Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

“UPAYA PENCEGAHAN DAN TATALAKSANA

PERDARAHAN POSTPARTUM DI FASILITAS KESEHATAN PRIMER”

Disusun oleh:
dr. Hanna Immanuela

Pendamping:
dr. Ayi Irma Marliana

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS MALINGPING
NOVEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmatNya untuk menyelesaikan laporan kasus ini. Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu
syarat dalam penyelesaian Program Internship Dokter Indonesia. Laporan kasus ini dapat
terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada:

1. dr. Ayi Irma Marliana, selaku pendamping utama Dokter Internship di Puskesmas
Malingping yang telah memberikan arahan dan dukungan dalam pengerjaan laporan
kasus ini.
2. dr. Riana Regina Gonggalang, selaku pendamping lapangan Dokter Internship di
Puskesmas Malingping yang telah memberikan bimbingan dalam kegiatan harian.
3. Bapak Juju Suardi, SKM, M.M.Kes, selaku Kepala Puskesmas Malingping yang telah
memberikan kesempatan untuk belajar di Puskesmas Malingping.
4. Bd. Euis, selaku Pemegang Program KIA-KB Puskesmas Malingping yang telah
memberikan data dalam pengerjaan laporan kasus ini.
5. dr. Budi Mulyanto, selaku Kabid SDK, Farmasi dan POM Dinas Kesehatan Kabupaten
Lebak yang telah membimbing Dokter Internship.
6. Yeni Srimulyani.,S.Kep,Ners, selaku Kasi SDMK dan SIK Dinas Kesehatan
Kabupaten Lebak yang telah memberi arahan kepada Dokter Internship.
7. Pasien yang telah ikut berpartisipasi dalam laporan kasus ini.
8. Orangtua, keluarga serta teman-teman Dokter Internship yang telah memberikan
dukungan dan doa dalam penyelesaian laporan kasus ini.

Saya berharap hasil laporan kasus ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan seluruh pihak
terkait.

Malingping, Oktober 2020

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN

“UPAYA PENCEGAHAN DAN TATALAKSANA PERDARAHAN POSTPARTUM


DI FASILITAS KESEHATAN PRIMER”

LAPORAN KASUS

HANNA IMMANUELA

Lembar ini menyatakan bahwa kami telah memeriksa salinan laporan kasus hasil karya
penulis dengan nama di atas dan menyatakan telah lengkap dan memuaskan dalam segala
aspek untuk diajukan dalam presentasi laporan kasus.

Malingping, Oktober 2020

Kepala Puskesmas Malingping Dokter Pendamping

Juju Suardi, SKM, M.M.Kes dr. Ayi Irma Marliana


NIP: 196405111988031007 NIP: 198203142014122001

Dokter Pelaksana Puskesmas Penulis

dr. Riana Regina Gonggalang dr. Hanna Immanuela


NIP: 198312302010012007

3
DAFTAR ISI

Halaman Judul………………………………………………………………………1
Kata Pengantar……………………………………………………………………... 2
Lembar Pengesahan…………………………………………………………………3
Daftar Isi…………………………………………………………………………….4

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….. 5
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………. 6
1.3 Tujuan Laporan Kasus…………………………………………………….. 6
1.4 Manfaat Laporan Kasus……………………………………………………. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERDARAHAN POSTPARTUM


2.1 Definisi……………………………………………………………………...8
2.2 Klasifikasi………………………………………………………………….. 8
2.3 Etiologi ……………………………………………………………………..8
2.4 Faktor Risiko……………………………………….……………………….9
2.5 Diagnosis…………………………………………………………………..13
2.6 Tatalaksana………………………………………………………………...16
2.7 Komplikasi…………………………………………………………………24

BAB III LAPORAN KASUS……………………………………………………..25

BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………30
3.2 Saran………………………………………………………………………..30

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..32
LAMPIRAN……………………………………………………………………….33

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan postpartum merupakan penyebab terbesar kematian ibu di seluruh
dunia. WHO memperkirakan 140.000 wanita meninggal setiap tahunnya atau sama
dengan 1 wanita meninggal setiap 4 menit akibat perdarahan postpartum.1
Salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan angka
kematian ibu (AKI). AKI merupakan salah satu indikator untuk melihat keberhasilan
upaya kesehatan ibu. AKI adalah rasio kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan
dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau pengelolaannya
tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh di setiap 100.000
kelahiran hidup. Selain untuk menilai program kesehatan ibu, indikator ini juga mampu
menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan
pelayanan kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas.2
Penyebab AKI dibedakan dari penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab
langsung disebabkan oleh anatomi ibu sendiri sedangkan penyebab tidak langsung
dipengaruhi oleh faktor eksternal. Perdarahan postpartum menduduki peringkat
pertama dalam menyumbangkan angka kematian ibu di dunia, yaitu sebesar 35%. Trias
tertinggi penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan (30,3%),
preeklampsia/eklampsia (27,1%), dan infeksi (7,3%).3
Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih
yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah
lahirnya plasenta. Pada umumnya bila ada perdarahan tidak normal akan terdapat
perubahan vital seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak
napas, serta tekanan darah < 90 mmHg dan nadi >100/menit maka penanganan harus
segera dilakukan.4
Secara umum telah terjadi penurunan AKI di Indonesia selama periode 1991-2015
dari 390 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2007 AKI di Indonesia
juga menurun dari 260 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 168,8 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2011. Sayangnya, pada tahun 2012, AKI mengalami
kenaikan menjadi 359 per 100.000 penduduk atau meningkat sekitar 57%
dibandingkan dengan tahun 2007. Hingga tahun 2018 dan 2019 AKI Indonesia masih

