Anda di halaman 1dari 16

TUGAS BIOFARMASETIKA

MAKALAH STUDI BIOFARMASETIKA


“SEDIAAN PERKUTAN”

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Dosen : Drs.Apt.Agus Purwanggana., Msi.

Disusun Oleh :

Kelompok :3
Kelas : BIOFARMASETIKA A
Anggota Kelompok :
1. Eka Nuraini ( 2017210071 )
2. Elvira Andini ( 2017210072 )
3. Enggra Larossa ( 2017210075 )
4. Fayyadh Hukama ( 2017210082 )
5. Felicia Faustina ( 2017210084 )
6. Hana Safira Rizki ( 2017210096 )
7. Ika Permata Sari ( 2017210100 )
8. Jacelyn Annabell ( 2017210115 )
9. Jason Mathew Doorink ( 2017210117 )
10. Jihan Safitri Syukur Lating ( 2017210118 )
11. Kalista Putri Fenantrolina ( 2017210121 )

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2020
I. PENDAHULUAN

Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh,
membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia rata-

rata 2 m2, dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak,
atau beratnya sekitar 16% dari berat badan seseorang. Daerah yang paling tebal (66 mm)
pada telapak tangan dan telapak kaki, dan paling tipis (0,5 mm) pada daerah penis.

Keberadaan kulit memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya


kehilangan cairan yang berlebihan, dan mencegah masuknya agen-agen yang ada di
lingkungan seperti bakteri, kimia dan radiasi ultraviolet. Kulit juga akan menahan bila
terjadi kekuatan-kekuatan mekanik seperti gesekan (friction), getaran (vibration) dan
mendeteksi perubahan-perubahan fisik di lingkungan luar, sehingga memungkinkan
seseorang untuk menghindari stimuli-stimuli yang tidak nyaman. Kulit membangun sebuah
barier yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut
berpartisipasi dalam berbagai fungsi tubuh vital.Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu
epidermis, dermis, dan sub kutan/hipodermis (Anderson, 1999; Syaifuddin, 2012; Pearce,
2007; Junqeira & Jose 1980; Sherwood, 2001).

Sistem integumen terdiri dari organ terbesar dalam tubuh yaitu kulit, yang
melindungi struktur internal tubuh dari kerusakan, mencegah dehidrasi, penyimpanan
lemak dan menghasilkan vitamin dan hormon.Hal ini juga membantu untuk
mempertahankan homeostasis dalam tubuh dengan membantu dalam pengaturan suhu
tubuh dan keseimbangan air.

Kulit adalah organ sensorik dan memiliki reseptor untuk mendeteksi panas dan
dingin, sentuhan, tekanan dan nyeri.Komponen kulit meliputirambut, kuku, kelenjar
keringat, kelenjar minyak, pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan
otot.Mengenai anatomi sistem yang menutupi, kulit terdiri dari lapisan jaringan epitel
(epidermis) yang didukung oleh lapisan jaringan ikat (dermis) dan lapisan subkutan yang
mendasari (hypodermis atau subcutis) (Anderson, 1999; Syaifuddin, 2012; Pearce, 2007;
Junqeira & Jose 1980; Sherwood, 2001).

Perkutan merupakan gabungan fenomena suatu senyawa dari lingkungan luar


kebagian kulit sebelah dalam dan fenomena penyerapan dari struktur kulit kedalam
peredaran darah atau getah bening. Istilah perkutan menunjukan nahwa proses penembusan
terjadi pada lapisan epidermis dan penyerapan dapat terjadi lapisan epidermis yang
berbeda. Pada sediaan perkutan biasanya ditempelkan dibagian yang berlemak seperti paha,
lengan atas ataupun perut.

 KRITERIA OBAT SEDIAAN PERKUTAN :


