Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN TUTORIAL TROPICAL MEDICINE

THYPOID FEVER

Kelompok 4

Tutor : Winni Maharani Mauliani, dr., M.Kes

Nama NPM

1. Azhari Fadhilah 10010020025

2. Fadilul Fatihah Razi 10100120189

3. Reynindita Alya Harsyanti 10100120106

4. Nazmi Abiyah 10100120135

5. Dimas Satrio Aji 10100120064

6. Ayyas Robabani 10100120066

7. Ayunita Meita Dewi Rasiwan 10100120040

8. Rifira Hanifah 10100120020

9. Triya Mustika Sukendar 10100120105

10. Destri Ramadhani 10100120111

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

Jl. Hariangbanga No. 2 Tamansari – Bandung

Telp: (022) 4203368 | Fax: (022) 423121


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunianya kami
dapat menyusun laporan tutorial. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok tutorial 4
tingkat 3 di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung. Kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang ikut membantu dalam pembuatan dan penyusunan laporan ini, baik
berupa materi maupun segala hal yang dapat membantu dalam penyelesaian laporan ini, karena
kami tidak dapat menyelesaikan laporan ini tanpa bantuan setiap pihak. Laporan ini masih jauh dari
kata sempurna, karena kami adalah manusia yang tidak luput dari kesalahan, karena itu kami
bersedia untuk menampung setiap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
laporan ini.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat yang bagi penyusun, pembaca, dan seluruh kalangan
masyarakat. Aamiin.

Bandung, 22 Mei 2023

Kelompok 4

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..............................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................6
ISI........................................................................................................................................................6
2.1 FISIOLOGI...........................................................................................................................6
2.2 FEVER................................................................................................................................19
2.3 SALMONELLA TYPHI....................................................................................................28
2.4 THYPOID FEVER.............................................................................................................40
2.5 INTERPRETASI................................................................................................................40
BAB III..................................................................................................................................................80
PENUTUP.........................................................................................................................................80
3.1 BHP......................................................................................................................................80
3.2 IIMC....................................................................................................................................81
3.3 PATOMEKANISME.........................................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................83
BAB I

PENDAHULUAN

Miss A 22 YO
 Demam selama 9 hari
 7 Hari demam ringan dengan temperature demamnya meningkat pada malam hari

AC
 Demam disertai dengan Malaise, anorexia, myalgia, frontal headach, dan abdominal pain
 Setelah dua hari(hari 8&9) demamnya meningkat dan tampak terlihat lemah
 fatigue, anorexia, dan abdominal pain meningkat lebih parah
 Awal demam mengalami diarrhea seperti pea soup, 4 hari terakhir mengalami konstipasi,

PH
 Sebelumnya tidak ada kehilangan napsu makan, penurunan BB, batuk kronis, nyeri sendi,
demam yang tidak dapat dijelaskan, tidak ada kontak dengan pasien TB, tidak ada Riwayat
pergi kedaerah endemic malaria, tidak ada batuk kronis, kejang, dispnea
 Dari sosial ekonomi rendah, berbagi sumber air, dan toilet berbagi dengan 3 keluarga,
makan dipinggir jalan sekitar sekolah

PE
 Sakit sedang
 Lethargic
 Demam tinggi 39,6
 HR 88x/min(bradikardi relative)
 RR24x/min
 Thypoid tongue(+)
 Abdominal tenderness diregio kanan bawah
 Hepatomegaly 2 cm dibawah arcuscostarum, 2 cm dibawah xypoid process dengan blunt
edge, smooth surface
 Splenomegaly schuffner 1
 Rose spot dibawah dada dan diatas perut

Penunjang
 WBC: 2,600/mm3(turun)
 IgM anti salmonella thypi (+)

Diagnosis
thypoid fever

Management
 Dengan diberikan treatment ciprofloxacin bid 2 amp IV dan paracetamol 3x500 mg, bed
rest, dan makan rendah serat
 Kemudian pasien diberikan antibiotic selama 7 hari dan kondisinya semakin membaik
BAB II

ISI

2.1 FISIOLOGI

1. Keseimbangan Energi
Energy Input & Output
Energy input berasal dari energi dalam makanan yang masuk. Sel-sel menyerap sebagian energi
nutrien ini dalam high-energy phosphate bonds of ATP. Energy output atau ekspenditur oleh tubuh
digolongkan ke dalam dua kategori: kerja eksternal dan kerja internal.
• Kerja eksternal --> energi yang dikeluarkan ketika otot rangka berkontraksi.
• Kerja internal --> semua bentuk pengeluaran energi biologis lain yang tidak melakukan kerja
mekanis di luar tubuh.
- Aktivitas otot rangka yang digunakan untuk tujuan selain kerja eksternal, misalnya kontraksi
untuk mempertahankan postur dan menggigil; dan
- Semua aktivitas yang mengeluarkan energi yang terus berlangsung hanya untuk mempertahankan
kehidupan. Contoh memompa darah dan bernapas.

1. NORMAL BODY TEMPERATURES


Suhu tubuh normal yang diukur di mulut (per oral) sebesar 37°C, tetapi dapat bervariasI berkisar
dari 35,5°C pada pagi hari - 37,7°C pada malam hari, dengan rerata 36,7°C.
a. Core temperature
• Suhu dalam struktur tubuh jauh ke dalam kulit dan lapisan subkutan.
• Organ abdomen dan toraks, susunan saraf pusat, dan otot rangka --> konstan.
• Suhu relatif konstan sekitar 100°F (37,8°C).
• Cerminan dari kandungan panas total tubuh.
b. Shell / Skin temperature
• Suhu di dekat permukaan tubuh --> di dalam kulit dan lapisan subkutan.
• Umumnya lebih dingin dan dapat cukup bervariasi.
• Tergantung pada suhu lingkungan, 1-6 °C lebih rendah dari core temperature.
(SHERWOOD)

(GUYTON)

2. SUHU TUBUH DIKENDALIKAN DENGAN MENYEIMBANGKAN HEAT


PRODUCTION AND HEAT LOSS
Ketika laju produksi panas dalam tubuh lebih besar daripada laju pelepasan panas, panas
menumpuk di dalam tubuh, dan suhu tubuh naik. Sebaliknya, ketika kehilangan panas lebih besar,
panas tubuh dan suhu tubuh menurun.
PRODUKSI PANAS/HEAT PRODUCTION
Heat input berasal dari panas yang diperoleh dari lingkungan luar dan produksi panas internal.
Panas dihasilkan melalui cara:
• Konsumsi / metabolisme makanan --> aksi dinamis spesifik dari makanan.
• Kontraksi otot rangka --> Karena otot dan kelenjar (terutama hati) adalah jaringan yang paling
aktif, mereka melakukan lebih banyak metabolisme dan menghasilkan lebih banyak panas daripada
jaringan lain.
• Mekanisme endokrin:
- Epinefrin dan norepinefrin --> peningkatan produksi panas yang cepat tetapi shortlived
- Hormon tiroid --> peningkatan yang berkembang lambat tetapi berkepanjangan.
- Pelepasan simpatis menurun selama puasa dan meningkat dengan makan.

Faktor-faktor yang menentukan laju produksi panas, yang disebut laju metabolisme tubuh.
(1) laju metabolisme basal semua sel tubuh
(2) tingkat ekstra metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot, termasuk kontraksi otot yang
disebabkan oleh menggigil
(3) metabolisme ekstra yang disebabkan oleh efek tiroksin (dan, pada tingkat lebih rendah, hormon
lain, seperti hormon pertumbuhan dan testosteron) pada sel
(4) metabolisme ekstra yang disebabkan oleh efek epinefrin, norepinefrin, dan stimulasi simpatik
pada sel
(5) metabolisme ekstra yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas kimia di dalam sel, terutama
ketika suhu sel meningkat
(6) ekstra metabolisme yang diperlukan untuk pencernaan, penyerapan, dan penyimpanan makanan
(efek termogenik makanan).

KEHILANGAN PANAS/HEAT LOSS


Sebagian besar panas yang dihasilkan tubuh dihasilkan di organ dalam, terutama hati, otak, dan
jantung, serta di otot rangka selama aktivitas fisik. Panas ini kemudian dipindahkan dari organ dan
jaringan yang lebih dalam ke kulit, lalu hilang ke udara dan lingkungan lainnya. Oleh karena itu,
laju hilangnya panas ditentukan hampir seluruhnya oleh dua faktor:
(1) seberapa cepat panas dapat dialirkan dari tempat dihasilkannya dalam inti tubuh ke kulit dan
(2) seberapa cepat panas kemudian dapat dipindahkan dari kulit ke lingkungan.
Mari kita mulai dengan membahas sistem yang melindungi inti dari permukaan kulit.

Sistem Insulator Tubuh


Kulit, jaringan subkutan, dan terutama lemak jaringan subkutan bertindak bersama sebagai
penyekat panas bagi tubuh. Lemak itu penting karena hanya menghantarkan panas sepertiga dari
jaringan lain. Ketika tidak ada darah yang mengalir dari organ dalam yang dipanaskan ke kulit, sifat
penyekat tubuh laki-laki normal kira-kira sama dengan tiga perempat sifat penyekat dari pakaian
biasa. Pada wanita, insulasi ini bahkan lebih baik.

Insulasi di bawah kulit adalah cara yang efektif untuk mempertahankan suhu inti internal yang
normal, meskipun memungkinkan suhu kulit mendekati suhu lingkungan .
Aliran Darah ke Kulit Dari Inti Tubuh Memberikan Perpindahan Panas
Pembuluh darah didistribusikan deras di bawah kulit. Yang sangat penting adalah pleksus vena
kontinu yang disuplai oleh aliran darah dari kapiler kulit, ditunjukkan pada Gambar 74-2. Di bagian
tubuh yang paling terbuka—tangan, kaki, dan telinga—darah juga disuplai ke pleksus langsung dari
arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa yang sangat berotot.

Laju aliran darah ke dalam pleksus vena kulit dapat sangat bervariasi, dari sedikit di atas nol hingga
sebesar 30% dari total curah jantung. Laju aliran kulit yang tinggi menyebabkan panas dialirkan
dari inti tubuh ke kulit dengan efisiensi tinggi, sedangkan lajunya berkurang aliran kulit dapat
menurunkan konduksi panas dari inti menjadi sangat sedikit.

Gambar 74-3 menunjukkan secara kuantitatif pengaruh suhu udara lingkungan pada konduktansi
panas dari inti ke permukaan kulit dan kemudian konduktansi ke udara, menunjukkan kira-kira
peningkatan delapan kali lipat konduktansi panas antara keadaan vasokonstriksi penuh dan keadaan
vasodilatasi penuh.

Oleh karena itu, kulit merupakan sistem “radiator panas” yang dikontrol secara efektif, dan aliran
darah ke kulit merupakan mekanisme perpindahan panas yang paling efektif dari inti tubuh ke kulit.

Kontrol Konduksi Panas ke Kulit oleh Sistem Saraf Simpatik.


Konduksi panas ke kulit oleh darah dikendalikan oleh tingkat vasokonstriksi arteriol dan
anastomosis arteriovenosa yang mensuplai darah ke pleksus vena kulit. Vasokonstriksi ini hampir
seluruhnya dikendalikan oleh sistem saraf simpatik sebagai respons terhadap perubahan suhu inti
tubuh dan perubahan suhu lingkungan. Hal ini dibahas nanti dalam bab sehubungan dengan
pengaturan suhu tubuh oleh hipotalamus.

Fisika Dasar Kehilangan Panas Dari Permukaan Kulit /perpindahan panas


Mempertahankan suhu tubuh normal tergantung pada kemampuan untuk melepaskan panas ke
lingkungan dengan kecepatan yang sama seperti yang dihasilkan oleh reaksi metabolisme. Panas
dapat ditransfer antara tubuh dan sekitarnya dalam empat cara: melalui konduksi, konveksi, radiasi,
dan penguapan.
1. Konduksi adalah pertukaran panas yang terjadi antara molekul dua bahan yang bersentuhan
langsung satu sama lain. Saat istirahat, sekitar 3% panas tubuh hilang melalui konduksi ke bahan
padat yang lebih dingin yang bersentuhan dengan tubuh, seperti kursi, pakaian, dan perhiasan.
Panas juga dapat diperoleh melalui konduksi — misalnya, saat berendam di bak mandi air panas.
Karena air menghantarkan panas 20 kali lebih efektif daripada udara, kehilangan panas atau
perolehan panas melalui konduksi jauh lebih besar saat tubuh terendam air dingin atau panas.

2. Konveksi adalah perpindahan panas oleh pergerakan udara atau air antara area suhu yang
berbeda. Kontak udara atau air dengan tubuh Anda menghasilkan perpindahan panas baik secara
konduksi maupun konveksi. Ketika udara dingin bersentuhan dengan tubuh, udara menjadi hangat
dan karena itu kurang padat dan terbawa oleh arus konveksi yang tercipta saat udara yang kurang
padat naik. Semakin cepat udara bergerak—misalnya, oleh angin sepoi-sepoi atau kipas—semakin
cepat laju konveksi. Saat istirahat, sekitar 15% panas tubuh hilang ke udara melalui konduksi dan
konveksi.

3. Radiasi adalah perpindahan panas dalam bentuk sinar infra merah antara benda yang lebih hangat
dan benda yang lebih dingin tanpa kontak fisik. Tubuh Anda kehilangan panas dengan
memancarkan lebih banyak gelombang inframerah daripada yang diserapnya dari benda yang lebih
dingin. Jika benda-benda di sekitarnya lebih hangat dari Anda, Anda menyerap lebih banyak panas
daripada yang hilang melalui radiasi. Di ruangan dengan suhu 21°C (70°F), sekitar 60% kehilangan
panas terjadi melalui radiasi pada orang yang sedang istirahat.

4. Penguapan adalah perubahan cairan menjadi uap. Setiap mililiter air yang menguap
membutuhkan banyak panas—sekitar 0,58 kkal/mL. Pada kondisi istirahat yang khas, sekitar 22%
kehilangan panas terjadi melalui penguapan sekitar 700 mL air per hari—300 mL pada udara yang
dihembuskan dan 400 mL dari permukaan kulit.
Berkeringat dan Pengaturannya oleh Sistem Saraf Otonom
Stimulasi area preoptik hipotalamus anterior di otak baik secara elektrik atau oleh panas berlebih
menyebabkan berkeringat. Impuls saraf dari area ini yang menyebabkan keringat ditransmisikan di
jalur otonom ke sumsum tulang belakang dan kemudian melalui aliran simpatik ke kulit. Harus
diingat dari pembahasan sistem saraf otonom di Bab 61 bahwa kelenjar keringat dipersarafi oleh
serabut saraf kolinergik (serat yang mensekresi asetilkolin tetapi berjalan di saraf simpatik bersama
dengan serabut adrenergik). Kelenjar ini juga dapat dirangsang sampai batas tertentu oleh epinefrin
atau norepinefrin yang beredar di dalam darah, meskipun kelenjar itu sendiri tidak memiliki
persarafan adrenergik. Mekanisme ini penting selama latihan, ketika hormon-hormon ini
disekresikan oleh medula adrenal dan tubuh perlu kehilangan banyak panas yang dihasilkan oleh
otot-otot yang aktif .
Mekanisme Sekresi Keringat.
Pada Gambar 74-5, kelenjar keringat diperlihatkan sebagai struktur tubular yang terdiri dari dua
bagian: (1) bagian melingkar subdermal dalam yang mengeluarkan keringat, dan (2) bagian duktus
yang keluar melalui dermis dan epidermis dari kulit. Seperti banyak kelenjar lainnya, bagian
sekretorik kelenjar keringat mengeluarkan cairan yang disebut sekresi primer atau sekresi
prekursor; konsentrasi konstituen dalam cairan kemudian dimodifikasi saat cairan mengalir melalui
saluran.
Sekresi prekursor adalah produk sekresi aktif dari sel-sel epitel yang melapisi bagian melingkar dari
kelenjar keringat. Serabut saraf simpatis kolinergik yang berakhir pada atau dekat sel kelenjar
mengeluarkan sekresi. Komposisi sekresi prekursor mirip dengan plasma, kecuali tidak
mengandung protein plasma. Konsentrasi natrium sekitar 142 mEq/L, dan klorida sekitar 104
mEq/L, dengan konsentrasi yang jauh lebih kecil dari zat terlarut plasma lainnya. Saat larutan
prekursor ini mengalir melalui bagian duktus kelenjar, larutan ini dimodifikasi oleh reabsorpsi
sebagian besar ion natrium dan klorida. Tingkat reabsorpsi ini tergantung pada kecepatan
berkeringat. Ketika kelenjar keringat dirangsang hanya sedikit, cairan prekursor melewati saluran
secara perlahan. Dalam hal ini, pada dasarnya semua ion natrium dan klorida diserap kembali, dan
konsentrasi masing-masing turun hingga serendah 5 mEq/L. Proses ini mengurangi tekanan osmotik
cairan keringat ke tingkat yang sangat rendah sehingga sebagian besar air juga diserap kembali,
yang memusatkan sebagian besar konstituen lainnya. Oleh karena itu, pada tingkat keringat yang
rendah, konstituen seperti urea, asam laktat, dan ion kalium biasanya sangat pekat Sebaliknya, bila
kelenjar keringat distimulasi kuat oleh sistem saraf simpatis, sejumlah besar sekresi prekursor
terbentuk, dan duktus dapat menyerap kembali hanya sedikit lebih dari separuh natrium klorida;
konsentrasi ion natrium dan klorida kemudian (pada orang yang tidak teraklimatisasi) maksimum
sekitar 50 sampai 60 mEq/L, sedikit kurang dari setengah konsentrasi dalam plasma. Selanjutnya,
keringat mengalir melalui tubulus kelenjar dengan sangat cepat sehingga hanya sedikit air yang
diserap kembali. Oleh karena itu, konstituen keringat lainnya hanya sedikit meningkat
konsentrasinya; urea sekitar dua kali lipat dalam plasma, asam laktat sekitar 4 kali, dan kalium
sekitar 1,2 kali. Kehilangan natrium klorida yang signifikan terjadi dalam keringat ketika seseorang
tidak dapat menyesuaikan diri dengan panas. Jauh lebih sedikit kehilangan elektrolit yang terjadi,
meskipun kapasitas keringat meningkat, begitu seseorang menyesuaikan diri.

Hypothalamic Thermostat
 Hipotalamus, sebagai pusat integrasi termoregulasi tubuh, menerima informasi aferen
tentang suhu di berbagai bagian terkoordinasi dalam mekanisme penerimaan panas dan
pembuangan panas sesuai kebutuhan untuk mengoreksi setiap penyimpangan suhu inti dari
patokan normal. Hipotalamus sangat peka terhadap perubahan suhu, bahkan dapat berespons
terhadap perubahan suhu darah sekecil 0,01°C.
 Pusat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus anterior pada area preoptik. Di
hipotalamus terdapat dua pusat regulasi suhu:

1. Regio posterior
Diaktifkan oleh dingin, memicu reflex yang memerantarai produksi dan penghematan
panas.
2. Regio anterior
• Diaktifkan oleh panas, memicu refleks yang memerantarai pengeluaran panas.
• Untuk keseimbangan mekanisme output panas dan mekanisme produksi panas,
hipotalamus harus distimulasi terus tentang suhu inti dan suhu kulit oleh reseptor
peka- suhu khusus yang disebut termoreseptor.
• Suhu inti dipantau oleh termoreseptor sentral, yang terletak di hipotalamus, di organ
abdomen dan tempat lainnya.
• Termoreseptor perifer memantau suhu kulit di seluruh tubuh.
a. Jika suhu inti menurun, mekanisme yang membantu menghemat panas dan meningkatkan
produksi panas bertindak melalui umpan balik negatif untuk menaikkan suhu tubuh menjadi
normal (Gambar 25.19). Termoreseptor perifer dan termoreseptor pusat mengirim input ke
area preoptik hipotalamus, yang pada gilirannya mengaktifkan pusat pemacu panas. Sebagai
tanggapan, hipotalamus mengeluarkan potensial aksi dan mengeluarkan hormon pelepas
tirotropin (TRH), yang pada gilirannya merangsang tirotrof di kelenjar hipofisis anterior
untuk melepaskan hormon perangsang tiroid (TSH). Potensial aksi dari hipotalamus dan
TSH kemudian mengaktifkan beberapa efektor, yang berespon dengan cara berikut untuk
meningkatkan suhu inti ke nilai normal:
• Vasokonstriksi. Potensi aksi dari pusat penambah panas merangsang saraf simpatis
yang menyebabkan pembuluh darah kulit mengerut. Vasokonstriksi menurunkan aliran
darah hangat, dan dengan demikian perpindahan panas, dari organ dalam ke kulit.
Memperlambat laju kehilangan panas memungkinkan suhu tubuh internal meningkat
karena reaksi metabolisme terus menghasilkan panas.

