“LEPROSY”
Diajukan kepada:
Yuktiana Kharisma, dr., M.Kes.
Disusun oleh:
Kelompok 4
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
REVIEW CASE 4
BAB I BASIC SCIENCE 6
1.1 Anatomi Ulnar nerve 6
1.2 Histologi Kulit 9
1.3 Efloresensi 14
1.4 Mikrobiologi 20
BAB II CLINICAL SCIENCE 31
2.1 Leprosy 31
2.2 Treatment 44
2.3 Prevention 52
2.4 Pemeriksaan 55
2.5 Patomekanisme 62
2.6 BHP 63
2.7 IIMC 64
REVIEW CASE
Dia tidak pernah merasa itchy pada lesinya. Ia lahir dan menghabiskan masa kecilnya
di Tangerang (kampung kusta, endemic kusta) . Ayahnya adalah pasien RS Sitanala
(RS Kusta) selama 1 tahun. Pak M memiliki seorang istri dan seorang putra berusia 2
tahun.
Dermatologicalexam :
At regio left elbow: 5 cm diameter well defined hypo pigmented patch and anesthetic.
Neurological exam : tenderness dan enlargement di ulnar nerve and hypesthesia of his
left hand.
Temuan laboratorium dalam batas normal, Pemeriksaan histopatologi dari lesi kulit
menunjukkan nerve fibrils pada dermis dan granuloma dengan Langhans giant cell.
Dilakukan apusan kulit dari lesi kulit, daun telinga kiri dan kanan dan tidak ditemukan
basil tahan asam.
Treatment:
Tn M. diobati dengan rifampisin 600 mg sebulan sekali dan dapson 100 mg daily.
Kasus ini dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten. Pasien diharapkan untuk
menemui dokter pada bulan berikutnya, tetapi dia tidak muncul. Dua bulan kemudian,
dia datang dengan rasa sakit di siku dengan kaku dan mati rasa di tangan kirinya.
Pemeriksaan neurologis: pain, tenderness, pembesaran nervus ulnaris kiri dan
hipestesia tangan kiri. 🡪 inflamasi saraf tepi (neuritis)
Tn M menerima steroid untuk keluhannya dan advise to immobilize his left arm.
Setelah beberapa minggu rasa sakitnya berkurang, tetapi dia merasa numbness pada
jari keempat dan kelimanya. Dia diminta untuk melakukan exercise pada jari-jarinya
untuk menghindari kontraktur/ kekakuan. Istri dan anaknya dalam keadaan sehat dan
tidak ada kelainan kulit. Pak M mendapat MDT-PB sebanyak 6 dosis dan steroid
neuritis selain olahraga untuk menjaga fungsi tangan kirinya.
BAB I
BASIC SCIENCE
Aferen fiber di peripheral nerve masuk melalui dorsal root ganglion menuju
dorsal horn yang berasal dari spinal cord , itu proyeksi polisinaptik dari serat yang
lebih kecil yang berperan dalam nosisepsi, gatal, suhu, kepekaan, dan sentuhan,
akan menuju ke medulla dan melakukan croos over dan bersinaps dengan
second order neuron di nucleus of gracilis/ nucleus of funiculus cuneatus pons
midbrain ke inti ventral posterolateral (VPL) sinpas third order neuron di
nukleus thalamus cortex cerebri persepsikan ke kaki, wajah dan tangan
D. Mechanism of Numbness cause by Leprosy
1.2 Histologi Peripheral Nerve
A. Schwann cells
Juga berasal dari krista neural embrionik, sel-sel satelit kecil membentuk lapisan
penutup yang intim di atas badan sel neuron besar di ganglia PNS. Sel-sel satelit
memberikan efek trofik atau suportif pada neuron-neuron ini, mengisolasi,
memelihara, dan mengatur lingkungan mikro mereka. Sel satelit: sel yang berfungsi
untuk menyokong badan sel neuron di PNS, terletak disekitar badan sel PNS
(terutama di ganglion)
HISTOLOGI KULIT
Kulit terdiri atas epidermis yang merupakan lapisan epithelial yang berasal dari
ectodermal, dermis yang merupakan lapisan jaringan ikat mesodermal, dan jaringan
subkutan atau hypodermis yang merupakan lapisan jaringan ikat longgar yang
biasanya terdiri atas lemak. Fungsi dari kulit adalah untuk proteksi, sensori,
thermoregulasi, metabolik dan sinyal seksual.
Epidermis
Epidermis membentuk perbedaan utama :
1. Kulit tebal (telapak tangan & kaki) : 400 to 1400 μm (1.4 mm)
2. Kulit tipis (other) : 75 to 150 μm
Lapisan epidermis terdiri dari sel
• Stratified squamous keratinized epithelium (keratinocyte)
• Melanocyte
• Antigen-presenting Langerhans cells
• Tactile epithelial cells (Markel cell)
Selain itu, epidermis memiliki 5 lapisan dari bagian dermis hingga ke lapisan terluar
yang terdiri dari
1. Stratum basalis :
● Melanosit – S. spinosum
berlimpah di kulit yang sangat sensitif seperti ujung jari dan di dasar beberapa
folikel rambut.
2. Stratum spinosum :
● Disini terdapat zona kombinasi antara lapisan lapisan basal dan spinosa yang
● Langerhans cell : Sel penyaji antigen yang disebut sel Langerhans, berasal dari
monosit, mewakili 2% -8% sel di epidermis dan biasanya paling jelas terlihat
di lapisan spinosus.
3. Granular layer :
Terdiri dari 3-5 sel poligonal gepeng yang mengalami differensiasi (skin’s
barrier against water loss & barrier to penetration by most foreign materials.)
4. Stratum lucidum :
hanya pada kulit tebal, Inti dan organel telah hilang, dan sitoplasma hampir
seluruhnya terdiri dari filamen keratin yang dikemas dalam matriks padat
elektron.
5. Stratum corneum :
terdiri dari 15-20 lapis sel gepeng berkeratin, squames mati yang sebagian
besar terdiri dari keratin.