a) Sifat fisika kimia yang cocok
 BM (<500 Da)
 Koefisien partisi
 Titik lebur (<200˚C)
b) Tidak iritasi pada kulit
c) Clinical need
 Pemakaian lama
 Menyenangkan pasien
 Efek yang tidak diinginkan pada “ non target tissue “
 KEUNTUNGAN PEMBERIAN OBAT SECARA PERKUTAN
a) Menghindari metabolisme lintas pertama obat
b) Mengurangi terjadinya fluktasi kadar obat dalam plasma, sehingga
mengurangi efek samping yang mungkin terjadi
c) Cocok untuk obat-obt dengan paruh waktu yang pendek dan indeks terapetik
yang kecil
d) Mencegah rusaknya obat obat yang tidak tahan terhadap pH saluran
pencernaan, dan juga mencegah terjadinya iritasi saluran cerna oleh obat
yang bersifat iritatif
e) Mudah untuk menghentikan pemberian obat jika terjadi kesalahan dalam
pemberian oabt sehingga dapat mencegah terjadinya toksisitas
f) Mengurangi frekuensi pemberian dosis obat, meningkatkan ketaatan pasien.
 KERUGIAN PEMBERIAN OBAT SECARA PERKUTAN
a) Efek terapi yang timbul lebih lambat dibandingkan pemberian secara oral
b) Tidak sesuai untuk obat-obat yang iritatif terhadap kulit
c) Hanya obat dengan kriteria tertentu ( yang dapat menembus kulit), sehingga
tidak semua obat cocok untuk diberikan secara transdermal
d) Memerlukan design formulasi khusus sehingga obat dapat efektif jika
diberikan secara transdermal.

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Kulit merupakan organ yang tersusun dari 4 jaringan dasar:


1. Kulit mempunyai berbagai jenis epitel, terutama epitel berlapis gepeng dengan
lapisan tanduk. Penbuluh darah pada dermisnya dilapisi oleh endotel. Kelenjar-
kelenjar kulit merupakan kelenjar epitelial.
2. Terdapat beberapa jenis jaringan ikat, seperti serat-serat kolagen dan elastin, dan
sel-sel lemak pada dermis.
3. Jaringan otot dapat ditemukan pada dermis. Contoh, jaringan otot polos, yaitu otot
penegak rambut (m. arrector pili) dan pada dinding pembuluh darah, sedangkan
jaringan otot bercorak terdapat pada otot-otot ekspresi wajah.
4. Jaringan saraf sebagai reseptor sensoris yang dapat ditemukan pada kulit berupa
ujung saraf bebas dan berbagai badan akhir saraf. Contoh, badan Meissner dan
badan Pacini.

Struktur kulit
Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis. Epidermis merupa-
kan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm, sedangkan dermis berupa jaringan ikat agak
padat yang berasal dari mesoderm. Di bawah dermis terdapat selapis jaringan ikat longgar
yaitu hipodermis, yang pada beberapa tempat terutama terdiri dari jaringan lemak.

Epidermis
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis gepeng
dengan lapisan tanduk.Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai
pembuluh darah oleh karenaitu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada
lapisan dermis.

Epitel berlapis gepeng pada epidermis ini tersusun oleh banyak lapis sel yang
disebut keratinosit.Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis
basal yang secara berangsur digeser ke permukaan epitel.Selama perjalanan- nya, sel-sel ini
berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan filamen keratin dalam
sitoplasmanya.Mendekati permukaan, sel- sel ini mati dan secara tetap dilepaskan
(terkelupas).Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai permukaan adalah 20 sampai 30
hari.Modifikasi struktur selama perjalanan ini disebut sitomorfosis dari sel-sel
epidermis.Bentuknya yang berubah pada tingkat berbeda dalam epitel memungkinkan
pembagian dalam potongan histologik tegak lurus terhadap permukaan kulit.

Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum basal, stratum
spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum.

(1) Stratum basal (lapis basal, lapis benih)


Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun
berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya.Sel- selnya
kuboid atau silindris.Intinya besar jika dibanding ukuran selnya dan sitoplasmanya
basofilik.Pada lapisan ini biasanya terlihat gambaran mitotik sel, proliferasi selnya
berfungsi untuk regenerasi epitel.Sel-sel pada lapisan ini bermigrasi ke arah permukaan
untuk memasok sel-sel pada lapisan yang lebih superfisial.Pergerakan ini dipercepat oleh
adalah luka dan regenerasinya dalam keadaan normal cepat.

(2) Stratum spinosum(lapis taju)


Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk poligonal
dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila dilakukan pengamatan dengan
pembesaran obyektif 45x, maka pada dinding sel yang berbatasan dengan sel di sebelahnya
akan terlihat taju-taju yang seolah-olah menghubungkan sel yang satu dengan yang lainnya.
Pada taju inilah terletak desmosom yang melekatkan sel-sel satu sama lain pada lapisan ini.
Semakin ke atas bentuk sel semakin gepeng.

(3) Stratum granulosum(lapis berbutir)


Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula
basofilik yang disebut granula keratohialin yang dengan mikroskop elektron ternyata
merupakan partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom.Mikrofilamen melekat
pada permukaan granula.

