Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN SKENARIO II BLOK XII

MASALAH KESEHATAN SISTEM ENDOKRIN, METABOLISME DAN NUTRISI

Dosen Pembimbing : dr. Rizky Soraya, M. Biomed

Disusun Oleh: SGD 9

Ketua : Nafamoza Audyameca (213307010120)

Sekretaris : Jesselyn Felicia (213307010006)

Notulen : Grace Angelina Br Tarigan (213307010021)

Anggota : Arinda Aulia Rahma (213307010004)

Clairine Altin Nur Rahmi (213307010011)

Abraham Christoffel (213307010055)

Yemima Kristina (213307010062)

Clara Terecia Rajagukguk (213307010065)

Nisa Nathalia Tarigan (213307010067)

Reybka Cindy Sitorus Pane (213307010073)

Bella Sari Sijabat (213307010085)

Tri Krisna Perluhutan Napitupulu (213307010091)

R. D. Trianna Lumban Batu (213307010104)

Qonita Hanifa Driantsani (213307010123)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA


2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya yang telah menuntun kami dalam belajar untuk mencapai hidup yang lebih baik. Dan
dengan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini, sehingga dapat tersusun
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan yang diharapkan.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan serta
wawasannya mengenai tujuan pembelajaran yang dibahas pada makalah ini. Dalam
penyusunan makalah ini banyak hal yang belum sempurna. Oleh sebab itu kami selaku
penyusunan makalah ini, mengharapkan adanya masukan yang berupa kritikan ataupun saran
demi kebaikan untuk makalah berikutnya dan tidak lupa juga kami selaku penyusun
berterima kasih pada pihak- pihak yang ikut serta membantu dalam penyusunan makalah ini.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Semoga semua ini
berguna bagi kita semua khususnya dalam menunjang pembelajaran kita di dunia kedokteran.

Medan, 10 Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1


1.2 Tujuan Penulisan..............................................................................................................1
BAB II DATA PELAKSANAAN TUTORIAL.....................................................................2

2.1 JUDUL BLOK.................................................................................................................2


2.2 NAMA TUTOR...............................................................................................................2
2.3 DATA PELAKSANAAN................................................................................................2
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................3

3.1 Klarifikasi Istilah..............................................................................................................4


3.2 Identifikasi Masalah.........................................................................................................4
3.3 Analisa Masalah...............................................................................................................4
3.4 Learning Objective...........................................................................................................5
BAB IV KESIMPULAN........................................................................................................17

REFERENSI...........................................................................................................................18
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Masalah Kesehatan Sistem Endokrin, Metabolisme, dan Nutrisi adalah Blok kedua
belas di Semester IV dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Prima Indonesia. Pada kesempatan ini di laksanakan studi kasus
skenario yang memaparkan kasus keluhan dada terasa panas disertai mual muntah.

Pada skenario ini, Seorang pasien bernama Budi (35 tahun) yang datang ke klinik dengan
keluhan adanya benjolan di leher sebesar telur ayam kampung, Budi juga mengeluhkan berat
badan turun drastis, rasa berdebar-debar, sering berkeringat meskipun di tempat dingin,
tremor pada tangan, sulit tidur, selama 4 bulan terakhir ini. Oleh karena itu, kami menyusun
makalah ini untuk mengetahui dan menjelaskan tentang penyebab dari keluhan pasien diatas.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mahasiswa wajib memahami dan menjelaskan anatomi glandula thyroid

2. Mahasiswa wajib memahami dan menjelaskan anatomi glandula parathyroid


3. Mahasiswa wajib memahami dan menjelaskan fisiologi glandula thyroid
4. Mahasiswa wajib memahami dan menjelaskan fisiologi glandula parathyroid
5. Mahasiswa wajib memahami dan menjelaskan mekanisme pembentukan hormon thyroid
6. Mahasiswa wajib memahami dan menjelaskan mekanisme terjadinya jantung berdebar pada pasien
diatas.
7. Mahasiswa wajib memahami dan menjelaskan mekanisme terjadinya penurunan berat badan pada
pasien diatas.
8. Mahasiswa dapat membuat diagnose banding dari benjolan dileher pada pasien diatas

