Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

SISTEM INTEGUMEN

Dosen Pengampu :
Rr. Listiyawati Nurina, S.Si., M.Sc., Apt.

Oleh :
Heni Nur Jannah
(NIM. 2308030009)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2024
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum ini dengan baik dan tanpa suatu
kendala berarti.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Anatomi, Fisiologi dan
Patofisiologi Manusia, yang telah membimbing dan memberi arahan dalam penyusunan laporan ini.
Begitu pula kepada teman-teman yang telah memberi masukan dan pandangan kepada penulis selama
menyelesaikan laporan ini.
Laporan praktikum “Sistem Integumen” ini disusun untuk memenuhi tugas semester 2 mata
kuliah Anatomi, Fisiologi dan Patofisiologi Manusia. Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan
dan kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Karenanya, kami menerima kritik serta saran yang
membangun dari pembaca agar kami dapat menulis laporan secara lebih baik pada kesempatan
berikutnya.

Kupang, 09 Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

DAFTAR ISI ii

BAB I: PENDAHULUAN 1
1.1 Sistem Integumen 1

1.2 Fungsi Integumen 1

1.3 Struktur Integumen 4

BAB II: METODOLGI KERJA 7


2.1 Uraian Alat dan Bahan 7

2.2 Prosedur Kerja 7

A. Sensasi Kulit 7
B. Sensasi Tekanan 8
C. Adaptasi Reseptor 9
D. Nyeri Acuan10

BAB III: HASIL PENGAMATAN 11


3.1. Sensasi Kulit 11
3.2. Sensasi Tekanan 12
3.3. Adaptasi Reseptor 14
3.4. Nyeri Acuan 16

BAB IV: PENUTUP 17


4.1 Kesimpulan 17

DAFTAR PUSTAKA 18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Sistem Intergumen

Sistem integument merupakan organ tubuh terbesar yang membentuk penghalang fisik antara
lingkungan eksternal dan internal sehingga dapat melindungi dan memelihara tubuh. Sistem
integument meliputi kulit dan adneksanya, yaitu rambut, kuku, dan kelenjar. Selain sebagai
penghalang, system integument juga berperan dalam regulasi suhu tubuh, pemeliharaan cairan sel,
sintesis vitamin D, dan deteksi rangsangan. Berbagai komponen system integumen bekerja sama
untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut (Kim dan Dao, 2021)

1.2 Fungsi Intergumen

Sistem integument memiliki banyak fungsi vital. Beberapa di antaranya adalah kulit berperan
sebagai penghalang air serta mencegah invasi mikroorganisme pathogen, paparan sinar ultraviolet
(UV), kimia, dan jejas mekanik. Berikut uraian fungsi dari system integument.

1. Fungsi Perlindungan Fisik


Kulit adalah jaringan sel yang terjalin erat dengan setiap lapisan berkontribusi pada
kekuatannya. Epidermis sebagai lapisan terluar dan tersusun dari lapisan keratin dapat
mencegah keausan lingkungan luar (wear and tear). Lapisan dermis menyediakan suplai darah
dan persarafan untuk epidermis. Hipodermis berperan sebagai bantalan fisik untuk trauma
mekanis melalui penyimpanan adiposa. Kelenjar berperan dalam sekresi lapisan protektif untuk
tubuh, sementara kuku melindungi jari yang rentan terhadap trauma berulang dan rambut di
seluruh tubuh berfungsi menyaring partikel berbahaya agar tidak masuk ke mata, telinga,
hidung, dan lain-lain (Kim dan Dao, 2021).