(4) Stratum lusidum(lapis bening)


Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan agak
eosinofilik.Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini. Walaupun ada sedikit
desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi kurang sehingga pada sajian seringkali tampak
garis celah yang memisahkan stratum korneum dari lapisan lain di bawahnya.

(5) Stratum korneum(lapis tanduk)


Lapisaniniterdiriatasbanyaklapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti serta
sitoplasmanya digantikan oleh keratin.Sel- sel yang paling permukaan merupakan sisik zat
tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas.

Sel-sel epidermis
Terdapat empat jenis sel epidermis, yaitu: keratinosit, melanosit, sel Langerhans,
dan sel Merkel.
(1) Keratinosit
Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari ektoderm permukaan.
Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi, menghasilkan lapisan kedap air dan
perisai pelidung tubuh. Proses keratinisasi berlangsung 2-3 minggu mulai dari proliferasi
mitosis, diferensiasi, kematian sel, dan pengelupasan (deskuamasi). Pada tahap akhir
diferensiasi terjadi proses penuaan sel diikuti penebalan membran sel, kehilangan inti
organel lainnya. Keratinosit merupakan sel induk bagi sel epitel di atasnya dan derivat kulit
lain.

(2) Melanosit
Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil dengan cabang dendritik
panjang tipis dan berakhir pada keratinosit di stratum basal dan spinosum.Terletak di antara
sel pada stratum basal, folikel rambut dan sedikit dalam dermis.Dengan pewarnaan rutin
sulit dikenali. Dengan reagen DOPA (3,4- dihidroksi-fenilalanin), melanosit akan terlihat
hitam. Pembentukan melanin terjadi dalam melanosom, salah satu organel sel melanosit
yang mengandung asam amino

(2) Sel Langerhans


Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler, ditemukan
terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum.Tidak berwarna baik dengan HE.Sel
ini berperan dalam respon imun kulit, merupakan sel pembawa-antigen yang merangsang
reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada kulit.

(3) Sel Merkel


Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis dan ditemukan pada
lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan membran mukosa mulut. Merupakan sel besar
dengan cabang sitoplasma pendek.Serat saraf tak bermielin menembus membran basal,
melebar seperti cakram dan berakhir pada bagian bawah sel Merkel.Kemungkinan badan
Merkel ini merupakan mekano- reseptor atau reseptor rasa sentuh.

Dermis
Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara kedua lapisan
tidak tegas, serat antaranya saling menjalin.

(1) Stratum papilaris


Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papilla dermis yang
jumlahnya bervariasi antara 50-250/mm2.Jumlahnya terbanyak dan lebih dalam pada daerah
dimana tekanan paling besar seperti pada telapak kaki.Sebagian besar papilla mengandung
pembuluh-pembuluh kapiler yang memberi nutrisi pada epitel di atasnya.Papila lainnya
mengandung badan akhir saraf sensoris yaitu badan Meissner.Tepat dibawah epidermis
serat-serat kolagen tersusun rapat.

(2) Stratum retikularis


Lapisan ini lebih tebal dan dalam.Berkas-berkas kolagen kasar dan sejumlah kecil
serat elastin membentuk jalinan yang padat ireguler.Pada bagian lebih dalam, jalinan lebih
terbuka, rongga-rongga di antaranya terisi jaringan lemak, kelenjar keringat dan sebasea,
serta folikel rambut.Serat otot polos juga ditemukan pada tempat-tempat tertentu, seperti
folikel rambut, skrotum, preputium, dan puting payudara.Pada kulit wajah dan leher, serat
otot skelet menyusupi jaringan ikat pada dermis.Otot-otot ini berperan untuk ekspresi
wajah.Lapisan retikular menyatu dengan hipodermis/fasia superfisialis di bawahnya yaitu
jaringan ikat longgar yang banyak mengandung sel lemak.

Sel-sel dermis
Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit.Sel-sel dermis merupakan sel-sel jaringan ikat
seperti fibroblas, sel lemak, sedikit makrofag dan sel mast.

Hipodermis
Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis.Ia berupa
jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama sejajar terhadap
permukaan kulit dengan beberapa di antaranya menyatu dengan yang dari dermis.Pada
daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini meungkinkan gerakan kulit di atas
struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat-serat yang masuk ke dermis lebih banyak dan
kulit relatif sukar digerakkan. Sel-sel lemak lebih banyak daripada dalam dermis.Jumlahnya
tergantung jenis kelamin dan keadaan gizinya.Lemak subkutan cenderung mengumpul di
daerah tertentu.Tidak ada atau sedikit lemak ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak
mata atau penis, namun di abdomen, paha, dan bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm
atau lebih.Lapisan lemak ini disebut pannikulus adiposus.

