Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN KASUS

HEPATOMA

Disusun Sebagai Bagian dari Persyaratan Menyelesaikan


Program Internship Dokter Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat

Disusun Oleh:
dr. Rizka Oktaviana
Pembimbing:
dr.Pandu Ishaq Nandana, SpU

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSHIP DOKTER


INDONESIA
DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
DINAS KESEHATAN KOTA MATARAM
RUMAH SAKIT RISA SENTRA MEDIKA MATARAM NUSA
TENGGARA BARAT
PERIODE MEI 2021-MEI 2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
“ HEPATOMA ”

Telah disetujukan dan disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Mengetahui

Dokter Pembimbing

dr.Pandu Ishaq Nandana, SpU

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “HEPAOMA” dengan baik dan tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas program
internship dokter Indonesia. Di samping itu, laporan kasus ini ditujukan untuk
menambah pengetahuan tentang Hepatoma.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
dr.Pandu Ishaq Nandana, SpU selaku pembimbing dalam penyusunan laporan
kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan–rekan anggota
kelompok internship.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya
masukan, kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan
terimakasih yang sebesar–besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan
tambahan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, Februari 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II LAPORAN KASUS …...................................................................... 2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ………....................................................... 23

BAB IV KESIMPULAN ………………………………………………...… 46

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Hepatoma (Hepatocellular Carcinoma/HCC) adalah tumor ganas hati primer


yang berasal dari hepatosit (kanker hati primer). Hepatoma juga dikenali dengan
nama lain yaitu kanker hati primer, hepatokarsinoma dan kanker hati. Dari seluruh
tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85 % merupakan HCC, 10 %
Cholangiocarcinoma/CC dan sisanya adalah jenis lainnya. HCC meliputi 5,6 %
dari seluruh kasus kanker pada manusia, menempati peringkat kelima pada laki-
laki dan peringkat kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia.
Secara epidemiologis tingkat kekerapannya banyak terjadi di negara berkembang
dengan prevalensi tinggi hepatitis virus. (Budihusodo,2007)

Selain infeksi hepatitis virus, adanya kelompok jamur aflatoksin, obesitas,


diabetes mellitus, alkohol dan penyakit hati metabolik lain diakui sebagai faktor
resiko terjadinya proses patologi pada sel hepar yang menyebabkan terbentuknya
HCC. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari asimptomatik sampai gejala
yang sangat jelas dan disertai gagal hati. Namun gejala yang paling sering
dikeluhkan adalah perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas abdomen disertai
dengan adanya keluhan gastrointestinal lain. Ketiadaan ataupun ketidakmampuan
penerapan terapi yang bersifat kuratif menyebabkan HCC berprognosis buruk
dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. (Hermawan,2006)

1
BAB II

LAPORAN KASUS

II.1 IDENTITAS PASIEN


Nama lengkap : Tn S Agama : Islam

Usia : 50 tahun Status perkawinan :


Menikah

Jenis kelamin : Laki-laki Suku : Jawa

Pekerjaan : usaha Tanggal masuk RS : 22


Oktober 2021

Alamat : Alas Sumbawa

II.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama

 Nyeri perut kanan atas dan perut membesar

Keluhan tambahan

 Lemas , Mual muntah, BAB tidak lancar, BAK sedikit, sesak

a. Riwayat penyakit sekarang

Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang dengan keluhan utama nyeri


perut kanan atas dan perut membesar. Nyeri dirasakan di kuadran kanan atas sejak
± 2 minggu. Nyeri bersifat tumpul, terus menerus dan tidak menjalar. OS
mengaku keluhan tidak nyaman di perut sudah mulai dirasakan sejak lama berupa
rasa penuh di perut terutama pada saat sehabis diisi makanan, tetapi sekitar 2
minggu yang lalu terasa nyeri di bagian kanan atas sehingga pasien memutuskan
untuk berobat. Nyeri perut juga disertai dengan keluhan perut yang dirasakan
semakin membesar. OS juga mengeluh mual, muntah setiap kali habis makan,
muntah isi makanan, muntah darah segar ataupun hitam disangkal. OS mengaku

2
bila makan harus sedikit demi sedikit karena perut mudah terasa begah akibatnya
nafsu makan berkurang.

Untuk buang air besar dirasakan kurang lancar, akhir-akhir ini OS


biasanya buang air besar 2-3 hari sekali, terakhir kali BAB 5 hari yang lalu, tetapi
pasien masih bisa flatus meskipun jarang. Bila buang air besar sedikit dan
konsistensi agak keras dengan warna biasa (kuning kecoklatan), BAB hitam
disangkal. Buang air kecil sedikit warna seperti teh, nyeri atau panas saat BAK
(-), darah (-), keruh (-), dan berpasir (-).

Perut yang terasa penuh dan membesar membuat pasien kadang merasa
sesak yang bersifat hilang timbul dan tidak dipengaruhi aktivitas ataupun cuaca
dan debu. Sesak juga tidak disertai adanya nyeri dada ataupun bengkak di kedua
kaki. Batuk sejak 1 bulan lalu, berdahak putih encer dengan riwayat batuk darah
(berupa bercak merah segar bercampur dahak) 1 kali. OS mengaku akhir-akhir ini
sering seperti demam (meriang) tetapi tidak terlalu tinggi dan tidak disertai
menggigil. Kadang keringat malam (+). OS juga mengaku cepat lelah dan berat
badan menurun dari ± 55 kg menjadi 43 kg dalam waktu satu bulan.

b. Riwayat penyakit dahulu

Belum pernah mengalami keluhan yang sama. Riwayat bercak kemerahan


seperti laba-laba pada kulit, disertai perut membesar karena timbunan cairan,
muntah darah dan BAB hitam disangkal. Riwayat penyakit lain seperti hipertensi,
diabetes mellitus, asma dan penyakit jantung disangkal oleh pasien. Saat remaja
OS mengaku pernah sakit kuning karena hepatitis tetapi tidak dirawat di rumah
sakit.

c. Riwayat Pengobatan

Sudah pernah ranap di Rs Risa dan di beri obat – obatan oleh dokter spesialis
penyakit dalam

d. Riwayat Kebiasaan

3
Riwayat merokok 5 tahun lalu, setiap hari, jumlah tidak menentu tetapi
dalam seminggu tidak pernah lebih dari 1 bungkus, saat ini sudah berhenti.
Riwayat minum alkohol 10 tahun lalu, tetapi sedikit dan jarang, saat ini sudah
berhenti. Riwayat penggunaan NAPZA disangkal. Riwayat makanan siap saji dan
berpengawet jarang, makanan berbahan kacang tanah juga jarang, setiap hari
makanan dimasak dengan penyedap buatan tetapi sedikit. OS mengaku kurang
minum air putih. Kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat-obatan di warung
disangkal.

e. Riwayat Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa. Riwayat


penyakit hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal, kencing manis dan batuk
lama disangkal oleh keluarga.

f. Riwayat Sosial ekonomi

OS merupakan seorang pedagang mempunyai satu orang istri dan 2 orang


anak yang tinggal bersama dalam satu rumah. Istri pasien tidak bekerja dan
pengobatan pasien ditanggung oleh Jamkesmas.

g. Riwayat Alergi

Tidak ada riwayat alergi obat-obatan dan makanan.