5
tetap tinggi di 305 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun terjadi kecenderungan
penurunan angka kematian ibu, namun tidak berhasil mencapai target MDGs yang
harus dicapai yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup.3,4,5
Pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional yang diadakan pada Februari 2019,
disebutkan ada 83.447 kematian ibu di desa maupun kelurahan, sementara ada 9.825
kematian ibu di Puskesmas, dan 2.868 kematian ibu di rumah sakit. Penyebab
kematian ibu di Indonesia per 2019 antara lain akibat hipertensi (33,07%), perdarahan
obstetrik (27.03%), komplikasi non obstetric (15.7%), komplikasi obstetric lainnya
(12.04%), infeksi pada kehamilan (6.06%) dan penyebab lainnya (4.81%).5
AKI di Kabupaten Serang tahun 2017 adalah 195/100.000 KH. Kematian ibu di
Kabupaten Serang tahun 2017 berdasarkan tiga penyebab kematian ibu tertinggi adalah
Perdarahan (37,9%), Eklampsi (27,6%) dan Penyakit Jantung (22%).6
Kematian ibu akibat perdarahan postpartum dapat diatasi dengan mengoptimalkan
pelayanan kesehatan ibu terutama di Fasilitas Kesehatan Primer sebagai upaya untuk
mencegah dan menangani komplikasi perdarahan postpartum sehingga target MDGs
dapat diraih. Untuk mendukung pencapaian target tersebut, dibutuhkan petugas
kesehatan yang terlatih dan pedoman yang aplikatif.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana
upaya pencegahan dan tatalaksana yang tepat pada pasien yang mengalami perdarahan
postpartum di wilayah kerja Puskesmas Malingping, Kabupaten Lebak?

1.3 Tujuan Laporan Kasus


Untuk mengetahui upaya pencegahan dan tatalaksana yang tepat pada pasien yang
mengalami perdarahan postpartum di wilayah kerja Puskesmas Malingping, Kabupaten
Lebak.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Manfaat untuk Puskesmas
Sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan strategi serta upaya pencegahan
dan tatalaksana pasien perdarahan post partum guna menurunkan Angka Kematian
Ibu di Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak.

6
2. Manfaat untuk Dokter Internship
a. Sebagai sumber pengetahuan dalam mempelajari perdarahan postpartum.
b. Sebagai referensi dalam penyusunan laporan kasus berikutnya.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Perdarahan Postpartum


Perdarahan postpartum secara umum didefinisikan sebagai kehilangan darah
dari saluran genitalia >500 ml setelah melahirkan pervaginam atau >1000 ml
setelah melahirkan secara seksio sesarea. Perdarahan pasca-salin dapat bersifat
minor (500-1000 ml) atau pun mayor (>1000 ml). Perdarahan mayor dapat dibagi
menjadi sedang (1000-2000 ml) atau berat (>2000 ml).7

2.2 Klasifikasi Perdarahan Postpartum


Perdarahan postpartum diklasifikan menjadi PPS primer (primary post partum
haemorrhage) dan PPS sekunder (secondary post partum haemorrhage).
Perdarahan pasca-salin primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam
pertama pasca-salin, sedangkan PPS sekunder merupakan perdarahan yang terjadi
setelah periode 24 jam tersebut. Pada umumnya, PPS primer/dini lebih berat dan
lebih tinggi tingkat morbiditas dan mortalitasnya dibandingkan PPS
sekunder/lanjut.7

2.3 Etiologi Perdarahan Postpartum


Perdarahan pasca-salin dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu kelemahan tonus
uterus untuk menghentikan perdarahan dari bekas insersi plasenta (tone), robekan
jalan lahir dari perineum, vagina, sampai uterus (trauma), sisa plasenta atau bekuan
darah yang menghalangi kontraksi uterus yang adekuat (tissue), dan gangguan
faktor pembekuan darah (thrombin).7
Tone merupakan masalah pada 70% kasus PPS, yaitu diakibatkan oleh atonia
dari uterus. Sedangkan, 20% kasus PPS disebabkan oleh trauma. Trauma dapat
disebabkan oleh laserasi serviks, vagina dan perineum, perluasan laserasi pada SC,
ruptur atau inversi uteri dan trauma non traktus genitalia, seperti ruptur subkapsular
hepar. Sementara itu, 10% kasus lainnya dapat disebabkan oleh faktor tissue yaitu
seperti retensi produk konsepsi, plasenta (kotiledon) selaput atau bekuan, dan
plasenta abnormal. Faktor penyebab dari thrombin diantaranya abnormalitas
koagulasi yang sangat jarang terjadi yaitu sekitar <1% kasus.7

8
2.4 Faktor Risiko Perdarahan Postpartum
Faktor risiko PPS meliputi grande multipara dan gemelli. Meskipun demikian,
PPS dapat saja terjadi pada perempuan yang tidak teridentifikasi memiliki faktor
risiko secara riwayat maupun klinis.7

Faktor risiko PPS dapat muncul saat antepartum maupun intrapartum dan
asuhan harus dimodifikasi saat faktor risiko tersebut terdeteksi. Praktisi harus
menyadari risiko PPS dan menjelaskan hal ini pada saat konseling mengenai
pemilihan tempat persalinan yang penting untuk kesejahteraan dan keselamatan ibu
dan bayi.7

A. Penilaian dan Manajemen Risiko Antepartum


Meskipun sebagian besar kasus PPS tidak memiliki faktor risiko yang
bermakna, dianjurkan melakukan penilaian risiko PPS pada maternal selama
periode antepartum dan menentukan langkah yang dapat dilakukan untuk
mengatasi risiko tersebut.