BAB II DATA PELAKSANAAN TUTORIAL

1
2.1 JUDUL BLOK
Masalah Kesehatan Sistem Endokrin, Metabolisme, dan Nutrisi

2.2 NAMA TUTOR


dr. Rizky Soraya, M. Biomed

2.3 DATA PELAKSANAAN


• TUTORIAL 1
Tanggal : Senin, 6 Maret 2023
Waktu : 9.50 – 11.30 WIB
Tempat : Kampus UNPRI

• TUTORIAL 2
Tanggal : Rabu, 8 Maret 2023
Waktu : 9.50 – 11.30 WIB
Tempat : Kampus UNPRI

• PLENO
Tanggal : Jumat, 10 Maret 2023
Waktu : 9.50 – 11.30 WIB
Tempat : Kampus UNPRI

BAB III PEMBAHASAN

2
Skenario 2
Seorang pasien bernama Budi (35 tahun) yang datang ke klinik dengan keluhan adanya
benjolan di leher sebsar telur ayam kampung, Budi juga mengeluhkan berat badan turun
drastis, rasa berdebar-debar, sering berkeringat meskipun di tempat dingin, tremor pada
tangan, sulit tidur, selama 4 bulan terakhir ini

More Info 1

Budi juga mengeluhkan berat badan turun drastis, palpitasi(+ ), hiperhidrosis(+) meskipun di
tempat dingin, tremor (+), insomnia(+), selama 4 bulan terakhir ini. Keluarga pasien
merasakan mata nya semakin hari semakin menonjol.

Riwayat keluarga: ibu dan nenek menderita gejala yang sama

Riwayat medis: tidak ada riwayat penyakit serius sebelumnya

More Info 2

Setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan :

TB: 162 cm, BB : 52 kg

Vital Sign:

 TD: 120/80 mmHg


 N: 105 x/i
 RR: 20 x/I
 T: 36,5°C

Pemeriksaan Fisik:

 Inspeksi: Mata : eksofthalmus(+)


Leher : benjolan (+)
 Palpasi: Leher : Benjolan tidak tegas, benjolan licin, bergerak pada saat menelan,
 Auskultasi : Bruit (+)

More Info 3

Pemeriksaan Lab: TSH: 0,0001 ulU/mL. FT4: 5 ng/dL.

Hasil USG Leher menunjukkan : Struma Difusa dengan vaskularisasi yang meningkat

3.1 Klarifikasi Istilah


1. Benjolan : pembengkakan atau kemungkinan terjadinya kanker didaerah tersebut

3
2. Palpitasi : perasaan berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur
3. Hiperhidrosis : keringat yang berlebih
4. Tremor : gemetar atau menggigil
5. Insomnia : tidak dapat tidur
6. Eksofthalmus : protrusio mata abnormal
Protursio : perluasan melebihi batas normal
7. Bruit : bunyi auskultasi yang halus seperti bunyi tiupan
8. Struma : karsinoma kelenjar tiroid
9. TSH : Thyroid Stimulating Hormone

3.2 Identifikasi Masalah


1. Adanya benjolan dileher
2. Adanya berat badan menurun drastis
3. Adanya palpitasi
4. Adanya hyperhidrosis
5. Adanya tremor
6. Adanya insomnia
7. Adanya mata menonjol
8. Interpretasi seluruh pemeriksaan

3.3 Analisa Masalah


1. Kemungkinan terdapat infeksi, kanker, dan peradangan
2. Kemungkinan adanya metabolisme yang berlebihan
3. Karena adanya peran hormon adrenalin
4. Karena adanya peran hormon dan aktivitas yang berlebih
5. Karena adanya rangsangan dari luar yang menyebabkan menggigil (misalnya udara yang
dingin)
6. Karena adanya gangguan pada sistem saraf pusat
7. Kemungkinan adanya gangguan pada otot mata (otot mata menebal) sehingga menekan
bola mata, dan kemungkinan adanya tumor
8. BMI : 19.81 (normal)
TD : normal
N : meningkat, karena kontraksi jantung
RR : normal

4
T : normal
Eksofthalmus : penonjolan abnormal di mata
TSH : menurun (n : 0.5 - 0.6 uU/mL)
FT4 : meningkat (n : 0.7 – 1.9 ng/dL)
Dijumpai struma yang tersebar luas (USG)