II.3 PEMERIKSAAN FISIK

a) Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang, lemas

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital : TD : 100/60 mmHg

Nadi : 77 x/menit, reguler, volume cukup,


ekualitas sama

4
RR : 20 x/menit, irama teratur, tipe abdomino-
torakal

Suhu : 36,5°C

Tinggi badan : 160 cm

Berat badan : 43 kg

IMT : 43 / (1,6)2 = 16,7 kg/m2

Kesan gizi : Gizi kurang (OS dalam keadaan ascites)

b. Status Generalis

KEPALA

Bentuk : Normochepali

Rambut : Hitam sebagian putih, lurus, distribusi merata, rontok (-),


alopesia (-) dan tidak mudah dicabut
MATA
Palpebra : oedem (-) Lensa : jernih
Konjungtiva : anemis (+/+) Visus : tidak diperiksa
Sklera : ikterik (+/+) Gerak BM : normal
Reflex Cahaya : +/+ Pupil : Isokor +/+, diameter
2 mm
Alis Mata : rata, simetris
HIDUNG
Bentuk : Normal, deviasi septum (-)
Nafas Cuping hidung : (-)
Perdarahan : (-/-)
Mukosa hidung : hiperemis /pucat (-/-), sekret (-/-)
TELINGA
Bentuk : Normotia Benjolan : -/-
Tuli : -/- Selaput pendengaran : intak
Lubang : lapang Penyumbatan : -/-

5
Serumen : +/+ Darah/cairan/sekret : -/-
MULUT
Bibir : lembab, kecoklatan, pucat (-), sianosis (-)
Tonsil : T1 –T1, Hiperemis (-)
Bau pernapasan : tidak ada
Gigi geligi : OH baik, caries ( - )
Gusi : Berdarah (-), bengkak (-), stomatitis (-)
Faring : tidak hiperemis
Lidah : kotor (-), atrofi papil (-), hiperemis (-), kotor (-), tremor
(-)

LEHER
Deformitas : (-)
Trakea : deviasi (-)
Kelenjar Tiroid : pembesaran (-), kulit sekitar normal, nyeri tekan (-)
KGB : pembesaran (-), nyeri tekan (-)
JVP : 5 + 2 cm H2O
Retraksi otot bantu pernapasan (-)

THORAKS
Bentuk : Datar, barrel chest (-), simetris saat statis dan dinamis,
Buah dada :Simetris, papila mamae kecokelatan, retraksi (-), sekret (-),
peau d’
orange (-), benjolan (-), ginekomastia (-)
Kulit : Pucat (-), ikterik, dan spider nevi (-)

Paru – Paru

Pemeriksaan ANTERIOR POSTERIOR

Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis, Retraksi iga: dinamis
Supra sternal (-/-),

6
Intercostae (-/-)

Kanan Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan


dinamis, Gerakan dinding dinamis
dada cepat dan dalam,
Retraksi iga: Supra sternal
(-/-), Intercostae (-/-)

Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan


- Vocal fremitus simetris - Vocal fremitus simetris

Kanan - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan


- Vocal fremitus simetris - Vocal fremitus simetris

Perkusi Kiri Sonor pada seluruh lapang Sonor pada seluruh lapang
paru paru

Kanan Sonor pada seluruh lapang Sonor pada seluruh lapang


paru paru

Auskultasi Kiri Suara Nafas vesikular Suara Nafas vesikular


normal normal
Ronkhi +/+, wheezing -/- Ronkhi +/+, wheezing -/-

Kanan Suara Nafas vesikular Suara Nafas vesikular


normal normal
Ronkhi +/+, wheezing -/- Ronkhi +/+, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.


Palpasi :Ictus kordis teraba setinggi ICS V 1 cm medial dari garis
midklavikularis kiri, trill (-) di keempat area katup jantung.
Perkusi :
 Batas kanan: ICS V, linea sternalis dextra

7
 Batas kiri : ICS V, 1 cm lateral dari garis midklavikularis
sinistra
 Batas atas : ICS III, linea parasternalis sinistra
Auskultasi :
 Suara dasar : S1-S2 murni, regular, irama teratur,
frekuensi 92 x/menit
 Suara tambahan : murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN

- Inspeksi
o Tampak perut membuncit, tidak simetris (kanan atas tampak
lebih menonjol), warna kulit ikterik, spider nevi (-), jaringan
parut (-), tampak dilatasi vena
- Auskultasi
o Bising usus (+) lemah , frekuensi 2x/menit, bruit hepatic (-)
- Palpasi
o Supel, defans muskuler (-). Pada kuadran kanan atas teraba
massa konsistensi keras, permukaan bernodul/berbenjol dan nyeri
tekan (+).Teraba pembesaran hepar, dimana lobus kanan teraba 6
cm dibawah arcus costae dextra sedangkan lobus kiri teraba 2 cm
dibawah processus xyphoideus, dengan tepi tumpul, permukaan
licin, konsistensi keras, nyeri tekan (+). Vesica fellea tidak teraba,
murphy sign (-). Teraba pembesaran lien di Schuffner 3, tepi
tumpul, permukaan rata, konsistensi lunak, dan nyeri tekan (+).
Ballotemen (+). Undulasi (+).
- Perkusi
o Timpani keempat kuadran abdomen (-), nyeri ketok
costovertebra (-/-), area Traube redup, dan shifting dullness (+).
INGUINAL
Tidak dilakukan pemeriksaan
GENITALIA
Tidak dilakukan pemeriksaan
EKSTREMITAS

8
Superior Inferior
Dekstra/Sinistra Dekstra/Sinistra

Pitting edema (-/-) (-/-)

Sianosis (-/-) (-/-)

Ikterik (-/-) (-/-)

Kekuatan otot (5/5) (5/5)

Klonus (-/-) (-/-)

Capillary refill time < 2 / < 2 detik < 2 / < 2 detik

Ptekiae (-/-) (-/-)

Refleks fisiologis (+/+) (+/+)

Refleks patologis (-/-) (-/-)

Flapping tremor (-/-) (-/-)

Palmar eritema (-/-) (-/-)

II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium
a. Hasil pemeriksaan dilaporkan tanggal 20 oktober 2021
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

HEMATOLOGI

LEUKOSIT 30.6 10^3/ul 4.0 - 9.0

ERITROSIT 3.4 10^6/ul 4.7 - 6.1

HEMOGLOBIN 8.3 g/dl 14.0 - 18.0

HEMATOKRIT 25.9 % 42 - 52

MCV 75.4 U 76 - 96

9
MCH 24.5 Pcg 27 - 31

MCHC 32.0 g/dl 33.0 - 37.0

TROMBOSIT 380 10^3/ul 150 - 400

DIFF COUNT

Netrofil 93.9 % 50-70

Limfosit 22 % 25-40

Monosit 3.7 % 2-8

Eosinofil 2 % 2-4

Basofil 0 % 0-1

Laju endap darah

LED 1 jam 30 Mm/jam 0-15

LED 2 jam 96 Mm/jam 0-25

Kimia Darah

Glukosa sewaktu 131 Mg/dl 70-160

SGOT 26.1 U/L <34

SGPT 28.5 U/L <32

Ureum 118 mg/dl 10-50 mg/dl

Creatinin 2.66 mg/dl 0.6-1.2 mg/dl

HbsAg Positif Negatif

b. Hasil pemeriksaan dilaporkan tanggal 20 Oktober 2021


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

HEMATOLOGI

LEUKOSIT 28.5 10^3/ul 4.0 - 9.0

10
ERITROSIT 4.1 10^6/ul 4.7 - 6.1

HEMOGLOBIN 10.4 g/dl 14.0 - 18.0

HEMATOKRIT 31.4 % 42 – 52

MCV 75.9 U 76 – 96

MCH 25.3 Pcg 27 – 31

MCHC 33.1 g/dl 33.0 - 37.0

TROMBOSIT 265 10^3/ul 150 – 400

2. USG abdomen

Dilakukan pada tanggal 20 oktober 2021 dengan hasil sebagai berikut.

Deskripsi

Hepar tampak ukuran besar, permukaan tidak rata . Ekoparenkim kasar


Pada lobus kanan tampak massa hiperekoik bentuk relative bulat, ukuran 10,21 x
10, 27 cm. CD imaging massa tidak hipervaskuler, ascites (+).

Vesica fellea dinding tebal. Tak Tampak sludge. CD imaging dinding


hipervaskuler. Pankreas tidak tampak kelainan , lien membesar uk 11,4cm .
Intestine tampak, kaliber melebar ringan. Piano tuts sign (+). Peristaltik minimal.

