita yang tidak hamil biasanya berkisar antara 2-4x/minggu,
sedangkan wanita hamil antara 1-2x/minggu. Semakin jarang hubungan frekuensi seksual
pada pasangan, semakin tidak sehat pernikahan tersebut. Hal ini dikarenakan masing-
masing kebutuhan ada yang tidak terpenuhi dan dapat menyebabkan rasa frustasi karena
kurangnya perhatian dari pasangan tentang hal seksual.
b) Pasangan suami istri diharapkan menggunakan waktu yang tenang untuk berhubungan
seksual, waktu dimana tidak merasakan mual, muntah dan letih.
5) Menjelaskan posisi yang aman saat melakukan hubungan seksual selama kehamilan
a) Wanita diatas tetapi hindari penetrasi yang dalam. Posisi ini memungkinkan ibu hamil
lebih banyak memegang kendali terhadap gerakan, sehingga dapat mengontrol kedalaman
xi
penetrasi sesuai yang diinginkan. Posisi ini juga menghindari penekanan pada perut ibu
hamil, sehingga lebih aman dan nyaman.
b) Pria diatas dan miring ke salah satu sisi atau bertahan dengan lengan, agar berat badannya
tidak menekan wanita.
c) Pria duduk di kursi atau tempat tidur dan wanita berada di atasnya, selain tidak
membebani kehamilan, posisi ini juga memudahkan wanita mengatur irama hubungan
sekaligus mengurangi tekanan di dinding rahim.
d) Pria dan wanita berbaring menghadap satu arah dengan posisi wanita di depan pria.
Penetrasi dilakukan pria dari belakang.
e) Wanita dalam posisi lutut-siku (menungging), penetrasi dilakukan pria dari belakang.
3. She was initially brought by her husband to midwife, but was then referred to
Moehammad Hoesin Hospital.
a. Bagaimana tatalaksana awal pada kasus?
Tatalaksana Umum
 Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda vital
(nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
 Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik <90mmHg). Jika
tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong
melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat memburuk dengan
cepat.
 Segera rujuk ibu ke rumah sakit .
 Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan konseling
kontrasepsi pasca keguguran.
Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.
Tatalaksana khusus (abortus inkomplit)
 Lakukan konseling.
 Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16 minggu,
gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari
serviks. Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu lakukan evakuasi
isi uterus. Aspirasi vakum manual(AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat
segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila
perlu).

xii
 Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40
IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40
tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi.
 Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu
baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
 Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan
patologi ke laboratorium.
 Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi
urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. BIla hasil
pemantauan baik dan kadar Hb >8g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
b. Apa indikasi perujukan pada kasus?
Secara umum, perujukan pada kasus obstetrik dilakukan apabila tenaga dan perlengkapan
di suatu fasilitas kesehatan tidak mampu menatalaksana komplikasi yang mungkin terjadi.
Kriteria rujukan pada kasus abortus adalah abortus insipiens, abortus inkomplit, perdarahan
yang banyak, nyeri perut, ada pembukaan serviks, demam, darah cairan berbau dan kotor
(Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Ikatan Dokter Indonesia, 2014).
4. Physical findings upon admission
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada hasil pemeriksaan fisik pada
kasus?
Tabel 3. Hasil dan Interpretasi Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Nilai Normal Hasil Interpretasi
Height IMT 18,5 – 24,9 158 cm Normal weight
Weight 59 kg. (berat semula 59000
BMI Mrs. A 23,6.
gr – 650 gr= 583500
gr ~ 58,35 kg)
IMT sebelum hamil =
23,4
Sensorium compos mentis compos mentis Normal
Blood Pressure Rendah normal 110/80mmHg Normal
tekanan darah:
110/75mmHg
Normal:
120/80mmHg
Tinggi normal
tekanan darah:
130/85mmHg
Heart Rate 60-100x/menit 96x/menit Normal
Respiratory Rate 16-24x/menit 20x/menit Normal
xiii
Gambar 1. Penambahan Berat Badan selama Kehamilan
Pada trimester ke 2 dan ke 3 pada perempuan dengan gizi baik menambah berat badan per
minggu sebesar 0,4 kg, sementara pada perempuan dengan gizi kurang arau berlebih
dianjurkan menambah berat badan per minggu masing-masing sebesar 0,5 kg dan 0,3 kg.
5. Obstetric examination
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada hasil pemeriksaan obestetric
pada kasus?
Tabel 4. Hasil dan Interpretasi Pemeriksaan Obstetrik
Hasil Pemeriksaan Hasil Normal Interpretasi
Abdomen rata Rata Normal
Abdomen lembut Lembut Normal, tidak ada defans
muskuler
Tinggi fundus 1 jari di atas 12-13 minggu : 1 jari di atas Normal, sesuai usia
simfisis pubis pada usia 13 simfisis pubis kehamilan
minggu
Mass (-) (-) Normal, tidak ditemukan
tanda
pembengkakan/tumor
Tenderness (-) (-) Normal
Ascites (-) (-) Normal
6. Inspeculo
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada hasil pemeriksaan inspeculo
pada kasus?
Tabel 5. Hasil dan Interpretasi Pemeriksaan Inspekulo
Hasil Pemeriksaan Hasil Normal Interpretasi & Mekanisme
Portio livide (-) (+) mulai dari minggu Abnormal

xiv
ke 6-8 setelah Perdarahan pada uterus  aliran darah
konsepsi ke seviks dan vagina berkurang 
hipervaskularisasi vena di area serviks
menurun  warna keunguan (livide)
berkurang
External orifice of (-) sebelum masuk Abnormal
Kematian hasil konsepsus 
the uteri was open (1 inpartu pada
perdarahan dalam desidua basalis 
cm) kehamilan pertama
nekrosis jaringan  hasil konsepsi
lepas  merangsang uterus
berkontraksi  serviks mengalami
penipisan/effacement dan dilatasi 
orificium uteri eksternal terbuka
Fluor (-) (-) Normal, tidak ada vaginosis/infeksi
genitalia eksterna
Fluxus (+) (-) sebelum inpartu Abnormal
Kematian hasil konsepsus 
perdarahan dalam desidua basalis 
nekrosis jaringan  hasil konsepsi
lepas  merangsang uterus
berkontraksi  mengeluarkan darah
dan jaringan termasuk cairan amnion
 fluksus (+)
Blood (+) (inactive) (-) baik secara aktif Abnormal
Kematian hasil konsepsus 
maupun inaktif
perdarahan dalam desidua basalis 
nekrosis jaringan  hasil konsepsi
lepas  merangsang uterus
berkontraksi  mengeluarkan darah
dan jaringan  darah (+)
Tissue (+) (-) Abnormal
Kematian hasil konsepsus 
perdarahan dalam desidua basalis 
nekrosis jaringan  hasil konsepsi
lepas  merangsang uterus
berkontraksi  mengeluarkan darah

xv
dan jaringan  jaringan (+)
Erotion (-) (-) Normal, perdarahan bukan karena luka
Laceration (-)
Polyp (-) (-) Normal, perdarahan bukan karena polip
b. Bagaimana gambaran abnormal pada pemeriksaan inspeculo?

Gambar 2. Gambaran Abnormal pada Pemeriksaan Inspeculo


c. Bagaimana indikasi pemeriksaan inspeculo dan kapan dilakukannya?
Saat terjadi perdarahan, pemeriksaan inspekulo digunakan untuk mengetahui sumber
perdarahan, kelainan serviks dan vagina, dan trauma. Apabila ada perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum, serta adanya plasenta previa yang harus dicurigai.
7. Vaginal toucher
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada hasil pemeriksaan vaginal
toucher pada kasus?
Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Vaginal toucher
No Hasil pemeriksaan Interpretasi Mekanisme abnormal
1 Portio : Lunak Abnormal Umunya Portio menjadi lunak dan
tipis apabila terjadi pembukaan
dan menjadi tanda tanda akan
terjadi persalinan, karena terjadi
pengeluaran hasil konsepsi pada
abortus maka portio menjadi lunak
2 Serviks : dilatasi 1 cm Abnormal Pembukaan serviks disebabkan
adanya pengeluaran hasil konsepsi
yang belum selesai.
3 Posterior adnexa : tender Abnormal Adnexa menjadi lunak apabila
wanita hamil terdapat tanda akan
melahirkan
4 Cavum douglas: tidak teraba Normal -
xvi
b. Bagaimana prosedur pemeriksaan vaginal toucher?
Persiapan alat :
 Kapas DTT.
 Air DTT.
 Handscoon steril.
Cara Kerja:
1) Tutupi badan ibu dengan sarung atau selimut.
2) Minta ibu berbaring terlentang dengan lutut ditekuk dan paha dibentangkan
3) Gunakan sarung tangan DTT atau steril saat melakukan pemeriksaan.
4) Gunakan kasa atau gulungan kapas DTT yang dicelupkan ke air DTT/larutan antiseptic.
Basuh labia secara hati-hati, seka dari bagian depan ke belakang untuk menghindarkan
kontaminasi feses (tinja)
5) Periksa genitalia eksterna, perhatikan apakah ada luka atau massa (benjolan) termasuk
kondilomata, varikositas vulva atau rectum atau luka parut di perineum.
6) Nilai cairan vagina dan tentukan apakah ada bercak darah, perdarahan pervaginam atau
mekonium.
7) Dengan hati-hati pisahkan labius mayus, dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri
menggeser labia mayora ke sisi kiri dan kanan, sehingga pemeriksa mudah memasukkan
jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan ke dalam introitus vagina.
8) Masukkan (hati-hati) jari telunjuk yang diikuti oleh jari tengah.
9) Setelah tangan kanan masuk, letakkan ujung-ujung jari tangan kiri pada suprasimfisis,
tentukan tinggi fundus uteri (apabila besar kandungan memungkinkan untuk diraba dari

luar).
10) Tangan dalam memeriksa dinding vagina, kemudian secara bimanual tentukan besar
uterus, konsistensi dan arahnya. Periksa konsistensi serviks, keadaan parametrium dan
kedua adneksa.
11) Pindahkan jari-jari tangan luar dan dalam ke bagian isthmus (tentukan apakah ada tanda
Hegar, dengan mencoba untuk mempertemukan kedua ujung jari tangan luar dan dalam).
12) Pemeriksaan harus dilakukan secara sistematis dan berurutan.