9
10
B. Penilaian dan Manajemen Risiko Intrapartum

11
Pasien dengan faktor risiko intrapartum untuk PPS, memerlukan monitor
meliputi tanda-tanda vital, tonus fundus, dan kehilangan darah 1-2 jam segera
setelah melahirkan.7

C. Penilaian dan Manajemen Risiko Postpartum

12
2.5 Diagnosis Perdarahan Postpartum
Beberapa teori telah menyatakan bahwa pengukuran kehilangan darah saat
persalinan bertujuan untuk memastikan diagnosis perdarahan postpartum pada saat
yang tepat dan memperbaiki hasil akhir (outcome). Meskipun demikian, belum ada
studi yang secara langsung dapat menjawab pertanyaan penelitian tersebut.7
Adapun beberapa metode/teknis yang sering digunakan untuk menghitung
perkiraan jumlah kehilangan darah setelah persalinan pervaginam antara lain
metode perkiraan visual dan metode kuantitatif. Pada penelitian telah yang
dilakukan, didapatkan bahwa metode perkiraan visual menilai lebih rendah dari

13
jumlah yang sebenarnya jika dibandingkan dengan metode kuantitatif. Namun tidak
sedikit juga penelitian menunjukkan bahwa metode perkiraan visual
memprediksikan kehilangan darah mendekati kehilangan darah yang
sesungguhnya.
Metode perkiraan visual tersebut antara lain:
a. Pembalut; standar mampu menyerap 100 mL darah.
b. Tumpahan darah di lantai; dengan diameter 50 cm, 75 cm, 100 cm berturut-
turut mewakili kehilangan darah sebesar 500 mL, 1000 mL, 1500 mL.
c. Kidneydish/Nierbeken; mampu menampung 500 mL.
d. Underpads ukuran 75 cm x 57 cm; mewakili kehilangan darah sebesar 250
mL.
e. Kassa; ukuran 10 cmx10 cm menampung 60 mL darah, sedangkan kassa
ukuran 45 cmx45 cm menampung 350 mL darah.

14
Metode kuantitatif dilakukan dengan cara pemasangan pispot bersih di bokong
ibu setelah bayi lahir sehingga darah yang keluar diukur setelah berakhirnya proses
persalinan kala II.

Penyebab dari PPS adalah 4T yang merupakan singkatan dari Tone, Trauma,
Tissue dan Thrombin. Tone merupakan masalah pada 70% kasus PPS, yaitu
diakibatkan oleh atonia dari uterus. Sedangkan, 20% kasus PPS disebabkan oleh
trauma. Trauma dapat disebabkan oleh laserasi serviks, vagina dan perineum,
perluasan laserasi pada SC, ruptur atau inversi uteri dan trauma non traktus
genitalia, seperti ruptur subkapsular hepar. Sementara itu, 10% kasus lainnya dapat
disebabkan oleh faktor tissue yaitu seperti retensi produk konsepsi, plasenta
(kotiledon) selaput atau bekuan, dan plasenta abnormal. Faktor penyebab dari
thrombin diantaranya abnormalitas koagulasi yang sangat jarang terjadi yaitu
sekitar <1% kasus.7

15
2.6 Tatalaksana Perdarahan Postpartum
Terapi perdarahan postpartum yang efektif sering memerlukan intervensi
multidisiplin yang simultan. Tenaga kesehatan harus memulai usaha resusitasi
sesegera mungkin, menetapkan penyebab perdarahan, berusaha mendapatkan
bantuan tenaga kesehatan lain, seperti ahli obstetri, anestesi dan radiologi.
Menghindari keterlambatan dalam diagnosis dan terapi akan memberikan dampak yang
bermakna terhadap sekuele dan prognosis.7
Bila perdarahan postpartum terjadi, harus ditentukan dulu kausa perdarahan,
kemudian penatalaksanaannya dilakukan secara simultan, meliputi perbaikan tonus
uterus, evakuasi jaringan sisa, dan penjahitan luka terbuka disertai dengan persiapan
koreksi faktor pembekuan.7
Perdarahan biasanya disebabkan oleh tonus, tissue, trauma atau thrombin. Bila
terjadi atonia uterus, lakukan perbaikan pada tonus uterus. Bila kausa perdarahan
berasal dari tissue, lakukan evakuasi jaringan sisa plasenta. Lakukan penjahitan luka
terbuka bila terjadi trauma dan koreksi faktor pembekuan bila terdapat gangguan pada
thrombin.7
Tahapan penatalaksanaan perdarahan postpartum dilakukan dengan prinsip
“HAEMOSTASIS”, yaitu:
- Ask for HELP
Segera meminta pertolongan atau dirujuk ke rumah sakit bila persalinan dilakukan
di bidan/PKM. Kehadiran ahli obstetri, bidan, ahli anestesi, dan hematologis
menjadi sangat penting.
Pendekatan multidisipliner dapat mengoptimalkan monitoring dan pemberian
cairan. Monitoring elektrolit dan parameter koagulasi adalah data yang penting
untuk penentuan tahap tindakan berikutnya.

- ASSES (vital parameter, blood loss) and Resuscitate


Penting sekali segera menilai jumlah darah yang keluar seakurat mungkin dan
menentukan derajat perubahan hemodinamik. Lebih baik overestimate jumlah
darah yang hilang dan bersikap proaktif daripada underestimate dan bersikap
menunggu/pasif. Nilai tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah, dan bila fasilitas
memungkinkan, saturasi oksigen harus dimonitor. Saat memasang jalur infus
dengan abocath 14G-16G, harus segera diambil spesimen darah untuk memeriksa
hemoglobin, profil pembekuan darah, elektrolit, penentuan golongan darah, serta

16
crossmatch (RIMOT = Resusitasi, Infus 2 jalur, Monitoring keadaan umum, nadi
dan tekanan darah, Oksigen, dan Team approach). Diberikan cairan kristaloid dan
koloid secara cepat sambil menunggu hasil crossmatch.

