Anda di halaman 1dari 36

Gastroenteritis Akut (GEA)

Laporan Kasus

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan

Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun oleh

dr. M. Ari Budi Perdana

Pembimbing

dr. Arief Fatoni

dr. Novi Kurniasari

PROGRAM DOKTER INTERNSIP KEMENKES

RS MUHAMMADIYAH JOMBANG

KABUPATEN JOMBANG JAWA TIMUR

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrabil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Gastroenteritis

Akut (GEA) selama bertugas di RS Muhammadiyah Jombang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Arief Fatoni dan dr. Novi Kurniasari

selaku dokter pembimbing yang telah meluangkan waktunya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Dalam

kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun demi

kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi rekan dokter

internship khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Akhir kata, penulis berharap semoga dapat memberikan manfaat pada pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jombang, 2 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................iv

DAFTAR TABEL....................................................................................................................v

BAB 1 LAPORAN KASUS.....................................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................6

2.1 Definisi......................................................................................................................6

2.2 Epidemiologi.............................................................................................................7

2.3 Etiologi......................................................................................................................9

2.4 Patofisiologi..............................................................................................................11

2.5 Manifestasi klinis......................................................................................................14

2.6 Derajat Dehidrasi......................................................................................................15

2.7 Pemeriksaan penunjang............................................................................................16

2.8 Diagnosis Banding....................................................................................................17

2.9 Kriteria Diagnosis.....................................................................................................17

2.10 Komplikasi .............................................................................................................18

2.11 Penatalaksanaan......................................................................................................18

BAB 3 PEMBAHASAN..........................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................31

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Patofisiologi Gastroenteritis.................................................................................14

Gambar 2.2 Perbedaan Diare ...................................................................................................15

iv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2. 1 Tanda dan Derajat Dehidrasi...................................................................................16

v
BAB I

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : An. N

Usia : 11 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Diwek, Jombang

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Status : -

Tgl. Masuk : 22 Juni 2021

Keluhan Utama

Muntah-muntah.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RS Muhammadiyah Jombang dengan keluhan muntah sejak 1 hari

sebelum masuk rumah sakit sebanyak 5x, muntah makanan dan air, darah (-), muntah setiap

makan dan minum. Pasien juga mengeluhkan diare 3x , konsistensi BAB cair, warna kuning

kecoklatan, darah (-) lendir (-) seperti cucian beras (-) bau busuk (-). Selain itu pasien juga

mengeluhkan mual (+) dan nyeri perut (+), demam (-), makan dan minum sejak muntah

berkurang, penurunan kesadaran (-). BAK terakhir 1 jam yang lalu. Sebelumnya 8 jam yang lalu

pasien mengkonsumsi makanan pedas.

1
2

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Dikeluarga tidak ada yang sakit seperti ini.

Riwayat Sosial

Di lingkungan sekitar pasien tidak ada yang sakit seperti ini.

Riwayat Pengobatan

Pasien belum minum obat.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Cukup

GCS 456

Status Gizi baik

TD : 100/60 mmHg

HR : 88x/menit

RR : 20 x/menit

S : 36,8 C

BB : 34 Kg

TB : 138 cm

Kepala : Normosefali, a/i/c/d -/-/-/-

Mata : anemis -/- , cowong -/- , ikterik -/- , pupil bulat isokor ϴ 3 mm, reflek

cahaya +/+

THT :
3

 Telinga : otorea (-), MAE hiperemis (-) nyeri tekan tragus (-)

 Hidung : rinorhea bening encer (-), pernafasan cuping hidung (-)

 Tenggorokan : Tonsil T1/T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)

Mulut : Edema (-), bibir kering (+), sianosis (-), stomatitis (-), oral trush (-).

Leher : deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-) JVP flat

Thorax :

Inspeksi : Bentuk dinding dada normal, Gerak nafas simetris, retraksi otot pernapasan -/-

Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris-, stem fremitus (-)

Perkusi : Sonor

Auskultasi : suara napas normal vesikuler / vesikuler , Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : iktus cordis (-),voussure cardiac (-)

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, thrill/fremissment (-)

Perkusi : redup, batas jantung kiri terdapat pada ICS V midclavicula line sinistra, batas

jantung kanan terdapat pada ICS IV parasternal, batas jantung atas terdapat

pada ICS III parasternal line sinistra

Auskultasi : S1-S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Flat (+)

Auskultasi : bising usus (+) meningkat

Perkusi : timpani, meteorismus (-), shifting dullnes (-)


4

Palpasi : supel, undulasi (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, massa intra

abdominal (-), nyeri tekan abdomen regio epigastrium (+) dan regio

hipokondrium sinistra (+), turgor kembali cepat.

Ekstremitas

akral hangat/kering/merah (+), CRT < 2 detik, edema ekstremitas superior (-/-),

Kedua tungkai edema -/- , Pitting oedem -/-

Pemeriksaan Penunjang

(22/06/2021)

Hb 14,6

Leu 23.200

Hct 39,9

Eri 5.190.000

Tro 359.000

Hitung Jenis:

Eosinofil (-)

Basofil (-)

Neutrofil 87

Limfosit 6

Monosit 7

Diagnosis

Gastroenteritis Akut (GEA)

DD:

- Diare akut
5

Terapi

• Inf RL 1800 cc/24 jam

• Inj. Ondansetron 3x4 mg

• Inj. Ranitidin 2x50 mg

• Inj. Vicilin Sx 3x1 gr

• Zinc Tab 1x20 mg (selama 10 hari)

• L-Bio 2x1 sachet


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan

kerusakan erosi pada bagian superficial (Mattaqin & Kumala, 2011). Gastroenteristis akut yang

ditandai dengan diare dan pada beberapa kasus muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan

elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz & Linda,2009).

Gastroenteristis akut merupakan perwujudan infeksi campylobacter yang paling lazim, biasanya

disebabkan oleh C.jejuni , C.coli dan C.laridis, masa inkubasi adalah 1-7 hari, diare terjadi dari

cairan tinja encer atau tinja berdarah dan mengandung lendir (Berhman, Kliegman, & Arvin, 2000).

Gastroenteristis akut ialah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya

sehat (Noerasid, Suratmaadja & Asnil 1998, dalam Sodikin, 2011). Dari beberapa pengertian diatas

jadi dapat disimpulkan bahwa gastroenteristis akut adalah suatu peradangan pada mukosa lambung

yang ditandai dengan muntah-muntah yang berakibat dengan kehilangan elektrolit yang

menimbulkan dehidrasi yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan biasanya terjadi pada bayi atau

anak.

Menurut WHO (1998) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali

sehari. Diare didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang BAB-nya (buang air besar)

ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan

bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya, lazinnya 3 kali atau lebih dalam satu hari

(DINKES, 2006).

Jenis - jenis diare secara klinik di bedakan tiga (3) yang masing-masing mencerminkan

pathogenesis yang berbeda dan memerlukan pendekatan yang berlainan dalam pengobatannya.
7

Diare cair akut adalah diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 7 hari

dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering tanpa darah. Mungkin disertai muntah

atau panas. Diare cair akut dapat menyebabkan dehidrasi dan bila masukan makanan berkurang,

juga mengakibatkan kurang gizi. Kematian terjadi karena diare. Peyebab diare cair akut di

Negara berkembang adalah : Eschericia coli enterotoxogenik, Shigella, Campylobacter Jejuni,

dan Crystoporidium . di beberapa tempat Vibrio cholera, Salmonella, dan E.coli

enteropatogenik. Diare melanjut adalah diare yang yang berlangsung antara 7 sampai 14 hari.

Diare Persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Episode ini dapat di mulai

sebagai diare cair atau disentri. penyebab diare pada diare persisiten E.coli, Shigella, dan

Criptosporidium. Diare kronik adalah diare yang diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan

bukan disebabkan oleh non bakterial seperti penyakit sensitive terhadap glutein dan gangguan

metabolism yang menurun.

B. Epidemiologi

Pada tahun 1995, diare akut karena infeksi sebagai penyebab kematian pada lebih dari 3 juta

penduduk dunia. Kematian karena diare akut dinegara berkembang terjadi terutama pada anak-

anak berusia kurang dari 5 tahun.

Hasil survei pada 2006 menunjukkan bahwa kejadian diare di Indonesia adalah 423 dari tiap

1.000 orang, dan terjadi 1-2 kali per tahun pada anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Pada 2001,

angka kematian rata-rata yang diakibatkan diare adalah 23 di tiap 100.000 orang penduduk,

sedangkan angka yang lebih tinggi terjadi pada kelompok anak berusia di bawah 5 tahun, yaitu

75 per 100.000 orang. Sementara kematian anak berusia di bawah tiga tahun akibat diare adalah

19 persen, dengan kata lain sekitar 100.000 anak meninggal dunia tiap tahunnya akibat diare.

1. Penyebaran Kuman yang menyebabkan diare


8

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui

makanan/minunan yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.

Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko

terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :

a) Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan

pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi

yang diberi AsI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.

b) Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh

Kuman, karena botol susah dibersihkan

c) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam

pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak.

d) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya

atau pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat

penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat

mengambil air dari tempat penyimpanan.

e) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau

sebelum makan dan menyuapi anak,

f) Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan bahwa

tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri

dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada

manusia.

2. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare


9

Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan

lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah :

a) Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat

melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v

cholerae

b) Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat pada

anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.

c) Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang

sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat dari

penurunan kekebalan tubuh penderita.

d) Imunodefesiensi /Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara,

misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang berlangsung

lama seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy Syndrome ) pada anak

imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak parogen dan mungkin

juga berlangsung lama.

3. Faktor lingkungan dan perilaku :

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan dua faktor

yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua factor ini akan berinteraksi

bersamadengan perilaku manusia Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar

kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula. Yaitu melalui

makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.

C. Etiologi

1. Faktor infeksi
10

a. Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang

merupakan penyebab utama diare)

i. Infeksi bakteri : vibrio, E. coli, salmonela, shigella,

campylobacter, yersinia, aeromonas, dan sebagainya

ii. Infeksi virus : enterovirus, adenovirus, rotavirus,

astrovirus, dan lain-lain

iii. Infeksi parasit : cacing (ascaris), protozoa (entamoeba

histolytica, giardia lamblia, tricomonas hominis dan jamur (candida albicans)

b. Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti: OMA (Otitis Media Akut),

tonsilitis, tonsilofaringitis, brankopneumoma, ensefalitis, dan sebagainya (sering

terjadi pada bayi dan umur dibawah 2 tahun)

2. Faktor Malabsorpsi

 Malabsorbsi karbohidrat

 Disakarida ; intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa

 Monosakarida: intoleransi glukosa, fruktosadan galaktosa

 Molabsorbsi lemak

 Molabsorbsi protein

3. Faktor makanan

 Makanan beracun

 alergi terhadap makanan

4. Lain-lain

 Imunodefisiensi

 Gangguan psikologis (cemas dan takut)


11

 Faktor-faktor langsung:

o KEP (Kurang Energi Protein)

o Kesehatan pribadi dan lingkungan

o Sosioekonomi 2,5

D. Patofisiologi

Diare adalah kehilangan banyak cairan elektrolit melalui tinja. Bayi kecil mengeluarkan

tinja kira-kira 5g /kgbb/hari. Jumlah ini meningkat 200 gr /kgbb/ hari pada orang dewasa.

Penyerapan air terbanyak terjadi di usus, kolon memekatkan isi usus pada keadaan pada keadaan

osmotik tinggi.kelainan yang menggangu usus cenderung menyebabkan diare yang lebih banyak.

Sedangkan kelainan yang terjadi di kolon cenderung menyebabkan diare yang lebih sedikit.

Disentri dengan volume sedikit dan sering , tenesmus, rasa ingin buang air besar, dan tinja

betrdarah adalah gejala utama kolitis.

Dasar semua diare adalah gangguan transportasi larutan usus, perpindahan air melalui

membran usus berlangsung secara pasif dan ini di tentukan oleh aliran larutan secara aktif

maupun pasif terutama natrium dan klorida dan glukosa. Patomekanisme diare kebanyakan dapat

di jelaskan dari kelainan sekretorik, osmotik, motilitas, kombinasi dari hal tersebut. Ada 3

prinsip mekanisme terjadinya diare cair sekretorik dan osmotik. Infeksi usus dapat menyebabkan

diare dengan 3 mekanisme tersebut. Diare sekretori lebih sering terjadi dan keduanya dapat

terjadi pada satu pasien .

Gangguan sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit kedalam usus halus. Hal

ini terjadi bila absorbsi natrium oleh villi gagal sedangkan sekresi klorida oleh sel epitel

berlangsung terus atau meningkat. Kegagalan mekanisme ini melalui peningkatan cAMP,cGMP,

atau kalsium intraselular, gangguan penyerapan natrium dan menstimulasi sekresi dari klorida di
12

usus halus yang disebabkan oleh infeksi (enterotoksin), mediator inflamasi dari lumen usus

halus, atau dari sirkulasi sistemik (hormon peptide yang diproduksi dari tumor endokrin). Diare

sekretorik mempunyai karakteristik adanya peningkatan kehilangan banyak air dan elektrolit dari

saluran pencernaan. Diare sekretorik terjadi karena adanya hambatan absorpsi Natrium (Na+)

oleh vili enterosit serta peningkatan sekresi Klorida (Cl-) oleh kripte. Natrium masuk ke dalam

sel saluran cerna dengan 2 mekanisme pompa Na+, yang memungkinkan terjadi pertukaran Na+-

glukosa, Na+- asam amino, Na+-H+ dan proses elektrogenik melalui Na channel. Cl- masuk ke

dalam ileum melalui pertukaran Cl- /HCO3-. Peningkatan sekresi intestinal diperantarai oleh

hormon (Vasoactive Intestinal polypeptide – VIP), toksin dari (E.Coli, Cholera) dan obat-obatan

yang dapat mengaktivasi adenil siklase melalui rangsangan pada protein G enterosit. Akan

terjadi peningkatan siklik AMP (cAMP) intraseluler pada mukosa intestinal akan mengaktivasi

protein signalling tertentu, akan membuka channel chloride. Stimulasi sekresi Cl- merupakan

respon pada toksin kholera atau cholera-like toxin yang diperantarai oleh peningkatan

konsentrasi cAMP. Enterotoksin lain akan meningkatkan sekresi intestinal dengan meningkatkan

siklik GMP (cGMP) atau konsentrasi kalsium intraseluler. Nitric-oxide diduga berperan dalam

pengendalian sekresi Cl-. Peningkatan sekresi pada sel kripte dengan hasil akhir berupa

peningkatan sekresi cairan yang melebihi kemampuan absorpsi maksimum dari kolon dan

berakibat adanya diare. Pada diare sekretorik biasanya pengeluaran tinja dalam jumlah besar,

menetap meskipun dipuasakan dan memiliki komposisi elektrolit yang isotonik. Pada infeksi

perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan pada mukosa usus oleh toxin bakteri seperti

toxin Eschericia coli dan Vibrio colera atau rotavirus.

Gangguan osmotik , mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air

dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan
13

cairan ekstrasellular. Dalam keadaaan ini diare dapat terjadi apabila suatu bahan yang secara

osmotik aktif dan tidak dapat diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air, dan

bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorsi sehingga terjadilah diare.

Gangguan motilitas usus, hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan

usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun

akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.

Sebagai akibat diare akan terjadi:

1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan

keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)

2. Gangguan gizi bisa mengakibatkan penurunan berat badan dalam waktu yang singkat

oleh karena makanan sering dihentikan oleh orangtua karena takut diare/muntah

bertambah hebat. Walaupun susu diteruskan sering diencerkan dalam waktu yang lama.

Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena

adanya hiperperistaltik.

3. Gangguan sirkulasi darah akibat diare dengan/tanpa muntah-muntah dapat terjadi syok

hipovolemik. Hal ini menyebabkan perfusi jaringan berkurang dan dapat menyebabkan

hipoksi.
14

Gambar 2.1 Patofisiologi Gastroenteritis

E. Manifestasi Klinis

Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang kemudian

timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijauan

karena bercampur dengan cairan empedu, daerah anus dan sekitarnya timbul luka lecet karena

sering deflkasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi usus selama diare.

Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat disebabkan karena lambung

turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila kehilangan

cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai gejala dehidrasi mulai tampak yaitu :

BB turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun cekung (bayi), selaput lender bibir dan

mulut, serta kulit kering. Bila berdasarkan terus berlanjut, akan terjadi renjatan hypovolemik

dengan gejala takikardi, denyut jantung menjadi cepat, nadi lemah dan tidak teraba, tekanan

daran turun, pasien tampak lemah dan kesadaran menurun, karena kurang cairan, deuresis
15

berkurang (oliguria-anuria). Bila terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak pucat, nafas

cepat dan dalam (pernafasan kusmaul).

Gambar 2.2 Perbedaan Diare

F. Derajat Dehidrasi

Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan :

 Kehilangan BB

 Dehidrasi ringan ; menurun BB 0 - 5%


16

 Dehidrasi sedang : menurun BB 5 - 10%

 Dehidrasi berat : menurun BB > 10%

PENILAIAN A B C
Lihat
Keadaan Umum Baik, sadar *Gelisah, rewel
*Lesu,lunglai, tidak
sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air Mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa Haus Minum Biasa, Tidak *Haus ingin minum *Malas minum atau
haus banyak tidak bisa minum
Periksa Turgor Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
Kulit lambat
Derajat Dehidrasi TANPA DEHIDRASI DEHIDRASI
DEHIDRASI RINGAN SEDANG BERAT
Bila ada 1 tanda* + Bila ada 1 tanda* + 1
1 atau lebih tanda atau lebih tanda lain
lain
Terapi Rencana Terapi A Rencana terapi B Rencana C
Tabel 2.1 Tanda dan Derajat Dehidrasi

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada anak dengan gatroenteristis akut menurut IDAI (2011) :

1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,

hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak

diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan

dehidrasi berat. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada diare akut :

a. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, kultur dan tes kepekaan

terhadap antibiotika.

b. Urine : urine lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.

c. Tinja :
17

1) Pemeriksaan makroskopik : tinja perlu dilakukan pada semua penderita diare

meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa

mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa, atau disebabkan

oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mukus

bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang

menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus.

2) Pemeriksaan mikroskopik : untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan informasi

tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit

dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.

H. Diagnosis banding

 Diare Akut

 Diare Persisten

 Diare Kronik

 Disentri

I. Kriteria Diagnosis

Anamnesis

 Buang air besar lebih cair/ encer dari biasanya, frekuensi > 3 x / hari

 Dapat disertai darah (disentri)

 Dapat terjadi muntah , nyeri perut atau panas

Pemeriksaan fisik

 Tanda dan gejala tanpa dehidrasi atau,

 Tanda dan gejala dehidrasi ringan sedang atau,

 Tanda dan gejala dehidrasi berat dengan atau tanpa syok


18

 Dapat disertai atau tidak tanda dan gejala gangguan keseimbangan elektrolit dan atau

gangguan keseimbangan asam basa.

Laboratorium

 Feses : dapat disertai darah atau lender

PH asam  diare osmotic

Leukosit > 5 / LPB - disentri

ELISA (bila memungkinkan untuk etiologi virus)

 Darah : Dapat terjadi gangguan elektrolit dan gangguan asam basa. 5

J. Komplikasi

 Dehidrasi (ringan, sedang, berat)

 Syok hipovolemik

 Hipokalemia/ dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, takikardia

 Hipoglikemi

 Kejang, yang biasanya disebabkan oleh hipogloikemik, hiponatremi, hipernatremia.

 Malnutrisi energi protein (muntah dan mual bila lama/ kronik) 2

K. Tatalaksana

Lintas diare : (1) Cairan, (2) Seng, (3) Nutrisi (4) Antibiotik yang tepat, (5) Edukasi.

1. Cairan

a. Mencegah terjadinya dehidrasi

Mencegah terjadinya dehidasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan

minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin , kuah

sayur, air sup. Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah tangga yang dianjukan ,

berikan air matang.


19

Macam Cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada :

 Kebiasaan setempat dalam mengobati diare

 Tersedianya cairan sari makanan yang cocok

 Jangkauan pelayanan Kesehatan

 Tersedianya oralit

b. Mengobati dehidrasi

Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke

petugas atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu

dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan

intravena dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan terapi oral.

Tentukan Derajat Dehidrasi

RENCANA TERAPI A

UNTUK MENGOBATI DIARE DIRUMAH

PENDERITA DIARE TANPA DEHIDRASI

GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU :

 Teruskan mengobati anak diare dirumah


 Berikan terapi awal bila terkena diare lagi

Usia Jumlah Oralit yang diberikan Jumlah Oralit yang di sediakan


tiap BAB (ml) di rumah ((ml/hari)
<1 50 – 100 400 (2 bungkus)
1–4 100-200 600-800 (3-4 bungkus)
> 5 200-300 800- 1.000 (4-5 bungkus)
Dewasa 300-400 1.200- 2600
Tabel 2.2 Rencana Terapi A

Tunjukan kepada ibu cara mencampur oralit

 Berikan sesendok the tiap 1-2 menit untuk usia < 2 tahun
20

 Berikanlah beberapa gelas untuk anak yang lebih tua

 Bila anak muntah tunggulah 20 menit. Kemudian berikan caiaran lain untuk

mendapatkankan tambahan oralit.

Komposisi Formula WHO (200 ml)

Na Klorida (garam ) : 0,7 g

Glukosa :4g

Atau

Sukrosa (gula biasa) :8g

Trisodium sitrat dihidrat :0,5 g

K Klorida : 0,3 g

RENCANA TERAPI B

UNTUK TERAPI DEHIDRASI RINGAN/SEDANG

JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA

ORALIT yang diberikan dihitung dengan mengalikan berat badan


penderita ( kg ) dengan 75 ml

Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan berikan oralit
sesuai tabel dibawah ini

Umur Umur < 1 Tahun 1 – 4 Tahun > 5 Tahun Dewasa

Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1200 ml 2400 ml


Tabel 2.3 Rencana Terapi B
Bila anak menginginkan lebih banyak oralit berikanlah

Bujuk ibu untuk meneruskan ASI

Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum walaupun telah

diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa nasogastrik. Cairan intravena yang
21

diberikan adalah ringer laktat atau KaEN 3B atau NaCl dengan jumlah cairan dihitung

berdasarkan berat badan. Status hidrasi dievaluasi secara berkala.

o BB 3-10 kg : 200 ml/kgBB/hari

o BB 10-15 kg : 175 ml/kgBB/hari

o BB > 15 kg : 135 ml/kgBB/hari

 Pasien dipantau di puskesmas/rumah sakit selama proses rehidrasi sambil memberi

edukasi tentang melakukan rehidrasi kepada orang tua.

Setelah 3-4 jam nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian kemudian pilih rencana

terapi a , b atau c untuk melanjutkan terapi

 Bila tidak ada dehidrasi , ganti ke rencana terapi A, Bila dehidrasi telah hilang anak biasanya

kemudian mengantuk dan tidur

 Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang ulang Rencana terap B , tetapi tawarkan

makanan susu dan sari buah seperti rencana terapi A

 Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat ganti dengan rencana terapi C

Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B

 Tunjukkan jumlah orait yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah

 Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam rencana terapi A

 Tunjukkan cara melarutkan oralit

 Jelaskan 3 cara dalam rencana terapi A untuk mengobati anak dirumah

 Memberikan oralit atau cairanlain hingga diare berhenti

 Memberi makan anak sebagaimana biasanya

 Membawa anak ke petugas kesehatan. 5


22

RENCANA TERAPI C

UNTUK DEHIDRASI BERAT


Mulai diberikan cairan IV bila penderita bisa minum segera berikan oralit. Sewaktu
cairan IV di mulai beri 100 ml/kgBB

Umur Pemberian 30 Pemberian 70 ml / kgBB


ml/kgBB (jam ) (jam)

< 1 tahun 1 jam 5 jam

1 tahun ½ jam 2 ½ jam

Di ulangi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba

 Nilai lagi penderita 1-2 jam bila nadi belum teraba percepat tetesan intravena
Tabel 2.4 Rencana terapi C
 Berikan oralit 5ml/kgBB. Kemudian nilai kembali. Dan pilih rencana terapi yang

c. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit


sesuai.

- Hipernatremia (Na> 155 mEq/L)

Koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan pemberian cairan Dekstrose

5% ½ salin. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq/hari karena bisa

menyebabkan edema otak.

- Hiponatremia (Na < 130 mEq/L)

Kadar natrium diperiksa ulang setelah rehidrasi selesai. Apabila masih dijumpai

hiponatremia dilakukan koreksi sbb:

Kadar Na koreksi(mEq/L) = 125-kadar Nax0,6xBB; diberikan dalam 24 jam.

- Hiperkalemia (K>5 mEq/L)

Koreksi dilakukan dengan pemberian Ca Glukonas 10% sebanyak 0,5-1 ml/kgBB iv

secara perlahan-lahan dalam 5-10 menit. Sambil dimonitor irama jantung dengan EKG.

- Hipokalemia /9K< 3,5 mEq/L)

Koreksi dilakukan menurut kadar Kalium.


23

Kadar K 2,5-3,5 mEq/L, berikan KCl 75 mEq/kgBB/jam dalam 4 jam pertama.

Kadar K<2,5 mEq/L, berikan kCl melalui drip intravena dengan dosis:

3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+ 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4 jam pertama.

3,5- kadar K terukur x BBx 0,4+ 1/6 x 2 meqx BB dalam 20 jam berikutnya.

2. Seng

Seng terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi buang air besar dan

volume tinja sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya dehidrasi pada anak. Sengzink

elemental diberikan selama 10-14 hari meskipun anak telah tidak mengalami diare

dengan dosis:

Umur dibawah 6 bulan : 10 mg/hari

Umur diatas 6 bulan : 20 mg/hari

3. Nutrisi

Perlu bimbingan ibu-ibu untuk tentang cara pemberian cara pemberian makanan yang aik

pada anak, mengajari pentingnya meneruskan pemberian makanan penuh selama diare dan

membantu usaha mereka untuk mengikuti anjuran ini. Empat kunci utama tatalaksana gizi diare

yang benar:

 Menilai status gizi

 Memberi makanan yang tepat pada saat episode diare

 Memberi makanan yang tepat pada waktu penyembuhan dengan tindak lanjutnya.

 Komunikasi yang efektif tentang anjuran diet kepada ibu.

Pemberian ASI selama diare tidak boleh di kurangi atau di hentikan tetapi diperbolehkan

sesering atau selama anak menginginkannya. ASI harus di berikan untuk menambah larutan

oralit. Susu sapi atau formula yang biasa di terima bila timbul dehidrasi maka pemberian
24

susu harus di hentikan selama rehidrasi untuk 4-6 jam dan kemudian dilanjutkan lagi.

Makanan lunak bila anak berumur 4 bulan atau lebih sudah bisa menerima makanan lunak,

makanan ini harus di teruskan. Bayi umur 6 bulan atau lebih harus mulai di berikan makanan

lunak bila belum pernah di beri. Bila timbul dehidrasi makanan ini harus di hentikan 4 – 6

jam untuk rehidrasi untuk kemudian di lanjutkan lagi. Paling tidak separuh makanan diet

harus berasal dari makanan porsi kecil tetapi sering (6 kali atau lebih) dan mereka harus di

bujuk untuk makan.

Banyak literatur yang menyebutkan bahwa probiotik memberikan kebaikan dalam

penanganan diare akut pada bayi. Probiotik dengan pemberian dua kali sehari selama 5 hari

dipercaya terbukti memberikan kebaikan dalam mengurangi frekuensi, serta durasi penyakit

diare. Probiotik dipercaya dapat mengurangi lama waktu kesakitan, dengan meningkatkan

respon imun, memperbaiki mukosa usus, sebagai substansi penting dalam antimikroba dan

menyeimbangan jumlah mikroba diusus. Angka penguranga dari frekuensi defekasi secara

drastis dalam <3 hari terdapat pada kelompok yang memeperoleh probiotik dengan

kelompok kontrol. Konsistensi faeces yang lebih padat dan durasi yang lebih pendek pada

kelompok probiotik. Rata-rata lama durasi diare juga mengalami hasil yang signifikan pada

kelompok probiotik.5,8

4. Medikamentosa

- Tidak boleh diberikan obat anti diare.

- Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalkan disentri atau kolera. Pemberian antibiotik

yang tidak rasional akan mengganggu keseimbangan flora usus sehilngga dapat

memperpanjang lama diare dan Clostridium difficile akan tumbuh yang menyebabkan

diare sulit disembuhkan. Selain itu pemberian antibiotik yang tidak rasional dapat
25

mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik. Untuk disentri basiler, antibiotik

diberikan sesuai dengan data sensitivitas setempat, bila tidak memungkinkan dapaat

mengacu kepada data publikasi yang dipakai saat ini, yaitu kotrimoksazol sebagai lini

pertama, kemudian sebagai lini kedua. Bola kedua antibiotik tersebut sudah resisten maka

lini ketiga adalah cefixime.

- Antiparasit metronidazol 50 m/kgBB/hari dibagi 3 dosis merupakan obat pilihan amoeba

vegetatif.

5. Edukasi

Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita

sebagai berikut :

 Buang Air besar cair lebih sering

 Muntah berulang-ulang

 Rasa haus yang nyata

 Makan atau Minum sedikit

 Demam

 Tinja berdarah 5

Air minum yang bersih dari sumber air yang terjaga kebersihannya dan dimasak.

Pengelolaan makanan yang dimasak dengan baik, untuk menghindari kontaminasi. Cuci tangan

dengan sabun setelah buang air besar, sebelum makan dan sebelum menyiapkan makanan. Buang

cepat tinja dengan cara memasukannya kedalam jamban atau menguburkan. Berikan hanya ASI

selama 4-6 bulan pertama, teruskan pemberian ASI paling sedikit 1 tahun pertama. Berikan

makanan sapihan yang bersih dan bergizi mulai usia 4-6 bulan. Anak usia > 9 bulan yang tidak

menderita campak untuk imunisasi campak.


26

BAB III

PEMBAHASAN

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai

perubahan konsistensi tinja menjadi cair atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang

dari satu minggu. Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan informasi Pasien An. N usia 11 tahun,

perempuan datang ke IGD RS Muhammadiyah Jombang dengan keluhan muntah-muntah sejak 1

hari sebelum masuk rumah sakit, muntah sebanyak 5x, muntah makanan dan air, muntah setiap

makan dan minum, Selain itu pasien juga mengeluhkan BAB cair sebanyak 3x, konsistensi BAB

cair, tidak ada darah, tidak ada lendir, tidak seperti cucian beras, tidak berbau busuk, warna

kuning kecoklatan. Selain itu didapatkan juga mual dan nyeri perut. Hal ini menunjukkan bahwa

pasien sedang mengalami diare akut dimana frekuensi BAB > 3 kali dalam sehari disertai

muntah (Buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI, 2009). Dari anamnesis juga didapatkan bahwa

sebelumnya pasien mengkonsumsi makanan pedas, hal ini sesuai dengan etiologi dari GEA yang

dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau malabsorbsi makanan.

Dari pemeriksaan vital sign didapatkan TD 100/60 mmHg, HR88x/menit, RR 20 x/menit,

suhu 36,8 C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran baik, mata cowong (-), bibir kering,

nyeri tekan (+) et regio epigastrium dan hipokondrium sinistra, BU (+) meningkat, turgor

kembali cepat, akral hangat. Pada pasien, didapatkan 2 atau lebih dari tanda tanpa dehidrasi,

sehingga hal ini menunjukkan bahwa pasien sedang dalam keadaan tidak dehidrasi. Keadaan

tidak dehidrasi bukan merupakan indikasi untuk MRS, tetapi ada kemungkinan lain yang

menyebabkan pasien MRS yang ditandai dengan hasil laboratorium yang tidak normal. Pada
27

pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap dengan hasil peningkatan jumlah

leukosit sebanyak 23.200. Pemeriksaan feses pada pasien ini tidak dilakukan.

Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan

oleh virus, bakteri atau parasit, Akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare

akut, termasuk sindrom malabsorpsi, faktor makanan, imunodefisiensi, gangguan psikologis,

KEP, dan sosioekonomi. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat

disimpulkan bahwa kemungkinan pasien mengalami diare bisa terjadi karena malabsorbsi

makanan, tetapi dapat terjadi juga karena rotavirus yang ditandai dengan adanya mual muntah,

konsistensi cair, tidak ada lendir, tidak ada darah, tetapi tidak menutup kemungkinan disebabkan

oleh bakteri yang ditandai oleh peningkatan dari jumlah leukosit dan segmen. Dasar semua diare

adalah gangguan transportasi larutan usus, perpindahan air melalui membran usus berlangsung

secara pasif dan ini di tentukan oleh aliran larutan secara aktif maupun pasif terutama natrium

dan klorida dan glukosa. Patomekanisme diare kebanyakan dapat di jelaskan dari kelainan

sekretorik, osmotik, motilitas, kombinasi dari hal tersebut.

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pemberian cairan intravena RL 1800cc/24

jam, injeksi ranitidin 2x50 mg iv, injeksi ondansetron 3x4 mg iv, injeksi vicillin sx 3x1 gr iv, L-

Bio 2x1 sachet, Zinc 1x20 mg. Karena pasien tidak dalam kondisi dehidrasi, maka pemberian

cairan dihitung berdasarkan kebutuhan harian anak dengan cara:

- 10 kg I x 100 ml = 1000 ml

- 10 kg II x 50 ml = 500 ml

- 10 kg III x 25 ml = 250 ml

Sehingga bila dijumlah kebutuhan cairan An. PF 1750 ml/hari. Cairan yang dipilih adalah Ringer

Laktat karena kandungan Ringer Laktat meliputi natrium 130 mmol/L, kalium 4mmol/L, klorida
28

109mmol/L mEq, kalsium1,5 mmol/L, laktat 28 mmol/L yang digunakan untuk mengganti

elektrolit yang terbuang. Pada diare terjadi gangguan motilitas usus hiperperistaltik yang

menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga terjadi

gangguan keseimbangan elektrolit (Stefano dan Haleh, 2011). Pemberian ranitidin dan

ondansetron pada pasien adalah sebagai terapi simptomatik untuk mengatasi keluhan mual dan

muntah pasien. Antibiotik ampisilin sulbaktam (vicillin sx) diberikan sebagai terapi dengan

dugaan diare yang terjadi disebabkan oleh bakteri yang ditandai oleh adanya peningkatan dari

jumlah leukosit dan segmen, dengan dosis 100-150 mg/kgBB/hari.

L-Bio yang diberikan merupakan probiotik yang terdiri dari Lactobacillus acidophilus,

Lactobacillus casei, Lactobacillus salivarius, Bifidobacterium infantis, Bifidobacterium lactis,

Bifidobacterium longum, Lactococcus lactis. Beberapa penelitian membuktikan bahwa

pemberian probiotik pada diare akut bermanfaat, dapat mengurangi durasi dan frekuensi diare,

serta tidak ada laporan efek yang serius (Diana et al, 2015). Mekanisme kerja probiotik adalah

berkompetisi untuk berlekatan pada enterosit usus, sehingga enterosit yang telah jenuh dengan

probiotik tidak dapat lagi berlekatan dengan bakteri lain sehingga menghambat pertumbuhan

kuman patogen selain berkompetisi dengan patogen untuk mendapatkan tempat dan nutrisi.

Probiotik juga menghasilkan substansi anti mikroba seperti asam organik (laktat dan asetat),

bakteriosin, reuterin, H2O2 dan enzim saluran cerna. Pengaruh probiotik terhadap sistem

imunitas non spesifik adalah meningkatkan produksi musin, aktivitas sel natural killer (NK),

aktivasi makrofag dan fagositosis. Probiotik juga mempengaruhi imunitas spesifik dengan

meningkatkan produksi sitokin, seperti IL-2, IL-6, TNF-α, dan kadar sIgA (Shinta, Hartantyo,

dan Wijayahadi, 2011).


29

Pada pasien diberikan tablet zinc, hal ini sesuai dengan program Departemen Kesehatan

RI lintas diare yang terdiri dari oralit, zinc, teruskan asi, antibiotik selektif, dan nasihat. Diare

akan menyebabkan peningkatan ekskresi zinc dalam tinja, balans zinc yang negative, dan

menurunkan konsentrasi zinc dalam jaringan. Pada diare, zinc berperan dalam inhibisi second

messenger induced Cl secretion (cAMP, cGMP, ion kalsium) meningkatkan absorpsi natrium,

memperbaiki permeabilitas intestinal, dan fungsi enzim pada enterosit, meningkatkan regenerasi

epitel usus dan respons imun lokal dengan membatasi bacterial overgrowth, dan meningkatkan

klirens pathogen (Dede et al, 2015). Zinc diberikan 1x perhari selama 10 hari dengan dosis 1

tablet yang mengandung 20 mg. Hal ini sesuai dengan anjuran dari Depkes RI (2011) pemberian

zinc pada anak usia >6 bulan 20 mg/hari. Selain itu ibu pasien juga diberitahu bahwa pasien

tidak boleh dipuasakan, tetap diberi makanan sedikit-sedikit tapi sering.

Nasehat yang dapat diberikan apabila penderita sudah pulang ke rumah atau untuk

penderita rawat jalan adalah segera datang kembali kerumah sakit jika timbul demam, tinja

berdarah, berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare semakin sering, atau belum

membaik dalam 3 hari. Selain itu ibu disarankan untuk selalu menjaga kebersihan dan mencuci

tangan dengan baik dan benar sebelum dan sesudah memberi makan/minum Hal ini bertujuan

agar tercipta higienitas ibu dan anak yang baik. Pada kasus ini nasehat telah diberitahukan dan

mendapat respon yang baik dari kedua orangtua pasien.


30

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliagman: Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 20. Vol2 Jakarta 2015

2. Budiarso, Aswita.dkk. Pendidikan Medik Pembatasan Diare Buku Ajar Diare Pegangan

Mahasiswa . Jakarta: Departement Kesehatan R.I PPM & PLP. 1999

3. Data Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan. Selasa, 25 Maret

2008. www.kompas.com

4. Depatemen Kesehatan. Diare Pada Anak . Kamis, 31 desember. 2006.

www.depkes.go.id

5. Ganna, Herry. Melinda, Heda. Ilmu Kesehatan Anak Pedoman Diagnosis dan Terapi.

Edisi 3. Bandung : 2005

6. Gsianturi. Probiotik dan Prebiotik untuk Kesehatan. Senin , 28 Januari, 2002.

www.gizinet.com

7. Putra, Sanjaya. Suraatmaja, Sudaryat. Dkk. Effect of probiotics supplementation on acute

diarrhea in infants: a randomized double blind clinical trial. Paediatrica Indonesiana,

Vol. 47, No. 4, July 2007

8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Diare Akut. 2009. H58-62.

9. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. 2011.

10. Stefano & Haleh. Diarrhea- Diagnostic and therapeutic Advances. London: 2011. H1-32

11. Dede, Pramitha, dan Najib. Defisiensi Zinc Sebagai Salah Satu Faktor Resiko Diare Akut

Menjadi Diare Melanjut. Sari Pediatri. Vol. 16, No. 5. 2015.


31

12. Diana dan Pramita. Laporan Kasus Berbasis Bukti : Manfaat Pemberian Probiotik Pada

Diare Akut. Sari Pediatri. Vol. 17, No.1. 2015

13. Shinta, Hartantyo, Wijayahadi. Pengaruh probiotik pada diare akut: penelitian dengan 3

preparat probiotik. Sari Pediatri. Vol. 13, No.2. 2011

Anda mungkin juga menyukai