A B C D
Gambar 3. Vagina Toucher
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan pelvis bimanual :
 Vagina:
xvii
– Kelainan pada daerah introitus vagina (kista Bartolini, abses Bartolini)
– Kekuatan dinding vagina
– Sistokel atau rektokel, dan kista Gardner
– Permukaan dan kondisi rugae (ulkus, tumor dan fistula)
– Kelainan kongenital
– Penonjolan forniks atau kavum Douglasi
 Serviks uteri:
– Permukaan (sikatriks, ulkus, tumor)
– Ukuran dan bentuk serviks uteri
– Konsistensi (kenyal, lunak, tanda Hegar)
– Kanalis servikalis terbuka atau tertutup
– Mobilitas
– Nyeri pada pergerakan
 Uterus:
– Bentuk uterus
– Ukuran atau dimensi uterus
– Posisi uterus (anteversi, retroversi, antefleksi, retrofleksi, sinistro/ dekstroposisi)
– Konsistensi (padat, lunak)
– Permukaan uterus (bernodul, rata)
– Mobilitas
– Tumor (bentuk, ukuran, konsistensi)
– Kelainan kongenital
 Parametrium:
– Struktur adneksa (tuba, ovarium)
– Parametrium (melebar, memendek)
– Nyeri pada palpasi
– Tumor (lokasi, ukuran, permukaan, konsistensi, mobilitas, hubungan dengan jaringan
lain)
– Keganasan
13) Jika pemeriksaan sudah lengkap, keluarkan kedua jari. Celupkan sarung tangan kedalam
larutan untuk dekontaminasi, lepaskan kedua sarung tangan secara terbalik dan rendam
dalam larutan dekontaminasi selama 10 menit.
14) Cuci kedua tangan dan segera keringkan dengan handuk yang bersih dan kering.
15) Bantu ibu untuk mengambil posisi yang lebih nyaman.
16) Jelaskan hasil-hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarganya.
xviii
8. Laboratorium findings
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada hasil pemeriksaan
laboratorium pada kasus?
Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
No Hasil pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi &
Mekanisme abnormal
1 Hb : 10.2 g/dl Kadar Hb < 11 g/dl (pada Abnormal
(Anemia ringan);
trimester I dan III) atau <
Pada keadaan normal
10,5 g/dl (pada
wanita hamil akan
trimester II)
mengalami hemodilusi
Nilai ambang batas yang
yang menyebabkan
digunakan untuk
turunnya nilai
menentukan status anemia
hemoglobin, namun
ibu hamil, didasarkan pada
pada kasus terjadi
kriteria WHO tahun 2010
perdarahan akibat
yang ditetapkan dalam 3
abortus inkompletus.
kategori, yaitu normal (≥11
gr%), anemia ringan (8- 11
gr%), dan anemia berat
(kurang dari 8 gr%)
3
2 Platelet: 187.000/mm 150,000-400,000/μL Normal
3 WBC :11.300/ mm3 5.6 - 14.8X 103/mm3 Normal
4 Plano test (+) Normal Normal;
Tes plano yang positif
menunjukkan adanya
hormon HCG pada
wanita hamil. Tes
kehamilan biasanya
menunjukkan hasil
negative setelah satu
minggu dari terhentinya
pertumbuhan kehamilan
V. Hipotesis : Abortus Inkomplit
1. Diagnosis kerja

xix
Mrs. A, 20 tahun, G1P0A0, usia gestasi 13 minggu, mengalami abortus inkomplit ec suspect
coitus.
2. Algoritma penegakan diagnosis

Gambar 4. Algorithm for the diagnosis of spontaneous pregnancy loss. (ED = emergency
department; hCG = human chorionic gonadotropin.)

xx
Gambar 5. Algorithm for the management of spontaneous pregnancy loss. (hCG = human
chorionic gonadotropin.)
a. Anamnesis
 Tiga gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut bagian bawah
terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung, bokong dan perineum;
perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi. Gejala ini terutamanya khas pada
abortus dengan hasil konsepsi yang masih tertingal di dalam rahim.
 Selain itu, ditanyakan adanya amenore pada masa reproduksi kurang 20 minggu dari
HPHT.
 Perdarahan pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan
yang keluar juga ditanya apakah berupa jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau
seperti anggur.
 Rasa sakit atau keram bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.
 Riwayat penyakit sekarang : IDDM (Insulin-Dependent Diabetes Mellitus) yang tidak
terkontrol, tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.
 Riwayat penyakit dahulu : riwayat trauma, riwayat infeksi traktus genitalis
 Riwayat kebiasaan : merokok, minum alkohol, konsumsi narkoba malalui jarum suntik
dan seks bebas
 Riwayat bepergian ke daerah endemik malaria
b. Pemeriksaan Fisik

xxi
1) Keadaan umum, berat badan dan tinggi badan, tanda vital (tekanan darah, nadi,
pernapasan, suhu tubuh)
2) Pemeriksaan Obstetri
a) Inspeksi abdomen: Parut dari operasi sebelumnya (seksio sesarea, ruptur uteri atau operasi
abdomen lainnya, perut membuncit memanjang/distensi melebar ke samping
b) Palpasi abdomen: Dinding perut teraba lembut/tegang; adakah: massa, cairan bebas, nyeri
tekan abdomen.
c) Tinggi fundus uteri

Gambar 6. Gambaran Tinggi Fundus Uteri (TFU) Dikonversikan dengan Usia Kehamilan
(UK)
Tinggi fundus uteri sesuia dengan usia kehamilan:
 Pada usia kehamilan 12 minggu, fundus dapat teraba 1-2 jari di atas simpisis
 Pada usia kehamilan 16 minggu, fundus dapat teraba di antara simpisis dan pusat
 Pada usia kehamilan 20 minggu, fundus dapat teraba 3 jari di bawah pusat
 Pada usia kehamilan 24 minggu, fundus dapat teraba tepat di pusat
 Pada usia kehamilan 28 minggu, fundus dapat teraba 3 jari di atas pusat
 Pada usia kehamilan 32 minggu, fundus dapat teraba di pertengahan antara Prosesus
Xipoideus dan pusat
 Pada usia kehamilan 36 minggu, fundus dapat teraba 3 jari di bawah Prosesus
Xipoideus
 Pada usia kehamilan 40 minggu, fundus dapat teraba di pertengahan antara Prosesus
Xipoideus dan pusat. (Lakukan konfirmasi dengan wawancara dengan pasien untuk
membedakan dengan usia kehamilan 32 minggu).
3) Pemeriksaan Ginekologi
a) Inspeksi Vulva: Pendarahan pervaginam ada atau tidaknya jaringan hasil konsepsi, tercium
atau tidak bau busuk dari vulva.

xxii
b) Inspekulo: Pendarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau
tidaknya jaringan keluar dari ostium, ada atau tidaknya cairan atau jaringan berbau busuk
dari ostium.
c) Colok Vagina: Porsio terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam kavum
uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio
digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum douglas tidak menonjol dan tidak
nyeri.

Tabel 8. Manifestasi Klinis pada Beberapa Macam Abortus


c. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) : menentukan janin masih hidup atau tidak
b) Pemeriksaan laboratorium : kadar hormon hCG, progesteron, hemoglobin, leukosit,
trombosit, waktu pembekuan, waktu perdarahan, waktu protrombin.
c) Tes kehamilan
d) Pemeriksaan jaringan hasil konsepsi yang dilakukan kuretase dapat dikirim ke Patologi
Anatomi.
3. Diagnosis banding

xxiii
Tabel 9. Diagnosis Banding Abortus
Diagnosis Gejala Pemeriksaan fisik Pemeriksaan
banding
Penunjang

- tes kehamilan
Abortus - perdarahan dari TFU sesuai dengan urin
iminens uterus pada umur kehamilan
masih positif
kehamilan sebelum Dilatasi serviks (-)
20 minggu berupa - USG : gestasional sac
flek-flek
(+), fetal plate (+),
- nyeri perut ringan
- keluar jaringan
(-) fetal movement (+),
xxiv
fetal heart movement
(+)

- perdarahan - tes kehamilan


Abortus banyak TFU sesuai dengan urin
insipien dari uterus pada umur kehamilan
masih positif
kehamilan sebelum Dilatasi serviks (+)
20 minggu - USG : gestasional sac
- nyeri perut berat
(+), fetal plate (+),
- keluar jaringan (-)
fetal movement (+/-),
fetal heart movement
(+/-)

- perdarahan - tes kehamilan


Abortus banyak / TFU kurang dari urin
inkomplit sedang dari uterus umur kehamilan
masih positif
pada kehamilan Dilatasi serviks (+)
sebelum 20 minggu teraba jaringan dari - USG : terdapat sisa
- nyeri perut ringan cavum uteri atau
masih menonjol hasil konsepsi (+)
- keluar jaringan pada
sebagian (+) osteum uteri
eksternum
- tes kehamilan
Abortus - perdarahan (-) TFU kurang dari urin
komplit - nyeri perut (-) umur kehamilan
- keluar jaringan masih positif
(+) Dilatasi serviks (-)
bila terjadi 7-10 hari
setelah abortus.
USG : sisa hasil
konsepsi (-)

- tes kehamilan
Missed - perdarahan (-) TFU kurang dari urin
abortion - nyeri perut (-) umur kehamilan
negatif setelah 1
- biasanya tidak Dilatasi serviks (-)
merasakan keluhan minggu dari
apapun kecuali terhentinya
merasakan

xxv
pertumbuhan pertumbuhan
kehamilannya tidak
kehamilan.
seperti yang
diharapkan. Bila - USG : gestasional sac
kehamilannya > 14
(+), fetal plate (+),
minggu sampai 20
minggu penderita fetal movement (-),
merasakan
rahimnya
fetal heart movement
semakin mengecil,
tanda-tanda (-)
kehamilan
sekunder
Mola - Tanda kehamilan (+) TFU lebih dari umur - tes kehamilan urin
hidatidosa - Terdapat banyak atau kehamilan
masih positif
sedikit gelembung Terdapat banyak atau (Kadar HCG lebih
Mola sedikit gelembung dari
- Perdarahan banyak / mola
100,000 mIU/mL)
Sedikit DJJ (-)
- Nyeri perut (+) - USG : adanya
Ringan
pola badai salju
- Mual - muntah (+)
(Snowstorm).