Perbedaan antara kulit tebal dan tipis berada pada lapisan lucidum
Melanocyte
• Merupakan penentu warna kulit
• Mensintesis melanin
• Mensintesis eumelanin yang merupakan pigmen hitam kecoklatan
• Memiliki badan sel bulat yang hemidesmosom dengan lamina basal, dan tidak
desmosom dengan keratinosit yang bersebelahan
• Terdiri atas juluran dendritik yang [anjang dan irreguler dari melanosit yang
bercabang ke dalam epidermis lalu berlajan diantara sel-sel lapisan basal dan
lapisan spinosa dan berakhir dengan invaginasi 5-10 keratinosit yang
bersebelahan
• Secara unstruktural : sel pucat, mitokondria kecil, sisterna pendek RER
Langerhans cell
Dermis
Subcutaneous
Terdiri atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan kulit dengan organ sekitar
secara longgar, sehingga masih adanya pergerakan kulit diatas organ tersebut.
Subkutan terdiri atas adipocyte yang berbeda berdasarkan body region, dan ukurannya
pun bergantung dari status gizi seseorang.
1.3 EFLORESENSI
Primary lesion
1. Macule
Lesi datar, berbatas tegas, perubahan warna, Ukuran 🡪 <0.5 cm
2. Papule
Lesi terpalpasi, massa solid, Papule (berbatas tegas) <0.5cm
3. Plaque
Lesi terpalpasi, massa solid, Plaque (kumpulan papul) >0.5cm
4. Nodule
Lesi terpalpasi, massa solid, Nodul >0.5cm
5. Pustule
Lesi terpalpasi, massa liquid, pustule (nanah)
9. Cyst
Lesi menonjol, mengandung semi cariann
Efloresensi sekunder
• Scale/sisik: Sisik: menumpuk, sel-sel berkeratin, kulit terkelupas, bentuk tidak
beraturan, tebal atau tipis, kering atau berminyak, ukuran bervariasi
• Likenifikasi : Epidermis yang kasar dan menebal akibat gesekan, gatal, atau
iritasi kulit yang persisten sering melibatkan permukaan fleksor ekstremitas
• Keloid : Bekas luka berbentuk tidak beraturan, meninggi, semakin membesar;
tumbuh melampaui batas luka; disebabkan oleh pembentukan kolagen yang
berlebihan selama penyembuhan
• Scar : Jaringan fibrosa tipis hingga tebal yang menggantikan kulit normal
setelah cedera atau laserasi pada dermis
• Fissure : Retak linier atau putus dari epidermis ke dermis; mungkin lembab
atau kering
• Erosion : Hilangnya sebagian epidermis; tertekan, lembab, berkilau; mengikuti
pecahnya vesikel atau bula
Mycobacterium
Mycobacterium adalah genus basil gram positif yang semuanya menunjukkan
karakteristik pewarnaan tahan asam.
Ada lebih dari 200 spesies Mycobacterium, termasuk banyak yang saprofit.
Mycobacterium Leprae
Mycobacterium leprae juga dikenal sebagai Hansen’s bacillus, adalah bakteri
penyebab leprosy (Hansen’s disease).
Mycobacterium Leprae organisme ini dideskripsikan oleh Hansen pada tahun
1873, Dia menyebabkan leprosy. Ada lebih dari 10 juta kasus leprosy,
terutama di Asia
Mycobacterium leprae, penyebab leprosy, adalah basil tahan asam yang tidak
tumbuh dalam artificial medium atau kultur jaringan selama beberapa
generasi.
Struktur
Capsule:
Capsular lipid (surface glycolipids)
- Phthicerol dimycocerosates (PDIM)
- Phenolic glycolipid-1 (PGL-1)
- phosphatidylinositol mannoside (PIM)
Melindungi enzim dan metabolit bakteri-lisosom
Cell Wall
20 nm thick
Terdiri dari peptidoglikan berikatan silang yang melekat pada primer
arabinogalactan
Outer layer:
- Mycolid acids
- LAM (Lipoarabinomannan)
- Lipopolisakarida & lipopolisakarida protein complexes
- Electron lucent
Inner layer
- Peptidoglycan
- Electron dense
Cell Membrane
Responsible for molecules into and out membrane
Fosfolipid
Protein MMP-1 & MMP-2
Cytoplasm
Storage Granule
DNA
RNA
Faktor virulensi
Mycolic acids (long-chain fatty acids) + uramyl dipeptide (from
peptidoglycan) berfungsi granuloma formation; phospholipids induce caseous
necrosis.
LAM berfungsi menghambat maturasi phagosom & induksi sel proinflamasi.
PGL-1 + laminin-binding protein berfungsi memfasilitasi invasi ke schwan
cell & binding ke basal lamina peripheral nerve axon units > cell injury and
demyelination of peripheral nerves Invasi & demyelinasi peripheral sensory
nerves > local anesthesia and other changes in the skin depending on the
location and degree of immune response.
- Lipid ini khusus untuk M. leprae dan merupakan faktor virulensi M. leprae
yang paling banyak dipelajari.
Transmisi
M. leprae tidak terlalu menular
Penularan lebih sering terjadi di antara kontak serumah
Penularan diyakini terjadi melalui inhalasi organisme menular
Penularan melalui gigitan serangga dan inokulasi melalui kulit yang rusak
(atau utuh) tidak dikecualikan
Orang yang terinfeksi dianggap melepaskan organisme dari selaput lendir
hidung, terutama jika ada ulserasi
M. leprae dapat bertahan hidup dalam sekret hidung selama lebih dari 36 jam
Infeksi ulang dapat menyebabkan kasus kusta pada orang tua
Patogenesis
Disease
Variabilitas individu dalam tingkat respon imun bertanggung jawab atas dua
bentuk utama leprosy dengan spektrum penyakit di antaranya.
Tuberculoid leprosy (representing high resistance): sdkt M leprae yg terlihat
pd lesi, dgn well-formed granulomas, abundant (melimpah) CD4+ T cells,
extensive epithelioid cells, giant cells, and lymphocytic infiltration.
Lepromatous leprosy (representing low resistance): kekurangan sel T CD4+,
banyak sel T CD8+, makrofag foamy, dan infiltrasi padat dengan basil
leprosy.
Leprosy is classified into 6 groups according to modified Ridley and Jopling’s
classification. These groups are T (Tuberculoid Polar), BT (Boderline
Tuberculoid), MB (Mid Borderline), LI (Lepromatous Indeterminate), BL
(Borderline Lepromatous), LL (Lepromatous Polar).
Diagnosis
Smears: diagnosis bakteriologis mudah pada kusta lepromatosa di mana basil
berlimpah tetapi mungkin sulit pada kasus tuberkuloid. Namun kehilangan
sensorik selalu ada pada lesi kulit tuberkuloid meskipun mungkin tidak
ditemukan pada makula lepromatosa yang bagaimanapun mengandung basil
tahan asam.
- Diagnosis terdiri dari demonstrasi basil tahan asam pada lesi. Hal ini
ditunjukkan dalam “slit-skin smear” atau dalam biopsi kulit.
- Scrapings dgn surgical blade dari skin/nasal mucosa/biopsy earlobe skin
(dari lesinya > smeared on slide > stained by the Ziehl-Neelsen technique
Skin testing (Lepromin test) is of no diagnostic value in leprosy.
PCR: Recently PCR for defection of M. leprae DNA in environmental and
clinical samples has been standardised.
Treatment
Treatment regimens are different for patients with multiple AFB smear
positive skin lesions (multibacillary) and those in which AFB are difficult to
detect (paucibacillary).
For multibacillary disease dapsone and clofazimine are combined with
monthly rifampin doses for a year.
For paucibacillary leprosy dapsone combined with monthly rifampin usually
cures disease when given for 6 months.
BAB II
CLINICAL SCIENCE
2.1 MORBUS HANSEN
A. Definisi
• Leprosy/Kusta adalah penyakit granulomatosa kronis yang disebabkan oleh
infeksi mycobacterium leprae.
Hal ini terutama ditandai dengan proses berbahaya dari infeksi langsung pada
kulit dan saraf dan kerusakan imunologi terkait. Keterlibatan saraf
bertanggung jawab atas ulserasi berulang dan kelumpuhan yang memengaruhi
tangan, kaki, dan mata.
• Kusta adalah infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae, yang menginfeksi jaringan kulit mukosa dan saraf tepi,
menyebabkan hilangnya sensasi pada kulit-dengan atau tanpa lesi dermatologi.
WHO menyatakan bahwa setiap individu di negara endemik yang
menunjukkan lesi kulit dengan kehilangan sensori yang pasti atau apusan kulit
positif dapat didiagnosis menderita kusta.
• Timbulnya Kusta merupakan suatu interaksi antara berbagai faktor penyebab
yaitu pejamu (host), kuman (agent), dan lingkungan (environment), melalui
suatu proses yang dikenal sebagai rantai penularan yang terdiri dari 6
komponen, yaitu penyebab, sumber penularan, cara keluar dari sumber
penularan, cara penularan, cara masuk ke pejamu, dan pejamu. kemenkes
B. Epidemiologi
• tingkat prevalensi yang lebih tinggi di daerah tropis disebabkan oleh faktor
sosial ekonomi.
• Tingkat prevalensi bervariasi: Asia Tenggara memiliki 75% , India, 65% ,
Afrika 12%, dan Amerika 8%
• Pada tahun 1995 (WHO) memperkirakan ada 1,8 juta orang di dunia dengan
kusta aktif
• Terjadi penurunan yang nyata selama beberapa dekade sebelumnya (12-15
juta).
• Pada tahun 2008, WHO melaporkan sekitar 250.000 kasus kusta baru, dan
perkiraan prevalensi telah turun menjadi 213.000.
• Di sebagian besar daerah endemik, hanya 5-10% orang yang terinfeksi
mengembangkan penyakit klinis progresif.
• Anak-anak mungkin merupakan 20-30% dari kasus & Pada orang dewasa,
rasio pria dan wanita adalah 2-3:1.
• kontak pekerjaan (misalnya, petugas kesehatan) memiliki tingkat sensitisasi
tertinggi terhadap M. leprae (58%)kontak rumah tangga (47%) non-
kontak di daerah endemik (29%)
D. Klasifikasi
Berdasarkan WHO
- paucibacillary (PB) dimana lima atau < lesi , (-) untuk Acid Fast
Bacili, gangguan saraf hanya 1, hipopigmentasi/eritema, distribusi
asimetris, mati rasa jelas
- multibasiler (MB) Enam atau lebih lesi, Skin smear : (+) untuk Acid
Fast Bacili, gangguan saraf lebih dari 1. distribusi lebih simetris, mati rasa
tidak jelas
Berdasarkan Skala Ridley-Jopling
• Penyakit Hansen dapat muncul dengan spektrum penyakit klinis yang luas.
Skala Ridley dan Jopling mengklasifikasikan kasus berdasarkan gambaran
klinis, bakteriologis, imunologis, dan histopatologis.
A. Tuberculoid Leprosy
• Lesi tuberkuloid soliter
• Sedikit jumlahnya (lima atau kurang) dan
• Terdistribusi secara asimetris. Lokasi yang paling umum adalah wajah,
tungkai, atau badan; kulit kepala, aksila, selangkangan, dan perineum
tidak terlibat.
• Lesi dapat berupa hipopigmentasi atau eritematosa dan biasanya
kering, bersisik, dan tidak berambut (Gbr. 17.1).
• Lesi tuberkuloid adalah anestesi atau hipestetik dan anhidrotik, dan
saraf perifer superfisial atau proksimal lesi membesar, lunak, atau
keduanya.
• Keterlibatan saraf : Saraf auricular mayor dan saraf peroneal
superfisial dapat terlihat membesar. Keterlibatan saraf adalah awal dan
menonjol pada kusta tuberkuloid, menyebabkan perubahan
karakteristik pada kelompok otot. Mungkin ada atrofi otot interoseus
tangan, dengan pengecilan tonjolan tenar dan hipotenar, kontraktur
jari, kelumpuhan otot wajah, dan footdrop. Kerusakan saraf wajah
secara dramatis meningkatkan risiko keterlibatan okular dan
kehilangan penglihatan.
Histopatologi :
Kusta tuberkuloid menunjukkan epidermis yang biasanya normal dan zona bening
subepidermal tidak ada. Ada proses granulomatous dermal noncaseating yang
terutama terdiri dari makrofag aktif (sel epiteloid) dengan sel T CD4+ di tengah sel
epiteloid, sel T CD8+ di mantel yang mengelilingi granuloma, dan sel raksasa tipe
Langhans. Granuloma dapat menghubungi epidermis dan sering tersusun di sekitar
saraf dan pembuluh darah. Keterlibatan saraf perifer, infiltrasi seluler kelenjar
keringat, dan invasi otot pilorum arrectores oleh infiltrasi granulomatosa sering
terjadi. Tidak ada basil tahan asam atau jika ada ditemukan lebih sering di dalam
saraf perifer, otot arrectores pilorum, atau bahkan granuloma.
B. Borderline Tuberkuloid (BT) Leprosy.
• Lesi BT mirip dengan lesi tuberkuloid,
• lebih kecil dan lebih banyak (Gbr. 17.2).
• Lesi satelit di sekitar makula atau plak besar merupakan ciri khas.
Histopatologi :
Histopatologi bentuk borderline-tuberkuloid dapat dibedakan dari kusta
tuberkuloid dengan adanya zona grenz subepidermal. Secara umum, tidak ada
granuloma yang terdefinisi dengan baik dengan kumpulan sel epiteloid yang
terorganisir, dan ada penurunan frekuensi limfosit dan sel Langhans yang langka
dengan basil tahan asam yang langka.
C. Borderline Borderline (BB) Leprosy.
• Lesi kulit sangat banyak (tetapi dapat dihitung) dan terdiri dari plak
merah berbentuk tidak beraturan.
• Lesi satelit kecil dapat mengelilingi plak yang lebih besar.
• Lesi bersifat umum tetapi asimetris.
• Keterlibatan saraf : saraf mungkin menebal dan lunak, tetapi anestesi
hanya sedang pada lesi.
Histopatologi :
Di borderline-borderline, terdapat agregat sel epiteloid, limfosit
terdispersi yang langka, tidak ada sel raksasa berinti banyak Langhans,
dan peningkatan jumlah basil tahan asam.
Histopatologi ;
Kusta borderline-lepromatous menunjukkan zona grenz subepidermal,
kumpulan makrofag, kadang-kadang sel epiteloid dengan sitoplasma
yang banyak, dan beberapa sel berbusa, dengan sedikit limfosit.
Sejumlah besar basil dan beberapa globi dapat ditemukan
E. Lepromatosa Leprosy
• Berkembang setelah kusta tak tentu atau dari penurunan kusta
borderline.
• Lesi kulit kusta lepromatosa terutama terdiri dari makula pucat
(Gambar 17.4) atau infiltrasi difus pada kulit.
F. Histoid Leprosy
• Kusta histoid adalah bentuk yang tidak biasa dari penyakit Hansen
multibasiler
• Lesi kulit muncul sebagai papul dan nodul besar, kuning-merah,
mengkilap di dermis atau jaringan subkutan.
• Lesi muncul di latar belakang kulit normal.
• Ukurannya bervariasi dari diameter 1–15 mm, dan dapat muncul di
mana saja di tubuh tetapi menonjol di bokong, punggung bawah,
wajah, dan tonjolan tulang.
Histopatologi :
Kusta histoid ditandai dengan atrofi epidermal, zona grenz
subepidermal, dan dermis yang menunjukkan lembaran sel-sel yang
sebagian besar berbentuk gelendong dengan piknosis nuklear dan
sitoplasma berbusa, bervakuola, dan tersusun dalam pola storiform.
Beberapa sel berbentuk poligonal, makrofag, dan sel inflamasi hadir.
Beberapa kasus mungkin menunjukkan pseudokapsul. Lesi
menyerupai tumor fibrohistiocytic
E. PATOGENESIS
PATOFISIOLOGI
F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda kardinal (min.1) :
1. Lesi hipopigmentasi/eritema dengan berkurang/hilangnya sensasi
2. Pembesaran/penebalan saraf perifer dan gangguan fungsi
sensorik/motor/autonom
3. (+) BTA skin smear
Tanda-Tanda Suspek/Tersangka Kusta
1) Tanda-Tanda Pada Kulit
a) bercak kulit yang eritema atau hipopigmentasi (gambaran yang paling sering
ditemukan), datar atau menimbul, dapat disertai dengan tidak gatal dan
mengkilap atau kering bersisik.
b) adanya kelainan kulit yang tidak berkeringat (anhidrosis) dan atau alis mata
tidak berambut (madarosis).
c) bengkak atau penebalan pada wajah dan cuping telinga.
d) timbul lepuh atau luka tanpa rasa nyeri pada tangan dan kaki.
Tanda-tanda pada saraf
a) nyeri tekan dan/atau spontan pada saraf.
b) rasa kesemutan, tertusuk-tusuk, dan nyeri pada anggota gerak.
c) kelemahan anggota gerak dan/atau kelopak mata. ) adanya disabilitas
(deformitas).
e) luka (ulkus) yang sulit sembuh.
G. DIAGNOSIS
Penjelasan gambar diatas :
Alur Penemuan Dini Penderita Kusta tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penemuan Penderita Kusta diawali dengan pemeriksaan bercak kulit yang
dilakukan oleh masyarakat. Selanjutnya pemeriksaan bercak kulit akan dikonfirmasi
oleh tenaga kesehatan terlatih untuk mencari tanda utama Kusta, yaitu bercak kulit
mati rasa, penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi yang diperoleh dari
pemeriksaan klinis, dan Basil Tahan Asam (BTA) positif
pada kerokan kulit pada bercak yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium.
2. Jika ditemukan salah satu saja dari tanda utama maka diagnose Kusta dapat
ditegakkan. Selanjutnya klasifikasi Kusta ditentukan berdasarkan jumlah bercak
Kusta, jumlah saraf tepi yang menebal dan disertai gangguan fungsi dan hasil
pemeriksaan BTA.
3. Jika bercak Kusta berjumlah 1-5, penebalan saraf tepi dan disertai gangguan fungsi
hanya satu saraf serta BTA negative pada kerokan kulit, maka klasifikasinya adalah
Pausibasiler
(PB).
4. Jika jumlah bercak Kusta lebih dari 5, penebalan saraf tepi dan disertai gangguan
fungsi lebih dari satu saraf serta BTA positif pada kerokan kulit, maka klasifikasinya
adalah Multibasiler (MB).
5. Selanjutnya Penderita Kusta diberikan pengobatan sesuai klasifikasi Kusta.
6. Jika dari pemeriksaan klinis, belum ditemukan tanda utama, namun ada bercak
kulit yang mencurigakan, riwayat menetap di wilayah dengan riwayat Penderita
Kusta, riwayat kontak erat dan lama dengan orang yang mengalami Kusta, maka
orang tersebut dinyatakan sebagai tersangka/suspek Kusta. Pada tersangka/suspek
Kusta dilakukan pemeriksaan kerokan jaringan kulit oleh tenaga kesehatan
Puskesmas. Jika tenaga kesehatan Puskesmas tidak ada, maka suspek diberikan
edukasi tentang keadaannya dan lakukan observasi 3-6 bulan untuk kemudian
diperiksa kembali. Selanjutnya apabila selama observasi 3-6 bulan ditemukan tanda
utama pada tersangka/suspek Kusta, maka diagnosa Kusta dapat ditegakkan dan
diberikan pengobatan sesuai klasifikasi.
7. Untuk tersangka yang tetap menunjukkan tanda meragukan maka dianjurkan untuk
dirujuk ke layanan spesialistik.
8. Jika dari pemeriksaan klinis tidak ditemukan tanda utama dan tanda mencurigakan,
serta tidak ada riwayat menetap di wilayah dengan Penderita Kusta ataupun riwayat
kontak lama dengan orang yang mengalami Kusta maka orang tersebut dapat
langsung dinyatakan bukan Kusta
Untuk menetapkan diagnosis Kusta, perlu dicari tanda-tanda utama (cardinal signs),
yaitu:
a. kelainan kulit atau lesi dapat berbentuk hipopigmentasi atau eritema yang mati rasa
(anestesi).
b. penebalan saraf tepi disertai dengan gangguan fungsi saraf akibat peradangan saraf
tepi (neuritis perifer) kronis. Gangguan fungsi saraf ini dapat berupa:
1) gangguan fungsi sensoris: anestesi
2) gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis otot
3) gangguan fungsi otonom: kulit kering atau anhidrosis dan terdapat fisura
c. adanya Basil Tahan Asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (slit skin smear).
Diagnosis Kusta ditegakkan apabila terdapat satu dari tanda- tanda utama di atas.
Pada dasarnya sebagian besar Penderita Kusta dapat di diagnosis dengan pemeriksaan
klinis dan/atau pemeriksaan bakteriologis dan penunjang lain. Jika masih ragu maka
dianggap sebagai Penderita Kusta yang dicurigai (suspek/tersangka).
Anamnesis
kapan timbul bercak,
apakah ada anggota kelurga yang mempunyai keluhan yang sama,
apakah ada kontak dan
apakah mempunyai riwayat pengobatan sebelumnya.
Pemeriksaan fisik
Panduan praktik klinis PERDOSKI 2021
Pemeriksaan fisik meliputi:6(1C)
1. Inspeksi
Dengan pencahayaan yang cukup (sebaiknya dengan sinar oblik), lesi kulit (lokasi
dan morfologi) harus diperhatikan.
2. Palpasi
• Kelainan kulit: nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan dan
kaki.
• Kelainan saraf: pemeriksaan saraf tepi (pembesaran, konsistensi, nyeri tekan,dan
nyeri spontan).
3. Tes fungsi saraf
• Tes sensoris: rasa raba, nyeri, dan suhu
• Tes otonom
• Tes motoris: voluntary muscle test (VMT)
Pemeriksaan
Pemeriksaan yang teliti dan lengkap sangat penting dalam menegakkan diagnosa
Kusta. Pemeriksaan tersebut meliputi:
a. anamnesis, termasuk riwayat kontak
b. pemeriksaan fisik
1) pemeriksaan kulit/dermatologis pemeriksaan kulit/dermatologis merupakan
pemeriksaan bercak putih mati rasa atau merah pada kulit.
2) pemeriksaan saraf tepi
pemeriksaan saraf tepi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara meraba saraf
tepi antara lain saraf ulnaris, peroneus communis, dan tibialis posterior. Pemeriksaan
fungsi saraf dilakukan secara sistematis pada mata, tangan dan kaki
Pemeriksaan penunjang
Panduan praktik klinis PERDOSKI 2021
Pemeriksaan Penunjang1,6(1C)
1. Bakterioskopik: sediaan slit skin smear atau kerokan jaringan kulit dengan
pewarnaan Ziehl Neelsen. (1C)
Pemeriksaan bakteriologis dilakukan melalui kerokan jaringan kulit (skin smear) yaitu
pemeriksaan sediaan yang diperoleh melalui sayatan dan kerokan jaringan kulit yang
kemudian diberi pewarnaan tahan asam untuk melihat Mycobacterium leprae.
2. Bila diagnosis meragukan, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi dan
histopatologi, serta pemeriksaan serologi (PGL-1) atau PCR. (2C)
REAKSI KUSTA
H. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Bahkan ada istilah yang menyebutkan Kusta sebagai peniru terhebat (the greatest
imitator) dalam penyakit kulit. Beberapa kelainan kulit yang mirip dengan Kusta
antara lain:
1. bercak eritem berskuama: psoriasis, pitiriasis rosea, dermatitis seboroik, tinea
korporis.
2. Bercak hipopigmentasi dengan skuama: pitiriasis versicolor, pityriasis alba.
3. Bercak hipopigmentasi tanpa skuama: vitiligo.
4. Papul atau nodul: neurofibromatosis, prurigo nodularis.
I. KOMPLIKASI
a. Erythema nodusum leprotum (ENL)
b.Chronic disability (hands, feet, or eye)
c. Venous insufficiency: statis dermatitis, leg ulcers
d.Destruction of joints
J. MANAJEMEN
(hunters tropical medicine ed10)
Pengobatan Kusta dengan Multi Drug Therapy (MDT) untuk tipe PB maupun MB.
MDT adalah kombinasi dua atau lebih obat anti Kusta, salah satunya Rifampisin
sebagai anti Kusta yang bersifat bakterisidal kuat sedangkan obat anti Kusta lain
bersifat bakteriostatik.
- MDT tersedia dalam bentuk 4 macam blister MDT sesuai dengan kelompok umur
1. PB dewasa
2. MB dewasa
3. PB anak
4. MB anak
1. Dosis hari pertama pada setiap blister MDT diminum di depan petugas saat
Penderita Kusta datang
2. Selanjutnya diminum di rumah dengan pengawasan keluarga.
1. Penderita Kusta yang baru didiagnosa Kusta dan belum pernah mendapat
MDT.
2. Penderita Kusta ulangan yaitu Penderita Kusta yang mengalami hal-hal di
bawah ini:
a. Relaps
b. Masuk kembali setelah default/bawaan (dapat PB maupun MB)
c. Pindah berobat (pindah masuk)
d. Ganti klasifikasi/tipe
a. Hamil dan menyusui: regimen MDT aman untuk ibu hamil/menyusui dan anaknya
c. Untuk Penderita Kusta PB yang alergi terhadap Dapson, Dapson dapat diganti
dengan Klofazimin.
e. Penderita Kusta yang tidak dapat minum Dapson (contoh Sindrom Dapson/SD)
Penderita Kusta MB melanjutkan terapi dengan Rifampisin dan Klofazimin saja
sampai memenuhi regimen 12 bulan.
f. Penderita Kusta yang tidak dapat minum Rifampisin mereka mendapat regimen 24
bulan sebagai berikut:
MDT MB 12 bulan tapi Klofazimin diganti Ofloksasin 400 mg per hari atau
Minosiklin 100 mg per hari atau Rifampisin 600 mg per bulan, Ofloksasin 400 mg
per bulan dan Minosiklin 100 mg per bulan, selama 24 bulan.
- Penanganan reaksi Kusta yang cepat dan tepat akan mencegah disabilitas pd
penderita kusta.
- Penanganan reaksi Kusta dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terdiri atas dokter
dan tenaga kesehatan lain yang terlatih dalam penanganan Kusta.
Penanganan Untuk Reaksi Ringan
4) Jika dalam pengobatan, MDT tetap diberikan dengan dosis tidak diubah.
4) Jika dalam pengobatan, MDT tetap diberikan dengan dosis tidak berubah.
5) Reaksi tipe 1 dan tipe 2 berat diobati dengan prednison sesuai skema.
6) Bila ada indikasi rawat inap Penderita Kusta dikirim ke rumah sakit.
Pada Penderita Kusta dgn reaksi berat diperlukan pengisian Form Evaluasi
Pengobatan Reaksi Berat Form ini diisi rutin setiap 1-2 minggu u/
mengevaluasi kondisi Penderita Kusta
1) Demam
2) Nyeri otot
3) Nyeri sendi
4) Malaise
1. Hipertensi
2. TBC
3. Diabetes melitus
4. Tukak lambung berat
5. Infeksi berat.
Administration : oral.
Indikasi
Efek
a. Antibacterial bacteriostatic against M. leprae
b. Antiparasitic.
Efektif terhadap Plasmodium falciparum L
Toxoplasma gondii tachyzoites
c. Antifungal Efektif terhadap fungus Pneumocystis jiroveci.
Jika dikombinasikan dengan chlorproguanil untuk mengobati malaria.
Untuk infeksi P. jiroveci dan prophylaxis
Prophylaxis untuk T. gondii
Efek anti-inflammatory pemphigoid, dermatitis herpetiformis, linear IgA
bullous disease, relapsing chondritis, dan ulcers disebabkan oleh brown recluse
spider.
Resistensi dapat muncul, misalnya pada lepromatous leprosy, terutama jika dosis
rendah diberikan. Maka, kombinasi dapsone, rifampin, dan clofazimine
direkomendasikan untuk terapi awal lepromatous leprosy.
Kontraindikasi
hypersensitivity terhadap dapsone atau derivatives termasuk agranulocytosis dan
hypersensitivity syndrome.
Kematian akibat agranulocytosis, aplastic anemia, dan blood dyscrasias lainnya
allergy pada sulfonamide antimicrobials, significant cardiopulmonary disease,
significant liver atau renal function impairment, atau pre-existing peripheral
neuropathy.
Untuk pengobatan wanita yang sedang hamil obat kategori C. Oleh karena itu,
harus digunakan dengan hati-hati hanya jika manfaatnya lebih besar daripada
risikonya.
Pharmacokinetic
Administration : oral, absorption selesai
Sulfones diabsorbsi dengan baik dari usus dan didistribusikan secara luas
seluruh cairan tubuh dan jaringan.
Eliminasi t 1/2 : 20–30 jam.
half-life : 1–2 hari, dan obat cenderung tertahan di kulit, otot, hati, dan ginjal
Dapsone mengalami N-asetilasi oleh NAT2. N-Oksidasi menjadi dapsone
hydroxylamine melalui CYP2E1 dan pada tingkat yang lebih rendah oleh CYP2C.
Dapsone hydroxylamine memasuki sel darah merah, menyebabkan pembentukan
methemoglobin. Sulfon dapat bertahan hingga 3 minggu di kulit dan otot dan
terutama di hati dan ginjal. Reabsorpsi usus sulfones diekskresikan dalam empedu
Eksresi : Sekitar 70%–80% diekskresikan dalam urin sebagai mono-N-
glukuronida dan mono-N-sulfamat yang labil asam.
Sulfones diekskresikan ke empedu dan diserap kembali di usus.
Pemberian satu blister untuk 28 hari sehingga dibutuhkan 6 blister yang dapat
diminum selama 6–9 bulan.
b. Penderita Kusta Tipe Multibasiler (MB)
Pemberian satu blister untuk 28 hari sehingga dibutuhkan 12 blister yang dapat
diminum selama 12-18 bulan.
