Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSHIP

GASTROENTERITIS

Disusun oleh :

Nama : dr. Kevin Sichada Putra Dachi

Periode : 22 Desember 2021 – 21 Februari 2021

Dokter Pendamping:

dr. Hj. Elly Surmaita, MKT

RSUD DR H KUMPULAN PANE KOTA


TEBING TINGGI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus (lapkas) dengan tema
“GASTROENTERITIS” dalam rangka melengkapi persyaratan program internsip periode 22
Desember 2021 – 21 Februari 2022 di RSUD.H.Kumpulan Pane.

Dalam kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa terimakasih kepada dokter
pembimbing yang telah memotivasi, membimbing, dan mengarahkan penulis selama
menjalani program internsip dan dalam menyusun tulisan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itulah, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

Tebing Tinggi, Februari 2022

Penulis
DAFTAR ISI
LAPORAN KASUS.................................................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
LAPORAN KASUS.................................................................................................4
A. IDENTITAS PASIEN...............................................................................4

B. ANAMNESIS............................................................................................4

C. PEMERIKSAAN FISIK............................................................................5

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG..............................................................6

E. DIAGNOSIS KERJA................................................................................7

F. PENATALAKSANAAN..........................................................................7

G. PROGNOSIS.............................................................................................7

BAB II......................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................8
A. PENDAHULUAN.....................................................................................8

B. EPIDEMIOLOGI......................................................................................9

C. ETIOLOGI................................................................................................9

D. PATOGENESIS......................................................................................10

E. MANIFESTASI KLINIS........................................................................13

F. DIAGNOSIS...........................................................................................14

G. TATALAKSANA...................................................................................22

H. KOMPLIKASI........................................................................................27

I. PROGNOSIS...........................................................................................27

BAB III..................................................................................................................28
PEMBAHASAN....................................................................................................28
BAB IV..................................................................................................................33
KESIMPULAN......................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gastroenteritis merupakan keluhan yang cukup mudah di temui pada anak-anak
maupun dewasa di seluruh dunia. Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana feses
hasil dari buang air besar (defekasi) yang berkonsistensi cair ataupun setengah cair, dan
kandungan air lebih banyak dari feses pada umumnya. Selain dari konsistensinya, bisa
disertai dengan mual muntah dan frekuensi dari buang air besar lebih dari 3 kali dalam
sehari. Gastroentritis akut adalah diare yang berlangsung dalam waktu kurang dari 14
hari yang mana ditandai dengan peningkatan volume, frekuensi, dan kandungan air
pada feses yang paling sering menjadi penyebabnya adalah infeksi yaitu berupa virus,
bakteri dan parasit .1,2,3,4
Gastroenteritis akut masih menjadi salah satu penyumbang morbiditas tertinggi
hingga saat ini di berbagai negara di dunia dan khususnya di negara berkembang
dengan tingkat sanitasi yang masih tergolong kurang seperti Indonesia. 5 Menurut data
dari World Health Organization (WHO ) tahun 2003, terdapat 1,87 juta orang
meninggal akibat gastroenteritis di seluruh dunia.6
Penanganan dini yang cepat, tepat dan adekuat harus dilakukan dalam mengatasi
gastroenteritis akut agar pasien tidak jatuh ke kondisi yang lebih parah. Mulai dari
diagnosis, pemberian terapi sampai nutrisi bagi penderita harus diberikan dengan tepat.
Dalam penegakan diagnosis gastroenteritis akut bisa dilihat langsung dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, penampakan klinis dan penentuan diagnosis definitif bisa
menggunakan pemeriksaan laboratorium.3
Dalam pemberian terapi sangat penting dalam penanganan gastroenteritis akut
disamping pemberian obat spesifik terhadap agen penyebab yang bisa diketahui dari
manifestasi klinis hasil laboratorium.3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas pasien
Nama : Ny. A
Umur : 54 th
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Paya kapar
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status pernikahan : Sudah menikah
RM : 077385
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan utama
Os datang dengan keluhan BAB cair lebih dari 10 kali sejak 1 hari SMRS.
2.2.2 Riwayat penyakit sekarang
Os datang ke ugd RSKP diantar oleh keluarga dengan keluhan bab cair lebih dari 10
kali sejak 1 hari SMRS. BAB cair disertai lendir, air lebih banyak dari ampas, darah (-), pus
(-). Muntah lebih dari 10 kali sejak 1 hari smrs, muntah berisi cairan berwarna kuning, darah
(-). Mual (+). Kepala terasa pusing, demam (+), meriang (+), lemas (+). Nyeri ulu hati (+),
nafsu makan menurun. Awalnya os minum air dogan 1 hari smrs, beberapa jam kemudian os
muntah dan keluar bab cair disertai lendir.
2.2.3 Riwayat penyakit dahulu

Os memiliki riwayat hipertensi namun tidak rajin minum obat, tekanan darah os selama
3 bulan terakhir 120/80 mmHg. Os juga memiliki riwayat kolesterol dan diberi obat
simvastatin tapi jarang diminum.

2.2.4 Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.
2.2.5 Riwayat kebiasaan
Os memiliki riwayat kebiasaan makan makanan yang dijual dipinggir jalan, makanan
berminyak seperti gorengan dan juga jarang berolahraga.
2.3 Pemeriksaan fisik
SAAT DI IGD
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Status gizi :
 Bb : 70 kg
 Tb : 155 cm
Imt : 31,1 (obesitas)
Tanda vital :
 Tekanan darah: 103/61 mmHg
 Nadi: 94 x/menit
 Respirasi: 20 x/menit
 Suhu: 38,5°c

SAAT DIRUANGAN
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Status gizi :
 Bb : 70 kg
 Tb : 155 cm
Imt : 31,1 (obesitas)
Tanda vital :
 Tekanan darah: 100/70 mmhg
 Nadi: 94 x/menit
 Respirasi: 20 x/menit
 Suhu: 38 °c

2.4 Status generalis


1. Kulit:
- Warna : kuning langsat, pucat, tidak ikterik, tidak sianosis ,tidak ada ruam
dan tidak terdapat hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi
- Lesi : tidak terdapat lesi primer seperti macula, papul vesikuler, pustule
maupun lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada bagin tubuh yang
lain.
- Rambut : tumbuh rambut permukaan kulit merata
- Turgor : < 2 detik
- Suhu raba : hangat

