Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN HASIL

DISKUSI KELOMPOK KECIL


BLOK 3 MODUL 5
HOMEOSTASIS KARDIOVASKULER DAN REGULASI SUHU

KELOMPOK 8
Almira Fahrinda 1310015004
Andri Bagaswara 1310015032
Anna Fitriyana 1310015001
Azkiah Mandarini Fakih 1310015085
Devy Pratiwi Ibrahim 1310015079
Fajar Dwi Primantoro P. 1310015075
Izzaty Firdawati 1310015056
Krisna Dahrian 1310015034
Ni Putu Vivi A.B. 1310015078
Shafira Tamara 1310015002
Rahmalia Usdini 1210015083

TUTOR: DR. dr. Endang Sawitri, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2013
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME. karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Diskusi Kelompok
Kecil kami. Kami telah melakukan DKK1 pada 21 Desember 2013 dan DKK 2
pada 27 Desember 2013.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada tutor kami DR. dr. Endang
Sawitri, M.Kes yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan dalam Diskusi
Kelompok Kecil, sehingga kami semua dapat menyelesaikan laporan diskusi ini,
serta kepada semua yang terlibat di dalamnya. Laporan ini tidak akan berhasil
disusun tanpa adanya dukungan dan peran dari seluruh anggota kelompok yang
telah bekerja keras.
Kami menyadari bahwa pengetahuan kami tentang pemahaman terhadap
sasaran pembelajaran masih jauh dari sempurna, sehingga masih terdapat
kekurangan dan kesalahan dalam laporan ini. Kami sangat terbuka terhadap kritik
dan saran agar ke depannya dalam menyusun laporan menjadi lebih baik lagi.

Samarinda, 27 Desember 2013

Penyusun
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ......................................................................................


DAFTAR ISI ......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ...........................................................................
B. TUJUAN ................................................................................................
C. MANFAAT ............................................................................................
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN
A. SKENARIO ...........................................................................................
B. LANGKAH PBL ...................................................................................
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ......................................................................................
B. SARAN ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Temperatur merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh banyak orang, entah
terlalu dingin atau terlalu panas. Pada saat dingin, kita biasanya menggunakan selimut,
jaket, atau pakaian yang tebal untuk menghambat pengeluaran panas tubuh dan
menghambat udara dingin di lingkungan untuk mempengaruhi suhu kulit serta suhu inti.
Dan pada saat panas, kita biasanya menggunakan kipas untuk mengusir udara panas dari
tubuh kita dan menggunakan pakaian yang ringan untuk memudahkan pengeluaran panas
melalui keringat.
Regulasi temperature sangat berpengaruh terhadap homeostasis dan kerja
kardiovaskuler. Jantung sebagai pompa yang memompa darah ke seluruh tubuh akan
dipengaruhi oleh mekanisme temperature. Saat kulit terpajan panas, tekanan darah
cenderung rendah yang disebabkan oleh resisten perifer total yang menurun karena
vasodilatasi pembuluh darah sekitar kulit untuk mengeluarkan panas dari dalam tubuh
dan begitu pula sebaliknya saat tubuh terpajan dingin.
Kontrol temperature yang berada di hipotalamus mendominasi resistensi perifer
total (terutama arteriol) dibanding kontrol kardiovaskuler. Hal inilah yang menyebabkan
regulasi temperature mempengaruhi homeostasis kardiovaskuler. Selain itu, regulasi
temperature juga berhubungan pada saat keadaan demam.
Maka dari itu, kami membahas tentang homestasis kardiovaskuler dan regulasi
temperature. Berikut ini akan kami bahas mengenai homeostasis kardiovaskuler dan
regulasi temperaturedalam laporan ini.
1.2. Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan antara suhu
lingkungan, suhu inti, dan suhu kulit. Selain itu juga mampu memahami dan menjelaskan
mengenai mekanisme termoregulasi, respons utama tubuh terhadap perubahan suhu, dan
kompensasi tubuh terhadap perubahan suhu.

1.3. Manfaat
Mahasiswa mampu memahami mekanisme termoregulasi dalam tubuh, suhu
normal tubuh dalam keadaan tertentu, rentang normal toleransi tubuh terhadap suhu
tertentu, respons utama tubuh dan kompensasi tubuh terhadap perubahan suhu, serta
hubungan antara mekanisme kardiovaskuler dan mekanisme regulasi temperatur dalam
mekanisme homeostasis tubuh.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

A. Skenario

Antara Ina, Ana, dan Sauna

Ina dan Ana mendapatkan hadiah mencoba sauna yang baru dibuka di kotanya.
Walaupun ragu-ragu tetapi rasa penasaran membuat mereka mau mencobanya. Saat
masuk ke ruang suna mereka merasakan temperatur panas dan kelembabannya tinggi.
Menurut petugas sauna, temperatur di dalam ruangan sekitar 40ºC dan kelembabannya
80%. Setelah 5 menit di ruangan tersebut, mereka mulai merasa kepanasan, kulitnya
kemerahan, dan berkeringat. Setelah 10 menit mereka merasa tidak tahan lagi dan buru-
buru keluar dari ruang sauna.
Ina : Waah…lega bisa keluar… Panas sekali ya, An?
Keringatku sampai bercucuran…
Ana : Iya. Coba pegang dahiku. Sepertinya temperatur tubuhku meningkat.
Apa kita jadi demam sehabis sauna ya?
Ina : Masa disebut demam? Aku kurang yakin.
Seandainya kita bawa termometer, kita bisa mengukur juga apakah suhu bagian
dalam tubuh juga meningkat atau hanya suhu di permukaan kulit.
Ana : Kalau kita berlama-lama di ruangan sauna itu, kira-kira lebih bagus kah?
Ina : Mungkin berbahaya ya?...
Yang jelas 10 menit saja sudah cukup buatku.
Eh..tuh kita dipersilahkan mandi air dingin di situ..
Ana : Siiipp…

B. Langkah PBL
Step I : Identifikasi Istilah Sulit
Berdasarkan skenario yang disajikan, kami mengidentifikasi istilah sulit sebagai berikut.
1. Demam
 Peningkatan suhu tubuh di atas normal yang di akibatkan oleh tekanan stress
psikologis.
2. Temperatur
 Keadaan tingkat panas atau dingin menggunakan skala khusus.
3. Kelembaban
 Suatu keadaan atau konsentrasi uap air di dalam udara.
4. Berkeringat
 Respon pengeluaran panas melalui proses evaporasi di bawah control saraf simpatis
yang di keluarkan melalui kulit.
5. Termometer
 Alat pengukur suhu.
6. Panas
 Suatu keadaan dimana temperature suhu meningkat.

Step II : Identifikasi Masalah


1. Berapa ukuran suhu tubuh normal?
2. Apakah suhu kulit dan suhu inti tubuh sama?
3. Apa hubungan suhu tubuh dengan suhu lingkungan?
4. Apakah peningkatan suhu tubuh hanya terjadi di kulit saja?
5. Apa yang menyebabkan suhu tubuh meningkat?
6. Apakah kelembaban mempengaruhi suhu tubuh?
7. Apakah kompensasi tubuh saat tubuh panas atau dingin?
8. Apakah penyesuaian tubuh berbeda-beda?
9. Mengapa Ana dan Ina mulai berkeringat dan kulitnya kemerahan?
10. Mengapa saat demam yang di pegang adalah dahi?
11. Apakah Ana dan Ina bisa disebut demam?
12. Apakah pengaruh mandi air dingin setelah sauna?
13. Apakah yang dilakukan Ana dan Ina (berlama-lama di ruangan) berbahaya?
14. Apakah pengaruh perubahan suhu terhadap kardiovaskuler?

Step III : Curah Pendapat

1. 36,8 – 37,2ºC (pagi hari = 35,5 – 36,5ºC)


 Oral = 97 – 99ºF (saat istirahat)
 Rektal = 98 – 98,6ºF (saat istirahat)

2. Berbeda, suhu inti tubuh relatif konstan yaitu sekitar 37,8ºC. Sedangkan suhu kulit
sendiri bervariasi (berubah-ubah) dan biasanya lebih rendah, berkisar antara 20 – 40ºC.

3. Suhu lingkungan mempengaruhi suhu tubuh karena terjadi perbedaan energi. Ada
kompensasi dari tubuh saat terjadi perbedaan suhu dengan suhu lingkungan, yaitu radiasi,
konduksi, konveksi dan evaporasi.

4. Tidak, suhu inti juga dapat mengalami peningkatan karena beberapa faktor, diantaranya:
- Aktivitas tubuh (olahraga dan kontraksi otot rangka)
- Proses metabolisme (katabolisme dan anabolisme)
- Hormon epinefrin dan tiroksin
- Irama biologis inheren, dll.

5. Faktor eksternal  Aktivitas dan suhu lingkungan


Faktor internal  Reaksi metabolisme di dalam tubuh, usia, jenis kelamin (dipengaruhi
oleh hormon).

6. Mempengaruhi, karena saat evaporasi menurun suhu tubuh akan meningkat dan juga
terdapat kompensasi tubuh terhadap uap air.

7. Saat terpajan panas :


 Vasodilatasi pembuluh darah (pada kulit)  menyebabkan aliran darah meningkat
 Berkeringat
 Mengurangi pembentukan panas

Saat terpajan dingin :


 Vasokontriksi pembuluh darah (pada kulit)
 Piloereksi atau merinding
 Meningkatkan pembentukkan panas

Terdapat pusat regulasi saat perubahan suhu tubuh :


- Hipotalamus Posterior = saat suhu tubuh dingin
- Hipotalamus Anterior = saat suhu tubuh panas

8. Berbeda tergantung faktor penyebabnya, seperti:


- Aktivitas
- Lingkungan
- Usia
- Postur tubuh, dll.

9. Terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang meningkatkan aliran darah ke kulit (kulit
menjadi kemerahan). Terjadi reaksi evaporasi untuk mengeluarkan panas berlebih di
dalam tubuh (berkeringat).
Mekanisme:
Area preoptik di hipotalamus  Sistem Saraf Otonom  Medula Spinalis 
Saraf simpatis  Vasodilatasi pembuluh darah  Berkeringat

10. Karena dahi lebih dekat dengan otak, dimana terdapat pusat pengaturan suhu di dalamnya
(hipotalamus).

11. Ana dan Ina tidak demam, hanya mengalami kompensasi tubuh terhadap pajanan dengan
panas. Suhu yang meningkat pada kulit, bukan suhu inti tubuh.

12. Mandi air dingin dapat menyebabkan suhu tubuh kembali normal (mengembalikan
homeostasis tubuh dan terjadi vasodilatasi pembuluh darah).
13. Dapat menyebabkan kejang dan heat-stroke jika tetap berada di ruangan panas.
Dehidrasi  Menurunnya volume darah  Cardiac Output menurun  Resistensi
Perifer menurun  Tekanan Darah menurun  Suplai darah yang mengandung Oksigen
ke otak menurun  Sinkop

14. Jika terpapar panas terlalu lama dan dipaksakan akan mempengaruhi :
- Cardiac Output menurun
- Resistensi Perifer
- Tekanan Darah menurun
- Vasokontriksi pembuluh darah

Saat dehidrasi maka plasma darah akan menurun dan viskositas akan meningkat.
Sedangkan, heat-stroke adalah keadaan dimana terjadi stroke pada pusat kontrol suhu
(hipotalamus), biasanya ketika aktivitas berat atau olahraga yang berlebihan dan dipaksa.

STEP IV: PETA KONSEP

Suhu Lingkungan Heat Stress Kelembaban Berkepanjangan

Kepanasan
Evaporasi (-)

Hipotalamus
Keringat berlebih Vasodilatasi

Vasodilatasi (radiasi, Berkeringat


konveksi, konduksi) (evaporasi)
COP TPR
Volume plasma

Penyesuaian
suhu tubuh
Tekanan Darah

Temperatur Kulit Temperatur Inti


STEP V: LEARNING OBJECTIVES

1. Apa perbedaan suhu lingkungan, suhu inti dan suhu kulit?


2. Bagaimana mekanisme termoregulasi (hipotalamus)?
3. Bagaimana respons tubuh terhadap:
a. Peningkatan suhu
b. Penurunan suhu
4. Bagaimana produksi dan pengeluaran panas tubuh (radiasi, konduksi, konveksi dan
evaporasi)?
5. Apa akibat heat-stress berkepanjangan?

STEP VI : Belajar Mandiri

Masing-masing anggota diskusi kelompok kecil melakukan belajar secara mandiri sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dan mencari learning objective dari berbagai
referensi. Belajar mandiri dilaksanakan sejak berakhirnya DKK 1 pada 21 Desember 2013
hingga 27 Desember 2013.

STEP VII : Sintesis

I. Perbedaan Suhu Lingkungan, Suhu Inti, dan Suhu Kulit


Suhu inti dan suhu kulit. Suhu dari tubuh bagian dalam yaitu “inti” dari tubuh
dipertahankan sangat konstan, sekitar ± 1ºF (± 0,6ºC) dari hari ke hari, kecuali bila
sesorang mengalami demam. Bahkan pada orang yang telanjang dapat terpajan dengan
suhu yang rendah sampai 55ºF atau suhu yang tinggi sampai 130ºF dalam udara kering,
dan tetap dapat mempertahankan suhu inti yang hampir konstan. Mekanisme untuk
pengaturan suhu tubuh menggambarkan sistem pengendalian yang dibuat dengan sangat
baik. Tujuannya adalah untuk membahas cara kerja sistem tersebut sewaktu dalam
keadaan sehat dan sakit.
Suhu kulit, berbeda dengan suhu inti, dapat naik dan turun sesuai dengan suhu
lingkungan. Suhu kulit erupakan suhu yang penting apabila kita merujuk pada
kemampuan kulit untuk melepaskan panas ke lingkungan.
Suhu inti normal. Tidak ada suhu inti yang dapat dianggap normal, karena
pengukuran yang dilakukan pada sebagian besar orang yang sehat memperlihatkan
rentang suhu normalyang diukur per oral, muali dari dibawah 97ºF (36ºC) sampai lebih
dari 99,5ºF (37,5ºC). Suhu inti normal rata-rata secara umum adalah antara 98,0ºF dan
98,6ºF bila diukur per oral, dan kira-kira 1ºF lebih tinggi bila diukur per rectal.
Suhu tubuh meningkat selama olahraga dan bervariasi pada suhu lingkungan yang
ekstrim, karena mekanisme pengaturan suhu tidaklah sempurna. Bila dibentuk panas
yang berlebih didalam tubuh karena kerja fisik yang melelahkan, suhu akan meningkat
sementara sampai 101 hingga 104ºF. Sebaliknya, ketika tubuh terpajaan dengan suhu
dingin, suhu dapat turun sampai dibawah nilai 96ºF.

Tempat untuk menentukan suhu tubuh


Terdapat beberapa tempat yang mudah untuk memantau suhu tubuh. Suhu mulut
dan ketiak (aksila) setara, sedangkan suhu rectum rata-rata lebih tinggi 1 derajat F
(0,56ºC). Yang sekarang juga telah tersedia adalah alat pemantau suhu yang memindai
panas yang dikeluarkan oleh gendang telinga dan mengubah suhu ini menjadi ekuivalen
oral. Namun, tidak ada dari pengukuran-pengukuran ini yang merupakan indikasi mutlak
suhu inti internal, yang sedikit lebih tinggi daripada 100º daripada tempat yang diukur.
Variasi Normal Suhu Inti
Meskipun suhu inti dijaga relative konstan namun beberapa factor
menyebabkannya sedikit bervariasi :
1. Suhu inti sebagian besar orang normalnya bervariasi sekitar 1,8ºF (1ºC) pada siang
hari, dengan suhu terendah pada pagi hari sebelum bangun (jam 6 sampai jam 7 pagi)
dan tertinggi pada sore hari (jam 5 sampai jam 7 sore). Variasi ini disebabkan oleh
irama biologis inheren atau “jam biologis”.
2. Wanita yang mengalami irama bulanan pada suhu intinya yang berkaitan dengan
siklus haid. Suhu inti rerata 0,9ºF (0,5ºC) lebih tinggi selama paruh terakhir siklus
sejak saat ovulasi sampai haid. Peningkatan ringan suhu yang menetap selama
periode ini semula diperkirakan disebabkan oleh peningkatan sekresi progesterone,
salah satu hormone ovarium, tetapi tampaknya sekarang tidak demikian. Penyebab
sebenarnya masih belum diketahui.
3. Suhu ini meningkat selama olahraga karena peningkatan mencolok produksi panas
oleh otot. Selama olahraga berat, suhu inti dapat meningkat hingga 104ᵒF (40ᵒC).
Pada keadaan istirahat, suhu ini dianggap demam, tetapi normal selama olahraga
berat.
4. Karena mekanisme pengendalian suhu tidak 100% efektif maka suhu inti dapat
sedikit bervariasi jika tubuh terpajan ke suhu ekstrim. Sebagai contoh, suhu inti dapat
turun beberapa derajat pada cuaca dingin atau meningkat sekitar satu derajat pada
cuaca panas.

Karena itu, suhu ini dapat bervariasi dari sekitar 96 sampai 104ºF tetapi biasanya
menyimpang kerang dari beberapa derajat. Suhu yang relatif konstan ini dimungkinkan
oleh adanya mekanisme termoregulasi multiple yang dikoordinasikan oleh hipotalamus.

II. Mekanisme Termoregulasi


Hipotalamus Memadukan Berbagai Masukan Termosensorik

Hipotalamus berfungsi sebagai termostat tubuh. Termostat di rumah memantau suhu


dalam suatu ruangan dan memicu mekanisme pemanas (tungku) atau mekanisme pendingin (air
conditioner) sesuai kebutuhan untuk mempertahankan suhu ruangan. Hipotalamus sebagai pusat
integrasi termoregulasi tubuh, menerima informasi aferen tentang suhu di berbagai bagian tubuh
dan memicu penyesuaian yang sangat kompleks dan terkoordinasi dalam mekanisme penerimaan
panas dan pembuangan panas sesuai kebutuhan untuk mengoreksi setiap penyimpangan suhu inti
dari patokan normal. Hipotalamus jauh lebih peka daripada termostat rumah. Hipotalamus dapat
berespons terhadap perubahan suhu darah 0,01ºC. Derajat responsivitas hipotalamus terhadap
penyimpangan suhu tubuh disesuaikan secara tepat sehingga panas yang dihasilkan atau
dikeluarkan cukup untuk mempertahankan suhu tetap normal.
Untuk menyeimbangkan mekanisme pengeluaran panas dan mekanisme pembentuk dan
penghemat panas, hipotalamus harus diberi informasi secara terus menerus tentang suhu inti dan
suhu kulit oleh reseptor peka suhu khusus yang disebut termoreseptor. Suhu inti dipantau oleh
termoreseptor sentral, yang terletak di hipotalamus itu sendiri serta di tempat lain di susunan
saraf pusat dan organ abdomen. Termoreseptor perifer memantau suhu kulit di seluruh tubuhdan
menyalurkan informasi tentang perubahan suhu permukaan ke hipotalamus.
Di hipotalamus diketahui terdapat dua pusat regulasi suhu. Regio posterior diaktifkan
oleh dingin dan kemudian memicu refleks-refleks yang memerantarai produksi dan penghematan
panas. Regio anterior, yang diaktifkan oleh panas, memicu refleks-refleks memerantarai
pengeluaran panas.

Menggigil adalah Cara Involunter Utama untuk Meningkatkan Produksi Panas


Tubuh dapat memperoleh panas dari produksi panas internal yang dihasilkan oleh
aktivitas metabolik atau dari lingkungan eksternal jika yang terakhir ini lebih hangat dari suhu
tubuh. Karena suhu tubuh biasanya lebih tinggi dari suhu lingkungan, maka produksi panas
metabolik merupakan sumber utama panas tubuh. Dalam keadaan istirahat, sebagian besar panas
tubuh dihasilkan oleh organ-organ thoraks dan abdomen sebagai hasil dari aktivitas metabolik
yang terus berlangsung untuk mempertahankan kehidupannya. Di atas tingkat basal ini, laju
produksi panas metabolik dapat meningkat bervariasi terutama karena perubahan aktivitas otot
rangka atau, pada derajat yang lebih rendah, karena kerja hormon tertentu. Jadi, perubahan pada
aktivitas otot rangka merupakan jalur produksi panas utama yang dikontrol untuk pengaturan
suhu.
PENYESUAIAN PRODUKSI PANAS OLEH OTOT RANGKA
Sebagai respons terhadap penurunan suhu inti, hipotalamus meningkatkan aktivitas otot
rangka untuk menghasilkan lebih banyak panas. Dengan bekerja melalui jalur-jalur dessendens
yang berakhir neuron motorik yang mengontrol otot rangka, hipotalamus mula-mula
meningkatkan tonus otot rangka. (Tonus otot adalah tingkat tegangan konstan pada otot). Dalam
waktu singka dimulailah menggigil. Menggigil adalah kontraksi ritmik otot rangka yang
berlangsung cepat 10 sampai 20 kali per detik. Mekanisme ini sangat efektif dalam
meningkatkan panas; semua energi yang dibebaskan selama tremor otot ini diubah menjadi panas
karena tidak terjadi kerja eksternal. Dalam hitungan detik hingga menit, produksi panas internal
dapat meningkat dua sampai lima kali lipat akibat menggigil.
Perubahan refleks pada aktivitas otot rangka ini sering diperkuat oleh tindakan-tindakan
sengaja untuk menghasilkan panas misalnya melompat-lompat atau bertepuk tangan.respons
perilaku ini tampaknya menggunakan respons saraf yang sama dengan respons fisiologik
involunter. Hipotalamus dan sistem limbik berperan besar dalam mengontrol perilaku
bermotivasi.
Dalam situasi yang berlawanan—peningkatan suhu inti akibat pajanan ke panas—
digunakan dua mekanisme untuk mengurangi aktivitas otot rangka penghasil panas: Tonus otot
secara refleks diturunkan, dan gerakan volunter dikurangi. Ketika udara menjadi sangat hangat,
orang sering mengeluh “terlalu panas bahkan untuk bergerak”. Respons ini tidak terlalu efektif
untuk menurunkan produksi panas sewaktu pajanan ke panas dibandingkan dengan respons otot
yang meningkatkan produksi panas sewaktu pajanan ke dingin karena dua alasan. Pertama, kare
tonus otot normalnya pada dasarnya sudah cukup rendah maka kapasitasnya untuk
menguranginya lebih lanjut menjadi sangat terbatas. Kedua, peningkatan suhu tubuh cenderung
meningkatkan laju produksi panas metabolik karena suhu memiliki efek langsung pada laju
reaksi kimia.

TERMOGENESIS TANPA MENGGIGIL


Meskipun perubahan refleks dan volunter aktivitas otot adalah cara utama untuk
meningkatkan laju produksi panas namun termogenesis tanpa menggigil (termogenesis
kimiawi) jugaberperan dalam termoregulasi. Pada kebanyakan hewan percobaan, pajanan dingin
yang berkepanjangan menyebabkan peningkatan produksi panas metabolik yang tidak tergantung
pada kontraksi otot, yaitu ditimbulkan oleh perubahan pada aktivitas kimiawi penghasil panas.
Pada manusia, termogenesis tanpa menggigil paling penting pada neonatus karena mereka belum
memiliki kemampuan untuk menggigil. Termogenesis tanpa menggigil diperantarai hormon
epinefrin dan hormon tiroid, dimana keduanya meningkatkan produksi panas dengan
merangsang metabolisme lemak. Neonatus memiliki simpanan jaringan lemak tipe khusus yang
disebut lemak coklat, yang efektif dalam mengubah energi kimia menjadi energi panas. Peran
termogenesis tanpa menggigil pada orang dewasa masih diperdebatkan.

Besar Pengeluaran Panas dapat Disesuaikan dengan Mengubah Aliran Darah ke Kulit
Mekanisme pengeluaran panas juga dapat dikontrol, terutama oleh hipotalamus. Saat kita
panas saat kita panas, kita ingin meningkatkan pengeluaran panas ke lingkungan; saat kita
dingin, kita ingin mengurangi pengeluaran panas. Jumlah panas yang dikeluarkan ke lingkungan
melalui radiasi dan konduksi-konveksi sebagian besar ditentukan oleh gradien suhu antara kulit
dan lingkungan eksternal. Bagian inti sentral tubuh adalah mesin penghasil panas di mana suhu
harus dipertahankan pada sekitar 100ºF. Bagian inti ini dikelilingi oleh selubung insulator tempat
terjadinya pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan eksternal. Untuk mempertahankan suhu
inti, kapasitas insulatif dan suhu selubung ini dapat disesuaikan untuk mengubah-ubah gradien
suhu antara kulit dan lingkungan eksternal sehingga derajat pengeluaran panas dapat diatur.
Kapasitas insulatif selubung tersebut dapat diubah-ubah dengan mengontrol jumlah darah
yang mengalir ke kulirt. Aliran darah kulit memiliki dua fungsi. Pertama, memberikan pasokan
nutrisi ke kulit. Kedua, sewaktu darah dipompadari jantung ke kulit, darah yang telah mengalami
pemanasan di bagian inti tubuh membawa panas ini ke kulit. Sebagian besar aliran darah ke kulit
berfungsi untuk mengatur suhu tubuh; pada suhu kamar normal, darah yang mengalir ke kulit 20
sampai 30 lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi kulit.
Dalam proses termoregulasi, aliran darah kulit dapat sangat bervariasi, dari 400 -
2500ml/menit. Semakin banyak darah yang mencapai kulit dari bagian inti tubuh yang hangat,
semakin dekat suhu kulit dengan suhu inti tubuh. Pembuluh darah kulit menghilangkan
efektivitas kulit sebagai insulator dengan membawa panas ke permukaan, tempat panas tersebut
dapat keluar dari tubuh melalui radiasi dan konduksi-konveksi. Karena itu, vasodilatasi
pembuluh kulit (khususnya arteriol) yang meningkatkan aliran darah ke kulit, meningkatkan
pengeluaran panas. Sebaliknya, vasokonstriksi pembuluh kulit, yang mengurangi aliran darah,
menurunkan pengeluaran panas dengan menahan darah hangat tetap berada di bagian inti, tempat
darah tersebut terinsulasi dari lingkungan eksternal. Respons ini menahan panas yang seharusnya
keluar. Kulit yang dingin dan relatif kurang darah adalah insulasi yang sangat baik antara bagian
inti tubuh dan lingkungan. Namun, kulit bukan insulator yang sempurna, bahkan dalam
vasokonstriksi maksimal. Meskipun aliran darah ke kulit minimal, sebagian panas tetap dapat
dihantarkan melalui konduksi dari organ-organ dalam ke permukaan kulit dan akhirnya
dikeluarkan ke lingkungan eksternal.
Respons vasomotor kulit ini dikoordinasikan oleh hipotalamus melalui sistem saraf
simpatis. Peningkatan aktivitas simpatis ke pembuluh darah menyebabkan vasokonstriksi sebagai
respons terhadap pajanan dingin, sedangkan penurunan aktivitas simpatis menyebabkan
vasodilatasi pembuluh ke kulit sebagai respons pajanan panas.
Pusat kontrol kardiovaskular di medula jugamemiliki kontrol atas arteriol kulit (serta
arteriol seluruh tubuh) melalui penyesuaian aktivitas simpatis ke pembuluh-pembuluh ini dengan
tujuan mengatur tekanan darah. Kontrol hipotalamus atas arteriol kulit untuk mengatur suhu
mengalahkan kontrol pembuluh darah yang sama oleh pusat kontrol kardiovaskular. Karena itu,
respons vasomotor kulit yang mencolok untuk tujuan termoregulasi dapat menyebabkan
perubahan tekanan darah. Sebagai contoh, tekanan darah dapat turun pada pajanan ke lingkungan
yang sangat panas, karena respons vasodilator kulit yang ditimbulkan oleh pusat termoregulasi
hipotalamus mengalahkan respons vasokonstriktor kulit yang ditimbulkan oleh pusat kontrol
kardiovaskular medula.

Termoregulasi ketika Suhu Meningkat (Dabrowski)

Suhu lingkungan atau terpajan dengan benda penghasil panas 


radiasi/konveksi/konduksi ke kullit   Suhu kulit  Termoreseptor perifer di kulit dan
membrane mukosa   suhu tubuh  Termoreseptor sentral di hipotalamus, susunan saraf
pusat, dan organ dalam seperti abdomen  Hipotalamus regio anterior  Sistem saraf
simpatis  Mengaktivasi penghambatan aktivitas adrenergic (kontrol vasokonstriksi dan
metabolic rate)  Vasodilatasi dan  BMR (Basal Metabolic Rate)   Kehilangan panas
melalui kulit dan  penghasilan panas di inti jika panas yang ada terlalu berlebihan 
Kelenjar keringat mengeluarkan Ach (asetilcholin)  Mengaktivasi sifat kolinergik
parasimpatis  Pengeluaran keringat  Behavioural responses: lesu, berbaring di lantai
dengan tangan dan kaki dilebarkan, memakai pakaian yang tipis dan ringan, mengipas diri
sendiri, dan meminum minuman dingin serta aktivitas lain yang dapat menghilangkan panas
dan menurunkan produksi panas tubuh.

Termoregulasi ketika Suhu Menurun (Dabrowski)

Suhu lingkungan atau terpajan dengan benda penyerap panas 


radiasi/konveksi/konduksi dari kulit/tubuh ke lingkungan   Suhu kulit  Termoreseptor
perifer di kulit dan membran mukosa   Suhu tubuh  Termoreseptor Sentral di
hipotalamus, susunan saraf pusat, dan organ dalam seperti abdomen  Hipotalamus regio
posterior  Mengaktivasi sistem saraf simpatis  Menghasilkan respon: 1) Sekresi
norefinefrin dari vasokonstriksi kulit seluruh tubuh akibat rangsangan serabut simpatis; 2) 
Oksidasi lemak coklat (pada neonatus) menyebabkan termogenesis; 3) Piloereksi (rambut
berdiri tegak pada akarnya karena saraf simpatis merangsang kontraksi otot arektor pili)
menjerat udara yang mendekati kulit; dan 4) Medulla adrenal mensekresi epinefrin dan
memicu thermogenesis.  Pusat menggigil di hipotalamus teraktivasi  Pusat motorik di
batang otak teraktivasi  Memberi rangsang pada otot rangka untuk melakukan kontraksi
secara involunter  Menggigil  Produksi panas.
Jika udara terlalu dingin  Hipotalamus mengeluarkan Tryrotopin Releasing Hormone
 Kelenjar pituitary anterior mengeluarkan Thyroid Stimulating Hormone (TSH)  Induksi
kelenjar tiroid  Pembebasan sejumlah besar hormone tiroid T3 dan T4 dalam darah  
Laju metabolisme   Produksi panas tubuh.
Aktivitas volunter atau semi-volunter diaktivasi oleh cortex dan sistem limbic.
Behavioral responses: berdempetan dengan yang lain, mengusapkan-usapkan telapak tangan,
mencari tampat hangat dan berdiam di sana, memakai baju hangat dan kegiatan volunteer
lainnya yang dapat membantu produksi panas tubuh.

III. Respons Tubuh terhadap Peningkatan dan Penurunan Suhu


Suhu Meningkat dan Respon Tubuh yang Dihasilkan
1. Vasodilatasi
Vasodilatasi pembuluh darah perifer hampir dilakukan pada semua area
tubuh. Vasodilatasi ini disebabkan oleh hambatan dari pusat saraf simpatis pada
hipotalamus yang menyebabkan vasokontriksi sehingga terjadi vasodilatasi yang
kuat pada kulit, yang memungkinkan percepatan pemindahan panas dari tubuh
ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak.
2. Berkeringat
Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sabagai efek peningkatan suhu
yang melewati batas kritis, yaitu 37oC. pengeluarab keringat menyebabkan
peningkatan pengeluaran panas melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh
sebesar 1oC akan menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak
sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari metabolism basal
kurang lebih 10 kali lebih besar. Pengeluaran keringat merupakan salah satu
mekanisme tubuh ketika suhu meningkat melampaui ambang kritis. Pengeluaran
keringant di area preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis ke
seluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsangan pada saraf kolinergik
kelenjar keringat, yang merangsang produksi keringat.
3. Penurunan Pembentukan Keringat
Beberapa mekanisme pembentukan panas, seperti termogenesis kimia dan
menggigil dihambat dengan kuat.

Mekanisme Menambah Heat Loss (Valerie C Scanlon: 378-379)


Dalam lingkungan yang hangat atau selama latihan, suhu tubuh cenderung naik, dan
kehilangan panas yang lebih besar diperlukan. Hal ini menyebabkan vasodilatasi dalam
dermis dan peningkatan berkeringat. Vasodilatasi membawa lebih banyak darah hangat
dekat dengan permukaan tubuh, dan panas hilang ke lingkungan. Namun, jika suhu
lingkungan mendekati atau lebih tinggi dari suhu tubuh, mekanisme ini menjadi tidak
efektif. Mekanisme kedua meningkat berkeringat, di mana panas tubuh berlebih menguap
keringat pada permukaan kulit. Seperti disebutkan sebelumnya, berkeringat menjadi tidak
efisien bila kelembaban atmosfer tinggi.
Pada hari-hari panas, produksi panas juga dapat dikurangi dengan penurunan tonus
otot. Inilah sebabnya mengapa kita mungkin merasa sangat lambat pada hari-hari panas,
otot kita bahkan kurang sedikit dikontrak dari biasanya dan lebih lambat untuk merespon.
Bila suhu meningkat di atas suhu pasti (misalnya selama kerja fisik), pertama-tama
aliran darah ke kulit ditingkatkan, dan sebagai akibatnya juga transpor panas dari inti ke
kulit. Tidak hanya menyebabkan volume/waktu yang meningkat mentranspor lebih
banyak panas, juga mengurangi pertukaran antara arteri dan vena yang menyertainya. Di
samping itu, aliran balik vena dialihkan dari vena-vena yang letaknya dalam ke vena
yang lebih dekat ke permukaan. Yang kedua, terdapat sekresi keringat yang lebih banyak,
yang menyejukkan kulit dan dengan demikian menyebabkan gradien suhu yang
diperlukan untuk pengeluaran panas. Sinyal dari reaksi ini datang dari reseptor panas
pusat. Pada kasus ini, kulit tersebut tidak dapat melaporkan pemanasan karena sekeliling
kulit tersebut sebenarnya disejukkan kembali oleh evaporasi. (Agamemnon D: 194)
Suhu Lingkungan Dingin atau Turun dan Respon yang Dihasilkan Tubuh
Bila suhu tubuh turun di bawah nilai normal, pengeluaran panas dikurangi dan
produksi panas ditingkatkan oleh aktivitas otot voluntar dan dengan menggigil. Pada bayi
rasio permukaan terhadap volume adalah sangat tinggi. Oleh karena itu, proses
pendinginan dapat terjadi dengan sangat mudah. Mereka mempunyai suatu sumber panas
tambahan dalam bentuk lemak coklat yang terdapat di bahu dan punggung. Bila suhu inti
turun, kecepatan metabolisme ditingkatkan oleh perangsangan adrenergik. Pengaturan
berlawanan ini diperoleh dengan penyejukkan melalui reseptor dingin pada kulit sebelum
suhu inti turun. (Agamemnon D: 194)

1. Vasokontriksi kulit di seluruh tubuh


Vasokontriksi terjadi karena rangsangan pada pusat simpatis pada hipotalamus.
2. Piloereksi
Rangsangan simpatis menyebabkan otot erector pili yang melekat pada folike
rambut berdiri. Mekanisme ini tidak penting pada manusia, tetapi pada binatang
tingkat rendah, berdirinya bulu ini akan berfungsi sebagai isolator panas terhadap
lingkungan.
3. Peningkatan Pembentukan Panas
Pembentukan panas oleh sistem metabolism meningkat melalui mekanisme
menggigil, pembentukan panas akibat rangsangan saraf simpatis, serta peningkatan
sekresi tiroksin. Lingkungan sel tubuh sebenarnya merupakan komponen interstial
CES. Karena fungsi sel yang normal tergantung dari konstanta cairan ini. Maka tidak
mengherankan bahwa dalam organisma multiseluler besar sekali jumlah mekanisme
regulasi yang telah disusun untuk mempertahankannya (Ganong,1995).
Sebagai Respon Terhadap Pajanan Panas
Sebagai Respon Terhadap Pajanan Dingin
(Dikoordinasikan Oleh Hipotalamus
(Dikoordinasikan Oleh Hipotalamus Posterior)
Anterior)
Penurunan Pengeluaran
Peningkatan Penurunan Peningkatan
Panas
Produksi Panas Produksi Panas Pengeluaran Panas
(Konservasi Panas)
Peningkatan tonus Vasokontriksi kulit Penurunan tonus otot Vasodilatasi kulit
otot Penurunan gerakan
Peningkatan gerakan Baju hangat* volunteer* Berkeringat
volunteer*
Termogenesis tanpa Perubahan postur untuk Baju dingin*
menggigil mengurangi luas
Menggigil permukaan yang terpajan
(misalnya mengerutkan
bahu)
*Adaptasi perilaku
Tabel 2.1 Penyesuaian Terpadu sebagai Respon Terhadap Pajanan Dingin atau Panas

IV. Pembentukan dan Pengeluaran Panas

Pembentukan Panas
Panas adalah produk utama metabolisme. Ada beberapa faktor yang menentukan
laju pembentukan panas, yaitu:
1. Laju metabolisme basal semua sel tubuh
2. Laju metabolisme tambahan yang disebabkan oleh aktivitas otot yang disebabkan
oleh aktivitas otot, termasuk kontraksi otot yang disebabkan oleh menggigil
3. Laju metabolisme tambahan yang disebabkan oleh tiroksin dan sebagian kecil
hormon lainnya
4. Laju metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh epinefrin, norepinefrin,
dan perangsangan simpatis terhadap sel
5. Laju metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas kimiawi
dan dalam sel sendiri
6. Laju metabolisme tambahan yang diperlukan untuk pencernaan, absorpsi, dan
penyimpanan makanan

Tubuh menggunakan empat mekanisme untuk memindahkan panas : radiasi,


konduksi, konveksi, dan evaporasi.
a. Radiasi
Radiasi adalah emisi energi panas dari permukaan suatu bentuk hangat dalam
bentuk gelombang elektromagnetik, atau gelombang panas yang merambat dalam ruang.
Ketika suatu energi mengenai sebuah benda dan diserap maka energi gerakan gelombang
akan diubah menjadi panas di dalam benda. Tubuh manusia memancarkan (sumber yang
kehilangan panas) dan menyerap (sumber yang memperoleh panas) energi radiasi.
Karena pemindahan netto panas melalui radiasi selalu dari benda yang lebih hangat ke
benda yang lebih dingin maka tubuh memperoleh panas dari benda yang lebih hangat dari
pada permukaan kulit, misalnya matahari, radiator, atau kayu yang terbakar. Sebaliknya,
tubuh kehilangan panas melalui radiasi ke benda–benda di lingkungan yang
permukaannnya lebih dingin daripada permukaan kulit, misalnya dinding bangunan,
pohon, furnitur. Secara rerata manusia kehilangan hampir separuh energi panas melalui
radiasi.

b. Konduksi
Konduksi (hantaran) adalah pemindahan panas antara benda-benda yang berbeda
suhunya yang berkontak langsung satu sama lain, dengan panas mengalir menuruni
gradien suhu dari benda yang lebih hangat ke benda yang lebih dingin melalui
pemindahan dari molekul ke molekul. Ketika molekul–molekul dengan kandungan panas
yang berbeda saling bersentuhan maka molekul yang lebih hangat bergerak lebih cepat
dan memicu molekul dingin untuk bergerak lebih cepat sehingga molekul dingin menjadi
lebih hangat dan begitu pulas sebaliknya dengan molekul panas, dan akhirnya kedua
molekul pada suhunya menjadi sama. Laju pemindahan molekul panas dengan molekul
dingin bergantung pada perbedaan suhu dan konduktivitas termal pada bahan – bahan
yang terlibat.
c. Konveksi
Kata konveksi merujuk pada pemindahan energi panas oleh arus udara (atau H2O)
sewaktu tubuh kehilangan panas melalui konduksi ke udara sekitar yang lebih dingin
udara yang berkontak langsung dengan kulit menjadi lebih hangat. Karena udara hangat
lebih ringan dari pada udara yang dingin, maka udara yang telah dihangatkan bergerak ke
atas sementara udara yang lebih dingin bergerak ke kulit untuk menggantikan udara yang
telah hangat tersebut (aliran udara)

d. Evaporasi
Ketika udara menguap dari permukaan kulit, panas yang diperlukan untuk
mengubah air menjadi gas diserap dari kulit sehingga tubuh menjadi lebih dingin.
Berkeringat ialah proses pengeluaran panas evaporatif aktif di bawah kontrol saraf
simpatis. Laju pengeluaran panas evaporatif dapat diubah-ubah dengan mengubah
banyaknya keringat, untuk mengeluarkan kelebihan panas sesuai kebutuhan. Faktor
terpenting yang menentukan tingkat penguapan keringat adalah kelembapan relatif udara
sekitar (presentase uap H2O yang ada diudara). Ketika kelembapan relatif tinggi, maka
udara hampir jenuh oleh H2O sehingga kemampuan udara menerima tambahan
kelembapan udara menjadi terbatas.
V. Heat Stress
Heat Exhaustion merupakan keadaan yang terkait dengan suhu panas, dimana
proses berkeringat yang berlebihan menyebabkan volume plasma darah dan vasodilatasi
pembuluh darah, mengakibatkan tahanan perifer total menurun, sehingga tekanan darah
menurun. Penurunan tekanan darah ini diikuti oleh penurunan jumlah darah yang
dialirkan ke otak, sehingga dapat menyebabkan pingsan. Pada keadaan Heat Exhaustion,
suhu inti sangat aktif atau tinggi, namun pada suhu tubuh atau suhu kulit hanya sedikit
meningkat, yang merupakan respon tubuh terhadap fungsi dari katup pengaman bagi
tubuh terhadap keadaan Heat Stroke yang lebih serius lagi.
Heat Stroke merupakan keadaan yang sangat berbahaya yang dapat menyebabkan
kematian jika tidak segera ditangani. Heat Stroke sendiri dapat terjadi pada orang yang
telah lanjut usia, pengguna obat penenang, maupun orang yang sedang berolahraga. Heat
Stroke terjadi akibat kegagalan sistem pengatur termoregulasi Hipotallamus dalam
pengeluaran panas. Pada orang yang berusia lanjut, Heat Stroke terjadi jika terpajan
gelombang panas yang lama dan pengap. Hal ini dapat terjadi karena orang yang telah
berusia lanjut memiliki respon termoregulasi yang lambat dan kurang efisien. Heat Stroke
juga dapat terjadi pada orang yang menggunakan obat penenang tertentu, misalnya
valium. Jenis obat ini dapat mengganggu pusat termoregulasi di hipotalamus. Pada orang
yang berolahraga dapat terjadi Heat Stroke jika melakukan olahraga yang berlebihan dan
terpajan oleh lingkungan yang panas dan lembab.
Heat Stroke tidak mengeluarkan panas, misalnya berkeringat, namun suhu tubuh
terus meningkat. Hal ini dikarenakan pusat kontrol respon termoregulasi hipotalamus
tidak mampu mengaktifkan terjadinya proses pengeluaran panas. Dengan meningkatnya
suhu tubuh ini, keadaan ini juga meningkatkan proses metabolisme yang ada di tubuh,
karena suhu mempengauhi proses reaksi yang ada di tubuh.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa mekanisme
termoregulasi berkaitan terhadap mekanisme kardiovaskuler. Suhu inti yang dijaga
konstan menyebabkan tubuh memberikan respons terhadap berbagai perubahan suhu
kulit yang terpajan langsung pada suhu lingkungan di sekitarnya yang dapat
mempengaruhi suhu inti. Kulit yang terpajan suhu dingin akan memberikan respons
dengan vasokontriksi pembuluh darah pada bagian kulit untuk menghambat pengeluaran
panas agar suhu inti terjaga konstan dan saat kulit terpajan suhu panas akan memberikan
repsons berupa vasodilatasi pembuluh darah kulit untuk mengeluarkan panas dalam
tubuh. Vasokontriksi dan vasodilatasi inilah yang mempengaruhi homeostasis
kardiovaskuler yang pada akhirnya akan berakibat pada perubahan tekanan darah.

3.2. Saran
Dari diskusi kami di atas, kami menyarankan agar saat dingin menggunakan baju
yang hangat agar mampu mempertahankan panas untuk menjaga suhu inti konstan dan
memakai pakaian dari kain yang berwarna cerah untuk memantulkan cahaya beserta
panasnya dan kain yang ringan/tipis serta menyerap keringat untuk memudahkan
pengeluaran panas melalui keringat. Selain itu juga, dalam mengompres pada saat demam
lebih baik menggunakan air hangat untuk mempercepat penyaluran panas melalui cara
konduksi sehingga menyebabkan penurunan suhu tubuh ke normal lebih cepat daripada
menggunakan kompresan air dingin yang bersifat menghambat pengeluaran panas dari
tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C; John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Alih
bahasa: Irawati [et al]. Jakarta: EGC.

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Alih bahasa:
Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.

Dorland, W.A Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta: EGC.

Despopoulos, Agamemnon. 2000. Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi. Jakarta: Hipokrates.

Scanlon, Valerie C. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology Fourth Edition. USA: F. A.
Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai