SISTEM INTEGUMEN
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah
Disusun oleh :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam proses pembelajaran.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan,
melindungi, dan menginformasika hewan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem
ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit,
rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir).
Kata ini berasal dari bahasa Latin "integumentum", yang berarti "penutup".
Secara ilmiah kulit adalah lapisan terluar yang terdapat diluar jaringan
yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh,
kulit merupakan organ yang paling luas permukaan yang membungkus seluruh
bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan
kimia.
Cahaya matahari mengandung sinar ultra violet dan melindungi terhadap
mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh. misanya menjadi pucat,
kekuning-kunigan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat.
Ganguan psikis juga dapat mengakibatkan kelainan atau perubahan pada
kulit misanya karna stres, ketakutan, dan keadaan marah akan mengakibatkan
perubahan pada kulit wajah.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan acuan yang akan menjadi bahasan. Adapun
beberapa rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana anatomi fisiologi dari sistem integumen ?
2. Bagaimana proses penyembuhan luka ?
3. Bagaimana pengkajian sistem integumen ?
4. Bagaimana modalitas penatalaksanaan gangguan sistem integumen ?
5. Apa saja gangguan dari sistem integumen ?
C. Tujuan
Berdasarkan kepada identifikasi rumusan masalah, makalah ini bertujuan
untuk memberikan pembelajaran pada masyarakat. Adapun beberapa tujuan dalam
makalah ini sebagai berikut :
1
2
3
4
diproduksi dalam jumlah yang besar pada individu yang memiliki kulit
gelap. Karoten, pigmen yang berwarna oranye-kuning, paling banyak
ditemukan diarea tubuh tempat stratum korneum yang paling tebal,
seperti telapak tangan. Epidermis pada orang berkulit putih sangat sedikit
melanin dan hamper transfaran, sehingga warna haemoglobin yang
ditemukan dalam sel darah merah (SDM) yasng beredar melalui dermis
dapat terlihat dan menyebabkan kulit berwarna merah.
f. Rambut
Rambut didistribusikan diseluruh tubuh kecuali pada bibir, putting,
bagian genital eksternal, telapak tangan, dan telapak kaki. Rambut
diproduksi oleh bulbus rambut dan akarnya tertutup folikel rambut.
Memiliki berbagai fungsi seperti alis mata dan bulu mata untuk
melindungi mata, rambut dalam hidung membantu mencegah masuknya
benda asing ke saluran napas atas, dan rambut pada kepala untuk
melindungi kepala dari panas dan sinar matahari.
g. Kuku
Kuku adalah struktur epidermal seperti sisik yang dimodifikasi.
Badan kuku terletak di atas dasar kuku. Ujung proksimal kulit yang
terlihat memiliki bentuk seperti sabit berwarna putih, yang disebut lunula.
Sisi kuku bertumpang tindih dengan kulit, yang disebut lipatan kuku.
Lipatan kuku proksimal lebih tebal dan disebut openikium atau kutikula.
Kuku membentuk selimut pelindung pada dorsum setiap jari baik jari
tangan maupun jari kaki. (LeMone. 2015)
Respon inflamasi memiliki dua tahap: (a) respons vascular yang ditandai
dengan vassodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan (b)
respons selular, fagositosis mengatur tahap pemulihan (perbaikan jaringan).
a. Respons Vaskular
Sesaat setelah tubuh mengalami cedera, pembuluh darah lokal
dengan cepat mengalami konstriksi. Namun, setelah keluar mediator-
mediator kimia pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi, contoh
mediator-mediator kimianya adalah histamin, bradykinin, prostaglandin
yang dikeluarkan oleh jaringan yang rusak. Karena pembuluh darah di
area jaringan yang rusak mengalami vasodilatasi otomatis darah akan
berkumpul dan menghsilkan kemerahan dari warna darah itu sendiri dan
panas berasal dari suhu darah. Bersamaan dengan keluarnya mediator
kimia yang memberikan efek peningkatan permeabilitas pembuluh darah
mengeluarkan cairan dari kapiler dan masuk ke jaringan interstisial.