2. Mata
- Bentuk : normal, kedudukan bola mata simetris
- Palpebra : normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, oedema, perdarahan,
blefaritis,
- Gerakan : normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus
- Konjungtiva : tidak anemis
- Sklera : tidak ikterik
- Pupil : bulat, didapatkan isokor, diameter 3 mm, reflex cahaya langsung
positif
- Eksoftalmus : tidak ditemukan
- Endoftalmus : tidak ditemukan
3. Telinga
- Bentuk : normotia
- Liang telinga : lapang
- Serumen : tidak ditemukan serumen pada telinga kanan maupun kiri
- Nyeri tarik auricular : tidak ada nyeri tarik pada auricular kiri maupun kanan
- Nyeri tekan tragus : tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun kiri
4. Hidung
- Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
- Septum : terletak ditengah, simetris
- Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi
- Cavum nasi : tidak ada perdarahan

5. Mulut dan tenggorok


- Bibir : kering, sedikit pucat, tidak sianosis
- Gigi-geligi : hygiene baik
- Mukosa mulut : kering, tidak hiperemis
- Lidah : kering, tidak tremor, tidak kotor
- Tonsil : ukuran t1/t1, tenang, tidak hiperemis
- Faring : tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah

6. Leher
- Jvp : 5+2 cm
- Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris
- Trakea : di tengah
7. Kelenjar getah bening
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
8. Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : simetris kiri=kanan
- Palpasi : gerak simetris vocal fremitus sama kuat pada kedua hemithorax
- Perkusi : sonor pada kedua hemithorax, batas paru-hepar pada sela iga vi pada
linea midklavikularis dextra, dengan peranjakan 2 jari pemeriksa, batas paru-
lambung pada sela iga ke viii pada linea axilatis anterior sinistra.
- Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi maupun wheezing pada
kedua lapang paru
Jantung
- Inspkesi : tidak tampak pulsasi ictus cordis
- Palpasi : terdapat pulsasi ictus cordis pada ics v, di linea midklavikularis sinistra
- Perkusi :
 Batas jantung kanan : ics iii - v , linea sternalis dextra
 Batas jantung kiri : ics v , 2-3 cm dari linea midklavikularis sinistra
 Batas atas jantung : ics iii linea sternalis sinistra
- Auskultasi : bunyi jantung i, ii regular, tidak terdengar murmur maupun gallop
-
9. Abdomen
- Inspeksi : abdomen simetris, datar, tidak terdapat jaringan parut, tidak ada striae
dan tidak ada kelainan kulit, tidak terdpat pelebaran vena
- Palpasi : nyeri tekan (+) di regio epigastrium, hepar dan lien tidak teraba, tidak
teraba massa
- Perkusi : hipertimpani pada keempat kuadran abdomen, tidak ada nyeri ketok
cva.
- Auskultasi : bu (+) meningkat
10. Genitalia
- Inspeksi : tidak diperiksa
- Palpasi : tidak diperiksa
11. Ekstremitas
- Tidak tampak deformitas
- Akral hangat pada keempat ekstremitas
- Tidak terdapat oedema pada keempat ekstremitas
- Motorik superior 5/5, inferior 5/5

2.5 Pemeriksaan penunjang


Laboratorium (22-03-2021)
Tabel 2.1. Laboratorium
Darah rutin
Wbc : 20.0 Gds : 132 mg/dl
Rbc : 4,25
Hgb : 12,2

Hct : 37,9

Plt : 232

Fungsi ginjal (22-03-2021)


Ureum : 17 mg/dl kreatinin : 0,5 mg/dl

EKG (22-03-2021)
Gambar 2.1 EKG pasien
• Irama : sinus takikardi
• Regularitas : reguler
• Hr : 100x/i
• Axis : normoaxis
• Gel. P : 0,10 mm
• Pr interval : 0,15 mm
• Kompleks qrs : 0,12 mm
• St segmen : isoelektris, depresi (-) elevasi (-)
• Gel. T : 0,25 mv, inverted (-)
Kesimpulan : sinus rhythm
Swab antigen (-) (22 maret 2021)
2.6 Diagnosa banding
- GEA disentriform dengan dehidrasi ringan-sedang
-
- GEA Disentriform dengan dehidrasi berat
2.7 Diagnosa kerja
Diagnosa primer :
- GEA Disentriform dengan dehidrasi ringan-sedang
Diagnosa sekunder
- HHD
-
2.8 Penatalaksanaan
Di UGD :
Farmakologi
- IVFD RL 200mL loading + 20gtt/i
- IVFD Parasetamol 500mh
- Inj. Omeprazole 40 mg
- Inj. Ondansetron 4mg

non farmakologi
- Istirahat

2.9 Prognosis
Ad vitam : dubia at bonam
Ad sanationam : dubia at bonam
Ad fungsionam : dubia at bonam

2.10 Follow up os di perawatan


Tanggal/hari
Catatan Instruksi
rawatan
H-1 S/ Demam menggigil P/
22/03/2021 -Istirahat
O/ td: 100/70 mmhg -Diet lambung III
Hr : 98x/i -IVFD RL 15gtt macro
Rr :22x/i -inj. Omeprazol 2x4mg
T : 36,8 º c -inj. Ondancetron 3x8mg k/p
SpO2: 98% -Tetracyclin 4x500mg
-paracetamol 3x500mg
Kepala: normocephali, (T>38`C)
karakteristik rambut baik, -Paracetamol inf 1 fls
edema wajah (-) wajah (T>39’C)
pucat (+)
Mata : konj.palp.inf .pucat
(-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil bulat isokor,
ϕ3mm/3mm,
Telinga : normotia,
serumen (-) hidung :
sekret (-), nch (-)
mulut : mukosa bibir
kering (+),sianosis (-),
Faring hiperemis
(-), t1/t1,
Leher : pembesaran kgb (-)
Toraks :
I : simetris, retraksi (-)
P : sf kanan = sf kiri
P : sonor (+/+)
A: ves (+/+), wh (-/-), rh (-/-)
Jantung : bj i >bj ii,
reguler, bising(-)
Abdomen :
I : simetris, distensi (-)
P : soepel, h/l/r tidak
teraba, nyeri tekan (+)
P : timpani, undulasi
(-),tidak teraba shifting
dullness (-)
A : peristaltik (+) meningkat
BAB III
ANALISIS KASUS
2.1 Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada bagian
mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan muntah. 7 Diare adalah
buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau lebih dari tiga kali
sehari dengan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair (kandungan air pada feses
lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam). 8Gastroenteritis
akut adalah diare dengan onset mendadak dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari
disertai dengan muntah dan berlangsung kurang dari 14 hari.3
2.2 Epidemiologi
Gastroenteritis akut merupakan masalah yang banyak terjadi pada Negara
berkembang dibanding dengan negara maju yang tingkat higenitas dan sanitasi lebih baik.7
Menurut data dari World Health Organization (WHO) dan UNICEF, terdapat 1,87 juta
orang meninggal akibat kasus gastroenteritis setiap tahunnya di seluruh dunia. 6 Secara
global, diperkirakan terdapat 179.000.000 insiden gastroenteritis akut pada orang dewasa
tiap tahunnya dengan angka pasien yang dirawat inap sebanyak 500.000 dan lebih dari
5000 pasien mengalami kematian.3 Di amerika serikat setidaknya 8.000.000 dari pasien
gastroenteritis akut yang berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah
sakit menurut data dari The American Journal of Gastroenterology.3,9
Sedangkan menurut hasil survey di Indonesia, insiden dari gastroenteritis akut
akibat infeksi mencapai 96.278 insiden dan masih menjadi peringkat pertama sebagai
penyakit rawat inap di Indonesia, sedangkan angka kematian pada gastroenteritis akut
(Case Fatality Rate) sebesar 1,92%.5
2.3 Etiologi
Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari World
Gastroenterology Organisation, ada beberapa agen yang bisa menyebabkan terjadinya
gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-infeksi. Lebih dari 90 % diare akut
disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10 % karena sebab lain yaitu9 :

2.3.1 Faktor Infeksi


a. Virus
Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering dari gastroenteritis
akut adalah virus, beberapa virus penyebabnya antara lain :
1. Rotavirus
Merupakan salah satu terbanyak penyebab dari kasus rawat inap di rumah
sakit dan mengakibatkan 500.000 kematian di dunia tiap tahunnya, biasanya diare
akibat rotavirus derat keparahannya diatas rerata diare pada umumnya dan
menyebabkan dehidrasi. Pada anak-anak sering tidak terdapat gejala dan umur 3 –
5 tahun adalah umur tersering dari infeksi virus ini. 9
2. Human Caliciviruses (HuCVs)
Termasuk famili Calciviridae, dua bentuk umumnya yaitu Norwalk-like
viruses (NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang sekarang disebut Norovirus
dan sapovirus. Norovirus merupakan penyebab utama terbanyak diare pada pasien
dewasa dan menyebabkan 21 juta kasus per tahun. Norovirius merupakan
penyebab tersering gastroenteritis pada orang dewasa dan sering menimbulkan
wabah dan menginfeksi semua umur. Sapoviruses umumnya menginfeksi anak –
anak dan merupakan infeksi virus tersering kedua selain Rotavirus. 9
3. Adenovirus
Umumnya menyerang anak – anak dan menyebabkan penyakit pada sistem
respiratori. adenovirus merupakan family dari Adenoviridae dan merupakan virus
DNA tanpa kapsul, diameter 70 nm, dan bentuk icosahedral simetris. Ada 4 genus
yaitu Mastadenovirus, Aviadenovirus, Atadenovirus, dan Siadenovirus. 9

b. Bakteri
Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus gastroenteritis akut
bakteri yang sering menjadi penyebabnya adalah Diarrheagenic Escherichia coli,
Shigella species, Vibrio cholera, Salmonella. Beberapa bakteri yang dapat
menyebabkan gastroenteritis akut adalah9:
1. Diarrheagenic Escherichia- coli
Penyebarannya berbeda – beda di setiap negara dan paling sering terdapat
di negara yang masih berkembang. Umumnya bakteri jenis ini tidak menimbulkan
bahaya jenis dari bakterinya adalah9:
- Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
- Enteropathogenic E. coli (EPEC)
- Enteroinvasive E. coli (EIEC)
- Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
2. Campylobacter
Bakteri jenis ini umumnya banyak pada orang yang sering berhubungan
dengan perternakan selain itu bisa menginfeksi akibat masakan yang tidak matang
dan dapat menimbulkan gejala diare yang sangat cair dan menimbulkan disentri. 9
3. Shigella species
Gejala dari infeksi bakteri Shigella dapat berupa hipoglikemia dan tingkat
kematiannya sangatlah tinggi. Beberapa tipenya adalah9:
- S. sonnei
- S. flexneri
- S. dysenteriae
4. Vibrio cholera
Memiliki lebih dari 2000 serotipe dan semuanya bisa menjadi pathogen
pada manusia. Hanya serogrup cholera O1 dan O139 yang dapat menyebabkan
wabah besar dan epidemic. Gejalanya yang paling sering adalah muntah tidak
dengan panas dan feses yang konsistensinya sangat berair. Bila pasien tidak
terhidrasi dengan baik bisa menyebabkan syok hipovolemik dalam 12 – 18 jam dari
timbulnya gejala awal. 9
5. Salmonella
Salmonella menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme. Beberapa
toksin telah diidentifikasi dan prostaglandin yang menstimulasi sekresi aktif
cairan dan elektrolit mungkin dihasilkan. Pada onset akut gejalanya dapat berupa
mual, muntah dan diare berair dan terkadang disentri pada beberapa kasus. 9
c. Parasitic agents
Cryptosporidium parvum, Giardia L, Entamoeba histolytica, and Cyclospora
cayetanensis infeksi beberapa jenis protozoa tersebut sangatlah jarang terjadi namun
sering dihubungkan dengan traveler dan gejalanya sering tak tampak. Dalam
beberapa kasus juga dinyatakan infeksi dari cacing seperti Stongiloide stecoralis,
Angiostrongylus C., Schisotoma Mansoni, S. Japonicum juga bisa menyebabkan
gastroenteritis akut. 9
Tabel 3.1 Gejala Klinis Penyebab Diare
Tanda & Rotavirus E.Coli E.Coli Salmonell Shigella Kolera
Gejala (toksin) (invasif) a
Mual- Dari awal - - + Jarang Sering
Muntah
Panas + - + 38,5 - 39 + -
Nyeri tenesmus + Tenesmus Tenesmus Tenesmus Kram
Perut kram kolik kram
Sifat Tinja
Volume Sedang banyak sedikit sedikit Banyak
Frekuensi 5-10 sering sering Sering >10 x/hari Terus
x/hari menerus
Konsistensi cair cair lembek lembek lembek cair
Lendir- - - + terkadang sering -
Darah
Bau - + - busuk +/- Amis
khas
Warna Kuning- - Merah- kehijauan Merah- Air
hijau hijau hijau cucian
beras