3.4 Learning Objective


1. Anatomi, histologi, dan fisiologi kelenjar tiroid
2. Definisi, etiologi, faktor resiko hipertiroid
3. Patofisiologi dan gejala klinis hipertiroid
4. Alur penegakkan diagnosa (anam, pemfis, pemeriksaan penunjang) dari graves disease
5. Diagnosa banding pembesaran kelenjar tiroid
6. Tatalaksana medikamentosa hipertiroid
7. Tatalaksana nonmedikamentosa hipertiroid
8. Diagnosa dan komplikasi hipertiroid
9. Pencegahan dan indikasi rujuk graves disease

Pembahasan
1. Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak di leher depan di bawah larynx dan terdiri dari dua lobus besar
yang berhubungan. Kelenjar tiroid menutupi bagian trakea atas di lateral dan ventral. Di
antara lobus kanan dan kiri kelenjar tiroid terdapat isthmus kelenjar tiroid untuk
menghubungkan kedua lobus. Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin paling besar
dalam tubuh dan menyekresi hormone tiroksin (tetraiodothyronine, T4), tri-iodothyronin
(T3), dan kalsitonin.

5
Histologi

Kelenjar tiroid adalah organ endokrin yang unik karena sel-selnya tersusun menjadi
struktur bulat, yaitu folikel (folliculus). Setiap folikel dikelilingi oleh serat reticular dan
suatu anyaman kapiler yang memudahkan hormone tiroid masuk ke dalam aliran darah.

Folikel adalah unit structural dan fungsional kelenjar tiroid. Sel-sel yang mengelilingi
folikel, yaitu sel folikular (thyrocytus T), juga disebut cellula principalis, menyintesis,
melepaskan, dan menyimpan produknya diluar sitoplasma, atau ekstraselular, di lumen
folikel sebagai substansi gelatinosa, yaitu koloid. Koloid terdiri atas tiroglobulin, suatu
glikoprotein beriodin yang merupakan bentuk simpanan hormone tiroid yang tidak aktif.

6
Selain sel folikular, kelenjar tiroid juga mengandung sel parafolikular (thyrocytus C)
terpulas pucat yang lebih besar. Sel-sel ini ditemukan di tepi epitel folikel atau di dalam
folikel. Jika sel parafolikular terletak di dalam suatu folikel, sel ini biasanya terpisah dari
lumen folikel oleh sel-sel folikular di sekitarnya.

Fisiologi

Hormone tiroid meningkatkan aktivitas metabolism hampir seluruh bagian tubuh. Bila
sekresi hormone ini banyak sekali, maka kecepatan metabolism basal meningkat sampai
setinggi 60 sampai 100 persen di atas nilai normal. Kecepatan penggunaan makanan
sebagai energy juga sangat meningkat. Walaupun kecepatan sintesis protein pada saat itu
juga meningkat, pada saat yang sama, kecepatan katabolisme protein juga meningkat.

Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid

Untuk menjaga agar tingkat aktivitas metabolism dalam tubuh tetap normal, maka
setiap saat harus disekresikan hormone tiroid dengan jumlah yang tepat, dan agar hal ini
dapat tercapai, ada mekanisme umpan balik spesifik yang bekerja melalui hipotalamus
dan kelenjar hipofisis anterior untuk mengatur kecepatan sekresi tiroid.

2. Penyakit hipertiroid merupakan salah satu bentuk tirotoksikosis yang disebabkan


peningkatan sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Penyebab tersering
adalah penyakit hipertiroid Graves, struma multinodosa toksik (Toxic Multinodular
Goiter, TMNG) dan adenoma toksik (Toxic Adenoma, TA).
a) Penyakit hipertiroid Graves adalah penyakit autoimun yang organ-specific ditandai
dengan adanya antibodi yang merangsang kelenjar tiroid (thyroid stimulating
antibody atau TSAb). Hampir semua pasien penyakit Graves mempunyai
autoantibodi yang berikatan dengan reseptor TSH (TSH Receptor Antibody =
TRAb). TRAb bertindak sebagai agonis TSH berkompetisi dengan TSH hipofisis,
mengakibatkan sintesis dan sekresi hormon tiroid yang berlebihan;
b) Hipertiroid pada adenoma toksik atau struma multinodosa toksik disebabkan karena
mekanisme internal kelenjar tiroid yang meningkatkan kadar hormone tiroid.

Faktor resiko terjadinya hipertiroid

a) Umur
Usia di atas 60 tahun maka semakin berisiko terjadinya hipertiroid.

7
b) Jenis Kelamin
Perempuan lebih berisiko terjadi gangguan tiroid
c) Riwayat gangguan tiroid
Memiliki riwayat gangguan tiroid sebelumnya seperti goiter atau pernah menjalani
operasi kelenjar tiroid.
d) Riwayat penyakit autoimun
Memiliki riwayat penyakit autoimun seperti diabetes melitus dan gangguan
hormonal.
e) Riwayat keluarga
Adanya riwayat gangguan tiroid di keluarga
f) Konsumsi iodin berlebih
g) Obat-obatan
Mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung iodine seperti amiodarone.
h) Merokok
Merokok menjadi faktor risiko hipertiroid karena merokok akan menigkatkan kadar
T4 serta menurunkan kadar TSH

3. Patofisiologi Hipertiroid

Hipertiroidisme - Kondisi ini adalah kebalikan dari hipotiroidisme, dapat terjadi jika
produksi hormon T3 dan T4 terlalu berlebihan. Penderita hipertiroidisme akan
mengalami gangguan kecemasan, kegelisahan, sensitif terhadap suhu tinggi, rambut
rontok, dan siklus menstruasi berkurang.

a) Diperdarahi A. thyreoidea superior cabang dari A. carotis externa dan A. thyreoidea


inferior cabang dari truncus thyreocervicalis cabang dari A. subclavia.

b) Fungsinya ialah mengeluarkan hormon tiroid. Antara hormon yang terpenting ialah
Thyroxine (T4) dan Triiodothyronine (T3). Hormon-hormon ini mengawal
metabolisma (pengeluaran tenaga) manusia.

Gejala Klinis Hipertiroid

a) Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivas


simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat
semakin banyak bila panas, kulit lembab; berat badan menurun, sering disertai dengan

8
nafsu makan meningkat; palpitasi dan takikardia; diare; dan kelemahan serta atrofi
otot.

b) Manifestasi ekstratiroidal berupa oftal- mopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya
terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80%
pasien ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid
lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan
konvergensi. Lid lag bermanifestasi sebagai gerakan kelopak mata yang relatif lebih
lambat terhadap gerakan bola matanya sewaktu pasien diminta perlahan-lahan melirik
ke bawah. Jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh limfosit, sel mast dan
sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoftalmos (proptosis bola mata), okulopati
kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokular (Gbr. 60-4, A dan B). Oftalmopati
dapat berat sekali dan pada kasus yang ekstrim, penglihatan dapat terancam.

c) Manifestasi ekstratiroidal penyakit Graves dapat diikuti dengan gejala klinis yang
berbanding terbalik dengan beratnya hipertiroidisme. Sebagai contoh, manifestasi ini
dapat tidak ada atau dapat membaik bila hipertiroidisme minimal atau setelah
dikontrol dengan pengobatan. Penyakit Graves agaknya timbul sebagai manifestasi
gangguan autoimun. Daiam serum pasien ini ditemukan antibodi imunoglobulin (IgG)
Antibodi ini agaknya bereaksi dengan reseptor TSH atau membran plasma tiroid.
Sebagai akibat interaksi ini antibodi tersebut dapat merangsang fungsi tiroid tanpa
bergantung pada TSH hipofisis, yang dapat mengakibatkan hipertiroidisme.
Imunoglobulin yang merangsang tiroid ini (TSI) mungkin disebabkan suatu kelainan
imunitas yang bersifat herediter, yang memungkinkan kelompokan limfosit tertentu
dapat bertahan, berkembang biak dan menyekresi imuno- globulin stimulator sebagai
respons terhadap bebe- rapa faktor perangsang. Respons imun yang sama agaknya
bertanggung jawab atas oftalmopati yang ditemukan pada pasien-pasien tersebut

4. Anamnesis
a) Menanyakan keluhan utama menggunkan metode OLD CHART/OPQRST
(menanyakan sudah berapa lama frekuensi , volume/jumlah , waktu). Pada pasien
timbul gejala polyuria, polydipsia, polifagia, mudah lelah dan mengantuk
b) Menanyakan riwayat penyakit terdahulu. Pasien tidak pernah melakukan medical
check up.