Cairan yang keluar disebut eksudat, terdiri dari sejumlah besar protein.
Eksudat akan mengikat cairan dan dan menyebabkan edema local, juga
membawa nutrien tertentu yang dibutuhkan untuk pemulihan dan
mentransportasikan sel yang dibutuhka untuk fagositosis.
b. Respon selular
Tahapan inti ditandai dengan marginasi dan migrasi leukosit ke
dalam jaringan yang rusak, kemotaksis, dan fagositosis. Cairan serosa
keluar dari kapiler, dan meningkatkan viskositas sehingga aliran darah
akan sedikit lambat diarea tersebut. Dengan sendirinya karena telah
menyadari ada jaringan yang rusak, maka leukosit akan menempel pada
endotel kapiler dikenal dengan pavementing (adesi leukosit). Selanjutnya
leukosit bermigrasi msuk ke dalam rongga jaringan menuju area yang
rusak.
Ketika bermigrasi, akan terjadi kemotaktik atau memanggil
pasukannya seperti neutrofil, monosit, dan makrofag. Monosit menjadi
makrofag sementara untuk memperbanyak aktivitas campuran makrofag
dan sel dendrit; monosit tersebut Bersama-sama menelan sel yang mati,
7
jaringan yang rusak, neutrofil yang tidak berfungsi, dan bakteri yang
menyerang.
c. Fagositosis
Fagositosis merupakan proses ketika agens asing atau sel target
ditelan, dirusak, dan diserap. Neurtofil, makrofag dan sel dendrit, yang
dikenal dengan fagosit, merupakan sel primer yang terlibat dalam
fagositosis. Ketika ditarik ke bagian inflamasi, fagosit memilih dan
menelan bahan asing.
Fagosit (terutama neutrofil dan makrofag) mengandung agens
bakterisida yang membunuh sebagian besar bakteri yang mereka cerna
sebelum bakteri-bakteri tersebut merusak fagosit itu sendiri. Fagosit
membunuh bakteri dengan segala cara, salah satu nya adalah dengan
mengubah pH intraselulardan menghasilkann agens bakterisida. Agens
oksidasi, seperti superoksida, hydrogen peroksida, dan ion hidroksil,
merupakan bakterisida. Dua zat lisosom yang membunuh bateri
merupakan lisozim dan fagositin.
Namun, kadang juga ada antigen seperti bakteri tuberkel, menutupi
atau menyekresikan zat yang resisten terhadap lisosom dan agens
bakterisida. Untuk merusak beberapa antigen, lisosom mengeluarkan
enzim pencernaan. Lisosom neutrfil dan makrofag berisi enzim proteolitik
yang berlimpah dan bersifat merusak protein bakteri juga menyerap
komponen dari bakteri tersebut.
Ketika neutrofil menyerap zat toksik ke kapasitas mereka, secara
berurutan neutrofil ditelan oleh makrofag. Neutrofil memiliki kemampuan
memfagositosis 5 hingga 20 bakteri sebelum mereka inaktif. Sedangkan
monosit atau makrofag mampu memfagositosis hingga 100 bakteri
dikarenakan ukurannya yang lebih besar dari neutrofil. (LeMone, 2015)
2. Fase proliferasi
Tujuan dari fase ini adalah untuk membentuk keseimbangan antara
pembentukan jaringan parut dan regenerasi jaringan. Menurut Primadina
(2019). Berlangsung mulai hari ke-3 hingga 14 pasca trauma, ditandai dengan
pergantian matriks provisional yang didominasi oleh platelet dan makrofag
8
secara bertahap digantikan oleh migrasi sel fibroblast dan deposisi sintesis
matriks ekstraselular. Pada level makroskopis ditandai dengan adanya jaringan
granulasi yang kaya akan jaringan pembuluh darah baru, fibroblas, dan
makrofag, granulosit, sel endotel dan kolagen yang membentuk matriks
ekstraseluler dan neovaskular yang mengisi celah luka dan memberikan
scaffold adhesi, migrasi, pertumbuhan dan diferesiasi sel.