Ren dextra tampak, ukuran besar, ekoparenkim normoekoik. Tampak


massa pada pol atas ukuran 3,78 x 2,16 cm, kalises melebar, CD imaging tak
hipervaskuler. Ren sinistra ukuran besar, ekoparenkim normoekoik. Tampak batu
pada pelvis renis, ukuran 1,67 cm, kalises melebar.

Kesan

Sirosis hepatis + suspek hepatoma di lobus kanan

Splenomegali + acites minimal di Morrison’s pouch , tak tampak batu billier

3. Foto thoraks PA

11
meliputi seluruh lobus paru kanan), kalsifikasi (-), diafragma menurun (-), gambaran jantung tear
drop
Cor (-),pulmo
dan sela iga melebar (-), dan sinus costophrenicus tajam.
Normal

Kesan : Pulmo dan Cor Normal

II.5 FOLLOW UP
TB paru duplex aktif dengan fibrosis.
Tanggal 23 Oktober 2021

Nyeri perut kanan atas, mual, muntah tiap makan, belum BAB 3 hari, BAK sedikit dan
S berwarna gelap, kadang sesak.

O Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang

Tanda vital : TD 120/80 mmHg, N 88x/menit, RR 20x/menit, S 37,6oC

Konjungtiva anemis sclera ikterik

Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-)

Thoraks : Paru : SNV (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)

Jantung : S1 dan S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa berbenjol, keras dan nyeri tekan di kuadran
kanan atas, hepatomegali lobus dextra 6 cm dibawah arcus costae, lobus kiri 2
cm dibwah processus xyphoideus, licin, tepi tumpul, keras, nyeri tekan (+).
Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube redup. BU melemah,
Ballotement (+). Ascites dengan undulasi dan shifting dullness (+).

Ekstremitas : tidak ada kelainan

Laboratorium : Leukosit 30.6 MCV 75.4 Limfosit 22

Eritrosit 3.4 MCH 24.5 LED 1 jam 30

Hemoglobin 8.3 MCHC 32.0 LED 2 jam 96

Hematokrit 25.9 Netrofil 93 Ureum 118, Creatinin 2.66

USG : Massa hiperekoik di lobus kanan hepar berbentuk bulat, ukuran 10,21 x 10, 27 cm,
disertai ascites dan hepatomegali. Sludge pada vesica fellea. Pelebaran intestine dengan
peristaltic minimal. Massa pada pol atas ren dextra ukuran 3,78 x 2,16 cm, pelebaran

12
kalises, dan batu pada pelvis renis sinistra berukuran 1,67 cm dengan disertai kalises
melebar.

Foto thoraks PA : tampak gambaran TB paru duplex aktif dengan fibrosis.

A Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitis dan
urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik.

P PRC 1000 cc, IVFD RL 20 tpm, diet lunak, pasang NGT dan DC (pasien menolak)

Lasix 2x1, ceftriaxon 2x1 gr IV, cedantron 2x4 mg IV, urdahex 3x1, B complex 2x1

Konsul dokter spesialis paru dan urologi

Tanggal 24 Oktober 2021

Nyeri perut kanan atas, mual, muntah berkurang, belum BAB 4 hari, BAK sedikit dan
S berwarna gelap, sesak.

O Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang

Tanda vital : TD 120/80 mmHg, N 96x/menit, RR 28x/menit, S 37,8oC

Konjungtiva anemis sclera ikterik

Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-)

Thoraks : Paru : SNV (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)

Jantung : S1 dan S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa (+) nyeri tekan di kuadran kanan atas,
hepatomegali nyeri tekan (+). Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube
redup. BU melemah, Ballotement (+). Ascites dengan undulasi dan shifting
dullness (+).

Ekstremitas : tidak ada kelainan

A Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitis dan
urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, TB paru duplex dengan fibrosis

P Pemasangan oksigen, Ca gluconas 10cc/1000 cc

13
Terapi lain-lain tetap

Tanggal 25 Oktober 2021

Nyeri perut kanan atas masih , mual, muntah berkurang, belum BAB 5 hari, BAK sedikit
S dan berwarna gelap, kadang sesak

O Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang

Tanda vital : TD 130/80 mmHg, N 92x/menit, RR 20x/menit, S 37,5oC

Konjungtiva anemis sclera ikterik

Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-)

Thoraks : Paru : SNV (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)

Jantung : S1 dan S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa (+) nyeri tekan di kuadran kanan atas,
hepatomegali nyeri tekan (+). Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube
redup. BU 2x/menit melemah, Ballotement (+). Ascites dengan undulasi dan
shifting dullness (+).

Ekstremitas : tidak ada kelainan

A Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitis dan
urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, TB paru duplex dengan fibrosis

P Oksigen bila sesak, KSR 2x1 amp

Terapi lain-lain tetap

Tanggal 26 oktover 2021

Nyeri perut kanan atas, mual, muntah berkurang, belum BAB masih belum, BAK sedikit
S dan berwarna gelap, sesak berkurang

O Keadaan umum: compos mentis, tampak sakit sedang, kesan gizi kurang

Tanda vital : TD 120/70 mmHg, N 88x/menit, RR 20x/menit, S 37,2 oC

14
Sclera ikterik

Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak membesar, otot bantu pernafasan (-)

Thoraks : Paru : SNV (+/+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)

Jantung : S1 dan S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : Supel, asimetris, ikterik, massa (+) nyeri tekan di kuadran kanan atas,
hepatomegali nyeri tekan (+). Splenomegali schuffner 3 dengan daerah Traube
redup. BU (+), Ballotement (+). Ascites berkurang dengan shifting dullness (+)

Ekstremitas : tidak ada kelainan

Laboratorium pasca transfuse PRC

Leukosit 28,5 Hematokrit 31.4

Eritrosit 4.1 MCV 75.9

Hemoglobin 10.4 MCH 25.3

A Suspek hepatoma, massa ren dextra, sludge vesica fellea dengan cholesistitis dan
urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, TB paru duplex dengan fibrosis

P Terapi tetap

II.6 RESUME

Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang dengan keluhan nyeri perut


kanan atas yang bersifat tumpul, terus menerus dan tidak menjalar sejak 2 minggu
disertai perut yang semakin membesar. Sudah sejak sebulan lalu perut teras penuh
dan mudah begah sehabis makan. Mual, muntah tiap kali makan, dan nafsu makan
berkurang. BAB jarang 2-3 hari sekali, bila BAB keras berwarna kuning
kecoklatan, terakhir BAB 5 hari lalu, flatus (+). BAK sedikit warna seperti teh.
Pasien juga mengeluh sesak karena perut semakin membesar. Batuk sejak 1 bulan
lalu, berdahak putih encer dengan riwayat batuk darah (berupa bercak merah segar
bercampur dahak) 1 kali. Akhir-akhir ini sering demam tetapi tidak tinggi, kadang

15
ada keringat malam, cepat lelah dan dalam 1 bulan berat badan turun ±12 kg.
Terdapat riwayat hepatitis dengan pengobatan tidak adekuat. Riwayat merokok,
alkohol, penyedap makanan buatan dan paparan insektisida setiap hari.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan compos mentis, TD 100/60 mmHg,


nadi 92 x/menit, RR 20x/menit dan suhu 36, 5°C. IMT 16,7 (gizi kurang dengan
ascites). Konjungtiva anemis. Ikterik pada sclera dan kulit pemeriksaan thoraks
didapatkan rhonki (+/+). Pada pemeriksaan abdomen tampak membuncit dan
tidak simetris (kanan atas lebih menonjol) dan dilatasi vena. Bising usus (+)
melemah, kuadran kanan atas teraba massa konsistensi keras, permukaan
bernodul/berbenjol dan nyeri tekan (+).Teraba pembesaran hepar, dimana lobus
kanan teraba 6 cm dibawah arcus costae dextra sedangkan lobus kiri teraba 2 cm
dibawah processus xyphoideus, dengan tepi tumpul, permukaan licin, konsistensi
keras, nyeri tekan (+). Vesica fellea tidak teraba, murphy sign (-). Teraba
pembesaran lien di Schuffner 3, tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi lunak,
dan nyeri tekan (+). Ballotemen (+), undulasi (+), timpani menghilang dikeempat
kuadran, daerah Traube redup dan shifting dullness (+). Ekstremitas tidak
ditemukan adanya kelainan.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukosit 30.6, eritrosit 3.4,


hemoglobin 8.3, hematokrit 25.9, MCV 75.4, MCH 24.5 dan MCHC 32.0.
Pemeriksaan kimia darah netrofil 93.9, limfosit 22. LED 1 jam 30 dan LED 2 jam
96. Ureum 118 dan kreatinin 2.66. Pemeriksaan USG didapatkan massa
hiperekoik di lobus kanan hepar berbentuk bulat, ukuran 10,21 x 10, 27 cm,
disertai ascites dan hepatomegali. Sludge pada vesica fellea. Pelebaran intestine
dengan peristaltic minimal. Massa pada pol atas ren dextra ukuran 3,78 x 2,16 cm,
pelebaran kalises, dan batu pada pelvis renis sinistra berukuran 1,67 cm dengan
disertai kalises melebar. Oleh karena itu berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang diagnosis kerjanya adalah observasi ascites dan
massa hepar dengan suspek hepatoma, observasi insufisiensi ginjal dengan massa
ren dextra dan urolithiasis ren sinistra, anemia mikrositik hipokromik, dan ikterik
dengan suspek hepatoma dan sludge vesica fellea.

II.7 DAFTAR ABNORMALITAS

16
1. Nyeri perut kanan atas
2. Perut membesar
3. Mual dan muntah tiap kali makan
4. Perut begah dan anoreksia
5. Obstipasi
6. BAK sedikit dan warna seperti teh
7. Sesak
8. Demam subfebris berulang
9. Cepat lelah dan penurunan berat badan
10. Subfebris
11. Gizi kurang
12. Konjungtiva anemis
13. Sklera dan kulit ikterik
14. Batuk berdahak dan ronkhi (+/+)
15. Perut membuncit, tidak simetris, dilatasi vena
16. Hepatomegali dan massa
17. Splenomegali dan daerah Traube redup
18. Ballotement (+)
19. Ascites dengan undulasi dan shifting dullness (+)
20. Lekositosis, netrofil meningkat, limfosit menurun
21. Eritrosit, hemoglobin dan hematokrit menurun
22. MCV,MCH dan MCHC menurun
23. LED dan ureum creatinin meningkat
24. Bile sludge vesica fellea
25. Infiltrat dan fibrosis di kedua apex paru

I.8 ANALISA MASALAH

1) Observasi ascites dan massa hepar dengan suspek hepatoma


 Gejala subjektif
- Nyeri perut kuadran kanan atas (tumpul, terus menerus dan tidak
menjalar), disertai perasaan penuh di perut dan perut terasa

17
membesar. Nyeri dapat diakibatkan tumor tumbuh dengan cepat
yang menyebabkan penambahan regangan pada kapsul hati.
- Mual dan muntah dan obstipasi dapat terjadi karena adanya tumor
ganas di sel hepar yang menyebabkan obstruksi V.porta dan distensi
V. splancnic, akibatnya V.gastrika menjadi distensi timbul oedema
gaster dan gejala dyspepsia seperti mual dan muntah.
- BAK seperti teh, adanya proses kerusakan sel hepar oleh hepatoma
menyebabkan penurunan fungsi hepatosit yang berperan
mengkonjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk akibatnya
terjadi peningkatan bilirubin 1 yang menyebabkan warna kulit dan
sclera menjadi ikterik serta urin menjadi seperti teh
- Sesak dapat diakibatkan penekanan diafragma akibat hepar yang
membesar sehingga ekspansi paru menjadi terhambat atau bisa juga
karena adanya proses perluasan hepatoma ke paru.
- Cepat lelah, sering demam tidak tinggi dan penurunan berat badan,
dapat timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit
tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya
tidak disertai menggigil
- Adanya faktor resiko antara lain laki-laki, riwayat minum alkohol
dan merokok, paparan insektisida dan riwayat hepatitis dengan
pengobatan inadekuat.
 Gejala objektif
- Sclera dan kulit ikterik akibat penumpukan bilirubin 1 dalam darah,
ikterik tidak nampak bila kadar bilirubin < 2-3 mg/dl.
- Perut membuncit, tidak simetris (kanan atas tampak lebih menonjol),
tampak dilatasi vena dapat diakibatkan karena adanya distensi
pembuluh darah V. kolateral di abdomen.
- Massa di KKA konsistensi keras, permukaan bernodul/berbenjol dan
nyeri tekan (+) Teraba pembesaran hepar, dimana lobus kanan
teraba 6 cm dibawah arcus costae dextra sedangkan lobus kiri teraba
2 cm dibawah processus xyphoideus, dengan tepi tumpul, permukaan
licin, konsistensi keras, nyeri tekan (+).

18
- Splenomegali di Schuffner 3, tepi tumpul, permukaan rata,
konsistensi lunak, dan nyeri tekan (+), area Traube redup. Dapat
disebabkan karena adanya obstruksi V. porta menyebabkan V.
splancnic mengalami distensi yang akan diteruskan ke V.lienalis dan
V. esophagus sehingga menyebabkan tekanan osmotic meningkat
mengakibatkan splenomegaly perdarahan V. esophagus menjadi
hematemesis melena tetapi pada pasien (-).
- Ascites dengan shifting dullness (+) dan undulasi (+). Akibat dari
obstruksi di V. porta menyebabkan distensi V. mesentrika sehingga
tekanan osmotic meningkat dan terjadi perpindahan cairan
menyebabkan ascites.
 Penatalaksanaan
Medikamentosa berupa terapi simptomatik antara lain:
- Lasix 2 x 1 amp
- KSR 2 x 1
- Cedantron 2 x 4 mg IV
- B complex 2 x 1
- Ca gluconas 10cc/1000 cc
Non medikamentosa:
- Tirah baring, diet lunak kaya nutrisi
- Pemeriksaan penyaring untuk memastikan diagnosis sebagai tumor
primer hepar.
Berupa :
 AFP/ alfa fetoprotein merupakan sejenis glikoprotein, disin-
tesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam serum
darah janin. Normal 0-20 ng/ml. kadar lebih dari 400 ng/ml
adalah diagnostic untuk hepatoma.
 Kriteria radiologis dengan koinsidensi 2 cara imaging
(USG/CT SCAN/MRI/ANGIOGRAFI) lesi fokal > 2 cm
dengan hipervaskularisasi arterial. Gambaran mosaic, formasi
septum, bagian perifer sonolusen, bayangan kapsul yang

19
dibentuk pseudokapsul fibrotic serta penyengatan eko
posterior.
 Pemeriksaan status hepatitis HbSAg, HbeAg, VHB DNA
ALT dan anti HCV atau RNA HCV
- Dapat pula dilakukan terapi lain untuk menurunkan pertumbuhan
tumor seperti ablasi tumor perkutan (penggunaan asam poliprenoik
selama 12 bulan), TACE/ Trans arterial embolization atau chemo
embolization), dan imunoterapi

2) Sludge vesica fellea dengan suspek cholesistitis


 Gejala subjektif
Nyeri perut kanan atas
 Gejala objektif
Sklera dan kulit ikterik, suhu subfebris dan leukositosis.
Gambaran USG tampak sludge dan penebalan vesica fellea.
Kantung empedu yang berfungsi menampung dan memekatkan empedu
yang berfungsi untuk melarutkan kolesterol. Kolesterol yang tidak
terdispersi akibat jumlahnya yang terlalu banyak akan mudah menggumpal
membentuk kristal kolesterol monohidrat padat berupa endapan yang bila
menyatu akan membentuk batu empedu. Batu tersebut menyebabkan
distensi kandung empedu dan gangguan aliran darah dari limfe sehingga
bakteri komensal berkembangbiak menimbulkan inflamasi yang akan
memicu peningkatan leukosit.
 Penatalaksanaan
Diet rendah kolesterol
Urdahex 3x1
Ceftriaxon 2 x 1 gr IV
3) Anemia mikrositik hipokromik
 Gejala subjektif
Lemas dan cepat lelah

20
 Gejala objektif
- Konjungtiva anemis
- Penurunan Hb, hematocrit, MCV, MCH dan MCHC, dapat
disebabkan adanya penyakit kronis berupa TB paru dan kemungkinan
hepatoma yang diderita pasien. Pada penyakit kronis kerap terjadi anemia
yang ditandai dengan pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan
metabolism besi dan gangguan produksi eritrosit.