- Establish ETIOLOGY, Ensure Availability of Blood, Ecbolics (Oxytocin,


Ergometrin or Syntometrine bolus IV/ IM)
Nilai kontraksi uterus, cari adanya cairan bebas di abdomen, bila ada risiko trauma
(bekas seksio sesarea, partus buatan yang sulit) atau bila kondisi pasien lebih buruk
daripada jumlah darah yang keluar. Harus dicek ulang kelengkapan plasenta dan
selaput plasenta yang telah berhasil dikeluarkan. Bila perdarahan terjadi akibat
morbidly adherent placentae saat seksio sesarea dapat diupayakan haemostatic
sutures, ligasi arteri hipogastrika dan embolisasi arteri uterina. Morbidly adherent
placentae sering terjadi pada kasus plasenta previa pada bekas seksio sesarea. Bila
hal ini sudah diketahui sebelumnya, dr. Sarah P. Brown dan Queen Charlotte
Hospital (Labour ward course) menyarankan untuk tidak berupaya melahirkan
plasenta, tetapi ditinggalkan intrauterin dan kemudian dilanjutkan dengan
pemberian metotreksat seperti pada kasus kehamilan abdominal. Bila retensio
plasenta/sisa plasenta terjadi setelah persalinan pervaginam, dapat digunakan
tamponade uterus sementara menunggu kesiapan operasi/laparotomi.

- MASSAGE the uterus


Perdarahan banyak yang terjadi setelah plasenta lahir harus segera ditangani
dengan masase uterus dan pemberian obat-obatan uterotonika. Bila uterus tetap
lembek harus dilakukan kompresi bimanual interna dengan menggunakan
kepalan tangan di dalam untuk menekan forniks anterior sehingga terdorong ke
atas dan telapak tangan di luar melakukan penekanan pada fundus belakang
sehingga uterus terkompresi.

- OXYTOCIN infusion/prostaglandins–IV/perrectal/IM/intramyometrial
Dapat dilakukan pemberian oksitosin 40 unit dalam 500 cc normal salin dengan
kecepatan 125 cc/jam (peringkat bukti IA, rekomendasi A). Hindari kelebihan
cairan karena dapat menyebabkan edema pulmoner hingga edema otak yang pada
akhimya dapat menyebabkan kejang karena hiponatremia. Hal ini timbul karena
efek antidiuretic hormone (ADH) - like effect dan oksitosin; sehingga monitoring

17
ketat masukan dan keluaran cairan sangat esensial dalam pemberian oksitosin
dalam jumlah besar. Pemberian ergometrin sebagai lini kedua dari oksitosin
dapat diberikan secara intramuskuler atau intravena. Dosis awal 0,2 mg (secara
perlahan), dosis lanjutan 0,2 mg setelah 15 menit bila masih diperlukan. Pemberian
dapat diulang setiap 2-4 jam bila masih diperlukan. Dosis maksimal adalah 1 mg
atau 5 dosis per hari. Kontraindikasi pada pemberian ergometrin yaitu
preeklampsia, vitiumcordis, dan hipertensi (peringkat bukti IA, rekomendasi A).
Bila PPS masih tidak berhasil diatasi, dapat diberikan misoprostol per rektal 800-
1000ug.
Pada perdarahan masif perlu diberikan transfusi darah, bahkan juga diperlukan
pemberian fresh frozen plasma (FFP) untuk menggantikan faktor pembekuan yang
turut hilang. Direkomendasikan pemberian 1 liter FFP (15 mL/kg) setiap 6 unit
darah. Pertahankan trombosit di atas 50.000, bila perlu diberikan transfusi
trombosit. Kriopresipitat direkomendasikan bila terjadi DIC yang ditandai dengan
kadar fibrinogen <1 gr/dl (10 gr/L).

- SHIFT to theatre–exclude retained products and trauma/bimanual


compression
Bila perdarahan masif masih tetap terjadi, segera evakuasi pasien ke ruang
operasi. Pastikan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya sisa plasenta atau
selaput ketuban. Bila diduga ada sisa jaringan, segera lakukan tindakan kuretase.
Kompresi bimanual dapat dilakukan selama ibu dibawa ke ruang operasi

- TAMPONADE balloon/uterine packing


Bila perdarahan masih berlangsung, pikirkan kemungkinan adanya koagulopati
yang menyertai atonia yang refrakter. Tamponade uterus dapat membantu
mengurangi perdarahan. Tindakan ini juga dapat memberi kesempatan koreksi
faktor pembekuan. Dapat dilakukan tamponade test dengan menggunakan Tube
Sengstaken yang mempunyai nilai prediksi positif 87% untuk menilai keberhasilan
penanganan PPS. Bila pemasangan tube tersebut mampu menghentikan perdarahan
berarti pasien tidak memerlukan tindakan bedah lebih lanjut. Akan tetapi, bila
setelah pemasangan tube, perdarahan masih tetap masif, maka pasien harus
menjalani tindakan bedah. Pemasangan tamponade uterus dengan menggunakan
baloon relatif mudah dilaksanakan dan hanya memerlukan waktu beberapa menit.