Terdapat tiga proses utama dalam fase proliferasi, antara lain:
a. Angiogenesis merupakan pertumbuhan pembuluh darah baru yang
terjadi secara alami di dalam tubuh, baik dalam kondisi sehat maupun
patologi (sakit). Fungsinya untuk menggantikan pembuluh darah
yang rusak dan yang paling penting adalah mempertahankan
kelangsungan fungsi berbagai jaringan dan organ yang terkena
dampak juga tahapan penting dalam proses penyembuhan. Pembuluh
darah kapiler terdiri atas sel-sel endotel dan perisit. Kedua jenis sel
ini memuat seluruh informasi genetik untuk membentuk pembuluh
darah dan cabang-cabangnya serta seluruh jaring-jaring kapiler.
Selama angiogenesis, sel endotel memproduksi dan mengeluarkan
sitokin. Beberapa faktor pertumbuhan terlibat dalam angiogenesis
antara lain Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF),
angiopoetin, Fibroblast Growth Factor (FGF) dan TGF-β. Setelah
pembentukan jaringan cukup adekuat, migrasi dan proliferasi sel-sel
endotelial menurun, dan sel yang berlebih akan mati dalam dengan
proses apoptosis.
b. Fibroblas, fibroblast memproduksi matriks ekstraselular yang akan
mengisi kavitas luka dan menyediakan landasan untuk migrasi
keratinosit. Matriks ekstraselular inilah yang menjadi komponen yang
paling nampak pada skar di kulit. Makrofag memproduksi growth
factor seperti PDGF, FGF dan TGF- yang menginduksi fibroblas
untuk berproliferasi, migrasi, dan membentuk matriks ekstraselular.
Dengan berjalannya waktu, matriks ekstraselular ini akan digantikan
oleh kolagen tipe III yang juga diproduksi oleh fibroblas. Kolagen ini
tersusun atas 33% glisin, 25% hidroksiprolin, dan selebihnya berupa
9
yang normal dapat menjadi salah satu factor untuk menilai status hidrasi
seorang pasien.
d. Mengkaji Kuku dan Rambut
1) Kuku
Infeksi singkat pada kuku mencakup obsevasi untuk melihat
konfigurasi, warna dan konsistensi. Banyak perubahan pada kuku atau
dasar kuku (nailbed) yang mencerminkan kelainan lokasi atau
sistemik yang sedang berlangsung atau yang terjadi akibat peristiwa di
masa lalu. Alur transversal yang dinamakan garis-garis Beau pada
kuku dapat mencerminkan retardasi pertumbuhan matriks kuku yang
terjadi sekunder akibat sakit yang berat atau yang lebih sering lagi
akibat trauma local. Penonjolan, hipertrofi dan berbagai perubahan
lainnya dapat pula terjadi pada trauma local. Paronikia, suatu
inflamasi kulit di sekitar kuku, biasanya akan disertai gejala nyeri
tekan dan eritema. Sudut antara kuku yang normal dan pangkalnya
(basis unguium) adalah 160 derajat. Ketika dipalpasi, pangkal kuku
biasanya teraba keras. Clubbing (jadi tabuh) terlihat sebagai
pelurusan sudut yang normal (menjadi 180o atau lebih) dan pelunikan
pada pangkal kuku. Pelunakan ini akan terasa spons ketika dipalpasi.
2) Rambut
Pengkajian dilakukan dengan cara inspeksi & palpasi. Serung
tangan harus dikenakan dan ruang pemeriksaan harus memiliki
penerangan yang baik. Sibak rambut pasien agar kondisi kulit yang
ada dibaliknya dapat dilihat dengan mudah; kemudian perawat harus
mencatat warna, tekstur serta distribusinya. Setiap lesi yang abnormal,
gejala gatal-gatal, inflamasi atau tanda-tanda infestasi parasite (tuma
atau kutu) harus dicatat.
e. Pengkajian Terhadap Masalah Psikososial
Beberapa kelainan kulit dapat membuat pasiennya menderita sakit
yang berkepanjangan sehingga timbul perasaan depresi, frustasi, kesedaran
diri dan penolakan. Gatal-gatal serta iritasi kulit juga dapat terus
menggangu dan sering dijumpai pada sebagai besar penyakit kulit.