Blighted - Perdarahan berupa TFU kurang dari usia - tes kehamilan urin
ovum flek-flek kehamilan
positif
- Nyeri perut ringan OUE menutup - USG : gestasional
- Tanda kehamilan (+) sac
(+), namun kosong
(tidak terisi janin).

- Lab darah : Hb
KET - Nyeri abdomen (+) Nyeri abdomen (+) rendah,
- Tanda kehamilan (+) Tanda-tanda syok
eritrosit dapat
- Perdarahan (+/-) : hipotensi,
pervaginam (+/-) pucat, ekstremitas meningkat, leukosit
dingin.
- Tanda-tanda akut dapat meningkat.

xxvi
- Tes kehamilan
abdomen (+) : perut positif
tegang bagian - USG : gestasional
sac
bawah, nyeri tekan
dan nyeri lepas diluar cavum uteri.
dinding abdomen.
Rasa nyeri pada
pergerakan servik.
Uterus dapat teraba
agak membesar dan
teraba benjolan
disamping uterus
yang batasnya sukar
ditentukan.
Cavum douglas
menonjol berisi
Tabel 10. Diagnosis Banding Abortus dan Kelainan Lainnya

Tabel 11. Diagnosis Banding Pendarahan menurut usia kehamilan


a. Mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah bagian dari penyakit trofoblastik gestasional, yang disebabkan
oleh kelainan pada villi khorionik yang disebabkan oleh proliferasi trofoblastik dan edem
Diagnosis :
 Perdarahan pervaginam berupa bercak hingga berjumlah banyak
 Mual dan muntah hebat
 Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan
 Tidak ditemukan janin intrauteri
 Nyeri perut
 Serviks terbuka
 Keluar jaringan seperti anggur, tidak ada janin
xxvii
 Takikardi, berdebar-debar (tanda-tanda tirotoksikosis)
Penegakkan diagnosis kehamilan mola dapat dibantu dengan pemeriksaan USG.
Faktor Predisposisi
 Usia – kehamilan terlalu muda dan tua
 Riwayat kehamilan mola sebelumnya
 Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan kontraseptif oral
b. Kehamilan ektopik terganggu
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar rahim (uterus).
Diagnosis
 Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah sedang
 Kesadaran menurun
 Pucat
 Hipotensi dan hipovolemia
 Nyeri abdomen dan pelvis
 Nyeri goyang porsio
 Serviks tertutup
Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG.

4. Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan dengan batasan usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram.
Sedangkan abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan
sebelum 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, telah keluar dari kavum uteri,
ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit dan
dimana masih ada sebagian hasil konsepsi yang tertinggal di dalam uterus.
5. Epidemiologi
Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, tetapi disebutkan sekitar 60 % dari
wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit.
Insiden abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan,
disumber lain disebutkan sebesar 15-20%. Namun, kalau dikaji lebih jauh, kejadian abortus
sebenarnya bisa mencapai 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy
loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi. Lebih dari 80% abortus
terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka tersebut kemudian menurun secara
cepat pada umur kehamilan selanjutnya. Anomali kromosom menyebabkan sekurang-
kurangnya separuh dari abortus pada trimester pertama, kemudian menurun menjadi 20-30%
pada trimester kedua dan 5-10 % pada trimester ketiga.
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di samping
dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang dikenali secara klinis

xxviii
bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26% pada
wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya adalah
dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus meningkat apabila wanita yang bersangkutan hamil
dalam 3 bulan setelah melahirkan bayi aterm.
6. Etiologi
Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu
penyebabnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak di antaranya adalah sebagai
berikut.
a. Faktor Genetik
 Mendelian
 Multifaktor
 Robertsonian
 Resiprokal
b. Kelainan Kongenital Uterus
 Anomali duktus Mulleri
 Septum uterus
 Inkompeten uterus
 Mioma uteri
c. Autoimun
 Aloimun
 Mediasi imunita humoral
 Mediasi imunitas seluler
d. Defek Fase Luteal
 Faktor endokrin eksternal
 Antibodi antitiroid hormon
 Sintesis LH yang tinggi
e. Infeksi
f. Hematologik
g. Lingkungan
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin dan cacat bawaan
yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat
terjadi karena:
o Faktor kromosom
Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks.
o Faktor lingkungan endometrium
Endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi, gizi ibu kurang
karena anemia atau jarak kehamilan terlalu pendek.
o Pengaruh luar

xxix
Infeksi endometrium, endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. Hasil konsepsi
terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.
Kelelahan yang dialami ibu dapat menyebabkan abortus.
Kelainan pada plasenta
– Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat berfungsi.
– Gangguan pembuluh darah plasenta, seperti diabetes melitus.
– Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta hingga menimbulkan
keguguran.
Penyakit Ibu
Penyakit ibu dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin adalam kandungan
melalui plasenta
– Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sifilis.
– Anemia ibu melalui gangguan nutrisi dan peredaran oksigen menuju sirkulasi
retroplasenter.
– Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit diabetes
melitus.
Kelainan yang terdapat dalam rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal dalam
bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, serviks inkompeten,
bekas operasi pada serviks (konisasi, amputasi serviks), robekan serviks postpartum.
7. Faktor risiko
Berikut beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus pada kehamilan :
a. Faktor janin
Abortus spontan dini sering memperlihatkan kelainan perkembangan zigot, mudigah,
janin, dan kadang plasenta. Diketahui bahwa, abortus dapat terjadi pada mudigah yang
mengalami degenerasi atau tidak mengandung mudigah (blighted ovum). Pada 50-60%,
kelainan kromosom adalah peyebab utama mudigah atau janin dini mengalami abortus
spontan. Kelainan kromosom jarang dijumpai seiring dengan kemajuan kehamilan dan
ditemukan pada sekitar sepertiga kematian trimester kedua, tetapi hanya 5% dari lahir mati
trimester ketiga.
Tabel 12. Gambaran Kromosom pada Sejumlah Abortus
Insiden dalam Persen
Pemeriksaan kromosom
Kajii, dkk. (1980) Eiben, dkk (1990) Simpson (1980)
Normal (euploidi)
46,XY dan 46,XX 46 51 54
Abnormal (aneuploidi)
xxx
Trisomi autosom 31 31 22
Monosomi (45,X) 10 5 9
Triploidi 7 6 8
Tetraploidi 2 4 3
Anomali struktur 2 2 2
Trisomi ganda atau tripel 2 0.9 0.7
Sumber : Williams Obstetric 23rd Edition, 2010
Janin dengan kromosom normal cenderung mengalami abortus lebih belakangan daripada
janin yang mengalami aneuploidi. Sebagai contoh, 75% abortus aneuploidi terjadi sebelum 8
minggu usia kehamilan, sementara abortus euploidi memuncak pada sekitar 13 minggu.
Abortus euploidi meningkat drastis pada usia ibu > 35 tahun.
b. Faktor Ibu
1. Infeksi

Beberapa teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko
abortus, diantaranya sebagai berikut :
- Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung
pada janin atau unit fetoplasenta.
- Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit
bertahan hidup.
- Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.
- Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang bisa
mengganggu proses implantasi.
- Adanya infeksi virus sebelum kehamilan, dapat menyebabkan perubahan genetik dan
anatomik embrio.
2. Kelainan endokrin
Defisiensi iodium berat dapat berkaitan dengan keguguran. Defisiensi hormon tiroid sering
terjadi pada wanita dan berhubungan dengan penyakit autoimun. Efek hipotiroidisme pada
abortus dini belum diteliti secara mendalam. Autoantibodi tiroid pernah dilaporkan berkaitan
dengan peningkatan insiden keguguran.
Progesteron mempunyai peran penting dalam mempengaruhi reseptivitas endometrium
terhahadap implantasi embrio. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Allan dan Corner
(1929) tentang proses fisiologi korpus luteum menemukan bahwa kadar progesteron yang
rendah berhubungan dengan risiko abortus.
3. Nutrisi
Dalam sebuah penelitian oleh Maconoshie dkk (2007), mendapatkan adanya penurunan
risiko abortus pada wanita yang mengonsumsi buah dan sayuran segar setiap hari.
Defisiensi salah satu nutrien dalam makanan atau defisiensi moderat semua nutrien
tampaknya bukan merupakan penyebab penting abortus. Bahkan, pada hiperemesis

xxxi
gravidarum yang ekstrim dan disertai penurunan berat badan yang signifikan, jarang diikuti
oleh keguguran.
4. Penyebab anatomis
Defek anatomis diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang,
prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 – 1/600
perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27%
pasien. Penyebab abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40-80%),
kemudian uterus bikornis atau didelfis atau unikornis (10-30%). Leiomioma uterus yang
besar dan multipel dapat menyebabkan keguguran.