Kulit juga berperan sebagai penghalang air dengan membentuk lapisan selubung sel pada
lapisan epidermis, yang merupakan lapisan protein tidak larut pada bagian dalam permukaan
membran plasma. Struktur ini tersusun dari ikatan silang protein kecil seperti prolin dan protein
lebih besar seperti cystatin, desmoplakin, filaggrin Ikatan tersebut berkontribusi pada
mekanisme penghalang yang kuat (Yousef et al, 2021)

2. Fungsi imunitas
Kulit merupakan lini pertama pertahanan tubuh yang berperan sebagai penghalang fisik
terhadap masuknya patogen secara langsung. Sel-sel pada kulit saling terhubung melalui
jembatan protein dan diperkuat oleh filamen keratin. Peptida antimikroba atau antimicrobial
peptides (AMPs) dan lipid pada kulit juga berperan sebagai penghalang biomolekuler dan dapat
merusak membran bakteri. AMP seperti defensin dan cathelicidins diproduksi oleh berbagai sel
di kulit, contohnya sel dendritik, makrofag, kelenjar, dan lain-lain dan diaktivasi melalui
stimulasi pembelahan proteolitik. Lipid seperti sphingomyelin dan glucosylceramides disimpan
dalam badan lamellar pada stratum corneum dan menunjukkan aktivitas antimikroba.

Aspek lain dari fungsi imunitas kulit adalah sel imun yang menetap. Baik sel myeloid maupun
sel limfoid terdapat pada kulit dan beberapa sel seperti sel langerhans atau sel dendritik dermis,
memiliki kapabilitas untuk melakukan perjalanan ke perifer dan mengaktivasi sistem imun
yang lebih besar. Sel Langerhans di epidermis yang merupakan limfosit T dan juga bagian dari
sistem imun adaptif (Nguyen dan Soulika, 2019 dan Yousef et al., 2021)

3. Proses penyembuhan luka


Ketika tubuh mengalami cedera jaringan akibat suatu trauma, sistem integumen akan mengatur
proses penyembuhan luka melalui hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling.
Hemostasis terjadi melalui faktor jaringan yang terletak di ruang subendotel kulit, yang
memicu kaskade koagulasi untuk membentuk bekuan fibrin, Berikutnya, pada fase inflamasi
sel imun seperti neutrofil dan monosit akan menginfiltrasi lokasi cedera untuk menyerang
patogen dan membersihkan debris. Fase proliferatif melibatkan multiplikasi sel-sel seperti
keratinosit dan fibroblas yang berkontribusi pada pembentukan jaringan granulasi. Melalui
matriks sel imun dan akhirnya pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas dan miofibroblas,
matriks ekstraseluler baru terbentuk. Terakhir, fase remodeling yang terdiri dari apoptosis
karena sel tidak lagi diperlukan dan kelebihan struktur dipecah dalam upaya untuk
mengembalikan arsitektur aslinya. Makrofag mengeluarkan matriks metaloprotease yang
menghilangkan kelebihan kolagen, dan sisa kolagen yang belum matang menjadi matang untuk
menyelesaikan matriks ekstraseluler (Nguyen dan Soulika, 2019),

4. Sintesis vitamin D
Selain fungsi eksokrin, kulit juga memiliki fungsi endokrin yaitu sintesis vitamin D. Sumber
utama vitamin D adalah sinar matahari dan intake secara oral. Sinar UV dari matahari
membantu terjadinya konversi 7-dehydrocholesterol men di vitamin D3 (cholecalciferol) di
kulit. Selanjutnya, cholecalciferol mengalami hidroksilasi di liver lalu di ginjal untuk menjadi
bentuk metabolit aktifnya, 1,25-dihydroxi- vitamin D (calcitriol). Bentuk metabolit ini akan
membantu meningkatkan penyerapan kalsium di usus dan penting untuk kesehatan tulang
(Lips, 2006) Keratinosit juga mengekspresikan reseptor vitamin D dan mengandung enzim
yang diperlukan untuk mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya dari 1.25 dihidroksi
vitamin D. Selain itu, reseptor vitamin D juga menstimulasi proliferasi stratum basal dan
diferensiasi keratinosit ketika sel-sel tersebut bergerak menuju permukaan atas epidermis
(Yousef et al., 2021).