14
Konsekuensi dar gangguan rasa nyaman ini dapat berupa gangguan tidur,
ansietas dan depresi yang keseluruhannya akan meningkatkan distress
serta keletihan yang menyertai kelainan kulit. Di samping itu, penyakit
kulit kerapkali menimbulkan keprihatinan yang berhubungan dengan citra-
diri dan hubungan interpersonal.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Biopsi kulit
Bertujuan untuk mendapatkan jaringan bagi pemeriksaan
mikroskopis dilakukan lewat eksisi dengan skalpel atau penusukan dengan
alat khusus (skin punch) yang akan mengambil sedikit bagian tengah
jaringan. Biopsi dilakukan terhadap nodul kulit yang asalnya tidak jelas
untuk menyingkirkan kemungkinan malignitas dan terhadap plak dengan
bentuk serta warna yang tidak lazim; biopsi kulit juga dilakukan untuk
memastikan diagnosis yang tepat pada pembentukan lepuh dan kelainan
kulit lainnya.
b. Imunofluoresensi (IF)
Untuk mengidentifikasi lokasi suatu reaksi imun, pemeriksaan IF
mengkombinasikan antigen atau antibodi dengan zat warna fluorokrom.
Tes IF pada kulit merupakan teknik pemeriksaan untuk mendeteksi
autoantibodi terhadap bagian-bagian kulit.
c. Patch Test
Dilakukan untuk mengenali substansi yang menimbulkan alergi
pada pasien, meliputi aplikasi alergen yang dicurigai pada kulit normal di
bawah plester khusus. Jika terjadi dermatitis, gejala kemerahan, tonjolan
halus atau gatal-gatal dianggap sebagai reaksi positif lemah. Blister yang
halus, papula dan gatal-gatal yang hebat menunjukkan reaksi positif
sedang, sementara blister (bullae), nyeri serta ulserasi menunjukkan reaksi
positif kuat.
d. Pengerokkan kulit
Sempel jaringan ikerok dari lokasi lesi jamur yang dicurigai.
Pengerokkan ini dilakukan dengan mata pisau skalpel yang sudah dibasahi
dengan minyak sehingga jaringan kulit yang dikerok melekat pada mata
15
D. Modalitas Penatalaksanaan
1. Balutan untuk Gangguan Kulit
a. Balutan Basah
Balutan basah (kompres basah pada kulit) biasanya dilakukan
untuk lesi inflamasi yang akut dan mengeluarkan secret. Kompres
tersebut bisa steril atau nonsteril (bersih) menurut keadaannya. Kompres
basah dilakukan untuk kelainan kulit yang bersifat vasikuler, bulosa,
pustule, dan ulseratif disamping untuk berbagai kelainan inflamasi.
Manfaat dari kompres basah:
1) Mengurangi inflamasi dengan menimbulkan konstriksi pembuluh
darah (sehingga mengurangi vasodiltasi dan aliran darah setempat
pada daerah inflamasi).
2) Membersihkan kulit dari eksudat, krusta dan skuama
3) Mempertahankan drainase pada daerah yang terinfeksi
16
2. Farmakoterapi
a. Obat – obat Topikal
1) Losion Memiliki dua tipe; Supresi yang terdiri atas serbuk dalam air
yang perlu dikocok sebelum digunakan, dan Larutan jernih yang
mengandung unsur-unsur aktif yang bisa dilarutkan sepenuhnya.
Losion biasanya dioleskan langsung pada kulit tetapi kasa yang
dicelupkan ke delam losion dapat ditempelkan pada daerah yang sakit.