18
Tindakan ini dapat menghentikan perdarahan dan mencegah koagulopati karena
perdarahan masif serta kebutuhan tindakan bedah. Hal ini perlu dilakukan pada
pasien yang tidak membaik dengan terapi medis. Pemasangan tamponade uterus
dapat menggunakan Bakri SOS baloon dan tampon balon kondom kateter.
Biasanya dimasukkan 300-400 cc cairan untuk mencapai tekanan yang cukup
adekuat sehingga perdarahan berhenti. Balon tamponade Bakri dilengkapi alat
untuk membaca tekanan intrauterin sehingga dapat diupayakan mencapai tekanan
mendekati tekanan sistolik untuk menghentikan perdarahan. Segera libatkan
tambahan tenaga dokter spesialis kebidanan dan hematologis sambil menyiapkan
ruang ICU.
- APPLY compression sutures–B-Lynch/modified
Dalam menentukan keputusan, harus selalu dipertimbangkan antara
mempertahankan hidup dan keinginan mempertahankan fertilitas. Apabila
tindakan B-Lynch tidak berhasil, dipertimbangkan untuk dilakukan histerektomi.
- SYSTEMATIC pelvic devascularization
Ligasi a. uterina dan ligasi a. Hipogastrika.
- INTERVENTIONAL radiologis, if appropriate, uterine artery embolization
- SUBTOTAL/ TOTAL ABDOMINAL HYSTERECTOMY

A. Intervensi Medis Untuk Manajemen Perdarahan Postpartum

1. Perdarahan Postpartum ec. Atonia Uteri

Pilihan obat:

- Injeksi Uterotonika (oksitosin, ergometrin, kombinasi oksitosin dan


ergometrin dosis tetap)

• Perbandingan antara Oksitosin dan Ergometrin berdasarkan hasil beberapa


penelitian berbasis bukti; tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal
menerima transfusi darah setelah mendapatkan injeksi Oksitosin maupun
Ergometrin. Untuk kejadian efek samping, pasien yang menerima injeksi
Ergometrin lebih banyak mengalami efek samping seperti muntah dan
peningkatan tekanan darah.
• Untuk kombinasi Oksitosin dan Ergometrin dosis tetap dibandingkan
dengan Oksitosin tunggal (5 iU Oksitosin dan 0,5 mg Ergometrin), tidak
ada makna yang begitu signifikan. Hanya ditemukan lebih rendahnya
penggunaan uterotonika tambahan pada kelompok yang menerima

19
kombinasi ini. Selain itu, adanya insidens peningkatan tekanan darah
diastolik juga ditemukan.
• Misoprostol dibandingkan dengan Injeksi Uterotonika; terjadi peningkatan
risiko perdarahan >1000 ml pada perempuan yang menerima misoprostol
oral (400-800 ng) namun tidak ada perbedaan yang bermakna secara
statistik pada insiden morbiditas berat, termasuk kematian maternal.
• Untuk manajemen perdarahan postpartum, oksitosin lebih dipilih
dibandingkan ergometrin tunggal, kombinasi oksitosin-ergometrin dan
prostaglandin. Jika oksitosin tidak tersedia, atau perdarahan tidak berespon
dengan oksitosin dan metil ergometrin sebaiknya diberikan misoprostol
Jika lini kedua tidak tersedia, atau jika perdarahan tidak berespon terhadap
lini kedua, prostaglandin sebaiknya ditawarkan sebagai lini ketiga.

- Misoprostol (bentuk tablet yang digunakan via oral, sublingual dan rektal)

• Tidak ada keuntungan dari pemberian misoprostol sebagai terapi


tambahan pada PPS pada kelompok yang sudah menerima oksitosin
pada kala III persalinan.
• Pada perempuan yang tidak menerima oksitosin profilaksis selama kala
III persalinan, pemberian oksitosin sebaiknya diberikan sebagai terapi
pilihan untuk manajemen PPS.
• Penggunaan misoprostol dapat dipertimbangkan pada keadaan tidak
tersedianya oksitosin.
• Dosis misoprostol yang digunakan pada percobaan untuk pencegahan
PPS bervariasi mulai dari 200 ug sampai 800 ug, diberikan secara oral,
sublingual atau per rektal. Pada percobaan terapi PPS, dosis yang
diberikan adalah interval 600 ug hingga 1000 ug.
• Efek samping yang terjadi diantaranya terutama demam tinggi dan
menggigil. Hal ini diduga berhubungan dengan dosis yang lebih tinggi
dan telah dilaporkan beberapa kejadian yang mengancam nyawa. Oleh
karena itu, dosis 1000-1200 ug tidak direkomendasikkan. Percobaan
yang terbesar mengenai penggunaan misoprostol sebagai terapi PPS
melaporkan penggunaan dosis 800 ug yang diberikan secara sublingual.
Mayoritas partisipan, pada terapi PPS, dimana uterotonika lini pertama
dan kedua tidak tersedia atau gagal, menggunakan misoprostol 800 μg
sebagai upaya terakhir.

20
- Injeksi Asam Traneksamat
- Injeksi rekombinan faktor VIIa

B. Intervensi Non Medikamentosa Perdarahan Postpartum

Berbagai intervensi mekanis dianggap dapat menekan/memeras uterus dengan


baik, yang bersifat sementara maupun definitif. Intervensi tersebut antara lain:

1. Massase uterus

Masase uterus sebagai terapi yaitu memijat uterus secara manual melalui
abdomen dan dipertahankan sampai perdarahan berhenti atau uterus
berkontraksi dengan adekuat. Masase uterus sebaiknya dilakukan segera
setelah plasenta lahir dan dipertahankan terus sampai kontraksi uterus baik.

2. Kompresi bimanual

Kompresi bimanual interna dapat dilakukan pada kasus PPS dengan atonia
uteri sementara menunggu terapi lebih lanjut. Seorang tenaga medis harus
terlatih secara benar dalam aplikasi komplikasi bimanual dan dinyatakan
bahwa prosedur tersebut dapat menyebabkan nyeri.