5. Regulasi suhu tubuh


Kulit berperan dalam menjaga homeostasis tubuh dengan mengatur suhu dan mencegah
kehilangan air yang berlebihan. Kulit juga memiliki fungsi eksokrin melalui kelenjar keringat
dan kelenjar sebasea (Yousef et al., 2021). Kulit memiliki area permukaan yang besar dan
sangat tervaskularisasi. Hal ini memungkinkan untuk menyimpan dan melepaskan panas
melalui vasokonstriksi dan vasodilatasi. Ketika suhu tubuh naik, pembuluh darah akan melebar
untuk meningkatkan aliran darah dan memaksimalkan pembuangan panas. Selanjutnya,
penguapan keringat oleh kulit memungkinkan kehilangan panas yang lebih besar. Rambut di
tubuh juga memengaruhi pengaturan suhu tubuh. Rambut yang tegak dapat memerangkap
lapisan panas di dekat kulit. Sistem termoregulasi ini juga dipengaruhi oleh sinyal yang
diberikan oleh termoreseptor pusat (Kim dan Dao, 2021).

6. Sensasi
Kulit memiliki banyak reseptor yang berperan dalam sistem indera manusia (Gambar 1.2).
Sistem somatossensory menerjemahkan berbagai rangsangan taktil dan memberi manusia
kemampuan untuk pengenalan objek, diskriminasi tekstur, umpan balik sensorik- motorik, dan
pertukaran sosial. Mekanoreseptor yang terdapat pada kulit di antaranya adalah korpus
Meissner, korpus Pacini, korpus Ruffini, korpus Krause dan sel Merkel (Yousef et al., 2021 dan
Abraira dan Ginty, 2013)

Sel-sel Meissner terdapat di kulit tidak berambut dan berperan dalam mendeteksi gerakan di
seluruh kulit dan menerima rangsangan berupa sentuhan/rabaan. Sel-sel Pacinian memiliki
struktur seperti bawang bombai dan terletak pada lapisan subkutan yang dikelilingi ujung saraf
tak ber-myelin Badan Pacinian berperan dalam mendeteksi getaran frekuensi tinggi atau
tekanan yang dalam Badan Ruffini merupakan struktur tidak berkapsul dan berperan untuk
mendeteksi peregangan dan menerima rangsang panas, sedangkan badan Krause berperan
menerima rangsang dingin. Mekanoreseptor lainnya adalah diskus Merkel yang memiliki
transducer pada sel epitel. Sel Merkel berperan dalam pencitraan spasial dan sebagai ujung
saraf peraba sentuhan ringan (Costanzo, 2011; Yousef et al., 2021 dan Abraira dan Ginty,
2013).

Rangsangan berbahaya baik pada kulit berambut maupun tidak berambut dapat dideteksi oleh
ujung saraf bebas yang terletak di epidermis. Setiap jenis reseptor dan serabut saraf memiliki
kecepatan adaptif dan konduktif yang bervariasi, yang mengarah ke berbagai sinyal yang dapat
diintegrasikan untuk menciptakan pemahaman tentang lingkungan eksternal dan membantu
tubuh bereaksi dengan tepat (Yousef et al., 2021 dan Abraira dan Ginty, 2013).

1.3 Struktur Sistem Intergumen


Integumen berasal dari kata “integumentum” yang artinya penutup. Sistem integumen mengarah
pada struktur kulit dan aksesorisnya dan merupakan sistem organ terbesar pada tubuh manusia.
Aksesori yang dimaksud yaitu kuku, rambut, dan kelenjer. Pada tubuh manusia dewasa, berat kulit
pada kurang lebih sama dengan 16 persen dari berat tubuh manuasia. Kulit dan aksesorisnya
merupakan sistem integumen, yang berperan dalam perlindungan menyeluruh bagi tubuh. Kulit
terbuat dari beberapa lapisan sel dan jaringan, yang diikat oleh struktur yaitu jaringan ikat.

STRUKTUR KULIT

Kulit terdiri dari atas tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan (Kanitakis,
2002). Bagian terluar kulit yaitu lapisan epidermis yang terdiri dari sekumpulan sel-sel khusus yang
dikenal sebagai keratinosit. Sel ini berfungsi untuk mensintesis keratin, merupakan protein panjang
seperti benang yang berperan untuk perlindungan. Lapisan tengah yaitu dermis yang terdiri dari
protein struktural fibril yang dikenal sebagai kolagen. Lapisan dermis ini melekat pada jaringan
yang ada di bawahnya yang disebut lapisan subktan atau disebut hipodermis. Lapisan ini termasuk
jaringan ikat longgar yang mengandung lobus kecil sel lemak yang disebut liposit. Ketebalan
lapisan-lapisan tersebut sangat bervariasi, tergantung pada lokasi lapisan pada tubuh. Misalnya pada
kelopak mata, memiliki lapisan epidermis paling tipis, berukuran kurang dari 0,1 mm, sedangkan
pada telapak tangan dan telapak kaki memiliki lapisan epidermis yang paling tebal dengan sekitar
1,5 mm. Dermis paling tebal yaitu di punggung, dengan ketebalan 30-40 kali lebih tebal dari
epidermis di atasnya.

1. Epidermis

Lapisan epidermis merupakan lapisan paling luar yang terdiri atas lapisan epitel gepeng.
Epidermis umunya merupakan jaringan epitel skuamosa berlapis dan tersusun atas sel-sel
keratinosit yang merupakan sel menghasilkan keratin (serat protein yang kuat). Keratin ini
memberikan struktur, daya tahan serta kedap air pada kulit. Sel-sel ini terus-menerus akan
mati dan digantikan dengan sel baru. Berbagai jenis sel terdapat pada epidermis yaitu: 1) sel
melanosit. Sel melanosit berentuk seperti laba-laba yang mensistesis melanin yaitu pigmen
yang memberikan warna pada kulit. 2) Sel Langerhans juga terdapat pada epidermis yang
berperan dalam sistem imun. Sel Langerhans merupakan sel dendirtis yang berbentuk seperti
bintang yang mirip dengan sel darah putih. Sel ini dibentuk tulang sumsung belakang. 3) sel
markel merupakan sel yang terletak paling dalam, perbatasan antara epidermis dan dermis.
Sel ini bergabung dengan ujung saraf untuk membentuk reseptor sensorik sebagai indra
peraba. Lapisan epidermis akan tumbuh terus menerus, hal ini karena lapisan sel induk yang
berada di lapisan bawah terus-menerus melakukan pembelahan, sekadangkan lapisan terluar
dari epidermis akan terkelupas dan gugur. Epidermis biasanya dibagi beberapa lapisan sesuai
dengan morfologi keratositosit dan posisinya ketika berdiferensiasi menjadi sel-sel
terangsang. Lapisan-lapisan tersebut yaitu stratum germinativum, stratum spinosum, stratum
granulosum, stratum lusidium dan starum korneum

2. Dermis
Batasan dermis sulit ditentukan karena menyatu dengan lapisan hipodermis,
ketebalannya sekitar 0,5-3 mm, lebih tebal dari lapisan dermis yang dibentuk dari komponen
jaringan ikat. Dermis mengandung serat kolagen dan serat elastin sehingga bersifat ulet dan
elastik, penuh dengan kapiler dan pembuluh darah darah, serat saraf sehingga dapat
merasakan sensi seperti suhu, tekanan, dan nyeri. Selain itu pada dermis juga terdapat folikel
rambut, kelanjar minyak, kelenjar lendir, dam kelenjar keringat yang tertanam dalam dermis.
Dermis tersusun atas jaringan ikat areolar yang disebut dengan papilla dermal. Dalam dermis
terdapat dua lapisan yakni; lapisan papilia dan lapisan retikuler

3. Hipodermis/ lapisan subkutan


Hipodermis adalah lapisan bawah kulit (fasia superfisialis)yang tersusun atas sel-sel
lemak. Sel-sel lemak membentuk jaringan lemak pada lapisan adiposa yang terdapat pada
susunan lapisan subkutan untuk menentukan mobilitas kulit diatasnya. Bila terdapat lobulus
lemak yang merata, hipodermis membentuk bantal lemak yang disebut pannikulus adiposus.
Pada daerah perut, lapisan ini dapat mencapai ketebalan tiga cm, sedangkan pada kelopak
mata, penis dan skrotum lapisan subkutan tidak mengandung lemak. Fungsi lapisan ini
menyimpan energi, menghindari benturan,
BAB II

METODOLOGI KERJA

2.1 Uraian Alat dan Bahan


A. Alat
1. Sikat gigi
2. Jarum
3. Paku
4. Pensil
5. Tabung reaksi
6. Korek api
7. Bunsen
8. Wadah
B. Bahan
1. Air
2. Es batu

2.2 Prosedur Kerja


A. Sensasi Kulit
1. Gambarkan satu daerah dengan luas sekitar 2 cm pada permukaan anterior dari lengan
bawah.
2. Dalam daerah ini lakukan sentuhan pelan-pelan dengan bulu sikat paling sedikit pada 20
tempat yang berbeda. Gunakan tekanan halus untuk membengkokkan bulu sikat. Berikan
tekanan yang sama setiap kali. Jangan menganggap saudara merasa ada sensasi sentuh
hanya karena saudara melihat sentuhan dari bulu sikat tersebut. Jika dirasa adanya sensasi,
tandai dengan huruf S untuk sentuh.
3. Paku didinginkan dalam air es, keringkan. Selanjutnya sentuhkan pelan-pelan dengan
menggunakan ujung paku paling sedikit 20 tempat dalam daerah tadi. Jika dirasakan
adanya sensasi, tandai dengan huruf D untuk dingin.
4. Dengan menggunakan paku yang dipanaskan dalam air 40oC atau 50oC dan keringkan.
Cari lokasi reseptor panas seperti prosedur 3 dan tandai dengan huruf P untuk panas.
5. Lakukan lagi pada daerah yang sama dengan menggunakan jarum untuk mencari reseptor
nyeri. Sensasi dirasakan jika reseptor nyeri distimulasi oleh tekanan ringan, yang mewakili
syok listrik ringan. Tandai tempat reseptor pada daerah tersebut dengan huruf N untuk
nyeri.

Jumlahkan lokasi reseptor untuk setiap sensasi dan tabelkan.

Sensasi

Sentuh

Dingin

Panas

Nyeri

6. Ulangi prosedur 2 sampai 6 diatas pada daerah antara lutut dan mata kaki.
7. Apakah ada perbedaan dalam jumlah reseptor dalam ke 2 daerah ?

B. Sensasi Tekanan
1. Seorang kawan saudara menutup mata, kemudian saudara menekan ujung pensil
cukup kuat pada suatu titik dikulit hingga ada bekasnya.
2. Suruh kawan saudara melokasikan tekanan ini
3. Catat jarak dalam mm antara kedua titik tersebut.
4. Lakukan percobaan ini 5 kali dan rata-ratakan hasil yang diperoleh. Apakah
lokalisasinya membaik pada pengujian kedua tersebut ?
5. Ulangi prosedur 1 sampai dengan 5 pada daerah berikut :
a. ujung jari
b. punggung tangan
c. lengan atas bagian dalam
d. tengkuk
6. Tabelkan hasil pengamatan saudara
Daerah Stimulasi Jarak Kesalahan (mm)

Ujung jari …………………………………………….

Punggung tangan …………………………………………….

Lengan atas bagian dalam …………………………………………….

Tengkuk …………………………………………….

7. Bandingkan hasil pengamatan pada kelompok Saudara ?

C. Adaptasi Reseptor
1. Stimulasi Sentuhan
a. Seorang kawan saudara menutup matanya.

b. Saudara menempatkan suatu benda (misalnya mata uang) pada kulit permukaan
ventral lengan.
c. Amati berapa lama (detik) sensasi sentuh berlangsung ?

d. Setelah sensasi menghilang tambahkan 2 mata uang ukuran yang sama di atas mata
uang pertama. Apakah sensasi tekanan terasa kembali ? jika ya berapa lama (detik)
sensasi ini berlangsung ? reseptor apakah yang terlibat dan mengapa sensasi
tekanan segera hilang ?

e. Ulangi percobaan pada daerah lain dari lengan.

f. Apakah yang dimaksud dengan adaptasi sensorik dan apa fungsinya ?

2. Stimulasi Suhu
a. Celupkan jari telunjuk saudara dalam air hangat selama 2 menit. Setelah itu
celupkan jari telunjuk lainnya ke dalam wadah air hangat yang sama. Catat
perbedaan sensasi yang dirasakan pada tiap jari.
b. Selanjutnya celupkan satu jari telunjuk ke dalam air hangat dan jari telunjuk yang
satunya ke dalam air es. Setelah 2 menit, celupkan kedua jari ke dalam wadah air
ledeng dingin yang sama. Amati hasil yang diperoleh. Percobaan ini
menggambarkan bahwa sensasi panas atau dingin tidaklah mutlak tapi bergantung
bagaimana cepatnya kulit memperoleh atau kehilangan panas dan tergantung pada
besar serta arah gradient temperature. Selain sensasi suhu yang ditimbulkan pada
tiap jari tergantung dari peristiwa sebelumnya.

D. Nyeri Acuan
1. Tempatkan siku saudara dalam air es dan setelah periode waktu tertentu, catat
perubahan dalam lokasi sensasi.
2. Apakah lokasi sensasi berubah ?
Jika ya, dimana nyeri acuan dirasakan ?

Saraf ulnar mensuplai jari manis, jari kelingking dan sisi dalam dari tangan
melalui persendian siku. Saraf ulnar berfungsi sebagai mediator untuk sensasi nyeri
acuan ini. Mungkin saudara telah mengalami contoh nyeri acuan lain, seperti nyeri
pada dahi setelah menelan es krim dingin.
BAB III

HASIL PENGAMATAN

3.1 Sensasi Kulit

Sensasi kulit meliputi panas, dingin, sentuh, dan nyeri. Reseptor-reseptor untuk panas,
dingin, dan sentuhan hanya sedikit dalam organ dalaman (viseral). Reseptor nyeri agak
terdistribusi menyeluruh dan sensasi ini dapat diperoleh pada kebanyakan organ.

Pada permukaan kulit, distribusi reseptor berbeda dan tidak merata. Reseptor dingin lebih
banyak bila dibandingkan dengan reseptor panas dan reseptor nyeri lebih banyak dari pada
reseptor sentuh/tekan.

Gambar 1. Percobaan sensasi kulit


Gambar diatas merupakan hasil dari percobaan mengenai sensasi kulit. Dilakukan
percobaan untuk sensasi sentuh, sensasi dingin, sansasi panas, dan sensasi nyeri pada dua
lokasi berbeda, yakni pada lengan bawah dan area dari lutut hingga mata kaki.
 Sensasi sentuh dilakukan dengan sentuhan pelan menggunakan bulu sikat pada 20
tempat berbeda. Jika dirasa adanya sensasi ditandai dengan lingkaran ○. Hasilnya
mendapatkan 16 dari 20 percobaan yang dilakukan pada area lengan bawah, dan 8 pada
area lutut hingga mata kaki.
 Sensasi Nyeri dilakukan dengan menusukkan jarum dengan tekanan kecil pada 20
tempat berbeda. Ketika dirasakan adanya nyeri/sakit diberi tanda ×. Hasil dari percobaan
ini diperoleh 10 dari 20 percobaan pada area lengan bawah dan 7 pada area lutut hingga
mata kaki.
 Sensasi dingin dilakukan dengan menggunakan paku yang sudah didinginkan terlebih
dahulu menggunakan air es/dingin. Kemudian disentuhkan ujung paku perlahan
sebanyak 20 kali di tempat berbeda. Ketika dirasakan adanya sensasi dingin diberi tanda
∆. Hasilnya ○. Hasilnya mendapatkan 9 dari 20 percobaan yang dilakukan pada area
lengan bawah, dan 11 pada area lutut hingga mata kaki.
 Sensasi panas dilakukan dengan menggunakan paku yang sudah dipanaskan
menggunakan air panas. Lalu disentukan secara perlahan ujung paku pada 20 tempat
berbeda. Ketika dirasakan adanya sensasi panas diberi tanda □. Hasil dari percobaan ini
diperoleh 12 dari 20 percobaan pada area lengan bawah dan 11 pada area lutut hingga
mata kaki.

Tabel 1. Hasil Percobaan Sensasi Kulit

Sensasi Lengan Bawah Lutut-Mata Kaki

Sentuhan 16 8

Nyeri 10 7

Dingin 11 11

Panas 12 11

3.2 Sensasi Tekanan

Reseptor untuk sensasi tekanan terletak langsung di bawah kulit. Sensasi serupa
terjadi jika kandung kemih atau rectum diisi urin atau feses (sensasi kepenuhan). Kepekaan
kulit terhadap tekanan yang diperoleh menggunakan buku Frey pada berbagai daerah adalah
sebagai berikut ;

i. Perut 1,06
v. Punggung kaki
ii. Dada bagian tengah 1,39
3,38
iii. Dada bagian lateral 1,79
vi. Dahi
iv. Pundak 3,01
7,54
vii. Bagian atas kelopak mata

7,16
Pada percobaan ini, dilakukan pada empat daerah stimulasi untuk mengetahui sensasi
tekanan, yaitu pada ujung jari, punggung tangan, tengkuk, dan lengan bagian dalam atas.
Percobaan dilakukan dengan menekan ujung pensil cukup kuat pada suatu titik di kulit hingga ada
bekasnya. Kemudian meminta teman untuk melokasikan tekanan yang diterima. Dilakukan
percobaan ini sebanyak 5 kali pada setiap daerah stimulant kemudian dirata-ratakan hasil yang
diperoleh.

Gambar 2. Uji di ujung jari Gambar 3. Uji di punggung tangan

Gambar 4. Uji di tengkuk Gambar 5. Uji di lengan bagian dalam atas

Tabel 2. Hasil percobaan sensasi tekanan.


Daerah Stimulan Jarak Kesalahan (mm) Rata-rata
1 2 3 4 5
Ujung jari 3 0 4 0 0 1,4
Punggung tangan 14 9 0 4 0 5,4
Tengkuk 10 0 3 9 10 6,4
Lengan bagian dalam atas 14 7 0 10 10 8,2

Pada percobaan ini, sensasi tekanan yang diberikan dari ujung pensil lebih peka
dirasakan oleh anggota tubuh punggung tangan. Hal ini dilihat dari hasil rata-rata jerak kesalahan
menglokasikan sensasi tekanan pada daerah punggung tangan memdapatkan hasil terkecil.
Kemudian hasil terbesar diperoleh lengan bagian dalam atas sehingga pada area tersebut kurang
peka dalam merasakan sensasi tekanan.
Hal ini dipengaruhi oleh kondisi kulit seseorang. Daerah kulit yang lebih tebal akan lebih
sedikit jumlah reseptornya dibandingkan dengan daerah kulit yang agak tipis. Karena reseptor
untuk tekanan terletak langsung di bawah kulit.

3.3 Adaptasi Reseptor


a. Stimulasi Sentuhan

Hilangnya sensasi disebabkan oleh kenyataan bahwa reseptor beradaptasi terhadap stimuli.
Dengan demikian tidak membentuk impuls saraf sampai terjadinya perubahan dalam stimulus.

Pada percobaan stimulasi sentuhan ini, dilakukan dengan meletakkan koin pada kulit
permukaan ventral lengan. Kemudian diamati berapa lama sensasi sentuh yang dirasakan.

Gambar 6. Koin pertama diletakkan

Setelah diletakkan 1 koin, sensasi sentuh yang dirasakan berlangsung selama 3


detik. Kemudian dilanjutkan dengan menambahkan 1 koin lagi di atas koin yang pertama.
Gambar 7. Tambahan 1 koin

Setelah sensasi dari koin pertama hilang, lalu ditambahkan lagi 1 koin diatasnya.
Diperoleh hasil kembali dirasakan sensasi sentuhan selama 4 detik. Berdasarkan hasil diatas,
reseptor yang berperan adalah reseptort Meissner (reseptor sentuh) dan kemudian disusul oleh
reseptor Pacinian (reseptor tekanan). Stimulus sentuh lebih cepat terasa dibanding dengan
stimulus tekanan karena Meissner terletak lebih atas dekat permukaan kulit daripada kospuskel
Pacinian sehingga Meissner lebih cepat menerima stimulus dan sensasi tekanan cepat hilang.

b. Stinulasi Suhu

Pada percobaan stimulasi suhu ini, dilakukan dengan mencelupkan jari telunjuk dalam air
hangat selama 2 menit. Setelah itu mencelupkan jari telunjuk lainnya ke dalam wadah air hangat
yang sama. Pada jari telunjuk pertama dirasakan sensasi hangat hingga panas, namun pada jari
telunjuk yang lain sensasi panas yang dirasakan lebih sedikit dari jari telunjuk sebelumnya.

Gambar 8. Percobaan stimulasi suhu


Kemudian percobaan kedua dilakukan dengan mencelupkan jari telunjuk pada air hangat
dan jari telunjuk lainnya pada air dingin selama 2 menit. Setelah itu kedua jari bersama-sama
dicelupkan pada air suhu ruangan. Hasilnya jari telunjuk dari air hangat merasa lebih dingin
karena suhu air biasa lebih rendah dari air hangat sebelumnya. Dan jari telunjuk dari air dingin
terasa hangat karena suhu air biasa lebih tinggi dari suhu air dingin.

Hal ini menunjukkan bahwa sensasi panas tidaklah mutlak namun bergantung pada
kecepatan kulit kulit memperoleh atau kehilangan panas dan tergantung pada besar serta arah
gradien temperature. Selain itu sensasi suhu yang ditimbulkan pada tiap jari tergantung pada
peristiwa sebelumnya.

3.4 Nyeri Acuan

Percobaan ini dilakukan dengan menempatkan siku dalam air es dalam waktu tertentu dan
mengamati perubahan lokasi sensasi yang dirasakan. Dalam waktu 2 menit 31 detik mula-mula
dirasakan sensasi dingin pada siku dan beberapa saat kemudian sensasi dingin berpindah lokasi
menuju telapak tangan hingga jari-jari.

Gambar 9. Percobaan nyeri acuan

BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Sistem integumen merupakan suatu sistem organ yang terdiri dari kulit dan adneksanya seperti
rambut, kuku, dan kelenjar. Struktur dari system integumen terdiri dari epidermis, dermis, dan sub kutan.
Sistem integumen memiliki fungsi seperti perlindungan tubuh, proses penyembuhan luka, regulasi suhu
tubuh, dan lain-lain.

Pada pratikum ini dilakukan beragam percobaan mengenai system integumen manusia. Pada
percobaan sensasi kulit, kulit pada bagian lengan bawah lebih banyak merasakan sensasi dari pada kulit
bagian lutut hingga mata kaki. Reseptor-reseptor pada kulit manusia tidak tersebar merata. Dan untuk
reseptor panas dan nyeri lebih banyak daripada reseptor dingin dan sentuh. Pada percobaan sensasi
tekanan, area yang paling peka terhadap sensasi tekanan adalah ujung jari. Reseptor tekanan sendiri
terletak langsung di bawah kulit.

Kemudian pada percobaan stimulasi tekanan, sensasi tekanan lebih lama dirasakan pada beban
yang diletakkan lebih besar. Dan pada percobaan stimulasi suhu, jari yang dicelupkan di air hangat lebih
dahulu merasakan sensasi panas karena reseptor panas terletak lebih dekat dengan permukaan kulit. Lalu
pada percobaan nyeri acuan, sensasi lebih terasa dibagian jari-jari.

DAFTAR PUSTAKA

Rejeki dan Utami. 2023. Buku Ajar Sistem Integumen. Surabaya: Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai