Herpes Zoster
Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Hannah Kiati Damar, SpKK
KEPANITERAAN KLINIK
1
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Usia : 21 tahun
Alamat : Binong
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
No. MR : 5 0 - 0 6 - 92
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 26
Mei 2019 pukul 14.50 WIB di poli kulit dan kelamin Rumah Sakit
Umum Siloam Karawaci.
Keluhan Utama
Timbul lepuh disertai bercak kemerahan yang disertai rasa
nyeri di perut kanan sampai punggung kanan sejak 12 hari sebelum
masuk rumah sakit.
Riwayat Alergi
Pasien mengaku memiliki alergi terhadap seafood pada waktu
kecil. Alergi belum pernah kambuh lagi selama kurang lebih 7
tahun terakhir.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa.
Kedua kakak pasien pernah mengalami cacar air pada waktu kecil.
Riwayat diabetes melitus, hipertensi, kolesterol, asam urat dan
keganasan pada keluarga pasien juga disangkal. Menurut pasien,
kakak pasien memiliki alergi terhadap debu.
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah berobat ke puskesmas 12 hari yang lalu
untuk keluhannya sekarang. Pasien mengaku dibekali obat
Acyclovir 400 mg untuk diminum 3x2 kali sehari selama 7 hari.
Pasien juga diberi Paracetamol 500 mg untuk diminum 3x sehari,
untuk mengatasi nyeri. Pasien tidak memiliki riwayat konsumsi
obat yang rutin.
Riwayat Vaksinasi
Pasien mengaku belum pernah vaksinasi cacar air.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 18 x/menit
Suhu : 36.5 o C
Status Generalis
Kepala : Normocephal, bekas luka atau bekas operasi (-),
Gigi dan Mulut : Mukosa mulut lembab, gigi utuh, lidah normal,
Thoraks :
Inspeksi : dalam batas normal
Paru-paru: dalam batas normal
Jantung: dalam batas normal
Abdomen :
Inspeksi : lihat pada status dermatologis
Perkusi : dalam batas normal
Palpasi : dalam batas normal
Auskultasi : dalam batas normal
Ekstremitas Atas : Akral hangat, CRT < 2 detik, pallor (+), edema (-), onikolisis
(-)
Ekstremitas Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, pallor (+), edema (-),
onikolisis (-)
Status Dermatologis
RESUME
Pasien laki-laki berusia 21 tahun datang dengan keluhan
timbulnya lepuh beserta bercak-cercak kemerahan disertai nyeri
pada bagian perut kanan hingga punggung kanan sejak 12 hari
sebelum masuk rumah sakit. Lesi pertama kali muncul berupa
bercak kemerahan pada sisi kanan depan perut yang disertai
dengan nyeri dengan karakteristik perih terlebih saat disentuh.
Keesokan harinya, muncul tonjolan-tonjolan pada lepuh yang
berisikan cairan jernih. 24 jam kemudian, bercak-bercak merah
mulai menyebar ke arah punggung. 2 hari kemudian, lepuh pada
bagian perut tersebut mulai tampak keruh dan sekitar 1 minggu
lalu, lepuh mulai pecah dan tertutup cairan mengering. . Nyeri
dirasakan seperti pegal, hanya pada daerah yang timbul lepuh
dan bercak kemerahan, tidak ada penjalaran. Nyeri diperparah
dengan sentuhan.