Supresi seperti kalamin akan memberi efek pendinginan yang cepat
dan pengeringan ketika preparat tersebut mengevaporasi sehingga
terbentuk lapisan tipis bedak pada kulit yang sakit. Losion harus
dioleskan setiap 3-4 jam sekali untuk mendapatkan efek terapeutik
yang dipertahankan. Jika dibiarkan di tempatnya untuk waktu yang
lama, losion dapat mengerak dan membentuk endapan pada kulit.
Linimen, losion yang ditambahi minyak, akan mencegah pengerakan
dan dapat digunakan untuk tujuan ini.
2) Bedak Biasanya memiliki bahan dasar talk, zink oksida, bentonit atau
pati jagung dan ditaburkan pada kulit dengan alat pengocok atau spons
katun. Bedak merupakan preparat higkroskopis yang menyerap serta
menahan kelembaban kulit dan mengurangi gesekan antara permukaan
kulit dan seprei.
3) Krim Dapat berupa suspense minyak dalam air atau emulsi air dalam
minyak dengan unsur-unsur untuk mencegah pertumbuhan bakteri
serta jamur. Preparat ini dipakai untuk memberikan efek pelembab
dan emolien.
4) Jel Merupakan emulsi semisolid yang menjadi cair ketika dioleskan
pada kulit. Sebagian besar preparat topical steroid diresepkan dalam
bentuk jel karena jel tampaknya lebih efektif untuk menembus kulit
ketimbang preparat kulit yang lain.
5) Pasta Merupakan campuran bedak dengan salep dan digunakan pada
keadaan inflamasi.
6) Salep Bersifat menahan kehilangan air dan melumas serta melindungi
kulit.
18
pengeringan (gosong) akan terlihat. Luka bakar tingkat tiga terjadi pada
semua lapisan dan bisa melibatkan jaringan di bawahnya. Terkadang tanpa
disertai rasa sakit karena kerusakan saraf pada area ini. Area akan terlihat
gelap (termed eschar) dan/atau memerah. Banyak obat bisa membuat kulit
sensitif pada matahari, menghasilkan efek kulit menimbulkan efek ini
meliputi: amiodorone, carbamazepine, forusemide, naproxen, kontrasepsi
oral, piroxicam, quinidine, quinolones, sulfonamides, sulfonulureas,
tetrasiklin, dan thiazides, dan masih banyak lagi.
b. Prognosis
Prognosis tergantung pada keparahan luka bakar ditambah jumlah
area yang terlibat. Ketika sebagian besar wajah, dada, tangan, kaki,
genitalia, atau sendi mengalami luka bakar tingkat dua atau tiga,
perhatian medis perlu. Luka bakar di unit luka bakar semua luka bakar
akibat listrik dan luka bakar meliputi telinga, mata , wajah , tangan , kaki
, dan perincum memerlukan perawatan rumah sakit, seperti halnya luka
bakar akibat bahan kimia dan luka bakar pada bayi atau orang tua
1) Periksa area manapun yang terekpos kawat listrik, jika anda berada
disana saat kejadian.
2) Gunakan air dingin untuk menurunkan temperatur area untuk luka
bakar tingkat 1 atau sejumlah kecil luka bakar tingkat 2 dan untuk
menghentikan rasa panas.
3) Untuk luka bakar akibat bahan kimia, pastikan bahwa semua bahan
kimia telah dibilas.
4) Untuk luka bakar akibat listrik, cari pintu masuk dan jalan keluar
luka.
5) Tutup area dengan kain kasa tipis.
6) Jika kulit rusak (luka bakar tingkat dua), gunakan salep antibiotic
seperti silvadene untuk mencegah infeksi bakteri sekunder sebelum
menempelkan kain kasa tipis.
7) Berikan medikasi sakit (ibuprofen, acetaminophen) jika
dibutuhkan.