3. Balon Intrauterus atau Tamponade Kondom


Pada perempuan yang tidak berespon dengan terapi uterotonika atau jika
uterotonika tidak tersedia, balon intrauterus atau tamponade kondom dapat
digunakan sebagai terapi sementara (dalam proses rujukan atau menunggu
persiapan kamar operasi) pada PPS akibat atonia uteri. Penilaian selanjutnya
dilakukan di RS rujukan. Instrumen yang digunakan meliputi kateter
Sengstaken-Blakemore dan Foley, balon Bakri danRusch, serta kondom.
Serial kasus melaporkan angka keberhasilan (tidak dibutuhkannya
histerektomi atau prosedur invasif lainnya) bervariasi dari 71% - 100%.

4. Kompresi Eksternal Aorta Abdominalis


Kompresi aorta yang sukses ditandai dengan tidak terabanya nadi arteri
femoralis dan tekanan darah yang tidak tercatat pada tungkai bawah, dicapai
pada 11 dari 20 subjek penelitian. Penulis menyimpulkan bahwa prosedur
tersebut aman pada subjek yang sehat dan mungkin bermanfaat sebagai

21
metode sementara untuk terapi PPS saat resusitasi sambil menunggu rencana
terapi dibuat. Kompresi eksterna sebagai terapi PPS karena atonia uteri setelah
persalinan pervaginam dapat dilakukan sebagai metode sementara sampai
terapi yang sesuai tersedia.

Intervensi Pembedahan Untuk Terapi Perdarahan Postpartum

Intervensi pembedahan yang beragam telah dilaporkan untuk mengontrol PPS


yang tidak responsif terhadap intervensi medis atau mekanis. Terapi ini
meliputi berbagai bentuk simpul kompresi, ligasi arteri uterina, ovarika dan
iliaka interna, serta histerektomi subtotal dan total. Jika perdarahan belum
berhenti dengan terapi uterotonika, terapi konservatif lain seperti kompresi
bimanual interna dan eksterna, kompresi aorta, maka intervensi pembedahan
harus dikerjakan. Pendekatan pembedahan konservatif harus dicoba lebih dulu,
jika tidak berhasil dapat diikuti oleh prosedur invasif lainnya. Jika perdarahan
yang mengancam nyawa berlanjut bahkan setelah ligasi dilakukan,
histerektomi subtotal/ supraservikal/ total subtotal sebaiknya dilakukan. Teknik
B-Lynch dinilai merupakan prosedur paling sering yang dilaporkan.

Pilihan Terapi Cairan Pengganti atau Resusitasi

Pengganti cairan intravena dengan kristaloid isotonik sebaiknya digunakan


dibandingkan dengan koloid untuk resusitasi perempuan yang mengalami PPS.
Bukti yang ada menunjukkan bahwa koloid dosis tinggi menyebabkan efek
samping yang lebih sering daripada penggunaan kristaloid.

Rekomendasi Transfusi Darah

Dilakukan sesuai indikasi. Transfusi produk darah diperlukan bila jumlah darah
yang hilang cukup masif dan masih terus berlanjut, terutama jika tanda vital
tidak stabil. Tujuan dari transfusi produk darah adalah untuk mengganti faktor
koagulasi dan sel darah merah yang berkapasitas membawa oksigen, bukan
sebagai pengganti volume.

22
“TERAPI PPS SEKUNDER”

PPS sekunder sering berhubungan dengan endometritis. Antibiotik terpilih


adalah antibiotik empiris sesuai dengan pola kuman . Pada kasus endomiometritis atau
sepsis direkomendasikan tambahan terapi antibiotik spektrum luas. Terapi pembedahan
dilakukan jika perdarahan masih berlebihan atau tidak dapat dihentikan atau hasil USG
tidak mendukung.
bulan Januari 2008) ditujukan untuk terapi PPS sekunder. Investigasi mengenai PPS
sekunder sebaiknya melibatkan swab vagina rendah dan tinggi, kultur darah jika
demam, darah lengkap, dan C-reactive protein. Pemeriksan USG pelvis dapat
membantu mengeksklusi adanya produk sisa konsepsi, meskipun penampakan uterus
segera setelah postpartum masih belum bisa dinilai baik. Telah diterima secara umum
bahwa PPS sekunder sering berhubungan dengan infeksi dan terapi konvensional yang
melibatkan antibiotik dan uterotonika. Pada perdarahan yang ebrlanjut, insersi balon
kateter dapat bersifat efektif. Sebuah ulasan Cochrane tahun 2004 secara spesifik
ditujukan untuk menilai regimen antibiotik yang tepat digunakan; dimana regimen
gentamisin harian adalah paling tidak sama efektifnya dengan regimen tiga kali harian.
Ketika endometritis secara klinis perbaikan dengan terapi intravena, tidak ada
keuntungan tambahan untuk memperpanjang terapi oral. Antibiotik ini tidak
dikontraindikasikan pada ibu menyusui. digunakan untuk endometritis setelah
persalinan.

Semua perempuan yang memiliki riwayat seksio sesarea sebelumnya harus


diketahui lokasi implantasi plasentanya dan konfirmasi akreta/prekreta melalui
ultrasonografi dan Doppler (USG). Perempuan dengan plasenta akreta/ perkreta
berada dalam risiko tinggi PPS. Jika hal ini didiagnosis saat antepartum, sebaiknya
persalinan direncanaan secara multidisiplin. Bila memungkinkan, persalinan dilakukan
oleh spesialis obstetri yang berpengalaman dan spesialis anestesi, serta dipersiapkan
kemungkinan transfusi darah. Waktu serta lokasi persalinan yang dipilih harus
memenuhi hal-hal tersebut dan memiliki akses perawatan intensif. Ketersediaan bukti
mengenai profilaksis dengan oklusi atau embolisasi dari arteri-arteri pelvis sebagai
manajemen terhadap perempuan dengan plasenta akreta masih meragukan dan
luarannya masih memerlukan evaluasi lebih lanjut. Pasien dengan faktor risiko
intrapartum untuk PPS, memerlukan monitor meliputi tanda-tanda vital, tonus
fundus, dan kehilangan darah 1-2 jam segera setelah melahirkan.

23
2.7 Komplikasi Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum dapat menyebabkan terjadinya beberapa komplikasi
diantaranya:
- Perdarahan yang sangat cepat menyebabkan kolapsnya sirkulaai dan
mengarah kepada syok dan kematian.
- Anemia purpura dan morbiditas.
- Kerusakan pada alirah darah ke kelenjar hipofisis sehingga menyebabkan
nekrosis (Sindroma Sheehan).
- Rasa takut pada ibu untuk menjalani kehamilan berikutnya.

24
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 40 tahun
Alamat : Kp. Marga RT 05/RW 02, Desa Sukamanah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 24 September 2020

KELUHAN UTAMA:
OS mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang setelah melahirkan 10 jam
sebelumnya di Puskesmas.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


OS mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang setelah melahirkan 10 jam
sebelumnya di Puskesmas (13:30). Keluhan dirasakan bertambah berat sehingga pasien
mengalami keringat dingin dan lemas.
Pasien datang ke Puskesmas pukul 00:05 mengeluh mulas-mulas sejak pukul
21:00, belum keluar lendir dan air-air. Pasien mengaku ini kehamilan ke 5 dan belum
pernah keguguran. Jam 04:10 bayi lahir dengan BBL 3200 gram, PB: 50 cm, APGAR
8/9, JK laki-laki. Jam 04:20 plasenta lahir lengkap.
Riwayat ANC sebanyak 6x di praktik bidan mandiri dan Puskesmas Malingping.
Pasien mengaku baru minum tablet Fe sejak usia kehamilan 7 bulan. Pada riwayat
persalinan sebelumnya, berat badan bayi paling besar hanya 2600 gram. Perdarahan
postpartum total menggunakan 4 underpads (estimasi kehilangan darah 1000
mL).

25
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Riwayat hipertensi disangkal.
- Riwayat anemia disangkal.
- Riwayat perdarahan postpartum sebelumnya disangkal.
- Riwayat melahirkan bayi besar (> 4000 gram) disangkal.
- Riwayat melahirkan anak kembar disangkal.
- Riwayat retentio plasenta disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK
- Tanda-Tanda Vital
KU: TSS
Kes: CM
TD:
Pukul Keterangan Tekanan Darah
(mmHg)
00:00 Kala I fase aktif (pembukaan 4) 130/80
03:30 Kala I fase aktif (pembukaan 8) 130/90
03:50 Kala II 130/90
04:00 Kala III 130/90
04:30 Kala IV 130/90
08:00 Observasi postpartum 90/70
11:00 Observasi postpartum 90/70
12:00 Observasi postpartum 80/70
13:30 Observasi postpartum 80/palpasi
14:30 Post resusitasi cairan 100/80
15:00 Post resusitasi cairan 110/80
20:00 Post resusitasi cairan 110/80

HR:
Pukul Keterangan Heart Rate (kali/menit)
00:00 Kala I fase aktif 82
03:50 Kala II 84
04:00 Kala III 86
04:30 Kala IV 98
13:30 Observasi postpartum 134
14:30 Post resusitasi cairan 102

RR: 22 x/menit
T: 36,5 C

26
- Pemeriksaan Fisik
Antropometri
TB: 155 cm
BB: 75 kg
BMI: 31,2

Status generalis
Mata: CA +/+, SI -/-
Pulmo: BND ves, Rh -/-, Wh -/-
Cor: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: supel, BU (+), timpani, NT (-)
Ekstremitas: akral lembab, pucat, CRT<3”

Status Obstetrik
Inspeksi:
- Inspeksi perineum dan perianal: tidak ada laserasi dan perdarahan aktif.
- Inspekulo: tidak didapatkan laserasi dan perdarahan aktif dari fornix, portio
maupun serviks.

Palpasi:
- Kontraksi fundus uteri kurang adekuat.
- TFU:
TFU Keterangan Dalam cm/Perabaan
00:00 Kala I fase aktif 32 cm
04:00 Kala III 2 jari di atas pusat
04:30 Kala IV Setinggi pusat
08:00 Observasi postpartum 1 jari di bawah pusat
13:30 Observasi postpartum 2 jari di bawah pusat
14:30 Post resusitasi cairan Setinggi pusat

Vaginal toucher: melalui eksplorasi manual tidak ada sisa jaringan plasenta
maupun bekuan darah.

- Pemeriksaan Penunjang Sederhana


Tes cepat Hb sebelum partus: 12,5
Tes cepat Hb setelah partus: 11,8

27
HbsAg: negatif
HIV: negatif

RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG DI PUSKESMAS


- Pemeriksaan cepat Hb

DIAGNOSTIK HOLISTIK
A. Aspek Personal
- Alasan kedatangan : mulas-mulas.
- Harapan : ibu dan bayi lahir dengan selamat.
- Kekhawatiran : nyeri dan perdarahan pada persalinan.