2.3.2 Non-Infeksi
a. Malabsorpsi/ maldigesti
Kurangnya penyerapan seperti 3:
1. Karbohidrat: Monosakrida (glukosa), disakarida (sakarosa)
2. 2. Lemak : Rantai panjang trigliserida
3. Asam amino
4. Protein
5. Vitamin dan mineral

b. Imunodefisiensi
Kondisi seseorang dengan imunodefisiensi yaitu hipogamaglobulinemia,
panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit granulomatose kronik, defisiensi IgA dan
imunodefisiensi IgA heavycombination. 3
c. Terapi Obat
Orang yang mengonsumsi obat- obatan antibiotic, antasida dan masih kemoterapi
juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut. 3
e. Lain-lain
Tindakan gastrektomi, terapi radiasi dosis tinggi, sindrom Zollinger-Ellison, neuropati
diabetes sampai kondisi psikis juga dapat menimbulkan gastroenteritis akut.3

2.4 Patogenesis
Pada umumnya gastroenteritis akut 90% disebabkan oleh agen infeksi yang
berperan dalam terjadinya gastroenteritis akut terutama adalah faktor agent dan faktor
host. Faktor agent yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan
memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman.
Faktor host adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme
yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan
internal saluran cerna antara lain: keasaman lambung, motilitas usus, imunitas, dan
lingkungan mikroflora usus3,7. Patogenesis diare karena infeksi bakteri/parasit terdiri atas:
A. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Diare jenis ini biasanya disebut juga sebagai diare tipe sekretorik dengan
konsistensi berair dengan volume yang banyak. Bakteri yang memproduksi enterotoksin
ini tidak merusak mukosa seperti V. cholerae Eltor, Eterotoxicgenic E. coli (ETEC) dan C.
Perfringens. V.cholerae Eltor mengeluarkan toksin yang terkait pada mukosa usus halus
15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan
nikotinamid adenin di nukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar
adenosin 3’-5’-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif
anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation, natrium
dan kalium.3
B. Diare karena bakteri/parasite invasive (enterovasif)
Diare yang diakibatkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare Inflammatory.
Bakteri yang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella,
Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C. diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus
berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat
tercampur lendir dan darah. Kuman salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S.
paratyphi B, Styphimurium, S enterriditis, S choleraesuis. Penyebab parasite yang sering
yaitu E. histolitika dan G. lamblia.3
Diare inflammatory ditandai dengan kerusakan dan kematian enterosit, dengan
peradangan minimal sampai berat, disertai gangguan absorbsi dan sekresi. Setelah
kolonisasi awal, kemudian terjadi perlekatan bakteri ke sel epitel dan selanjutnya terjadi
invasi bakteri kedalam sel epitel, atau pada IBD mulai terjadinya inflamasi. Tahap
berikutnya terjadi pelepasan sitokin antara lain interleukin 1 (IL-l), TNF-α, dan kemokin
seperti interleukin 8 (IL-8) dari epitel dan subepitel miofibroblas. IL-8 adalah molekul
kemostatik yang akan mengaktifkan sistim fagositosis setempat dan merangsang sel-sel
fagositosis lainnya ke lamina propia. Apabila substansi kemotaktik (IL-8) dilepas oleh sel
epitel, atau oleh mikroorganisme lumen usus (kemotaktik peptida) dalam konsentrasi yang
cukup kedalam lumen usus, maka neutrofil akan bergerak menembus epitel dan
membentuk abses kripta, dan melepaskan berbagai mediator seperti prostaglandin,
leukotrin, platelet actifating factor, dan hidrogen peroksida dari sel fagosit akan
merangsang sekresi usus oleh enterosit, dan aktifitas saraf usus.3,
Terdapat 3 mekanisme diare inflamatori, kebanyakan disertai kerusakan brush
border dan beberapa kematian sel enterosit disertai ulserasi. Invasi mikroorganisme atau
parasit ke lumen usus secara langsung akan merusak atau membunuh sel-sel enterosit.
Infeksi cacing akan mengakibatkan enteritis inflamatori yang ringan yang disertai
pelepasan antibodi IgE dan IgG untuk melawan cacing. Selama terjadinya infeksi atau
reinfeksi, maka akibat reaksi silang reseptor antibodi IgE atau IgG di sel mast, terjadi
pelepasan mediator inflamasi yang hebat seperti histamin, adenosin, prostaglandin, dan
lekotrin.3
Mekanisme imunologi akibat pelepasan produk dari sel lekosit polimorfonuklear,
makrophage epithelial, limfosit-T akan mengakibatkan kerusakan dan kematian sel-sel
enterosit. Pada keadaan-keadaan di atas sel epitel, makrofag, dan subepitel miofibroblas
akan melepas kandungan (matriks) metaloprotein dan akan menyerang membrane basalis
dan kandungan molekul interstitial, dengan akibat akan terjadi pengelupasan sel-sel epitel
dan selanjutnya terjadi remodeling matriks (isi sel epitel) yang mengakibatkan vili-vili
menjadi atropi, hiperplasi kripta-kripta di usus halus dan regenerasi hiperplasia yang tidak
teratur di usus besar (kolon). 3
Pada akhirnya terjadi kerusakan atau sel-sel imatur yang rudimenter dimana vili-
vili yang tak berkembang pada usus halus dan kolon. Sel sel imatur ini akan mengalami
gangguan dalam fungsi absorbsi dan hanya mengandung sedikit (defisiensi) disakaridase,
hidrolase peptida, berkurangnya tidak terdapat mekanisme Na-coupled sugar atau
mekanisme transport asam amino, dan berkurangnya atau tak terjadi sama sekali transport
absorbsi NaCl. Sebaliknya sel-sel kripta dan sel-sel baru vili yang imatur atau sel-sel
permukaan mempertahankan kemampuannya untuk mensekresi Cl- (mungkin HCO3-).
Pada saat yang sama dengan dilepaskannya mediator inflamasi dari sel-sel inflamatori di
lamina propia akan merangsang sekresi kripta hiperplasi dan vili-vili atau sel-sel
permukaan yang imatur. Kerusakan immune mediated vascular mungkin menyebabkan
kebocoran protein dari kapiler. Apabila terjadi ulserasi yang berat, maka eksudasi dari
kapiler dan limfatik dapat berperan terhadap terjadinya diare.3
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gastroenteritis akut biasanya bervariasi. dari salah satu hasil
penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual (93%), muntah (81%) atau diare
(89%), dan nyeri abdomen (76%) umumnya merupakan gejala yang paling sering
dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Selain itu terdapat tanda-tanda dehidrasi sedang
sampai berat, seperti membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau
perubahan status mental, terdapat pada <10 % pada hasil pemeriksaan. Gejala pernafasan,
yang mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar 10%. 10
Sedangkan gatroenteritis akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau
memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarhhea) dengan gejala-
gejala mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan, disertai atau tanpa
nyeri/kejang perut, dengan feses lembek atau cair. Umumnya gejala diare sekretorik
timbul dalam beberapa jam setelah makan atau minurnan yang terkontaminasi.3
Diare sekretorik (watery diarhea) yang berlangsung beberapa waktu tanpa
penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan
cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi
berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa
haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menumn serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi
air yang isotonik.3
Sedangkan kehilangan bikarbonas dan asam karbonas berkurang yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan
sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (pernafasan Kussmaul). Reaksi ini
adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH darah dapat kembali
normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak
terukur. Pasien mulai gelisah muka pucat ujung-ujung ektremitas dingin dan kadang
sianosis karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. 3
2.6 Diagnosis
Diagnosis gastroenteritis akut dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.3
2.6.1 Anamnesis
Onset, durasi, tingkat keparahan, dan frekuensi diare harus dicatat, dengan
perhatian khusus pada karakteristik feses (misalnya, berair, berdarah, berlendir, purulen).
Pasien harus dievaluasi untuk tanda-tanda mengetahui dehidrasi, termasuk kencing
berkurang, rasa haus, pusing, dan perubahan status mental. Muntah lebih sugestif penyakit
virus atau penyakit yang disebabkan oleh ingesti racun bakteri. Gejala lebih menunjukkan
invasif bakteri (inflamasi) diare adalah demam, tenesmus, dan feses berdarah.2
Makanan dan riwayat perjalanan sangat membantu untuk mengevaluasi potensi
paparan agent. Anak-anak di tempat penitipan, penghuni panti jompo, penyicip makanan,
dan pasien yang baru dirawat di rumah sakit berada pada risiko tinggi penyakit diare
menular. Wanita hamil memiliki 12 kali lipat peningkatan risiko listeriosis, terutama yang
mengkonsumsi olahan daging beku, keju lunak, dan susu mentah. Riwayat sakit terdahulu
dan penggunaan antibiotik dan obat lain harus dicatat pada pasien dengan diare akut.2
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai tingkat dehidrasi pasien.
Umumnya penampilan sakit, membran mukosa kering, waktu pengisian kapiler yang
tertunda, peningkatan denyut jantung dan tanda-tanda vital lain yang abnormal seperti
penurunan tekanan darah dan peningkatan laju nafas dapat membantu dalam
mengidentifikasi dehidrasi. Demam lebih mengarah pada diare dengan adanya proses
inflamasi. Pemeriksaan perut penting untuk menilai nyeri dan proses perut akut.
Pemeriksaan rektal dapat membantu dalam menilai adanya darah, nyeri dubur, dan
konsistensi feses.2
Dehidrasi Ringan (hilang cairan 2-5% BB) gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak,
pasien belum jatuh dalam presyok.
Dehidrasi Sedang (hilang cairan 5-8% BB) turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam
presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.
Dehidrasi Berat (hilang cairan 8-10 BB) tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun
(apatis sampai koma), otot otot kaku, sianosis.3
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Darah:
- Darah perifer lengkap
- Serum elektrolit: Na+, K+, Cl-
Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam basa
(pernafasan Kusmaull)
- Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus), antigen
protozoa (Giardia, E. histolytica).
- Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumiah lekosit di feses pada

inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hypha pada jamur)


- Biakan dan resistensi feses (colok dubur)

Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut karena infeksi,


karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan sampai pada terapi definitif. 3
2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas: rehidrasi
sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi simptomatik, dan memberikan
terapi definitif.3
2.7.1 Terapi Rehidrasi
Langkah pertama dalam menterapi diare adalah dengan rehidrasi, dimana lebih
disarankan dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan cairan (dengan penghitungan
secara kasar dengan perhitungan berat badan normal pasien dan berat badan saat pasien
diare) harus ditangani pertama. Selanjutnya, tangani kehilangan cairan dan cairan untuk
pemeliharaan. Hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat
dan akurat, yaitu:2,3
a. Jenis cairan

Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup
banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila dibandingkan dengan
kadar Kalium cairan tinja. Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberikan cairan NaCl
isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu
liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare
akut awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum
sebagai usaha awal agar tidak terjadi dehidrasi dengan berbagai akibatnya. Rehidrasi oral
(oralit) harus mengandung garam dan glukosa yang dikombinasikan dengan air.2 3
b. Jumlah Cairan
Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan
yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai
metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis dengan skor. Kehilangan cairan dapat juga
dinilai dengan skoring WHO. Rehidrasi cairan dapat diberikan dalam 1-2 jam untuk
mencapai kondisi rehidrasi.3,11
Tabel 3.2 Skor Daldiyono10
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik <60 mmHg 2
Frekuensi nadi >120 mmHg 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor, atau 2
koma
Frekuensi napas > 30 x/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer’s woman’s hand 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur 60 tahun -2

Kebutuhan Cairan= (skor/15) x 10% x KgBB x 1 Liter

Tabel 3.3 Skor WHO


Gejala Derajat Dehidrasi
Minimal (< 3% Ringan sampai Berat (< 9% dari
dari berat badan) sedang (3-9% dari berat badan)
berat badan)
Status Mental Baik, sadar penuh Normal, lemas, atau Apatis,letargi, tidak
gelisah, iritabel sadar
Rasa haus Minum normal, Sangat haus, sangat Tidak dapat minum
mungkin menolak ingin minum
minum
Denyut Jantung Normal Normal sampai Takikardi, pada
meningkat kasus berat
bradikardi
Kualitas denyut Normal Normal sampai Lemah atau tidak
nadi menurun teraba
Pernapasan Normal Normal cepat Dalam
Mata normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Menurun Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Pecah-pecah
Turgor kulit Baik < 2 detik >2 detik
Isian Kapiler Normal Memanjang Memanjang,
minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin
Output urin Normal dampai menurun minimal
menurun

c. Jalur Pemberian Cairan


Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas pada oral dan intravena. Untuk
pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya berkisar antara 29g glukosa,
3,5g NaCl, 2,5g Na bikarbonat dan 1,5g KCI setiap liternya. Cairan per oral juga
digunakan untuk memperlahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial. 3

2.7.2 Terapi Simtomatik


Hal yang harus sangat diperhatikan pada pemberian antiemetik, karena
Metoklopropamid misalnya dapat memberikan kejang pada anak dan remaja akibat
rangsangan ekstrapiramidal. Pada diare akut yang ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tak
ada kontraindikasi dapat dipertimbangkan pemberian Bismuth subsalisilat maupun loperamid
dalam waktu singkat.
2.7.3 Terapi Antibiotik
Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti
demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong dan
pasien immunocompromised. Pemberian antibiotic dapat secara empiris, tetapi antibiotic
spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.10
Tabel 3.4 Terapi Antibiotik Empiris10
Organisme Antibiotik Pilihan Antibiotik Pilihan Kedua
Campylobacter Ciprofloxacin 500mg 2 kali sehari, Azithromycin 500mg oral 2 kali
3-5 har sehari
Erytromycin 500mg oral 2 kali
sehari, 5 hari
Shigella atau Ciprofloxacin 500mg 2kali sehari, Ceftriaxone 1gram IM/IV sehari
Salmonela spp 3-5 hari TMP-SMX DS oral 2 kali
sehari, 3 hari
Vibrio Cholera Tetracycline 500mg oral 4 kali Resisten tetracycline
sehari, 3 hari Ciprofloxacin 1 gram oral 1 kali
Doxycycline 300mg oral, dosis Erythromycin 250mg oral 4 kali
tunggal sehari, 3 hari
Traveler’s diarrhea Ciprofloxacin 500mg 2 kali sehari TMP-SMX DS oral 2 kali
sehari, 3 hari
Clostridium Metronidazole 250-500mg 4 kali Vancomycin 125mg 4 kali
difficile sehari, 7-14 hari, oral atau IV sehari, 7-14 hari

Tabel 3.5 Pemberian Antibiotik pada Diare Akut11


Indikasi Pemberian Antibiotik Pilihan Antibiotik
Demam (suhu oral > 38,5C), feses disertai Quinolone 3-5 hari, cotrimoksazole 3-5 hari
darah, leukosit, laktoferin, hemoccult,
sindrom disentri
Traveler’s diarrhea Quinolone 1-5 hari
Diare persisten (kemungkinan Giardiasis) Metronidazole 3 x 500 mg selama 7 hari
Shigellosis Cotrimoksazole selama 3 hari
Quinolone selama 3 hari
Intestinal Salmonellosis Chloramphenicol/cotrimoksazole/quinolone
selama 7 hari
Campylobacteriosis Erythromycin selama 5 hari
EPEC Terapi sebagai febrile disentry
ETEC Terapi sebagai traveler’s diarrhea
EIEC Terapi sebagai shigellosis
EHEC Peranan antibiotik belum jelas
Vibrio non-kolera Terapi sebagai febrile disentry
Aeromonas diarrhea Terapi sebagai febrile disentry
Isosporisosis Cotrimoksazole 2 x 160/800 selama 7 hari
Yersiniosis Umumnya dapat diterapi sebagai febrile
disentry. Pada kasus berat: ceftriaxone IV 1
gram/6 jam selama 5 hari

Intestinal Amebiasis Metronidazole 3 x 750 mg 5-10 hari +


pengobatan kista untuk mencegah relaps.
Diiodohydroxyquin 3 x 650 mg 10 hari atau
diloxanide furoate 3 x 500mg 10 hari
Cryptosporidiosis Untuk kasus berat atau
immunosompromised: Paromomycin 3 x
500mg selama 7 hari

2.8 Komplikasi

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama


pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera, kehilangan cairan terjadi
secara mendadak sehingga cepat terjadi syok hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui
feses dapat mengarah terjadinya hipokalemia dan asidosis metabolic.11
Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok hipovolemik
sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut ginjal dan selanjutnya
terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian
cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai.11
Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh EHEC. Pasien
HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah
diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti-diare,
tetapi hubungannya dengan penggunaan antibiotik masih kontroversial.11
Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut, merupakan
komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien Guillain –
Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Pasien menderita
kelemahan motorik dan mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Mekanisme penyebab
sindrom Guillain – Barre belum diketahui.2 Artritis pasca-infeksi dapat terjadi beberapa
minggu setelah penyakit diare karena Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia
spp.10
2.9 Prognosis

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik dengan morbiditas
dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas terutama
pada anak-anak dan pada lanjut usia
2.10 Disentri

2.10.1 Etiologi
Disentri terbagi menjadi disentri basiler dan disentri amuba. Disentri basiler
disebabkan oleh infeksi bakteri shigella (paling umum ditemui). Namun demikian, bakteri
Campylobacter, E.coli, dan Salmonella, juga dapat menyebabkan disentri basiler. Sedangkan
disentri amuba, disebabkan oleh infeksi parasit bersel satu yaitu Entamoeba histolytica.
Tabel 3.6 Etiologi dan Gejala Disentri
Disentri Amoebica Disentri Bacilaris
Penyebab Entamoeba Histolitika Shigela disentri
Dimulai Tidak dengan tiba-tiba dan Dengan hebat dan tiba-tiba
hebat
Panas Tidak ada Ada
Buang Air Besar Tidak sering kali, tidak Terlalu sering, lebih banyak
banyak darah dan lender dan darah, lendir dan nanah
baunya amat busuk
Berjangkitnya Tidak berat dan tidak secara Hebat dan sering secara
wabah wabah
Diagnosa Dapat dengan mikroskop Menghendaki pemeriksaan
lebih lanjut di laboratorium
Prognosis Pada penyakit endokrin Pada bentuk berat angka
tergantung pada penyakit kematian tinggi, kecuali
dasarnya. Pada penyebab mendapat pengobatan dini.
obat-obatan tergantung
kemampuan menghindari
pemakaian obat

2.10.1 Patogenesis
Shigella masuk ke dalam tubuh per oral. Karena mampu bertahan terhadap pH rendah,
ia dengan mudah melewati asam lambung. Terjadi lewat invasi sel epitel kolon, yang diawali
dengan melekatnya bakteri, masuk sel dengan cara endositosis dan berada di sitoplasma.
Multiplikasi intraselular menyebabkan kerusakan dan kematian sel yang akan berakibat
ulserasi mukosa. Sifat penting lain asalah kemampuan membuat enterotoksin. Toksin
berperan atas patogenesis komplikasi mikroangiopati, hemolytic uremic syndrome,
thrombotic thrombocytopenis purpura. Enterotoksin lain menyebabkan gangguan transportasi
elektrolit dan menyebabkan sekresi cairan ke lumen usus. Pada shigellosis permukaan epitel
mengalami ulserasi ekstensif. Dengan eksudat terdiri dari sel kolon yang terkelupas, leukosit
PMN, eritrosit. Lamina propria mengalami edema dan hemoragik, serta mengalami infiltrasi
neutrofil dan sel plasma. Ulserasi pada tempat tertentu menyerupai pseudomembran.
Perubahan histologi diduga akibat endotoksin kuman. Kolon merupakan tempat utama yang
diserang shigella namun ileumterminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat
biasanya didaerah sigmoid. Sedangkan pada ileum hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut
dan fatal ditemukan mukosa usus hiperemik , lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi
biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan
pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus
menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus menggaung S.dysentriae, S. Flexeneri, dan
S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang
mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik. Enterotokksin tersebut merupakan
salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel epitel mukosa kolom
dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada
infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampa ,5cm sehingga dinding
usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan
peritoneum.
2.10.2 Gambaran Klinis
Gejala klinis Shigellosis bervariasi muali dari diare cair uang ringan hingga disentri
berat dengan komplikasi intestinal dan ektraintestinal. Disentri basiler masa tunas sekitar
antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien
mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai demam yang mencapai 40C. Selanjutnya diare
berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus dan nafsu makan
menurun.
Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang berat.
Sakit perut terutama dibagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga
mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya
disebabkan S.dysentriae. Pada kasus yang berat serangan biasanya didapatkan tenesmus,
demam, tinja berdarah dan mukus yang sering. Derajat dehidrasi mungkin dapat lebih diare
yang lain karena frekuensinya bisa sampai 30x perhari.
Gejala timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air
dengan lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi,
renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul rasa haus,
kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka menjadi berwarna
kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi).
Kadang-kadang gejala tidak khas, dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan
makanan. Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan koma
uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan.
Tabel 3.7 Gejala Disentri
Disentri Basiler Disentri Amoeba
1. Diare lendir + darah 6-24 jam 1. Diare lendir + darah
pertama; diare encer tanpa darah; 2. Frekuensi BAB < disentri basiler
12-72 jam 3. Sakit perut hebat
2. Panas tinggi (39,5-40C) 4. Panas hanya pada 1/3 kasus
3. Nausea-Vomitting
4. Anoreksia
5. Sakit perut + tenesmus ani
6. Terkadang gejala menyerupai
ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit
kepala, letargi, kaku kuduk,
halusinasi)
2.10.3 Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang
a. Spesimen

Feses segar, lendir, dan usapan rectum dapat digunakan untuk biakan. Ditemukan banyak
leukosit pada feses dan kadang-kadang juga ditemukan beberapa sel darah merah pada
pemeriksaan mikroskopik. Spesimen serum, apabila dibutuhkan, harus diambil dengan jarak
10 hari untuk melihat kenaikan titer antibodi aglutinasi.
b. Biakan

Bahan digoreskan pada medium differensial (misalnya, agar MacConkey atau EMB) dan
pada medium selektif (agar enteric Hektoen atau agar salmonella-shigella) yang menekan
Enterobactericeae lain dan organisme gram positif. Koloni yang tidak berwarna (laktosa
negatif) diinokulasi pada agar triplet gula besi. Organisme yang tidak menghasilkan H2S
yang menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas pada pangkal dan bagian miring pada
yang basa di medium agar triplet gula besi, dan tidak motil sebaiknya dilakukan pemeriksaan
aglutinasi slide dengan antiserum spesifik shigella.
c. Serologi

Orang normal sering memiliki aglutinin terhadap beberapa spesies shigella. Namun,
serangkaian penentuan titer antibodi dapat menunjukkan peningkatan antibodi spesifik.
Serologi tidak digunakan untuk mendiagnosis infeksi shigella. Pemeriksaan laboratorium lain
tidak spesifik dan dapat memperlihatkan adanya leukositosis, neutrofilik. Anemia yang
disebabkan oleh kehilangan darah disertai diare hemoragik, asotemia prerenalis atau asidosis
hperkloremik

2.10.4 Diagnosis Banding

Radang kolon yang disebabkan oleh kuman enterohemoragik dan enteroinvasif


E.coli, Campylobacter jejuni, Salmonella enteriditis serotipe, Yersinia enterocolitica,
Clostridium difficille dan Entamoeba histolytica. Yang tidak berhubungan dengan infeksi
yaitu: kolitis ulseratif atau Chron colitis.

2.10.5 Komplikasi

Dehidrasi, gangguan elektrolit terutama hiponatremia, kejang, protein loosing


enteropathy, sepsis dan DIC, sindroma hemolitik uremik, malnutrisi/malabsorbsi,
hipoglikemia, prolapsus rektum, reactive arthritis, sindroma Guillain-Barre, ameboma,
megakolon toksik, perforasi lokal dan peritonitis.

2.10.6 Terapi

Prinsip disentri basiler dalam tindakan pengobatan adalah istirahat, mencegah atau
memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika. Cairan dan elektrolit
dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral. Jika frekuensi
buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat bdan penderita akan turun.
Dalam keadaan ini perlu diberikan cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang
hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalji minuman atau
pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai dapat
diberikan. Diet diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5 kali/hari,
kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
Pengobatan spesifik menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien
diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi
diteruska selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotika diganti dengan jenis yang lain.
Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan tetrasiklin hampir universal
terjadi. Kuman shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila ternyata dalam
uji resistensi kuman terhadap ampisilin masih peka, maka dapat digunakan dengan dosis
4x500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-sulfametoksazol, dosis yang
diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan
disentri basiler karena tidak efektif. Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal
fluorokuinolon seperti siprofloksasin atau makrolid azithromisin ternyata berhasil baik untuk
pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2x500 mg/hari selama 3
hari sedangkan azithromisin diberikan 1gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama
5 hari. Pemberian siprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap wanita hamil dan anak-
anak. DI negara-negara berkembang dimana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1 yang
multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari
selama 5 hari. Tidak ada antibiotika yang dianjurakn selama stadium carrier disentri basiler.
2.10.7 Prognosis

Pada bentuk berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapat pengobatan dini.
Tetapi pada bentuk yang sedang, angka kematiannya rendah.
BAB IV
KESIMPULAN

Os datang ke ugd RSKP diantar oleh keluarga dengan keluhan bab cair lebih dari 10
kali sejak 1 hari SMRS. BAB cair disertai lendir, air lebih banyak dari ampas, darah (-), pus
(-). Muntah lebih dari 10 kali sejak 1 hari smrs, muntah berisi cairan berwarna kuning, darah
(-). Mual (+). Kepala terasa pusing, demam (+), meriang (+), lemas (+). Nyeri ulu hati (+),
nafsu makan menurun. Awalnya os minum air dogan 1 hari smrs, beberapa jam kemudian os
muntah dan keluar bab cair disertai lendir. Os memiliki riwayat hipertensi namun tidak rajin
minum obat, tekanan darah os selama 3 bulan terakhir 120/80 mmHg. Os juga memiliki
riwayat kolesterol dan diberi obat simvastatin tapi jarang diminum. Os memiliki riwayat
kebiasaan makan makanan yang dijual dipinggir jalan, makanan berminyak seperti gorengan
dan juga jarang berolahraga.
Setelah dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang os
didiagnosa GEA Disentriform dengan dehidrasi ringan sedang. Os diberikan penatalaksanaan
sesuai dengan pedoman yaitu, pasien diberikan ivfd RL 15 tpm makro untuk mengkoreksi
dehidrasi ringan sedang. Untuk penanagnan GEA ec disentriform, os diberikan Tetracyclin
4x500mg dan diet lambung III. Untuk keluhan mual muntah diberikan inj. Omeprazol
2x40mg, apabila keluhan belum teratasi dapat diberikan inj. Ondancetron 3x8mg. Untuk
keluhan demam diberikan obat oral parasetamol 3x500mg jika suhu tubuh diatas 38derajat
celcius, jika suhu tubuh diatas 39 derajat celcius dapat diberikan IVFD Paracetamol 1 flush.
Setelah dilakukan perawatan dan follow up selama 4 hari os diizinkan pulang dengan
diagnosa akhir GEA dengan dehidrasi ringan sedang ec disentriform.
DAFTAR PUSTAKA
1. Riddle, M., DuPont, H. and Connor, B. (2016). ACG Clinical Guideline:
Diagnosis, Treatment, and Prevention of Acute Diarrheal Infections in Adults.
The American Journal of Gastroenterology, 111(5), pp.602-622.
2. Barr, w. and smith, a. (2017). [online] Available at: http://Acute Diarrhea in
Adults WENDY BARR, MD, MPH, MSCE, and ANDREW SMITH, MD
Lawrence Family Medicine Residency, Lawrence, Massachusetts [Accessed 5
Apr. 2021].
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II eidsi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
4. Al-Thani, A., Baris, M., Al-Lawati, N. and Al-Dhahry, S. (2013).
Characterising the aetiology of severe acute gastroenteritis among patients
visiting a hospital in Qatar using real-time polymerase chain reaction. BMC
Infectious Diseases, 13(1).
5. Depkes RI., 2012. Angka Kejadian Gastroenteritis Masih Tinggi.
http://www.depkes.go.id/index.php [Accessed 5 Apr. 2021 ]
6. Anon, (2017). [online] Available at: (http://www.who.int/child-adolescent-
health/Emergencies/Diarrhoea_guidelines.pdf) A manual for physicians and
other senior health workers [Accessed 9 Apr. 2017].
7. How, C. (2010). Acute gastroenteritis: from guidelines to real life. Clinical
and Experimental Gastroenterology, p.97.
8. Dennis L., Anthony S., Stephen H., Dan L., Larry J., Joseph L. 2016. Harrison's
Gastroenterology and Hepatology. 3rd Edition. Philadelphia: McGraw Hill.
9. Worldgastroenterology.org. (2017). English | World Gastroenterology
Organisation. [online] Available at: http://www.worldgastroenterology.org
/guidelines/global-guidelines/acute-diarrhea/acute-diarrhea-english [Accessed
5 Apr. 2021]
10. Amin L. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Education.
2015;42(7):504-8.

Anda mungkin juga menyukai