20
2. Dermatitis Seborik
a. Pengertian Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik merupakan kelainan inflamasi kronik kulit
yang mengalami remisi dan eksasebasi dengan cara seboroik sebagai
tempat predileksi. Kata “Dermatitis” berarti adanaya inflamasi pada kulit.
Eksema merupakan bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli
menggunakan kata ekzema untuk menjelaskan inflamasi yang di cetuskan
dari dalam kulit. Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema
merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi
superfisial dari kulit, di tandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah
dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada
kulit kepala, muka, serta telinga. Daerah lain yang jarang terkena adalah
daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah di dapatkan data bahwa
sekurang kurangnya 50% pasien HIV terkena dermatitis seboroik.
Ketombe berhubungan dengan dermatitis seboroik, tetapi tidak separah
dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik sama
dengan ketombe.
b. Etiologi Dermatitis Seboroik
Etiologi dari penyakit ini masih belum diketahui pasti. Factor
predisposisinya adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik di dapat
secara genetic, keadaan psikologi (stress), prubahan hormone, personal
hygiene, dan keringat yang berlebihan. Dermatitis ini lebih sering
menyerang daerah-daerah yang mengandung glandula sebasea. Salah satu
factor predisposisi adalah pertumbuhan jamur pityrosporum ovale pada
kulit kepala ditemukan pada daerah seboroik pada tubuh yang kaya akan
lipid sebasea, mengakibatkan reaksi imun tubuh terhadap sel jamur di
permukaan kulit sehingga terjadi inflamasi, akibat produk metabolitnya
yang masuk kedalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri
melalui aktivasi sel limfosit T dan pulau langerhans.( Sylvia A. price dan
Lorraine M, Wilson 2005: 334)
23
c. Manifestasi Klinis
1) Lesi berupa eritema, skuama berminyak agak kekuningan, berbatas
agak kurang tegas.
2) Bentuk yang ringan adalah pitiriasis sika (ketombe, dandruff) yang
hanya mengenai kulit kepala berupa skuama halus dan kasar.
3) Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides, dapat disertai
eritema dan krusta tebal.
4) Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok,
mulai dibagian verteks dan frontal, disebut alopesia seboroik.
5) Pada bentuk yang berat terdapat bercak-bercak berskuama dan
berminyak, disertai eksudasi dan krusta tebal.
6) Sering meluas ke dahi, glabella, telinga posaurikular, dan leher.
7) Pada daerah dahi batasnya sering cembung.
8) Pada bentuk yang lebih berat, seluruh kepala tertutup krusta kotor dan
berbau tidak sedap.
9) Pada bayi, skuama yang kekuningan dan kumpulan debris epitel yang
lekat pada kulit disebut cradle cap.
10) Pada daerah supraorbital skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit
dibawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak skuama
kekuningan. Dapat pula terjadi blefaritis, yakni pinggiran kelopak
mata merah disertai skuama halus.
11) Tempat predileksi adalah kepala, dahi, glabella, telinga posaurikular,
liang telinga luar,leher, lipatan nasolabial, daerah sternal, areola
mammae, lipatan dibawah mammae pada wanita, interskapular,
umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital.
12) Pada daerah pipi, hidung, dan dahi kelainan dapat berupa papul.
13) Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika
meluas dapat menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.
d. Patofisiologi
Seborik merupakan keadaan terjadinya produksi sebum yang
berlebihan pada daerah-daerah dimana kelenjar tersebut berada dalam
jumlah besar (wajah, kulit kepala, alis mata, kelopak mata, kedua sisi
24
hidung serta bibir atas, daerah malar (pipi), telinga, aksila, dibawah
payudara, lipat paha dan lipatan gluteus didaerah pantat). Dengan adanya
kondisii anatomis dimana secara predileksididaerah tersebut banyak
dipasok kelenjar sebasea atau yang terletak diantara lipatan kulit tempat
bakteri dalam jumlah yang besar sehingga memungkinkan adanya respon
inflamasi yang lebih tinggi.
e. Penatalaksaan
Penatalaksanaan yang dapat di lakukan sebagai berikut:
1) Penatalaksanaan farmakologis
a) Sistemik dapat diberikan antihistamin ataupun sedatif. Pada
keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid sistemik
(prednisolon 20-30mg sehari).
b) Topikal : pada pitiriasis sika dan oleosa, 2-3 kali/ minggu kulit
kepala dikeramasi selama 5-15 menit, dengan selenium sulfida
dalam bentuk sampo atau losio, krim. Jika terdapat skuama dan
krusta yang tebal, dilepaskan. Obat lain yang dapat dipakai :
Ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim
pragmatar
Resorsin 1-3%
Sulfur presipitarum 4-15%, dapat digabung dengan asam
salisil 3-6%
Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison. Pada kasus
dengan inflamasi berat dapat dipakai kortikosteroid yang
lebih kuat, misalnya betametason-valerat, asalkan jangasn
terlalu lama karena efek sampingnya.
2) Pelaksanaan Non-Farmakologis
a) Bila dermatitis seboroik berat, pencucian kulit kepala setiap hari
akan mempercepat penyembuhan dan di biarkan selama 5
hingga 10 menit. Lesi kulit kepala sebaiknya dikendalikan
dengan shampo anti seboroik (selenium sulfid, sulfur, asam
salisilat, seng pirition, tar).
25
f. Pencegahan Skabiesis
Pencegahan penyakit dibagi menjadi pencegahan primer, sekunder,
dan pencegahan tersier. Pencegahan primer merupakan pencegahan
penyakit yang dilakukan sebelum masa patogenesis, meliputi promosi
kesehatan dan perlindungan khusus. Pencegahan sekunder dan tersier
dilakukan selama masa patogenesis, saat kuman sudah masuk ke dalam
tubuh manusia. Pencegahan sekunder merupakan tahap awal
penyembuhan penyakit dan pencegahan dampak berikutnya, meliputi early
diagnosis and prompt treatment dan disability limitation, yakni
pencegahan komplikasi atau disabilitas akibat skabies dan pengobatan
dini menurut standar. Pencegahan tersier berupa rehabilitasi dan mencegah
berulangnya atau timbulnya komplikasi lain akibat penyakit utama.
BAB III
KESIMPULAN
Sistem integumen adalah suatu sistem organ yang membedakan,
memisahkan, melindungi, dan menginformasikan hewan terhadap lingkungan
sekitarnya. Komponen dari Sistem ini merupakan bagian sistem organ yang
terbesar,yakni Mencakup : kulit, merupakan lapisan terluar pada tubuh manusia.
Terdiri dari dua bagia yaitu kulit tipis dan kulit tebal. Rambut merupakan organ
seperti benang yang tumbuh di kulit hewan, terutama mamalia. Bulu merupakan
struktur keratin yang karakteristiknya terdapat pada bangsa aves, dan di anggap
sebagai modifikasi dari sisik.
Sisik, secara umumnya berarti semacam lapisan kulit yang keras dan
berhelai-helai, seperti pada ikan, ular atau kaki ayam kuku, adalah bagian tubuh
binatang yang terdapat atau tumbuh di ujung jari. Kuku tumbuh dari sel mirip gel
lembut yang mati, mengeras, dan kemudian terbentuk saat mulai tumbuh dari
ujung jari. kelenjar keringat. Kelenjar keringat berupa saluran melingkar dan
bermuara pada kulit ari dan berbentuk pori-pori halus.
35
DAFTAR PUSTAKA
Kumalasari dan Arif Muttaqin. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Intergumen. Jakarta: Selemba Medika
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2013.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014.
LeMone, Priscilla. dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah vol. 2 ed.
5. Jakarta: EGC
LeMone, Priscilla. dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Vol. 2 Ed.
5. Jakarta: EGC
Primadina, Nova. dkk 2019. Proses Penyembuhan Luka Ditinjau Dari Aspek
Mekanisme Seluler Dan Molekuler. Qanun Medika. Vol. 3 No. 1
Suddarth & Brunner. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC