Anda di halaman 1dari 51

SISTEM INTIGUMEN

diajukan untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah


Konsep Medial Bedah

disusun oleh

Dadan Noviandri 102017007 Nisa Salma Mulki L 102017030


Dinda Permatasari 10207011 Shasa Amanda 102017042
Dhea Nur Utami 102017010 Silva Sofwatul Azkia 102017044
Intan Isma Sri R 102017017 Siti Hajah Aishah 102017045
Mia Audya Driestiara 102017023 Widi Maudina Sonia 102017049
Nabila Faza Agustina 102017027

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

Jl.K.H. Ahmad Dahlan, Banteng Dalam No.6 Bandung

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt yang Maha Pengasih, penulis panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang terlah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Makalah ini yang berjudul
Konsep Penyakit Gangguan Sistem Integumen.

Makalah ini penulis telah susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga akhirnya memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pebuatan Makalah ini.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaikinya. Akhir kata penulis berhapa semoga Makalah
Konsep Penyakit Gangguan Sistem Integumen ini dapat memberikan inspiarasi
maupun manfaat bagi pembaca.

Banung, 10 Oktober 2018

Penyusun

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kulit adalah organ tubuh paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira 15 % berat
badan. Kulit juga sangat kompleks , elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan
iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Kulit juga memiliki
fungsi sebagai pengatur suhu tubuh, sekresi kelenjar, dan hubungan sensorik
dengan lingkungan luar. Setiap stuktur kulit memiliki potensi untuk terkena
penyakit. Gangguan kulit dapat hanya terbatas pada kulit saja atau dapat juga
menjadi petunjuk dari suatu penyakit sistemik

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan kumpulan masalah yang akan dibahas.


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Jelaskan Anatomi dan Fisiologi Sistem Integumen?


2. Apa Saja Proses Penyembuhan Luka?
3. Jelaskan Mengenai Pengkajian Sistem Integumen?
4. Jelaskan Gangguan Pada Sistem Integumen?

C. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini untuk menyelesaikan masalah yang telah


dirumuskan. Adapun tujuan makalah ini dirumuskan sebagai berikut.
1. Untuk Mengetahui Anatomi dan Fisiologi Sistem Integumen.
2. Untuk Mengetahui Proses Penyembuhan Luka.
3. Untuk Mengetahui Pengkajian Sistem Integumen.
4. Untuk menjelaskan gangguan pada system Integumen.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Anatomik dan Fisiologik

Sebagai sistem organ tubuh yang paling luas, kulit tidak bisa terpisahkan
dari keredupan manusia. Kulit membangung sebuah barrier yang memisahkan
organ-organ internal dengn lingkungan luar, dan turut berpatisipasi dalam banyak
fungsi tubuh yang vital. Kulit tersambung dengan membran mukosa pada ostium
eksterna sistem digestivus, respiratorius, dan urogenitalis. Karna kelainan kulit
mudah terlihat keluhan dermatologik umumnya menjadi alasan utama mengapa
pasien menjadi pelayanan kesehatan.

1. Anatomi Kulit

Kulit tersusun atas tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan jaringan
subkutan. Setiap lapisan akan berdiferensiasi (menjasi masak dan memiliki fungsi
yang lebih spesifik).

Epidermis merupakan lapisan kulit yang superfisial yang terdiri atas


eptilium skuamosa berkaitan dan berlapis, yang memiliki ketebalan bervariasi
disetiap bagian tubuh tidak ada pembuluh darah atau ujung saraf pada epidermis,
tetapi lapisan yang lebih dalam terendam di dalam cairan interstisial dari dermis
yang memberikan oksigen dan nuteien, serta dialiri limfe.

Dermis bersifat elastik dan keras dermis disusun oleh jaringan ikat dan
matriks mengandung serat kolagen yang bertautan dengan serat elastik. Struktur
serat elastik terjadi saat kulit terlalu merenggang, menyebabkan striae yang
permanen atau atau strech mark (tanda sisa regangan). Tanda ini dapat ditemukan
pada orang hamil dan orang obesitas. Struktur di dalam dermis meliputi pembuluh
darah, pembuluh limfe, ujung saraf sensoris (somatik), klenjar keringat dan
duktusnya, rambut, otot pilli arektor dan kelenjar sebasea.

Jaringan subkutan atau hipodermis merupakan lapisan kulit yang paling


dalam, lapisan ini berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara
lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Jaringan ini
memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas
tubuh. Lemak atau gajiih akan bertumpuk dan tersebar menurut jenis kelamin
seseorang dan secara persial menyebabkan bentuk tubuh laki-laki dengan
perempuan. Jaringan subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan
faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.

a. Pembuluh Darah

Arteriol membentuk suatu jaringan halus disertai cabang kapiler yang


memperdarahi kelenjar keringat, kelenjar sebasea, polikel rambut.

b. Ujung saraf sensoris

Reseptor sensoris (ujung saraf khusus) yang peka terhadap sentuhan, suhu,
tekanan, dan nyeri tersebar luas di dermis. Impuls saraf yang dibangkitkan
dirseptor sensoris di dermis, dihantarkan ke medulla spinalis oleh saraf sensoris
(kutaneus somatik), kemudian kearea sensoris di serebrum dimana sensasi
dipersepsikan.

c. Kelenjar keringat

Kelenjar keringat tersebar luas dikulit dan paling banyak ditelapak tangan,
telapak kaki, aksila, dan lipat paha. Kelenjar ini terdiri atas sel epitelium. Badan
kelenjar terletak tergelung di jaringan subkutan sebagian duktus keringat
terhubung dengan permukaan kulit di cekungan atau pori-pori kecil dan duktus
lainnya terhubung dengan polikel rambut.

d. Rambut

Rambut dibentuk oleh pertumbuhan ke bawah sel epidermis ke dermis


atau jaringan subkutan, yang disebut folikel rambut. Rambut terbentuk oleh
pembelahan sel bulbus dan saat sel ini terdorong keatas, menjauh dari sumber
nutrisi mereka, sel akan mati dan akan menjadi berkratin. Bagian rambut di atas
kulit adalah batang dan sisanya adalah akar.

e. Pilli Arektor
Pilli arektor merupakan berkas kecil serat otot polos yang mlekeat pada
folokel rambut. Otot distimulus oleh serat saraf simpatik saat berespons terhadap
ketakutan dan dingin. Rambut yang berdiri menyerapp udara yang bekerja sebagai
lapisan insulator (penyekat/ insulator). Mekanisme ini merupakan mekanisme
pemanasan yang efisien jika disertai menggigil, yakni kontraksi involunter otot
rangka.

f. Kelenjar sebasea

Kelenjar ini terdiri atas sel epitelium sekretorik yang berasal dari jaringan
yanng sama dengan folekel rambut. Kelenjar sebasea hanya menyekresikan
subtansi minyak (sebum) ke folekel rambut dan berada diseluruh kulit tubuh
kecuali telapak tangan dan kaki. Kelenjar ini plaing banyak di kulit kepala, wajah,
aksila, dan lipatan paha.

g. Kuku

Kuku berasal dari sel yang sama seperti epidermis dan rambut serta terdiri
atas lempengan keratin bertanduk yang keras. Kuku melindungi ujung jari tangan
dan kaki. Akar kuku yang melekat pada kulit, dilapisi oleh kutikula dan
membentuk area pucat hemisper yang disebut lunula. Lempeng kukku merupakan
bagian yang terpapar yang tumbuhu dari area germinatif epidermis yang disebut
dasar kuku.

2. Fungsi kulit
a. Proteksi, Kulit membentuk lapisan anti air, yang disusun oleh epitelium
berkreatin, yang melindungi struktur yang lebih dalam dan lebih lunak
sebagai mekanisme pertahanan spesifik, kuku bekerja sebagai barier terhadap
ivasi mikroba, Zat kimia, agen fisik (misalnya trauma ringan dan cahaya UV
serta dehidrasi).
b. Regulasi suhu tubuh, suhu tubuh tetap konstan 36,8 C di berbagai rentang
suhu lingkungan. Saat laju metabolisme meningkat, suhu tubuh meningkat,
dan saat laju suhu metabolisme tubuh menurun, suhu tubuh menurun.
c. Produksi panas, sebagian energi dilepaskan dalam sel saat akifitas metabolik
dalam bentuk panas dan organ tubuh yang paling aktif menghasilhkan panas
yang tinggi. Organ yang terlibat meliputi, otot, hati, dan organ pencernaan
pada saat melakukan gerakan peristaltik dan saat reaksi kimia terlibat dalam
pencernaan.
d. Pengeluaran panas, sebagian besar panas hilang dari tubuh terjadi pada
kulit. Sebagian kecil panas hilang melalui udara, urin, dan feses yang
dikeluarkan. Panas yang hilang melewaati kulit dipengaruhi oleh perbedaan
suhu tubuh yang terpapar udara,dan jenis pakaian yang di gunakan.
Kehilangan panas tubuh dapat terjai melalui mekanisme evaporasi, radiasi,
konduksi dan konveksi.
e. Pengendalian suhu tubuh, pusat pengatur suhu di hipotalamus berespons
terhadap suhu darah yang beredar. Pusat ini mengendalikan suhu tubuh
melalui stimulasi saraf otonom kelenjar keringat saat suhu tubuh meninkat.
f. Pembentukan Vitamin D, subtansi berbahan dasar lipid di kulit adalah 7-
Dehidrocolesterol dan sinar UV dari matahari mengubahnya menjadi Vitamin
D.subtansi ini tersebar di darah dan digunakan bersam kalsium dan sulfat,
dalam pembentukan dan pemeliharaan tulang.
g. Sensasi kuran, reseptor sensori terdiri atas ujung saraf dilapisan dermis yang
peka terhadap sentuhan, tekanan, suhu dan nyeri.stimulasi membangkitkan
impulssaraf di saraf sensoris yang dihantarkan kekonrtek serebri. Sebagian
area yang memiliki resepror sensoris lebih banyak dari area lainnya
menyebabkan area tersebut sensitif (peka), misal pada bibir dan ujung jari.
h. Ekskresi, kulit merupakanorgan ekskresi minor bagi sebgian zat, meliputi:
1) Natriun klorida pada keringat. Keringat berlebihan dapat menyebabkan
kadar natrium darah yangrendah (hiponatremia).
2) Urea, khususnya pada saat fungsi ginjal terganggu.
3) Subtansi aromatik, misal bawang putih dan rempah – rempah lainnya.

B. Pemulihan Luka
1. Kondisi yang diperlukan untuk penyembuhan luka
a. Faktor sistemik, faktor ini meliputi status nutrisi dan kesehatan umum yang
baik. Infeksi, gangguan imunitas, misal diabetes melitus dan kangker dapat
mengurang kecepatan penembuhan luka.
b. Faktor lokal, faktor lokal yang mempengaruhi penyembuhan luka meliputi
suplai darh yang baik untuk memberikan suplai oksigen dan nutrien serta
mengeluarkan produk sisa juga bebas dari konstaminasi, misal benda asing
atau zat kimia toksik.
2. Penyebuhan Primer

Metode penyembuhan ini terjadisetelah perusakan jaringan saat tepi luka


yang rusak tertutup rapat. Terdapat beberapa tahap yang tumpang tindih dalam
proses perbaikan.

a. Imflamasi, permukaan yang terpotong menjadi terinflamasi dan bekukan


darah serta debris sel mengisi celah diantara permukaan tersebut dalam
beberapa jam. Fagost dan fibroblas berpindah kebekuan darah:
1) Fagosit mulai untuk berkembang dan akivitas sel ebris dalam
menstimulasi fibroblas.
2) Fibroblas menyekrsikan serat- serat kolagen yang nantinya akan mulai
mengikat atau menyatukan kembali permukaan.
b. Proliferasi, sel epitelium berpoliferasi di sepanjang luka melalui bekuan
darah. Epidermis menyatu dan tumbuh keatas hingga lapisan kulit kembali
utuh. Bekuan diatas jaringan yang baru menjadi keropeng (kering) dan
terpisah setelah 3 – 10 hari. Jaringan granulasi, terdiri atas kuncup kapiler
yang baru, fagosit dan fibroblas, membentuk mengelilingi bekuan, serta
memulihkan suplai darah ke luka. Fibroblas terus menyekresi serat fibrogen
sehingga bekuan dan bakteri disingkirkan melalui fagositosis.
c. Maturasi, jaringan granulasi digantikan oleh jaringan parut
fibrosa.penyusunan ulang kolagen terjadi dan kekuatan luka meningkat. Pada
saat pembluh darah jaringan parut menjadi sedikit, muncul menjadi beberapa
bulan sebagai garis halus. Pembentukan lorong terjadi saat jahitan diangkat
dan sembuh dengan proses yang sama.
3. Penyembuhan Sekunder

Metode penyebuhan ini terjadi setelah peruakan sejumblah besar jaringan


atau saat tepi luka tidak dpat menutup rarapat, misal ulserasi verises dan ulkus
dekubitus. Penyembuhan luka bergantung pada penyingkiran penyebab luka yang
efektif serta pada ukuran luka.

a. Imflamasi, imflamasi terjadi pada permukaan jaringan yang sehat dan


pemisahan jaringan nekrotik (pengelupasan luka) dimulai, hal ini terutama
karena kerja fagosit pada eksudat imflamasi.
b. Proliferasi, proliferasi dimulai sebagian jaringan granulasi, terdiri atas
kuncup kapiler, fagosit, dan fibroblas, serta membentuk di dasar rongga.
Jaringan granulasi tumbuh menuju permukaan, mungkin distimulasi oleh
makrofag. Fagosit di dalam suplai darah yang banyak berguna untuk
mencegah infeksi luka dengan menelan bakteri setelahterpisah dari se
nekrotik. Sebagian fibroblas pada luka memiliki kemampuan yang terbatas
untuk berkontraksi, mengurangi ukuran luka, dan mempersingkat waktu
penyembuhan. Saat jaringan granulasi mencapai dermis, sel epitelium
dibagian tepi akan berproliferasi dan tumbuh menuju pusat.
c. Maturasi, maturai terjadi karena akibat fibrosis. Yakni jarinnga parut
menggantikan jaringan granulasi, biasanya setelah beberapa bulan hingga
lapisan kulit kembali utuh. Jaringan parut tampak berkilau dan tidak
mengandung kelenjar keringat, folikel rambut, atau kelenjar sebaseus.
C. Pengkajian Kulit
1. Riwayat Kesehatan

Pada saat merawat pasin dengan gangguan dermatologik, perawat


mendapatkan informasi penting melalui riwayat kesehatan pasien dan observasi
langsung. Dalam banyak kasus, pasien atau keluarganya merasa lebih nyamamn
berbicara dengan perawat dan menyampaikan informasi penting yang mungkin
disimpannya atua lupa disampaikan ketika berbicara dengan dokter atau petugas
kesehatan yang lain. Keterampilan perawat dalam pengkajian fisik dan
pemahamannya terhadap anatomi dan fungsi kulit dapat menjamin bahwa setiap
penyimpangan akan dapat dikenali, dilaporkan dan didokumentasikan.

Selama wawancara riwayat kesehatan, ajukan pertanyaan tentang riwayat


alergi kulit, reaksi alergik terhadap makanan, obat serta zat kimia, masalah kulit
sebelumnya dan riwayat kanker ulit. Nama-nama kosmetika, sabun, sampo atau
produk hiegiene personal lainnya juga harus ditanyakan jika terdapat masalah
kulit yang terjadi setelah pemakaian produk tersebut. Riwayat kesehatan akan
berisi informmasi yang spesifik mengenai awitan, tanda gejala, lokasi, dan durasi
nyeri, gatal-gatal, ruam atau gangguan rasa nyaman lainnya yang dialami pasien.

2. Pemeriksaan Fisik

Pengkajian kulit melibatkan seluruh area klit, termasuk membran mukosa,


kulit kepala dan kuku. Kulit merupakan cermin dari kesehatan seseorang secara
menyuluruh dan perubahan yang terjadi pada kulit umumnya berhubungan dengan
penyakit sistem organ lain.

Inspeksi dan palpasi merupakan prosedur utama yang digunakan dalam


memeriksa kulit, dan pemriksaan ini memerlukan ruangan yang terang dan
hangat. Penlight dapat digunakan untuk menyinari lesi. Pasien dapat melepaskan
seluruh pakaiannya dan diselimuti dengan benar. Sarung tangan harus selalu
dipakai ketika melakukan pemeriksaan kulit.

Tampilan umum kulit dikaji dengan mengamati warna, suhu, kelembaban,


kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas, mobilitas dan
kondisi rambut serta kuku. Turgor kulit, edema yang mungkin terjadi dan
elasitisitas kulit harus dinilai dengan palpasi.

Warna kulit bervariasi antara orang yang satu dengan lainnya, dan berkisar
dari warna gading hingga cokelat gelap. Kulit bagian tubuh yang terbuka,
khususnya di kawasan yang beriklim panas dan banyak cahaya matahari,
cenderung lebih berpigmen daripada bagian tubuh lainnya. Efek vasodilatasi yang
ditimbulkan oleh demam, sengatan mtahari dan inflamasi akan menimbulkan
bercak merah muda atau kemerahan pada kulit. Pucat merupakan keadaan tidak
adanya atau berkurangnya tonus serta vaskularitas kulit yang normal dan paling
jelas terlihat pada konjungtiva.

Warna kebiruan pada sianosis menunjukan hipoksia seluler dan mudah


terlihat pada ekstermitas, dasar kuku, bibir serta membran mukosa. Ikterus, yaitu
kulit yang menguning, berhubungan langsung dengan kenaikan kadar bilirubin
serum dan acapkali terlihat pada sklera serta membran mukosa.

3. Evaluasi Diagnostik

Dermatologi merupakan keahlian yang orientasinya visual. Di samping


mendapatkan riwayat pasien, pemeriksa melakukan inspeksi terhadap lesi primer
dan sekunder, serta konfigurasi dan distribusi lesi. Prosedur diagnostik pula
digunakan untuk membantu mengenali kelainan kulit.

a. Biopsi kulit. Bertujuan untuk mendapatkan jaringan bagi pemeriksaan


mikroskopik dilakukan lewat eksisis dengan skalpel atau penususkan dengan
alat khusus (skin punch) yang akan mengambil sedikit bagian tengah jaringan.
Biopsi dilakukan terhadap nodul kulit yang asalnya tidak jelas untuk
menyingkirkan kemungkinan malignitas dan terhadap plak dengan bentuk
serta warna yang tidak lazim; biopsi kulit juga dilakukan untuk memastikan
diagnosis yang tepat pada pembentukan lepuh dan kelainan kulit lainnya.
b. Imunpfluoresensi (IF). Untuk mengidentifikasi lokasi suatu reaksi imun,
pemeriksaan IF mengkombinasikan antigen atau antibodi dengan zat warna
fluokrom (antibodi dapat dibuat berpendar dengan mengikatnya pada zat
warna). Test IF pada kulit (direct ID test) merupakan teknik pemeriksaan
untuk mendeteksi autoantibodi terhadap bagian-bagian kulit. Indirect IF test
mendeteksi antibodi yang spesifik dalam serum pasien.
c. Patch Test. Dilakukan untuk mengenali substansi yang menimbulkan alergi
pada pasien, meliputi aplikasi alergen yang dicurigai pada kulit normal di
bawah plester khusus (occlusive patches). Bister yang halus, papula dan
gatal-gatal yang hebat menunjukkan reaksi positif lemah. Bister yang halus,
papula dan gatal-gatal yang hebat menunjukkan reaksi positif sedang,
sementara blister (bullae), nyeri reaksi ulserasi menunjukkan reaksi positif
kuat.
d. Pengerokan Kulit. Sampel jaringan dikerok dari lokasi lesi jamur yang
dicurigai. Pengetokan ini dilakukan dengan mata pisau skalpel yang sudah
dibasahi dengan minyak sehingga jaringan kulit yang dikerok melekat pada
mata pisau tersebut. Bahan hasil kerokan dipindahkan ke sebuah slide kaca,
ditutup dengan kaca objek dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
e. Pemeriksaan Apus Tzanck. Tes ini dilakukan untuk memeriksa sel-sel dari
kulit yang mengalami pelepuhan, seperti herpes zoster, varisela, herpes
simpleks dan semua bentuk pemfigus. Sekret dan lesi yang divurigai
dioleskan pada slide kaca, diwarnai dan diperiksa.
f. Pemeriksaan Cahaya Wood. Tes ini bergantung pada lampu khusus untuk
memproduksi cahaya ultraviolet gelombang-panjang (black light) yang akan
menghasilkan sinar berpendar ini terlihat paling jelas pada kamar yang gelap
dan digunakan unutuk membdakan lesi epidermis dengan lesi dermis dan lesi
hipogmentasi serta hiperpigmentasi dengan kulit yang normal. Kepada pasien
harus dijelaskan bahwa cahaya tersebut tidak berbahaya bagai kesehatan kulit
maupun mata.
g. Pembuatan Foto Klinis. Foto-foto klinis dibuat untuk memperlihatkan sifat
serta luasnya kelainan kulit, dan digunakan untuk menentukan progresivitas
atau perbaikan setelah dilakukan terapi.
D. Gangguan Pada System Integumen
1. Luka Bakar

Luka bakar dapat timbul akibat kulit tepajan ke suhu tinggi, syok listrik,
atau bahan kimia . luka bakar diklasifikasikan berdasarkan kedalaman dan luas
daerah yang terbakar.

a. Kedalaman luka bakar


Luka bakar dapat digolongkan sebagai derajat pertama superfisial, derajat
kedua ketebalan persial, derajat kedua ketebalan persial dalam, atau derajat ketiga
ketebalan penuh. Luka bakar derajat pertama supersial terbatas pada epidermis
yang ditandai dengan adanya nyeri dan eritma tanpa lepuh. Kulit sembuh spontan
dalam 3 sampai 4 hari dan tidak meninggalkan jaringan parut, biasanya tidak
timbul komplikasi, misalnya luka bakar akibat sinar matahari.

Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial dalam meluas ke epidemis


dank e dalam lapisan dermis. Luka bakar ini sangat nyeri dan dapat menimbulkan
lepuh dalam beberapa menit. Luka bakar ini biasanya sembuh tanpa meninggalkan
jaringan parut, walaupun orang-orang tertentu terutama orang Amerika keterunan
Afrika, dapat mengalami jaringan parut akibat luka ini penyembuhan biasanya
memerlukan waktu sebulan. Komplikasi jarang terjadi, walapun mungkin timbul
infeksi sekunder pada luka. Luka bakar derajat kedua ketebelan parsial dalam
meluas keseluruh demis police rambut mungkin utuh dan akan tumbuh kembali.
Luka bakar jenis ini hanya sensitive parsial terhadap nyeri karena luasnya
destruksi saraf-saraf sensorik namun, daerah di sekitarnya biasanya mengalami
luka bakar derajat kedua super fisial yang nyeri. Pada luka bakar jenis ini
penyembuhan nnya memerlukan waktu beberapa minggu dan pembersihan
(debridement) secara bedah untuk membuang jaringan mati. Biasanya diperlukan
tandur kulit.

Luka bakar derajat ketiga ketebalan penuh meluas ke epidermis, dermis


dan jaringan subkutis. Kapiler dan vena mungkin hangus dan aliran darah ke
daerah tersebut berkurang. Saraf rusak sehingga luka tidak terasa nyeri. Namun,
daerah sekitar biasanya memperlihatkan nyeri seperti pada luka bakar derajat
kedua. Luka bakar jenis ini mungkin memerlukan waktu berbulan-bulan untuk
sembuh dan diperlukan pembersihan secara bedah dan penanduran. Luka bakar
derajat ketiga membentuk jringan parut dan jaringan tampak seperti kulit yang
keras.

Luka bakar derajat keempat meluas ke otot, tulang dan jaringan dalam.
b. Luas Luka Bakar

Luas luka bakar mengacu pada persentase luas luka bakar derajat kedua
atau lebih ( tidak termasuk derjat pertama dibanding dengan permukaan tubuh.
Untuk menetukan luas luka bakar , tubuh di bagi menjadi presentase realatif luas
permukaan. Sebagai contoh lengan atas bawah dianggap memiliki luas 9% dari
ruas permukaan tubuh, tungkai depan dan belakang 18% torso depan dan
belakang 18 %, kepala 9% dan daerah genital 1%. Persentase luas tubuh yang
terbakar dijumlahkan sehingga di dapat persentase total. Luka bakar luas
didefinifikan sebagai luka bakar yang mengenai 25% sampai 40% luas permukaan
tubuh seorang dewasa , dan antara 15% sampai 25% luas permukaan tubuh anak .
luka bakar yang luasnya lebih dari 40% pada orang dewasa atau 25 % pada anak
berkaitan dengan angka kematiian yang tinggi.

c. Efek Luka Bakar yang Luas

Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel
tubuh. Semua sistem terganggu , terutama sistem kardiovaskular. Karena setiap
orang memerlukan aliran darah yang adekuat, maka perubahan fungsi
kardiovaskular memiliki dampak luas pada daya tahan hidup dan pemulihan
pasien. Sel juga berubah.

d. Respons kardiovaskular pada luka bakar yang luas

Segera setelah luka bakar yang luas, muncul edema jaringan yang terkena
dan area disekitarnya. Hal ini terjadi karena pecah nya kapiler dan kebocoran
cairan plasma dan protein kedalam ruang interstisium. Edema meningkatkan
tekanan pada jaringan , keparahan hipoksia, dan kersukan yang patal. Terjadi
pelepasan sitokinin, prostraglandin, leukotrin, dan histamine yang meningkatkan
permeabilitas kapiler. Sel darah putih menuju area tersebut, terutama neutrophil,
yang menghasilkan radikal oksigen bebas dan berkontribusi terhadap re-perfusi
jaringan yang cedera.
Setelah beberapa jam ,edema menyebar di sekitar daerah yang terkena luka
bakar seiring dengan kemampuan kapiler untuk berfungsi sebagai sawar difusi
yang hilang. Edema dapat terjadi pada daerah yang tidak terkena luka bakar akibat
peningkatan transien permeabilitas kapiler terhadap air dan protein. Peninbunan
cairan dalam ruang intersium di seluruh tubuh menyebabkan penurunan volume
darah yang bersirkulasi secara bermakna yang akhirnya menurunkan isi sekuncup
dan tekanan darah. Denyut nadi angkat meningkat yang akibatnya syok
ireversibel.

Selama periode kebocoran kapiler, terjadi peningkatan kepekatan darah


dan aliran darah melambat. Dan berisikio mengalami pembentukan pembekuan
darah dengan melemahnya denyut jantung.

e. Gambaran klinis
1) Luka bakar derajat pertama superfisial ditandai oleh kemerahan dan
nyeri. Dapat timbul lepuh setelah 24 jam dan kemudian kulit mungkin
terkelupas.
2) Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial superfisial ditandai oleh
terjadinya lepuh (dalam beberapa menit) dan nyeri hebat.
3) Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial dalam di tandai oleh lepuh,
atau jaringan kering yang sangat tipis yang menutupi luka yang
kemudian terkulupas . luka mungkin tidak nyeri.
4) Luka bakar derajat ketiga ketebalan penuh tampak datar, tipis , dan
kering. Dapat ditemukan koagulasi pembuluh darah. Kulit mungkin
tampak putih, merah atau hitam dan kasar.
5) Luka bakar listrik muungkin mirip dengan luka bakar panas , atau
mungkin tamoak sebagai daerah keperakan yang menjadi gembung.
Luka bakar listrik biasanya timbul di titik kontak listrik. Kerusakan
internal akibat luka bakar listrik mungkin jauh lebih parah daripada
luka yang tampak di bagian luar.
f. Penatalaksanaan
1) penderita luka bakar harus segera dijauhkan dari agen yang dapat
membakar, dan daerah kulit yang terkena harus segera di rendam
dalam air dingin untuk menghentikan kerusakan lebih lanjut.
Pemberian es harus dihindari karena dapat menurunkan aliran darah
kedaerah yang terkena dan memperburuk derajat luka bakar. Pakaian
yang digunakan tidak boleh dilepas pada luka bakar serius., karena
melepas baju yang terkena luka bakar berarti melepas kulit.
2) Edema berhubungan dengan luka bakar ketebalan parsial atau
superfisial dapat dikendalikan dengan perendaman air dingin.
Pemberian cairan intravena molekul-makro dengan volume besar
seperti albumin, dekstran, dan glukosa, dapat meningkat edema
daerah yang tidak terkena luka, tetapi tidak terjadi pada daerah yang
terkena. Heparin dapat mempertahankan aliran darah pada daerah
yang terkena tetapi dapat juga menimbulkan edema.
3) Penderita luka bakar luas harus mendapat pengobatan. Bayi, anak
kecil dan lansia dan penderita sakit kronis yang mengalami luka bakar
serius harus dinilai oleh dokter. Luka bakar pada tangan, wajah, dan
genital harus dinilai oleh personal medis.
4) Luka bakar derajat pertama biasanya dapat di rendam dalam air dingin
atau diberi kompres dingin dan obat anti- inflamasi dalam waktu yang
lama.
5) Luka bakar bakar derajat pertama akibat bahan kimia harus di bilas
dengam air dingin selama beberapa menit.
6) Semua luka bakar yang lebih dalam memerlukan terapi antibiotic dan
harus di evaluasi oleh personil medis. Penggunaan salep berbasis
perak dapat efektif karena perak dapat menghambat pertumbuhan
bakteri. Perak bersifat toxic namun sifat nya yang keratinosit dan
fibroblast di perlukan untuk penyembuhan luka sehingga resiko dan
keuntungan nya harus di pertimbangkan.
7) Luka bakar yang luas memerlukan pemberian cairan intrapena yang
cepat untuk mengatasi hilangnya cairan akibat kebocoran kapiler.
Untuk mempertahankan tekanan darah dan mencegah syok
ireversibel , infus pada orang dewasa dapat mencapai 30 liter dalam
24 jam. Tingginya pemberian cairan inijuga membasuh ginjal dan
mengurangi resiko gagal ginjal. Dukungan nutrisi lanjutan dan dini
diperlukan untuk penderita luka bakar luas, karena respon
metabolisme yang tinggi. Oleh karena itu diet kaya kalori dan protein
harus diberikan secara adekuat untuk mencegah pelisutan otot.
Pemberian makan enteral dapat diberikan karena dapat memberikan
kalori yang adekuat untuk penyembuhan dan melindungi mukosa
saluran cerna sehingga mengurangi kerusakan pada sawar usus.
g. Etiologi

Menurut penyebabnya, luka bakar dapat dibagi beberapa jenis meliputi


sebagai berikut:

1) Panas basah (luka bakar) yang disebabkan oleh air panas ( misalnya
teko atau minuman)
2) Luka bakar dari lemak panas akibat memasak lemak (minyak )
3) Luka bakar akibat api unggun , alat pemanggang, dana pi yang
disebabkan oleh merokok di tempat tidur.
4) Benda panas (misalnya radiator)
5) Radiasi ( misalnya terbakar sinar matahari)
6) Luka bakar listrik akibat buruknya pemeliharaan peralataan listrik.
Mungkin tidak jelas adanya kerusakan kulit, tetapi biasanya terdapat
titik masuk dan keluar. Luka bakar tersengat listrik dapat
menyebabkan aritmia jantung dan pasien ini harus mendapat
pemantauan jantung minimal selama 24 jam jam setelah cedera.
7) Luka bakar akibat zat kimia, disebabkan oleh zat asam dan basa yang
sering menghasilkan kerusakan kulit yang luas. Antidote untuk zat
kimia harus diketahui dan di gunakan untuk menetralisir efeknya.
8) Cedera inhalasi terjadi akibat pajanan gas panas, ledakan, dan luka
bakar pada kepala dan leher atau tertahan diruangan yang dipenuhi
asap.
h. Patofisiologi

Kulit adalah organ terbesar dari tubuh. Meskipun tidak aktif secara
metabolic, tetapi kulit melayani beberapa fungsi penting bagi kelangsungan hidup
dimana dapat terganggu akibat suatu luka bakar. Suatu luka bakar akan
menggangu fungsi kulit

1) Gangguan proteksi terhadap invasi kuman.


2) Gangguan sensasi yang memberikan informasi tentang kondisi
lingkungan.
3) Gangguan sebagai fungsi termoregulasi dan keseimbangan air.

Jenis umum sebagian besar luka bakar adalah luka bakar akibat panas.
Jaringan lunak akan mengalami cedera bila terkena suhu du atas 115 F (46 C).
luasnya kerusakan bergantung pada suhu permukaan dan lama kontak. Sebagai
contoh, pada kasus luka bakar tersiram air panas pada orang dewasa, kontak
selama 1 detik dengan air yang panas dari shower dengan suhu 68,9 C dapat
menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis dan dermis sehingga terjadi
cedera derajat tiga (full-thickness injury). Sebagai manifestasi dari luka bakar
panas, kulit akan melakukan pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
pembentukan oksigen relative yang meenyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler. Hal ini menyebabkan kehilangan cairan serta plasma meningkat

Cedera luka bakar dapat menyebabkan keaadaan hipermetabolik


dimanifestasikan dengan adanya demam, peningkatan laju metabolisme,
peningkatan ventilasi, peningkatan curah jantung, peningkatan glukonegenesis
serta meningkatkan katabolisme otot visceral dan rangka. Pasien membutuhkan
dukungan komprehensif yang berlanjut sampai penutupan luka selesai.

2. Skabies
a. Etiologi
Skabies (Scabies, bahasa Latin = keropeng, kudis, gatal) disebabkan oleh
tungau kecil berkaki delapan (Sarcoptes scabiei), dan didapatkan melalui kontak
fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit iniseringkali
berpegangan tangan dalam waktu yang sangat lama barangkali merupakan
penyebab umum terjadinya penyebaran penyakit ini. Semua kelompok umur bisa
terkena. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa muda,
walaupun akhir-akhir ini juga sering didapatkan pada orang berusia lanjut,
biasanya di lingkungan rumah jompo. Kontak sesaat tidak cukup untuk dapat
menimbulkan penularan, sehingga siapa pun yang biasa menghadapi kasus
skabies dalam tugas pelayanan kesehatan tidak perlu takut tertular penyakit ini.
Tungau skabies betina membuat liang di dalam epidermis, dan meletakkan
telur-telurnya di dalam liang yang ditinggalkannya. Tungau skabies jantan hanya
mempunyai satu tugas dalam kehidupannya, dan sesudah kawin dengan tungau
betina serta pelaksanaan tugasnya selesai, mereka mati. Mulanya hospes (inang)
tidak menyadari adanya aktivitas penggalian terowongan dalam epidermis, tetapi
setelah 4-6 minggu terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap tungau atau bahan-
bahan yang dikeluarkannya, dan mulailah timbul rasa gatal. Adanya periode
asimtomatis bermanfaat sekali bagi parasit ini, karena dengan demikian mereka
mempunyai waktu untuk membangun dirinya sebelum hospes membuat respons
imunitas. Setelahnya, hidup mereka menjadi penuh bahaya karena terowongannya
akan digaruk, dan tungau-tungau serta telur mereka akan hancur. Dengan cara ini
hospes mengendalikan populasi tungau, dan pada kebanyakan penderita skabies,
rata-rata jumlah tungau betina dewasa pada kulitnya tidak lebih dari selusin.

b. Gambaran Klinis
Pasien mengeluh gatal, yang secara khas terasa sekali pada waktu malam
hari. Hendaklah dicurigai adanya skabies bila seseorang mengutarakan keluhan
seperti itu.
Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabiesterowongan dan ‘ruam’
skabies. Terowongan terutama ditemukan pada tangan dan kakibagian samping
jari tangan dan jari kaki, sela-sela jari, pergelangan tangan, dan punggung kaki.
Pada bayi, terowongan sering terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, dan bisa
juga terdapat pada badan, kepala, dan leher. Terowongan pada badan biasanya
ditemukan pada usia lanjut, dan bisa juga terjadi pada kepala dan leher. Masing-
masing terowongan panjangnya beberapa milimeter, biasanya berliku-liku, dan
ada vesikel pada salah satu ujung yang berdekatan dengan tungau yang sedang
menggali terowongan, dan seringkali dikelilingi eritema ringan. Terowongan-bisa
juga ditemukan pada genitalia pria, biasanya tertutupi oleh papula yang meradang,
dan papula tersebut yang ditemukan pada penis dan skrotum adalah patognomonis
untuk skabies. Bila pada seorang pria diduga terdapat skabies, hendaklah
genitalianya selalu diperiksa. ‘Ruam’ skabies berupa erupsi papula kecil yang
meradang, yang terutama terdapat di sekitar aksila, umbilikus, dan paha. Ruam ini
merupakan suatu reaksi alergi tubuh terhadap tungau.
Selain lesi primer tadi, bisa juga didapatkan kelainan sekunder seperti
ekskoriasi, eksematisasi, dan infeksi bakteri sekunder. Pada beberapa tempat di
dunia, adanya infeksi sekunder oleh lesi skabies dengan streptokokus nefrogenik
dikaitkan dengan terjadinya glomerulonefritis sesudah terjadinya infeksi
streptokokus pada kulit.

c. Patofisiologi
Kutu skabies dapat menyebabkan gejala transien pada manusia, tetapi
mereka bukan penyebab infestasi persisten. Cara penularan yang paling efisien
adalah melalui kontak langsung dan lama dengan seorang individu yang
terinfeksi. Kutu skabies dapat bertahan hingga tiga hari pada kulit manusia
sehingga media seperti tempat tidur atau pakaian merupakan sumber alternatif
untuk terjadinya suatu penularan.
Siklus hidup dari kutu berlangsung 30 hari dan dihabiskan dalam
epidermis manusia. Setelah melakukan kopulasi, kutu jantan akan mati dan kutu
betina akan membuat liang ke dalam lapisan kulit dan meletakkan total 60-90
telur. Telur yang menetas membutuhkan 10 hari untuk menjadi larva dan kutu
dewasa. Kurang dari 10% dari telur yang dapat menghasilkan kutu dewasa.
Kutu skabies kemudian bergerak melalui lapisan atas kulit dengan
mengeluarkan protease yang mendegradasi staratum korneum. Scybala (kotoran)
yang tertinggal saat mereka melakukan perjalanan melalui epidermis,
menciptakan kondisi klinis lesi yang diakui sebagai liang.
Populasi pasien tertentu dapat rentan terhadap penyakit skabies, termasuk
pasien dengan gangguan immunodefesiensi primer dan penurunan respons imun
sekunder terhadap terapi obat, dan gizi buruk. Kondisi lainnya adalah gangguan
motorik akibat kerusakan saraf yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
menggaruk dalam menanggapi pruritus sehingga menonaktifkan utilitas
menggaruk untuk menghilangkan kutu pada epidermis dan menghancurkan liang
yang dibuat oleh
kutu betina.

d. Diagnosis
Diagnosis pasti hanya dapat ditentukan dengan ditemukannya tungau atau
telurnya pada pemeriksaan mikroskopis. Untuk melakukan hal tersebut,
terowongan harus ditemukan, dan hal ini biasanya perlu sedikit keahlian. Carilah
dengan cermat, dengan pencahayaan yang baik, di tangan dan kaki. Kaca
pembesar mungkin bisa sedikit membantu, tetapi rabun jauh adalah suatu
keuntungan. Apabila sebuah terowongan atau yang diduga terowongan dapat
diidentifikasi, lakukan kerokan dengan hati-hati pada kulit dengan menggunakan
bagian tepi skalpeluntuk melakukan hal ini dermatolog kadang-kadang
menggunakan skalpel tumpul yang dikenal sebagai skalpel ‘pisang’. Hasil
kerokan tersebut diletakkan di atas kaca mikroskop, diberi beberapa tetes kalium
hidroksida 10%, tutupi dengan kaca penutup, kemudian lihat di bawah mikroskop.
Ditemukannya tungau, telur, atau bahkan hanya cangkang telur, sudah dapat
memastikan diagnosis. Jangan berusaha untuk melakukan kerokan pada lesi yang
terdapat pada penisdapat dipahami kalau mendekatkan skalpel pada daerah ini
akan menimbulkan ketakutan, di samping pada kebanyakan kasus jarang yang
bisa berhasil menemukan tungau.
Teknik lainnya yang dapat digunakan adalah dengan apa yang dikenal
sebagai teknik ‘winkle-picker’. Bila vesikel pada ujung terowongan dibuka
dengan jarum, ujung jarum dengan hati-hati digerakkan berputar dalam vesikel
tersebut, sehingga tungau sering bisa terangkat pada ujung jarum dengan gerakan
teatrikal.

e. Pengobatan
Skabies diobati dengan memakan anak alligator dan mencuci kulit dengan
urin. (Mexican Folk Medicine). Merupakan suatu hal yang penting untuk
menerangkan kepada pasien dengan sejelas-jelasnya tentang bagaimana cara
memakai obat-obatan yang digunakan, dan lebih baik lagi bila disertai penjelasan
tertulis. Semua anggota keluarga dan orang-orang yang secara fisik berhungan
erat dengan pasien, hendaknya secara simultan diobati juga. Obat-obat topikal
harus dioleskan mulai daerah leher sampai jari kaki, dan pasien diingatkan untuk
tidak membasuh tangannya sesudah melakukan pengobatan. Pada bayi, orang-
orang lanjut usia, dan orang-orang dengan imunokompromasi, terowongan tungau
dapat terjadi pada kepala dan leher, sehingga pemakaian obat perlu diperluas pada
daerah itu. Sesudah pengobatan, rasa gatal tidak dapat segera hilang, tetapi pelan-
pelan akan terjadi perbaikan dalam 2-3 minggu, saat epidermis superfisial yang
mengandung tungau alergenik terkelupas. Obat antigatal topikal seperti krim
Eurax-Hydrocortisone (krotamion 10% dan hidrokortison 0.25%) dapat digunakan
pada tempat-tempat yang masih terasa gatal. Tidak diharuskan untuk melakukan
‘disinfeksi’ pada pakaian, karpet, dan sepraitetapi pakaian dalam dan baju tidur
perlu dicuci.

f. Obat-obat yang bisa dipakai


1) Malation 0,5%
Obat dalam bentuk cairan ini disukai karena tidak mengiritasi
kulit yang mengalami ekskoriasi atau eksema. Bilas sesudah 24 jam.

2) Krim Permetrin 5%
Bilas sesudah 8-12 jam. Pemakaian tunggal melation atau
permetrin sering efektif, tetapi dianjurkan untuk melakukan
pengobatan yang kedua 7 hari sesudahnya.

3) Emulsi benzil benzoat


Pengobatan dilakukan tiga kali dalam waktu 24 jam. Pada
waktu sore hari pertama oleskan emulsi mulai dari leher sampai jari
kaki. Biarkan mengering, lakukan pengolesan lapisan kedua. Pagi
berikutnya oleskan lapis yang ketiga, dan kemudian bilas benzil
benzoat pada sore hari kedua. Pengobatan dengan cara ini sudah
cukup, sehingga pasien harus diberi penerangan bahwa pemakaian
berulang akan menimbulkan dermatitis karena terjadi iritasi.
Benzil benzoat merupakan skabisida yang sangat efektif, tetapi
merupakan iritan, dan di Inggris obat ini sudah digantikan dengan
yang lebih modern. Tetapi karena tidak mahal, maka obat ini tetap
digunakan pada banyak tempat di muka bumi.
g. Pengobatan pada bayi
Karena terowongan tungau bisa terjadi pada kepala dan leher, maka
mungkin perlu dilakukan perluasan pengolesan obat-obat topical ke tempat-
tempat ini. Penggunaan melation tidak dianjurkan untuk bayi berusia kurang dari
6 bulan, sedangkan permetrin tidak dianjurkan untuk bayi berusia kurang dari 2
bulan.
Karena sudah tersedia obat-obat yang tidak bersifat iritan, penggunaan benzil
benzoat tidak direkomendasikan pada bayi, tetapi bila tetap hendak digunakan
maka harus diencerkan untuk mengurangi sifat iritasinya.

h. Pengobatan pada wanita hamil

Telah disepakati tentang adanya efek toksik yang potensial dari skabisida
pada janin bila digunakan pada wanita hamil. Akan tetapi tidak didapatkan adanya
bukti yang nyata bahwa skabisida topikal yang digunakan akhir-akhir ini bisa
menimbulkan efek yang berbahaya pada wanita hamil bila penggunaannya sesuai
aturan. Karena itu, dengan tidak pernah ditemukannya keracunan pada bayi, maka
penggunaan malation atau permetrin dianggap aman.

3. Varisella

Varisella ialah suatu penyakit infeksi akut atau primer karena Varicella
Zoster yang menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis terjadi gejala
konstitusi kelainan kulit polimorf dimuncalkan karena adanya vesikel-vesikel,
yang berlokasi di daerah sentral tubuh. Sinonimnya ialah cacar air, chicken pox.

a. Etiologi

Varisela dikarenakan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Virus ini


tergolong dalam kelompok Herpes Virus. Virus ini berkapsul dengan diameter
sekitar 150-200 mm. Inti dari virus disebut capsid yang berbentuk ikosahedral,
terdiri atas protein dan DNA berantai ganda. VZV ini bisa ditemukan pada cairan
vesikel juga pada darah penderita. Virus inpun bisa diinokulasikan menggunakan
biakan dari fibroblas paru embrio manusia lalu dilihat dibawah mikroskop
elektron.

Virus varicella zoster dapat pula mengakibatkan herpes zoster. Kedua


penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang berbeda. Setelah adanya kontak
dengan virus ini maka akan terjadi varisela, apabila penderita varisela tersebutpun
sembuh, kemungkinan virus inipun tetap ada pada bentuk laten (tanpa ada
manifestasi klinis) yang kemudian virus ini diaktivasi oleh trauma yang
menyebabkan herpes zoster.

b. Tanda dan Gejala


1) Stadium prodmoral: 24jam sebelum adanya kelainan kulit timbul,
terdapat adanya gejala panas, perasaan lemah (malaise), anoreksia.
Terkadang juga terdapat kelainan scarlatinaform atau morbiliform.
2) Stadium erupsi: diawali oleh terjadinya papula merah, kecil yang berubah
menjadi vesikel dengan berisi cairan jernih dan memiliki dasar
eritematous. Permukaan vesikel tdak menampakkan cekungan di tengah
(unumbilicated). Isi vasikel berubah menjadi keruh pada waktu 24jam.
Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Pada
waktu 3-4 hari erupsi tersebar, mula-mula dari dada lalu ke muka, bahu
dan anggota gerak. Erupsi inipun disertai dengan perasaan gatal.
c. Patofisiologi

Virus varisela zoster masuk pada tubuh manusia melalui mukosa saluran
nafas atau orofaring. Multiplikasi virus ditempat dibarengi dengan penyebaran
virus pada jumlah sedikit melalui darah juga limfe (viremia primer). Virus
dimusnahkan oleh sel sistem retikuloendotelial, merupakan tempat utama replikasi
virus selama masa inkubasi. Selama proses inkubasi sebagian virus dihambat oleh
proses pertahanan tubuh yanng terinfeksi, replikasi virus bisa mengalahkan
pertahanan tubuh yang belum berkembang, sehingga menjadi 2 minggu sesudah
infeksi terjadi viremia sekunder pada jumlah yang lebih banyak. Viremia
menyebabkan terjadinya demam dan malese anorexia juga menyalurkan virus
pada seluruh tubuh, terutama dalam kulit dan mukosa. lesi kulit yang terjadi
berupa makula, sebagian besar berkembang menjadi papula, vesikula, pustula, dan
krusta sesudah beberapa hari, vesikula biasanya terletak dibagian epidermis.

Respons imun pasien lalu berkembang dan akan menghentikan viremia


juga menghambat berlanjutnya lesi pada kulit juga organ lain. Terjadinya
komplikasi varisela (pneumonia dan lain-lain) mencerminkan gagalnya respons
imun tersebut lalu menghentikan replikasi juga penyebaran virus dan berlanjutnya
infeksi. Pada 2-5 hari sesudah manifestasi klinis varisela akan terlihat, antibody
(IgG, IgA, IgM) spesifik pada VVZ bisa dideteksi dan mencapai titer tertinggi
dalam minggu kedua atau ketiga. Sesudah itu tier IgG menurun perlahan,
sedangkan IgM dan IgA menurun lebih cepat dan tidak terdeteksi satu tahun
setelah terjadinya infeksi.
Imunitas selular pada VVZ juga berkembang selama infeksi juga menetap
selama bertahun-tahun. Pada pasien imunokompeten imunitas humoral terhadap
VVZ berfungsi protektif pada varisela, sehingga pajanan ulang tidak menjadikan
infeksi (kekebalan seumur hidup). Imunitas seluler lebih penting daripada
imunitas humoral untuk penyembuah varisela. Pada pasien imunokompromasi,
oleh karena itu imunitas humoral dan selularnya terganggu, pajanan ulang bisa
menimbulkan rekurensi dan varisela menjad lebih berat dan berlangsung lebih
lama.

4. Kanker Kulit

Sinar matahari adalah penyebab utama kanker kulit dan insiden kanker ini
terus menerus naik selama bertahun-tahun (National Institute of Health and
Clinical Excellence, 2010). Di UK, kanker kulit adalah bentuk kanker paling
banyak kedua (Foss dan Farine, 2007). Ada tiga bentuk kanker kulit:

1) Melanoma maligna
2) Karsinoma sel basal (BCC)
3) Karsinoma sel skuomosa (SCC)
a. Melanoma Maligna

Adalah bentuk kanker kulit paling berbahaya dan berjumlah sekitar 10%
dari semua kasus kanker kulit (wolff et al., 2005). Sel tubuh yang menjadi kanker
pada melanoma maligna adalah melanosit. Melanoma biasanya berkembang
dalam nevus (juga dikenal sebagai tahi lalat); melanoma dapat menyebar dengan
cepat melalui sistem sirkulasi dan limfatik.

Jenis kanker kulit ini menyebar dengan cepat dan karena kecepatan dalam
penyebarannya, kanker kulit ini adalah jenis yang paling berbahaya. Kanker ini
lebih sering terjadi pada orang berusia muda dan berhubungan erat dengan
terbakar sinar matahari dan pemajanan lama (Foss dan Farine, 2007).

b. Faktor risiko
1) Pajanan terhadap matahari,
2) Penggunaan sunbed,
3) Jenis kelamin perempuan (bukti menunjukkan bahwa hormon dapat
berperan jika risiko tidak jelas),
4) Usia,
5) Adanya tahi lalat,
6) Berkulit cerah,
7) Riwayat luka bakar matahari, mengalami luka bakar matahari setidaknya
satu kali dan risiko meningkat jika hal ini terjadi saat anak-anak,
8) Faktor geografi (tempat orang tersebut dilahirkan),
9) Riwayat keluarga.

Ada satu faktor risiko utama untuk melanoma, misalnya matahari atau
sunbed (sinar ultra violet). Akan tetapi, ada beberapa orang yang berisiko lebih
besar dibandingkan orang lain. Lebih banyak wanita yang menderita melanoma
daripada pria; melanoma merupakan kanker ke tujuh paling sering pada wanita.
Penyakit ini jarang pada individu yang berusia dibawah 14 tahun; sesudah berusia
15 tahun, insiden meningkat terus-menerus dan insiden tertinggi adalah pada
individu yang berusia 80 tahun dan lebih. Risiko meningkat jumlah tahi lalat yang
dimiliki seseorang.

Individu dengan kulit cerah berisiko lebih besar daripada individu berkulit
gelap; namun demikian, individu berkulit gelap mungkin dan dapat terkena
melanoma maligna. Individu dengan kulit cerah dan mempunyai kecenderungan
untuk membentuk bintik-bintik di bawah matahari berisiko lebih besar seperti
pada individu yang tidak berjemur sama sekali, orang-orang tersebut biasanya
yang mengelupas sebelum jamur. Orang dengan melanoma dua kali lebih
cenderung mengalami luka terbakar matahari yang hebat sekurang-kurangnya satu
kali dalam kehidupan; luka terbakar matahari saat anak-anak bahkan lebih
merusak daripada luka terbakar matahari ketika dewasa, karena selama masa
kanak-kanak kulit paling rentan. Risiko juga berhubungan dengan geografi dan
tempat seseorang dilahirkan. Mereka yang berkulit cerah dan dilahirkan di negara
panas, misalnya Australia, mempunyai risiko lebih besar menderita melanoma
seumur hidup, berbeda dengan mereka yang tinggal di iklim lebih dingin. Kulit
akan terpajan oleh efek matahari saat orang tersebut masih muda, ketika kulit
paling rentan. Riwayat, misalnya anggota keluarga yang menderita melanoma,
menyebabkan seseorang memiliki risiko.

c. Etiologi

Etiologi tidak diketahui, tetapi sinar ultraviolet paling dicurigai sebagai


penyebab melanoma maligna. Umunya risiko tertinggi dihadapi oleh orang yang
berkulit putih/ cerah, bermata biru, berambut merah atau pirang dengan bercak-
bercak kecokelatan pada kulitnya. Orang-orang ini menyintesis melanin lebih
lambat. Orang keturunan celtic atau skandinavia menghadapi risiko yang lebih
besar disamping orang yang sering terbakar sinar matahari tetapi kulitnya tidak
pernah menjadi cokelat kekuningan. Populasi lain yang berisiko pernah menderita
melanoma di masa lalu, memiliki riwaya melanoma dalam keluarga, mempunyai
nevus kongenital yang berukuran raksasa, atau memiliki riwayat luka bakar
matahari yang parah. Hingga 10% penderita melanoma merupakan anggota
keluarga yang cenderung menderita melanoma dan memiliki lebih dari satu nevus
yang terus berubah \9nevi displastik), serta rentan terhadap transformasi maligna.

d. Tanda dan Gejala

Ada seejumlah tanda peringatan yang dapat mengindikasikan melanima


maligna (page, 2006):

1) Tahi lalat baru atau yang ada semakin besar,


2) Perubahan dalam bentuk tahi lalat; jika ada perubahan pada tepi tahi
lalat menjadi tidak teratur di sekitar tepinya,
3) Perubahan dalam warna tahi lalat semakin gelap atau menjadi berbeda
atau multi-corak,
4) Tahi lalat menjadi gatal atau menyakitkan,
5) Tahi lalat mulai berdarah atau menjadi keras,
6) Inflamasi di sekitarnya atau inflamasi yang mendasari.
e. Patofisiologi
Melanoma maligna dapat terjadi sebagai salah satu dari beberapa bentuk
ini: melanoma dengan penyebaran superfisial, melanoma lentigo-maligna,
melanoma noduler, dan melanoma akral-lentiginosa. Semua tipe ini memiliki ciri
klinis, serta histologik tertentu di samping perilaku biologik yang berlainan.
Sebagian besar melanoma berasal dari melanosit epidermal kutaneus, sebagaian
lagi muncul dalam bentuk nevus yang sudah ada sebelumnya pada kulit atau
tumbuh dalam traktus uvea mata. Melanoma sering timbul secara bersamaan
dengan penyakit kanker pada organ lain.

Prognosis penderita dengan melanoma maligna tidaklah seburuk yang


dipikirkan. Kebanyakan penderita ini dapat hidup lebih dari 5 tahun dan banyak
yang dapat disembuhkan. Diagnosis dini dan pembedahan bertanggung jawab
untuk membuat statistik ini menjadi lebih baik. Beberapa faktor menentukan
keselamatan penderita melanoma. Penderita melanoma yang menyebar superfisial
memiliki prognosis yang paling baik, diikuti oleh melanoma maligna lentigo;
melanoma nodular memiliki prognosis yang paling buruk. Lesi-lesi yang terletak
pada kulit kepala posterior punggung, dan lengan bagian posterior memiliki
prognosis yang paling buruk.

f. Penatalaksanaan:
1) Insiden melanoma maligna juga dapat dikurangi dengan menghindari
pajanan sinar matahari dan memakai baju pelindung. Pengunaan
tanning (penyamakan kulit) secara indoor (dalam ruangan) harus di
hindari berdasarkan hasil riset yang menunjukkan adanya hubungan
kuat antara penyamakan kulit indoor dan melanoma. Tabir surya
mungkin tidak dapat mencegah timbulnya melanoma maligna.
2) Melanoma maligna dieksisi secara bedah, dengan batas insisi yang
lebar. Dilakukan biopsi kelenjar limfe untuk menentukan apakah telah
terjadi metastasis. Biopsi kelenjar limfe sentinel (biopsi nodus
terdekat dengan kanker) telah merupakan prediktor yang efektif
terhadap metastasis dan menjadi terapi pengarah. Prognosis
bergantung pada ukuran lesi dan hasil biopsi kelenjar limfe.
Pertumbuhan nodular memiliki prognosis yang lebih buruk.
3) Pemeriksaan yang disarankan yaitu staging. Semakin dalam sel
kanker, semakin besar kemungkinan kanker telah menyebar di dalam
tubuh (Thompson et al., 2005). Pemeriksaan berikut juga mungkin
diperlukan:
a) Pemeriksaan darah,
b) Sinar X dada,
c) Pemindaian suara ultra,
d) Pemindaian tulang,
e) Pemindaian CT.
5. Dermatitis seboroik

Dermatitis seboroik merupakan kelainan inflamasi kronik kulit yang


mengalami remisi dan eksaserbasi dengan area seboroik sebagai tempat
predileksi. Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema
merupakan bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata
ekzemauntuk menjelaskan inflamasi yang dicetuskan dari dalam kulit. Dermatitis
seboroik (DS) atau Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik
dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak,
bercak merah dengan berbagai ukurandan bentuk yang menutup daerah inflamasi
pada kulit kepala, muka, telinga. Daerah lain yang jarang terkena adalah daerah
presternal dada.

a. Etiologi dan patogenesis

Etiologi dan patogenesis penyakit ini masih belum diketahui dengan pasti.
Faktor predisposisinya adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik yang
lazim didapat secara genetik. Dermatitis ini lebih sering menyerang daerah daerah
yang mengandung banyak glandula sebasea. Akan tetapi, pada kondisi terakhir
menyebutkan bahwa hipersekresi dari sebum tidak tampak pada pasien yang
terkena dermatitis seboroik apabila debandingkan dengan kelompok sehat.
Pengaruh hormonal juga sebaiknya dipertimbangkan mengingat penyakit ini
jarang terlihat sebelum pubertas.

Suatu jamur Pityrosporum ovale, didaatkan pada beberapa pasien dengan


lesi pada kulit kepala. P. Ovale secara fisiologis dapat didapatkan pada kulit
kepala yang normal. Ragi dan genus ini menonjol dan dapat ditemukan pada
daerah seboroik pada tubuh yang kaya akan lipid sebasea, misalnya kepala dan
punggung. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk kedalam epidermis
maupun karena sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel
Langerhans.

b. Patofisiologi

Seboroik merupakan keadaan terjadinya produksi sebum (sekret dari


kelenjar sebasea) yang berlebihan pada daerah-daerah di mana kelenjar tersebut
berada dalam jumlah besar (wajah, kulit kepala, alis mata, kelopak mata, kedua
sisi hidung serta bibir atas, daerah melar (pipi), telinga, aksila, dibawah payudara,
lipat paha dan lipatan gluteus di daerah pantat). Dengan adanya kondisi anatomis
di mana secara predileksi di daerah tersebut banyak dipasok kelenjar sebasea atau
yang terletak di antara lipatan kulit tempat bakteri dalam jumlah yang besar
sehingga memungkinkan adanya respons inflamasi yang tinggi.

c. Manifestasi klinis dermatitis seboroik

Gambaran khas dermatitis seboroik adalah adanya eritema dengan warna


kemerahan dengan dan ditutupi dengan sisik berminyak besar dapat dilepaskan
dengan mudah. Pada kulit kepala, lesi dapat bervariasi dari sisik kering (ketombe)
sampai sisik berminyak dengan eritema. Pada wajah, penyakit ini sering mengenai
daerah medial alis, yaitu glabella, lipatan nasolabial, concha dari daun telinga,
dan daerah retroaulicular. Lesi dapat bervariasi dalam tingkat keparahan eritema
sampai sisik halus. Pria dengan jenggot, kumis, atau jambang, lesi mungkin
melibatkan daerah yang ditumbuhi rambut, dan lesi hilang jika daerah tersebut
dicukur. Daerah dada medial pada pria terlihat petaloid yang bervariasi dan
ditandai dengan bercak merah terang di pusat dan merah gelap di tepi. Pasien
yang terinfeksi HIV, lesi terlihat menyebar dengan pertanda inflamasi.

d. Etiologi dan patogenesis

Meskipun banyak teori yang ada, penyebab dermatitis seboroik masih


belum diketahui secara pasti. Namun ada tiga faktor yang berkaitan dengan
munculnya dermatitis seboroik, yaitu aktifitas kelenjar sebaseus, peran
mikroorganisme, dan kerentanan individu (De Angelis dkk.,2005; Fitzpatrick,
2010)

1) Aktivitas kelenjar sebaseus (Seborhea)


2) Kelenjar sebaseus berhubungan dengan folikel rambut di seluruh
tubuh, hanya pada telapak tangan dan telapak kaki saja yang tidak
memiliki folikel rambut yang dimana kelenjar sebaseus sam asekali
tidak ada. Kelenjar sebaseus yang terbesar dan paling padat
keberadaannya ada di wajah dan kulit kepala. Rambut yang
berhubungan dengan sebaseus yang ukurannya besar, sering memilki
ukuran yang kecil. Insiden dermatitis seboroik juga tinggi pada bayi
baru lahir karena kelenjar sebaseus yang aktif yang dipengaruhi
hormon endrogen maternal, dan jumlah sebum menurun sampai
pubertas (Fitzpatrick).
3) Efek mikroba
4) Malasezzia merupakan jamur yang bersifat lipofilik, dan jarang
ditemukan pada manusia. Peranan malassezia sebagai faktor etiologi
dermatitis seboroik masih diperdebatkan. Dermatitis seboroik hanya
terjadi pada daerah yang banyak lipid sebaseusnya, lipid sebaseus
merupakan sumber makanan malasezzia. Malasezzia bersifat komensal
pada bagian tubuh yang banyak lipid sebaseusnya. Lipid sebaseus
tidak dapat berdiri sendiri karena mereka saling berkaitan dalam
menyebabkan dermatitis seboroik.
5) Kerentanan individu
6) Kerentanan sensitivitas individu berhubungan dengan respon pejamu
abnormal dan tidak berhubungan dengan malasezzia. Kerentanan pada
pasien dermatitis seboroik disebabkan berbeda nya kemampuan sawar
kulit untuk mencegah asam lemak untuk penetrasi. Asam oelat yang
merupakan komponen utama dari asam lemak sebum manusia dapat
menstimulasi deskuamasi mirip dandruff. Penetrasi bahan dari sekresi
kelenjar sebaseus pada stratum korneum akan menurunkan fungsi dari
sawar kulit, dan akan menyebabkan inflamasi serta skuama pada kulit
kepala. Hasil metabolit ini dapat menembus stratum korneum karena
berat molekulnya yang cukup rendah (<1-2 Da) dan larut dalam lemak
(Gemmer, 2005).
e. Terapi

Terapi dermatitis seboroik bertujuan menghilangkan sisik dan krusta,


penghambatan kolonisasi jamur, pengendalian infeksi sekunder, dan pengurangan
seritema serta gatal. Pasien dewasa harus diberitahu tentang sifat kronis penyakit
dan memahami bahwa terapi bekerja dengan cara mengendalikan penyakit dan
bukan dengan mengobati. Prognosis dermatitis seboroik infantil sangat baik
karena kondisinya yang jinak dan self-limited.

1) Bayi
Penghapusan krusta dengan 3-5% asam salisilat dalam minyak
zaitun atau air, kompres minyakzaitun hangat, pemakaian
glukokortikosteroid-potensi rendah (misalnya 1% hidrokortison)
dalam bentuk krim atau lotion selama beberapa hari, antijamur topikal
seperti imidazoles dalam shampo bayi yang lembut.
2) Dewasa
Karena sifat dermatitis seborik yang bersifat kronis, dianjurkan
menggunakn terapi yang ringan dan hati-hati. Obat anti-inflamasi dan
jika diperlukan agen antimikroba atau antijamur harus digunakan.
a) Kulit kepala
Sering keramas dengan shampo yang mengandung 1-2,5%
selenium sulfida, imidazoles (misal: 2% ketokonazole). Pyrithione
seng, benzoil peroksida, asam salisilat, atau deterjen dianjurkan.
Krusta (remah) atau sisik dapat hilang oleh pemakaian semalam
glukokortikosteroid atau asam salisilat dalam air atau bila perlu
dipakai dengan cara dressing (dibungkus). Tinctire, agen
beralkohol, tonik rambut sebaiknya dihindari karena memperburuk
peradangan.

b) Wajah dan leher

Pasien harus menghindari dengan agen berminyak dan


mengurangi atau menghilangkan penggunaan sabun.
Glukokortikosteroid potensi rendah (1% hidrokortison biasanya
cukup) sangat membantu di awal perjalanan penyakit.

6. Akne vulgaris
Akne vulgaris merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai folikel
pilosebasea (folikel rambut) yang rentan dan paling sering ditemukan di daerah
muka, leher, serta badan bagian atas. Akne ditandai dengan komedo tertutup
(wihtehead), komedo terbuka (blackhead), papula, pustula, nodul dan kista.

a. Patofisiologi

Jerawat merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar


pilosebasea. Keadaan ini sering dialami oleh mereka yang berusia remaja dan
dewasa muda di mana akan menghilang dengan sendirinya pada usia sekitar 20-30
tahun. Walaupun demikian ada banyak juga orang setengah baya yang mengalami
serangan akne. Akne biasanya berkaitan dengan tingginya sekresi sebum.

Androgen telah diketahui sebagai perangsang sekresi sebum, sedangkan


estrogen mengurangi produksi sebum. Suatu awitan mendadak serangan akne
yang disertai hirtusitesme dan/atau kelainan pada menstruasi mungkin
menunjukkan adanya gangguan endokrin pada pasien wanita. Akne pada wanita
berusia sekitar 20-an, 30-an, dan 40-an sering kali disebabkan oleh kosmetik dan
pelembap yang bahan dasarnya dari minyak dan menimbulkan komedo.

Faktor-faktor mekanik, seperti mengusap, tekanan friksi, dapat juga


mencetuskan akne. Obat-obatan juga dapat mencetuskan akne. Kortikosteroid oral
kronik yang dipakai untuk mengobati penyakit lain (seperti lupus eritematosus
sistemik atau transplan ginjal) dapat menimbulkan pustula di permukaan kulit,
wajah, dada, dan punggung. Kontrasepsi oral biasanya dapat membantu
pengobatan akne karena mengandung estrogen. Akan tetapi, pada beberapa
wanita, kontrasepsi oral justru dapat memperburuk keadaan. Obat-obatan lain
yang diketahui dapat mempercepat atau memperberat akne adalah bromida,
yodida, difeniton, litium, dan hidrazid asam isonikotinat.

b. Manifestasi klinis akne vulgaris

Lesi utama acne adalah mikrokomedo atau mikrokomedone, yaitu


pelebaran folikel rambut yang mengandung sebum dan P. Acnes. Sedangkan lesi
akne lainnya dapat berupa dapat berupa papul, pustul, nodul, dan kista. Predileksi
acne yaitu pada wajah, bahu, dada, punggung, dan lengan atas. Komedo yang
tetap berada di bawah permukaan kulit tampak sebagai white head dan komedo
yang bagian ujungnya terbuka pada permukaan kulit disebut black head karena
secara klinis tampak warna hitam pada epidermis (Baumann dan Keri, 2009;
Sukanto dkk., 2005). Acne baik itu ada atau tidak adanya inflamasi dapat
menimbulkan scar. Scar karena acne terdiri dari empat tipe yaitu, scar icepick,
rolling, boxcar dan hipertropik. Scar icepick adalah scar yang dalam dan sempit,
dengan bagian terluasnya berada pada permukaan kulit dan semakin meruncing
menuju satu titik ke dalam dermis. Scar rolling adalah scar yang dangkal, luas,
dan tampak memiliki undulasi. Scar icepick, lebar permukaan dan dasar scar
boxcar adalah sama.

c. Pengobatan akne vulgaris

Pengobatan dapat dilakukan dengan bebrapa cara yaitu:


1) Pengobatan topikal
Pengobatan topikal dibuuhkan untuk mencegah pembentukan
komedo, menekan peradangan dan mempercepat penyembuhan lesi.
Obat topikal terdiri atas: bahan iritan yang dapat mengelupas kulit,
antibiotika topikal yang dapat mengurangi jumlah mikroba dalam
folikel akne vulgaris, anti peradangan topikal dan lainnya seperti atil
laktat 10% yang untuk menghambat pertumbuhan jasad renik
2) Pengobatan sistemik
Dilakukan terutama untuk menekan pertumbuhan jasad renik,
disamping itu juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum
dan mempengaruhi perkembangan hormonal. Golongan obat sistemin
terdiri atas: anti bakteri sistemik, obat hormonal, untuk menekan
produksi androgen dan secara kompetitif menduduki reseptor organ
target di kelenjar sebasea, vitamin A dan retinoid oral sebagai anti
keratinaisasi dan obat lainnya seperti anti inflamasi non steroid (Burns
dkk., 2005).

7. Herpes Zoester

Herpes zoester (shingles, cacar monyet) merupakan kelainan inflamatorik


viral dimana virus penyebabnya menimbulkan erupsi vesikular yang terasa nyeri
di sepanjang distribusi saraf sensorik dari satu atau lebih ganglion posterior.
Infeksi di sebabkan oleh virus varisella, yang dikenal sebagai virus varisela-
zoester. Virus ini merupakan anggota kelompok virus DNA. Virus cacar air dan
herpes zoester tidak dapat dibedakan sehingga diberi nama virus varisela-zoester.

Patogenesis herpes zoester belum seluruhnya diketahui. Herpes zoester


pada umunya terjadi pada dermaton sesuai dengan lokasi ruam varisela yang
padat. Aktivitas virus varisela zoester laten diduga karena keadaan tertentu yang
berhubungan dengan imunosupresi dan imunitas selular yang merupakan faktor
penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.
Komplikasi herpes zoester dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi
yang terbanyak adalah neuralgia pasca-herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang
persisten setelah krustan terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia dibawah 40
tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadipada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari
ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi
herpes zoester generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi
karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.

a. Etiologi

Herpes zoester disebabkan oleh infeksi virus varisela-zeoster (VVZ) dan


tergolong virus berinti DNA. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus
replikasi, penjamu, sifat sitotoksik, dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan ke
dalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. Infeksi primer yaitu infeksi oleh
virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari
ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan
secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu
yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek, serta mempunyai
enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan
virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis didalam sel yang
terinfeksi.

b. Patofisiologi

Virus varisela-zoester yang diyakini sebagai penyebab terjadinya penyakit


ini hidup secara inaktif (dormant) di dalam sel-sel saraf didekat otak dan medula
spinalis. Ketika virus yang laten ini mengalami reaktivasi, virus tersebut berjalan
lewat saraf perifer ke kulit. Virus varisela yang dorman di aktifkan dan timbul
vesikel-vesikel meradang unilateral disepanjang satu dermatom.

Meskipun setiap saraf dapat terkena,tetapi saraf torakal,lumbal, atau


kranial agaknya paling sering terserang. Herpes zoester dapat berlangsung selama
kurang lebih tiga minggu.
c. Pengkajian penatalaksanaan medis

Tujuan tata laksana herpes zoester adalah untuk meredakan rasa nyeri dapat
mengurangi atau menghindari komplikasi. Rasa nyeri dikendalikan dengan
pemberian analgesik karena pengendalian nyeri yang adekuat selama fase akut
akan membantu mencegah terbentuknya pola nyeri yang persisten.

Bila saraf oftalmikus cabang dari saraf trigeminus terkena, maka harus dirujuk
pada seorang dokter ahli penyakit mata karena dapat terjadi perforasi kornea
akibat infeksi tersebut. Pemberian kortikosterioid sistemik dini dapat membantu
mencegah timbulnya neuralgia post-herpetika. Asiklovir oral 800 mg 5 kali sehari
selam 10 hari dapat mempersingkat lama infeksi herpes zoester.

8. Gonore
a. Pengertian

Gonore merupakan infeksi yang disebabkan oleh kuman Neisseria


gonorrhoe yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum (usus
bagian bawah), tenggorokan maupun bagian putih mata (Gonorrhoe conjungtiva).
Gonore bisa menyebar melalui aliran darahkebagian tubuh lainnya terutama kulit
dan persendian. Pda wanita, gonore bisa naik ke saluran kelamin dan menginfeksi
selaput didalam panggul sehinggal menimbulkan nyeri panggul dan gangguan
reproduksi.

b. Patofisiologi

Neisseria gonorrhoeae dapat ditularkan melalui kontak seksual atau


melalui penularan vertikal pada saat melahirkan. Bakteri ini terutama mengenai
epitel kolumnar dan epitel kuboidal manusia. Patogenesis gonore terbagi menjadi
5 tahap sebagai berikut:

Fase 1 adalah bakteri Neisseria gonorrhoeae menginfeksi permukaan


selaput lender dapat ditemukan di uretra, endoserviks dan anus.
Fase 2 adalah bakteri ke microvillus sel epitel kolumnar untuk kolonisasi
selama infeksi, bakteri dibantu oleh fimbriae, pili. Fimbriae terutama terdiri dari
protein pilin oligomer yang digunakan untuk melekatkan bakteri ke sel-sel dari
permukaan selaput lendir. Protein membran luar PII Oppacity associated protein
(OPA) kemudian membantu bakteri mengikat dan menyerang sel inang.

Fase 3 adalah masuknya bakteri ke dalam sel kolumnar dengan proses


yang disebut endositosis di mana bakteri yang ditelan oleh membran sel
kolumnar, membentuk vakuola.

Fase 4 adalah vakuola ini kemudian dibawa ke membran basal sel inang,
dimana bakteri berkembang biak setelah dibebaskan ke dalam jaringan subepitel
dengan proses eksositosis. Peptidoglikan dan bakteri LOS (Lipo Oligo Sakharida)
dilepaskan selama infeksi. Gonococcus dapat memiliki dan mengubah banyak
jenis antigen dari Neisseria LOS. LOS merangsang tumor necrosis factor, atau
TNF, yang akan mengakibatkan kerusakan sel.

Fase 5 reaksi inflamasi yang dihasilkan menyebabkan infiltrasi neutrofil.


Selaputlendir hancur mengakibatkan akumulasi Neisseria gonorrhoeae dan
neutrofil pada jaringan ikat subepitel. Respon imun host memicu Neisseria
gonorrhoeae untuk menghasilkan protease IgA ekstraseluler yang menyebabkan
hilangnya aktivitas antibodi dan mempromosikan virulensi.

c. Epidemiologi

Infeksi gonore di Indonesia menempai urutan yang tertinggi dari semua


jenis penyakit menular seksual. Gonore adalah penyakit yang harus di laporkan
kedua paling sering di laporkan di Amerika Serikat. Penderita paling banyak
dijumpai pada remaja dan dewasa muda. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena
aktivitas seksual pada umur tersebut cukup tinggi

d. Etiologi

Bakteri gonore (Neisseria gonorrhoe) merupakan bakteri yang tidak dapat


bergerak, tidak memiliki sproa, jenis diplokkokus gram negatif dengan ukuran
0,8-1,6 mikro. Baktri gonokokkus tidak tahan terhadap kelembaban, yang
cenderung mempengaruhi transmisi seksual. Bakteri ini bersifat tahan terhadap
oksigen tetapi biasanya memerlukan 2-10% CO2 dalam pertumbuhannya d
atmosfer. Bakteri ini membutuhkan zat besi untuk tumbuh dan mendapatkannya
melalui transferin, laktoferin dan hemoglobin. Organisme ini tidak dapat hidup
pada keadaan daerah kering dan suhu rendah, tumhuh optimal pada suhu 35-37’c
dan Ph 7,2-7,6 untuk pertumbuhan yang optimal.

e. Manifestasi klinis

Pada pria, gejala awal biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari setelah
terinfeksi. Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra, yang beberapa
jam kemudian akan diikuti nyeri ketika berkemih dan keluarnya nanah dari penis.
Penderita sering berkemih dan merasakan desakan untuk berkemih, yang semakin
memburuk ketika penyakit ini menyebar ke uretra bagian atas. Lubang penis
tampak merah dan membengkak.

Pada wanita, gejala awal bisa timbul dalam waktu 7-21 hari setelah
terinfeksi. Penderita wanita seringkali tidak menunjukkan gejala selama beberapa
minggu atau bulan, dan diketahui menderita penyakit ini hanya setelah mitra
seksualnya tertular. Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Tetapi beberapa
penderita menunjukkan gejala yang berat, seperti desakan untuk berkemih, nyeri
ketika berkemih, keluarnya cairan dari vagina dan demam. Infeksi bisa menyerang
leher rahim, rahim, saluran telur, indung telur, uretra dan rektum; menyebabkan
nyeri pinggul yang dalam atau nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Nanah
yang keluar bisa berasal dari leher rahim, uretra atau kelenjar di sekitar lubang
vagina.

Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubungan seksual melalui


anus (lubang dubur) bisa menderita gonore pada rektumnya. Penderita merasakan
tidak nyaman di sekitar anusnya dan dari rektumnya keluar cairan. Daerah di
sekitar anus tampak merah dan kasar, tinjanya terbungkus oleh lendir dan nanah.
Pada pemeriksaan dengan anaskop akan tampak lendir dan cairan di dinding
rektum penderita. Melakukan hubungan seksual melalui mulut (oral sex) dengan
seorang penderita gonore bisa menyebabakn gonore pada tenggorokan (faringitis
gonokokal). Biasanya infeksi ini tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang
menyebabkan nyeri tenggorokan dan gangguan menelan. Jika cairan yang
terinfeksi mengenai mata maka bisa terjadi infeksi mata luar (konjungtivitis
gonore).

Bayi baru lahir bisa terinfeksi oleh gonore dari ibunya selama proses
persalinan, sehingga terjadi pembengkakan pada kedua kelopak matanya dan dari
matanya keluar nanah. Pada dewasa, bisa terjadi gejala yang sama, tetapi
seringkali hanya 1 mata yang terkena.Jika infeksi ini tidak diobati bisa terjadi
kebutaan.

Penderita pria biasanya mengeluhkan sakit pada waktu kencing. Dari


mulut saluran kencing keluar nanah kental berwarna kuning hijau. Setelah
beberapa hari keluarnya nanah hanya pada pagi hari, sedikit dan encer serta rasa
nyeri berkurang. Bila penyakit ini tidak diobati dapat timbul komplikasi berupa
peradangan pada alat kelamin. Pada wanita, penyakit ini tidak menunjukkan
gejala yang jelas atau bahkan tidak menimbulkan keluhan sama sekali, sehingga
wanita mudah menjadi sumber penularan GO. Kadang penderita mengeluh
keputihan dan nyeri waktu kencing.

f. Penatalaksanaan

Berdasarkan rekomendasi Centers for Disease Control (CDC) untuk


pengobatan gonore dengan pemberian sefritakson 250 mg dosis tunggal secara
intramuskuler dan sefiksim 400 mg dosis tunggal secara oral sebagai regimen
alternatif apabila terapi dengan seftriakson gagal. Sedangkan menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 penatalaksanaan gonore
adalah sebagai berikut :

1) Memberitahu pasien untuk tidak melakukan kontak seksual sehingga


dinyatakan sembuh dan menjaga kebersihan genital.
2) Pemberian farmakologi dengan antibiotik: Tiamfenikol, 3,5gr per oral
(p.o) dosis tunggal, atau ofloksasin 400 mg (p.o) dosis tunggal, atau
kanamisin 2 gram Intra Muskular (I.M) dosis tunggal, atau
spektinomisin 2 gram I.M dosis tunggal.

Catatan: tiamfenikol, ofloksasin dan siprofloksasin meruopakan


kontraindikasi pada kehamilan dan tidak dianjurkan pada anak dan dewasa muda.

Dari data tersebut dapat menjadi penimbangan untuk melakukan penelitian


sensitivitas antibiotik siproflaksin sebagai salah satu pilihan obat alternatif yang
dapat digunakan untuk pengobatan penyakit gonore.

g. Urtikaria Akut

Urtikaria pertama kali digabarkan dalam literatur inggris pada 1772,


meskipun penyakit telah diakui sepanjang sejarah. Urtikaria ditandai dengan
timbulnya kemerahan pada kulit yang sering dihubungkan dengan prurtus.

Urtikaria akut adalah suatu reaksi vaskular dari kulit berwarna merah atau
keputihan akibat edema interseluler lokal yang terbatas pada kulit atau mukosa.
Urtikaria akut merupakan kondisi yang sering mendorong psien untuk mencari
pengobatan di gawat darurat.

Pasien dengan lesi urtikaria akut dapat muncul dilokasiyang berbeda dan
akan hilang tanpa bekas,sering dalam hitungan jam. Pada 50% pasien yang
mengalami utrikaria akut, biasanya penyebab tertentu dapat diidentifikasi. Suatu
episode urtikaria akut dapat dikaitkan dengan penyebab atau terdapat suatu
paparan (misalnya: kontak lansung, pemberian obat baik rute oral, atau intravena).
Jika dikondisikan utrikaria ini masih tetap selama lebih 24 jam, penting untuk
memperhitungkan adanya suatu kondisi yang lebih parah seperti kondisi vasikular
utrikarial atau pemphigoid.

h. Etiologi
Penyebab pasti masih belum jelas, tatapi 40-50% kasus urtikaria dapat
diketahui penyebabnya. Penyebab yang diidentifikasi sehingga infeksi saluran
pernafasan atas adalah 39,5% dari total kasus, analgesik 9%, dan intoleransi
makanan 0,9%. Urtikaria terkait dengan timbulnya gangguan autonimi atau
keganasan (misalnya: lupus erimateous sistemik, limfoma) dapat menjadi kondisi
urtikaria kronis.

i. Patofisiologi

Pelepasan histamin oleh senyawa lain oleh sel mast dan basofil
menyebabkn munculnya urtikaria. Dengan mediasi suatu imun yang meningkat
imunoglobulin F dan mengikat unuk FcERI IgE-kompleks reseptor untuk
mengaktifkan sel mast. Aktivasi sel mast dari reseptor FcERI menyebabkan suatu
degranulasi vesikel intraslurel yang mengandung histamin, C4 leukotriene,
D2prostaglandin dan mediator chemotatic lain yang menarik eosinofil dan
neutrofil kedalam dermis. Histamin ini akan memberikan manifestasi pelepasan
kemokin sehingga terjadi extravasasi cairan ke dermis (edema).

Mediasi imun urtikaria dapat disebabkan oleh 3 dari 4 jenis mekanisme


kekebalan tubuh, yaitu sebagai berikut.

1) Tipe I respon IgE. Yang diperantai oleh imun antigen-kompleks IgE


yang meningkat reseptor pada permukaan sel mast dan basofil. Jenis-
jenis antigen yang mengikat IgE bervariasi dan termasuk prtein,
polisakarida, serta molekul imunogenik lainnya.
2) Tipe II respons yang dimediasi sistotoksik sel T. Proses penakit
mengaktifkan produk samping yang menyebabkan vakulitis urtikaria
atau pemfigoid bulosa.
3) Tipe III respons kekebalan. Kompleks dikaitkan dengan lupus
eritematosus sistemik dan gangguan jaringan ikat lainnya yang
mengaktifkan urtikaria.
j. Epidemiologi

Infeksi gonore di Indonesia menempai urutan yang tertinggi dari semua


jenis penyakit menular seksual. Gonore adalah penyakit yang harus di laporkan
kedua paling sering di laporkan di Amerika Serikat. Penderita paling banyak
dijumpai pada remaja dan dewasa muda. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena
aktivitas seksual pada umur tersebut cukup tinggi

k. Etiologi

Bakteri gonore (Neisseria gonorrhoe) merupakan bakteri yang tidak dapat


bergerak, tidak memiliki sproa, jenis diplokkokus gram negatif dengan ukuran
0,8-1,6 mikro. Baktri gonokokkus tidak tahan terhadap kelembaban, yang
cenderung mempengaruhi transmisi seksual. Bakteri ini bersifat tahan terhadap
oksigen tetapi biasanya memerlukan 2-10% CO2 dalam pertumbuhannya d
atmosfer. Bakteri ini membutuhkan zat besi untuk tumbuh dan mendapatkannya
melalui transferin, laktoferin dan hemoglobin. Organisme ini tidak dapat hidup
pada keadaan daerah kering dan suhu rendah, tumhuh optimal pada suhu 35-37’c
dan Ph 7,2-7,6 untuk pertumbuhan yang optimal.

l. Manifestasi klinis

Pada pria, gejala awal biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari setelah
terinfeksi. Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra, yang beberapa
jam kemudian akan diikuti nyeri ketika berkemih dan keluarnya nanah dari penis.
Penderita sering berkemi dan merasakan desakan untuk berkemih, yang semakin
memburuk ketika penyakit ini menyebar ke uretra bagian atas. Lubang penis
tampak merah dan membengkak.

Pada wanita, gejala awal bisa timbul dalam waktu 7-21 hari setelah
terinfeksi. Penderita wanita seringkali tidak menunjukkan gejala selama beberapa
minggu atau bulan, dan diketahui menderita penyakit ini hanya setelah mitra
seksualnya tertular. Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Tetapi beberapa
penderita menunjukkan gejala yang berat, seperti desakan untuk berkemih, nyeri
ketika berkemih, keluarnya cairan dari vagina dan demam. Infeksi bisa menyerang
leher rahim, rahim, saluran telur, indung telur, uretra dan rektum; menyebabkan
nyeri pinggul yang dalam atau nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Nanah
yang keluar bisa berasal dari leher rahim, uretra atau kelenjar di sekitar lubang
vagina.

Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubungan seksual melalui


anus (lubang dubur) bisa menderita gonore pada rektumnya. Penderita merasakan
tidak nyaman di sekitar anusnya dan dari rektumnya keluar cairan. Daerah di
sekitar anus tampak merah dan kasar, tinjanya terbungkus oleh lendir dan nanah.

Pada pemeriksaan dengan anaskop akan tampak lendir dan cairan di dinding
rektum penderita. Melakukan hubungan seksual melalui mulut (oral sex) dengan
seorang penderita gonore bisa menyebabakn gonore pada tenggorokan (faringitis
gonokokal). Biasanya infeksi ini tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang
menyebabkan nyeri tenggorokan dan gangguan menelan. Jika cairan yang
terinfeksi mengenai mata maka bisa terjadi infeksi mata luar (konjungtivitis
gonore).

Bayi baru lahir bisa terinfeksi oleh gonore dari ibunya selama proses
persalinan, sehingga terjadi pembengkakan pada kedua kelopak matanya dan dari
matanya keluar nanah. Pada dewasa, bisa terjadi gejala yang sama, tetapi
seringkali hanya 1 mata yang terkena.Jika infeksi ini tidak diobati bisa terjadi
kebutaan.

Penderita pria biasanya mengeluhkan sakit pada waktu kencing. Dari


mulut saluran kencing keluar nanah kental berwarna kuning hijau. Setelah
beberapa hari keluarnya nanah hanya pada pagi hari, sedikit dan encer serta rasa
nyeri berkurang. Bila penyakit ini tidak diobati dapat timbul komplikasi berupa
peradangan pada alat kelamin. Pada wanita, penyakit ini tidak menunjukkan
gejala yang jelas atau bahkan tidak menimbulkan keluhan sama sekali, sehingga
wanita mudah menjadi sumber penularan GO. Kadang penderita mengeluh
keputihan dan nyeri waktu kencing.
m. Penatalaksanaan

Berdasarkan rekomendasi Centers for Disease Control (CDC) untuk


pengobatan gonore dengan pemberian sefritakson 250 mg dosis tunggal secara
intramuskuler dan sefiksim 400 mg dosis tunggal secara oral sebagai regimen
alternatif apabila terapi dengan seftriakson gagal. Sedangkan menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 penatalaksanaan gonore
adalah sebagai berikut :

1) Memberitahu pasien untuk tidak melakukan kontak seksual sehingga


dinyatakan sembuh dan menjaga kebersihan genital.
2) Pemberian farmakologi dengan antibiotik: Tiamfenikol, 3,5gr per oral
(p.o) dosis tunggal, atau ofloksasin 400 mg (p.o) dosis tunggal, atau
kanamisin 2 gram Intra Muskular (I.M) dosis tunggal, atau
spektinomisin 2 gram I.M dosis tunggal.

Catatan : tiamfenikol, ofloksasin dan siprofloksasin meruopakan


kontraindikasi pada kehamilan dan tidak dianjurkan pada anak dan dewasa muda.

Dari data tersebut dapat menjadi penimbangan untuk melakukan penelitian


sensitivitas antibiotik siproflaksin sebagai salah satu pilihan obat alternatif yang
dapat digunakan untuk pengobatan penyakit gonore.

9. Impetigo

Impetigo adalah suatu pioderma yang menyerang lapisan superfisialis


epidermis yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes,
atau keduanya. Penyakit ini sangat menular dan sering dijumpai pada anak-anak
pra sekolah. Insidensi impetigo pada anak berusia kurang dari 6 tahun lebih tinggi
daripada orang dewasa namun sebenarnya impetigo dapat terjadi pada semua usia.

a. Etiologi

Impetigo disebabkan oleh bakteri gram positif, paling sering


Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes (grup A beta – hemolitik
streptokokus [GBAHS]), baik sendiri atau dalam kombinasi dan dapat disebabkan
juga oleh methicillin – resistant Staphylococcus aureus.

Stretokokus grup A terdapat di kulit normal anak sekitar 10 hari sebelum


terjadinya lesi, tidak didapati di hidung dan ditenggorokan penderita sebelum 14 –
0 hari, setelah bakteri tersebut berada di kulit. Streptokokus dapat ditemukan di
saluran pernapasan pada 30% penderita impetigo. Dapat disimpulkan bahwa
penyebaran pada penderita dimulai dari kulit normal ke lesi dan juga ke saluran
pernapasan. Untuk streptokokus aureus adalah sebaiknya, mulai dari hidung ke
kulit normal dan ke lesi kulit.

b. Patofisiologi

Kulit utuh biasanya tahan terhadap kolonisasi atau infeksi streptokokus


aureus atau GABBHS. Bakteri ini dapat dikenali dari linkungan dan hanya
menyerang permukaan kulit. Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa
inokulasi beberapa strain GABHS ke permukaan kulit tidak menghasilkan
penyakit kulit kecuali gangguan kulit telah terjadi.

Perlekatan asam teikoik untuk GABHS dan streptokous aureus


memerlukan komponen reseptor sel epitel dan fibonektin untuk kolonisasi.
Reseptor fibronektin tidak terdapat pada kulit utuh, namun kerusakan kulit dapat
menyebabkan adanya resepto fibronektin di permukaan kulit, sehingga kolonisasi
atau invasi dapat terjadi. Faktor-faktor yang dapat memodifikasi flora kulit biasa
dan memfasilitasi kolonisasi sementara oleh GABHS dan streptokokus aureus
adalah suhu tinggi atau kelembaban, memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya,
usia muda atau pemakaian antibiotik.

c. Manifestasi klinis

Gamabaran karakteristik dari lesi pada impetigo berbeda menurut jenisnya,


pada impetigo kontagiosa lesi berawal dari vesikel berdinding tipis yang terletak
di dasar eritematosa yang mudah ruptur dan akan membentuk sebuah ulcer di
bagian superfisial yang ditutupi oleh [urulent discharge yang kering dan
membentuk krusta bewarna kuning kecoklatan. Lesi tersebut biasanya terletak di
daerah kulit yang sering terekspos seperti wajah dan ekstremitas yang berukuran 1
-2 cm. Lesi dapat muncul di seluruh bagian tubuh, dimana lesi ini sering muncul
pada bagian sperti nostril, mulut, telinga, perineum, diaper area dan ekstremitas

d. Penatalaksanaan

Pengobatan impetigo membutuhkan terapi antibiotik untuk mengatasi dari


kerusakan kulit yang ditimbulkan dan mengatasi pertumbuhan dari
bakteripenyebab. Antibiotik yang diperllukan dapat berpa antibiotik topikal atau
kombinasi dari antibiotik topikal dan sistemik

1) Pengobatan topikal
a) Muporicin (bactroban) 2% dalam bentuk ointment diberikan pada
kulit yan terinfeksi 3 kali sehari diberikan selama 7 – 14 hari
b) Retapamulin (Altabax) 2% dalam bentuk ointmen diberikan pada
kulit yang terinfeksi 2 kali sehari selama 5 hari
c) Fusidic acid 2% dalam bentuk krim dioleskan pada kulit yang
terinfeksi 3 kali sehari diberikan selama 7 – 12 hari.
2) Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik atau oral antibiotik dapat diberikan pada
penderita impetigo dengan gambaran bula yang besar atau ketika obat
topikal tidak memberikan efek atau tidak berhasil.
a) Oxacycline dengan dosis 200 – 500 mg diberikan 4 kalil sehari
selama 5 – 7 hari.
b) Azithromycin dengan dosis awal 500 mg pada hari pertama
pemberian dan 250 mg untuk 4 hari selanjutnya
c) Amoxicillin dengan dosis untuk anak <3 bulan diberikan 300 mg/
kg per hari, .3 bulan 25 – 45 mg/ kg.
d) Cephalexin dengan dosis untuk anak-anak 25 – 50 mg/ kg per hari
dengan dosis terbagi dalam 6 – 12 jam
e) Clindamycin dengan dosis untuk anak-anak 10 – 25 mg/ kg per
hari dengan dosis terbagi dalam 8 – 12 ja
f) Dicloxacilin dengan dosis uuntuk anak-anak 12,5 – 25 mg/ kg per
hari dengan dosis terbagi dalam 12 jam, hanya untuk anak-anak
>8 tahun
g) Trimethopin dengan dosis untuk anak-anak 8 – 10 mg dengan
dosis terbagi dalam 12 jam.
3) Membersihkan dan menghilangkan krusta dengan menggunakan air
yang hangat dan sabun, 2 – 3 kali sehari.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Integument merupakan organ terbesar dalam tubuh, luasnya sekitar 2m 2.


Ketebalan pada setiap bagian tubuh berbeda-beda (0,5-5 mm) dan rata-rata
ketebalannya 1-2 mm. Sistem integument terdiri dari: kulit dan pelengkap :
rambut, kuku, kelenjar minyak dan kelenjar susu.
Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas dengan total berat tubuh
sebanyak ±7%, yang memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya
kehilangan cairan yang berlebihan dan mencegah masuknya agen-agen yang ada
dilingkungan seperti bakteri, kimia dan radiasi ultraviolet. Kulit tersusun atas 3
lapisan utama yaitu: Lapisan Epidermis, Dermis, Lapisan subkutis/ hypodermis.
Proses penyembuhan luka meliputi fase : inflamasi, proliferatif, dan
maturasi. Pengkajian pada sistem integument 1. Riwayat Kesehatan 2.
Pemeriksaan Fisik 3. Procedure diagnostic.
Beberapa gangguan pada sistem integument: Luka Bakar, Dermatitis
Seboroik, Sindrom Steven Johnson, Herpes Zoster, Varisela, Scabies, Urtikaria
Akut, Akne Vulgaris, Melanoma, Gonorhoe.
DAFTAR FUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai