Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN SKENARIO I BLOK XI

MASALAH KESEHATAN SISTEM GASTROINTESTINAL DAN


HEPATOLOGI

Dosen Tutorial : dr. Eric Wijaya, M. Biomed, dr. Marshall Jeremia Nadapdap,
M.K.M
Disusun oleh SGD 6
Ketua : Niscaya Aprian Nazara ( 213307010048 )
Sekretaris : Nafamoza Audyameca ( 213307010120 )
Notulen : Karen Louis ( 213307010042)
Anggota : Clairine Altin Nur Rahmi ( 213307010011 )
Melias Tari Sembiring ( 213307010012 )
Audi Torry Ginting ( 213307010014 )
Cindy Wilim ( 213307010029 )
Zulfirman ( 213307010030 )
Yehezkiel Benjamin Gultom ( 213307010047 )
Clara Terecia Rajagukguk ( 213307010065 )
Wira Permadani Nababan ( 213307010084)
Stevani Rose Br Sinaga ( 213307010101)
Dhea Hafizhah ( 213307010114)
Melise Cenggono ( 213307010119)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat- Nya yang telah menuntun kami dalam belajar untuk mencapai hidup yanglebih
baik. Dan dengan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini, sehingga
dapat tersusun dengan sebaik-baiknya sesuai dengan yang diharapkan.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan serta
wawasannya mengenai tujuan pembelajaran yang dibahas pada makalah ini. Dalam
penyusunan makalah ini banyak hal yang belum sempurna. Oleh sebab itu kami selaku
penyusunan makalah ini, mengharapkan adanya masukan yang berupa kritikan
ataupun saran demi kebaikan untuk makalah berikutnya dan tidak lupa juga kami
selaku penyusun berterima kasih pada pihak- pihak yang ikut serta membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, kami mengucapkan terima kasih


kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Semoga
semua ini berguna bagi kita semua khususnya dalam menunjang pembelajaran kita di
dunia kedokteran.

Medan, 12 Desember 2022

SGD 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................... 1
1.2 TUJUAN PENULISAN................................................................... 1
BAB II PELAKSANAAN TUTORIAL.................................................. 2
2.1 JUDUL BLOK..................................................................................2
2.2 NAMA TUTOR................................................................................2
2.3 DATA PELAKSANAAN.................................................................2
BAB III SKENARIO DAN PEMBAHASAN.........................................3
3.1 KLARIFIKASI ISTILAH...............................................................5
3.2 IDENTIFIKASI MASAL................................................................5
3.3 ANALISA MASALAH....................................................................6
3.4 LEARNING OBJECTIVE..............................................................7
BAB IV PENUTUP................................................................................. 27
4.1 KESIMPULAN.............................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke
dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal. Ini merupakan
reaksi alami tubuh yang berusaha untuk melawan virus atau infeksi. Demam
tidak dianggap sebagai sebuah penyakit tetapi biasanya merupakan gejala dari
sebuah gangguan kesehatan atau infeksi.

Hubungan nyeri perut kanan dengan demam adalah respon tubuh yang
mengeluarkan sel-sel radang dan menyebabkan nyeri pada area tersebut. Nyeri
merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun pontensial.

1.2 TUJ UAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa dapat mengetahui region pada abdomen beserta organ yang


terdapat didalamnya.
2. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi terjadinya nyeri perut dan
mekanisme perjalaran rasa nyeri.
3. Mahasiswa dapat mengetahui penyakit dengan keluhan nyeri perut kanan atas.
4. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme dan patofisiologi terjadinya demam.
5. Mahasiswa dapat mengetahui perbedaan colic abdomen dengan colic renalis

1
BAB II
PELAKSANAAN TUTORIAL

2.1 JUDUL BLOK

Masalah Kesehatan Sistem Gastrointestinal dan Hepatologi

2.2 NAMA TUTOR

dr. Eric Wijaya, M. Biomed


dr. Marshall Jeremia Nadapdap, M.K.M

2.3 DATA PELAKSANAAN

2.3.1 TUTORIAL 1
Tanggal : Senin, 12 November 2022
Waktu : 09.50 – 11.30 WIB
Tempat : Kampus UNPRI

2.3.2 TUTORIAL 2
Tanggal : Rabu, 14 November 2022
Waktu : 09.50 – 11.30 WIB
Tempat : Kampus UNPRI

2.3.3 PLENO
Tanggal : Jumat, 16 Desember 2022
Waktu : 08.00 – 09.50 WIB
Tempat : Zoom Meeting

2
BAB III
SKENARIO DAN PEMBAHASAN

Skenar io

Ny. Jan umur 43 tahun datnagn ke IGD RS royal prima dengan keluhan nyeri peurt
kanan atas sejak 3 hari yang lalu dan memberat sejak 1 hari ini diserta dengan demam.

More info 1

Pasien juga mengeluhkan dnyeri perut kanan atas, dan karena sakitnya pasien
memegang perut kanan atas tersebut sejak 3 hari yang lalu.

Pasien juga mengeluhkan demam sejak satu hari ini naik dan turun, pasien juga
mengeluhkan oyong bila berdiri dan terasa lemas. Air seni pasien bewarna seperti teh
pekat sejak 3 hari yang lalu.pasien mempunyai riwayat traveling ke gunung sibayak
seminggu yang lalu dan makan makanan kalengan waktu camping di area perhutanan.

More info 2

Status presens :

1. Keadaan umum :

sensorium composmentis

TD : 120/80

Nadi : 106x/menit

Pernafasan : 20x/menit

Suhu : 38,5 derajat celcius

3
2. Keadaan penyakit :

Anemi : tidak dijumpai

Ikterik : dijumpai

Sianosis : tidak dijumpai

Dypsnoe : tidak dijumpai

3. Keadaan gizi

BB : 75 kg

TB : 165 cm

RBW : (Tinggi *BB/100) * 100% (kesan : normoweight)

Pemeriksaan fisik :

1)Kepala : Mata anemi (-) ikterus (+) cyanosis (-)

2)Leher : DBN

3)Thorax : jantung dan paru DBN

4)Abdomen : Nyeri tekan region hiponchondrium dextra (+) murphy sign (+).
Hati dan limpa tidak teraba.

5)Ekstremitas atas dan bawah : dalam batas normal, turgor kulit dalam batas
normal.

Hasil pemeriksaan laboratorium :

1. Darah rutin : Hb : 11gr/dl, leucosit : 43.700/mm3, neutrofil 83.1%. Thrombosit


496000/mm3.

2. AGDA : pH : 7,375, PCO2 27.3mmhg, PO2 111.4mmhg HCO3 15.6 dan


saturasi O2 : 98.1%

4
3. Bilirubin total 3.88mg/dL, Bilirubin direk : 3.14 mg/dL, indirek 0.74mg/dl.
Gamma GT : 207U/L (N: 29-41 U/L) Alkali phosphatase 480U/L (N : 35-
110U/L), CRP : 8mg/dL

3.1 KLARIFIKASI ISTILAH

1. Normoweight = Berat badan normal

2. Murphy sign = Pemeriksaan fisik menggunakan tangan dengan cara menarik


nafas terlebih dahulu kemudian menekan bagian subcostae

3. AGDA ( Analisis Gas Darah Arteri ) = Mengukur keadaan oksigen,


karbondioksida dan tingkat pH dalam darah.

4. RBW ( Relative Body Weight ) = Standar penilaian kecukupan kalori

5. Alkali Phosphate = Enzim yang mengkatalisis perubahan phospat organic


menjadi anorganik

6. Gamma GT = Enzim yang berperan memindahkan asam amino dalam siklus


gamma glutamyl

7. Hyphochondrium = region lateral atas bagian abdomen, bertumpang tindih


dengan tulang rawan iga, pada kedua sisi epigastrium.

3.2 IDENTIFIKASI MASALAH


1) Kenapa pasien mengeluhkan oyong dan lemas ketika berdiri ?
2) Apa hubungan nyeri perut kanan atas pasien dengan demam ?
3) Apa hubungannya memegang perut kanan atas saat sedang sakit ?
4) Hubungan rasa sakit pasien dengan makanan kaleng ?
5) Apa hubungan urine pasien berwarna teh pekat dengan keluhan yang
dialaminya ?
6) Apa yang penyebabkan keluhan nyeri perut kanan atas ?

5
7) Apa hubungan ikterik dengan keluhan yang dialami pasien ?
8) Apakah ada hubungan BB pasien dengan keluhan yang dialami ?
9) Interpretasi semua pemeriksaan pasien!

3.3 ANALISA MASALAH

1) Karena pasien demam yang disebabkan oleh infeksi dan rasa nyeri yang
sangat hebat sehingga pasien oyong dan lemas.
2) Karena demam adalah respon tubuh yang mengeluarkan sel sel radang dan
menyebabkan nyeri pada area tersebut.
3) Karena adanya reflex tubuh.
4) Karena makanan kaleng mengalami benturan saat travelling sehingga udara
masuk kedalam kaleng menyebabkan bakteri clostridium botulinum, dan
makanan kaleng mengandung tinggi lemak sehingga tubuh harus bekerja
lebih keras.
5) Karena terjadinya peningkatan bilirubin akibat penyumbatan.
6) Karena terjadi peradangan kandung empedu, dimana kandung empedu
merupakan organ tempat penyimpanan cairan empedu yang berperan dalam
pencernaan tubuh.
7) Karena bilirubin direct yang berlebihan sehingga menyebabkan ikterik.
8) Berat badan berlebih dan obesitas yang mengkonsumsi makanan tinggi
lemak dapat membuat terganggunya pengosongan kandungan empedu
9) Pemeriksaan fisik
a. Kepala :
- Mata : tidak ditemukan anemi / normal.
- Ikterus : ditemukan warna kuning pada sklera mata yang terjadi karena
peningkatan bilirubin dalam darah.
- Sianosis : tidak ditemukan .
- Leher : dalam batas normal, tidak ditemukan pembesaran pada KGB.

6
- Thorax : Jantung dan Paru dalam batas normal, tidak ditemukan suara
tambahan.
b. Abdomen :
- Hipochondrium dextra : ditemukan nyeri tekan yang mungkin
disebabkan adanya kelainan pada hati dan kantong empedu.
- Murphy sign : ditemukan nyeri tekan bertambah sewaktu pasien
menarik nafas panjang karena kantung empedu yang meradang.
- Hati dan Limpa tidak teraba : tidak ada pembesaran.
c. Ekstremitas Atas dan Bawah : Dalam batas normal.
d. Turgor Kulit : Dalam batas normal.

3.4 KESIMPULAN SEMENTARA

Ny. Janto umur 43 tahun didiagnosis mengalami peradangan kandung empedu

3.5 LEARNING OBJ ECTIVE

1. Jelaskan definisi, etiologi, pravelensi, epidemiologi, dan gejala klinis,


pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang, differential
diagnosis (min 5), diagnose kerja, prognosa, komplikasi serta
penatalaksanaan dan edukasi dari kolesistitis.
2. Jelaskan korelasi dan mechanism patofisiologi antara makanan berlemak
dan nyeri perut kanan atas pada pasien ini.
3. Jelaskan makna klinis dari hasil pemeriksaan laboratorium pasien ini.
4. Jelaskan makna dari murphy sign positif dan teknik melakukannya.
5. Jelaskan indikasi rujuk pada pasien ini.
6. Jelaskan pemberian nutrisi dan diet pada pasien ini.

7
3.6 PEMBAHASAN

3.6.1 Definisi, Etiologi, Prevalensi, Epidemiologi, dan Gejala Klinis, Pemeriksaan


Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang, Differential Diagnosis ( min 5), Diagnose
Kerja, Prognosa, Komplikasi serta Penatalaksanaan dan Edukasi dari Kolesistisis

a. Definisi

Kolesistitis adalah inflamasi yang terjadi pada kandung empedu dan terbagi
menjadi akut dan kronis. Kolesistitis akut biasanya terjadi akibat adanya
sumbatan duktus sistikus oleh batu. Namun terdapat beberapa faktor risiko lain
yang dapat meningkatkan insidensi terjadinya kolesistitis, sedangkan kolesistitis
kronik merupakan akibat iritasi mekanik persisten pada kolesistitis akut maupun
subakut pada dinding kandung empedu oleh batu.

b. Etiologi

Cholecystitis dapat dipicu oleh tiga faktor:

(1) Inflamasi mekanik yang disebabkan peningkatan tekanan intraluminal dan


distensi yang menyebabkan iskemik mukosa dan dinding kandung empedu,

(2) Inflamasi kimia disebabkan pengeluaran lysolecithin,

(3) inflamasi akibat bakteri

c. Prevalensi

Prevalensi kolelitiasis berbeda-beda di setiap negara. Letak geografi suatu


negara dan etnis memiliki peran besar dalam prevalensi penyakit kolelitiasis
(Stinton, 2012). Di Amerika Serikat, pada tahun 2017, sekitar 20 juta orang (10-
20 % populasi orang dewasa) memiliki kolelitiasis. Setiap tahun, 1-3 % orang
akan memiliki kolelitiasis dan sekitar 1-3 % orang akan timbul keluhan. Setiap
tahunnya, diperkirakan 500.000 pasien kolelitiasis akan timbul keluhan dan
komplikasi sehingga memerlukan kolesistektomi (Heuman, 2017). Prevalensi

8
kolelitiasis di Eropa yaitu 5-15% berdasarkan beberapa survey pemeriksaan
ultrasonografi. Di Asia, pada tahun 2013, prevalensi kolelitiasis berkisar antara
3% sampai 10%. Berdasarkan data terakhir, prevalensi kolelitiasis di negara
Jepang sekitar 3,2 %, China 10,7%, India Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0%

d. Epidemiologi

Di Amerika 10-20% penduduknya menderita kolelitiasis (batu empedu) dan


sepertiganya juga menderita kolesistitis akut. Penyakit ini lebih sering terjadi
pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih. Pada wanita,
terutama pada wanita-wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat-obatan
hormonal, insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi. Beberapa teori
mengatakan hal ini berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang
menyebabkan stasis aliran kandung empedu.

Di Indonesia, walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, insidensi


kolesistitis dan kolelithiasis relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-
negara barat

e. Gejala Klinis

Gejala cholecystitis akut yaitu nyeri bilier yang terjadi lebih dari enam jam.
Nyeri bilier yaitu rasa nyeri right upper quadran (RUQ) hebat, dapat berupa kolik
bilier ataupun nyeri menetap. Nyeri bisa menjalar ke area interscapular, scapula
dextra atau bahu. Dapat juga disertai febris, nausea, dan leukositosis.
Peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam darah pada kasus menunjukkan suspek
adanya batu pada ductus choledochus. Gejala cholecystitis kronik biasanya
ditandai nyeri berulang menetap pada RUQ, dapat juga disertai nausea, vomitus,
dan intoleransi makanan (khususnya lemak)

9
f. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium ditemukan :

- Bilirubin serum total meningkat

- Peningkatan ALP

Hasil pemriksaan laboratorium tergantung dari manifestasi klinis dari penyakit.

g. Pemeriksaan penunjang

1. Kolesistogram, kolangiogram arterografi aksis seliak

2. Laparoskopi

3. Ultrasonografi EUS

4. Pemindai CT heliks dan MRI ERCP

5. Fosfatase alkalin serum gamma-glutamil (GGT), gamma-glutamil


transpeptidase (GGTP), LDH

6. Kadar kolesterol

h. Diagnosis

Tokyo Guidelines (2007), kriteria diagnosis untuk kolesistitis adalah :

1. Gejala dan tanda local

- Tanda Murphy

- Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen

- Massa di kuadran kanan atas abdomen

2. Gejala dan tanda sistemik

- Demam

10
- Leukositosis

- Peningkatan kadar CRP

3. Pemeriksaan pencitraan

- Temuan yang sesuai pada pemeriksaan USG atau skintigrafi

- Diagnosis kolesistitis jika 1 tanda lokal, disertai 1 tanda sistemik dan hasil
USG atau skintigrafi yang mendukung.

i. Differential diagnose

1. Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya
appendiks vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang
dengan panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus
besar bernama sekum yang terletak pada perut kanan bawah.
2. Kolik bilier adalah nyeri perut bagian atas akibat batu empedu yang
menyumbat kandung empedu atau saluran empedu.
3. Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu yang terjadi karena
adanya infeksi yang menyebar akibat obstruksi pada saluran empedu.
4. Koledokolitiasis adalah adanya batu saluran empedu dan merupakan suatu
kondisi umum dan bisa menimbulkan berbagai komplikasi.
5. Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu,
biasanya berhubungan dengan batu kandung empedu yang tersangkut pada
duktus kristik dan menyebabkan distensi kandung empedu.

11
j. Prognosa

Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung


empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi.
Tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut
berkembang menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel,
abses hati atau peritonitis umum secara cepat. Hal ini dapat dicegah dengan
pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut
pada pasien usia tua (>75tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping
kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.

k. Komplikasi

Komplikasi dari cholecystitis yaitu empiema kandung empedu, gangren


kandung empedu, fistula pada organ terdekat (duodenum, gaster, colon, dinding
abdomen, dan renal pelvis), cholangitis, sepsis, pankreatitis, hepatitis, dan
choledocholithiasis. Salah satu penatalaksanaan untuk cholecystitis adalah
cholecystectomy yaitu pengangkatan kandung empedu

l. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medik

Menurut Brunner dan Suddarth (2013) penatalaksanaan medis kolelitiasis :

a. Terapi Nutrisi

Diet segera setelah operasi biasanya berupa cairan rendah lemak dengan
protein dan karbohidrat tinggi dilanjutkan denngan makanan padat yang
lembut, hindari telur, krim, daging babi, maknan gorengan, keju, sayuran
pembentukan gas, dan alkohol.

12
b. Terapi Farmakologi

1. Untuk menghancurkan batu : ursodiol/aktigal.

2. Efek samping : diare, bersifat hepatotoksik, pada fetus sehingga


kontraindikasi pada ibu hamil.

3. Mengurangi konten kolesterol dalam batu empedu : chenodiol/chenix.

4. Untuk mengurangi gatal-gatal : cholestyramine (Questran)

5. Menurunkan rasa nyeri : analgesik.

6. Mengobati infeksi : antibiotik.

2. Penatalaksanaan Bedah

a. Kolesistektommi laparaskopi : dilakukan melalui insiasi atau tusukan kecil


yang dibuat menembus dinding abdomen di umbilikus. Rongga abdomen
ditiup dengan gas karbon monoksid untuk membantu pemasangan
endoskopi.

b. Kolesisitektomi : kantung empedu diangkat setelah asteri dan duktus


sistikus diligasi. Sebuah drain (penrose) ditempatkan dalam kandung
empedu dan dibiarkan menjulur ke luar lewat luka operasi untuk
mengalirkan darah, cairan serosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa
absorben.

c. Minikolesistektomi : kantung empedu dikeluarkan melalui sebuah insiasi


kecil selebar 4cm.

d. Kolesistostomi (bedah atau perkutan) : kantung empedu dibuka, dan batu,


empedu, atau drainase purulent dikeluarkan

e. Koledokostomi : Inisiasi dilakukan pada duktus koledokus untuk


mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan biasanya dipasang sebuah

13
kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai
edema mereda. Kateter ini dihubungkan dengan selang drainase.

m. Edukasi

Edukasi dan promosi kesehatan kolesistitis terutama berkaitan dengan


faktor risiko yang menyebabkan penyakit ini dan komplikasi yang dapat terjadi
bila pengobatan tidak dilakukan secara tepat di mana terdapat kondisi pasien
perlu mempertimbangkan untuk pilihan tindakan kolisistektomi bila dibutuhkan.
Modifikasi diet dan peningkatan aktivitas fisik dapat menjadi salah satu upaya
untuk mencegah obesitas sebagai faktor risiko kolesistitis.

Pasien perlu diedukasi terkait perjalanan penyakit, komplikasi yang


mungkin timbul dari kolesistitis yang tidak diobati, dan komplikasi post operasi
jika prosedur pembedahan dipilih sebagai tata laksana. Pilihan metode
pembedahan, baik laparoskopi maupun laparotomi, perlu disampaikan kelebihan
dan kekurangannya.

3.6.2 Korelasi dan Mekanisme Patofisiologi antara Makanan Berlemak dan Nyeri
Perut Kanan Atas Pada Pasien Ini

a) Kolesistitis adalah proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu
yang umumnya terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu

b) Penyebab kolesistitis

Sebagian besar kolesistitis disebabkan oleh penyumbatan pada saluran empedu,


sehingga cairan empedu terperangkap di dalam kandung empedu. Penyumbatan
terjadi dapat disebabkan oleh batu empedu, batu empedu merupakan partikel
keras didalam kandung empedu yang merupakan kumpulan dari kolestrol yang
mengeras, kolestrol merupakan salah satu komponen lemak. Penyumbatan juga

14
dapat disebabkan lumpur bilier, lumpur bilier merupakan cairan empedu yang
tercampur dengan kolestrol dan kristal garam. Penyakit infeksi seperti hiv aids
juga dapat menyebabkabn penyumbatan. Penyumbatan tersebut memicu
terjadinya iritasi pada kandung empedu yang kemudian menyebabkan
pembengkakan dan peradangan.

Gambar 3.6.2.1 Mekanisme Patofisiologi

c) Patofisiologi kolesistitis sering berhubungan dengan batu empedu atau


kolelitiasis. Batu empedu akan menyebabkan obstruksi pada duktus sistikus yang
menghalangi pengosongan cairan empedu. Akibatnya, terjadi peningkatan
tekanan intralumen dan iritasi pada dinding empedu, dinding empedu akan
mengalami distensi dan edema, diikuti oleh stasis vena serta trombosis arteri
sistikus. Selain itu, batu empedu didalan kandung empedu juga menimbulkan
trauma mekanik yang alan menstimulasi pengeluaran prpstaglandin dan
menginisiasi proses inflamasi.

15
Gambar 3.6.2.2 Kolesistitis dengan infeksi sekunder

Pada beberapa kasus, kolesistitis dapat diikuti dengan infeksi sekunder yang
dapat menyebabkan gangren dan perforasi kandung empedu. Infeksi paling
sering disebabkan oleh invasi bakteri gram negatif gastrointestinal seperti
Escherichia Coli dan Klebsiella SPP.

Gambar 2.6.2.3 Escherichia coli & Klebsiella sp

Gambar 2.6.2.4 Pathogenesis

16
Fundus bagian terjauh yang disuplai oleh arteri sistikus, sehingga paling sering
mengalami iskemia dan nekrosis. Iskemia juga dapat menjadi penyebab
kolesistitis tanpa batu empedu mengingat arteri sistikus yang menyuplai kandung
empedu merupakan arteri terminal sehingga kondisi yang menyebabkan
penurunan perfusi arteri sistikus dapat menginduksi iskemia dan nekrosis dari
kandung empedu. Pasien dapat memiliki penyakit dasar seperti Infark Miokard,
Sepsis, atau Syok hipovolemik

3.6.3 Makna Klinis dari Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien Ini.

Hasil pemeriksaan laboratorium :

a. Darah rutin :
1. Hb : 11gr/dL (Nilai normal pada Wanita dewasa : 12,0-15,0 g/dL).
2. Leucosit 43.700/mm3 (Normalnya : 5000-10000/mm3). Pasien mengalami
leukositosis, dimana peningkatan jumlah sel darah putih ini menandakan ada
proses infeksi di dalam tubuh.
3. Neutrophil 83.1% (Normalnya : 50-70% ). Pasien mengalami neutrofilia,
dimana peningkatan neutrophil dapat terjadi karena adanya infeksi akut,
radang atau inflamasi, dan kerusakan jaringan.
4. Trombosit 496.000/mm3 (Normalnya : 150.000-450.000/mm3). Pasien
mengalami trombositosis, trombosit meningkat sebagai bagian dari respon fase
akut peradangan atau infeksi.
b. AGDA :
1) pH : 7,375 (Normalnya : 7,35). Didapati pH pada pasien masih di batas
normal.
2) PCO2 : 27,3 mmHg (Menurun : 35-45 mmHg). Pasien mengalami alkalosis
dimana terjadinya penurun tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) pada
pasien tersebut.

17
3) Saturasi O2 : 98% ( Normalnya : 95-100%). Saturasi oksigen pada pasien
masih normal.
4) PO2 : 111.4 mmHg (Meningkat : 80-100 mmHg). Pasien mengalami
peningkatan atau yang di sebut hiperoksemia pada tekanan gas O2 dalam
darah (PO2).
5) HCO3 : 15.6 (Normalnya : 22-28 mmol/l). Pasien mengalami Osidosis
dimana terjadinya penurunan pada HCO3 pasien.
6) Bilirubin total : 3,88 mg/dl (normalnya : 0,1- 2,0 mg/dL)
7) Bilirubin direk : 3,14 mg/dl (normalnya : 0,1-0,3 mg/dl). Total bilirubin dan
bilirubin direct mengalami kenaikan dimana ini mengindikasi adanya
gangguan fungsi hati/liver dan juga dapat menyebabkan jaundice/ikterik
8) Bilirubin indirek : 0,74 mg/dl ( normalnya : 0,3 - 1,1 mg/dL) bilirubin
indirek masih dalam batas normal
9) Gamma glutamyl transferase (GGT) : 207 U/L ( normalnya : < 55 U/L).
GGT mengalami kenaikan diduga tubuh memiliki masalah pada hati atau
saluran empedu.
10) Alkali Phosphatase : 448 U/L ( normalnya : 35-110 U/L)
11) Alkali Phosphatase mengalami kenaikan, tingkat alkali fosfat yang tinggi
seringkali dikaitkan dengan gangguan fungsi hati, misalnya sirosis, hepatitis,
kolesistitis, dan batu empedu.
12) C-Reaktife Protein (CRP) : 8 mg/dl (normalnya : < 0,1 mg/dl) CRP
mengalami kenaikan bisa jadi disebabkan oleh beberapa kondisi seperti
Infeksi berat

18
3.6.4 Makna dari Murphy Sign Positif dan Teknik Melakukannya

a. Pengertian

Murphy sign merupakan pemeriksaan yang sangat bermanfaat untuk


menunjang diagnosa kolesistitis.

Pada tahun 1903, Murphy mendeskripsikan sebuah kemunculan


hipersensitifitas melalui palpasi dalam pada regio subcostal ketika pasien yang
dicurigai memiliki penyakit kandung empedu saat menarik nafas dalam
kemudian hipersensitfitas ini dinamakan “murphy sign.

b. Teknik Murphy Sign

1. Posisi Berbaring

Pasien di periksa dalam posisi supine (berbaring). Ketika pemeriksa


menekan/palpasi regio subcostal kanan (hipokondriaka dextra) pasien,
kemudian pasien diminta untuk menarik nafas panjang yang dapat
menyebabkan kandung empedu turun menuju tangan pemeriksa. Ketika
manuver ini menimbulkan respon sangat nyeri kepada pasien, kemudian
tampak pasien menahan penarikan nafas (inspirasi terhenti), maka hal ini
disebut “mur phy sign positif”.

Gambar 3.6.4.1 Teknik posisi berbaring

19
Hal ini terjadi karena adanya sentuhan antara kandung empedu yang
mengalami inflamasi dengan peritoneum abdomen selama inspirasi dalam
yang dapat menimbulkan reflek “menahan” nafas karena rasa nyeri.

Bernafas dalam menyebabkan rasa yang sangat nyeri dan berat beberapa
kali lipat walaupun tanpa tekanan/palpasi pada pasien dengan inflamasi akut
kandung empedu.

Pasien dengan kolesistitis biasanya tampak kesakitan dengan manuver ini


dan mungkin akan terjadi penghentian mendadak dari inspirasi (menarik nafas)
ketika kandung empedu yang terinflamasi tersentuh jari pemeriksa. Hal ini
disebut dengan istilah inspirasi terhenti (inspiration arrest) dan dideskripsikan
sebagai “shutting off” dari inspirasi (menarik nafas).

2. Sonographic Murphy’s Sign

Probe USG juga dapat digunakan untuk melakukan tes Murphy’s Sign
dengan cara yang sama pada pemeriksaan klinisnya.

Pasien menahan nafas selama pemeriksaan USG karena tekanan dari


probe USG. Rasa nyeri atau respon positif dihasilkan dari palpasi dengan
probe (transducer) USG. Manuver ini dianggap lebih akurat dibanding cara
palpasi dengan tangan karena transduser (probe) USG dapat memberitahukan
bahwa kandung empedu telah tertekan ketika pasien memperlihatkan rasa
nyeri dan inspiratory arrest. Namun, belum ada penelitian yang
membandingkan keakuratan Murphy’s sign klasik dengan Sonographic
Murphy’s sign.

20
Gambar 3.6.4.2 Teknik sonograpich

3.6.5 Indikasi Rujuk Pasien

Rujukan terhadap pasien dilakukan dalam hal fasilitas pelayanan kesehatan


memastikan tidak mampu memberikan pelayanan yang dibutuhkan pasien
berdasarkan hasil pemeriksaan awal secara fisik atau berdasar pemeriksaan
penunjang medis dan/atau setelah memperoleh pelayanan keperawatan dan
pengobatan ternyata pasien memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan
di fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu.

A. Sistem Informasi Rujukan


1. Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan
pengirim dan dicatat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke dokter
tujuan rujukan, yang berisikan antara lain : nomor surat, tanggal dan jam
pengiriman, status jaminan kesehatan yang dimiliki pasien baik
pemerintah atau swasta, tujuan rujukan penerima, nama dan identitas pasien,
resume hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnosa, tindakan dan obat
yang telah diberikan, termasuk pemeriksaan penunjang diagnostik,
kemajuan pengobatan, nama dan tanda tangan dokter/paramedis yang
memberikan pelayanan serta keterangan tambahan yang dipandang perlu.
2. Informasi rujukan spesimen dibuat oleh pihak pengirim dengan mengisi
surat rujukan spesimen, yang berisikan antara lain : nomor surat, tanggal,

21
status jaminan kesehatan yang dimiliki, tujuan rujukan penerima,
jenis/bahan/asal spesimen, nomor spesimen yang dikirim, tanggal
pengambilan spesimen, jenis pemeriksaan yang diminta, nama dan identitas
pasien, serta diagnosis klinis.
3. Informasi balasan hasil pemeriksaan bahan / spesimen yang dirujuk
dibuat oleh pihak laboratorium penerima dan segera disampaikan pada pihak
pengirim dengan menggunakan format yang berlaku di laboratorium yang
bersangkutan.

B. Kegiatan rujukan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap:


1. Prosedur standar merujuk pasien
a) Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja.
b)Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta
rujukan.
c) Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-
masing pihak.
2. Prosedur klinis
a) Melakukan anamesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
medik untuk menentukan diagnosa utama dan diagnosa banding.
b) Memberikan instruksi tindakan pra rujukan sesuai kasus. Instruksi
mencakup kapan mendapatkan pelayaann yang mendesak.
c) Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan.
d) Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas medis / paramedis
yang berkompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi pasien.
e) Apabila pasien diantar dengan kendaraan puskesmas keliling atau
ambulans, agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di IGD
tujuan sampai ada kepastian pasien tersebut mendapat pelayanan dan
kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.

22
f) Selama proses rujukan secara langsung semua pasien selalu dimonitor dan
kompetensi staf yang melakukan monitor sesuai dengan kondisi pasien
3. Persiapan Rujukan
Persiapan yang harus dilakukan sebelum merujuk adalah :
a) Melakukan pertolongan pertama dan atau tindakan stabilisasi kondisi
pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk
tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan
b) Persiapan tenaga kesehatan, pastikan pasien dan keluarga didampingi
oleh minimal dua tenaga kesehatan (dokter dan/atau perawat) yang
kompeten.
c) Persiapan keluarga, beritahu keluarga pasien tentang kondisi terakhir
pasien, serta alasan mengapa perlu dirujuk. Anggota keluarga yang
lain harus ikut mengantar pasien ke tempat rujukan.
d) Persiapan surat, beri surat pengantar ke tempat rujukan, berisi
identitas pasien, alasan rujukan, tindakan dan obat-obatan yang telah
diberikanpada pasien.
e) Persiapan Alat, bawa perlengkapan alat dan bahan yang diperlukan.
f) Persiapan Obat, membawa obat-obatan esensial yang diperlukan
selama perjalanan merujuk.
g) Persiapan Kendaraan, persiapkan kendaraan yang cukup baik, yang
memungkinkan pasien berada dalam kondisi yang nyaman dan dapat
mencapai tempat rujukan secepatnya. Kelengkapan ambulance, alat,
dan bahan yang diperlukan.
h) Persiapan biaya, ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam
jumlah cukup untuk membeli obat-obatan dan bahan kesehatan yang
diperlukan di tempat rujukan.
i) Persiapan donor danar, siapkan kantung darah sesuai golongan darah
pasien atau calon pendonor darah dari keluarga yang berjaga - jaga
dari kemungkinan kasus yang memerlukan donor darah.

23
C. Rujukan berupa spesimen atau penunjang diagnostik lainnya dan Rujukan
Bahan pemeriksaan laboratorium
1. Pemberi Pelayanan Kesehatan/Petugas Kesehatan wajib mengirimkan rujukan
berupa spesimen atau penunjang diagnostik lainnya jika memerlukan
pemeriksaan laboratorium, peralatan medik/tehnik, dan/atau penunjang
diagnostik yang lebih tepat, mampu, dan lengkap.
2. Spesimen atau penunjang diagnostik lainnya dapat dikirim dan diperiksa
dengan atau tanpa disertai pasien yang bersangkutan.
3. Jika sebagian spesimen telah diperiksa di laboratorium pelayanan kesehatan
asal laboratorum rujukan dapat memeriksa ulang dan memberi validasi
hasil pemeriksaan pertama.
4. Fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima rujukan spesimen atau
penunjang= diagnostik lainnya wajib mengirimkan laporan hasil
pemeriksaan atas spesimen atau penunjang diagnostik lainnya yang telah
diperiksa ke fasilitas pelayanan kesehatan asal.

3.6.6 Pemberian Nutrisi dan Diet pada Pasien


1. Diet
Diet rendah lemak diberikan kepada penderita dengan gangguan kandung
empedu.
2. Tujuan
a. Menurunkan BB bila kegemukan (dilakukan secara bertahap)
b. Membatasi makan yang menyebabkan kembung/nyeri abdomen
c. Mengatasi malabsopsi lemak
3. Syarat diet
a) Energi sesuai kebutuhan, bila gemuk → diet rendah energi, hindari
penurunan berat badan yang terlalu cepat.
b) Protein agak tinggi : 1-1,25 g/kg berat badan

24
c) Pada keadaan akut lemak tidak diberikan sampai akut teratasi. Keadaan
kronis diberikan 20- 25% total energi
d) Bila perlu diberikan suplemen vitamin A,D,E,K.
e) Serat tinggi terutama dalam bentuk pektin → dapat mengikat kelebihan
asam empedu dalam saluran cerna
4. Jenis diet
1. Diet lemak rendah I 996 kalori
Diberikan pada pasien kolelitiasis/kolesistitis dalam keadaan akut. Makanan
yang diberikan berupa buah-buahan + minuman manis. Diet ini rendah energi
+ semua zat-zat gizi kecuali vitamin A + C. Diberikan tidak lebih dari 3 hari.
2. Diet lemak rendah II 1250 kalori
a. Diberikan secara berangsur bila keadaan akut sudah dapat diatasi,
perasaan mual sudah berkurang atau pada pasien yang gemuk.
b. Bentuk makanan : cincang, lunak, biasa.
3. Diet lemak rendah III 2070 kalori
a. Diberikan kepada pasien penyakit kandung empedu yang tidak gemuk
dan nafsu makan baik.
b. Bentuk makanan lunak, biasa.
c. Makanan ini cukup energi dan zat gizi.
5. Anjuran bahan makanan
a) Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, sereal, jagung, kentang
b) Protein hewani tanpa lemak seperti putih telur, ikan segar
c) Protein nabati seperti tahu, tempe, susu kedelai
d) Sayur-sayuran seperti bayam, kangkung, wortel, buncis
e) Buah-buahan seperti melon, semangka, apel, jeruk, pisang
f) Kacang-kacangan
6. Batasan bahan makanan
1. Makanan tinggi lemak
a. Makanan yang diolah dengan cara digoreng di minyak banyak

25
b. Makanan yang diolah menggunakan santan kental
c. Lemak daging sapi, kulit ayam, jeroan, bebek
d. Susu sapi full cream
2. Bahan makanan yang menimbulkan gas
a. Ubi, talas, beras ketan
b. Buah seperti durian dan nangka
c. Sayuran seperti kol, lobak, sawi
3. Makanan yang asam, pedas atau bumbu yang merangsang
4. Minuman seperti kopi, soda, minuman beralkohol

26
BAB IV
PENUTUP

4. KESIMPULAN

27
DAFTAR PUSTAKA

Wirawan R. Pra analitik pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan laboratorium


hematologi. 1 ed. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2011. p. 1-10.

28

Anda mungkin juga menyukai