• Release of epinephrine and norepinephrine. Potensial aksi pada saraf simpatis menuju
ke medula adrenal merangsang pelepasan epinefrin dan norepinefrin ke dalam darah.
Hormon pada gilirannya menyebabkan peningkatan metabolisme sel, yang
meningkatkan produksi panas.
• Shivering. Pusat penambah panas merangsang bagian otak yang meningkatkan tonus
otot dan karenanya menghasilkan panas. Saat tonus otot meningkat pada satu otot
(agonis), kontraksi kecil meregangkan gelendong otot pada antagonisnya, memulai
refleks peregangan. Kontraksi yang dihasilkan antagonis meregangkan spindel otot
agonis, dan juga mengembangkan refleks peregangan. Siklus berulang ini—disebut
menggigil—sangat meningkatkan laju produksi panas. Selama menggigil maksimal,
produksi panas tubuh dapat meningkat menjadi sekitar empat kali kecepatan basal hanya
dalam beberapa menit.
• Release of thyroid hormones. . Kelenjar tiroid merespons TSH dengan melepaskan
lebih banyak hormon tiroid ke dalam darah. Karena peningkatan kadar hormon tiroid
secara perlahan meningkatkan laju metabolisme, suhu tubuh meningkat.

b. Jika suhu tubuh inti naik di atas normal, loop umpan balik negatif yang berlawanan dengan yang
digambarkan pada Gambar 25.19 akan beraksi. Suhu darah yang lebih tinggi merangsang
termoreseptor perifer dan sentral yang mengirimkan input ke area preoptik, yang pada
gilirannya merangsang pusat pelepasan panas dan menghambat pusat penambah panas.
Potensial aksi dari pusat pelepasan panas menyebabkan pelebaran pembuluh darah di kulit.
Kulit menjadi hangat, dan kelebihan panas hilang ke lingkungan melalui radiasi dan konduksi
sebagai peningkatan volume darah yang mengalir dari inti tubuh yang lebih hangat ke kulit yang
lebih dingin. Pada saat yang sama, tingkat metabolisme menurun, dan menggigil tidak terjadi.
Suhu darah yang tinggi merangsang kelenjar keringat pada kulit melalui aktivasi saraf simpatis
hipotalamus. Saat air dalam keringat menguap dari permukaan kulit, kulit menjadi dingin.
Semua respons ini menetralkan efek peningkatan panas dan membantu mengembalikan suhu
tubuh ke normal.

Neuronal Effector Mechanisms That Decrease Or Increase Body Temperature

Bila pusat suhu hipotalamus mendeteksi bahwa suhu tubuh terlalu panas atau terlalu dingin,
hipotalamus akan memberi- kan prosedur penurunan atau peningkatan suhu yang sesuai.

Mekanisme Penurunan-Suhu Bila Tubuh Terlalu Panas

Ada tiga mekanisme penting untuk menurunkan panas tubuh ketika suhu tubuh menjadi sangat
tinggi, yaitu :

1. Vasodilatasi pembuluh darah kulit.

Pada hampir semua area di dalam tubuh, pembuluh darah kulit berdilatasi dengan kuat.
Hal ini disebabkan oleh hambatan pusat simpatis di hipotala- mus posterior yang
menyebabkan vasokonstriksi. Vasodilatasi penuh akan meningkatkan kecepatan
pemindahan panas ke kulit sebanyak delapan kali lipat.  hal ini bertujuan untuk
mengeluarkan produksi panas yang berlebihan di dalam tubuh  kulit terlihat merah
akibat vasodilatasi PD

2. Berkeringat.

Efek peningkatan suhu tubuh yang menyebabkan berkeringat digambarkan oleh kurva
abu-abu terang pada Gambar 73-7, yang memperlihatkan peningkatan yang tajam pada
kecepatan pengeluaran panas melalui evaporasi, yang dihasilkan dari berkeringat ketika
suhu inti tubuh meningkat di atas nilai kritis 37°C (98,6°F). Peningkatan suhu tubuh
tam- bahan sebesar 1°C, menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak untuk
membuang 10 kali kecepatan pembentukan panas tubuh

3. Penurunan pembentukan panas.

Mekanisme yang menyebab- kan pembentukan panas yang berlebihan, seperti menggigil
dan termogenesis kimia, dihambat dengan kuat.

Mekanisme Peningkatan-Suhu Saat Tubuh Terlalu Dingin

Ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan suhu mengadakan prosedur yang tepat berlawanan.
Yaitu sebagai berikut.

1. Vasokonstriksi kulit di seluruh tubuh.

Hal ini disebabkan oleh rangsangan dari pusat simpatis hipotalamus posterior.

2. Piloereksi.

Piloereksi berarti rambut "berdiri pada akarnya:" Rangsang-simpatis menyebabkan otot


arektor pili yang melekat ke folikel rambut berkontraksi, yang menyebabkan ram -but
berdiri tegak. Hal ini tidak penting pada manusia, tetapi pada hewan yang lebih rendah,
berdirinya rambut memung- kinkan hewan tersebut untuk membentuk lapisan tebal
"isola- tor udara" yang bersebelahan dengan kulit, sehingga peminda- han panas ke
lingkungan sangat ditekan.  hal ini disebabkan karena otot yang ada di ekstremitas
kontraksi sehingga  ketika terjadi piloereksi membantu menjebak atau mencegah
udara agar tidak keluar ke lingkungan
3. Peningkatan termogenesis (pembentukan panas).

Pembentu- kan panas oleh sistem metabolisme meningkat dengan memi- cu terjadinya
menggigil, rangsang simpatis untuk pembentu- kan panas, dan sekresi tiroksin.
Mekanisme ketiga cara terse- but dalam meningkatkan panas, membutuhkan penjelasan
tambahan, sebagai berikut.

Produksi panas oleh sistem metabolisme meningkat  menggigil (shivering)

Suhu tubuh turun  mengirimkan sinyal melalui bilateral tracts  brain stem  lateral columns of
the spinal cord  anterior motor neurons  sinyal sinyal ini bersifat nonarrythmical sehingga tidak
langsung menyebabkan otot bergetar  meningkatkan tonus otot skeletal diseluruh tubuh yang
difasilitasi oleh aktivitas anterior motor neurons. ketika tonus otot meningkat = shivering

Eksitasi simpatik produksi panas

Epinephrine dan norepinephrine (stimulus simpatis) dalam darah memisahkan fosforilasi


oksidatif  yang berarti bahan makanan berlebih akan teroksidasi akan melepaskan energy
(dalam bentuk panas) dan x membentuk adenosin tripospat

Sekresi tiroksin.

Sekresi tiroksin bisa disebabkan karena adanya peningkatan produksi hormone Pelepas tirotropin
dari hypothalamus. Hormone ini lalu dibawa ke portal vein hypothalamus ke kelenjar hipofisis
anterior  sekresi hormone tiroid  tyroksin  meningkatkan pelepasan protein dan meingkatkan
laju metabolisme tubuh.

Pengaturan Perilaku pada Suhu Tubuh

Selain mekanisme bawah sadar untuk pengaturan suhu tubuh, tubuh masih memiliki mekanisme
pengaturan suhu lain yang bah- kan lebih kuat. Pengaturan perilaku suhu ini, dapat dijelaskan
sebagai berikut. Bila suhu tubuh internal menjadi sangat tinggi, sinyal dari area pengatur suhu di
otak membuat orang mengalami sensasi fisik kepanasan. Sebaliknya, bila tubuh menjadi terlalu
dingin, sinyal dari kulit dan mungkin juga dari reseptor tubuh bagi- an dalam mengeluarkan
perasaan dingin yang tidak nyaman. Oleh karena itu, orang tersebut akan membuat penyesuaian
lingkungan yang tepat untuk dapat mencapai kembali kenyamanan, seperti bergerak ke ruang yang
panas atau dengan memakai baju yang memiliki penyekat yang baik terhadap udara dingin.

Set Point Mechanism

Dalam contoh Gambar 73-7, jelas bahwa pada body core temperature yang kritis sekitar 37,1°C
(98,8°F), perubahan drastis terjadi pada tingkat kehilangan panas dan produksi panas. Pada suhu di
atas tingkat ini, tingkat kehilangan panas lebih besar daripada produksi panas, sehingga suhu tubuh
turun dan mendekati tingkat 37,1°C. Pada suhu di bawah tingkat ini, laju produksi panas lebih besar
daripada laju kehilangan panas, begitu pula dengan suhu tubuh

2.2 FEVER

Suhu tubuh dikendalikan oleh hipotalamus. Neuron di hipotalamus anterior preoptik dan
hipotalamus posterior menerima dua jenis sinyal: satu dari saraf perifer yang mengirimkan
informasi dari reseptor panas/dingin di kulit dan yang lainnya dari suhu darah di daerah tersebut.
Kedua jenis sinyal ini diintegrasikan oleh pusat termoregulasi hipotalamus untuk mempertahankan
suhu normal. Dalam lingkungan bersuhu netral, laju metabolisme manusia menghasilkan lebih
banyak panas daripada yang diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuh inti dalam kisaran 36,5–
37,5°C (97,7–99,5°F).
Suhu tubuh normal biasanya dipertahankan meskipun ada variasi lingkungan karena pusat
termoregulasi hipotalamus menyeimbangkan produksi panas berlebih yang berasal dari aktivitas
metabolisme di otot dan hati dengan pembuangan panas dari kulit dan paru-paru.
Menurut penelitian terhadap individu sehat berusia 18-40 tahun, suhu rongga mulut rata-rata adalah
36,8° ± 0,4°C (98,2° ± 0,7°F), dengan tingkat rendah pada pukul 6 pagi dan tingkat yang lebih
tinggi pada pukul 4–6 sore. Suhu mulut normal maksimal adalah 37,2°C (98,9°F) pada pukul 6 pagi
dan 37,7°C (99,9°F) pada pukul 4 sore. Sehubungan dengan penelitian ini, suhu pagi >37,2°C
(>98,9°F) atau sore hari suhu >37,7°C (>99,9°F) akan menyebabkan demam.
Suhu rektal umumnya 0,4°C (0,7°F) lebih tinggi dari suhu oral.
Termometer membran timpani mengukur pancaran panas dari membran timpani dan liang telinga
terdekat dan menampilkan nilai absolut. Pengukuran ini meskipun nyaman, mungkin lebih
bervariasi daripada nilai oral atau rektal. Termometer membran timpani adalah 0,8°C (1,6°F) lebih
rendah daripada suhu rektal.
Harrison's Principles of Internal Medicine 20Ed, page 102

Suhu inti tubuh normalnya dipertahankan antara 1-1,5°C dalam kisaran 37-38°C. Suhu tubuh
normal pada umumnya dianggap 37°C (98,6°F; kisaran, 97-99,6°F). Suhu rektal yang lebih tinggi
dari 38°C (>100,4°F) umumnya dianggap abnormal, terutama jika dikaitkan dengan gejala.
Suhu tubuh normal dipertahankan oleh sistem pengaturan kompleks di hipotalamus anterior.
Nelson Textbook of Pediatrics 19ED page 368
Mekanisme Demam

Selama demam, kadar prostaglandin E2 (PGE2) meningkat di jaringan hipotalamus dan ventrikel
serebral ketiga. Konsentrasi PGE 2 paling tinggi di dekat organ vaskular sirkumventrikular
(organum vasculosum lamina terminalis) jaringan kapiler yang membesar di sekitar pusat regulasi
hipotalamus. Eksogen dan sitokin pirogenik berinteraksi dengan endotelium kapiler ini dan interaksi
ini merupakan langkah pertama dalam memulai demam yaitu dalam menaikkan set point (titik setel)
ke tingkat demam.
Sel myeloid dan endotel adalah jenis sel utama yang menghasilkan sitokin pirogenik. Sitokin
pirogenik seperti IL-1, IL-6, dan TNF dilepaskan dari sel-sel ini dan memasuki sirkulasi sistemik.
Meskipun sitokin yang bersirkulasi ini menyebabkan demam dengan menginduksi sintesis PGE2,
mereka juga menginduksi PGE2 di jaringan perifer. Peningkatan PGE 2 di perifer bertanggung
jawab atas mialgia (nyeri otot) dan arthralgia (nyeri sendi) nonspesifik yang sering menyertai
demam.
Ada empat reseptor untuk PGE2, dan masing-masing memberi sinyal pada sel dengan cara yang
berbeda. Dari empat reseptor, yang ketiga (EP-3) sangat penting untuk demam.
Pelepasan PGE2 dari sisi otak endotelium hipotalamus memicu reseptor PGE2 pada sel glial 
sehingga sel glial menstimulasi pelepasan adenosin siklik 5′-monofosfat (cAMP) yang merupakan
neurotransmitter. Peningkatan cAMP dianggap bertanggung jawab atas perubahan set point
hipotalamus baik secara langsung maupun tidak langsung (dengan menginduksi pelepasan
neurotransmiter).
Reseptor yang berbeda untuk mikroba terletak di endotelium hipotalamus. Reseptor ini disebut
reseptor Toll-like (serupa dengan reseptor IL-1). Reseptor IL-1 dan reseptor Toll-like berbagi
mekanisme transduksi sinyal yang sama. Dengan demikian, aktivasi langsung reseptor Toll-like
atau reseptor IL-1 menghasilkan produksi PGE2 dan demam.
Harrison's Principles of Internal Medicine 20Ed, page 103
Infectious diseases 2nd ed. by Cohen, Jonathan, William G. Powderly, dan Jonathan Cohen

Pyrogen
Istilah pirogen (pyro Yunani, "api") digunakan untuk menggambarkan zat apa pun yang
menyebabkan demam.
Eksogen :
Pirogen eksogen berasal dari luar pasien; sebagian besar adalah produk mikroba, toksin mikroba,
atau seluruh mikroorganisme (termasuk virus).
Contoh pirogen eksogen:
- Lipopolisakarida (endotoksin) yang diproduksi oleh semua bakteri gram negatif.
Endotoksin adalah molekul yang sangat pirogenik pada manusia: ketika disuntikkan secara
intravena ke sukarelawan, dosis 2-3 ng/kg menyebabkan demam, leukositosis, protein fase akut,
dan gejala umum malaise.
- Enterotoksin produk pirogenik dari organisme gram positif : Staphylococcus aureus dan
toksin streptokokus grup A dan B, juga disebut superantigen.
Endogen :
Sitokin pirogenik
Sitokin adalah protein kecil (massa molekul, 10.000–20.000 Da) yang mengatur proses imun,
inflamasi, dan hematopoietik. Misalnya, peningkatan leukositosis yang terlihat pada beberapa
infeksi dengan neutrofilia absolut disebabkan oleh sitokin interleukin (IL) 1 dan IL-6.
Beberapa sitokin penyebab demam (pirogen endogen sitokin pirogenik)).
Pyrogeniccytokines termasuk IL-1, IL-6, tumor necrosis factor (TNF), dan ciliary neurotropic
factor, anggota dari keluarga IL-6.
Spektrum luas produk bakteri dan jamur menginduksi sintesis dan pelepasan sitokin pirogenik.
Namun, demam dapat menjadi manifestasi penyakit tanpa adanya infeksi mikroba. Misalnya, proses
peradangan seperti perikarditis, trauma, stroke, dan imunisasi rutin menginduksi produksi IL-1,
TNF, dan/atau IL-6; secara individu atau dalam kombinasi, sitokin ini memicu hipotalamus untuk
menaikkan set point ke tingkat demam.
Harrison's Principles of Internal Medicine 20Ed, page 103-104
 Klasifikasi Demam Berdasarkan tipe/pola

 Sustained/continuous fever
- Tidak betambah lebih dari 1 C dalam 24 jam.
- Karakteristik dari lobar dan gram-negative pneumonia, typhoid, acute bacterial meningitis,
urinary tract infection.
- Slow stepwise temperature rise dan high plateau  typhoid fever.
- Demam + bradycardia  untreated typhoid, leishmaniasis, brucellosis, legionnaire’s
disease & psittacosis, yellow fever.

 Intermittent fever
- Demam hanya muncul selama beberapa jam pada siang hari.
- Malaria, pyogenic infections, tuberculosis, schistosomiasis, lymphomas, leptospira, borrelia,
kala-azar, septicaemia.

 Remittent fever
- Peningkatan suhu > 2 C setiap harinya.
- Infective endocarditis, rickettsiae infections, brucellosis.

 Relapsing fever
- Periode demam yang kemudian disertai periode tidak demam dengan durasi yang sama
panjangnya.

 Klasifikasi Demam Berdasarkan Durasi


1. Acute
 <7 hari.
 Karakteristik dari penyakit infeksi menular seperti malaria,influenza virus dan viral-
related upper respiratory infection.
2. Sub-acute
 <2 minggu.
 Typhoid fever, intraabdominal abscess.3
3. Chronic atau persistent
 >2 minggu.
 Chronic bacterial infection sepeti tuberculosis, infeksi virus HIV, kanker, dan
connective tissue disease.
Namun, setiap penyebab demam akut dapat menjadi persisten atau kronis jika tidak
diobati
 Klasifikasi Demam Berdasarkan Ketinggian Suhu  ketinggian suhu berkorelasi dengan
diagnosis, keparahan, dan prognosis.

 Klasifikasi Demam Berdasarkan Infeksi dan Non-Infeksi


Infeksi
 Airway → pharyngitis, sinusitis (eg. NG-tube associated)
 Respiratory system → pneumonia, bronchitis
 Cardiovascular system → endocarditis, pericarditis, myocarditis
 Gastrointestinal tract → pancreatitis, bowel perforation, diverticulitis
 Haematological causes → malaria
 Integument (bones, ligaments, soft tissues) → osteomyelitis, necrotising fasciitis,
cellulitis
 Central nervous system → meningitis, encephalitis
Non-infeksi
2.3 SALMONELLA TYPHI

a. Morphology
1. Salmonellae bersifat komensal dan juga patogen untuk manusia dan banyak hewan, termasuk
mamalia, reptil, burung, dan serangga.
2. Menyebabkan penyakit klinis ketika diperoleh melalui rute oral.
3. Ditularkan melalui air atau makanan yang terkontaminasi dari hewan dan produk hewani ke
manusia.
4. Salmonellae tidak membentuk spora, anaerobik fakultatif, Basil gram negatif yang panjangnya
bervariasi. Kebanyakan isolat adalah motil dengan flagela peritrichous. Salmonella tumbuh
dengan mudah pada simple agar media, mampu memanfaatkan sitrat sebagai satu-satunya
sumber karbon dan lisin sebagai sumber nitrogen.
5. Salmonellae membentuk asam dan terkadang gas dari fermentasi glukosa dan manosa.
Biasanya menghasilkan H2S. Salmonella resisten terhadap bahan kimia tertentu (brilliant
green, sodium tetrathionate, sodium deoxycholate) yang menghambat bakteri enterik lainnya,
senyawa ini digunakan untuk dimasukkan dalam media agar untuk melihat isolasi spesies
Salmonella dari feses.
6. Bakteri gram-negative batang, beberapa coccoid
7. Sebagian besar bersifat motil
8. Terdapat > 2000 genus/serovar
9. Memiliki single spesies (Salmonella enterica)
10. Memiliki gambaran yang banyak karena kompleks dari antigen H (H1, H2), O, K menyebabkan
banyaknya serotype
11. Pilli :Pilli type 1 : berikatan dengan reseptor D-mannose
12. Polisakarida : antigen Vi
13. Transmisi : oral-fecal/ animal
14. Dosis infeksi penyebab penyakit pada manusia dalam menimbulkan infeksi klinis lebih dari
106 sel/mL.

b. Klasifikasi
Genus Salmonella dibagi menjadi: dua spesies masing-masing dengan beberapa subspesies dan
serotipe.
1. 2 spesies tsb adalah Salmonella enterica dan Salmonella bongori (sebelumnya subspesies V).
2. Berdasarkan profil fenotipnya, S. enterica dibagi lagi menjadi enam subspesies :
○ Subspesies enterica (subspesies I)  hewan berdarah panas dan manusia & sering
menyebabkan penyakit
○ Subspesies salamae (subspesies II)
○ Subspesies arizonae (subspesies IIIa)  jarang
○ Subspesies diarizonae (subspesies IIIb)  jarang
○ Subspesies houtenae (subspesies IV)
○ Subspesies indica (subspesies VI)
3. Berdasarkan serotipenya (struktur antigen permukaan): Antigen O somatik dan antigen H
flagela.
4. 2 spesies Salmonella dan subspesiesnya masing-masing terdiri dari lebih dari 2500 serotipe
(serovar)
5. Berdasarkan serotipenya, spesies Salmonella (khususnya S. enterica) diklasifikasikan lebih
lanjut sebagai “typhoidal” dan “nontyphoidal”.
○ Salmonellae typhoidal (penyebab typhoid fever) : serotipe Typhi, Paratyphi A, Paratyphi
B, dan Paratyphi C.
○ Salmonella nontyphoidal : serotipe Enteritidis dan Typhimurium adalah dua serotipe yang
paling umum dilaporkan di Amerika Serikat. Lebih dari 1400 salmonella lainnya yang
diisolasi di laboratorium klinis dikelompokkan berdasarkan: antigen O sebagai A, B, C1,
C2, D, dan E

c. Sumber infeksi
Sumber infeksi adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh salmonela. Berikut adalah
sumber- sumber infeksi yang penting:
1. Air-Kontaminasi dengan feses sering menimbulkan epidemik yang luas. 2. Susu dan
produk susu lainnya (es krim, keju, puding)- Kontaminasi dengan feses dan pasteurisasi
yang tidak adekuat atau penanganan yang salah. Beberapa wabah dapat ditelusuri sampai
sumber kumannya.
2. Kerang-Dari air yang terkontaminasi.
3. Telur beku atau dikeringkan-Dari unggas yang terinfeksi atau terkontaminasi saat
pemrosesan.
4. Daging dan produk daging-Dari hewan yar,g terinfeksi (hewan ternak) atau kontaminasi
oleh feses melalui hewan pengerat atau manusia.
5. Pewarnaan fisvr2n-pewarnaan (misal, carmine) digunakan untuk obat, makanan, dan
kosmetik.
6. Hewan piaraan-Kura-kura, anjing, kucing, dll. Antigen Antigen O : Rantai polisakarida
spesifik dalam kompleks lipopolisakarida pada membran luar Antigen H : Antigen flagela
terdiri dari protein. Antigen K : Polimer linier dari membran luar dibangun dari rangkaian
unit karbohidrat yang berulang (terkadang juga protein). Mereka dapat menutupi sel dengan
rapat Serotype

FIGURE 33–8. Invasion by Shigella flexneri and Salmonella serotype Typhi. The Shigella and
Salmonella are shown invading the intestinal M cells, but taking different paths after escaping the
endocytotic vacuole. The Shigella multiplies in the cell and propels itself through the cytoplasm to
invade adjacent cells, and the Salmonella passes through the cell to the submucosa, where it is taken
up by macrophages. Serovar Typhi is able to multiply in the macrophages in the lymph node and
other reticuloendothelial sites. Both organisms induce apoptosis in their host cells. In the case of
Shigella, this produces a mucosal ulcer; in the case of Typhi, it leads to seeding of the bloodstream
and typhoid fever.
Diagnosis
Spesimen
1. Untuk diagnosis pasti demam enterik, Salmonella Typhi atau Salmonella Paratyphi harus
diisolasi dalam kultur, Spesimen yang sesuai adalah darah (umum), sumsum tulang, urin, atau
sekresi usus. ● Darah harus sering diambil berulang kali untuk meningkatkan hasil memulihkan
organisme.
2. Pada demam enterik dan septikemia, hasil kultur darah sering positif pada minggu pertama
penyakit. Penambahan kultur feses dapat meningkatkan keseluruhan hasil pemulihan organisme
penyebab. Sedangkan kultur sumsum tulang memiliki sensitivitas tertinggi (80% hingga 95%)
(kurang praktis).
3. Hasil kultur urin mungkin positif setelah minggu kedua sakit. Kultur positif dari drainase
duodenum menetapkan adanya salmonella di biliary tract pada pasien yang merupakan
pembawa organisme.

Bacteriologic Methods for Isolation ofmSalmonellae


1. Differential medium cultures—EMB, MacConkey, atau deoxycholate medium  deteksi cepat
laktosa nonfermenter (tidak hanya salmonellae dan shigellae tapi juga Proteus, Pseudomonas).
Bismuth sulfite medium  deteksi cepat salmonella (membentuk koloni hitam karena produksi
H2S)
2. Selective medium cultures  Spesimen juga dapat dilapisi pada salmonella-shigella (SS) agar
Hektoen enteric (HE) agar, xylose-lysine desoxycholate (XLD) agar, atau agar desoxycholate-
citrate, yang semuanya mendukung pertumbuhan salmonella dan shigellae daripada
Enterobacteriaceae lain
3. Enrichment culture  Spesimen (biasanya feses) dapat juga ditempatkan ke dalam selenite F
atau tetrathionate broth, keduanya menghambat replikasi bakteri usus normal dan
memungkinkan multiplikasi salmonella.
4. Final identification  koloni dari media padat diidentifikasi oleh pola reaksi biokimia dan slide
uji aglutinasi dengan serum tertentu. Teknik serologi digunakan untuk menentukan titer
antibodi pada pasien dengan penyakit yang tidak diketahui
5. Widal test  akan dilakukan pemeriksaan reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum
penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatic (O) dan
flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi.
Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukaan titer anti bodi dalam
serum.

Prevention
1. Tindakan sanitasi harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi makanan dan air oleh hewan
pengerat atau hewan lain yang mengeluarkan salmonela.
2. Hewan ternak, daging, dan telur yang terinfeksi harus dimasak sampai matang.
3. Carrier tidak boleh diizinkan bekerja sebagai pemegang makanan dan mereka harus melakukan
tindakan pencegahan higienis yang ketat.

Salmonella Typhi
a. Definisi
• Salmonella enterica typhi adalah bakteri gram negatif yang yang menyebabkan demam
tifoid dan telah menjadi beban negara berkembang selama beberapa generasi.
• Pada tahun 1829, Pierre Louis adalah orang pertama yang menciptakan istilah "demam
tifoid" setelah mengidentifikasi lesi di kelenjar getah bening perut pasien yang telah
meninggal karena "demam lambung." Istilah ini berasal dari kata Yunani "tifus" yang
berarti "berasap" dan digunakan untuk menggambarkan delirium yang akan ditunjukkan
oleh pasien dengan penyakit tersebut.
b. Struktur antigen
Strukturnya sama dengan struktur pada enterobakteria lainnya, yaitu terdiri dari antigen
O, H, dan K (Vi). Antigen O dan H merupakan struktur antigenic primer yang digunakan
dalam pengelompokan serologis Salmonellae.
A. Somatic (o) Antigen
• Berada di membran luar dinding sel.
• Tersusun dari LPS (lipopolisakarida) yang berfungsi pula sebagai endotoksin.
B. Flagellar (H) Antigen
• Terdiri dari protein.
• Dapat rusak oleh alkohol, asam dan adanya pemanasan lebih dari 60 C
C. Capsular (K) Antigen
• vi (virulence) antigen Juga ditemukan pada beberapa strains salmonella serotype cho
leraesuis. Identifikasi serologis vi antigen ini penting pada identifikasi salmonella ser
otype typhi
• Heat-labile yaitu mudah rusak oleh pemanasan selama 1 jam pada suhu 60°C, dan ju
ga pada penambahan fenol dan asam

c. Karakteristik
• Gram-negatif rod-shaped (bacillus)
• Facultative anaerob
• Transmisi via fecal-oral
• Ujibiokimia:
 Lysine decarboxylase (+)
 H2S (+)
 Trehalose fermentation (+)
 Memproduksi asam dan gas dari glucose dan mannose
d. Morfologi
• Non-spore forming bacteria
• Memiliki diameter 0,7-1,5 mikro dengan Panjang 2-5 mikro
• Memiliki 3 antigenic structure: O, H, dan K (vi)
• Struktur:
Outer:
• Pili/fimbrae
• Capsule
• Dinding sel
• Peptidoglikan
Inner:
• Sitoplasma
• Ribosom
• Plasmid
• Nucleoid (DNA)

e. Faktor Virulensi
• Flagella: untuk pergerakan dari bakterinya.
• Pili/fimbriae: (memiliki fungsi sama spt type 1 pili E. coli), bind to D-mannose di
epithelial cell surface untuk perlekatan dengan host cell.
• Enterotoxin: diproduksi o/ strain Salmonella tertentu yang menyebabkan
gastroenteritis.
• DNA salmonella yang diperlukan untuk bertahan hidup di dalam makrofag
merupakan konstituen dari regulator respons dua komponen yaitu: phoP/phoQ.
f. Diagnostic Laboratory Test
1. Specimen
• Darah untuk kultur harus diambil berulang kali. Pada demam enterik dan
septikemia, hasil kultur darah seringkali positif pada minggu pertama penyakit.
• Spesimen tinja juga harus diambil berulang kali. Pada demam enterik, tinja
menghasilkan hasil positif dari minggu kedua atau ketiga. pada enterokolitis,
tinja memberikan hasil positif selama minggu pertama.
2. Serologic Method
Aglutination test
Dalam test ini dilakukan metode Penggumpalan yang dapat diamati dalam beberapa
menit sehingga dapat mengidentifikasi secara cepat. menggunakan kit tertentu untuk
mengelompokan salmonella berdasarkan antigen O mereka A, B, C1, C2, D, dan E.
3. Bacterologic Method For Isolation Of Salmonella
Differential Medium Culture
• EMB, MacConkey, atau media desoxycholate memungkinkan deteksi cepat nonferm
enter laktosa (tidak hanya salmonella dan shigellae tetapi juga Proteus, Serratia, Pseu
domonas, dll). Media bismut sulfit memungkinkan deteksi cepat salmonella, yang m
embentuk koloni hitam karena produksi H2S. Banyak salmonella yang menghasilkan
H2S.
Selective Medium Cultures
• Spesimen dilapisi pada agar salmonella-shigella (SS), agar enterik Hektoen, agar xyl
oselysine desoxycholate (XLD), atau agar desoxycholate citrate, yang mendukung pe
rtumbuhan salmonella dan shigellae dibandingkan Enterobacteriaceae lainnya.
Enrichment Cultures
• Spesimen (biasanya tinja) juga dimasukkan ke dalam selenit F atau kaldu tetrationat,
yang keduanya menghambat replikasi bakteri usus normal dan memungkinkan multi
plikasi salmonella.
g. Prevention
• Tindakan sanitasi harus diambil untuk mencegah kontaminasi makanan dan air oleh
hewan pengerat atau hewan lain yang mengeluarkan salmonella.
• Unggas, daging, dan telur yang terinfeksi harus dimasak dengan matang.
• Vaksinasi terhadap Salmonella Typhi dapat mengurangi risiko penyakit bagi orang
yang pergi ke daerah endemic
- Inactivated typhoid vaccine
Diberikan secara IV. Satu dosis dianjurkan setidaknya 2 minggu sebelum
perjalanan. Dosis berulang direkomendasikan setiap 2 tahun untuk orang yang
tetap berisiko.
- Live typhoid vaccine
Diberikan secara oral. Satu kapsul diminum setiap hari, dengan total 4 kapsul.
Dosis terakhir harus diminum setidaknya 1 minggu sebelum perjalanan. Vaksin
booster diperlukan setiap 5 tahun untuk orang yang tetap berisiko.

2.4 THYPOID FEVER

 Definisi : merupakan enteric fever yg ditandai dengan penyakit sistemik disertai


abdominal pain dan demam dengan pola “step-ladder". Organisme penyebab enteric
fever : Salmonella typhi.
 Definisi lain : Istilah typhoid à “typhus like,” diciptakan pada tahun 1829 dan
mencerminkan kesulitan yang dialami para dokter dalam membedakan penyakit dari
epidemic typhus.
 Typhoid Fever : dinamakan Typhoid fever karena gejala dan tandanya menyerupai
typhus.

Epidemiology
 Typhoid dan paratyphoid fever endemic di Indian subcontinent, South-east dan East Asia,
the Middle East, Africa, dan Central dan South America.
 Rasio infeksi S.Typhi : S.Paratyphi = 10:1
 S. Typhi à menyebabkan sekitar 12 - 25 juta kasus typhoid fever setiap tahunnya
dengan perkiraan mortality 1 %.
 Wilayah dengan insiden tertinggi : asia tengah selatan/South-central Asia (≈1000
cases/100,000 person-years) dan asia tenggara/Southeast Asia (≈100 cases/100,000
person-years).
 Di Asia Tengah-Selatan dan Tenggara : puncak penularan terjadi selama musim hujan,
tetapi penyakit muncul sepanjang tahun.
 Di daerah beriklim sedang dan subtropis di negara berkembang dan transisi di mana
typhoid tetap endemik, sebagian besar terjadi selama musim panas
Di Indonesia :
 Di Indonesia, tifoid jarang dijumpai secara epidemis tapi bersifat endemis
 Tidak ada perbedaan insidens tifoid pada pria dengan wanita.
 Insiden tertinggi didapatkan pada remaja dan dewasa muda
 Simanjuntak (1990) : insiden tifoid di Indonesia masih sangat tinggi berkisar 350-810 per
100.000 penduduk.
 demam tifoid di rumah sakit besar di Indonesia, menunjukkan angka kesakitan
cenderung meningkat setiap tahun dengan rata-rata 500/100.000 penduduk.
 Angka kematian sekitar 0,6-5% sebagai akibat dari keterlambatan mendapat
pengobatan serta tingginya biaya pengobatan.

Etiology
Salmonella enterica serovar Typhi (Salmonella Typhi)
Transmisi :
 Termasuk kedalam human disease / hanya patogen pada manusia
 Ditransmisikan melalui makanan atau air yg terkontaminasi dengan faeces atau urine
pasien atau carrier
Enteric fever : dapat ditransmisikan melalui rute fecal-oral melalui “short cycle” atau
“long cycle.”
a. short cycle : dicirikan oleh individual carrier yang mencemari food vehicles yg
dikomsumsi oleh anggota keluarga atau communal gathering (misalnya wedding), atau
oleh carrier handling food di restoran. Contoh dari kasus short-cycle sporadic dan
outbreaks/ wabah termasuk : keluarga yg dilayani oleh koki terkenal “Typhoid Mary,”
dan wabah restoran di Texas, Maryland, dan New York.
b. long-cycle : kontaminasi pasokan air oleh lembah, kontaminasi pipa kota yg
distribusikan secara luas, dan penyebaran typhoid bacilli melalui makanan olahan yg
terkontaminasi yg diangkut dalam jarak jauh.

Faktor Risiko
 Kebersihan perorangan yg rendah (tidak suka cuci tangan)
 Makanan atau minuman yg terkontaminasi à makanan yang dicuci dengan air yang
terkontaminasi (seperti sayur-sayuran dan buah-buahan), sayuran yang dipupuk dengan
tinja manusia, makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air minum
yang tidak dimasak, dan sebagainya
 Sanitasi lingkungan yg buruk
 Tidak tersedia air bersih
 Jamban keluarga yg tidak memenuhi syarat
 Belum melakukan imunisasi untuk tifoid
Manifestasi Klinis

Gambaran klinis tifoid sangat bervariasi, dari gejala yang ringan sekali ( sehingga tidak
terdiagnosis ), dan dengan gejala yang khas (sindrom demam tifoid) sampai dengan gejala klinis
berat yang disertai komplikasi
a. Demam à Gejala Utama dari Tifoid
 Pada awal sakit : demam samar2 dan suhu tubuh sering turun naik. Pagi lebih rendah atau
normal, sore dan malam lebih tinggi (demam intermitten). Kemudian dari hari ke hari
intensitas demam makin tinggi dan disertai banyak gejala lain seperti sakit kepala (pusing-
pusing) yang sering dirasakan diarea frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia,
mual dan muntah.
 Pada minggu ke 2 : intensitas demam makin tinggi, demam kontinyu.
 Bila pasien membaik maka, pada minggu ke 3 : suhu badan turun dan dapat normal
kembali pada akhir minggu ke 3.
b. Gangguan Saluran Pencernaan
 bau mulut karena demam yang lama.
 Bibir kering dan kadangkadang pecah-pecah.
 Lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih. Ujung dan tepi Iidah kemerahan dan
tremor (coated tongue atau selaput putih).
 nyeri perut, terutama regio epigastrik (nyeri ulu hati), disertai nausea, mual dan
muntah.
 meteorismus dan kontipasi (pada awal sakit).
 Diare (kadang2).

c. Gangguan Kesadaraan

 penurunan kesadaran ringan.


 kesadaran apatis dengan kesadaran seperti berkabut (tifoid).
 Jika berat à somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psychosis (Organic Brain
Syndrome). Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol

d. Hepatosplenomegali

 Hati dan atau limpa, ditemukan sering membesar.


 Hati terasa kenyal dan nyeri tekan.
e. Bradikardia relatif dan gejala lain
 Bradikardi relatif : peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan
frekuensi nadi.
à yaitu setiap peningkatan suhu 1 0C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut
dalam 1 menit.
 Gejala-gejala lain : rose spot yang biasanya ditemukan diregio abdomen atas, serta
sudamina, dan gejala klinis yang berhubungan dengan komplikasi.
Manifestasi Klinis (Manson)
 Masa inkubasi bervariasi : rata-rata 10 - 20 (kisaran 3-56) hari.
 Durasi penyakit apabila tidak diobati dengan tingkat keparahan rata-rata biasanya 4
minggu.

a. Pada minggu pertama :


 sakit kepala, malaise, dan demam remiten yang meningkat.
 Konstipasi dan batuk ringan yang tidak produktif sering terjadi.
 Diare dapat terjadi bahkan selama minggu pertama dan anak-anak dapat mengalami
demam tinggi dan kejang demam.
b. Pada minggu kedua :
 pasien terlihat toksik dan apatis dengan sustained high temperature.
 Abdomen sedikit distesni dan sering terjadi splenomegaly.
 Rose spots à papula merah muda berdiameter 2-4 mm, yang memudar saat ditekan,
berada di upper abdomen dan lower chest à antara hari ke-7 dan ke-12.
 Rose spots disebabkna oleh : embolisasi bakteri

DD : Rose spots dapat terlihat pada invasive salmonellosis dan shigellosis


 Relative bradycardia, denyut nadi lebih rendah à selama 2 minggu pertama.
c. Pada minggu ke tiga :
 Lebih sakit dan demam
 Tipe demam : continuous high fever persists dan delirious confusional state sets in
(typhoid state). Abdominal distension lebih terlihat jelas, dengan sedikit bowel
sounds.
 Diarrhoea à Feses cair berwarna hijau-kuning yg berbau busuk.
 Denyut nadi lemah dan pernapasan cepat (crackles dapat berada di dasar paru2).
 Kematian dapat terjadi pada stage ini akibat dari toxaemia yg berlebih,
myocarditis, intestinal haemorrhage atau perforation.
 Penurunan berat badan
d. Pada minggu ke-4 : Pasien yg bertahan sampai minggu ke-4 à
 Demam, kondisi mental dan abdominal distensi perlahan membaik selama beberapa
hari , tetapi komplikasi usus mungkin masih terjadi.
Demam kronis atau berulang dengan bakteremia dapat terjadi bersamaan dengan
schistosomiasis, karena salmonella mampu bertahan hidup di dalam parasit, terlindung dari
pertahanan tubuh.

Diagnosis

Anamnesis:
Mendapatkan riwayat tempat tinggal tetap, riwayat perjalanan (perjalanan ke daerah endemik
dan wabah), imunisasi, status sosial ekonomi, gaya hidup, onset dan lama sakit, riwayat obat
(kemoprofilaksis malaria, dosis, dan interval obat) penting untuk membuka jalan. Riwayat
paparan dan aktivitas terkait seperti air minum yang tidak murni, kontak dengan hewan,
gigitan serangga, akomodasi, bantuan makanan yang kurang matang dalam mengecualikan
penyakit menular lainnya.
Pemeriksaan Fisik:
Diantaranya gejela klinis yang sering ditemukan pada tifoid adalah:

Pemeriksaan Penunjang:
1. Gambaran darah tepi
Pada pemeriksaan hitung lekosit total terdapat gambaran leukopeni (+ 3000-8000 per
mm³), limfositosis relatif, monositosis, an eosinofilia dan trombositopenia ringan.
Terjadinya leukopenia akibat depresi sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator
endogen yang ada. Diperkirakan kejadian leukopenia 25%, Namun banyak laporan
bahwa dewasa ini hitung leukosit kebanyakan dalam batas normal atau leukositosis
ringan.
2. Pemeriksaan bakteriologis
 Biakkan darah
Pada pemeriksaan hitung lekosit total terdapat gambaran leukopeni (+ 3000-
8000 per mm³), limfositosis relatif, monositosis, an eosinofilia dan
trombositopenia ringan. Terjadinya leukopenia akibat depresi sumsum tulang
oleh endotoksin dan mediator endogen yang ada. Diperkirakan kejadian
leukopenia 25%, Namun banyak laporan bahwa dewasa ini hitung leukosit
kebanyakan dalam batas normal atau leukositosis ringan.
 Biakkan bekuan darah
Bekuan darah dibiakkan pada botol berisi 15 ml kaldu empedu (mengandung
0,5% garam-garam empedu). Biakkan ini lebih sering memberikan hasil
positif
 Biakkan tinja
Positif selama sakit. Diperlukan biakkan berulang untuk mendapatkan hasil
positif. Biakkan tinja lebih berguna pada penderita yang sedang diobati
dengan kloramfenikol, terutama untuk mendeteksi karier.
 Biakkan cairan empedu
Penting untuk mendeteksi adanya karier dan pada stadium lanjut penyakit.
Empedu diisap melalui tabung duodenum dan diolah dengan cara seperti tinja
3. Serologis widal
Test serologi widal adalah reaksi antara antigen (suspensi salmonella yang telah
dimatikan) dengan agglutinin yang merupakan antibody spesifik terhadap komponen
basil salmonella didalam darah manusia (saat sakit, karier atau pasca vaksinasi).
Prinsip test adalah terjadinya reaki aglutinasi antara antigen dan agglutinin yang
dideteksi yakni agglutinin O dan H.

Sesuai dengan kemampuan mendiagnosis dan tingkat perjalanan tifoid saat diperiksa, maka
diagnosis klinis tifoid diklasifikasikan atas 2:
1. Suspek demam tifoid (Suspect Case)
Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran
cerna dan petanda gangguan kesadaran. Jadi sindrom tifoid didapatkan belum
lengkap. Diagnosis suspek tifoid hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Demam tifoid klinis (Probable Case)
Telah didapatkan gejala klinis yang lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh
gambaran laboratorium yang menunjukkan tifold.

Differential Diagnosis
- Pneumonia, influenza
- Gastroenteritis, hepatitis akut, dengue
- Tuberculosis, malaria
- Brucellosis, tularemia
- Leukemia, limfoma
- leptospirosis

Management
Tatalaksana perawatan dan pengobatan:
1. tirah baring
penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah
komplikasi, Terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus
istirahat total. Bila terjadi penurunan kesadaran maka posisi tidur pasien harus diubah-
ubah pada waktu tertentu untuk mencegah komplikasi hipostatik dan decubitus,
2. nutrisi
 cairan
penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada
komplikasi, penurunan kesadaran serta sulit makan.
 Diet
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah
selulose (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi.
3. Control dan monitor dalam perawatan

4. Antimikroba
Kebijakan Dasar Pemberian Anti Mikroba
 Anti mikroba segera diberikan bila diagnosis klinis demam tifoid telah dapat
ditegakkan, baik dalam bentuk diagnosis konfirmasi, probable, maupun
suspek.
 Sebelum anti mikroba diberikan, harus diambil spesimen darah atau sumsum
tulang lebih dulu, untuk pemeriksaan biakan kuman Salmonella (biakan gaal),
kecuali fasilitas biakan ini betul-betul tidak ada dan tidak bisa dilaksanakan.
 Anti mikroba yang dipilih harus mempertimbangkan:
a. Telah dikenal sensitif dan potensial untuk tifoid
b. Mempunyai sifat farmakokinetik yang dapat berpenetrasi dengan baik ke
jaringan serta mempunyai afinitas yang tinggi menuju organ sasaran.
c. Berspektrum sempit.
d. Cara pemberian yang mudah dan dapat ditoleransi dengan baik oleh
penderita termasuk anak dan wanita hamil
e. Efek samping yang minimal.
f. Tidak mudah resisten dan efektif mencegah karier
Strategi Pemberian Anti Mikroba Untuk Tifoid
 Antimikroba segera diberikan bila diagnosis telah dibuat
 Antimikroba yang diberikan sebagai terapi awal adalah dari kelompok anti mikroba
lini pertama untuk tifoid. Pilihan ini sesuai dengan antimikroba dengan kepekaan
tertinggi pada suatu daerah, karena lain daerah akan berbeda tingkat kepekaan
antimikroba.
 Antimikroba lini pertama untuk tifoid adalah:
o Kloramfenikol
o ampisillin atau Amoxicillin (aman untuk penderita yang sedang hamil)
o Trimetroprim-Sulfametoksazol

Bila pemberian salah satu anti mikroba lini pertama, dinilai tidak efektif, dapat diganti
dengan anti mikroba yang lain atau dipilih anti mikroba lini kedua
 Antimikroba lini kedua untuk tifoid adalah:
o Seftriakson (diberikan untuk dewasa dan anak)
o Cefixim (efektif untuk anak)
o Quinolone (tidak dianjurkan untuk anak < 18 th, karena dinilai mengganggu
pertumbuhan tulang).

1. CIPROFLOXACIN
telah terbukti sangat efektif dalam pengobatan demam tifoid dan paratifoid. Penurunan
suhu terjadi dalam 3–5 hari; pemulihan dan relaps jarang terjadi (kurang dari 2%).
Obat 4-kuinolon lain seperti ofloxacin, norfloxacin dan pefloxacin sama efektifnya.
Ciprofloxacin biasanya diberikan secara oral 500 mg dua kali sehari selama 14 hari, tetapi
ada laporan bahwa kursus 7 hari mungkin cukup.
Jika ada muntah atau diare, obat harus diberikan secara intravena, 200-400 mg dua kali
sehari. Obat 4-kuinolon sangat efektif melawan strain multi-drug-resistant (MDR) dan uji
coba telah menunjukkan hal ini dibandingkan dengan kloramfenikol.

Obat 4-kuinolon saat ini tidak direkomendasikan untuk digunakan pada anak-anak dan
wanita hamil karena potensinya yang diamati dapat menyebabkan kerusakan tulang rawan
pada hewan yang sedang tumbuh. Namun, pengalaman yang luas dari obat ini pada anak-
anak tidak menunjukkan bukti toksisitas tulang atau sendi.
Untuk anak-anak dengan infeksi berat dengan jenis yang mungkin multi-resisten,
keseimbangan risiko beralih ke pengobatan dengan kuinolon.
Fungsi
• Aktivitas/ kemampuan melawan gram negative aerob dan atypical bacterial  2nd
generation fluoroquinolone
• Fluoroquinolone  Antimicrobial activity
MoA
• inhibit bacterial topoisomerase II (DNA gyrase, subunit alpha)relaxasi dari
supercoiling DNAuntai DNA rusak
• inhibit bacterial topoisomerase IVmengganggu keseimbangan kromosomal ketika
pembelahan selmengganggu replikasi DNA
Pharmacokinetikcs:
• Absorpsi: IV dan ophthalmic preparation (60-70%). Konsumsi dengan sucralfate,
antacids yang mengandung aluminium/ magnesium, atau suplemen makanan yang
mengandung iron, zinc  menurunkan absorpsi. Kalsium dan kation divalent lainnya
 mengganggu absorpsi  oleh karena itu pemberiannya 2 jam sebelum atau 4
jam setelah pemberian produk tersebut.
• Distribution: 10-40% berikatan dengan plasma protein. Terdistribusi baik ke semua
jaringan dan body fluids. Tinggi di bone, urine, kidney, prostatic tissue.
• Elimination: eksresi oleh ginjal, sekresi tubulus/ filtrasi glomerulus

Adverse reactions:

• Mual
• Muntah
• Diare
• Headache
• Dizziness

Indications:

• Infeksi susceptible bacterial (bacteri yang tidak akan berkembang jika diberi
• Skin infection
• Bone and joint infections
• Complicated intra-abdominal infections o Nosocominal pneumonia
• Febrile neutropenia
• Urinary tract infections

2. PARACETAMOL/ACETAMINOPHEN

• analgesik non-opioid dan agen antipiretik yang digunakan untuk mengobati nyeri
dan demam.

• digunakan sebagai agen tunggal untuk nyeri ringan sampai sedang dan dalam
kombinasi dengan analgesik opioid untuk nyeri parah.

MoA
• Mekanisme aksi analgesik asetaminofen tidak jelas. Obat ini hanya merupakan
penghambat COX-1 dan COX-2 yang lemah di jaringan perifer, yang menyebabkan
kurangnya efek antiinflamasi. Bukti menunjukkan bahwa asetaminofen dapat
menghambat enzim ketiga, COX-3, di SSP.
• Meskipun tidak sepenuhnya dijelaskan, efek analgesik diyakini karena activation of
descending serotonergic inhibitory pathways in the CNS. Antipiresis dihasilkan dari
penghambatan hypothalamic heat-regulating center

Pharmacokinetik

 Acetaminophen diserap dengan baik secara oral dengan peak level: 30-120 menit.
 Absorpsi : di small intestine. Dimetabolisme di hati.
 Eliminasi melalui konjugasi hati (90%) menjadi glukuronida atau sulfat yang tidak
beracun;
 Half-life : 1-3 jam pada orang dengan fungsi hati normal, tidak dipengaruhi oleh
penyakit ginjal.
 Onset of action :

- oral (<1 jam),


- IV: analgesik (5-10 menit); antipiretik (30 menit).

 Durasi : IV, oral: analgesik (4-6 jam); IV: antipiretik (≥ 6 jam).


 Ekskresi : urine.

Indikasi

Asetaminofen berguna sebagai pengganti aspirin, terutama pada anak-anak dengan infeksi
virus dan pada mereka yang memiliki semua jenis intoleransi aspirin.

• Fever
• Pain :

- Injeksi  Penatalaksanaan nyeri ringan hingga sedang pada pasien berusia ≥2


tahun; manajemen nyeri sedang sampai berat bila dikombinasikan dengan
analgesia opioid pada pasien 2 tahun.
- Oral, Rektal: Pereda nyeri ringan, nyeri, dan sakit kepala sementara.
Kontra indikasi

Hipersensitif terhadap asetaminofen; gangguan hati yang parah atau penyakit hati aktif yang
parah.

Dosis
Pain (Mild to moderate) and/or fever:

• Oral: 325 – 650 mg setiap 4-6jam atay 1 gram setiap 6 jam dengan maksimum dosis 4
gram perhari.
• IV: ≥50 kg: 650 mg setiap 4 jam atau 1 gram setiap 6 jam. <50 kg: 12.5 mg/kg setiap
4 jam atau 15 mg/kg setiap 6 jam.
• Rectal: 325 – 650 mg setiap 4 jam sampai 6 jam bila diperlukan.

Efek

Acetaminophen adalah agen analgesik dan antipiretik; tidak memiliki efek anti-inflamasi atau
antiplatelet.

Efek Samping

Acetaminophen memiliki toksisitas yang dapat diabaikan pada kebanyakan orang. Namun,
bila dikonsumsi secara berlebihan atau oleh pasien dengan gangguan hati berat, obat tersebut
merupakan hepatotoksin yang berbahaya.

a. Hepatic injury

Metabolisme asetaminofen oleh cytochrome P450 (CYP) mixed-function oxidase


enzymes menghasilkan metabolit NAPQI yang sangat toksik dan reaktif. Biasanya
NAPQI didetoksifikasi dengan cepat oleh glutathione dalam sel hati. Namun, dalam
overdosis, produksi NAPQI melebihi kapasitas glutathione dan metabolit bereaksi
langsung dengan makromolekul hati, menyebabkan hepatic injury.

b. Renal damage dapat terjadi dengan mekanisme yang sama, karena metabolisme
CYP ginjal.
c. Overdose during pregnancydikaitkan dengan kematian janin dan spontaneous
abortion.
d. Kadar asetaminofen yang sangat tinggi dapat menyebabkan asidosis dan perubahan
status mental, mungkin karena disfungsi mitokondria, produksi laktat, atau
akumulasi asam piroglutamat (5-oksoprolin).
e. Oral, Rectal
• Dermatologic: Skin rash
• Endocrine & metabolic: Decreased serum bicarbonate, decreased serum calcium,
decreased serum sodium, hyperchloremia, hyperuricemia, increased serum
glucose Genitourinary: Nephrotoxicity (with chronic overdose)
• Hematologic & oncologic: Anemia, leukopenia, neutropenia, pancytopenia
• Hepatic: Increased serum alkaline phosphatase, increased serum bilirubin
Hypersensitivity: Hypersensitivity reaction (rare) Renal: Hyperammonemia, renal
disease (analgesic)
f. IV
Mual, headache, pruritus, skin rash, hypoalbuminemia (1%), pain at injection site.

Komplikasi
1. Enselofati 
- kemungkinan bakteri menyebar dan menginfeksi melalui darah
- adanya pelepasan zat beracung yang menyerang otak
- bisa juga di sebabkan oleh adanya gg imunitas
2. Syok septik  adanya gg pernafasan akut
Intestinal

Dua komplikasi yang paling serius dari demam enterik adalah perdarahan usus dan perforasi,
yang biasanya terjadi ketika slough yang menutupi patch Peyer terpisah selama akhir minggu
kedua atau awal minggu ketiga penyakit. Tanda-tanda klinis perdarahan adalah penurunan
tajam suhu tubuh dan tekanan darah, serta takikardia mendadak. Darah yang melewati rektum
biasanya berwarna merah cerah tetapi dapat berubah jika terdapat stasis usus. Kadang-kadang
mungkin tidak ada aliran darah – ketika ada ileus terang.
Penatalaksanaan perdarahan bersifat konservatif, dengan sedasi dan transfusi kecuali ada
bukti perforasi, bila diindikasikan pembedahan.
Tidak seperti penyebab lain dari perforasi usus, perforasi tifoid terjadi pada pasien yang
sudah memiliki perut buncit samar-samar dengan sedikit bising usus. Oleh karena itu,
pengenalan perforasi dapat menjadi sulit. Biasanya, nyeri dan nyeri tekan memburuk, denyut
nadi meningkat dan suhu turun tiba-tiba. Namun, kekakuan perut mungkin bukan tanda yang
menonjol dan bising usus mungkin tidak hilang sama sekali. Penemuan cairan bebas di perut
mungkin merupakan satu-satunya tanda perforasi. Demonstrasi gas di bawah diafragma
dengan sinar-X merupakan bantuan berharga untuk diagnosis.
Pengobatan pilihan untuk perforasi tifoid adalah intervensi bedah, meskipun manajemen
konservatif dengan pengisapan nasogastrik, terapi antibiotik langsung terhadap bakteri
anaerob dan Enterobacteria, dan perawatan suportif umum akan mengurangi angka kematian
hingga 30%. Sebagian besar ahli bedah lebih memilih penutupan perforasi yang sederhana.
dengan drainase peritoneum, dan mencadangkan reseksi usus kecil untuk pasien dengan
perforasi multipel. Diagnosis dini, resusitasi energik, dan pembedahan yang cepat dan
sederhana adalah kunci untuk menurunkan angka kematian. Prognosis jelas berhubungan
dengan waktu yang berlalu antara perforasi dan pembedahan.

Liver, gallbladder and pancreas

Ikterus ringan dapat terjadi pada demam enterik dan mungkin disebabkan oleh hepatitis,
kolangitis, kolesistitis, atau hemolisis. Perubahan biokimia yang mengindikasikan hepatitis
umum terjadi selama stadium akut.24 Biopsi hati dalam kasus seperti ini sering menunjukkan
pembengkakan keruh, degenerasi balon dengan vakuolasi hepatosit, perubahan lemak sedang
dan kumpulan sel mononuklear fokal – 'nodul tifoid' (Gambar 52.2). Basil tifoid utuh dapat
dilihat di situs ini. Pankreatitis juga telah dilaporkan

Cardiorespiratory

Miokarditis toksik dan endokarditis terjadi pada 1-5% kasus dan merupakan penyebab
kematian yang signifikan di negara-negara endemik. Keduanya terjadi pada pasien toksemia
yang sakit parah dan ditandai dengan takikardia, denyut nadi dan bunyi jantung yang lemah,
hipotensi, dan kelainan elektrokardiografi. Gejala pernapasan, seperti batuk dan bronkitis
ringan, terjadi pada 11-86% kasus23 dan bronkopneumonia atau konsolidasi lobus jarang
terjadi.

Nervous system

Sebuah keadaan kebingungan beracun, ditandai dengan disorientasi, delirium dan


kegelisahan, adalah karakteristik tifus tahap akhir tetapi kadang-kadang ini dan fitur
neuropsikiatri lainnya dapat mendominasi gambaran klinis dari tahap awal.18 Wajah
berkedut atau kejang (s) mungkin merupakan penyebab fitur penyajian; kadang-kadang,
psikosis paranoid atau katatonia dapat berkembang selama pemulihan.26 Meningisme tidak
jarang tetapi meningitis bakterial yang disebabkan oleh S. Typhi adalah komplikasi yang
jarang, tetapi diketahui. Ensefalomielitis dapat berkembang dan patologi yang mendasarinya
mungkin adalah leukoensefalopati demielinasi.27 Mielitis transversa, polineuropati, atau
mononeuropati kranial jarang berkembang.

Haematological and renal

Koagulasi intravaskular diseminata subklinis biasanya terjadi pada demam tifoid; ini jarang
bermanifestasi sebagai sindrom hemolitik-uraemik.28 Hemolisis juga dapat dikaitkan dengan
defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD). Glomerulitis kompleks imun telah
dilaporkan dan imunoglobulin IgM, C3 dan antigen S. Typhi dapat ditunjukkan pada dinding
kapiler glomerulus.29 Sindrom nefrotik dapat menjadi komplikasi bakteremia S. Typhi kronis
yang berhubungan dengan schistosomiasis urin.29

Musculoskeletal and other systems

Otot rangka secara khas menunjukkan degenerasi Zenker (degenerasi hialin dari serat otot),
terutama yang mempengaruhi dinding perut dan otot paha; polimiositis yang terbukti secara
klinis dapat terjadi.30
Lokalisasi dapat terjadi di hampir semua organ/sistem, dan keterlibatan tulang, sendi,
meninges, endokardium, limpa dan ovarium semuanya telah dilaporkan, namun kasus seperti
ini jarang terjadi.31

Comparison of typhoid fever and paratyphoid fever


Secara umum, penyakit pada infeksi paratyphoid B lebih ringan dan durasinya lebih pendek
daripada demam tifoid dan komplikasinya lebih jarang.32 Hal ini juga dapat muncul sebagai
gastroenteritis akut. Tingkat keparahan demam paratifoid A dan C berada di antara demam
tifoid dan paratifoid B

Prognosis
Terapi antibiotik dini telah mengubah penyakit yang sebelumnya mengancam jiwa dengan
durasi beberapa minggu dengan angka kematian mendekati 20% menjadi penyakit demam
jangka pendek dengan kematian yang dapat diabaikan. Tingginya angka kematian yang terus
dilaporkan dari beberapa negara endemik tidak diragukan lagi terkait dengan keterlambatan
diagnosis dan/atau pengobatan yang tidak tepat.
Prevention
● Selalu melakukan budaya cuci tangan yang benar
● Setiap tangan yang dipergunakan untuk memegang makanan, maka tangan suda harus
bersih
● Kegiatana ini sangat penting utnuk bayi, anak-anak, penyaki makanan di restoran,
atau warung, serta orang-orang yang merawat dan mengasuh anak
● Setiap tangan yang kontak dengan feses urin atau dubur maka harus dicuci memakai
sabun dan disikat jika bisa
Rekomendasi WHO:
● Vaksin Konjugat Tifoid suntik (TCV), yang terdiri dari antigen polisakarida Vi terkait
dengan protein toksoid tetanus yang dilisensikan untuk anak-anak dari usia 6 bulan
dan orang dewasa sampai usia 45 tahun;
● Vaksin Polisakarida Tak Terkonjugasi suntik berdasarkan antigen Vi yang
dimurnikan (dikenal sebagai vaksin Vi-PS) untuk orang berusia dua tahun ke atas; dan
● Vaksin Ty21a hidup yang dilemahkan secara oral dalam formulasi kapsul untuk
mereka yang berusia di atas enam tahun.

2.5 INTERPRETASI

ROSE SPORT
Rose spot merupakan kumpulan lesi makulopapular eritematus yang memucat dengan
diameter 2 sampai 4 mm yang sering ditemukan pada perut dan dada dan lebih jarang di
punggung, lengan, dan kaki. Lesi ini mudah terlewatkan pada pasien berkulit gelap.
Rose spots umumnya muncul pada hari ke 7

PEA SOUP

Pea soup diarrhea merupakan gambaran dari feses yang menyerupai sup kacang hijau yang
merupakan ciri khas dari infeksi salmonella atau shigella

Thypoid tongue (+)


Typhoidtongue
• Lidah berubah warna menjadi kekuningan atau keabuan dengan bagian ujung berwarna
merah
• Penyebab: ketidakseimbangan proses produksi dan pengelupasan lapisan keratin permukaan
lidah pada saat demam tifoid, diet makanan lunak yang menyebabkan keratin tidak
terangsang dan mengelupas
• Pada pasien Positive

Temperature
Pada pasien : 39,6 oC

Demam mempengaruhi HR
• Tekanan darah dapat dipengaruhi suhu tinggi karena upaya tubuh untuk
memancarkan panas.

• Suhu tinggi dan kelembaban tinggi dapat menyebabkan lebih banyak aliran darah ke
kulit.
• Hal ini menyebabkan jantung berdetak lebih cepat saat mengedarkan darah dua kali
lebih banyak per menit daripada pada hari biasa.
Differential count
Pada pasien :
0/0/1/65/32/2.  basofil / eosinofil / neutrofil band / neutrofil segment / limfosit / monosit
Normal :
• Basofil: 0-2%
• Eosinofil: 0-4%
• Neutrofil batang: 2-6%
• Neutrofil segmen: 50-70%
• Limfosit: 20-44%
• Monosit : 2-9%
Neutrophil :
• Meningkat (neutrophilia)  physical or emotional stress, acute suppurative infection,
trauma, cushing syndrom, inflamatory disorder ( rhematic fever, thyroididtis,
rhematoid arthritis), metabolic disorder (ketoacidosis, gout, eclampsia)
• Menurun ( neutropenia)  anemia, bacterial infection, viral infection ( hepatitis,
influenza), radiation therapy, drug theraphy
Berapa kenaikan HR per 1 derajat
Suhu tubuh adalah penentu independen dari denyut jantung, menyebabkan peningkatan
sekitar 10 denyut per menit per derajat celcius. Suhu tubuh juga merupakan penentu
independen dari laju pernapasan.

Apa yang harus dilakukan jika cultur positif pada feses?


Kebanyakan orang sembuh dari infeksi Salmonella dalam waktu empat hingga tujuh hari
tanpa antibiotik. Orang yang sakit karena infeksi Salmonella harus minum cairan ekstra
selama diare berlangsung. Perawatan antibiotik direkomendasikan untuk: Orang dengan
penyakit parah.
BAB III

PENUTUP

3.1 BHP

• Edukasi hygine makanan dan minuman  tidak jajan sembarangan, masak makanan
sampai matang
• Edukasi hygine perorangan  cuci tangan pakai sabun, PHBS
• Edukasi perbaikan sanitasi lingkungan  menjaga sumber air, kebersihan toilet
apabila dipakai berbarengan
• Memberikan penjelasan mengenai penyakit yang dialami oleh pasien dari penyebab,
faktor risiko dan tatalaksana yang akan diberikan
• Memberitahu pasien untuk menghabiskan antibiotic yang diberikan
• Menyarankan untuk melakukan vaksin tifoid
Sampai saat ini vaksin tifoid di prioritaskan untuk traveler, tenaga laboratorium
mikrobiologis dan tenaga masak
Di Indonesia telah ada 3 vaksin tifoid
1. Vaksin oral Ty21a Vivotif Berna
2. Vaksin parenteral sel utuh : thypa bio farma
3. Vaksin polisakarida thphim vi aventis Pasteur merrieux
3.2 IIMC

HR. Tirmidzi

"Dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang
menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha
Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu
bersihkanlah tempat- tempatmu."
3.3 PATOMEKANISME
DAFTAR PUSTAKA

- Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology

- sherwood, Lauralee. Human Physiology : from Cells to Systems. Belmont,


CA :Brooks/Cole, Cengage Learning, 2013.
- Seeley’s anatomy physiology 11th ed
- Manson's Tropical Diseases 22th Edition
- Harrison Principles of Internal Medicine 20th Edition
- Hunter’s Tropical Medicine and Emerging Infectious Disease 10th Edition
- Nelson Textbook Of Pediatrics 19th Edition
- Bickley, Lynn S. Bates' Guide to Physical Examination and History Taking.
Philadelphia :Lippincott Williams & Wilkins, 2003.
- Medical entemology for student
- Sherris Medical Microbiology
- Jawetz, Melnick, and Adelberg medical microbiology (23rd edition)
- https://journals.lww.com/euroemergencymed/Fulltext/2022/12000/
The_association_between_temperature,_heart_rate,.7.aspx
-

Anda mungkin juga menyukai