9
c) Menanyakan riwayat penyakit keluarga. Ibu pasien mempunyai riwayat hipertensi dan
ayah pasien mempunyai riwayat diabetes
d) Menanyakan riwayat penggunaan obat-obatan . pasien tidak ada konsumsi obat.
Pemeriksaan Fisik
TB : 162 cm
BB : 52 kg
TD : 120/80 mmHg
N : 105 x/i
RR : 20 x/I
T : 36,5ºC
Inspeksi : Mata : eksofthalmus (+)
Leher : benjolan (+)
Palpasi : Leher : Benjolan tidak tegas, benjolan licin, bergerak pada saat menelan
Auskultasi : Bruit (+)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab : TSH : 0,0001 uIU / mL
FT4 : 5 ng/dL
Pemeriksaan USG leher : Struma Difusa dengan vaskularisasi yang meningkat.
Diagnosa dapat di tegakkan bila
a) Penderita didapatkan tanda dan gejala tirotoksikosis disertai dengan tanda dan gejala
khas dari penyakit Graves
b) Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan FT4 (N : 0,7-1,9 ng/dL
c) Pemeriksaan laboratorium menunjukkan penurunan TSH (N : 0,5-6)
Perlu diketahui bahwa di negara-negara barat, pemeriksaan faal tiroid merupakan suatu
pemeriksaan rutin yang dapat dilakukan di mana saja, hal ini berbeda dengan negara kita
di mana tidak semua tempat mampu melakukan pemeriksaan faal tiroid, sehingga untuk
daerah di mana pemeriksaan tersebut tidak dapat dilakukan, penegakan diagnosis dapat
dibantu dengan menghitung skor dari suatu indeks yang dikenal dengan Wayne
thyrotoxicosis index dan Newcastle thyrotoxicosis index. Skor dari Wayne thyrotoxicosis
index yang lebih dari 20 dan/atau skor dari Newcastle thyrotoxicosis index +40 +80
memastikan bahwa penderita mengalami hipertiroid. Perlu diketahui bahwa indeks ini
sudah tidak digunakan lagi di negara-negara maju, sehingga kedua indeks. tersebut tidak
terlalu dikenal lagi di negara-negara barat. Pemeriksaan TRAb tidak diindikasikan untuk

10
penegakan diagnosis, begitupula dengan tindakan USG, juga tidak mutlak diperlukan
untuk menegakkan diagnosis dari penyakit Graves'

5. Diagnosa Banding
Thyrotoxicosis Toxic nodular goiter Hyperfunctioning solitary
factitia adenoma
DEFINISI Tirotoksikosis bisa kelainan ketika nodul Adenoma soliter
disebabkan kelenjar tiroid terlalu hiperfungsi disarankan
oleh hipertiroidisme, aktif, sehingga pada temuan fisik nodul
yaitu kondisi di mana menyebabkan teraba di kelenjar normal,
kelenjar tiroid terlalu produksi hormon
dan dibuktikan oleh
aktif dan menghasilkan tiroid yang berlebihan
seluruh jenis hormon di dalam tubuh.
scintiscan menunjukkan
tiroid berlebihan. akumulasi radioisotop
preferensial dalam nodul.
Jenis adenoma ini harus
dibedakan dari tidak
adanya bawaan dari salah
satu lobus tiroid.
Epidemiologi > 60 tahun pada orang tua Pada orang dewasa

Gejala dan penurunan berat Tirotoksikosis pada orang dewasa dengan


Hasil muncul secara diam- hipertiroidisme yang
pemeriksaan diam berkembang secara
bertahap dan ukuran
nodul> 3 cm.
psikologis gejalanya mungkin Pada orang dewasa nodul
ringan toksik sangat jarang
bersifat ganas.
serapan 131-I rendah masalah lain seperti tidak adanya tiroid normal,
penyakit jantung
TG serum rendah Hasil pemeriksaan biasanya metastasis fungsi
antibodi antitiroid luas di paru atau tulang.
(-)
TRAb (-)
menunjukkan area
peningkatan dan
penurunan serapan
isotop.
Riwayat ada ada ada
keluarga

6. OBAT ANTI-TIROID
Sejak diperkenalkan pertama kali pada tahun 1940, obat anti-tiroid telah digunakan
sebagai terapi utama dari penyakit Graves' selama kurun waktu 70 tahun terakhir.

11
 Propylthiouracil (PTU) dan Methimazole (MMI, atau dikenal juga dengan sebutan
Thiamazole) yang tersedia di Amerika serta Carbimazole yang terdapat di Eropa
merupakan obat-obatan yang termasuk dalam kelas Tionamide.
 PTU merupakan pilihan pertama sebagai obat anti-tiroid di Amerika serikat maupun
negara-negara Amerika latin.
 Sediaan tablet PTU adalah 50 mg dan 100 mg
 Dosis PTU adalah antara 100-300 mg/hari.
 PTU dapat diberikan dalam dosis tunggal namun dapat juga diberikan dengan
beberapa cara seperti :
 50 mg tiap 6 jam:
 100 mg tiap 8 jam:
 150 mg tiap 12 jam.
Jika dosis yang diberikan melebihi 500 mg/ hari (misal: pada penanganan krisis tiroid)
maka setidaknya PTU diberikan tiap 8 jam Dosis MMI adalah 15-30 mg/hari diberikan
dalam dosis 1-2 kali/hari.
 Propranolol, 20-40 mg per oral setiap 6 jam, atau metoprolol, 25-50 mg per oral
setiap 6-8 jam, akan mengontrol takikardia, hipertensi, dan fibrilasi atrium. Agen
penyekat beta-adrenoseptor secara bertahap ditarik saat kadar tiroksin serum
kembali normal. Diltiazem, 90-120 mg tiga atau empat kali sehari, dapat digunakan
untuk mengontrol takikardia pada pasien yang kontraindikasi ẞ blocker, misalnya
penderita asma. Pemblokir saluran kalsium lainnya mungkin tidak seefektif
diltiazem. Nutrisi yang cukup dan suplemen vitamin sangat penting. Barbiturat
mempercepat pemecahan T4 (dengan induksi enzim hati) dan dapat membantu baik
sebagai obat penenang dan untuk menurunkan kadar T. Sekuestran asam empedu
(misalnya, kolestiramin) juga dapat dengan cepat menurunkan kadar T4 dengan
meningkatkan ekskresi T4 melalui feses.

7. Ada tiga cara pengobatan penyakit hipertiroid yaitu menggunakan obat anti tiroid,
pengobatan dengan iodium radioaktif, dan pembedahan.
Terapi non farmakologis yang dilakukan yaitu :
a) Iodium radioaktif

Iodium radioaktif I-131 merupakan radionuklida pemancar sinar beta dan gamma,
pemancar beta akan menyebabkan abiasi jaringan tiroid disamping mempunyai efek

12
terhadap sistem imun. I-131 akan menimbulkan atrofi, fibrosis, dan inflamasi kronik
mengakibatkan pengurangan yang nyata ukuran kelenjar tiroid serta terjadinya
hipotiroid.

Pengobatan iodium radioaktif dilakukan bila pengobatan penyakit hipertiroid dengan


obat antitiroid tidak berhasil atau sering kambuh. Iodium radioaktif diberikan
dengan cara di minum (per oral), bila diperlukan bisa diulang 3-6 bulan kemudian.
Besarnya dosis ditentukan berdasarkan besarnya kelenjar, kemampuan menangkap
iodium radioaktid dan berat ringannya penyakit.

Yang perlu diperhatikan, setelah minum iodium radioaktif pasien tidak


diperkenankan bertemu dengan anak anak usia 13 tahu ke bawah atau wanita hamil
selama paling kurang tiga hari, menghindari konsumsi makanan tinggi kadar iodium,
serta tidak boleh hamil atau sedang menyusui atau istri pasien tidak boleh hamil
selama 6 bulan pertama setelah minum iodium radioaktif.

Respons terhadap iodium radiaoktif biasanya baru tampak setelah 2-4 bulan, bila
setelah waktu itu eutiroid belum tercapai, pemberian iodium radioaktif dapat
diulangi. Pasca-pemberian iodium radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantai secara
berkala biasanya setiap 6 bulan sekali. Kadar FT4 dan TSH serum perlu dipantau
secara teratur. Jika timbul hipotiroidisme, pasien perlu segera diberi pengganti
hormon tiroid levotiroksin oral 50-150 mcg per hari. Dosis diberikan dengan sasaran
kadar tsh berada dalam kisaran normal.

b) Pembedahan

Pembedahan biasanya berupa tiroidektomi subtotal dengan sedikit menyisakan


sedikit jaringan tiroid atau tiroidektomi total. Pembedahan dilakukan dengan
persiapan yang baik yaitu dengan terlebih dahulu normalisasi kadar hormon tiroid
dengan obat anti tiroid. Pembedahan dilakukan oleh ahli bedah.

Risiko bedah antara lain berupa terputusya n. recurrens laryngeus, hipoparatiroid,


dan hipotiroid. Hipokalsemia akibat hipoparatiroid dapat terjadi setelah tiroidektomi
total atau sub-total yang bisa bersifat selintas atau permanen, kerusakan n. rekuren
tau superior laryngeal (juga bisa temporer atau permanen), perdarahan pasca-bedah,
dan penyulit anestesi. Di tangan ahli bedah yang berpengalaman risiko bedah dapat
ditekan serendah mungkin.

13
Kejadian hipotiroid dan kemungkinan kambuh setelah pembedahan tergantung pada
besarnya jaringan tiroid yang disisakan.

Konseling dan Edukasi


Hal ini perlu dilakukan agar terbangun dukungan keluarga dalam hal kepatuhan
meminum obat.

8. Anamnesis
Langkah awal anamnesis
 Mengucapkan salam, pemeriksa berdiri dan melakukan jabat tangan
 Mempersilakan duduk berseberangan / berhadapan
 Menciptakan suasana membantu dan menyenangkan
 Berbicara dengan lafal yang jelas dengan menggunakan bahasa verbal, non verbal
yang mudah dipahami
 Menanyakan identitas : nama, umur, alamat, pekerjaan
 Menyebutkan nama pasien pada saat mengajukan pertanyaan

Anamnesa Terpimpin Disfungsi Tiroid :


Anamnesa yang berhubungan dengan keluhan utama:
 Benjolan / pembesaran di leher (sejak kapan, nyeri / tidak)
 Mata menonjol, (sejak kapan, kemerahan, gangguan penglihatan)

Keluhan / gangguan yang berhubungan dengan hipertiroid :


 Debar-debar
 Gemetaran
 banyak makan namun berat badan menurun
 banyak berkeringat, gugup (sejak kapan dan kapan- kapan di rasakan)
 Perkembangan keluhan (membaik atau memburuk)
 Riwayat alergi
 Obat-obatan yang pernah/sedang dikonsumsi (jenis dan lamanya)
 Riwayat kebiasaan : alkohol, merokok (jumlah dan lamanya)
 Riwayat keluarga (orang tua, saudara, anak, keluarga yang berhubungan darah) :
kesehatan, penyakit, usia dan penyebab kematian

14
 Riwayat sosial : perkawinan, pekerjaan, tempat tinggal, orang-orang yang tinggal
serumah.
 Melakukan cek silang
 Menanyakan kepada pasien hasil pemeriksaan laboratorium bila pernah periksa.

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Kulit : Dermopati, Akrokapi

Mata : Eksoftalmus, Diplopia, Ulkus Kornea, Oftalmopati.

Leher : Pembesaran Kelanjar Tiroid

Kaki : Edema Pretibial

Palpasi

Kulit : Hangat & Basah

Leher : Pembesaran Kelenjar Tyroid yang biasa terasa halus.

Auskultasi

Leher : Bruit.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Eksoftalmus, takikardia sampai 130-200 x/menit, demam tinggi sampai 40°C, tremor
halus, kulit hangat dan basah, pembesaran kelenjar tiroid, bruit pada tiroid, dermopati
lokal, akropaki, dapat ditemukan gagal jantung kongestif dan ikterus.

Spesifik untuk penyakit Grave ditambah dengan: Oftalmopati (spasme kelopak mata atas
dengan retraksi dan gerakan kelopak mata yang lamban, eksoftalmus dengan proptosis,
pembengkakan supraorbital dan infraorbital), edema pretibial, kemosis, proptosis,
diplopia, visus menurun, ulkus kornea, dermopati, akropaki, kelenjar membesar, halus,
dan bruit terdengar.