DIAGNOSIS
A. Diagnosis Kerja : Herpes Zoster
B. Diagnosis Banding : Dermatitis venenata, varisela, herpes simpleks,
impetigo, pemphigus bulosa, pemphigus vulgaris
TATALAKSANA
A. Non-Medikamentosa:
Menjaga kebersihan tangan
PROGNOSIS
A. Quo Ad Vitam : bonam
B. Quo Ad Functionam : bonam
DEFINISI
Herpes zoster atau shingles adalah manifestasi klinis neurokutan
yang disebabkan oleh reaktivasi dari infeksi varisela (chicken pox) yang
laten. Penyakit ini bersifat akut dan self-limiting pada pasien yang
imunokompeten.1,2
Virus varisela zoster (VVZ) berdiam secara laten pada ganglion saraf
kranialis atau ganglion spinalis, dengan penyebaran virus pada saraf sensoris ke
dermatom2. Seseorang dengan riwayat varisela memiliki 20% hingga 30%
kemungkinan untuk mengalami insidensi herpes zoster.1Penyakit ini
memiliki manifestasi klinis berupa erupsi vesikular berkelompok dengan
dasar eritematosa, yang disertai nyeri radikular yang umumnya terbatas
pada satu dermatom dan bersifat unilateral. 2,3
ETIOLOGI
Virus yang menyebabkan nyakit ini adalah virus varisela-zoster
(VVZ) yang merupakan bagian dari famili Herpesviridae. Struktur dari
virus yakni memiliki karakteristik nukleokapsid ikosahedral, dengan inti
DNA untai ganda (diameter: 150-200 mm). Virus ini, apabila individu
seronegatif mengalami infeksi primer, akan menyebabkan manifestasi
klinis berupa varisela zoster, dan pada reaktivasi akan menyebabkan
herpes zoster. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penyakit ini
didapatkan akibat kontak dengan orang yang sedang terkena penyakit
varisela atau herpes zoster. 4.5
EPIDEMIOLOGI
Insidensi herpes zoster terjadi setiap tahunnya tanpa adanya
prevalensi musiman. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kawai, et
al. Pada tahun 2014, insidensi herpes zoster cenderung meningkat di
seluruh dunia, pada seluruh kelompok usia. Lebih dari 90% orang dewasa
yang telah terinfeksi oleh VVZ berisiko terkena herpes zoster. Pada data
yang
dikumpulkan oleh Yawn, et.al pada tahun 2013, rata-rata penderita herpes
zoster berusia 59.4 tahun, dengan 68% kasus terjadi pada individu berusia
50 tahun keatas.6 Pada penelitian yang dilakukan oleh Kalman, et al.
Didapatkan bahwa insidensi berdasarkan distribusi usia memiliki dua
frekuensi puncak, yakni pada pasien berusia 20-29tahun dan 60-69
tahun.7 Tidak banyak data mengenai epidemiologi herpes zoster di
Indonesia. Dalam buku Herpes Zoster FK UI, disebutkan bahwa terdapat
total 2232 pasien herpes zoster di 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia
dalam periode 2011-2013. Puncak kasus herpes zoster terjadi pada usia
45-64 tahun, yakni sebanyak 851 kasus (37,95%). 3
Insidensi penularan oleh individu yang menderita herpes zoster
rendah, namun dilaporkan ada 15% resiko menularkan Virus Varisela
Zoster (VVZ) melalui kontak langsung dengan pasien seronegatif dan
seropositif. Pada kontak dengan pasien seronegatif, maka kontak tersebut
akan terkena infeksi primer berupa varisela (cacar air/ chicken pox),
kemudian virus bermigrasi dari lesi kulit menuju ke ganglia saraf
sensorik spinalis dan kranialis melalui akson saraf serta menjadi dorman.
Jika kontak dengan pasien seropositif, dapat terjadi transmisi yang
menyebabkan manifestasi dari herpes zoster. 8,9
Hope-Simpson pada tahun 1965 pertama kali mempostulasikan
bahwa paparan ulang terhadap VVZ dapat mencegah reaktivasi VVZ.