B. Aspek Klinis: P5A0 + syok hipovolemik grade … ec. perdarahan post partum
primer ec.suspect Atonia Uteri dd/ Thrombin?

C. Aspek Risiko Internal


- Usia ibu >35 tahun
- Multiparitas

D. Aspek Risiko Eksternal


- Kurang konsumsi tablet besi

PENATALAKSANAAN
Farmakologis
- IVFD RL 2 line loading 1000 cc
- Oksitosin 1 ampul loading dalam 500 cc RL (IV)
- Asam Tranexamat 1x500 mg (IV)
- Tablet Fe 1x1 tab (PO)

Non-farmakologis
- Oksigenasi: NK 3 lpm
- Terpasang kateter urin
- Terpasang tampon uteri
- Observasi TTV dan perdarahan per 30 menit

28
- Edukasi tentang kontrasepsi untuk Keluarga Berencana

PROGNOSIS
- Quo ad vitam: dubia ad bonam
- Quo ad functionam: dubia ad bonam
- Quo ad sanationam: dubia ad bonam

29
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Perdarahan postpartum masih menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi AKI
(Angka Kematian Ibu) di Indonesia. Diperlukan upaya pencegahan dan tatalaksana
yang tepat untuk perdarahan postpartum di Fasilitas Kesehatan Primer, khususnya
Puskesmas.
Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan di Puskesmas adalah dengan
melakukan penilaian terhadap faktor risiko perdarahan postpartum. Dengan
mengetahui adanya faktor risiko tersebut maka manajemen dapat segera dilakukan.
Tatalaksana yang cepat dan tepat pada kasus perdarahan postpartum di Puskesmas
mulai dari menegakkan diagnosis, resusitasi cairan hingga mencari penyebab
perdarahan postpartum dapat mencegah terjadinya komplikasi dan mempermudah
manajemen sistem rujukan. Prognosis perdarahan postpartum umumnya baik bila
ditangani dengan cepat dan tepat.
Berdasarkan hasil dari laporan kasus ini dapat disimpulkan bahwa masih kurangnya
upaya pencegahan dan tatalaksana perdarahan post partum yang tepat di Puskesmas.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari laporan kasus ini, berikut beberapa harapan dan
sasaran yang dapat diberikan:
1. Pasien diharapkan dapat lebih mengetahui tentang perdarahan postpartum
secara menyeluruh dengan panduan yang singkat, padat dan mudah dimengerti.
2. Tenaga Kesehatan di Puskesmas dapat melakukan kegiatan edukatif mengenai
pencegahan perdarahan postpartum secara berkelanjutan kepada ibu hamilyang
menjadi sasaran sehingga dapat membantu upaya pencegahan perdarahan
postpartum. Tenaga Kesehatan di Puskesmas juga dapat memperlengkapi diri
dengan mengikuti kegiatan ilmiah dan pelatihan mengenai tatalaksana
perdarahan postpartum.

30
3. Kader diharapkan dapat menyampaikan informasi kepada ibu hamil untuk rutin
menghadiri Posyandu dan ANC ke fasilitas kesehatan primer serta membawa
dan membaca buku pink.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Maternal mortality. 19 September 2019. Diakses dari:


https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/maternal-mortality
2. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Diakses dari:
https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2018.pdf
3. Ramadhan JW, Rasyid R, Rusnita D. Profil Pasien Hemorrhagic Postpartum di RSUP
Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2019;8.
4. Nur AF, Rahman A, Kurniawan H. Faktor Risiko Kejadian Perdarahan Postpartum di
Rumah Sakit Umum (RSU) Anutapura Palu. Jurnal Kesehatan Tadulako. Januari 2019:
5;1;1-63.
5. Kemenkes RI. Rakernas Dirjen Kesmas 2019. Diakses dari:
https://kesmas.kemkes.go.id/portal/konten/~rilis-berita/021517-di-rakesnas-2019_-
dirjen-kesmas-paparkan-strategi-penurunan-aki-dan-neonatal
6. Suyanti S, Wahyono T. Epidemiologi Deskriptif Kematian Ibu di Kabupaten Serang
Tahun 2017. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia. 2019;(3);1.
http://journal.fkm.ui.ac.id/epid/issue/view/139
7. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Perdarahan Pasca-Salin. Perkumpulan
Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal. 2016.

32
LAMPIRAN

PENILAIAN FAKTOR RISIKO PERDARAHAN POSTPARTUM


(sebagai bentuk upaya pencegahan dan menentukan tatalaksana perdarahan postpartum yang tepat)

No. Faktor Risiko Antepartum Masalah Saat Persalinan Ada/Tidak


1. Usia ibu >35 tahun Tonus
2. BMI >35 (Obesitas) Tonus
3. Multipara Tonus/Tissue
4. Kehamilan ganda (Gemeli) Tonus
5. Polihidramnion Tonus
6. Makrosomia Tonus
7. Riwayat perdarahan postpartum Tonus/Tissue
8. Riwayat kelainan darah Thrombin
9. Riwayat IUFD Thrombin
10. Abruptio plasenta Tonus/Tissue/Thrombin
11. Plasenta previa (HAP) Tonus/Tissue/Thrombin
12. Retentio plasenta Tonus/Tissue

No. Faktor Risiko Intrapartum Masalah Saat Persalinan Ada/Tidak


1. Partus precipitatus Tonus/Trauma
2. Penggunaan oksitosin dalam Tonus
induksi/augmentasi persalinan
3. Episiotomi Trauma
4. Korioamnionitis (demam saat Tonus/Thrombin
persalinan >38 C)
5. Persalinan pervaginam dibantu Trauma/Tonus
6. Persalinan memanjang Tonus/Tissue
7. Emboli cairan amnion Thrombin

No. Faktor Risiko Postpartum Masalah Saat Persalinan Ada/Tidak


1. Partus precipitatus Tonus/Trauma
2. Terdapat sisa konsepsi (plasenta, Tonus
kotiledon, selaput atau bekuan darah)
3. Episiotomi Trauma
4. Korioamnionitis (demam saat Tonus/Thrombin
persalinan >38 C)
5. Persalinan pervaginam dibantu Trauma/Tonus
6. Persalinan memanjang Tonus/Tissue
7. Emboli cairan amnion Thrombin
8. Hipotonia yang diinduksi obat Tonus
9. Distensi VU yang mencegah kontraksi Tonus
uterus

33
LAMPIRAN
PARTOGRAF

34

Anda mungkin juga menyukai