Pada pemeriksaan karena sistem saraf pusat terganggu dapat terjadi delirium, koma.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan penunjang lanjutan berupa laboratorium: TSH sangat rendah, T4/ fT4/
T3 tinggi, anemia normositik normokrom, limfositosis, hiperglikemia, enzim
transaminase hati meningkat, azotemia prerenal.

15
b. EKG: Sinus takikardia atau fibrilasi, atrial dengan respon ventrikuler cepat.
c. Scintigraphy: Jika etiologi peningkatan kadar hormon tiroid tidak jelas setelah
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium lainnya, dapat dipastikan dengan
scintigraphy. Iodine-123 (123I) atau technetium-99m (99mTc) dapat digunakan
untuk pemindaian tiroid. Biasanya, isotop didistribusikan secara homogen ke seluruh
lobus kelenjar tiroid. Pada pasien dengan hipertiroidisme, pola serapan (misalnya
difus vs nodular) bervariasi dengan gangguan yang mendasarinya.
Tingkat keseluruhan Radioactive Iodine Uptake (RAIU) juga bervariasi dengan kondisi
yang berbeda. RAIU normal sekitar 5-20% tetapi dimodifikasi oleh kandungan yodium
dari makanan pasien

Komplikasi Hipertiroid

1. Limfadenopati merupakan suatu kondisi dimana nodus limfe (kelenjar getah bening)
mengalami abnormalitas baik dalam hal ukuran, konsistensi atau jumlah.

2. Splenomegali merupakan pembesaran organ limpa

3. Edema palpebra adalah pembengkakan kelopak mata

4. Scotoma adalah kondisi ketika mata tidak dapat mendeteksi objek di sudut tertentu
atau blind spot.

5. Papilledema adalah pembengkakan saraf optik pada mata yang bisa mengakibatkan
kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.

6. Kardiomegali adalah suatu kondisi ketika ukuran jantung lebih besar dari ukuran
normal

7. Otot berkurang dan lemah

9. Menurut SKDI 2012, indikasi rujuk pada Grave’s disease atau hipertiroid adalah 3A,
yang dimana : Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk bukan
gawat darurat.
Jika pasien sudah tidak memunkinkan untuk mengomsumsi obat makan atau terapi yang
diberikan, maka pasien dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam

16
BAB IV KESIMPULAN

17
REFERENSI

Arifputera A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk. Edisi 4. Jakarta:
Media Aesculapius. 2014; jilid 2; 975-981.

Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti


Setiati. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.

Askandar Tjokroprawiro. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (edisi 2). Surabaya:
Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair.

Braverman LE and Utiger RD. Introduction to thyrotoxicosis. In Werner & Ingbar's


The Thyroid. A Fundamental and Clinical Text. Braverman LE and Utiger RD (Eds.). Ninth
Edition. Lippincott Wiliams & Wilkins, Philadelphia, 2005. Hal. 453.

Cooper DS. Treatment of Thyrotoxicosis. In Werner & Ingbar's The Thyroid . A


Fundamental and Clinical Text 9th ed. 2005. Braverman LE and Utiger RD (Eds.). Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia, pp 665-694.

Eroschenko, V. P., Atlas Histologi diFiore, Penerbit Buku Kedokteran (EGC)

Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th ed. Philadelphia (PA):
Elsevier, Inc.; 2016

Katzung, B.G., Masters, S.B. and Trevor, A.J., Eds. (2012) Basic and Clinical
Pharmacology. 12th Edition, McGraw-Hill Medical, New York.

PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). 2017. Pedoman Pengelolaan


Penyakit Hipertiroid. Bandung: PERKENI, Kelompok Studi Tiroidologi Indonesia.

Price. Sylvia A dan Wilson. Lorraine M. 2022. Patofisiologi Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) RI 2013 hal. 88-89.

Ross DS, Burch HB, Cooper DS et al. 2016 American Thyroid Association Guideline
for Diagnosis and Management of Hyperthyroid ism and Other Causes of Thyrotoxicosis.

18
Thyroid. American Thyroid Association. Mary Ann Liebert, Inc. DOI:
10.1089/thy.2016.0229.

Sobotta. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Kepala, Leher, dan Neuroanatomi.
Edisi 23. Jilid 3

Standar Kompetensi Dokter Indonesia.-- Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia, 2012

19

Anda mungkin juga menyukai