Merupakan bagian dari syndrome stress hematologic dimana terjadi


produksi sitokin yang berlebihan karena kerusakan jaringan akibat infeksi
atau inflamasi, sitokin tersebut menyebabkan sekuestrasi makrofag yang
akan mengikat lebih banyak besi dan meningkatkan destruksi eritrosit di
limfa dan menekan produksi eritropoesis di ginjal.

Dapat juga disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi makanan pada


pasien. Sebab dalam hemoglobin terdapat zat besi yang sumbernya berasal
dari makanan. Dimana sumber besi dalam makanan tersebut terbagi
menjadi besi heme yang terdapat dalam daging dan ikan memiliki tingkat
absorbs yang lebih tinggi serta non heme yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan.

 Penatalaksanaan
- Transfusi PRC 250 cc sebanyak 4 kolf
- Pemantauan tanda vital sebab dapat terjadi takikardi dan juga
peningkatan respirasi akibat penurunan suplai oksigen ke
jaringan
- Pemeriksaan kadar serum Fe dan TIBC untuk memastikan
dimana kemungkinannya serum Fe akan menurun karena
cadangan yang ada habis terpakai dan belum sempat diganti
sedangkan TIBC akan meningkat
4) Insufisiensi ginjal dengan massa ren dextra dan urolithiasis ren sinistra
 Gejala subjektif
Keluhan BAK sedikit, dapat merupakan akibat dari penurunan
fungsi filtrasi ginjal yang disebabkan oelh infiltrasi massa ginjal atau

21
adanya batu. Keberadaan massa dan batu ginjal tersebut juga dapat
menghambat aliran urin sehingga terjadi hidronefrosis.
 Gejala objektif
- Ballotement (+)
- Gambaran USG berupa ren dextra tampak besar, normoekoik,
disertai massa pada pol atas ukuran 3,78 x 2,16 cm dan
pelebaran kalises tanpa hipervaskular. Ren sinistra ukuran
besar, normoekoik, disertai pelebaran kalises dan gambaran
batu pada pelvis renis, ukuran 1,67 cm.
- Peningkatan ureum dan creatinin dimana ureum 118 dan
creatinin 2.66 yang menunjukkan tidak adekuatnya fungsi
filtrasi.
 Penatalaksanaan
- Pertimbangan hemodialisis sebab terdapat penurunan GFR
berat (stage 4: GFR 19-25) dimana hasil perhitungan GFR
pada pasien adalah 21 (dihitung dengan rumus Cockroft D.
- Pemberian furosemid
- Batasi asupan protein diet (0.8-1g/kg BB per hari)
- Batasi garam (1-2 g/hari) dan air kurang dari 1 liter perhari
- Pemeriksaan kadar elektrolit darah untuk mendeteksi adanya
gangguan seperti hiperkalemi dan sebagainya.

22
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

a) Anatomi, fisiologi dan histologi hepar

Gambar anatomi hepar . Diambil dari :

Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg


atau lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme
tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran
kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V
kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri.
Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal
sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. (Putz,2006)

Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagi lobulus


yaitu susunan heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral. Hati
memiliki bagian terkecil yang melakukan tugas diatas disebut sel hati
(hepatosit), sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-

23
sel parenkimal yang termasuk di dalamnya endotolium, sel kupffer dan sel stellata
yang berbentuk seperti bintang. (Putz,2006)

Darah vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan
kompleks yang dikenal sebagai sistem porta hati. Vena yang mengalir dari saluran
cerna tidak secara langsung menyatu pada vena cava inferior akan tetapi vena
vena dari lambung dan usus terlebih dahulu memasuki sistem vena porta. Pada
sistem ini produk-produk yang diserap dari saluran cerna untuk diolah, disimpan,
dan didetoksifikasi sebelum produk produk tersebut kembali ke sirkulasi besar.
Persarafan hepar dilakukan oleh N. simpatikus dari ganglion seliakus, berjalan
bersama pembuluh darah pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis. Serta
N. Vagus dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis mneyusuri kurvatura
minor gaster dalam omentum. (Putz,2006)
Organ ini penting untuk sekresi empedu, namun juga memiliki fungi lain
antara lain :

1. Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein setelah penyerapan dari


saluran pencernaan.
2. Detoksifikasi atau degradasi zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa
asing lainya.
3. Sintesis berbagai macam protein plasma mencakup untuk pembekuan
darah dan untuk mengangkut hormon tiroid, steroid, dan kolesterol.
4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5. Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati dan ginjal
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang sudah rusak
7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin.
b) Definisi

Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit


dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh
adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (cirrhosis). Massa tumor ini
berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar
maupun ekstrahepatik seperti pada metastase jauh. (Budihusodo,2007)

24
Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa yang
difus dan sulit dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena konsistensinya
yang tidak dapat dibedakan dengan jaringan hepar biasa. Massa ini dapat
mengganggu jalan dari saluran empedu maupun menyebabkan hipertensi portal
sehingga gejala klinis baru akan terlihat setelah massa menjadi besar. Tanpa
pengobatan yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian dalam 6 – 20
bulan.(Hermawan,2006)

c) Epidemiologi

Terdapat suatu distribusi geografik insiden hepatoma didunia. Szmuness telah


menggambarkan-nya secara skematik .Seperti terlihat pada gambar peta dunia diatas,
gambaran distribusi geografik hepatoma ternyata mirip dengan peta geografik
prevalensi infeksi virus hepatitis B didunia. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa
keduanya mungkin mempunyai hubungan kausal.(Linds,2006)

Insiden hepatoma nampak meningkat dibeberapa negara dalam 3 dokade


terakhir ini. Keterangan mengenai terjadinya peningkatan ini tidak jelas. Agaknya
terdapat kecenderungan paparan terhadap "environmental carcinogen" bertambah,
atau penderita sirosis hati lebih banyak yang hidup lebih tua.(Linds,2006)

Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang


endemik infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Rasio kasus
laki-laki dan perempuan dapat sampai delapan berbanding satu. Masih belum jelas
apakah hal ini disebabkan oleh lebih rentannya laki-laki terhadap timbulnya tumor
mungkin dihubungkan dengan faktor hormonal, atau karena laki-laki lebih banyak
terpajan oleh faktor risiko hepatoma seperti virus hepatitis dan alkohol.
(Hermawan,2006)

d) Etiologi

Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis


multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan proses
banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan gen terkait, mutasi
multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus

25
hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang
terkait dengan timbulnya hepatoma.(Lawrence,2008)

1. Virus hepatitis
 HBV
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma
terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental.
Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi
kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam
DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan gen
hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent)
menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati.
(Dienstag,2005)

 HCV
Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma pada
pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati
akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval antara saat transfusi
hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis
akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinfiamasi kronik dan sirosis
hati.(Dienstag,2005)

2. Aflatoksin
Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh
jamur Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan
karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk
ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1 menginduksi mutasi
pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.(Lawence,2008)

3. Pencemaran air minum

Dari hasil survei epidemiologi di China ditemukan pencemaran air


minum dan kejadian hepatoma berkaitan erat, di area insiden tinggi
hepatoma seperti kecamatan Qidong dan Haimen di propinsi Jiangshu,

26
Fuhuan di Guangxi, Shunde di Guangdong dll. menunjukkan peminum air
saluran perumahan, air kolam memiliki mortalitas hepatoma secara jelas lebih
tinggi dari peminum air sumur dalam. Dengan beralih ke minum air sumur
dalam, mortalitas hepatoma penduduk cenderung menurun. Algae biru hijau
dalam air saluran perumahan dan air kolam dianggap sebagai salah satu
karsinogen utama.(Kew,2002)

e) Faktor resiko

 Sirosis Hati
Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Otopsi pada pasien SH
mendapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC. Prediktor utama
hepatoma pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan kadar alfa feto
protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktifitas proliferasi sel hati.
(Kuma,2004)

 Obesitas
Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-
alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis
(NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat
berlanjut menjadi HCC.(Kuma,2004)

 Diabetes Melitus (DM)


DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik maupun
untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik
(NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan
insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial
untuk kanker.(Kuma,2004)

 Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat
alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC

27
melalui sirosis hati alkoholik. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent,
sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan risiko terjadinya HCC.
(Lawrence,2008)

 Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain yang
merupakan faktor risiko HCC namun lebih jarang dibicarakan/ditemukan, antara
lain : penyakit hati autoimun( hepatitis autoimun, sirosis bilier primer), penyakit
hati metabolik(hemokromatosis genetik, defisiensi antitripsin-alfa 1, penyakit
Wilson), kotrasepsi oral, senyawa kimia( thorotrast, vinil klorida, nitrosamin,
insektisida organoklorin, asam tanik), tembakau.(Lawrence,2008)
f) Patologi

Secara makroskopis biasanya tumor berwarna putih, padat kadang


nekrotik kehijauan atau hemoragik. Acap kali ditemukan trombus tumor di dalam
vena hepatika atau porta intrahepatik.(Kew,2002)

Pembagian atas tipe morfologisnya adalah: 1. ekspansif, dengan batas


yang jelas, 2. infilt menyebar/menjalar; 3. multifokal. Menurut WHO secara
histologik HCC dapat diklasifikasikan berdasa organisasi struktural sel tumor
sebagai berikut: 1). Trabekuli (sinusoidal), 2). Pseudoglandular (asiner), 3).
Kompak (padat), 4. Sirous. (Singgih,2006)

Karakteristik terpenting untuk memastikan HCC pada tumor; diameternya


lebih kecil dari 1,5 cm adalah bahwa sebagian besar tumor terdiri semata-mata
dari karsinoma yang berdiferensiasi baik, deng sedikit atipia selular atau
struktural. Bila tumor ini berproliferasi, berbagai variasi histologik beserta de-
diferensiasinya dapat terlihat di dalam nodul yang sama. Nodul kanker yang
berdiameter kurang dari satu cm seluruhnya terdiri dari jaringan kanker yang
berdiferensiasi baik. Bila diameter tumor antara 1 dan 3 cm, 40% dari nodulnya
terdiri atas lebih;| dari 2 jaringan kanker dengan derajat diferensiasi yang berbeda-
beda.(Singgih,2006)

28
29
Photomicrograph of a liver demonstrating hepatocellular carcinoma.

g) Patogenesis

30
Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus
berlanjut merupaka proses khas dari cirrhosis hepatic yang juga merupakan proses
dari pembentukan hepatoma walaupun pada pasien – pasien dengan hepatoma,
kelainan cirrhosis tidak selalu ada. Hal ini mungkin berhubungan dengan proses
replikasi DNA virus dari virus hepatitis yang juga memproduksi HBV X protein
yang tidak dapat bergabung dengan DNA sel hati, yang merupakan host dari
infeksi Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA
ini akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari sel hati dan
menyebabkan suatu perkembangan dari keganasan yang nantinya akan
mengahambat apoptosis dan meningkatkan proliferasi sel hati. Para ahli genetika
mencari gen – gen yang berubah dalam perkembangan sel hepatoma ini dan
didapatkan adanya mutasi dari gen p53, PIKCA, dan β-
Catenin. (Budihusodo,2007)

Sementara pada proses cirrhosis terjadi pembentukan nodul – nodul di


hepar, baik nodul regeneratif maupun nodul diplastik. Penelitian prospektif
menunjukan bahwa tidak ada progresi yang khusus dari nodul – nodul diatas yang
menuju kearah hepatoma tetapi, pada nodul displastik didapatkan bahwa nodul
yang terbentuk dari sel – sel yang kecil meningkatkan proses pembentukan
hepatoma. Sel sel kecil ini disebut sebagai stem cel dari hati. (Budihusodo,2007)

Sel – sel ini meregenrasi sel – sel hati yang rusak tetapi sel – sel ini juga
berkembang sendiri menjadi nodul – nodul yang ganas sebagai respons dari
adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh infeksi virus.nodul – nodul
inilah yang pada perkembangan lebih lanjut akan menjadi hepatoma.
(Dienstag,2005)

31
Manifestasi Klinis

 Hepatoma fase subklinis


Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien
yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan
melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya adalah dengan
gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik pencitraan terutama dengan
USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT atau MRI. Yang dimaksud
kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden
tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien
dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer.
(Rani,2006)

 Hepatoma fase klinis


Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi
utama yang sering ditemukan adalah: (Rani,2006)

(1) Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering dating
berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan

32
atas.
Nyeri umumnya bersifat tumpul( dullache) atau menusuk intermiten atau
kontinu, sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor
tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri
abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur
hepatoma.
(2) Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas
hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di
bawah arkus kostae berbenjol benjol; hepatoma segmen inferior lobus
kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arkus kostae kanan;
hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah prosesus xifoideus atau
massa di bawah arkus kostae kiri.
(3) Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan gangguan
fungsi hati.
(4) Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran
gastrointestinal, perut tidak bisa menerma makanan dalam jumlah banyak
karena terasa begah.
(5) Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan
berkurangnya masukan makanan dll, yang parah dapat sampai kakeksia.
(6) Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor,
jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai
menggigil.
(7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena
gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat karena
sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu
hingga timbul ikterus obstruktif.
(8) Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis ditemukan perut
membuncit dan pekak bergeser, sering disertai udem kedua tungkai.
(9) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu
belakang
kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi
sirosis

33
hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi,
venodilatasi
dinding abdomen dll. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis
paru,
tulang dan banyak organ lain
g) Diagnosis

I. Pemeriksaan laboratorium

1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus,
terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP dalam serum
hampir lenyap, dalam serum orang normal hanya terdapat sedikit sekali (< 25
ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Selain itu teratoma
testes atau ovarium serta beberapa tumor lain (seperti karsinoma gaster, paru dll.)
dalam serum pasien juga dapat ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian pasien
hepatitis akut kandungan AFP dalam serum mereka juga dapat meningkat.
(Hermawan,2006)

AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular.


Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L bertahan 2 bulan, tanpa
bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker embrional
kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat
lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai
untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus
menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan
kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah
turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor.
(Hermawan,2006)

Alpha- Interpretation
fetoprotein
(ng/mL)

>400-500 - HCC likely if accompanied by space-occupying solid lesion(s) in

34
cirrhotic liver or levels are rapidly increasing.
- Diffusely growing HCC, may be difficult to detect on imaging.
- Occasionally in patients with active liver disease (particularly HBV or
HCV infection) reflecting inflammation, regeneration, or
seroconversion

Normal value to - Frequent: Regeneration/inflammation (usually in patients with


<400 elevated transaminases and HCV) - Regeneration after partial
hepatectomy
- If a space-occupying lesion and transaminases are normal, suspicious
for HCC

Normal value Does not exclude HCC (cirrhotic and noncirrhotic liver).

Alpha- Interpretation
fetoprotein
(ng/mL)

>400-500 - HCC likely if accompanied by space-occupying solid lesion(s) in


cirrhotic liver or levels are rapidly increasing.
- Diffusely growing HCC, may be difficult to detect on imaging.
- Occasionally in patients with active liver disease (particularly HBV or
HCV infection) reflecting inflammation, regeneration, or
seroconversion

Normal value to - Frequent: Regeneration/inflammation (usually in patients with


<400 elevated transaminases and HCV) - Regeneration after partial
hepatectomy
- If a space-occupying lesion and transaminases are normal, suspicious
for HCC

Normal value Does not exclude HCC (cirrhotic and noncirrhotic liver)

2. Petanda tumor lainnya

35
Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk
diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus
dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan
adalah: des-gama karboksi protrombin (DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-
glutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9, antitripsin, feritin, CEA, dll.
(Kew,2002)

3. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B


Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan latar
belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi hati, petanda
hepatitis B atau hepatitis C positif, artinya terdapat dasar penyakit hati untuk
hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis.(Kuma,2004)

II. Pemeriksaan pencitraan

l. Ultrasonografi (USG)

USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis


hepatoma. Ke-gunaan dari USG dapat dirangkum sebagai berikut: memastikan
ada tidaknya lesi pe-nempat ruang dalam hati; dapat dilakukan penapisan
gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode diagnosis penapisan awal untuk
hepatoma; mengindikasikan sifat lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi
cairan dari yang padat; membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh
darah penting dalam hati, berguna dalam meng-arahkan prosedur operasi;
membantu memahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma dalam hati dan jaringan
organ sekitarnya, memperlihatkan ada tidaknya trombus tumor dalam
percabangan vena porta intrahepatik; di bawah panduan USG dapat dilakukan
biopsy. (Desen,2008)

36
2. CT

CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis


lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis,
menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya
dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah
penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin dapat
dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika
disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada
waktu ini CT-lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm.(Desen,2008)

3. MRI

MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat


kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah
dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur internal
jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas aneka

37
terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil
kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%(Desen,2008)

4. Angiografi arteri hepatika

Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode kateterisasi arteri


femoralis perkutan untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri
hepatika selektif atau supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting
dalam diagnosis hepatoma. Namun karena metode ini tergolong invasif,
penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak kurang baik, dewasa
ini indikasinya adalah: klinis suspek hepatoma atau AFP positif tapi hasil
pencitraan lain negatif hasilnya; berbagai teknik pencitraan noninvasif sulit
menentukan sifat lesi penempat ruang tersebut.(Singgih,2006)

5. Tomografi emisi positron (PET)

Dewasa ini diagnosis terhadap hepatoma masih kurang ideal, namun


karsinoma kolangioselular dan karsinoma hepatoselular berdiferensiasi buruk
memiliki daya ambil terhadap 18F-FDG yang relatif kuat, maka pada pencitraan
PET tampak sebagai lesi metabolisme tinggi.(Singgih,2006)

III. Pemeriksaan lainnya

Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi


kelenjar limfe supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam
asites, perito-neoskopi dll. juga mempunyai nilai tertentu pada diagnosis
hepatoma primer.(Desen,2008)

Prinsip diagnosis hepatoma

38
Untuk pasien yang dicurigai hepatoma atau lesi penempat ruang dalam
hati yang tak dapat menyingkirkan hepatoma, semua harus diupayakan kejelasan
diagnosisnya dalam waktu sesingkat mungkin. Teknik pemeriksaan pencitraan
modern tidak dapat dilewatkan, biasanya dimulai dengan pemeriksaan noninvasif,
bila perlu barulah dilakukan pemeriksaan invasif. Untuk kasus yang dengan
berbagai pemeriksaan masih belum jelas diagnosisnya, harus dipantau
ditindaklanjuti secaraketat, bila perlu pertim-bangkan laparotomi eksploratif.
(Kuma,2004)

SISTEM STAGING

Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-


kelompok yang prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis, biokimiawi
dan radiologis pilihan yang tersedia. Sistem staging yang ideal seharusnya juga
mencantumkan penilaian ekstensi tumor, derajat gangguan fungsi hati, keadaan
umum pasien serta keefektifan terapi. Sebagian besar pasien HCC adalah pasien
sirosis yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak digunakan
untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis adalah
sistem klasifikasi Child-ltorcotte-Pugh, tetapi sistem ini tidak ditujukan untuk
penilaian staging HCC. Beberapa sistem yang dapat dipakai untuk staging HCC
adalah: (Lawrence,2008)

• Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System


• Okuda Staging System
• Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Scoring System
• Chinese University Prognostic Index (CUPI)
• Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System

39
Standar diagnosis

Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China


telah menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma
primer. (Dienstag,2005)

1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.

(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
repro-duksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati
mem-besar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan
menun-jukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingldrkan kehamilan, tumor embrional sistem
reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat
dua jenis pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang
karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGT-
II, AFU, CA19-9, dll.) positif serta satu pemeriksaan pencitraan
menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.

40
(3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi
metastatik ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau
di dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat meny ing-kirkan hepatoma
metastatik
2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer

la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa metastasis
kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.

Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di separuh
hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun
jauh; Child A.

Ha : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di separuh
hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan < 5 cm, di kedua belahan hati
kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal
ataupun jauh; Child A.

lib : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh
hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan > 5 cm, di kedua belahan
hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe
peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor di percabangan vena
portal, vena hepatik atau saluran empedu dan/atau Child B.

Ilia : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena
porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh,
salah satu daripadanya; Child A atau B.

Illb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.

41
h) Diagnosis banding

1. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP positif

Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor


embrional kelenjar reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan
hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian AFP. Pada tumor embrional kelenjar
reproduktif, terdapat gejala klinis dan tanda fisik tumor bersangkutan, umumnya
tidak sulit dibedakan; kanker gaster, kanker pankreas dengan metastasis hati.
Kanker gaster, kanker pankreas kadang kala disertai peninggian AFP, tapi
konsentrasinya umumnya relatif; rendah, dan tanpa latar belakang penyakit : hati,
USG dan CT serta pemeriksaan minum barium dan pencitraan lain sering kali
dapat memperjelas diagnosis. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian
AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan
hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang dalam hati, selain
secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP, memonitor perubahan ALT
dan AFP. (Rani,2006)

2. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP negatif

42
Hemangioma hati. Hemangioma kecil paling sulit dibedakan dari
hepatoma kecil dengan AFP negatif, hemangioma umumnya pada wanita, riwayat
penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang hepatitis dan
sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, CT tunda, MRI dapat membantu
diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat kanker primer, zat
petanda hepatitis umumnya negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar
dengan ukuran bervariasi. Pada abses hati, terdapat riwayat demam, takut dingin
dan tanda radang lain, pencitraan menemukan di dalam lesi terdapat likuidasi atau
nekrosis. Pada hidatidosis hati, kista hati, riwayat penyakit panjang, tanpa riwayat
penyakit hati, umumnya kondisinya baik, massa besar dan fungsi hati umumnya
baik, zat petanda hepatitis negatif, pencitraan menemukan lesi bersifat cair
penempat ruang, dinding kista tipis, sering disertai ginjal polikistik. Adenoma
hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahun-tahun,
tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif, CT tunda
dapat membedakan. Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik dll.
sering cukup sulit dibedakan dari hepatoma primer (Rani,2006)

i) Penatalaksanaan

Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif,
terapi gabungan, dan terapi berulang. Terapi dini efektif. Semakin dini diterapi,
semakin baik hasil terapi terhadap rumor. Untuk hepatoma kecil pasca reseksi 5
tahun survivalnya adalah 50-60%, sedangkan hepatoma besar hanya sekitar 20%.
(Budihusodo,2007)

Terapi operasi

Indikasi operasi eksploratif: tumor mungkin resektabel atau masih ada


kemung-kinan tindakan operasi paliatif selain reseksi; fungsi hati baik,
diperkirakan tahan operasi; tanpa kontraindikasi operasi. Kontraindikasi operasi
eksploratif: umumnya pasien dengan sirosis hati berat, insufisiensi hati disertai
ikterus, asites; pembuluh utama vena porta mengandung trombus kanker;
rudapaksa serius jantung, paru, ginjal dan organ vital lain, diperkirakan tak tahan
operasi.(Budihusodo,2007)

43
1. Metode hepatektomi.

Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini.


