Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

KONSEP MEDIS & KONSEP KEPERAWATAN


“HIPOTIROID”
Dosen Pengampu : Ns. Ita Sulistiani Basir, M.Kep

OLEH :
KELOMPOK 3 | KELAS A

Adelia Dwi Lestari Mointi 841420021[A]


Alfarhan Sidik Yahya 841420016[A]
Agnes PandaLeke 841420003[A]
Astri Hidayatullah Arif Azis 841420020[A]
Izzatul Magfirah Baba 841420019[A]
Novia Putri Ramdani 841420044[A]
Merlin Moputi 841420036[A]
Moh. Firgiyawan Mustaki 841420043[A]
Praditya Harun 841420015[A]
Rabiatul Mutia Nento 841420017[A]
Sri Hapin Larote 841420027[A]
Sucita Gaga 841420028[A]
Suryaningsi Harun 841420038[A]
Yuyun Elina Taharidji 841420041[A]

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN


UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Sholawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, serta kepada
keluarga, sahabat, kerabat beliau sekalian.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan kami semua kekuatan dan kelancaran dalam menyelesaikan tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang berjudul “HIPOTIROID “
dapat selesai sesuai waktu yang telah kami rencanakan. Tersusunnya makalah ini
tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan
moril, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ns. Ita Sulistiani Basir, S. Kep., M. Kep. selaku dosen pendamping


Universitas Negeri Gorontalo.
2. Kedua orang tua yang selalu mensuport dan memeberikan dorongan untuk
semangat kepada penulis.

3. Teman-teman sekalian yang selalu mendukung menyusun dan


menyelesaikan makalah dengan semaksimal mungkin

Makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna tapi penulis tentunya
bertujuan untuk menjelaskan atau memaparkan point-point di makalah ini, sesuai
dengan pengetahuan yang kami peroleh, baik dari buku maupun sumber-sumber
yang lain. Semoga semuanya memberikan manfaat bagi kita. Bila ada kesalahan
tulisan atau kata-kata di dalam makalah ini, penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Gorontalo, Mei 2022

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar belakang.................................................................................................1
1.2 Tujuan umum...................................................................................................2
1.3 Tujuan Khusus.................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
KONSEP MEDIS.............................................................................................................3
2.1 Definisi..............................................................................................................3
2.2 Etiologi..............................................................................................................3
2.3 Manifestasi klinis..............................................................................................4
2.4 Klasifikasi /stage...............................................................................................5
2.5 Prognosis...........................................................................................................6
2.6 Patofisiologi.......................................................................................................6
2.7 Komplikasi........................................................................................................6
2.8 Penatalaksanaan...............................................................................................7
2.9 Pencegahan.......................................................................................................7
BAB III.............................................................................................................................9
KONSEP KEPERAWATAN...........................................................................................9
3.1 Pengkajian........................................................................................................9
3.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................................18
3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................................19
3.4 Implementasi Keperawatan...........................................................................44
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................56

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hipotiroidisme artinya kekurangan hormon tiroid, yaitu hormon
yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid atau kelenjar gondok. Hipotiroidisme
(miksedema) adalah sindroma klinik yang terjadi akibat kadar T3 dan T4
dalam sirkulasi tidak adekuat. Laju metabolisme akan menurunkan dan
mukopolisakarida tertimbun dalam jaringan ikat dermis sehingga tampak
gambaran wajah miksedema yang khas (Yanti Anggraini,dkk. 2019).
Apabila hipotiroidisme terjadi pada anak bayi yang baru lahir,
akan menimbulkan kegagalan pertumbuhan fisik dam mental, yang sering
bersifat ireversibel; keaddan ini disebut kretinisme. Kretinisme dapat
timbul endemik pada suatu daerah geografik yang dietnya kekurangan
yodium yang berguna untuk sintesis hormon tiroid. Kasus sporadis dapat
timbul akibat kelainan kongenital berupa tidak terdapatnya jaringan tiroid,
atau defek enzim yang menghambat sintesis hormon (Yanti
Anggraini,dkk. 2019).
Hipotiroidisme adalah kumpulan sindroma yang disebabkan oleh
konsentrasi hormon tiroid yang rendah sehingga mengakibatkan
penurunan laju metabolisme tubuh secara umum. Kejadian hipotiroidisme
sangat bervariasi , dipengaruhi oleh faktor geografik dan lingkungan
seperti asupan iodium dan goitrogen, predisposisi genetik dan usia (Yanti
Anggraini,dkk. 2019).
Prevalensi hipotiroidisme di Indonesia belum diketahui secara
pasti. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, dalam Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015) melakukan
pemeriksaan kadar TSH sebagai salah satu penunjang diagnostik
gangguan tiroid. Dari pemeriksaan TSH, 2,7% pria dan 2,2% wanita
memiliki kadar TSH tinggi yang menunjukkan kecurigaan hipotiroidisme
(Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2015)

1
1.2 Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep medis dan konsep keperawatan dalam penyakit
Hipotiroid

1.3 Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui definisi Hipotiroid
b. Untuk mengetahui etiologi Hipotiroid
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis Hipotiroid
d. Untuk mengetahui patofisiologi Hipotiroid
e. Untuk mengetahui klasifikasi Hipotiroid
f. Untuk mengetahui prognosis Hipotiroid
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Hipotiroid
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan Hipotiroid
i. Untuk mengetahui pencegahan Hipotiroid
j. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien Hipotiroid
k. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan Hipotiroid
l. Untuk mengetahui intervensi keperawatan Hipotiroid
m. Untuk mengetahui implementasi dan evaluasi keperawatan Hipotiroid

2
BAB II

KONSEP MEDIS
2.1 Definisi
Hipotiroid adalah kelainan fungsi kelenjar tiroid yang ditandai dengan
kurangnya produksi hormone tiroid yaitu triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4) yang
diproduksi kelenjar tiroid. Kekurangan hormon tiroid ini menyebabkan penurunan
proses metabolisme Karbohidrat, protein dan lemak, sehingga cenderung
menyebabkan kegemukan (Hidayat, 2018) dalam (Miftahul Adnan, 2021).

Hipotiroid pada kehamilan dapat mengakibatkan bayi lahir dengan gangguan


retardasi mental serta gangguan pertumbuhan 1 Iodium merupakan mikronutrien
yang menjadi bahan baku utama dalam pembentukan hormon tiroid. Kekurangan
maupun kelebihan asupan iodium merupakan salah satu etiologi hipotiroidisme.
Konsekuensi paling parah dari kekurangan iodium adalah kretinisme yaitu suatu
sindrom karena kekurangan hormone tiroid dengan manifestasi utama berupa
retardasi mental dan hambatan tumbuh kembang (Miftahul Adnan, 2021).

2.2 Etiologi
Kegagalan tiroid dapat disebabkan oleh penyakit pada kelenjer tiroid
(hipotiroidisme primer), kelenjer hipofisis (hipotiroidisme sekunder), atau hipotalamus
(hipotiroidisme tersier). Hipotiroidisme primer sering terjadi dan di Eropa/Amerika
biasanya merupakan akibat dari penyakit autoimun terapi radio-iodin untuk
hipotiroidisme sebelumnya (50% menjadi hipotiroid dalam 10 tahun). Diseluruh dunia
penyebab paling sering adalah difisiendi iodin. Walaupun hipotiroid dapat bersifat
kongiental, penyabab-penyebab penting pada orang dewasa adalah (Medicine at a
Glance, 2003) dalam (Yanti Anggraini,dkk. 2019) :

1. Autoimun : ada 2 bentuk tiroiditis autoimun yang mudah dapat dibedakan


melalui adanya stauma (atrofik) pada keduanya dapat ditemukan auto
antibodi. Anggota keluarga yang mungkin addison, anemia pernisiosa, atau
diabetes. Terkadang tiroiditis hashimoto menimbulkan nyeri pada fase akut
dan lebih jarang lagi, menyebabkan hipotiroidisme sementara.

3
2. pascaterapi tirotoksikosis : radio-iodin, operasi, obat-obatan antitiroid.

3. Difisiensi iodin : strauma endemik (misalnya leher Derby-shire) adalah


penyebab paling hipotiroidisme paling umum diseluruh dunia.

4. Kelebihan iodin : kelebihan yang kronis (misalnya ekspektoran atau


amiodaron) dapat menyebabkan hipotiroidisme.

Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu
penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan
hormon yang berlebihan. Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar
tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid
akan disertai penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif hormon tiroid
terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipofisis
memberikan gambaran kadar hormon tiroid dan TSH yang finggi. TRF akan Tendah
karena uinpan balik negatif dari hormon tiroid dan TSH. Hipertiroidisme akibat
malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan hormon tiroid yang finggi disertai TSH
dan TRH yang berlebihan.

2.3 Manifestasi klinis


Menurut Yanti Anggraini,dkk (2019) manifestasi klinis dari hipotiroid :

1. Perlambatan daya pikir, dan gerakan yang canggung lambat


2. Penurunan frekuensi denyut jantung, pembesaran jantung (jantung
miksedema), dan penurunan curah jantung.
3. Pembengkakkan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di
pergelangan kaki.
4. Penurunan kecepatan metabolisme, penurunan kebutuhan kalori, penurunan
nafsu makan dan penyerapan zat gizi dari saluran cema
5. Konstipasi
6. Perubahan-perubahan dalam fungsi reproduksi
7. Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan tubuh yang tipis dan rapuh

4
2.4 Klasifikasi /stage
Menurut Yanti Anggraini,dkk (2019) Klasifikasi /stage dari hipotiroid :

Hipotiroid dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu kejadian (kongenital


atau akuisital), disfungsi organ yang terjadi (primer atau sekunder/ sentral), jangka
waktu (transien atau permanen) atau gejala yang terjadi (bergejala/ klinis atau tanpa
gejala/ subklinis). Hipotiroid kongenital biasa dijumpai di daerah dengan defisiensi
asupan yodium endemis. Pada daerah dengan asupan yodium yang mencukupi,
hipotiroid kongenital terjadi pada 1 dari 4000 kelahiran hidup, dan lebih banyak
dijumpai pada bayi perempuan (Roberts & Ladenson, 2004) dalam (Yanti
Anggraini,dkk. 2019).

Pada anak-anak ini hipotiroid kongenital disebabkan oleh agenesis atau


disgenesis kelenjar tiroid atau gangguan sintesis hormon tiroid. Disgenesis kelenjar
tiroid berhubungan dengan mutasi pada gen PAX8 dan thyroid transcription factor 1
dan 2 (Gillam & Kopp, 2001) dalam (Yanti Anggraini,dkk. 2019).

Hipotiroid akuisital disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang paling


sering dijumpai adalah tiroiditis autoimun yang sering disebut tiroiditas Hashimoto.
Peran auto imun pada penyakit ini didukung adanya gambaran infiltrasi limfosit
pada kelenjar tiroid dan adanya antibodi tiroid dalam sirkulasi darah. Operasi atau
radiasi (mis: radioterapi eksternal pada penderita head and neck cancer, terapi
yodium radioaktif pada tirotoksikosis, paparan yodium radioaktif yang tidak
disengaja, infiltrasi besi di kelanjar tiroid pada hemokromatosis. Beberapa bahan
kimia maupun obat (misal: amiodarone, lithium, interferon) juga dapat menyebabkan
hipotiroid dengan cara mempengaruhi produksi hormon tiroid atau mempengaruhi
autoimunitas kelenjar tiroid (Roberts & Ladenson, 2004) dalam (Yanti
Anggraini,dkk. 2019).

Berdasarkan disfungsi organ yang terkena, hipotiroid dibagi dua yaitu


hipotiroid primer dan hipotiroid sentral. Hipotiroid primer berhubungan dengan
defek pada kelenjar tiroid itu sendiri yang berakibat penurunan sintesis dan sekresi
hormon tiroid,

sedangkan hipotiroid sentral berhubungan dengan penyakit penyakit yang


mempengaruhi produksi hormon thyrotropin releasing hormone (TRH) oleh

5
hipothalamus atau produksi tirotropin (TSH) oleh hipofisis (Roberts & Ladenson,
2004) dalam (Yanti Anggraini,dkk. 2019).

2.5 Prognosis
Kasus hipotiroid tanpa pemberian terapi yang adekuat memiliki risiko
mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Terapi hipotiroid yang inadekuat
berhubungan dengan timbulnya gagal jantung, koma, hingga kematian. Pada
anak-anak, kegagalan terapi hipotiroid juga menyebabkan retardasi mental
yang serius. Sebaliknya, penderita hipotiroid dengan terapi yang adekuat
umumnya menunjukkan prognosis yang baik dan gejala berangsur berkurang
dalam beberapa minggu atau bulan (dr. Evelyn Ongkodjojo, 2021).

2.6 Patofisiologi
Penyakit hipotiroid disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah
kegagalan tiroid yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjer tiroid
(hipotiroidisme primer), kelenjer hipofisis (hipotiroidisme sekunder), atau
hipotalamus (hipotiroidisme tersier). Penyebab-penyebab penting lainnya
pada orang dewasa adalah autoimun yang dikenal sebagai Hashimoto's
thyroiditis. Gangguan autoimun terjadi ketika sistem kekebalan menghasilkan
antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri, selain itu adalah disebabkan
oleh pascaterapi tirotoksikosis : radio-iodin, operasi, obat-obatan antitiroid,
difisiensi iodin, serta kelebihan iodin atau kelebihan yang kronis (misalnya
ekspektoran atau amiodaron) yang dapat menyebabkan hipotiroidisme. Dari
beberapa faktor penyebab tersebut dapat mempengaruhi produksi hormone.
Jika produksi dari hormone tiroid tertekan, tiroid akan membesar sebagai
usaha untuk kompensasi dari kekurangan hormone. Sehingga, menimbulkan
penyakit hipotiroid.

Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi BMR secara


lambat dan menyeluruh yang menyebabkan laju metabolisme menjadi
menurun. Sehingga, fungsi ATP dan ADP ikut menurun. ATP adalah
pembawa energi utama yang digunakan untuk semua aktivitas seluler. Ketika
ATP dihidrolisis dan dikonversi menjadi adenosin difosfat (ADP), energi

6
dilepaskan. Penurunan ini terjadi secara menyeluruh pada proses tubuh yang
mengarah pada sistem pernapasan, sirkulasi, dan sekresi. Dampak hipotiroid
pada pernapasan menyebabkan otot jantung kurang kuat memompa darah.
Lambat laun, otot jantung bisa melemah. Sehingga, akan terjadi yang
namanya kelelahan otot pernapasan. Kelelahan ini merupakan suatu tanda
bahwa menurunnya fungsi pernapasan. Fungsi pernapasan yang menurun
akan menyebabkan depresi ventilasi yang artinya dalah gangguan pernapasan
yang ditandai dengan pernapasan lambat dan tidak efektif yang ditandai
dengan pasien mengalami sesak napas (dipsnea).

Menurunnya fungsi ATP dan ADP juga mempengaruhi sistem sirkulasi


yakni jantung bekerja keras memompa O2 mencukupi kebutuhan organ lain
yang dapat menyebabkan hipertrofi otot jantung atau pembesaran jantung.
Sehingga menyebabkan jantung melemah, mengeras, dan menurunkan fungsi
jantung dalam memompa darah yang ditandai dengan meningkatnya tekanan
darah.

2.7 Komplikasi
Menurut Yanti Anggraini,dkk (2019) :
1. Koma miksedema
Koma miksedema adalah stadium akhir dari hipotiroidisme yang tidak
diobati. Ditandai oleh kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi,
hipoglisemia, hiponatremia, intoksikasi air, syok dan meninggal. Walaupun
jarang, ini dapat terjadi lebih sering dalam masa mendatang, dihubungkan
dengan peningkatan penggunaan radioiodin untuk terapi penyakit Graves,
dengan akibat hipotiroidisme permanen. Karena ini paling sering pada pasien-
pasien tua dengan adanya dasar penyakit paru dan pembuluh darah,
mortalitasnya sangat tinggi.Pasien (atau seorang anggota keluarga bila pasien
koma) mungkin ingat akan penyakit tiroid terdahulu, terapi radioiodin, atau
tiroidektomi: Anamnesis menunjukkan awitan bertahap dari letargi terus
berlanjut menjadi stupor atau koma.
2. Miksedema dan Penyakit Jantung

7
Dahulu, terapi pasien dengan miksedema dan penyakit jantung,
khususnya penyakit arteri koronaria, sangat sukar karena penggantian
levotiroksin seringkali dihubungkan dengan eksaserbasi angina, gagal jantung,
infark miokard. Namun karena sudah ada angioplasty koronaria dan bypass
arteri koronaria, pasien dengan miksedema dan penyakit arteri koronaria dapat
diterapi secara operatif dan terapi penggantian tiroksin yang lebih cepat dapat
ditolerir.
3. Hipotiroidisme dan Penyakit Neuropsikiatrik
Hipotiroidisme sering disertai depresi, yang mungkin cukup parah.
Lebih jarang lagi, pasien dapat mengalami kebingungan, paranoid, atau
bahkan maniak ("myxedema madness"). Skrining perawatan psikiatrik dengan
FT4 dan TSH adalah cara efisien untuk menemukan pasien-pasien ini, yang
mana seringkali memberikan respon terhadap terapi tunggal levotrioksin atau
dikombinasi dengan obat-obat psikofarmakologik. Efektivitas terapi pada
pasien hipotiroid yang terganggu meningkatkan hipotesis bahwa penambahan
T3 atau T4 pada regimen psikoterapeutik untuk pasien depresi, mungkin
membantu pasien tanpa memperlihatkan penyakit tiroid. Penelitian lebih jauh
harus dilakukan untuk menegakkan konsep ini sebagai terapi standar.

2.8 Penatalaksanaan
Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu
dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah
hormon tiroid buatan T4. Bentuk yang lain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh
dari kelenjar tiroid hewan). Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan
hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek
samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH
kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita.
Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon
tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat,
maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan (Ismail, 2018).

8
2.9 Pencegahan
Penyakit hipotirodisme dapat dicegah dengan menghindari penyebab dan
faktor risikonya. Caranya adalah dengan:

 Menerapkan pola makan sehat dan seimbang.

 Mengonsumsi makanan beryodium, termasuk garam beryodium,


rumput laut, telur, udang, dan produk susu.

 Menjalani pengobatan dan pemeriksaan secara berkala bila


menderita penyakit autoimun atau pernah menjalani pengobatan
penyakit tiroid.

 Menjalani pemeriksaan rutin ke dokter kandungan selama masa


kehamilan.

Bila sedang menjalani pengobatan hipotirodisme, hindari mengonsumsi


obat atau suplemen lain tanpa memberi tahu dokter karena dapat mengganggu
efektivitas obat (dr. Pittara, 2022).

9
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan

Kategori dan Subkategori Masalah Normal

Fisiologis Respirasi Dispneu atau merasa Normal RR : 16-


sesak saat beraktivitas, 24x/menit, dan tidak
sleep memiliki masalah
apneu sleep apneu
Sirkulasi Mengalami sakit dada Pada seseorang yang
atau palpitasi, Tekanan tidak mengalami
darah sistolik meningkat, hipotiroid (normal)
tekanan diastolik tekanan darah dapat
menurun, takikardi berkisar 120/80
walaupun waktu istirahat, mmhg dan normal
disritmia dan murmur nadi untuk orang
dewasa berkisar 60-
100x/menit
Nutrisi dan Berat badan menurun, Nilai normal rujukan
cairan nafsu makan dan asupan untuk kolesterol
makan bertambah serta adalah <200 mg/dl,
kolesterol dan trigliserida untuk trigliserida
serum menurun adalah tidak lebih
dari 150 mg/dl.
Eliminasi Perubahan eliminasi Seseorang yang tidak
feses, frekuensi dan mengalami hipotiroid
banyaknya, sulit buang air frekuensi BAB
besar (konstipasi) lancar dan normal

10
yaitu 3x dalam
seminggu atau bisa
dapat berkisar antara
tiga kali dalam
sehari.
Aktivitas dan Mengalami dispnea ketika Pada kondisi yang
istirahat melakukan aktivitas atau normal, seseorang
istirahat, Mengeluh cepat tidak akan
lelah dan tidak mampu mengalami dispnea
melakukan semua dan cepat lelah pada
aktivitas hidup saat beraktivitas dan
mampu untuk
beraktivitas secara
produktif
Neurosensori Mengalami kaku sendi, Pada kondisi yang
kesemutan, ataksia, normal/ kadar tiroid
miksedema. normal, seseorang
tidak akan
mengalami
Reproduksi dan Infertilitas dan Perubahan Pada kondisi normal
Seksualitas menstruasi atau libido tidak terjadi
perubahan
menstruasi dimana
masa haid
berlangsung selama
tiga hingga 7 hari
Psikologis Nyeri dan nyeri otot dan nyeri sendi Pada kondisi yang
Kenyamanan normal tidak
ada/merasakan nyeri
otot dan nyeri sendi
Integritas ego malas beraktivitas dan Mampu untuk

11
ingin tidur sepanjang hari beraktivitas dan
melakukan hal-hal
yang produktif
Pertumbuhan Pada janin atau bayi yang Pada kondisi normal
dan mengalami kekurangan pertumbuhan dan
perkembangan hormon tiroid dapat perkembangan dari
menimbulkan cacat fisik, bayi hingga dewasa
cacat mental, kelainan tidak memiliki atau
saraf, munculnya kretin mengalami
(kondisi retardasi mental kekurangan hormon
disertai dengan bisu, tuli, tiroid yang dapat
cara berdiri, dan berjalan memicu beberapa
yang khas, hipotiroid dan masalah.
pertumbuhan yang
terhambat (short statue)).
Perilaku Kebersihan diri - Pasien/klien mampu
untuk melakukan dan
menjaga kebersihan
diri sendiri
Penyuluhan dan Pengetahuan tentang sifat Klien/pasien
pembelajaran penyakit, pengobatan, mengetahui
serta efek dan efek mengenai penyakit
samping obat hipotiroid
Relasional Interaksi social Klien merasa sangat sulit Pada kondisi normal,
membina hubungan social seseorang akan
dengan sekitarnya atau merasa mudah untuk
lingkungannya dan bisa bersosialisasi/
mengurung diri berinteraksi dengan
lingkungan
sekitarnya
Lingkunga Keamanan dan Pengobatan yang toleran Pengobatan yang

12
n proteksi untuk dikonsumsi diberikan oleh dokter
pasien/klien yang maupun perawat bisa
mengalami hipotiroid sesuai dengan
kebutuhan
pasien/klien

b. Pemeriksaan laboratorium

N Tes Definisi/Nilai normal Kelainan yang ditemukan


o

1. Pemeriksaan TSH Pemeriksaan TSH adalah Ditemukan kadar TSH


(Thyroid tes darah yang dilakukan yang tinggi menandakan
Stimulating untuk mengetahui kadar kelenjar tiroid tidak
Hormone) thyroid stimulation memproduksi hormon
hormone (TSH) di dalam tiroid dalan jumlah yang
tubuh. Hasil tes TSH cukup.
dikatakan normal jika
kadar hormon tiroid
dalam darah berkisar 0,4-
4 mU/L

2. Free thyroxine Pemeriksaan FT4 adalah Kelainan yang


(FT4) jenis tes untuk ditemukan, jika hasil
mengetahui bagaimana pemeriksaannya:
fungsi hormon tiroid
1. Sangat tinggi bisa jadi
seseorang. Idealnya,
indikasi
tiroid memproduksi
hipertiroidisme.
hormon yang disebut
Selain itu, bisa juga
thyroxine atau T4.
merupakan gejala
Pemeriksaan FT4
masalah tiroid lain
terkadang diperlukan
seperti tiroiditis atau
untuk mengetahui apakah

13
ada masalah pada kinerja kelainan nodul
kelenjar tiroid, seperti kelenjar tiroid yang
hipotiroidisme atau terlalu aktif.
hipertiroidisme. nilai 2. Sangat rendah Hasil
normal free T4 adalah 0.8 pemeriksaan FT4
-2.8 ng/dL. yang menunjukkan
kadar T4 kelewat
rendah bisa
mengindikasikan
beberapa hal seperti:
- Kekurangan
nutrisi
- Kekurangan
yodium
- Berpuasa
- Konsumsi obat
yang berpengaruh
terhadap kadar
protein
- Hipotiroidisme
- Masalah pada
kelenjar pituitari

3. Pengukuran titer Pemeriksaan anti TPO Kelainan yang ditemukan


antibodi antitifroid dilakukan untuk yaitu jika hasil
peroksidase (anti- mendeteksi antibodi pemeriksaan
TPO) terhadap TPO dalam menunjukkan tingkat
darah. Tiroid peroksidase antibodi yang tinggi
(TPO) adalah enzim yang terhadap tiroid
biasanya ditemukan di perosidase atau
kelenjar tiroid dan triglobulin kemungkinan

14
memainkan peran pasien menderita
penting dalam produksi penyakit hashimoto. Anti
hormon tiroid. Anti TPO TPO merupakan pertanda
atau anti-thyroid awal kebahayaan (risiko)
peroksidase merupakan kenaikan TSH di
suatu anibodi anti tiroid, hipotiroidisme.
artinya merupakan suatu
antibodi yang dihasilkan
tubuh dan merusak
kelenjar tiroid / gondok
orang tersebut. Demikian
pula dengan parameter
lainnya. Tidak aneh jika
anti TPO + tetapi yang
lainnya - karena pada
memang anti TPO adalah
yang paling umum
dijumpai pada gangguan
tiroid dengan penyebab
autoimun. 90% pasien
yang anti tiroglobulin
ataupun TRAb nya +
akan memiliki anti TPO
+ sedangkan hanya
sekitar 30% pasien yang
anti TPO nya + akan
memiliki anti tiroglobulin
atau TRAb yang + pula.
Intinya hasil positif itu
menggambarkan adanya
suatu proses autoimunitas

15
(kekebalan tubuh
merusak organ tubuh itu
sendiri, dalam hal ini
kelenjar gondok).
Wujudnya bisa bersifat
hipertiroid (kelebihan
hormon tiroid) ataupun
hipotiroid (kekurangan
hormon tiroid) yang
dapat diketahui dari hasil
pemeriksaan kadar
hormon tiroid yakni TSH
dan FT3 / FT4. Kelainan
hipertiroid dengan anti
TPO + terbanyak adalah
penyakit grave
sedangkan gangguan
hipotiroid dengan anti
TPO + yang terbanyak
adalah penyakit
hashimoto.

4. Thyrotropin Test TRH untuk RH untuk memastikan


releasing hormone mengukur respon lokasi gangguan yang
(TRH) hipofisis terhadap terjadi pada aksis
rangsangan TRH, dengan hipotalamus-pituitari.
menentukan kadar TSH TRH dapat menyebabkan
serum sebelum dan mual, muntah dan
sesudah pemberian TRH beberapa pasien
eksogen. Sebelum mengalami keinginan
tersedianya uji TSH yang untuk buang air kecil.

16
sensitif , uji hormon
pelepas tirotropin atau tes
stimulasi TRH
diandalkan untuk
mengkonfirmasi dan
menilai tingkat
penekanan pada dugaan
hipertiroidisme . Agar
kelenjar tiroid melakukan
fungsinya, hipothalamus
harus melepaskan TRH
(thyrotropin releasing
hormon). TRH kemudian
memicu kelenjar pituitari
untuk menghasilkan
TSH. Kisaran nilai
normal TSH untuk orang
dewasa 0,4 – 4,5 mIU/L.

17
PATHWAY

Gangguan kelenjar Pascaterapi


Autoimun tirotoksikosis Defisiensi Iodin Kelebihan Iodin
tiroid, hipofisis, dan
hipotalamus
a.

Penekanan produksi
hormon tiroid

HIPOTIROID

Fungsi ATP dan ADP Laju metabolisme

Sistem pernapasan Sistem sirkulasi Suplai O2 ke jantung Sekresi Fungsi sistem

Kelelahan otot Jantung bekerja keras Bradikardi Produksi kalor Peristaltik usus
pernapasan memompa O2 mencukupi
kebutuhan organ lain Disritmia Suhu tubuh Konstipasi
Fungsi pernapasan
Hipotensi Hipotermia
Hipertrofi otot
Depresi ventilasi jantung
Kelemahan
Dipsnea Tekanan darah 17
Intoleransi
Pola Napas Tidak Aktivitas
Penurunan Curah Jantung
Efektif
3.2 Diagnosa Keperawatan
1) Pola napas tidak efektif

Kategori: Psikologis

Subkategori : Nyeri dan kenyamanan

2) Penurunan Curah jantung

Kategori : Fisiologis

Subkategori : Sirkulasi

3) Intoleransi Aktivitas

Kategori: Fisiologis

Subkategori: Aktivitas/istirahat

4) Hipotermia

Kategori : Lingkungan

Subkategori : Keamanan dan Proteksi

5) Konstipasi

Kategori : Fisiologis

Subkategori : Eliminasi

18
3.3 Intervensi Keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI RASIONAL
.
1. Pola Napas Tidak Efektif Pola Napas Manajemen jalan napas Observasi
(D.0005) (L.01004) ( I.01011)
1. Memantau kefektifan dari
Kategori : fisiologis
pola napas dan bunyi napas
Subkategori : respirasi Definisi Definisi
Inspirasi dan/atau Mengidentifikasi dan mengelola 2. Untuk memantau apakah
Definisi ekspirasi yang kepatenan jalan napas adanya bunyi napas
Inspirasi dan/atau ekspirasi memberikan ventilasi tambahan yang dirasakan
yang tidak memberikan adekuat Tindakan : pasien
ventilasi adekuat Observasi
3. Memantau kondisi sputum
Kriteria hasil 1. Monitor pola napas
jika ada kelainan dari segi
Penyebab Setelah dilakukan (frekuensi,kedalaman,usaha
jumlah,warna dan aroma
1. Depresi pusat tindakan keperawatan napas)
pernapasan selama 3x24 jam 2. Monitor bunyi napas tambahan Terapeutik
2. Hambatan upaya napas masalah gangguan (mis.gurgling,mengi,wheezing,r
1. Mempertahankan
(mis. nyeri saat pola napas tidak onkhi kering)
kepatenan jalan napas
bernapas, kelemahan efektif dapat teratasi 3. Monitor sputum

19
otot pernapasan) dengan kriteria hasil : (jumlah,warna,aroma) 2. Untuk menurunkan sesak
3. Deformitas dinding 1. Dispnea menurun napas pasien
dada 2. Penggunaan otot Terapeutik
3. Untuk membantu
4. Deformitas tulang dada bantu napas 1. Pertahankan kepatenan jalan
melegakan tenggorokan
5. Gangguan menurun napas dengan head-tlit dan
jika adanya sputum
neuromuskular 3. Pemanjangan fase chin-lift (jaw-thurst jika curiga
6. Gangguan neurologis ekspirasi menurun trauma servikal) 4. Melakukan fisioterapi dada
7. Imaturitas neurologis 4. Frekuensi napas 2. Posisikan semi-fowler atau untuk mengurangi
8. Penurunan energi membaik fowler hambatan jalan napas pada
9. Obesitas 5. Kedalaman napas 3. Berikan minum hangat pasien,jika perlu
10. Posisi tubuh yang membaik 4. Lakukan fisioterapi dada,jika
4. Melakukan penghisapan
menghambat ekspansi perlu
lender kurang dari 15 detik
paru 5. Lakukan penghisapan lender
untuk menghindari adanya
11. Sindrom hipoventilasi kurang dari 15 detik
penyumbatan oleh lender
12. Kerusakan inervasi 6. Lakukan hiperoksigenasi
diafragma (kerusakan sebelum penghisapan 5. Melakukan hiperoksigenasi
saraf C5 ke atas) endotrakeal pada pasien sebelum
13. Cedera pada medula 7. Keluarkan sumbatan benda penghisapan endotrakeal
spinalis padat dengan forsep McGill
6. Mengeluarkan sumbatan

20
14. Efek agen farmakologis 8. Berikan okseigen, jika perlu benda padat dengan forsep
15. Kecemasan McGill
Edukasi
7. Memberikan okseigen pada
Gejala dan Tanda Mayor 1. Anjurkan asupan cairan 2000
pasien, jika diperlukan
Subjektif ml/hari, jika tidak
1. Dispnea kontraindikasi
Objektif 2. Ajarakan teknik batuk efektif
Edukasi
1. Penggunaan otot bantu
pernapasan Kolaborasi 1. Menganjurkan asupan
2. Fase ekspirasi 1. Kolaborasi pemberian cairan 2000 ml/hari kepada
memanjang bronkodilator, ekspetoran, pasien, jika tidak
3. Pola napas abnormal mukolitik, jika perlu kontraindikasi
(mis. takipnea, 2. Mengajarakan teknik batuk
bradipnea, hiperventilasi, efektif kepada pasien untuk
kussmaul, cheyne- membersihkan jalan napas
stokes)
Kolaborasi

Gejala dan Tanda Minor 1. jika pasien membutuhkan


Subjektif pemberian bronkodilator,

21
1. Ortopnea ekspetoran, mukolitik
Objektif
1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping
hidung
3. Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
4. Ventilasi semenit
menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi
menurun
7. Tekanan inspirasi
menurun
8. Ekskursi dada berubah

Kondisi Klinis Terkait


1. Depresi sistem saraf

22
pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Gullian barre syndrome
5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadripplegia
9. Intoksikasi alkohol
2. Penurunan Curah Curah Jantung Perawatan jantung (I.02075) Observasi
Jantung (D.0008) (L.02008)
1. Untuk dapat mengetahui
Kategori : Fisiologis tanda/gejala primer
Definisi
terhadap penurunan curah
Subkategori : Sirkulasi Definisi:
Mengidentifikasi, merawat dan jantung
Keadekuatan jantung membatasi komplikasi akibat
2. Untuk dapat mengetahui
memompa darah ketidakseimbangan antara suplai
Definisi tanda/ gejala sekunder
untuk memenuhi dan konsumsi oksigen miokard
terhadap penurunan curah
Ketidakadekuatan jantung kebutuhan
memompa darah untuk

23
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh jantung
metabolisme tubuh
Tindakan : 3. Untuk memantau tekanan
darah
Kriteria hasil: Observasi
Penyebab 4. Untuk dapat memantau
Setelah dilakukan 1. Identifikasi tanda/gejala primer
intake ouput cairan pasien
1. Perubahan irama jantung intervensi penurunan curah jantung
keperawatan 3x 24 (meliputi dispnea, kelelahan, 5. Untuk memantau berat
2. Perubahan frekuensi
jam masalah terhadap edema, ortopnea, paroxysmal badan pasien setiap hari
jantung
curah jantung dapat nocturnal dyspnea, peningkatan pada waktu yang sama
3. Perubahan kontraktilitas diatasi dengan CVP)
6. Untuk memantau saturasi
indicator :
4. Perubahan preload 2. Identifikasi tanda/gejala oksigen pasien
1. Kekuatan nadi sekunder penurunan curah
5. Perubahan afterload 7. Untuk memantau keluhan
perifer meningkat jantung (meliputi peningkatan
nyeri apabila pasien
berat badan, hepatomegaly,
2. Palpitasi menurun mengeluh merasakan nyeri
distensi vena jugularis,
Gejala dan Tanda Mayor
3. Tekanan darah palpitasi, ronkhi basah, oliguria, 8. Untuk memantau EKG 12
Subjektif membaik batuk, kulit pucat) sadapan pasien

3. Monitor tekanan darah

24
1. Perubahan irama jantung (termasuk tekanan darah 9. Untuk memantau aritmia
ortostatik) jika perlu
1) Palpitasi 10. Untuk memantau nilai
4. Monitor intake dan output laboratorium jantung
2. Perubahan preload
cairan
11. Untuk memantau fungsi
1) Lelah
5. Monitor berat badan setiap hari alat pacu jantung
3. Perubahan afterload pada waktu yang sama
12. Untuk mengetahui hasil
1) Dispnea 6. Monitor saturasi oksigen pemeriksaan tekanan darah
dan frekuensi nadi sebelum
4. Perubahan kontraktilitas 7. Monitor keluhan nyeri dada
dan sesudah aktivitas.
(mis. Intensitas, lokasi, radiasi,
1) Parocymal nocturnal
durasi, presivitasi yang 13. Untuk mengetahui hasil
dypnea (PND)
mengurangi nyeri) pemeriksaan tekanan darah
2) Ortopnea dan frekuensi nadi sebelum
8. Monitor EKG 12 sadapan
pemberian obat (mis. beta
3) Batuk
9. Monitor aritmia (kelainan irama blocker, ACE inhibitor,
Objektif dan frekuensi) calcium channel blocker,
digoksin)
1. Perubahan irama jantung 10. Monitor nilai laboratorium
jantung (mis. Elektrolit, enzim

25
1) Bradikardia/takikardia jantung, BNP, NTpro-BNP)

2) Gambaran EKG 11. Monitor fungsi alat pacu Terapeutik


aritmia atau gangguan jantung
1. Untuk memposisikan
konduksi
12. Periksa tekanan darah dan pasien dengan nyaman
2. Perubahan preload frekuensi nadi sebelum dan 2. Untuk memastikandiet
sesudah aktivitas jantung yang sesuai dengan
1) Edema
pasien
13. Periksa tekanan darah dan
2) Distensi vena 3. Untuk melindungi pasien
frekuensi nadi sebelum
jugularis melalui stocking elastis
pemberian obat (mis. Beta
atau pneumatik intermiten
3) Central venous blocker, ACE inhibitor, calcium
yang sesuai indikasi
pressure (CVP) channel blocker, digoksin)
4. Agar pasien dan keluarga
meningkat/menurun
dapat memulai gaya hidup
4) Hepatomegaly sehat
Terapeutik
5. Untuk mengurangi stres
3. Perubahan afterload
1. Posisikan pasien semi fowler dengan terapi relaksasi
1) Tekanan darah atau fowler dengan kaki ke 6. Agar pasien merasa lebih
bawah atau posisi nyaman baik dengan memberikan

26
meningkat/menurun 2. Berikan diet jantung yang dukungan emosional dan
sesuai (mis. Batasi asupan spiritual
2) Nadi perifer teraba
kafein, natrium, kolesterol, dan 7. Untuk mempertahankan
lemah
makanan tinggi lemak) saturasi oksigen
3) Capillary refill time 3. Gunakan stocking elastis atau
>3 detik pneumatic intermiten, sesuai
Edukasi
indikasi
4) Oliguria
4. Fasilitasi pasien dan keluarga 1. Agar pasien dapat
5) Warna kulit pucat untuk modifikasi gaya hidup beraktivitas dengan baik
dan/atau sianosis sehat 2. Untuk mengetahui aktivitas
5. Berikan terapi relaksasi untuk fisik yang dilakukan secara
4. Perubahan kontraktilitas
mengurangi stress, jika perlu bertahap
1) Terdengar suara 6. Berikan dukungan emosional 3. Agar pasien terhindar dari
jantung S3 dan/atau dan spiritual penyakit yang disebabkan
S4 7. Berikan oksigen untuk oleh merokok
memperthanakan saturasi 4. Agar pasien dan keluarga
2) Ejection fraction (EF)
oksigen >94% dapat mengukur berat
menurun
badan harian secara

27
Edukasi mandiri
5. Agar pasien dan keluarga
Gejala dan Tanda Minor 1. Anjurkan beraktivitas fisik
dapat mengukur intake dan
sesuai toleransi
Subjektif output cairan harian secara
2. Anjurkan beraktivitas fisik
mandiri.
1. Perubahan preload secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
(tidak tersedia)
4. Ajarkan pasien dan keluarga Kolaborasi
2. Perubahan afterload mengukur berat badan harian
1. Untuk menurunkan aritmia
5. Ajarkan pasien dan keluarga
(tidak tersedia) 2. Untuk mengobati kondisi
mengukur intake dan output
jantung pasien
3. Perubahan kontraktilitas cairan harian

(tidak tersedia)
Kolaborasi
4. Perilaku/emosional
1. Kolaborasi pemberian
1) Cemas
antiaritmia, jika perlu
2) Gelisah 2. Rujuk ke program rehabilitasi
jantung

28
Objektif

1. Perubahan preload

1) Murmur jantung

2) Berat badan
bertambah

3) Pulmonary artery
wedge pressure
(PAWP) menurun

2. Perubahan afterload

1) Pulmonary vascular
resistance (PVR)
meningkat/menurun

2) Systemic vascular
resistance (SVR)
meningkat/menurun

29
3. Perubahan kontraktilitas

1) Cardiac index (CI)


menurun

2) Left ventricular stroke


work index (LVSWI)
menurun

3) Stroke volume index


(SVI) menurun

4. Perilaku/emosional

(tidak tersedia)

Kondisi Klinis Terkait

1. Gagal jantung kongestif

2. Sindrom coroner akut

30
3. Stenosis mitral

4. Regurgitasi mitral

5. Stenosis aorta

6. Regurgitasi aorta

7. Stenosis trikuspidal

8. Regurgitasi trikuspidal

9. Stenosis pulmonal

10. Regurgitasi pulmonal

11. Aritmia

12. Penyakit jantung


bawaan

3. Intoleransi Aktivitas Toleransi aktivitas Manajemen Energi (I.05178) Observasi:


(D.0056) ( L.05047) 1. Mengetahui gangguan
Kategori: Fisiologis Definisi: fungsi tubuh akibat

31
Subkategori: Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola kelelahan.
Aktivitas/istirahat Respon fisiologis penggunaan energi untuk mengatasi 2. Memantau respon fisik dan
terhadap aktivitas atau mencegah kelelahan dan emosional akibat kelelahan
Definisi: yang membutuhkan mengoptimalkan proses pemulihan 3. Memantau kualitas tidur
Ketidakcukupan energi tenaga yang baik
untuk melakukan aktivitas Tindakan 4. Memantau lokasi
sehari Kriteria Hasil: Observasi: ketidaknyamanan selama
Setelah di lakukan 1. Identifikasi gangguan fungsi melakukan aktivitas
Penyebab: tindakan keperawatan tubuh yang mengakibatkan
1. Ketidakseimbangan selama 3x24 jam kelelahan Terapeutik:
antara suplai dan masalah toleransi 2. Monitor kelelahan fisik dan 1. Menyediakan lingkungan
kebutuhan oksigen aktivitas dapat emosional nyaman dan rendah
2. Tirah baring teratasi dengan 3. Monitor pola dan jam tidur stimulus
3. Kelemahan indikator : 4. Monitor lokasi dan (mis,cahaya,suara,kunjunga
4. Imobilitas 1. Keluhan lelah ketidaknyamanan selama n)
5. Gaya hidup monoton menurun melakukan aktivitas 2. Melakukan latihan rentang
2. Dispnea saat gerak pasif dan/atau aktif
Gejala dan Tanda Mayor: aktivitas menurun Terapeutik: 3. Memberikan aktivitas
Subjektif 3. Dispnea setelah 1. Sediakan lingkungan nyaman distraksi yang menenagkan

32
1. Mengeluh lelah aktivitas menurun dan rendah stimulus (mis. 4. Memfasilitasi klien untuk
Objektif 4. Frekuensi nadi Cahaya, suara, kunjungan) bergerak bertujuan agar
1. Frekuensi jantung membaik 2. Lakukan latihan rentang gerak tidak terjadi dekubitus jika
meningkat >20% dari pasif dan/atau aktif klien terlalu banyak
kondisi istirahat 3. Berikan aktivitas distraksi yang berbaring.
menenangkan
Gejala dan Tanda Minor: 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat Edukasi:
Subjektif tidur, jika tidak dapat berpindah 1. Tirah baring atau bed rest
1. Dispnea saat/setelah atau berjalan dianjurkan kepada klien
aktivitas untuk memaksimalkan
2. Merasa tidak nyaman Edukasi: kembali tenaga dengan
setelah beraktivitas 1. Anjurkan tirah baring beristirahat. Tirah baring
3. Merasa lemah 2. Anjurkan melakukan aktivitas biasanya diperuntukan
Objektif secara bertahap untuk pasien yang
1. Tekanan darah berubah 3. Anjurkan menghubungi perawat mendapatkan perawatan di
>20% dari kondisi jika tanda dan gejala kelelahan rumah atau di rumah sakit
istirahat tidak berkurang jika tidak memungkinkan
2. Gambaran EKG 4. Ajarkan strategi koping untuk perawatan di rumah.
menunjukkan aritmia mengurangi kelelahan 2. Dengan melakukan

33
saat/setelah aktivitas aktivitas secara bertahap
3. Gambaran EKG Kolaborasi: klien dapat mengatur pola
menunjukkan iskemia 1. Kolaborasi dengan ahli gizi aktivitasnya sehingga tidak
4. Sianosis tentang cara meningkatkan mudah mengalami
asupan makanan kelelahan
Kondisi Klinis Terkait: 3. Mengajarkan klien untuk
1. Anemia melaporkan ketika tanda
2. Gagal jantung kongestif dan gejala kelelahan tidak
3. Penyakit jantung berkurang
koroner 4. Mengajarkan klien dan
4. Penyakit katup jantung keluarga untuk
5. Aritmia meningkatkan koping untuk
6. Penyakit paru obstruktif mengurangi kelelahan
kronis (PPOK)
7. Gangguan metabolik Kolaborasi:
8. Gangguan 1. Untuk mengetahui Asupan
muskuloskeletal makanan yang diberikan
kepada klien diutamakan
untuk peningkatan kadar

34
hemoglobin yang berfungsi
membawa nutrisi dan O2
ke seluruh tubuh
4. Hipotermia (D.0131) Termoregulasi Manajemen Hipotermia (I.14507) Observasi
Kategori: Lingkungan (L.14134) 1. Untuk mengetahui berapa
Subkategori : Keamanan Definisi suhu tubuh pasien
dan Proteksi Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola 2. Untuk mengetahui apa
Pengaturan suhu suhu tubuh di bawah rentang penyebab pasien
Definisi tubuh agar tetap normal mengalami hipotermia
Suhu tubuh berada dibawah berada pada rentang 3. Untuk melihat apa tanda
rentang normal tubuh normal Tindakan dan gejala yang dialami
Observasi pasien hipotermia
Penyebab Kriteria Hasil: 1. Monitor suhu tubuh
1. Kerusakan hipotalamus Setelah dilakukan 2. Identifikasi penyebab Terapeutik
2. Konsumsi alkohol tindakan keperawatan hipotermia (mis. Terpapar suhu 1. Agar tubuh pasien merasa
3. Berat badan ekstrem selama 3x24 jam lingkungan rendah, pakaian hangat
4. Kekurangan lemak masalah terhadap tipis, kerusakan hipotalamus, 2. Agar pasien tetap merasa
subkutan Termoregulasi dapat penurunan laju metabolisme, nyaman
5. Terpapar suhu teratasi dengan kekurangan lemak subkutan) 3. Untuk membuat tubuh

35
lingkungan rendah indikator: 3. Monitor tanda dan gejala akibat pasien merasa hangat
6. Malnutrisi 1. Menggigil hipotermia (Hipotermia ringan: dengan melakukan pasif
7. Pemakaian pakaian tipis menurun takipnea, disartria, menggigil, dan aktif
8. Penurunan laju 2. Suhu tubuh hipertensi, diuresis; Hipotermia
metabolisme membaik sedang: aritmia, hipotensi, Edukasi
9. Tidak beraktivitas 3. Suhu kulit apatis, koagulopati, refleks 1. Agar pasien dapat
10. Transfer panas (mis. membaik menurun; Hipotermia berat: memakan makanan yang
Konduksi, konveksi, oliguria, refleks menghilang, hangat
evaporasi, radiasi) edema paru, asam-basa
11. Trauma abnormal)
12. Proses penuaan
13. Efek agen farmakologis Terapeutik
14. Kurang terpapar 1. Sediakan lingkungan yang
informasi hangat (mis. Atur suhu ruangan,
inkubator)
Gejala dan Tanda Mayor 2. Ganti pakaian dan/atau linen
Subjektif yang basah
(tidak tersedia) 3. Lakukan penghangatan pasif
Objektif (mis. Selimut, menutup kepala,

36
1. Kulit teraba dingin pakaian tebal)
2. Menggigil 4. Lakukan penghangatan aktif
3. Suhu tubuh dibawah eksternal (mis. Kompres hangat,
nilai normal botol hangat, selimut hangat,
perawatan metode kangguru)
Gejala dan Tanda Minor: 5. Lakukan penghangatan aktif
Subjektif internal (mis. Infus cairan
(tidak tersedia) hangat, oksigen hangat, lavase
Objektif peritoneal dengan cairan hangat
1. Akrosianosis
2. Bradikardi Edukasi
3. Dasar kuku sianotik 1. Anjurkan makan/minum hangat
4. Hipoglikemia
5. Hipoksia
6. Pengisian kapiler >3
detik
7. Konsumsi oksigen
meningkat
8. Ventilasi menurun

37
9. Piloereksi
10. Takikardia
11. Vasokontriksi perifer
12. Kutis memorata (pada
neonatus)

Kondisi klinis terkait


1. Hipotiroidisme
2. Anoreksia nervosa
3. Cedera batang otak
4. Prematuritas
5. Berat badan lahir rendah
(BBLR)
6. Tenggelam
5. Konstipasi (D.0049) Eliminasi Fekal Manajemen Eliminasi Fekal Observasi
Kategori : Fisiologis (L.04033) (I.04151) 1. Untuk mengetahui apa
Subkategori : Eliminasi yang menjadi penyebab
Definisi Definisi masalah usus pada pasien
Definisi Proses pengeluaran Mengidentifikasi dan mengelola 2. Agar pengobatan tepat

38
Penurunan defekasi normal feses yang mudah gangguan pola eliminasi fekal 3. Untuk melihat dan
yang disertai pengeluaran dengan konsistensi, mengetahui berapa kali
feses sulit dan tidak tuntas frekuensidan bentuk Tindakan pasien BAB
serta feses kering dan feses yang normal. Observasi 5. Agar dapat memberikan
banyak 1. Identifikasi masalah usus dan tindakan intervensi cepat
Kriteria Hasil penggunaan obat pencahar dan tepat pada pasien yang
Penyebab Setelah dilakukan 2. Identifikasi pengobatan yang mengalami diare,
Fisiologis tindakan keperawatan berefek pada kondisi konstipasi, atau impaksi
1. Penurunan motilitas selama 3x24 jam gastrointestinal
gastrointestinal masalah terhadap 3. Monitor buang air besar (mis.
Terapeutik
2. Ketidakadekuatan Eliminasi fekal dapat Warna, frekuensi, konsistensi,
1. Untuk memberikan pasien
pertumbuhan gigi teratasi dengan volume)
minuman atau air hangat
3. Ketidakcukupan diet indikator: 4. Monitor tanda dan gejala diare,
setelah makan
4. Ketidakcukupan asupan 1. Kontrol konstipasi, atau impaksi
2. Agar pasien bisa BAB
serat pengeluaran feses
dengan teratur
5. Ketidakcukupan asupan meningkat Terapeutik
3. Makanan berserat
cairan 2. Keluhan defekasi 1. Berikan air hangat setelah
berfungsi untuk
6. Aganglionik (mis. lama dan sulit makan
merangsang usus besar
Penyakit Hircsprung) menurun 2. Jadwalkan waktu defekasi
untuk bekerja lebih aktif

39
7. Kelemahan otot 3. Mengejan saat bersama pasien dan melunakkan tekstur
abdomen defekasi menurun 3. Sediakan makanan tinggi serat feses sehingga mudah
4. Konsistensi feses untuk dikeluarkan
Psikologis membaik Edukasi
1. Konfusi 5. Frekuensi BAB 1. Jelaskan jenis makanan yang Edukasi
2. Depresi membaik membantu meningkatkan 1. Agar pasien paham dan
3. Gangguan emosional 6. Peristaltik usus keteraturan peristaltik usus mengetahui makanan apa
membaik 2. Anjurkan mencatat warna, saja yang dapat membantu
Situasional frekuensi, konsistensi, volume meningkatkan keteraturan
1. Perubahan kebiasaan feses peristaltik usu
makan (mis. Jenis 3. Anjurkan meningkatkan 2. Agar pasien dapat
makanan, jadwal aktivitas fisik, sesuai toleransi mengetahui frekuensi,
makan) 4. Anjurkan meningkatkan konsistensi, volume feses
2. Ketidakadekuatan pengurangan asupan makanan 3. Jika memungkinkan pasien
toileting yang meningkatkan untuk melakukan aktivitas
3. Aktivitas fisik harian pembentukan gas fisik
kurang dari yang 5. Anjurkan mengonsumsi 4. Agar pasien dapat
dianjurkan makanan yang mengandung menghindari makanan yang
4. Penyalahgunaan laksatif tinggi serat dapat meningkatkan

40
5. Efek agen farmakologis 6. Anjurkan meningkatkan asupan pembentukan gas
6. Ketidakteraturan cairan, jika tidak ada 5. Untuk meningkatkan
kebiasaan defekasi kontraindikasi asupan cairan pada pasien,
7. Kebiasaan menahan jika tidak ada
dorongan defekasi Kolaborasi kontraindikasi
8. Perubahan lingkungan 1. Kolaborasi pemberian obat
supositoria anal, jika perlu Kolaborasi
Gejala dan Tanda Mayor 1. Untuk mengatasi gangguan
Subjektif pencernaan pada pasien,
1. Defekasi kurang dari 2 jika perlu
kali seminggu
2. Pengeluaran feses lama
dan sulit
Objektif
1. Feses keras
2. Peristaltik usus menurun

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif

41
1. Mengejan saat defekasi
Objektif
1. Distensi abdomen
2. Kelemahan umum
3. Teraba massa pada
rektal

Kondisi klinis terkait


1. Lesi/cedera pada
medula spinalis
2. Spina bifida
3. Stroke
4. Sklerosis multipel
5. Penyakit parkinson
6. Demensia
7. Hiperparatiroidisme
8. Hipoparatiroidisme
9. Ketidakseimbangan
elektrolit

42
10. Hemoroid
11. Obesitas
12. Pasca operasi obstruksi
bowel
13. Kehamilan
14. Pembesaran prostat
15. Abses rektal
16. Fisura anorektal
17. Striktura anorektal
18. Prolaps rektal
19. Ulkus rektal
20. Rektokel
21. Tumor
22. Penyakit hircsprung
23. Impaksi feses

43
3.4 Implementasi Keperawatan
NO. DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
1. Pola Napas Tidak Efektif Manajemen jalan napas ( I.01011) S: -
(D.0005)

Tindakan O:-

Observasi

1. Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha A:-

napas)

2. Memonitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, P:-


mengi, wheezing, ronkhi kering)

3. Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

1. Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan


head-tlit dan chin-lift (jaw-thurst jika curiga trauma

44
servikal)
2. Memposisikan semi-fowler atau fowler
3. Memberikan minum hangat
4. Melakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Melakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
6. Melakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Mengeluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
McGill
8. Memberikan okseigen, jika perlu

Edukasi

1. Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak


kontraindikasi
2. Mengajarkan teknik batuk efektif

45
Kolaborasi

1. Berkolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran,


mukolitik, jika perlu
2. Penurunan Curah Perawatan jantung (I.02075) S: -
Jantung (D.0008)

Tindakan : O:-

Observasi

1. Mengidentifikasi tanda/gejala primer penurunan A:-


curah jantung (meliputi dispnea, kelelahan, edema,
ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea,
P:-
peningkatan CVP)

2. Mengidentifikasi tanda/gejala sekunder penurunan


curah jantung (meliputi peningkatan berat badan,
hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)

3. Memonitor tekanan darah (termasuk tekanan darah

46
ortostatik) jika perlu

4. Memonitor intake dan output cairan

5. Memonitor berat badan setiap hari pada waktu yang


sama

6. Memonitor saturasi oksigen

7. Memonitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas,


lokasi, radiasi, durasi, presivitasi yang mengurangi
nyeri)

8. Memonitor EKG 12 sadapan

9. Memonitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)

10. Memonitor nilai laboratorium jantung (mis.


Elektrolit, enzim jantung, BNP, NTpro-BNP)

11. Memonitor fungsi alat pacu jantung

12. Memeriksa tekanan darah dan frekuensi nadi

47
sebelum dan sesudah aktivitas

13. Memeriksa tekanan darah dan frekuensi nadi


sebelum pemberian obat (mis. Beta blocker, ACE
inhibitor, calcium channel blocker, digoksin)

Terapeutik

1. Memposisikan pasien semi fowler atau fowler


dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
2. Memberikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi
asupan kafein, natrium, kolesterol, dan makanan
tinggi lemak)
3. Menggunakan stocking elastis atau pneumatic
intermiten, sesuai indikasi
4. Memfasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
5. Memberikan terapi relaksasi untuk mengurangi

48
stress, jika perlu
6. Memberikan dukungan emosional dan spiritual
7. Memberikan oksigen untuk memperthanakan saturasi
oksigen >94%

Edukasi

1. Menganjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi


2. Menganjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
3. Menganjurkan berhenti merokok
4. Mengajarkan pasien dan keluarga mengukur berat
badan harian
5. Mengajarkan pasien dan keluarga mengukur intake
dan output cairan harian

Kolaborasi

49
1. Berkolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2. Merujuk ke program rehabilitasi jantung
3. Intoleransi Aktivitas Manajemen Energi (I.05178) S: -
(D.0056)
Tindakan
Observasi: O:-
1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
2. Memonitor kelelahan fisik dan emosional A:-

3. Memonitor pola dan jam tidur


4. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
P:-
melakukan aktivitas

Terapeutik:
1. Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
2. Melakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3. Memberikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4. Memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak

50
dapat berpindah atau berjalan

Edukasi:
1. Menganjurkan tirah baring
2. Menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Menganjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
4. Mengajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan

Kolaborasi:
1. Berkolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
4. Hipotermia (D.0131) Manajemen Hipotermia (I.14507) S: -

Tindakan
Observasi O:-
1. Memonitor suhu tubuh
2. Mengidentifikasi penyebab hipotermia (mis.

51
Terpapar suhu lingkungan rendah, pakaian tipis, A:-
kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolisme,
kekurangan lemak subkutan)
3. Memonitor tanda dan gejala akibat hipotermia P:-
(Hipotermia ringan: takipnea, disartria, menggigil,
hipertensi, diuresis; Hipotermia sedang: aritmia,
hipotensi, apatis, koagulopati, refleks menurun;
Hipotermia berat: oliguria, refleks menghilang,
edema paru, asam-basa abnormal)

Terapeutik
1. Menyediakan lingkungan yang hangat (mis. Atur
suhu ruangan, inkubator)
2. Mengganti pakaian dan/atau linen yang basah
3. Melakukan penghangatan pasif (mis. Selimut,
menutup kepala, pakaian tebal)
4. Melakukan penghangatan aktif eksternal (mis.
Kompres hangat, botol hangat, selimut hangat,
perawatan metode kangguru)

52
5. Melakukan penghangatan aktif internal (mis. Infus
cairan hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal
dengan cairan hangat

Edukasi
1. Menganjurkan makan/minum hangat
5. Konstipasi (D.0049) Manajemen Eliminasi Fekal (I.04151) S: -

Tindakan
Observasi O:-
1. Mengidentifikasi masalah usus dan penggunaan obat
pencahar
2. Mengidentifikasi pengobatan yang berefek pada A:-
kondisi gastrointestinal
3. Memnitor buang air besar (mis. Warna, frekuensi,
P:-
konsistensi, volume)
4. Memonitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau
impaksi

53
Terapeutik
1. Memberikan air hangat setelah makan
2. Menjadwalkan waktu defekasi bersama pasien
3. Menyediakan makanan tinggi serat

Edukasi
1. Menjelaskan jenis makanan yang membantu
meningkatkan keteraturan peristaltik usus
2. Menganjurkan mencatat warna, frekuensi,
konsistensi, volume feses
3. Menganjurkan meningkatkan aktivitas fisik, sesuai
toleransi
4. Menganjurkan meningkatkan pengurangan asupan
makanan yang meningkatkan pembentukan gas
5. Menganjurkan mengonsumsi makanan yang
mengandung tinggi serat
6. Menganjurkan meningkatkan asupan cairan, jika
tidak ada kontraindikasi

54
Kolaborasi
1. Berkolaborasi pemberian obat supositoria anal, jika
perlu

55
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini. Y, & Leniwita. H. ( 2019). Modul Keperawatan Medikal Bedah II.
Program Studi Diploma Tiga Keperawatan Fakultas Vokasi Universitas
Kristen Indonesia.

Adnan. M. ( 2021). Asuhan Gizi Pada Hipotiroid Nutritional Care On


Hypothyroid. JNH (Journal of Nutrition and Health), Vol.9 No.1 2021.

Alodokter. 2022. Hipotiroidisme. https://www.alodokter.com/hipotiroidisme


(ditinjau oleh dr. Pittara), diakses pad tanggal 15 mei 2022 pukul 19.30.

Alomedika. 2021. Prognosis Hipotiroid.


https://www.alomedika.com/penyakit/endokrinologi/hipotiroid/prognosis,
diakses pada tanggal 15 mei 2022 pukul 19.30.

Amaliah, Fauziah Hanifah. 2017. Asuhan Keperawatan Hipotiroid. Kalimantan


Timur: Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan.

Ismail. 2018. Asuhan Keperawatan Hipotiroidisme.

Kartika, Elisa. 2020. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Klien


Dengan Kasus “Hipotiroidisme”.

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2015).


Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid, ISSN 2442-759.

SehatQ. 2020. Fungsi FT4 Adalah Mengetahui Fungsi Hormon Tiroid, Ini Cara
Kerjanya. https://www.sehatq.com/artikel/fungsi-ft4-adalah-mengetahui-
fungsi-hormon-tiroid-ini-cara-kerjanya, ditinjau oleh dr. Anandika pawitri.
Diakses pada tanggal 15 mei 2022 pukul 21.30.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan indikator diagnositk. Jakarta Selatan: Dewan pengurus
pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus
pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

56
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan
pengurus pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

57

Anda mungkin juga menyukai