Gambar 7. Septum Uterus dan Uterus Didelfis


Sumber : Williams Obstetric 23rd Edition, 2010
c. Faktor Lingkungan dan Pemakaian Obat
Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan
umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan
tembakau. Rokok diketahui mempunyai zat yang disebut dengan nikotin yang mempunyai
efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida menurunkan
pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Gangguan sirkulasi fetoplasenta
dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan janin sehingga terjadinya abortus.
Wanita yang mengonsumsi paling sedikit 500 mg kafein setiap hari atau setara dengan 5
gelas perhari mengalami peningkatan dua kali lipat risiko keguguran.
8. Klasifikasi
Klasifikasi Abortus (Sarwono, 2008)
1) Abortus Spontan
Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus,
maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah
keguguran (Miscarriage).
Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus insipiens,
abortus inkompletus, abortus kompletus. Selanjutnya, dikenal pula missed abortion, abortus
habitualis, abortus infeksiosus dan aborrtus septik.

xxxii
Gambar 8. Jenis Jenis Abortus

Gambar 9. Abortus Iminens, Abortus Insipiens dan Missed Abortion


Gambar 10. Abortus Kompletus dan abortus inkompletus
a. Abortus Imminens (keguguran mengancam)
Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana
hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks Diagnosis abortus
imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri
eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar tuanya
kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil
dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi
pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan villi koreales ke dalam desidua, pada saat
implantasi ovum. Perdarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah, cepat berhenti,
dan tidak disertai mules-mules.
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.
b. Abortus Insipiens (keguguran berlangsung)
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi
serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa
mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.
c. Abortus Inkomplet (keguguran tidak lengkap)

xxxiii
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih
ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan
jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang kadang sudah menonjol dari ostium
uteri eksternum.
d. Abortus Komplet (keguguran lengkap)
Perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh hasil konsepsi telah di keluarkan dari
kavum uteri. Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap. Pada penderita
ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.
Diagnosis dapat di permudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan
bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram.
e. Abortus Infeksiosa dan Abortus Septik
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedangkan abortus
septik adalah abortus infeksiosa berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam
peredaran darah atau peritoneum. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap
abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering ditemukan
pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Umumnya
pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri
tinggi, dan infeksi menyebar ke miometrium, tuba, parametrium, dan peritoneum. Apabila
infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan
diikuti oleh syok. Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanya abortus yang
disertai gejala dan tanda infeksi genitalia, sepertipanas, takikardi, perdarahan pervaginam
berbau, uterus yangmembesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis. Apabilaterdapat
sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang kadang menggigil, demam tinggi dan tekanan
darah menurun.
f. Missed Abortion (Retensi Janin Mati)
Kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi janin yang mati tertahan di dalam
kavum uteri tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih. Missed abortion biasanya
didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau
setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi,
uterus tidak membesar lagi malah mengecil, dan tes kehamilan menjadi negatif. Dengan
ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan
usia kehamilan.
g. Abortus Habitualis
Keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut turut tiga kali atau lebih. Pada
umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28
xxxiv
minggu. Bishop melaporkan frekuensi 0,41% abortus habitualis pada semua kehamilan.
Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadi abortus lagi pada seorang wanita
mengalami 15 abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%. Sebaliknya, Warton dan Fraser dan
Llwellyn-Jones memberi prognosis lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Sarwono, 2008).
2) Abortus Provokatus
Abortus terinduksi adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin
mampu hidup. Pada tahun 2000, total 857.475 abortus legal dilaporkan ke Centers for
Disease Control and Prevention (2003). Sekitar 20% dari para wanita ini berusia 19 tahun
atau kurang, dan sebagian besar berumur kurang dari 25 tahun, berkulit putih, dan belum
menikah. Hampir 60% abortus terinduksi dilakukan sebelum usia gestasi 8 minggu, dan 88%
sebelum minggu ke 12 kehamilan (Centers for Disease Control and Prevention, 2000).
Manuaba (2007), menambahkan abortus buatan adalah tindakan abortus yang sengaja
dilakukan untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin 500
gram. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
a. Abortus Therapeutic (Abortus medisinalis)
Abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan
2 sampai 3 tim dokter ahli.
b. Abortus Kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak
berdasarkan indikasi medis.
c. Unsafe Abortion
Upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksana tindakan tersebut tidak
mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan
keselamatan jiwa pasien.
9. Patofisiologi
Kematian janin  Perdarahan desidua basalis  nekrosis jaringan sekitarnya  hasil
konsepsi lepas  dianggap benda asing  terjadi kontraksi uterus  dilatasi serviks 
Ekspulsi (pendorongan benda asing keluar rahim)
Patogenesis aborsi spontan dapat dimengerti dari waktu terjadinya. Pada minggu awal,
kematian ovum terjadi pertama kali, diikuti oleh ekspulsi. Pada minggu terakhir, faktor
lingkungan ibu ambil peran dalam expulsi fetus yang dapat memiliki tanda kehidupan tapi
terlalu kecil untuk bertahan.

xxxv
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio
akibatadanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi
akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan
mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat
yang masih terbungkusdengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan
secara in toto (sepenuhnya), meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam
cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran
hasil konsepsi. Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali
dengan pecahnya selaput ketuban lebih duludan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat
namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri.
 Sebelum 8 minggu: ovum yang dikelilingi oleh vili dengan desidua dikeluarkan intact.
Terkadang os externum gagal untuk dilatasi sehingga massa keseluruhan berada pada
canalis cervicalis yang sudah dilatasi dan disebut cervical miscarriage
 Antara 8 minggu dan 14 minggu: pengeluaran fetus biasanya meninggalkan plasenta dan
membran. Beberapa bagian dapat terpisah parsial dengan pendarahan tiba-tiba tatau tetap
melekat pada dinding uterus.
 Setelah 14 minggu: Proses expulsi mirip dengan persalinan. Fetus dikeluarkan lalu diikuti
dengan plasenta.
Pada awal abortus terjadi kematian pada jaringan konseptus, yang mencetuskan
perdarahan dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi
terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus, sehingga menyebabkan uterus berkontraksi
untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Proses pengeluaran benda asing tersebut dapat
terjadi dengan beberapa cara, seperti :
a. Keluarnya kantung amnion, fetus, beserta korion, yang berakibat tertinggalnya jaringan
desidua di dalam uterus.
b. Keluarnya kantung amnion dan fetus tanpa disertai korion dan desidua.
c. Keluarnya fetus tanpa kantung amnion, korion ataupun desidua.
d. Keluarnya seluruh hasil konsepsi berupa fetus, kantung amnion, korion dan jaringan
desidua.

10. Manifestasi klinis


Terjadi perdarahan pervaginam disertai jaringan dari hasil konsepsi yang biasanya masih
terjadi dan jumlahnya pun bisa sedikit atau banyak bergantung pada jaringan yang masih
tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan masih
berjalan terus yang apabila terus berlanjut dan tidak ditatalaksana dengan baik bisa terjadi
syok. Uterus akan berkontraksi untuk berusaha mengeluarkan hasil konsepsi yang tertinggal
xxxvi
sehingga akan menimbulkan rasa nyeri. Pada pemeriksaan didapatkan serviks mendatar,
ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan hasil konsepsi dan besar uterus sudah lebih kecil
dari usia kehamilan.

Gambar 11. Abortus inkomplit Gambar 12. Abortus komplit

Gambar 13. Diagnosis abortus


11. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Patologi Anatomi (PA)
b. Pemeriksaan Laboratorium Darah
c. Tes kehamilan (c/: Plano test)
Beta-Human Chorionic Gonadotropin (BhCG): biasanya masih positif sampai 7-10 hari
setelah abortus, jika 1 bulan setelah abortus masih positif harus dikonfirmasi pemeriksaan
Patologi Anatomi, untuk memastikan kemungkinan terjadinya Mola Hidatidosa.
d. Pemeriksaan Ultrasonography (USG) atau Doppler
12. Tatalaksana
Pada kasus baru perlu dilakuakan evaluasi terhadap sisa produk konsepsi. Perlu dilakukan
resusitasi untuk mempertahankan keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik
sebelum dilakukan tatalaksana aktif. Abortus. Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan

xxxvii
segera dilakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang
mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, dengan demikian kontraksi uterus
dapat berlangsung dengan baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dapat dilakukan
kuretase. Tindakan kuretase yang dianjurkan adalah dengan kuret vakum dan menggunakan
kanula dari plastik. Pasca tindakan perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun per oral
dan pemberian antibiotik.
Tatalaksana Umum
1. Lakukan penilaian secara tepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda vital
2. Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, Tekanan sistolik <90 mmHg) jika
terdapat syok lakukan tatalaksana awal syok seperti pemberian cairan dan transfusi darah.
Tata laksana syok
 Carilah bantuan tenaga kesehatan lain.
 Pastikan jalan napas bebas dan berikan oksigen.
 Miringkan ibu ke kiri.
 Hangatkan ibu.
 Pasang infus intravena (2 jalur bila mungkin) dengan menggunakan jarum terbesar (no.
16 atau 18 atau ukuran terbesar yang tersedia).
 Berikan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) sebanyak 1 liter dengan cepat
(15-20 menit).
 Cari tahu dan atasi sumber perdarahan:
 Transfusi dibutuhkan jika Hb < 7 g/dl atau secara klinis ditemukan keadaan anemia
berat
 Pasang kateter urin (kateter Folley) untuk memantau jumlah urin yang keluar.
 Lanjutkan pemberian cairan sampai 2 liter dalam 1 jam pertama, atau hingga 3 liter
dalam 2-3 jam (pantau kondisi ibu dan tanda vital).
3. Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi berikan
kombinasi antibiotik sampai ibu bebas demam untuk 48 jam
 Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
 Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
 Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
4. Segera rujuk ke rumah sakit
5. Berikan dukungan emosional dan lakukan konseling kontrasepsi pasca keguguran
Tatalaksana Khusus
1. Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat
dari serviks.
2. Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi
isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan Kuret tajam

xxxviii
sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera
dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
3. Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl
0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi.
4. Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu
baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
5. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan
patologi ke laboratorium.
6. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi
urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil
pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
7. Bila tidak ditemukan jaringan hasil konsepsi pada sampel kuretase lakukan evaluasi ulang
atau lakukan pemeriksaan kemungkinan adanya kehamilan ektopik.
No. Langkah/Kegiatan
1. Persiapan
Lakukan konseling dan lengkapi persetujuan tindakan medis.
2. Persiapkan alat, pasien, dan pencegahan infeksi sebelum tindakan

3. Minta pasien berkemih.


4. Baringkan pasien dalam posisi litotomi dan pasang kain alas bokong dan penutup
perut bawah.
5. Pastikan alur cairan dan darah masuk pada tempatnya.

xxxix
6. Pasang tensimeter, ifus set, dan cairannya, kemudian beri analgetika (parasetamol)
30 menit sebelum tindakan.
7. Suntikkan 10 unit oksitosin IM atau 0,2 mg ergometrin IM
8. Siapkan AVM Kit dan instrumen. Pasang adaptor pada 3 kanula dengan ukuran
yang berbeda.
9. Dekatkan dan uji fungsi serta kelengkapan alat resusitasi.
10. Cuci tangan dan lengan, keringkan, lalu kenakan sarung tangan DTT.
11. Siapkan tekanan negatif dalam tabung AVM.