Survival 5 tahun pasca operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati (< 5
cm) dapat mencapai 50-60%. Hepatektomi beraruran adalah sebelum insisi hati
dilakukan diseksi, me-mutus aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen)
terkait, kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen, subsegmen)
tersebut dilakukan reseksi jaringan hati. Hepatektomi tak beraruran tidak perlu
mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh dalam hati, tapi hanya perlu
ber-jarak 2-3cm dari tepi tumor, mereseksi jaringan hati dan percabangan
pembuluh darah dan saluran empedu yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya
mencakup tumor dan jaringan hati sekitarnya. Pada kasus dengan sirosis hati,
obstruksi porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15 menit, bila perlu dapat
diobstruksi berulang kali.(Linda,2006)

Hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukan eksplorasi bedah


ternyata tumor tak dapat direseksi. sesudah diberikan terapi gabungan. tumor
mengecil, dilakukan laparotomi lagi dan dapat dilakukan
reseksi(Budihusodo,2007)

2. Transplantasi hati

Dewasa ini, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun biayanya
tinggi,donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat imunosupresan anti
rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebih cepat dan bermetastasis. hasil terapi
kurang baik untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut. Umumnya berpendapat
mikrohepatoma stadium dini dengan sirosis berat merupakan indikasi lebih baik
untuk transplantasi hati.(Budihusodo,2007)

3. Terapi operatif nonreseksi

Misalnya, pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau alasan lain tidak
dapat dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif nonreseksi,
mencakup: injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi
embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui kateter vena porta saat operasi; ligasi

44
arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi
radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi
tinggi saat operasi; injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi(Rani,2006)

Terapi lokal

Terapi lokal terdiri atas dua jenis terapi, yaitu terapi ablatif lokal dan
injeksi obat intratumor. (Rani,2006)

1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)

Ini adalah metode ablasi lokal yang [paling sering dipakai dan efektif
dewasa ini. Elektroda RFA ditusukkan ke dalam tumor melepaskan energi
radiofrekuensi, hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatif panas,
denaturasi, jadi secara selektif mem-bunuh jaringan tumor. Satu kali RFA meng-
hasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi
tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif. RFA perkutan memiliki keunggulan
mikroinvasif, aman, efektif, sedikit komplikasi. mudah di-ulangi dll. sehingga
mendapat perhatian luas untuk terapi hepatoma.(Rai,2006)

2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan

Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati


perkutan, ke dalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Sehubungan dengan
pengaruh dari luas pe-nyebaran alkohol absolut dalam tumor hati dan dosis
toleransi tubuh manusia, maka sulit mencapai efek terapi ideal terhadap hepatoma
besar, penggunaannya umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai direseksi
atau terapi adjuvan pasca kemoembolisasi arteri hepatik. Meskipun hepatoma
kecil tapi suntikan hams berulang kali di banyak titik barulah dapat membuat
kanker nekrosis memadai.(Rani,2006)

Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan

Kemoembolisasi arteri hepatik transkateter (TAE, TACE) merupakan cara


terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang
tidak sesuai dioperasi reseksi. Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang

45
tak dapat direseksi; tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi;
hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi; pasca reseksi hepatoma, suspek
terdapat residif, dll. Sedangkan bila volume tumor lebih dari 70% parenkim hati,
fungsi hati terganggu berat, kondisi umum buruk, diperkirakan tak tahan terapi,
semua iru merupakan kontraindikasi kemoembolisasi arteri hepatik.
(Lawrence,2008)

Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah


embolisasi arteri hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan
jaringan hati normal mendapat pasokan darah terutama dari vena porta sehingga
efek terhadap fungsi hati secara keseluruhan relatif kecil. Pasca kemoembolisasi
arteri hepatik survival 1 tahun pasien hepatoma adalah 44-66,9%, lama ketahanan
hidup rata-rata 8-10 bulan. Tapi terapi itu bersifat paliatif, terapi intervensi
berulang kali pun sulit secara total membasmi semua sel kanker, efek terapi
jangka panjang belum memuaskan, selain juga mencederai rungsi hati. Oleh
karena itu setelah dengan terapi intervensi hepatoma mengecil hingga batas
tertentu, harus diupayakan memanfaatkan peluang reseksi bedah 2 tahap untuk
mencapai terapi kuratif. Pasca reseksi hepatoma 3-4 minggu, bila ditunjang
dengan kemoembolisasi arteri hepatik dapat membasmi lesi yang mungkin residif
dalam hati, menurunkan rekurensi pasca operasi, meningkatkan survival.
(Kew,2002)

Terapi Paliatif

Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut


(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. TAE/ TACE
dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi
hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa
invasi vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara
radikal. Sebaliknya bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C),
serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat.
(Daen,2008)

46
Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak resektabel seperti
imunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid,
radiasi internal, kemoterapi arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian
lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian yang meyakinkan.(Singih,2006)

Prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh stadium tumor pada saat
diagnosis, status kesehatan pasien, fungsi sintesis hati dan manfaat
terapi(Dean,2008)

. Studi oleh Ramacciato dkk. mendapatkan angka harapan hidup 5 - tahun


pada stadium I berdasarkan sistem TNM yang baru dengan 3 subkategori ukuran
tumor :

 < 2 cm68.2 %

 2-5 cm70.7%

 > 5 cm75.8%

47
BAB IV

KESIMPULAN

Sebagian besar HCC terjadi pada sirosis hati yang disebabkan oleh faktor
risiko yang sudah dikenal dan dapat dicegah (HBV, HCV, alkohol, dan NASH).
Infeksi HBV dan HCV adalah penyebab terpenting HCC. Faktor lingkungan
seperti aflatoksin ikut berperan dalam proses transformasi pada patogenesis
molekular HCC. Semakin banyak bukti bahwa obesitas dan diabetes melitus
adalah faktor risiko untuk HCC.

Sebagian besar kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang


besar/ganda dan penyakit hati yang lanjut serta ketiadaan atau ketidakmampuan
penerapan terapi yang berpotensi kuratif (reseksi, transplantasi dan PEI). USG
abdomen secara periodik merupakan cara terbaik untuk surveilans HCC, namun
belum jelas pengaruh surveillance terhadap mortalitas spesifik-penyakit. Stadium
tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati dan intervensi spesifik
mempengaruhi prognosis. Diagnosis dini merupakan masalah yang besar,
umumnya penderita datang ter-lambat sehingga alternatif pengobatan men-jadi
sangat sedikit dan kurang bermanfaat.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Budihusodo U. Karsinoma Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.


Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, 2007.

2. Hermawan G. Hepatoma. Bed Side Teaching Ilmu Penyakit Dalam.


Surakarta: Sebelas Maret University Press, 2006. 6-7.

3. Linds et h, Gle nda N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan


Pankreas. Editor: Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson dalam Buku
Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Volume 1 edisi 6.
Jakarta: EGC

4. Putz, R dan R. Pabs t. 2006 .  Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 edisi
22. Jakarta : EGC

5. Dienstag LJ, Isselbacher JK. Carcinomas of The Liver in Harrison’s


Principles of Internal Medicine. 16th ed. McGraw-Hill: New York, 2005.

6. Lawrence S, Friedman. Hepatocellular Carcinoma in Current medical


Diagnosis & Treatment. USA: McGraw-Hill, 2008.

7. Kew CM. Hepatic Tumors and Cysts in Feldman: Sleisenger & Fordtran’s
Gastrointestinal and liver disease 7th ed. London: Elsevier, 2002.

8. Kumar P, Clark M. Liver Tumours in Clinical Medicine 6th ed. London:


Elsevier, 2004.

49
9. Rani AA, Sugondo S, Wijaya IP, dkk. Hepatoma. Panduan Pelayanan
Medik PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, 2006.
10. Desen, Wa n. 2008. Tumor Abdomen. Dalam Buku Ajar Onkologi Klinik
edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

11. Singgih B., Datau E.A., 2006,  Hepatoma dan Sindrom Hepator enal.
Jacobson R.D., 2009. Hepatocelluler Carcinoma. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/369226- overview

50

Anda mungkin juga menyukai