Vaksinasi terhadap varisela dapat memberikan 2 dampak terhadap
epidemiologi herpes zoster. Pertama, populasi orang dewasa yang
membawa VVZ liar yang dorman akan lebih sedikit. Kedua, orang
dewasa dengan VVZ dorman akan lebih sedikit berkontak dengan anak-
anak yang terkena varisela, sehingga kemungkinan reaktivasi semakin
kecil. Beberapa penelitian yang dilakukan di Amerika melaporkan adanya
peningkatan insidensi herpes zoster post- era vaksinasi varisela, namun
penelitian yang dilakukan oleh Leung et al, Hales et al, dan Yawn et al
menemukan bahwa rasio insidensi terus meningkat sebelum dan sesudah
era vaksinasi, sehingga disimpulkan bahwa peningkatan insidensi bukan
akibat dari program vaksinasi.10
PATOFISIOLOGI
Infeksi primer oleh virus varisela-zoster (VVZ) menyebabkan
penyakit varisela zoster (cacar air/chicken pox). Pada perjalanan penyakit
varisela zoster, terjadi viremia secara hematogen, dan manifestasi dari
penyakit varisela mulai muncul. Setelah fase tersebut berakhir, fase
penyembuhan terjadi dimana terjadi pemulihan gejala penyakit varisela.
VVZ berpindah dari lesi di kulit ke ujung serabut saraf sensorik,
kemudian menuji ke ganglion dorsalis spinalis dan kranialis, dan tetap
dorman disana sampai terjadinya reaktivasi. Reaktivasi ini disebabkan
oleh menurunnya aktivitas imun pada tubuh pasien. Penyebab dari
turunnya sistem imunitas tubuh adalah usia, status imunokompromais,
kondisi komorbid seperti gagal ginjal kronis, serta stres.2, 13
Pada saat imunitas rendah inilah virus akan bereplikasi dan
menyebar di dalam ganglion, yang menyebabkan nekrosis neuronal dan
inflamasi. Proses ini biasanya disertai neuralgia. Kemudian VVZ
menyebar ke saraf sensoris, menyebabkan neuritis hebat, dan dilepaskan
dari ujung serabut saraf sensorik di kulit sehingga memunculkan lesi kulit
dengan karakteristik vesikel zoster berkelompok (herpetiformis). Herpes
zoster paling sering terjadi di satu dermatom. Dermatom yang biasanya
diserang adalah dermatom dimana ruam varisela memiliki densitas paling
tinggi, yaitu dermatom yang diinervasi oleh divisi oftalmik dari saraf
trigeminal dan ganglion saraf sensorik dari T1 - L2. Kadang-kadang virus
ini juga menyerang ganglion anterior bagian motorik kranialis sehingga
memberikan gejala-gejala gangguan motorik, seperti kelumpuhan lokal.
Apabila terjadi penyebaran VVZ dalam sistem saraf pusat , dapat
menyebabkan meningoensefalitis, namun insidensinya sangat rendah.4,8
Pasien memiliki riwayat penyakit cacar air pada saat usia SD.
Usia pasien 21 tahun dimana pada penelitian yang dilakukan Kalman, et
al memiliki jumlah insidensi tinggi. Adapun penyebab dari menurunnya
sistem imun pada pasien adalah stres secara fisik dan psikologis.
GEJALA KLINIS
Gejala prodromal pada herpes zoster biasanya terjadi selama 1-10
hari, sebelum munculnya lesi pada kulit. Gejala tersebut biasanya berupa
sensasi abnormal seperti kesemutan atau nyeri otot lokal, nyeri tulang,
pegal, paresthesia sepanjang dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan
sampai berat. Nyeri dapat menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark jantung,
nyeri duodenum, kolesistitis, kolik ginjal atau empedu, dan apendisitis.
Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam, dan malaise juga dapat
dijumpai. Ada juga insidensi dimana pasien mengalami neuralgia akut
tanpa diikuti erupsi kulit, disebut zoster sine herpete.1,5,8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENATALAKSANAAN
PENCEGAHAN
Pencegahan dengan melakukan vaksinasi booster varisela
untuk usia 60 tahun keatas. Pemberian vaksin herpes zoster dapat
menurunkan insidensi herpes zoster dan insidensi komplikasi NPH.
Efektivitas vaksin dipengaruhi oleh faktor usia penerima, vaksin
memberikan hasil lebih baik pada kelompok usia lebih muda (60 –
69 tahun) dibandingkan dengan kelompok usia 70 tahun atau lebih.
Adapun efek samping yang sering ditemukan bersifat lokal pada
lokasi penyuntikan, seperti eritema, nyeri, bengkak, dan gatal.9,14,18
PROGNOSIS
Herpes zoster pada individu imunokompeten tanpa disertai
komplikasi mempunyai prognosis yang pada umumnya sangat baik.
Sedangkan pada individu imunokompromais, angka morbiditas dan
mortalitasnya signifikan. Dalam kasus ini, dengan menghilangkan
semua lesi yang ada, penyakit ini tidak atau jarang residif. 2
Daftar Pustaka
1. Straus S, Oxman M, Schmader K. Varicella and Herpes Zoster. In: Wolff, Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchfrest BA, Paller AS K, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. 9th ed. USA: McGraw-Hill Companies, Inc.; 2012. p. 2384–400.
2. Soutor C, Hordinsky M. Clinical Dermatology. 1th ed. New York: McGraw-Hill;
2013.
3. Menaldi, S. (2017). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Buchbinder SP, Katz MH, Hessol NA, et al. Herpes zoster and human
immunodeficiency virus infection. J Infect Dis 1992; 166:1153.
5. CDC. Shingles (Herpes Zoster). https://www.cdc.gov/shingles/. Updated August
19, 2016.
6. Kawai . Systematic review of incidence
and complications of herpes zoster:
towards a global perspective. BMJ Open Access 2013; 1:1
7. Kalman. Herpes Zoster and Zosteriform Herpes Simplex Virus Infections in
lmmunocompetent Adults. 1986. 1;1
8. Veenstra J, Krol A, van Praag RM, et al. Herpes zoster, immunological
deterioration and disease progression in HIV-1 infection. AIDS 1995; 9:1153.
9. Blennow O, Fjaertoft G, Winiarski J, et al. Varicella-zoster reactivation after
allogeneic stem cell transplantation without routine prophylaxis--the incidence
remains high. Biol Blood Marrow Transplant 2014; 20:1646.
10. Yawn; THE GLOBAL EPIDEMIOLOGY OF HERPES
ZOSTER; 2013; 1:1
11. Antonelli MA, Moreland LW, Brick JE. Herpes zoster in patients with rheumatoid
arthritis treated with weekly, low-dose methotrexate. Am J Med 1991; 90:295.
12. Shingles – Knowledge for medical students and physicians [Internet].
Amboss.com. 2019 [cited 29 April 2019]. Available from:
https://www.amboss.com/us/knowledge/Shingles
13. Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Lameson JL, Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2015:
p. 1183.
14. Gilden D, Cohrs RJ, Mahalingam R, Nagel MA. Varicella Zoster Virus
Vasculopathies : Diverse Clinical Manifestations , Laboratory Features , 25
Pathogenesis , and Treatment. Lancet Neurol. 2009;8:731–40.
15. Helm TN. Allergic Contact Dermatitis [Internet]. Medscape. 2019 [cited 2019 May
5]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1049216-clinical#b1
16. Zeina B. Pemphigus Vulgaris [Internet]. Medscape. 2018 [cited 2019 May 5].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1049216-clinical#b1
17. Klompas M, Kulldorff M, Vilk Y, Bialek SR, Harpaz R. Herpes Zoster and
Postherpetic Neuralgia Surveillance Using Structured Electronic Data. Mayo Clin
Proc. 2011;86:1146–53.
18. Fashner J, Joseph S, Medicine F, Program R, Bend S, Bell IAL, et al. Herpes Zoster
and Postherpetic Neuralgia: Prevention and Management. Am Fam Physician.
2011;83:1432–7. 17. Hales C, Harpaz R, Ortega-Sanchez I, Bialek S. Update on
Recommendations for Use of Herpes Zoster Vaccine. Morb Mortal Wkly Rep.
2014;63:729–31.