12. Beritahukan pasien bahwa tindakan akan dimulai.


13. Tindakan
Bersihkan daerah vulva dan sekitarnya, kemudian lakukan pengosongan kandung
kemih dengan kateter apabila pasien belum berkemih. Lakukan pemeriksaan
bimanual

14. Cabut dan masukkan kateter ke dalam wadah dekontaminasi. Ganti sarung tangan.
15. Pasang spekulum Sims bawah dan atas, minta asisten mempertahankan posisi
kedua spekulum dengan baik.

xl
16. Oleskan larutan antiseptik pada serviks dan vagina.

17. Nilai bukaan serviks, perdarahan, jaringan, atau trauma. Bersihkan serviks dan
vagina dengan larutan antiseptik.
18. Periksa apakah ada robekan serviks atau hasil konsepsi di kanalis servikalis. Jika
ada, keluarkan dengan forsep ovum.
19. Jepit bibir atas serviks di arah jam 11 dan jam 1 dengan tenakulum (atau klem
ovum atau Fenster untuk abortus inkomplit) kemudian pegang gagang tenakulum
dengan tangan kiri.

20. Lakukan pemeriksaan kedalaman dan lengkung uterus dengan penera kavum uteri
(sonde).

21. Tentukan ukuran kanula yang sesuai dengan bukaan ostium (pilih ukuran kanula

xli
yang terbesar yang bisa masuk dalam ostium uteri.
22. Pasang kanula yang sesuai dan lakukan dekontaminasi pada kanula yang tidak
terpakai.

23. Tarik tenakulum hingga serviks dan uterus berada pada posisi yang sesuai,
kemudian dorong kanula hingga mencapai fundus tetapi tidak lebih dari 10 cm.

24. Pegang kanula dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, tarik sedikit ujung kanula
dari fundus, lalu hubungkan adaptor dan kanula dengan tabung AVM.

25. Pegang kanula dan topangkan tabung pada telapak tangan dan lengan bawah
kanan, buka pengatur klep agar tekanan negatif bekerja.
26. Dorong kembali kanula hingga menyentuh fundus kemudian lakukan evakuasi
massa kehamilan dengan gerakan rotasi dari dalam ke luar atau gerakan maju
mundur sambil dirotasikan dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Lakukan hingga
semua permukaan dinding depan terasa bersih.

27. Putar lubang kanula ke belakang, lakukan gerakan rotasi atau maju mundur secara
sistematis pada dinding belakang.
28. Lakukan berulang‐ulang gerakan rotasi dan kraniokaudal hingga meliputi semua
permukaan dinding uterus.

xlii
29. Jagalah agar selama evakuasi, kanula tidak keluar melewati ostium.
30. Bila tidak dijumpai massa kehamilan, lakukan evaluasi ulangan
Evakuasi selesai bila ditemukan tanda‐tanda berikut:
 Busa kemerahan tanpa jaringan dalam kanula
 Terasa mulut kanula mengenai permukaan yang kasar seperti sabut
 Uterus berkontraksi seperti menjepit kanula
31. Apabila hasil evakuasi telah mengisi lebih dari setengah isi tabung namun evakuasi
belum selesai, hentikan tindakan, tutup katup pengatur tekanan dan lepaskan
tabung dari adaptor.

32. Buka kembali katup, tekan pendorong untuk mengeluarkan hasil evakuasi ke
dalam wadah khusus, untuk pemeriksaan patologi anatomi.

33. Siapkan lagi tekanan vakum dan ulangi evakuasi.


34. Bila evakuasi telah selesai, lepaskan sambungan adaptor dengan kanula. Bila
masih terjadi perdarahan, lakukan evaluasi untuk evakuasi ulangan atau adanya
gangguan/penyulit lain.

xliii
35. Masukkan tabung, adaptor, dan kanula ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian
lepaskan tenakulum, spekulum, bersihkan serviks dan vagina dengan larutan
antiseptik.

36. Beritahukan evakuasi telah selesai tetapi masih diperlukan pemeriksaan bimanual
ulangan.
37. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menilai besar dan konsistensi uterus.
38. Jika perdarahan masih berlanjut dan uterus masih lunak dan besar, lakukan
evakuasi ulang.
39. Nilai hasil evakuasi dan pikirkan kemungkinan adanya kelainan di luar uterus.
40. Lakukan pemeriksaan hasil evakuasi untuk memastikan bahwa jaringan yang
keluar adalah jaringan hasil konsepsi dengan cara:
 Merendam hasil evakuasi di dalam mangkok yang berisi air bersih dan kasa
saringan.
 Jaringan vili korialis tampak keabu‐abuan dan mengambang; sementara jaringan
endometrium tampak massa lunak, licin, butiran putih tanpa juluran halus, dan
tenggelam.
41. Perawatan Pascatindakan
Beritahukan pemeriksaan dan tindakan telah selesai serta masih diperlukan
pemantauan dan perawatan lanjutan.
42. Kumpulkan instrumen dan bahan habis pakai, masukkan ke tempat yang telah
disediakan.
43. Pergunakan cunam tampon dan kapas dengan larutan klorin 0,5%, usapkan larutan
tersebut pada benda atau bagian‐bagian di sekitar tempat tindakan yang tercemar
darah atau sekret pasien.
44. Bersihkan darah atau sekret pasien yang melekat pada sarung tangan kemudian
lepaskan dan rendam dalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5%.
45. Cuci tangan dan lengan, kemudian keringkan dengan handuk bersih dan kering.
46. Bantu ibu ke ruang pulih.
47. Pantau tanda vital, keluhan atau perdarahan ulang, tiap 10 menit dalam jam
pertama pasca tindakan. Tuliskan diagnosis, instruksi, pemantauan pasca tindakan.
48. Berikan parasetamol 500 mg jika perlu, serta antibiotika profilaksis dan tetanus

xliv
profilaksis.
49. Catat keadaan umum pasca tindakan dan hasil evakuasi.
50. Lakukan konseling pascatindakan dan konseling KB.
51. Pasien boleh pulang 1‐2 jam setelah tindakan jika tidak terdapat tanda komplikasi.
Tabel 13. Prosedur Tatalaksana
13. Edukasi dan Pencegahan
a. Edukasi
 Konsumsi makanan bergizi (sayuran, susu, ikan, daging, telur) dan lakukan pola hidup
sehat.
 Menjaga kebersihan diri, terutama daerah kewanitaan dengan tujuan mencegah
infeksi yang bisa mengganggu proses implantasi janin.
 Hindari rokok, karena nikotin mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat
sirkulasi uteroplasenta.
 Apabila terdapat anemia sedang berikan tablet Sulfas Ferosus 600 mg/hari
selama 2 minggu, bila anemia berat maka berikan transfusi darah.
 Pembersihan cavum uteri sisa-sisa konsepsi, jika tidak dibersihkan jaringan nekrotik
akan menjadi sumber infeksi
 Untuk jarak kehamilan, paling tidak selama selama 2 tahun atau 18-24 bulan, untuk
memberi masa pemulihan pada uterus
 Pemeriksaan selanjutnya (jika disebabkan karena infeksi pada kelamin) maka dilakukan
pemeriksaan serum darah
 Pemeriksaan rutin antenatal care (ANC), disebut juga prenatal care, merupakan intervensi
lengkap pada wanita hamil yang bertujuan untuk mencegah atau mengidentifikasi dan
mengobati kondisi yang mengancam kesehatan fetus/bayi baru lahir dan atau ibu, dan
membantu wanita dalam menghadapi kehamilan dan kelahiran sebagai pengalaman yang
menyenangkan. Perdarahan pada kehamilan disebabkan oleh banyak faktor yang dapat
diidentifikasi dari riwayat kehamilan melalui konseling dan anamnesis.
 Konseling seksual bagi pasangan suami istri. Dengan pasangan ibu hamil didiskusikan
mengenai aktifitas seksual selama kehamilan. Aktifitas seksual biasa dapat dilakukan
selama kehamilan, posisi dapat bervariasi sesuai pertumbuhan janin dan pembesaran perut.
Aktifitas seksual tidak dianjurkan pada keadaan:
1. Perdarahan vagina atau keluar duh tubuh
2. Plasenta previa tau plasenta letak rendah
3. Serviks inkompeten
b. Pencegahan

xlv
 Pencegahan primer : promosi dan pendidikan kesehatan mengenai abortus, dapat
dilakukan dengan memberikan informasi tentang status abortus legal, mencegah
kehamilan yang tidak diinginkan, dan bagaimana mengakses layanan berkualitas tinggi
untuk manajemen komplikasi akibat abortus dan metode keluarga berencana pasca
abortus.
 Pencegahan sekunder : menegakkan diagnosa secara tepat, dan mengadakan pengobatan
yang cepat untuk menghindari kemungkinan terjadinya komplikasi akibat keterlambatan
penanganan. Penanganan abortus yang baik setelah pengeluaran hasil konsepsi adalah
istirahat-baring.
 Pencegahan tersier : pemberian layanan asuhan pasca aborsi. Dalam memberikan asuhan
pasca aborsi, hal yang pertama kali harus dilakukan adalah mengatasi situasi segera akibat
abortus seperti perdarahan dan syok. Setelah kondisi wanita ini stabil, hal selanjutnya
dilakukan yang sama pentingnya adalah memberikan asuhan tindak lanjut meliputi
peredaan nyeri, dukungan psikologis, konseling pasca aborsi, dan pemeriksaan lebih lanjut
yang mungkin diperlukan. Selama pemberian asuhan ini, pasien membutuhkan perhatian,
pemahaman, dan empati.
14. Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok
(Winkjosastro,2008).
a. Perdarahan
Sisa jaringan yang tidak dikeluarkan akan menyebabkan perdarahan persisten. Perdarahan
dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu
pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan
tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati dengan teliti. Jika ada
tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luas dan bentuk
perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi, perforasi abortus yang dikerjakan
oleh orang awam menimbulkan personal gawat karena perlukaan uterus biasanya luas.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan
untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan
seperlunya guna mengatasi komplikasi.

xlvi
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya
ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan
tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah
peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat
e. Polip Plasenta
Sisa jaringan yang tidak dikeluarkan akan menyebabkan polip plasenta.
Anjurkan pasien segera kembali ke dokter bila ditemukan:
• Nyeri perut lebih dari beberapa hari
• Pingsan
• Perdarahan berlanjut >2 minggu
• Perdarahan lebih dari haid
• Demam
• Menggigil
Dilatasi dan kuretase
 Siapkan alat, pasien, dan pencegahan infeksi sebelum tindakan.
 Beri dukungan emosional.
 Beri petidin 1-2 mg/kgBBIM atau IV sebelum memulai prosedur.
 Suntikkan 10 unit oksitosin IM atau 0,2 mg ergometrin IM sebelum tindakan agar uterus
berkontraksi dan mengurangi risiko perforasi.
 Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan bukaan serviks, besar, arah,
konsistensi uterus, dan kondisi forniks.
 Lakukan tindakan aseptik/antiseptik pada vagina dan serviks.
 Periksa apakah ada robekan serviks atau hasil konsepsi di kanalis servikalis. Jika ada,
keluarkan dengan forsep ovum.
 Jepit serviks dengan tenakulum atau forsep ovum. Bila menggunakan tenakulum, jepit
serviks pada pukul 11 dan 1. Pada abortus inkomplit, forsep ovum lebih dianjurkan karena
tidak merobek serviks.

Gambar 14. Penjepitan serviks

xlvii
 Jika menggunakan tenakulum, suntikkan lignokain 0,5% 1 mL pada bibir depan atau
belakang serviks.
 Jika diperlukan dilatasi (dilatasi hanya diperlukan pada missed abortion atau jika sisa hasil
konsepsi tertahan di kavum uteri untuk beberapa hari), mulai dengan dilator terkecil
sampai kanalis servikalis cukup untuk dilalui oleh sendok kuret (biasanya 10-12 mm).

Gambar 15. Dilatasi serviks


 Hati-hati jangan sampai merobek serviks atau membuat perforasi uterus karena uterus
hamil sangat lunak dan mudah perforasi.
 Lakukan pemeriksaan kedalaman dan lengkung uterus dengan penera kavum uteri.
 Masukkan sendok kuret melalui kanalis servikalis.
 Lakukan kerokan dinding uterus secara sistematis hingga bersih (terasa seperti mengenai
bagian bersabut).

Gambar 16. Pengerokan dengan menggunakan sendok kuret


 Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menilai besar dan konsistensi uterus.
 Hasil evakuasi diperiksa dulu dan apabila perlu, dikirim ke laboratorium patologi
anatomik.
 Berikan parasetamol 500 mg per oral bila perlu.
 Segera mobilisasi dan realimentasi.
 Berikan antibiotika profilaksis, termasuk tetanus profilaksis bila tersedia.
 Boleh pulang 1-2 jam pasca tindakan jika tidak terdapat tanda-tanda komplikasi.
15. Prognosis
Prognosis untuk ibu hamil:
Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan sebelumnya.
Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang rekuren mempunyai
prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran dengan etiologi yang tidak

xlviii
diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %. Sekitar 77 % angka
kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6
minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.
16. SKDI
Aborsi spontan inkomplit 3B
3B: Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau
kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.
Keterampilan Klinis
Pelayanan perawatan antenatal 4A
Palpasi: tinggi fundus, manuver Leopold, penilaian posisi dari luar 4A
Pemeriksaan dalam pada kehamilan muda 4A
Tes kehamilan 4A
Pemeriksaan USG obgin (skrining obstetri) 4A
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit
tersebut secara mandiri dan tuntas.
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter
VI. Learning Objective
1. Anatomi Reproduksi Wanita
Secara garis besar, alat reproduksi wanita terdiri dari dua bagian, yaitu bagian luar dan
bagian dalam.
A. Organ Reproduksi Eksterna Wanita

xlix
Gambar 17. Organ reproduksi eksterna wanita
Sumber : Williams Obstetric 23rd Edition, 2010
Genitalia eksterna disebut juga vulva, terdiri dari:
1. Mons Veneris
Mons veneris merupakan bagian yang sedikit menonjol yang terlihat dari luar dan
merupakan bagian yang menutupi tulang kemaluan (Simfisis pubis). Bagian ini disusun oleh
jaringan lemak dengan sedikit jaringan ikat. Mon veneris sering dikenal dengan nama gunung
venus, ketika wanita sudah dewasa atau setelah pubertas maka pada bagain mons veneris
akan ditutupi oleh rampbut-rambut kemaluan dan membentuk pola seperti segitiga terbalik.
Pada perempuan umumnya batas atas rambut melintang sampai pinggir atas simfisis,
sedangkan ke bawah sampai ke sekitar anus dan paha
2. Labia Mayora
Disebut sebagai Labia karena bagian ini memiliki bentuk seperti bibir. Labia Mayora
merupakan bagian lanjutan dari Mons Veneris yang berbentuk lonjok ke arah bawah dan
bersatu membentuk perineum. Pada bagian luar Labia Mayora disusun tersusun oleh jaringan
lemak, kelenjar keringat dan saat dewasa biasanya ditutupi oleh rambut kemaluan yang
merupakan rambut dari Mons Veneris. Namun pada selaput lemak tidak terdapat rambut
kemaluan tapi ada banyak ujung-ujung saraf sehingga sensitif saat melakukan hubungan
seksual.
3. Labia Minora

l
Labia Minora merupakan organ yang sama seperti Labia Mayora namun memiliki ukuran
lebih kecil dan terdapat di bagian dalam Labia Mayora. Namun pada Labia Minora tidak
terdapat rambut kemaluan, Labia Minora tersusun atas jaringan lemak dan jaringan tersebut
memiliki banyak pembuluh darah sehingga dapat memperbesar gairah saat berhubungan
seksual. Bibir Minora ini mengelilingi Orifisium Vagina (lubang Kemaluan). Labia Minora
analog dengan Kulit Skrotum pada Alat Reproduksi Pria. Ke depan kedua labia minora akan
bertemu yang di atas klitoris akan membentuk preputium klitoridis dan ke bawah membentuk
frenulum klitoridis
4. Klitoris
Klitoris merupakan organ yang bersifat erektil dan sangat sensitif terhadap rangsangan
pada saat berhubungan seksual. Klitoris merupakan bangunan yang terdiri dari Glans klitoris,
korpus klitoris dan dua krura klitoris. Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat
mengembang, penuh dengan saraf, sehingga sangat sensitif. Pada ujung klitoris memiliki
banyak pembuluh darah, karena itulah klitoris merupakan bagiah yang erektil, seperti pada
penis (alat reproduksi pria).

Gambar 18. Bagian Klitoris


5. Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga pembatas antara labia minora pada sisi kanan dan kiri.
Berbentuk lonjong dengan panjang dari depan dan belakang dan dibatasi klitoris, labia
minora, dan perineum. Pada bagian atas dibatasi oleh klitoris dan pada bagian belakang
(bawah) dibatasi oleh pertemuan dua labia minora. Vestibulum merupakn tempat beradanya

li
Uretra (saluran kencing) dan muara vagina (liang Senggama). Masing-masing pada bagian ini
akan mengeluarkan cairan seperti lendir pada lubang saluran Bartholini dan Skene untuk
memudahkan masuknya penis pada saat berhubungan seksual.
6. Glandular vestibulares majores (kelenjar bartholin)
7. Himen (Selaput Dara)
Himen merupakan selaput membran tipis yang menutupi lubang vagina. Organ himen
sangat mudah robek sehingga keperawan seorang wanita ddi nilai sari salah satu aspek ini.
Normalnya Himen memiliki satu lubang agak besar yang membentuk seperti lingkaran.
cairan atau darah saat menstruasi menstruasi keluar dari himen. Selaput dara biasanya akan
robek dan mengeluarkan darah pada saat pertama kali melakukan hubungan seksual.
Sedangkan sisa-sisa himen disebut caruncula Hymenalis (caruncula mirtifomis) yang akan
tertinggal setelah melahirkan.

Gambar 19. A) Vulva. Bentuk himen pada gadis (B), perempuan yang pernah melakukan seks
(C), dan perempuan yang multipara (D).
B. Organ Reproduksi Interna Wanita

lii
Gambar 20. Potongan sagital anatomi reproduksi wanita
Sumber : Williams Obstetric 23rd Edition, 2010

Gambar 21. Anatomi reproduksi interna wanita


Sumber : Williams Obstetric 23rd Edition, 2010
Organ genitalia interna terdiri dari:
1. Vagina
Vagina merupakan liang kemaluan yang merupakan suatu penghubung antara introitus
vagina dan uterus. Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu sama lain, masing-
masing panjangnya berkisar antara 6-8 cm dan 7-10 cm. Bentuk vagina sebelah dalam yang
berlipat-lipat disebut rugae.ditengah-tengahnya ada bagian yang keras yang disebut kolumna
rugarum. Lipatan-lipatan ini memungkinkan vagina dalam persalinan melebar sesuai dengan
fungsinya sebagai bagian lunak jalan lahir. Epitel vagina terdiri atas epitel gepeng tidak
bertanduk, dibawahnya terdapat jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh darah.
Dibawah jaringan ikat, terdapat otot-otot dengan susunan yang sesuai dengan susunan otot-

liii
otot usus. Bagian dalamnya terdiri atas muskulus sirkularis dan bagian luarnya muskulus
longitudinal. Disebelah luar otot-otot ini terdapat fasia (jaringan ikat). Bagian atas vagina
berasal dari duktus Mulleri, sedangkan bagian bawahnya dibentuk oleh sinus urogenitalis.
Disebelah depan dinding vagina berhubungan dengan uretra dan kandung kemih yang
dipisahkan oleh jaringan ikat biasa disebut septum vesikovaginalis. Di sebelah belakang,
diantara dinding vagina bagian bawah dan rektum terdapat jaringan ikat disebut septum
rektovaginalis. Seperempat bagian atas dinding vagina belakang terpisah dari rektum oleh
kantong rektouterina yang disebut kavum Douglasi. Dinding dalam dan kiri vagina
berhubungan dengan muskulus levator ani. Di puncak vagina dipisahkan oleh serviks,
terbentuk forniks anterior, posterior, dan lateralis kiri dan kanan. Forniks posterior lebih
tinggi dari forniks anterior.
Vagina mendapat darah darah dari :
a. Arteria uterina, melalui cabangnya ke serviks dan vagina memberikan darah ke vagina
bagian 1/3 atas.
b. Arteria vesikalis inferior, yang melalui cabangnya memrikan darah ke vagina bagian 1/3
tengah.
c. Arteri hemoroidalis mediana dan arteri pudendus interna, yang memberikan darah ke
vagina bagian 1/3 bawah.
Darah kembali melalui pleksus vena yang ada, antara lain pleksus pampiniformis ke vena
hipogastrika dan vena iliaka ke atas. Limfe yang berasal dari 2/3 bagian atas vagina akan
melalui kelenjar getahbening di daerah vasa iliaka, sedangkan limfe yang berasal dari 1/3
bagian bawah akan melalui kelenjar getah bening di regio inguinalis.

Gambar 22. Organ genitalis interna wanita


2. Uterus
Uterus berbentuk seperti buah avokad atau buah pir yang sedikit gepeng ke arah depan
belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas
otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7.5 cm, lebar diatas 5.25 cm, tebal 2.5 cm,
liv
dan tebal dinding 1.35 cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio,
yaitu serviks ke depan dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke
depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri.
Uterus terdiri atas fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian
uterus proksimal, yaitu temoat masuknya tuba Falopii ke uterus. Korpus uteri adalah bagian
uterus yang terbesar. Rongga yang tedapat di korpus uteri disebut kavum uteri (rongga
rahim). Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio, pars
supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada diatas vagina.
Uterus memiliki beberapa bagian, yaitu:
 Korpus Uteri, yaitu bagian yang berbentuk seperti segitiga pada bagian atas.
Merupakan bagian uterus terbesar. Pada kehamilan bagian ini mempunyai fungsi utama
sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum
uteri.
 Serviks uteri, yaitu bagian yang berbentuk seperti silinder. Terdiri atas pars vaginalis
servisis uteri yang dinamakan portio, pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks
yang berada di atas vagina.
 Fundus Uteri, yaitu bagian korpus yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi.
Bagian proksimal, tempat kedua tuba falloppii masuk ke uterus. Di dalam klinik penting
untuk diketahui sampai di mana fundus uteri berada, karena pemeriksaan perkiraan usia
kehamilan diketahui melalui perabaan tinggi fundus uteri.
Saluran yang terdapat dalam serviks disebutkanalis servikalis, berbentuk seperti saluran
lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi kelenjar serviks, berbentuk torak bersilia
dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut
ostium uteri internum dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum.
Secara histologi, dari dalam ke luar, uterus terdiri atas endometrium di korpus uteri dan
endoserviks di serviks uteri, otot-otot polos, dan lapisan serosa, yaitu peritoneum viserale.
Lapisan otot polos uterus disebelah dalam berbentuk sirkuler dan disebelah luar berbentuk
longitudinal. Diantara kedua lapisan otot tersebut terdapat lapisan otot oblik
a. Endometrium
Terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan jaringan dengan banyak pembuluh darah
yang berkeluk-keluk. Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti
penting dalam siklus haid pada masa reproduksi.dalam masa haid, endometrium sebagian
besar akan dilepaskan untuk kemudian tumbuh kembali pada masa proliferasi yang
selanjutnya akan diikuti dengan masa-masa sekretorik.
b. Otot-otot polos

lv
Lapisan otot polos uterus di sebelah dalam berbentuk sirkular dan di sebelahluar berbentuk
longitudinal. Di antara kedua lapisan tersebut terdapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman.
Lapisan ini paling penting dalam persalinan karena setelah plasenta lahir, otot ini akan
berkontraksi secara kuat dan akan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang terbuka
sehingga perdarahn berhenti.
c. Serosa
Uterus terfiksasi dalam rongga pelvis oleh jaringan ikat dan ligamentum yang
menyokongnya, anatara lain ligamentum kardinal, ligamentum sakro-uterina kiri dan kanan,
ligamentum rotundum kiri dan kanan, ligamentum latum kiri dan kanan, ligamentum
infundibulo-pelvikum kiri dan kanan.
Uterus atau rahim merupakan organ bagian dalam yang memiliki bentuk seperti buah pir
dengan berat sekitar 30 gram yang tersusun atas lapisan-lapisan otot. Ruang pada uterus ini
berbetuk segitiga dengan bagian atas lebih besar. Uterus berfungsi sebagai tempat tumbuh
dan berkembangnya janin. Otot pada uterus bersifat elastis sehingga dapat menyesuaikan dan
menjada janin ketika proses kehamilan selama 9 bulan. Pada bagian uterus terdapat
Endometrium (dinding rahim) yang terdiri dari sel-sel epitel dan membatasi uterus. Lapisan
Endometrium akan menebal pada saat ovulasi dan akan meluruh pada saat menstruasi. Untuk
menyangga posisinya, uterus disangga oleh Ligamentum dan jaringan ikat.
Ligamen yang menyokong uterus, yaitu :
 Ligamentum kardinal kiri dan kanan
 Ligamentum sakro-uterina kiri dan kanan
 Ligamnetum rotundum kiri dan kanan
 Ligamentum latum kiri dan kanan
 Ligamentum infundibulo-pelvikum kiri dan kanan
Uterus diperdarahi oleh arteri uterina kiridan kanan yang terdiri atas ramus asendens dan
desendens, pembuluh ini berasal dari arteri iliaka interna melalui dasar ligamentum latum
masuk ke dalam uterus. Pembuluh darah lainyang memperdarahi uterus adalah arteriovarika
kiri dan kanan, arteri ini berjalan dari lateral pelvis melalui ligamentum infundibulo-pelvikum
mengikuti tuba falloppii, bergabung dengan ramus desenden arteri uterina, diatasnya terdapat
vena-vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena hipogastrika.
Getah bening yang berasal dari serviks akan mengalir ke darah obturatorial dan inguinal,
selanjutnyake daerah paraaorta dan paravertebra dalam
Pada saat proses persalinan, rahim merupakan tempat jalan lahir yang sangat penting,
karena otot rahim mampu mendorong janin untuk keluar, dan otot uterus dapat menutupi
darah sehingga dapat mencegah terjadinya pendarahan pasca persalinan. Pasca melahirkan,
rahim akan kembali kebentuk semula dalam waktu 6 minggu.

lvi
3. Tuba Falopii (Oviduk)
Tuba Fallopi (Oviduk) merupakan organ yang menghubungkan Uterus dengan Indung
Telur (Ovarium). Tuba Fallopi (Oviduk) juga sering disebut sebagai saluran telur karena
memiliki bentuk seperti saluran. Organ Oviduk berjumlah dua buah dengan panjang sekitar 8-
20 cm.
Fungsi Tuba Fallopi yaitu :
 Sebagai saluran spermatozoa dan ovum
 Sebagai penangkap ovum
 Bisa juga menjadi tempat pembuahan (Fertilisasi)
 Sebagai tempat pertumbuhan hasil pembuahan sebelum mampu masuk ke bagian
dalam uterus (rahim).
Tuba falopii terdiri atas:
a. Pars interstisialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding uterus
b. Pars ismika, bagian medial tuba yang sempit
c. Pars ampullaris, begian yang berbentuk saluran agak lebar, tempat terjadinya konsepsi
d. Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mmepunyai fimbrae.
Otot dinding tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot longitudinal dan otot sirkular. Lebih
ke dalam lagi, terdapat selaput yang berlipat-lipat dengan sel-sel yang bersekresi dan bersilia
yang khas, berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi ke arah kavum uteri dengan
arus yang ditimbulkan oleh getaran rambut getar tersebut.
4. Ovarium
Ovarium merupakan kelenjar reproduksi utama pada wanita yang berfungsi untuk
menghasilkan ovum (sel telur) dan sebagai penghasil hormon seks utama. Ovarium terdiri
dari dua bagian yaitu terletak di sebelah kanan dan kiri yang dihubungkan dengan rahim oleh
Tuba Fallopi. Pada umumnya, setiap Ovarium pada wanita memiliki 300.000’an sel telur
pada wanita yang telah pubertas, dan sebagian sel telur pada ovarium ini mengalami
kegagalan, rusak atau mati, sehingga benih sehat hanya ada sekitar 300-400’an benih telur,
dan setiap 28 hari ada 1 ovum yang dikeluarkan oleh ovarium kiri dan kanan secara
bergantian melalui proses menstruasi, sehingga setelah benih telur habis, terjadilah
menopause. Ovarium juga menghasilkan hormon estrogen dan progesteron yang berperan
dalam proses menstruasi.
Tiap bulan satu folikel akan keluar yang perkembangannya akan menjadi folikel de Graaf.
Folikel ini merupakan bagian penting yang dimana akan berkembang dan mulai pematangan
dalam dua tahap kemudian terjadilah proses ovulasi. Pada ovulasi folikel yang matang yang
mendekati permukaan ovarium pecah dan melepaskan ovum. Setelah ovulasi, sel-sel stratum
granulosum di ovarium mulai berproliverasi dan masuk ke ruangan bekas tempat ovum dan
likuor follikuli. Demikian pula jaringan ikat dan pembuluh-pembuluh kecil yang ada di situ.
lvii
Biasanya timbul perdarahan sedikit, yang menyebabkan bekas folikel berwarna merah dan
disebut korpus rumbru. Umur korpus rubrum hanya sebentar. Di dalam selnya kemudia
timbul pigmen kuning dan korpus rubrum menjadi korpus luteum. Jika tidak ada pembuahan
ovum, sel-sel besar pada korpus luteum yang mengandung lutein mengecil dan atrofik,
sedangkan jaringan ikatnya bertambah. Korpus luteum lambat laun menjadi korpus albikans.
Jika terjadi pembuahan, korpus luteum tetap ada dan menjadi bertambah besar.

Gambar 23. Bagian Tuba dan Uterus.


Ovarium (indung telur) ada dua, terletak kiri dan kanan. Ovarium berukuran kurang lebih
sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1.5
cm. Mesovarium menggantung ovarium di bagian belakang ligamentum kiri dan kanan.
Struktur ovarium terdiri atas :
– Korteks, bagian luar yang diliputi oleh epitelium germinativum berbentuk kubik dan
didalamnya terdiri atas stroma serta folikel-folikel primordial
– Medulla, bagian disebelah dalam korteks tempat terdapatnya stroma dengan pembuluh-
pembuluh darah, serabut-serabut saraf, dan sedikit polos.

lviii
VII. Kerangka Konsep

Ny. A, 20 tahun, G1P0A0,


usia gestasi 13 minggu

Pengeluaran β-hCG
Coitus di trimester
pertama
Perangsangan pusat Mual & Muntah
muntah di SSP (+)
Pengeluaran prostaglandin
E2 di cairan semen

Fungsi endothelium &


endometrium terganggu

Apoptosis sel trofoblas

Oksigen & nutrisi ke hasil konsepsi ↙

Kematian hasil konsepsi

Aliran darah ke Pendarahan desidua basalis


serviks menurun

Nekrosis jaringan sekitar


Hipervaskularisasi
serviks ↙↙↙ Diidentifikasi sebagai benda
asing

Portio livide (-)


Kontraksi uterus meningkat

Orificium eksternum
Dilatasi serviks terbuka 1 cm
Fluksus (+) Jaringan (+)
Ekspulsi sebagian jaringan
Perdarahan (+) Tinggi fundus 1 jari di
atas simfisis pubis
Abortus inkomplit

lix
VIII. Sintesis
Ny. A, 20 tahun, G1P0A0, usia gestasi 13 minggu, mengalami abortus inkomplit, hal ini
diduga karena coitus 2 hari yang lalu. Coitus ini melepaskan suatu prostaglandin E2 melalui
cairan semen yang menyebabkan fungsi endothelium dan endometrium pada Ny. A terganggu
sehingga terjadi apoptosis sel trofoblas. Apoptosis sel trofoblas ini menyebabkan aliran
oksigen dan nutrisi ke hasil konsepsi menurun yang dapat menyebabkan kematian hasil
konsepsi dan terjadi pendarahan desidua basalis. Pendarahan desidua basalis ini
menyebabkan aliran darah ke serviks menurun sehingga terjadi hipervaskularisasi serviks
menurun dan hal ini ditandai pada pemeriksaan inspeculo tidak ada portio livide. Pendarahan
ini juga menyebabkan nekrosis jaringan sekitar dan hasil nekrosis diidentifikasi sebagia
benda asing yang menyebabkan kontraksi uterus meningkat dan terjadi dilatasi serviks yang
akhirnya menyebabkan suatu ekspulsi sebagian jaringan atau Abortus inkomplit dan
ditemukan Fluksus dan Perdarahan. Ekspulsi sebagian ini menyebabkan tinggi fundus
menurun yaitu 1 jari di atas simfisis pubis.

IX. Kesimpulan
Mrs. A, 20 tahun, G1P0A0, usia gestasi 13 minggu, mengalami abortus inkomplit ec suspect
coitus.

lx
DAFTAR PUSTAKA

Abbassi-Ghanavati M, Greer LG, Cunningham FG. Pregnancy and laboratory studies: a


reference table for clinicians. Obstet Gynecol. 2009 Dec;114(6):1326-31.
PMID:19935037
Aghajanian P, Ainbinder S, & Akhter M 2007, Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology, ed. 10, Mc. Graw Hill, United State of America.
Bowersox, Natalie A. “Thrombocytopenia in Pregnancy”.(
https://emedicine.medscape.com/article/272867-overview#a2, diakses pada tanggal 20
Februari 2018)
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL (Editors). 2010. Abortion. In: Williams Obstetrics,
23 rd Edition. New York: McGraw-Hill.
Cunningham, dkk. 2010. Obstetri Williams Edisi 23 Volume 2. Jakarta: EGC.
Cunningham, F.G., et al.2014.William’s Obstetrics.Edisi ke-24. Mc.Graw Hill Education
DA, Grimes. Estimating Vaginal Blood Loss. Diakses melalui
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/458761 pada tanggal 20 Februari 2018.
DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, et al. 2003. Spontaneous Abortion. In: Current
Diagnosis and Treatment in Obstetric and Gynecology. New York: McGraw-Hill. [e-
book].
Dutta D.C.2015.Textbook of Obstetrics Including Perinatology and Contraception.Edisi ke-8.
Jaypee Broothers Medical Publishers(P)Ltd
Ervina, Rina. 2016. Perbedaan Pengetahuan Aktifitas Seksual Saat Kehamilan Pada
Primigravida Dan Multigravida Di Bps Sunani S.St Desa Sayung Kecamatan Sayung
Kabupaten Demak. Diakses dari http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/121/jtptunimus-
gdl-rinaervina-6049-2-babii.pdf pada tanggal 20 Februari 2018 pukul 10.45 WIB
Faradita, Wahyuni. 2015. Studi Kualitatif Dampak Aborsi dari Kehamilan yang Tidak
Diinginkan pada Wanita Pekerja Seks Komersial di Kecamatan Medan Petisah Tahun
2015. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Griebel CP, et all. Management of Spontaneous Abortion. University of Illinois College of


Medicine. Peoria. Am Fam Physician. 2005 Oct 1;72(7):1243-1250. Diakses dari
https://www.aafp.org/afp/2005/1001/p1243.html pada tanggal 19 Februari 2018 pukul
19.20 WIB
H&Y Team. 2016. Capacity Comparison: Menstrual Cups vs Cloth Pads vs Sanitary
Napkins. Diakses pada tanggal 20 Februari 2018. Tersedia di:
lxi
https://www.hygieneandyou.com/capacity-comparison-menstrual-cups-cloth-pads-
sanitary-napkins/
Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH (Editor). 2016. Dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, Cetakan
Kelima. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Hal. 460-74.
Hanretty KP. 2009. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 7th Edition.
London: Churchill-Livingstone. [e-book].
Ikatan Dokter Indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer Edisi Revisi Tahun 2014. Jakarta: IDI.
Jones, C., Chan, C., Farine, D.2011.Sex in Pregnancy.Canadian Medical Association
Journal. 183(7):815-818
Jones, K., et al. 2015. Cervical Effacement and Dilatation. Diakses pada tanggal 20 Februari
2018. Tersedia di: https://www.webmd.com/baby/tc/cervical-effacement-and-dilatation-
Kementerian Kesehatan RI dan WHO. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Edisi Pertama. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Konsil Kedokteran Indonesia. “Standar Kompetensi Dokter Indonesia”.(
http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/SKDI_Perkonsil,_11_maret_13.pdf, diakses pada
tanggal 19 Februari 2018)
Kontoyannis, M., Katsetos, C., Panagopoulos, P.2012.Sexual Intercourse During Pregnancy.
Health Science Journal.6(1):82-87
Mann, Denise. “Sex During Pregnancy: Is it safe?”.
(https://www.webmd.com/baby/features/sex-during-pregnancy-is-it-safe#3, diakses
pada tanggal 20 Februari 2018)
Moore S, Ide M, Coward PY, et al. 2004. A prospective study to investigate the relationship
between periodontal disease and adverse pregnancy outcome. Br Dent J 197:251,
Moscrop, A.2012.Can Sex During Pregnancy Cause A Miscarriage? A Concise History of not
Knowing.British Journal of General Practice.62(597):308-310
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer (Edisi Revisi)
Prawirohardjo, S. 2016. Ilmu Kebidanan.Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional: Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
lxii
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Snell, Richard.S. 2014. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.
Tan, Peng Chiong, Choon Ming Yow, and Siti Zawiah Omar, "Effect of Coital Activity on
Onset of Labor in Women Scheduled for Labor Induction." 2007.
Tarigan, Djakobus. 2004. Perdarahan Selama Kehamilan. Medan: Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Treetampinich, C., et al. 2017. Blood Absorption Capacity of Various Sanitary Pads
Available in Thailand. Diakses pada tanggal 20 Februari 2018. Tersedia di:
http://www.smj.si.mahidol.ac.th/sirirajmedj/index.php/smj/article/view/697/708
Winkjosastro, ( 2008). Ilmu Kebidanan, Edisi 3, Cetakan 5, Jakarta, Penerbit Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
World Health Organization. 2012. Safe abortion: technical and policy guidance for health
systems. Geneva: WHO.

lxiii

Anda mungkin juga menyukai