Pada pasien multibacillary : ada 3 jenis bacilli yg dapat dibedakan
fully drug‐sensitive bacteria
drug‐resistant mutants dan small population of ‘persisters’,
dormant non‐multiplying bacilli
.
Notes : Clofazimine
brick red, fat‐soluble crystalline dye (pewarna kristal berwarna merah bata yang
larut dalam lemak).
Memiliki efek anti inflamasi, yg berguna dalam pengobatan reaksi ENL
Konsentrasi obat yg tinggi ditemukan di intestinal mucosa, mesenteric lymph
nodes dan lemak tubuh.
Efek samping : perubahan warna kulit, mulai dari merah menjadi ungu-hitam,
tingkat perubahan warna tergantung pada dosis dan jumlah infiltrasi leprous.
Pigmentasi biasanya memudar dalam waktu 6-12 bulan setelah menghentikan
clofazimine, walaupun bekas perubahan warna dapat bertahan hingga 4 tahun.
Urine, sputum dan keringat dapat menjadi merah muda. Dapat menghasilkan
ichthyosis yg khas pada tulang kering dan lengan bawah.
Efek samping Gastrointestinal : mulai dari keram ringat-diare dan penurunan berat
badan dapat terjadi akibat deposisi clofazimine crystal di dinding usus kecil.
Efek Samping
.Komplikasi
Reaction :
suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit Kusta yang merupakan suatu reaksi
kekebalan (seluler respons) atau reaksi antigen-antibodi (Humoral respons) yang
dapat merugikan Penderita Kusta, terutama pada saraf tepi yang bisa menyebabkan
gangguan fungsi (cacat) yang ditandai dengan peradangan akut baik di kulit maupun
saraf tepi.
Dapat terjadi pada: sebelum pengobatan, selama pengobatan, dan sesudah
pengobatan.
Pencetus terjadinya reaksi Kusta misalnya:
Penderita Kusta dalam keadaan kondisi lemah
Kehamilan dan setelah melahirkan (masa nifas)
Sesudah mendapat imunisasi
Infeksi (seperti malaria, infeksi pada gigi, bisul, dan lain-lain)
Stress fisik dan mental
Kurang gizi
Pemakaian obat-obat yang meningkatkan kekebalan tubuh.
Dari sumber lain : Terapi antibiotik, infeksi penyerta, vaksinasi, kehamilan, vitamin
A, iodida, dan bromida.
Jenis
a. reaksi tipe 1 disebabkan oleh peradangan imun yang dimediasi sel di dalam
lesi kulit yang ada. Biasanya terjadi pada borderline leprosy (BT, BB, BL).
b. reaksi tipe 2 dimediasi oleh kompleks imun dan terjadi pada pasien
lepromatous (BL, LL).
reaksi dapat muncul setelah terapi obat dilakukan tetapi tidak disarankan untuk
menghentikan atau mengurangi pengobatan antileprosy
Tentukan derajat reaksi melalui form Pemantauan Fungsi Saraf (PFS)
1) Apakah lagopthalmos baru terjadi dalam 6 bulan terakhir ?
2) Adakah nyeri tekan pada saraf ?
3) Adakah kekuatan otot berkurang dalam 6 bulan terakhir ?
4) Adakah rasa raba berkurang dalam 6 bulan terakhir ?
5) Adakah bercak pecah atau nodul ulserasi/pecah ?
6) Adakah bercak aktif (meradang) di lokasi saraf tepi ?
Jika tidak ada jawaban “ya” dari semua pertanyaan di atas, maka dikategorikan
sebagai “Reaksi Ringan”, sedangkan bila ada jawaban “ya” dari salah satu
pertanyaan di atas, maka dikategorikan sebagai “Reaksi Berat”.
a. Penanganan Untuk Reaksi Ringan
1) Berobat jalan, istirahat dirumah
2) Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu.
3) Mencari dan menghilangkan faktor pencetus.
4) Jika dalam pengobatan, MDT tetap diberikan dengan dosis tidak diubah.
b. Penanganan Untuk Reaksi Berat
1) Mobilisasi lokal/istirahat di rumah.
2) Pemberian analgesik, sedatif.
3) Mencari dan menghilangkan faktor pencetus.
4) Jika dalam pengobatan, MDT tetap diberikan dengan dosis tidak berubah.
5) Reaksi tipe 1 dan tipe 2 berat diobati dengan prednison sesuai skema.
6) Bila ada indikasi rawat inap Penderita Kusta dikirim ke rumah sakit.
7) Reaksi tipe 2 berat berulang diobati dengan prednison dan Klofazimin.
Pada Penderita Kusta yang mengalami reaksi berat, diperlukan pengisian form lain,
yaitu Form Evaluasi Pengobatan Reaksi Berat. Form ini akan diisi rutin setiap 1-2
minggu untuk mengevaluasi kondisi Penderita Kusta.
Prednisone (Kortikosteroid)
Sebelum menurunkan dosis Prednison kondisi Penderita Kusta perlu
dievaluasi.
Apabila ada nyeri saraf, sebaiknya dicari dosis awal untuk Penderita Kusta
tersebut dengan memeriksa ulang setelah 1 minggu, bila tidak ada perbaikan dosis
dinaikkan menjadi 50 mg sampai 60 mg/hari.
Penangan Reaksi Berat Pada Anak :
Dosis maksimum Prednison pada anak tidak boleh melebihi 1 mg/kgBB. Minimal
jangka waktu pengobatan adalah 12 minggu
Klofazimin
Diberikan bersamaan dengan prednisone.
Untuk mengatasi peradangan setelah lebih dari 4 minggu, sebelum itu efek anti
radang hanya didapat dari prednison.
Indikasi:
1) Reaksi Tipe II (ENL) berat berulang:
a) Episode reaksi lebih satu kali
b) ENL berat dengan dosis prednison naik turun
2) Reaksi ENL berat setelah RFT
Dosis untuk orang dewasa : 3 x 100 mg/hari selama 2 bulan. Kemudian dosis
diturunkan menjadi 2 x 100 mg per hari selama 2 bulan, dan kemudian diturunkan
menjadi 100 mg per hari selama 2 bulan. Jika Penderita Kusta masih dalam
pengobatan MDT, maka dosis Klofazimin harus disesuaikan
Notes
Prednisone diberikan secara oral, dimulai dengan dosis 40-60 mg/hari.
Indikasi terapi steroid sistemik : Neurits dan lesi mata.
Clofazimine memiliki beberapa aktivitas melawan reaksi tipe 1 dan dapat
ditambahkan ke pengobatan dalam dosis hingga 300 mg/hari jika dapat
ditoleransi.
Cyclosporine dapat digunakan jika steroid gagal atau sebagai agen hemat
steroid (steroid-sparing agent).
Thalidomide efektif melawan ENL dan merupakan pengobatan pilihan.
Merupakan teratogen kuat dan tidak boleh diberikan pada wanita usia subur
Komplikasi Lain
Komplikasi umum : timbul dari peripheral nerve injury, venous insufficiency,
atau scarring.
Cedera saraf kecacatan kronis sekunder, biasanya pada tangan atau kaki, atau
akibat keterlibatan mata.
Exposure keratitis disebabkan oleh berbagai faktor termasuk mata kering,
insensitivitas kornea, dan lagophthalmos.
Keratitis tsb dan anterior chamber lesions (termasuk keterlibatan saraf iris, sklera
atau kornea) dapat menyebabkan kebutaan.
Venous insufficiency keterlibatanendotel katup vena dalam menyebabkan
dermatitis stasis dan ulkus kaki.
Kerusakan sendi (sendi Charcot) dapat terjadi karena hilangnya protective pain
sensation
Keterlibatan saraf simpatis menyebabkan penurunan hidrosis, menyebabkan
telapak tangan dan kaki kering.
hiperkeratosis, fisura dan superinfeksi bakteri.
Komplikasi dari fenomena Lucio (yg jarang) septikemia dari ulserasi yang luas
dan kontraktur sekunder akibat pembentukan scar.
Cedera saraf menyebabkan hilangnya persarafan otot dapat menyebabkan
kelemahan.
Rehabilitasi medik
Rehabilitasi medis diberikan kepada Penderita Kusta yang membutuhkan intervensi
medis yang lebih kompleks. Beberapa intervensi tersebut membutuhkan penanganan
spesialistik misalnya pada:
1. Mata
2. Tangan
a) Kelemahan jari tangan atau claw-hand dilakukan operasi koreksi, dengan syarat
sendi-sendi masih bergerak (mobile).
b) Penderita Kusta dengan infeksi berat yang membutuhkan antibiotik atau operasi.
3. Kaki
b) Penderita Kusta dengan infeksi berat yang membutuhkan antibiotik atau operasi.
Penderita Kusta yang telah dinyatakan selesai pengobatan harus tetap dilakukan
pemantauan oleh petugas Puskesmas untuk menghindari reaksi Kusta yang dapat
menyebabkan disabilitas.
Relaps
Kemoprofilaksis Kusta
Kemoprofilaksis kusta u/ pencegahan Kusta.
1. Penduduk yang menetap paling singkat 3 bulan pada daerah yang memiliki
Penderita Kusta
2. Berusia > 2 tahun
3. Tidak dalam terapi rifampisin dalam kurun 2 tahun terakhir
4. Tidak sedang dirawat di RS
5. Tidak memiliki kelainan fungsi ginjal dan hati
6. Bukan suspek tuberkulosis
7. Bukan suspek Kusta atau terdiagnosis Kusta
8. Bukan lanjut usia dengan gangguan kognitif
METODE PENDEKATAN
Situasi masyarakat juga harus diketahui (kearifan lokal, budaya, dan adat istiadat),
terutama stigma dan diskriminasi terhadap orang yang pernah mengalami kusta
(OYPMK)
Pendekatan blanket
Kemoprofilaksis dengan sasaran seluruh penduduk suatu daerah
Butuh biaya dan tenaga yang besar, oleh karena itu pendekatan ini disarankan
pada daerah dengan kriteria:
Pendekatan partisipasi masyarakat
Pendekatan ini melibatkan anggota keluarga, petugas kesehatan, tokoh
masyarakat, kader kesehatan, dan organisasi kemasyarakatan lainnya yang berada
di lokasi tempat tinggal penderita kusta
Kriteria daerah dengan pendekatan partisipiasi masyarakat:
Keuntungan pendekatan ini yaitu dapat meningkatkan informasi kusta dan tingkat
kewaspadaan terhadap risiko penularan kusta
Pendekatan kontak
Setiap kontak penderita kusta mendapatkan kemoprofilaksis
Sasaran meliputi seluruh kontak (kontak serumah, tetangga, dan sosial)
Daerah yang tidak termasuk kriteria pendekatan blanket dan partisipasi
masyarakat dapat melakukan pendekatan kontak
Keuntungan pendekatan ini yaitu dapat menjadi sarana masyarakat dan petugas
sehingga cakupan pemeriksaan kontak dapat meningkat
(apabila saat pelaksanaan, ada penduduk yang tidak di tempat maka petugas wajib
untuk mengunjungi rumah tsb untuk memberikan kemoprofilaksis paling lambat 1
bulan
L. Prevention
Edukasi Pasien
a. Vaksinasi
MDT sekali setahun dengan rifampisin dosis tunggal, minosiklin, dan klofazimin
di daerah hiperendemik.
2.5 PATOMEKANISME
2.6 BHP
2.7 IIMC
Setiap mu'jizat diturunkan sesuai dengan budaya jamannya. Pada masa Nabi Isa,
tradisi kedokteran sedang mengalami kemajuan pesat. Hingga Allah menurunkan
kusta sebagai penyakit yang sulit untuk disembuhkan, bahkan para ahli kedokteran di
masa itu menganggap mustahil untuk melakukan penyembuhan. Namun kebesaran
Allah menunjukkan, bahwa kusta dapat disembuhkan atas kehendak-Nya. Dan untuk
saat ini, Allah juga telah menurunkan pertolongan kepada manusia untuk bisa
menyelesaikan penyakit kusta.