SKENARIO B
BLOK 16
Disusun oleh:
KELOMPOK 3
Tutor: dr. Veny Larasati, M. Biomed
Selvia Rahayu (04011181621014)
Pratiwi Karolina (04011181621015)
Aisyah Sri Delima (04011181621022)
Assyifa Rachmadina (04011181621025)
Sherly Malakiano (04011181621032)
Nadila Miranda (04011181621064)
Jihan Natra Shafira (04011281621118)
Fahira Anindita (04011281621132)
Nur Haura Zhafirah Lubis (04011281621138)
M. Khoirudin (04011281621139)
Adinda Amalia (04011281621160)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya laporan tutorial
skenario B Blok 16 ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tak lupa tim mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan tutorial A ini.
Tim menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, tim
mohon maaf apabila terdapat maksud atau penulisan kata yang salah ataupun yang kurang
berkenan dalam laporan ini. Maka dari itu, pendapat, kritik, dan saran akan sangat membantu
dalam penyempurnaan laporan ini.
Tim penyusun,
Kelompok 3
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
KEGIATAN TUTORIAL........................................................................................................3
HASIL TUTORIAL DAN BELAJAR MANDIRI................................................................5
I. Klarifikasi Istilah..............................................................................................5
II. Identifikasi Masalah..........................................................................................6
III. Analisis Masalah................................................................................................7
IV. Keterbatasan Pengetahuan dan Learning Issues.........................................17
V. Sintesis..............................................................................................................18
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN KEMIH........................18
B. INFEKSI SALURAN KEMIH............................................................20
C. SISTITIS AKUT..................................................................................25
D. FIMOSIS...............................................................................................28
E. DEMAM................................................................................................31
VI. Kerangka Konsep............................................................................................34
VII. Kesimpulan......................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................35
2
KEGIATAN TUTORIAL
Sekretaris 2 : M. Khoirudin
Prosedur tutorial:
1. Tutorial tahap 1
a. Semua anggota kelompok masuk ruang tutorial dan duduk di kursi yang telah
disediakan.
b. Sekretaris papan menyalakan layar LCD dan mempersiapkan laptop untuk mengetik
ide selama tutorial.
c. Moderator memimpin do’a sebelum tutorial.
d. Moderator menyebutkan peraturan selama tutorial.
e. Moderator membacakan skenario.
f. Anggota mengklarifikasi istilah dalam skenario.
g. Anggota menentukan fakta dan masalah dalam skenario, lalu menentukan prioritas
masalahnya disertai dengan alasan yang logis.
h. Anggota saling mengajukan pertanyaan di analisis masalah.
i. Anggota mendiskusikan mengenai kaitan antar masalah.
j. Anggota menentukan Learning issue dan moderator membagi LI ke masing-masing
anggota kelompok.
k. Tutorial ditutup oleh moderator.
3
2. Belajar mandiri
3. Tutorial tahap 2
a. Semua anggota kelompok masuk ruang tutorial dan duduk di kursi yang telah
disediakan.
b. Sekretaris papan menyalakan layar LCD dan mempersiapkan laptop untuk mengetik
ide selama tutorial.
c. Moderator memimpin doa sebelum tutorial.
d. Moderator mempersilakan kepada masing-masing anggota untuk memaparkan hasil
belajarnya. Moderator mengatur diskusi yang meliputi mempersilakan anggota lain
menambahkan ide dan sesi tanya-jawab.
e. Anggota merancang kerangka konsep bersama-sama dan membuat resume dari
kerangka konsep.
f. Anggota menjawab pertanyaan yang ada di analisis masalah.
g. Anggota menarik kesimpulan dari LI dan skenario yang ada.
h. Tutorial ditutup oleh moderator.
4. Penyusunan laporan pleno.
4
HASIL TUTORIAL DAN BELAJAR MANDIRI
Skenario B Blok 16
Alif, Seorang anak laki-laki usia 1 tahun, dibawa ibunya ke poli anak karena demam sejak 3
hari yang lalu. Keluhan batuk pilek tidak ada, muntah mencrat tidak ada. Sejak kira-kira 1
minggu sebelumnya ibu memperhatikan anak tampak sakit setiap mau buang air kecil.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
Pemeriksaan fisik:
Tanda vital: kesadaran compos mentis, suhu: 38,5oC, Nadi: 100x/mnt, pernafasan: 28 x/mnt,
TD: 90/60 mmHg. BB = 9 kg, TB = 75 cm.
Keadaan spesifik: mata cekung tidak ada, edema tidak ada. Toraks: paru dan jantung dalam
batas normal. Abdomen: datar, lemas, hepar/lien tidak teraba, bising usus normal, nyeri ketok
costovertebral dan nyeri tekan suprapubik sulit dinilai. Genitalia eksterna: kulit yang
melingkupi kepala penis tidak bisa ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala
penis, tampak meatus urethra externus yang hiperemis. Ekstremitas: edema tidak ada, akral
teraba hangat.
Penderita disarankan untuk pemeriksaan darah dan urin.
Hasil pemeriksaan:
Hematologi: Hb: 12 g/dl, leukosit: 15.000/mm3, hitung jenis 0/1/4/80/13/2, LED 20 mm/jam.
Urinalisis: warna kuning, agak keruh, leukosit 10-20/LPB, eritrosit 1-2/LPB, leukosit esterase
positif, nitrit positif.
Tambahan:
Kultur urin: Escherisia coli 105/mm3 sensitif cotrimoxsazole dan gentamisin.
USG ginjal: dinding mukosa buli-buli tampak menebal dan tampak debris dalam buli-buli.
I. Klarifikasi Istilah
No
Istilah Definisi
.
1. Demam Peningkatan temperature tubuh diatas normal (Dorland)
2. Sakit saat BAK Disuria
Nyeri ketok Yaitu nyeri ketok yang berkenaan dengan iga dan vertebra
3.
costovertebral biasanya mengindikasikan pielonefritis (Dorland)
4. Nyeri tekan Nyeri yang ditimbulkan oleh penekanan pada daerah diatas
5
suprapubik arcus pubicus.
Meatus urethra Bukaan pada saluran urethra bagian luar. Pada pria terletak
5.
externus diujung penis. (Farlex dictionary)
Leukosit esterase Hasil pemeriksaan kimia urin untuk menunjukkan adanya
6.
positif lisis dari sel darah putih. (Nursing Farlex Dictionary)
6
urin.
Hasil pemeriksaan:
Hematologi: Hb: 12 g/dl, leukosit: 15.000/mm3,
hitung jenis 0/1/4/80/13/2, LED 20 mm/jam.
4. Pemeriksaan laboratorium
Urinalisis: warna kuning, agak keruh, leukosit 10-
20/LPB, eritrosit 1-2/LPB, leukosit esterase positif,
nitrit positif.
7
10. DBD
c. Bagaimana dampak demam sejak 3 hari yang lalu pada anak jika tidak
dilakukan tatalaksana?
Dalam beberapa kasus, demam bisa mengancam jiwa. Hal ini sering terjadi
pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk. Hipertermia berat dapat
menyebabkan koma, kerusakan otak, atau bahkan kematian. Selain itu, bisa
menyebabkan kejang, halusinasi, dan dehidrasi berat. Prognosis akan buruk jika ada
penundaan penanganan.
8
Infeksi mikroorganisme (Escherichia coli) Pirogen eksogen Difagosit sel
fagositik Produksi sitokin (IL-1, IL-6 dan TNF-α) Pembentukan asam
arakhidonat Pembentukan PGE-2 Peningkatan set point di hipotalamus
Demam.
2. Keluhan batuk pilek tidak ada, muntah mencrat tidak ada. Sejak kira-kira 1 minggu
sebelumnya ibu memperhatikan anak tampak sakit setiap mau buang air kecil.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
a. Bagaimana hubungan keluhan utama dengan keluhan tambahan pada kasus?
Keluhan demam sejak 3 hari yang lalu disebabkan oleh reaksi sistemik berupa
peningkatan temperatur tubuh karena adanya proses inflamasi terhadap infeksi bakteri
Escherichia coli di saluran kemih bawah akibat kondisi fimosis pada pasien. Proses
inflamasi tersebut menimbulkan nyeri pada saluran kemih bawah khususnya uretra
saat buang air kecil.
b. Apa makna klinis dari tidak ada keluhan batuk pilek, muntah dan mencret?
Penyebab terbanyak dari demam pada anak adalah infeksi traktus respiratorius
dan gastrointestinal karena faktor imunitas pada bayi baru lahir dan anak-anak yang
belum sempurna. Makna klinis dari tidak adanya keluhan batuk pilek, muntah dan
mencret, adalah demam pada pasien bukan disebabkan oleh infeksi tersebut.
c. Apa makna klinis dari riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal?
Makna klinis dari riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
menandakan bahwa penyakit yang diderita pasien pada kasus baru pertama kali
diderita pasien, dan bukan kasus kambuhan.
f. Apa tatalaksana awal jika terjadi sakit saat buang air kecil pada anak?
Untuk mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin HCl (Pyridium) dengan dosis 7
– 10 mg/kgbb/hari.
10
3. Pemeriksaan fisik:
Tanda vital: kesadaran compos mentis, suhu: 38,5oC, Nadi: 100x/mnt, pernafasan: 28
x/mnt, TD: 90/60 mmHg. BB = 9 kg, TB = 75 cm.
Keadaan spesifik: mata cekung tidak ada, edema tidak ada. Toraks: paru dan jantung
dalam batas normal. Abdomen: datar, lemas, hepar/lien tidak teraba, bising usus normal,
nyeri ketok costovertebral dan nyeri tekan suprapubik sulit dinilai. Genitalia eksterna:
kulit yang melingkupi kepala penis tidak bisa ditarik ke belakang untuk membuka seluruh
bagian kepala penis, tampak meatus urethra externus yang hiperemis. Ekstremitas: edema
tidak ada, akral teraba hangat.
Penderita disarankan untuk pemeriksaan darah dan urin.
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi
Tanda vital:
Kesadaran: Compos mentis, - Normal
Suhu: 38,5oC, 36.5-37.5oC Meningkat
Nadi: 100x/menit 98-140x/menit Normal
Pernafasan: 28 x/menit, 22-37x/menit Normal
TD: 90/60 mmHg. 86-106/ 42-63 mmHg Normal
BB = 9 kg 8-12 kg Normal
TB = 75 cm. 70-80 cm Normal
Keadaan spesifik:
Mata cekung tidak ada, Tidak ada kelainan Normal
edema tidak ada.
Toraks: Paru dan jantung
Tidak ada kelainan Normal
dalam batas normal.
Abdomen: Datar, lemas,
hepar/lien tidak teraba,
bising usus normal, nyeri
Tidak ada kelainan Sulit dinilai
ketok costovertebral dan
nyeri tekan suprapubik sulit
dinilai.
11
Genitalia eksterna: Kulit
yang melingkupi kepala
Fimosis fisiologis pada
penis tidak bisa ditarik ke
bayi usia <3 tahun, meatus Pasien mengalami Fimosis
belakang untuk membuka
urethra externus tidak dan Urethritis
seluruh bagian kepala penis,
hiperemis
tampak meatus urethra
externus yang hiperemis.
12
memicu pelebaran pembuluh darah di sekitar daerah
tersebut dalam rangka membantu proses perekrutan
leukosit untuk melakukan perlawanan terhadap
bakteri. Daerah dengan pembuluh darah yang
melebar tampak merah atau hiperemis.
c. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik khusus?
Genitalia eksterna: kulit yang melingkupi kepala penis tidak bisa ditarik ke
belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis, tampak meatus urethra
externus yang hiperemis.
Higenitas buruk pada saluran kemih → terjadi penumpukan kotoran di ujung
saluran kemih (meatus urethra externus) → infeksi pada glands penis dan timbulnya
jaringan parut → preputium tidak bisa ditarik ke belakang.
d. Mengapa nyeri ketok costovertebal dan nyeri tekan suprapubik sulit dinilai?
Hal tersebut dikarenakan usia pasien yang masih 1 tahun, sehingga masih sulit
untuk diajak kooperatif dan dinilai hasil pemeriksaannya.
2. Hasil pemeriksaan:
Hematologi: Hb: 12 g/dl, leukosit: 15.000/mm3, hitung jenis 0/1/4/80/13/2, LED 20
mm/jam.
Urinalisis: warna kuning, agak keruh, leukosit 10-20/LPB, eritrosit 1-2/LPB, leukosit
esterase positif, nitrit positif.
Kultur urin: Escherisia coli 105/mm3 sensitif cotrimoxsazole dan gentamisin
USG ginjal: dinding mukosa buli-buli tampak menebal dan tampak debris dalam buli-
buli.
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium, kultur dan USG?
Hasil Pemeriksaan Interpretasi Normal
Hematologi:
- Hb 12 g/dl Normal 11-16 g/dL
14
0-10 mm/jam
Urinalisis:
- Warna kuning Normal Normal
15
Pada hitung jenis terdapat peningkatan pada neutrofil segmen dan penurunan
pada limfosit, hal ini disebabkan oleh karena terjadinya suatu infeksi pada fase
akut yang menunjukkan terjadinya peningkatan pada neutrofil segmen.
B. Urinalisis
1. Leukosituria (10 – 20/lpb)
Leukosituria terjadi dikarenakan adanya infeksi pada buli - buli, sehingga
mediator inflamasi seperti leukosit akan meningkat pada urin.
2. Leukosit esterase positif
Pemeriksaan leukosit esterase yaitu berdasarkan aktivitas enzim esterase
indoksil yang dihasilkan oleh granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil) dan
monosit. Leukosit esterase positif disebabkan karena adanya suatu infeksi
terutama pada fase akut.
3. Nitrit positif
Pemeriksaan nitrit ini bertujuan untuk mendiagnosis suatu infeksi yang
disebabkan oleh bakteri gram negatif. Bakteri gram negatif penyebab infeksi
saluran kemih yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit diantaranya
Eschericia col, Enterobacter, Klebsiella, dan Proteus sp.
C. Kultur Urine
1. Escherichia coli > 100.000/ul
Hasil ini menunjukkan bahwa pasien terinfeksi bakteri gram negatif,
Escherichia coli. Infeksi ini disebabkan karena adanya fimosis yang dialami
pasien, sehingga bakteri dari uretra akan masuk ke buli - buli dan
menyebabkan sistitis.
17
V. Sintesis
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN KEMIH
Sistem kemih terdiri dari organ pembentuk urine, ginjal, dan struktur - struktur yang
membawa urine dari ginjal keluar untuk dieliminasi dari tubuh. Traktus urinarius atau
yang sering disebut dengan saluran kemih terdiri dari dua buah ginjal, dua buah ureter,
satu buah kandung kemih (vesika urinaria) dan satu buah uretra.
1. Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang dengan panjang 4 - 5 inci yang
terletak di belakang rongga abdomen (di antara rongga perut dan otot punggung), satu
di masing - masing sisi kolumna vertebralis, sedikit di atas garis pinggang. Setiap
ginjal mendapat satu arteri renalis dan satu vena renalis, yang, masing - masing masuk
dan keluar ginjal di indentasi ginjal yang menyebabkan organ ini berbentuk seperti
kacang. Ginjal bekerja pada plasma yang mengalir melaluinya untuk menghasilkan
urine, mengonservasi bahan - bahan yang akan dipertahankan di dalam tubuh dan
mengeluarkan bahan - bahan yang tidak diinginkan melalui urine.
Saluran kemih terdiri dari sepasang ginjal, sepasang ureter, satu kandung kemih
dan satu uretra. Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang. Ukuran ginjal
orang dewasa : panjang 10-12 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 3 cm. Berat ginjal 135-150
gram dan berwarna kemerahan. Ginjal terletak di belakang peritoneum pada bagian
belakang rongga abdomen, mulai dari vertebra torakalis kedua belas (T12) sampai
vertebra lumbalis ketiga (L3). Ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri karena
adanya hati. Setiap ginjal diselubungi oleh kapsul fibrosa, lemak perinefrik, dan fasia
perinefrik (perineal).
Korteks ginjal merupakan zona luar ginjal dan medula ginjal merupakan zona
dalam yang terdiri dari piramida-piramida ginjal. Korteks terdiri dari semua
glomerulus dan medula terdiri dari ansa Henle, vasa rekta dan duktus kolektivus
(Callaghan, 2009). Setelah terbentuk, urine mengalir ke suatu rongga pengumpul
sentral, pelvis ginjal, yang terletak di bagian dalam medial tiap - tiap ginjal. Dari sini
urine disalurkan ke dalam ureter, suatu saluran berdinding otot polos yang keluar
18
dibatas medial dekat arteri dan vena renalis. Terdapat dua ureter, setiap ureter
mengakut urine dari masing - masing ginjal ke sebuah kandung kemih.
2. Ureter
Ureter merupakan dua saluran dengan panjang sekitar 25 sampai 30 cm,
terbentang dari ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satu – satunya adalah
menyalurkan urin ke vesika urinaria. (Roger Watson, 2002).
3. Vesika Urinaria
Kandung kemih, yang menampung urine secara temporer, adalah suatu kantong
berongga berdinding otot polos yang dapat teregang. Secara periodik, urine
dikosongkan dari kandung kemih keluar melalui saluran lain, uretra, akibat kontraksi
kandung kemih. Kandung kemih yang menyimpan urin secara temporer, adalah
sebuah kantung berongga yang dapat merenggang sesuai volumenya, dengan
mengubah status kontraktil otot polos di dindingnya. Pada pria, kandung kemih
berada di anterior dari rektum. Pada wanita, kandung kemih berada di anterior dari
vagina dan inferior dari uterus. (Sherwood, 2001)
Sebagaimana sifat otot polos, otot polos kandung kemih dapat sangat meregang
tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan dinding kandung kemih. Selain itu,
dinding kandung kemih yang berlipat-lipat menjlladi rata sewaktu kandung kemih
terisi unutk meningkatkan kapasitas kandung kemih. Otot polos kandung kemih
mendapat banyak persarafan saraf parasimpatis, yang apabila dirangsang akan
menyebabkan kontraksi kandung kemih. (Sherwood, 2001). Jalur keluarnya urin dari
kandung kemih dijaga oleh sfingter uretra interna yang terdiri dari otot-otot polos dan
berada di bawah kontrol involunter. Sewaktu kandung kemih melemas, susunan
anatomis sfingter interna menutupi pintu keluar kandung kemih. Secara berkala, urin
dikosongkan dari kandung kemih ke luar tubuh melalui sebuah saluran, yaitu uretra.
(Sherwood, 2001).
4. Uretra
Uretra adalah saluran kecil dan dapat mengembang, berjalan dari kandung
kemih sampai keluar tubuh. Uretra pada wanita berukuran pendek dan lurus, berjalan
19
langsung dari leher kandung kemih ke luar. Pada pria uretra jauh lebih panjang dan
berjalan melengkung dari kandung kemih ke luar, melewati kelenjar prostat dan penis.
Uretra pria memiliki fungsi ganda, yaitu menjadi saluran untuk mengeluakan urine
dari kandung kemih dan saluran untuk semen dari organ - organ reproduksi. Kelenjar
prostat terletak di bawah leher kandung kemih dan melingkari uretra secara penuh.
2. Etiologi
Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering (60-80%) pada
ISK serangan pertama. Adapun kuman lain yang menyebabkan ISK dari kelompok
gram negatif ialah Proteus mirabilis, Klebsiella pneumonia, Klebsiella oksitoka,
Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa, dan Enterobakter aerogenes. Untuk
kelompok gram positif ialah Morganella morganii, Stafilokokus, dan Enterokokus.
3. Epidemiologi
ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada anak. Kejadian ISK
tergantung pada umur dan jenis kelamin. Prevalensi ISK pada neonatus berkisar
antara 0,1% hingga 1%, dan meningkat menjadi 14% pada neonatus dengan demam,
dan 5,3% pada bayi. Pada bayi asimtomatik, bakteriuria didapatkan pada 0,3 hingga
0,4%. Risiko ISK pada anak sebelum pubertas 3-5% pada anak perempuan dan 1-2%
pada anak laki. Pada anak dengan demam berumur kurang dari 2 tahun, prevalensi
ISK 3-5%.
4. Klasifikasi
ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi, dan
kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK asimtomatik
dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK atas dan ISK
bawah, dan berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK
simpleks dan ISK kompleks.
20
ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK simtomatik yaitu
terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinik. Sekitar 10-20% ISK
yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis baik berdasarkan gejala
klinik maupun pemeriksaan penunjang disebut dengan ISK non spesifik.
Membedakan ISK atas atau pielonefritis dengan ISK bawah (sistitis dan urethritis)
sangat perlu karena risiko terjadinya parut ginjal sangat bermakna pada pielonefritis
dan tidak pada sistitis, sehingga tata laksananya (pemeriksaan, pemberian antibiotik,
dan lama terapi) berbeda.
Untuk kepentingan klinik dan tata laksana, ISK dapat dibagi menjadi ISK
simpleks (uncomplicated UTI) dan ISK kompleks (complicated UTI). ISK kompleks
adalah ISK yang disertai kelainan anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang
menyebabkan stasis ataupun aliran balik (refluks) urin. Kelainan saluran kemih dapat
berupa RVU, batu saluran kemih, obstruksi, anomali saluran kemih, buli-buli
neurogenik, benda asing, dan sebagainya. . ISK simpleks ialah ISK tanpa kelainan
struktural maupun fungsional saluran kemih.
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) membedakan ISK
menjadi ISK atipikal dan ISK berulang. Kriteria ISK atipikal adalah; keadaan pasien
yang sakit berat, diuresis sedikit, terdapat massa abdomen atau kandung kemih,
peningkatan kreatinin darah, septikemia, tidak memberikan respon terhadap antibiotik
dalam 48 jam, serta disebabkan oleh kuman non E. coli. ISK berulang berarti terdapat
dua kali atau lebih episode pielonefritis akut atau ISK atas, atau satu episode
pielonefritis akut atau ISK atas disertai satu atau lebih episode sistitis atau ISK bawah,
atau tiga atau lebih episode sistitis atau ISK bawah.
5. Lokasi infeksi
Lokasi ISK dapat ditentukan secara klinik, laboratorium, dan pencitraan. Gejala
klinis ISK bawah pada umumnya lebih ringan, berupa disuria, polakisuria, kencing
mengedan atau urgensi, sedangkan ISK atas atau pielonefritis biasanya disertai
demam dan nyeri punggung. Pada ISK atas, pada pemeriksaan urin didapatkan
silinder leukosit, konsentrasi ginjal menurun, mikroglobulin-β2 urin meningkat, dan
ditemukan ACB.
Silinder lekosit cukup spesifik sebagai bukti infeksi di ginjal, tetapi pada
leukosituria yang hebat, silinder ini sering tidak tampak terutama pada urin yang
bersifat alkalis sehingga sensitivitasnya menjadi rendah.Berbagai parameter
21
pemeriksaan serum dapat digunakan untuk membedakan pielonefritis akut dengan
ISK bawah, antara lain neutrofil, LED, CRP, prokalsitonin, IL-1β, IL-6, dan TNF-α.
Parameter laboratorium ini meningkat pada ISK, tetapi lebih tinggi pada pielonefritis
akut daripada ISK bawah dan peningkatan ini berbeda secara bermakna. Kadar
prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang valid untuk
pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris (febrile urinary tract infection).
Perlu ditekankan bahwa tidak satupun dari uji laboratorium tersebut di atas yang
dapat dianggap sebagai baku emas (gold standard) untuk membedakan ISK atas dan
ISK bawah.
Pemeriksaan skintigrafi ginjal DMSA (dimercaptosuccinic acid renal scan)
merupakan baku emas untuk menentukan pielonefritis akut, namun pemeriksaan ini
tidak rutin dilakukan. Skintigrafi DMSA mempunyai sensitivitas > 90% dan spesifitas
100% dalam mendiagnosis pielonefritis akut.
6. Diagnosis
ISK serangan pertama umumnya menunjukkan gejala klinik yang lebih jelas
dibandingkan dengan infeksi berikutnya. Gangguan kemampuan mengontrol kandung
kemih, pola berkemih, dan aliran urin dapat sebagai petunjuk untuk menentukan
diagnosis. Demam merupakan gejala dan tanda klinik yang sering dan kadang-kadang
merupakan satu-satunya gejala ISK pada anak.
Masa neonatus Gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apati, anoreksia,
ikterus atau kolestatis, muntah, diare, demam, hipotermia,
tidak mau minum, oliguria, iritabel, atau distensi abdomen.
Peningkatan suhu tidak begitu tinggi dan sering tidak
terdeteksi.
7. Manifestasi Klinik
Gejala klinik ISK pada anak sangat bervariasi, ditentukan oleh intensitas
reaksi peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan umur pasien.
Sebagian ISK pada anak merupakan ISK asimtomatik, umumnya ditemukan pada
anak umur sekolah, terutama anak perempuan dan biasanya ditemukan pada uji tapis
(screening programs). ISK asimtomatik umumnya tidak berlanjut menjadi
pielonefritis dan prognosis jangka panjang baik.
Pada sistitis, demam jarang melebihi 380C, biasanya ditandai dengan nyeri
pada perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frequensi, nyeri waktu
berkemih, rasa diskomfort suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih, retensio urin, dan
enuresis.
8. Tatalaksana
Tatalaksana ISK didasarkan pada beberapa faktor seperti umur pasien, lokasi
infeksi, gejala klinis, dan ada tidaknya kelainan yang menyertai ISK. Sistitis dan
pielonefritis memerlukan pengobatan yang berbeda. Keterlambatan pemberian
23
antibiotik merupakan faktor risiko penting terhadap terjadinya jaringan parut pada
pielonefritis. Sebelum pemberian antibiotik, terlebih dahulu diambil sampel urin
untuk pemeriksaan biakan urin dan resistensi antimikroba.
Secara garis besar, tatalaksana ISK terdiri atas: 1) Eradikasi infeksi akut, 2)
Deteksi dan tatalaksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan saluran
kemih, dan 3) Deteksi dan mencegah infeksi berulang. NICE merekomendasikan
penanganan ISK fase akut, sebagai berikut:
- Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke dokter spesialis
anak, pengobatan harus dengan antibiotik parenteral.
- Bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah: Berikan antibiotik oral selama 3 hari
berdasarkan pola resistensi kuman setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi
kuman, dapat diberikan trimetroprim, sefalosporin, atau amoksisilin. Bila dalam
24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai kembali, dilakukan
pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan bakteri dan kepekaan
terhadap obat.
24
C. SISTITIS AKUT
1. Definisi
Sistitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh
menyebarnya infeksi dari uretra (Brunner & Suddarth, 2002). Sistitis adalah infeksi
kandung kemih (Lyndon Saputra, 2009). Sistitis (cystitis) adalah inflamasi akut pada
mukosa kandung kemih akibat infeksi oleh bakteri. Sistitis merupakan inflamasi
kandung kemih yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari uretra (Nursalam &
Fransisca, 2009)
2. Epidemiologi
Wanita lebih sering mngalami sistitis daripada pria dikarenakan uretra wanita
lebih pendek dibandingkan dengan uretra pria. Sekitar 40% wanita mengalami ISK.
Selain itu juga getah pada cairan prostat pria mempunyai sifat bakterisidal sehingga
relative tahan terhadap infeksi saluran kemih.
Pada anak usia prasekolah, sistitis atau non febrile urinary tract infection lebih
sering ditemukan dibandingkan laki-laki dengan puncak kejadian paling sering pada
usia 3 tahun. Pada anak yang sudah dapat berbicara (>3-4 tahun), manifestasi sistitis
yang paling sering adalah disuria dan sakit suprapubik. Pada satu penelitian pada 49
anak berusia 6-12 tahun yang terbukti sistitis dengan biakan urin, ditemukan gejala
yang paling sering adalah disuria atau frekuensi (83%) diikuti enuresis (66%), dan
nyeri abdomen (39%). Inkontinensia urin termasuk gejala sistitis yang sering
ditemukan terutama pada perempuan. Pada satu penelitian terhadap 251 anak berusia
4 hingga 14 tahun dengan ISK berulang, didapatkan 110 (44%) anak perempuan
mengalami inkontinensia urin. Hematuria gros sering dilaporkan sebagai gejala sistitis
bakterilalis.yang didapatkan pada 26% pasien ISK berusia 1 hingga 16 tahun, baik
laki-laki maupun perempuan. Penelitan juga melaporkan hematuria lebih sering
25
terjadi pada laki-laki (43%) dibandingkan dengan perempuan (9%) Sistitis dapat
terjadi pada anak dengan manipulasi uretra. Sistitis biasanya ditandai nyeri pada perut
bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frequensi, nyeri waktu berkemih, rasa
diskomfor suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih, retensio urin, dan enuresis. Meski
dapat terjadi demam, tetapi demam jarang melebihi 38oC
3. Klasifikasi
Sistitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu;
Sistitis primer, merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang ini dapat
terjadi karena penyakit lain seperti batu pada kandung kemih, divertikel,
hipertropi prostat dan striktura uretra.
Sistitis sekunder, merukan gejala yang timbul kemudian sebagai akibat dari
penyakit primer misalnya uretritis dan prostatitis.
4. Etiologi
Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E coli, Enterococci,
Proteus, dan Stafilokokus aureus yang masuk ke buli-buli terutama melalui uretra.
E.coli merupakan penyebab tersering dari sistitis akut hingga 80-90%.
Staphylococcus saprophyticus (4%), Klebsiella species (3%), Proteus species (3%),
Enterobacter species (1.4%), Citrobacter species (0.8%), or Enterococcus species
(0.5%). kateterisasi urin 80% dari UTI nosokomial; 5% hingga 10% terkait dengan
manipulasi genitourinari. Hubungan seksual menghasilkan peningkatan risiko, seperti
halnya penggunaan diafragma atau spermisida. (Gupta et al, 1999).
Inflamasi pada buli-buli juga dapat disebabkan oleh bahan kimia, seperti pada
detergent yang dicampurkan ke dalam air untuk rendam duduk, deodorant yang
disemprotkan pada vulva, atau obat-obatan yang dimasukkan intravesika untuk terapi
kanker buli-buli (siklofosfamid).
Penyebab Infeksi saluran kemih pada anak-anak. Pada anak-anak, peradangan
kandung kemih diduga karena banyak hal, seringkali anak yang mengalami infeksi
saluran kemih akut memiliki gejala yang khas. Berikut ini disebut sebagai beberapa
faktor penyebab anak-anak rentan mengalami peradangan mukosa saluran kemih oleh
para ahli:
26
Penyakit ginjal kronis (hampir seratus persen kasus infeksi ginjal atau
pyelonephristis yang tidak sembuh menjadi faktor pemicu infeksi saluran kemih
atau cystitis pada anak-anak),
Hypothermia (bukan merupakan penyebab langsung penyakit namun dapat
melemahkan sistem pertahanann tubuh sehingga terjadi infeksi),
Tidak menjaga kebersihan pribadi dengan baik (terutama pada anak perempuan)
menyebabkan masuknya E.coli ke dalam uretra kemudian ke kandung kemih.
Gangguan berkemih (gangguan aliran urin, urin yang tertahan) akibat adanya
penyakit serius, kelainan sistem urin, menahan buang air kecil,
Pengobatan tertentu (bersifat menekan sistem pertahanan tubuh, obat golongan
sulfonamid, metenamin),
Sumber infeksi kronis dalam tubuh (infeksi saluran kemih pada anak-anak
termasuk anak lelaki dapat menyebabkan tonsilitis /radang amandel, adenoids,
kerusakan pada gigi).
27
D. FIMOSIS
1. Definisi
Fimosis (Phimosis) merupakan salah satu gangguan yang timbul pada organ
kelamin bayi laki-laki. Fimosis berupa ketidakmampuan menarik kulup penis atau
preputium ke arah belakang glans penis sebab terjadi perlekatan diantara glans penis
dan kulup penis. Hal ini mengakibatkan tersumbatnya lubang di bagian air seni,
sehingga bayi dan anak kesulitan dan kesakitan saat kencing.
2. Insidensi
Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke
belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan
hanya 1-1,5% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital.
Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki
berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.
3. Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara
kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup
menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal.
Penyebabnya, bisa dari bawaan dari lahir atau didapat, misalnya karena infeksi atau
benturan.
4. Gejala
Gejala yang sering terjadi pada fimosis menurut (Rukiyah, 2010:230) diantaranya:
a. Bayi atau anak sukar berkemih
b. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit preputium menggelembung seperti
balon
c. Kulit penis tidak bisa ditarik kearah pangkal
28
d. Penis mengejang pada saat buang air kecil
e. Bayi atau anak sering menangis sebelum urin keluar/Air seni keluar tidak lancar
f. Timbul infeksi
5. Patofisiologi
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir, karena terdapat adesi alamiah
antara preputium dengan glans penis. Sampai usia 3-4 tahun, penis tumbuh dan
berkembang. Debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul di
dalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan preputium dengan glans penis.
Smegma terjadi dari sel-sel mukosa preputium dan glans penis yang mengalami
deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.
Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-
lahan sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke arah proksimal. Pada
usia 3 tahun, 90% preputium sudah dapat diretraksi. Pada sebagian anak, preputium
tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung preputium mengalami penyimpangan
dan akhirnya dapat mengganggu fungsi miksi. Biasanya anak menangis dan pada
29
ujung penis tampak menggelembung. Air kemih yang tidak lancar, kadang-kadang
menetes dan memancar dengan arah yang tidak dapat diduga. Kalau sampai terjadi
infeksi, anak akan menangis setiap buang air kecil dan dapat pula disertai demam.
6. Tatalaksana
30
E. DEMAM
Demam merupakan sebuah gejala yang paling umum pada anak-anak, yang berkisar
sekitar 10-20% dari kunjungan ke dokter.
Patofisiologi demam
Terdapat tiga dasar patofisiologis yang mendasari demam. Pertama yaitu adanya
peningkatan dari set point hipotalamus pada sistem saraf pusat. Hal tersebut bisa
diakibatkan oleh infeksi, collagen vascular disease, dan keganasan, serta tipe demam ini
bisa diturunkan dengan antipiretik dan kompres.
Tipe kedua yaitu demam yang diakibatkan karena hasil dari produksi panas yang
melebihi dari pengeluaran panas, seperti pada kasus overdosis salisilat, hipertiroidisme,
temperature lingkungan yang panas dan hipertermia maligna.
Tipe ketiga yaitu demam yang disebabkan oleh gangguan pengeluaran panas
(defective heat loss), seperti yang bisa ditemukan pada dysplasia ectodermal, heat stroke,
dan keracunan obat antikolinergik. Obat-obatan antipiretik tidak efektif dalam menangani
tipe demam kedua dan ketiga.
31
akan difagosit oleh leukosit fagositik, yang berujung diproduksinya pirogen endogen
yaitu interleukin-1. IL-1 bertanggung jawab atas meningkatnya sel T-helper dan memulai
produksi prostaglandin pada hipotalamus.
Interleukin-1 berperan dalam jalur asam arakidonat, yang menstimulasi produksi
prostaglandin pada sel endotel vascular di hipotalamus. Prostaglandin terbentuk akibat
adanya katabolisme dari fosfolipid sel endotel dari sistem saraf pusat menjadi asam
arakidonat, dan oleh enzim cyclo-oxy-genase melalui endoperoxida.
Tipe demam Adapun tipe-tipe demam yang sering dijumpai antara lain:
1. Demam septik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.
2. Demam hektik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal pada pagi hari
3. Demam remiten Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu normal
4. Demam intermiten Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari.
32
5. Demam Kontinyu Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak
berbeda lebih dari satu derajat.
6. Demam Siklik Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
kenaikan suhu seperti semula.
Penatalaksanaan demam
Diusahakan agar anak tidur atau istirahat agar metabolismenya menurun. Cukupi
cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi. Aliran udara yang baik
misalnya dengan kipas, memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan hawa panas ke tempat
lain sehingga demam turun. Jangan menggunakan aliran yang terlalu kuat, karena suhu
kulit dapat turun mendadak. Ventilasi / regulasi aliran udara penting di daerah tropik.
Buka pakaian/selimut yang tebal agar terjadi radiasi dan evaporasi. Lebarkan pembuluh
darah perifer dengan cara menyeka kulit dengan air hangat (tepid-sponging).
Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah), sehingga panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi
maupun radiasi. Pada hipertermi, pendinginan permukaan kulit (surface- cooling) dapat
membantu.
Tindakan simtomatik yang lain ialah dengan pemberian obat demam. Cara kerja obat
demam adalah dengan menurunkan set-point di otak dan membuat pembuluh darah kulit
melebar sehingga pengeluaran panas ditingkatkan. Obat yang sederhana adalah asam
salisilat dan derivatnya. Rentang daya kerja obat ini cukup panjang, aman untuk
dikonsumsi umum. Beberapa golongan antipiretik murni, dapat menurun-kan suhu bila
anak demam namun tidak menyebabkan hipotermi bila tidak ada demam, seperti:
asetaminofen, asetosal, ibuprofen. Obat lain adalah obat yang bersifat antipiretik pada
dosis rendah dan menimbulkan hipotermi pada dosis tinggi seperti metamizol dan obat
yang dapat menekan pusat suhu secara langsung (chlorpromazine), mengurangi menggigil
namun dapat menyebabkan hipotermi dan hipotensi.
33
VI. Kerangka Konsep
VII. Kesimpulan
Alif, laki-laki 1 tahun, mengalami sistitis akut dan fimosis.
34
DAFTAR PUSTAKA
Egland, ann G.2006. Pediatrics, Urinary tract infection and Pyelonephritis. Department of
Operational and Emergency Medicine, Walter Reed Army Medical Center.
Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I.,
Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).
Hamilton, Jennifer I. 2013. Evaluation of Fever in Infants and Young Children. PA: aafp.
Hannson S, Jodal U: Urinary tract infection. Dalam: Barrat TM, Avner ED,
Jones KV, Asscher AW. Urinary tract infection and vesico-ureteral reflux. Dalam: Edelmann
CM, Bernstein J, Meadow SR, Spitzer A, Travis LB, penyunting. Pediatric Kidney
Disease vol. II edisi ke-2. Boston: Little Brown, 1992; h.1943-91
Kllegman, Robert M., Bonita F. Stanton, Nina F. Schor, et al. 2011. Nelson Textbook of
Pediatrics, 19th edition. PA: Elsevier Saunders.
Nizet, Victor, Robert J. Vinci, Frederick H. Lovejoy. 1994. Fever in Children. US:
Pedsinreview.
Pediatri, Sari. 2018. Infeksi pada Ginjal dan Saluran Kemih pada Anak: Manfestasi Klinis
dan Tatalaksana. Jakarta; vol: 19
Pediatri, Sari. 2006. Profil klinis Infeksi Saluran Kemih pada Anak di RS Dr. Cipto
Mangunkusumo Cipto Mangunkusumo. Jakarta; vol: 7; 200-206
Smith’s General Urology, 15th Ed., Tanagho EA, McAninch JW (eds.), Lange Medical Books
/ McGraw-Hill, 2000.
UKK Nefrologi IDAI. 2011. Konsensus infeksi saluran kemih pada anak. Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
Wahyudi Irfan, 2015. Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria
2015: Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Jakarta: IAUI.
35