Warna kulit
Warna kulit ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: pigmen melanin berwarna coklat
dalam stratum basal, derajat oksigenasi darah dan keadaan pembuluh darah dalam dermis
yang memberi warna merah serta pigmen empedu dan karoten dalam lemak subkutan yang
memberi warna kekuningan. Perbedaan warna kulit tidak berhubungan dengan jumlah
melanosit tetapi disebabkan oleh jumlah granul-granul melanin yang ditemukan dalam
keratinosit.

III. FAKTOR FISIOLOGI


Pada sediaan perkutan meliputi faktor dari fisiologi yang mempengaruhi absorbsi sediaan
perkutan itu sendiri :
Keadaan dan Umur Kulit
Kulit utuh merupakan suatu sawar (barrier) difusi yang efektif dan
efektivitasnya berkurang bila terjadi perubahan dan kerusakan pada sel-sel
lapisan tanduk.Pada keadaan patologis yang ditunjukkan oleh perubahan
sifat lapisan tanduk (stratum corneum); dermatosis dengan eksim, psoriasis,
dermatosis seborheik, maka permiabilitas kulit akan meningkat. Scott, thn
1959, telah membukfkan bahwa kadar hidrokortison yang melintasi kulit
akan berkurang bila lapisan tanduk berjamur dan akan meningkat, pada kulit
dengan eritematosis. Hal yang sama juga telah dibuktikan bila kulit terbakar
atau luka.Bila stratum corneum rusak sebagai akibat pengikisan oleh plester ,
maka kecepatan difusi air, hidrokortison dan sejumlah senyawa lain akan
meningkat secara nyata
Aliran Darah
Perubahan debit darah ke dalam kulit secara nyata akan mengubah
kecepatan penembusan molekul. Pada sebahagian besar obat obatan, lapisan
tanduk merupakan faktor penentu pada proses penyerapan dan debit darah
selalu cukup untuk menyebabkan senyawa menyetarakan diri dalam
perjalanannya. Namun, bila kulit luka atau bila dipakai cara iontoforesis
untuk zat aktif, maka jumlah zat aktif yang menembus akan lebih banyak
dan peranan debit darah merupakan faktor yang menentukan. Demikian pula
bila kapasitas penyerapan oleh darah sedikit atau hiperemi yang disebabkan
pemakaian senyawa ester nikotinat, maka akan terjadi peningkatan
penembusan. Akhimya, penyempitan pembuluih darah sebagai akibat
pemakaian setempat dari kortikosteroida akan mengurangi kapasitas alir dari
darah, menyebabkan pembentukan suatu timbunan (efek depo) pada lapisan
kulit dan akan mengganggu penyerapan senyawa yang bersangkutan.
Tempat pengolesan
Jumlah yang diserap untuk suatu molekul yang sama, akan berbeda
dan tergantung pada susunan anatomi dari tempat pengolesan: kulit dada,
punggung, tangan atau lengan. Perbedaan ketebalan terutama disebabkan
oleh ketebalan lapisan tanduk (stratum corneum) yang berbeda pada setiap
bagian tubuh, tebalnya bervariasi antara 9 pm untuk kulit kantung zakar
sampai 600 pin untuk kulit telapak tangan dan telapak kaki.
Kelembaban dan Temperatur
Pada keadaan normal, kandungan air dalam lapisan tanduk rendah,
yaitu 5-15%, namun dapat ditingkatkan sampai 50% dengan cara pengolesan
pada permukaan kulit suatu bahan pembawa yang dapat menyumbat:
vaselin, minyak atau suatu pembalut impermeabel. Peranan kelembaban
terhadap penyerapan perkutan telah dibuktikan oleh Scheuplein R, J,
dkk, thn 1971; stratum corneum yang lembab mempunyai afinitas yang
sama terhadap senyawa-senyawa yang larut dalam air atau dalam lipida.
Sifat ini disebabkan oleh struktur histologi sel tanduk dan oleh benang-
benang keratin yang dapat mengembang dalam air dan pada media lipida
amorf yang meresap di sekitarnya. Kelembaban dapat mengembangkan
lapisan tanduk dengan cara pengurangan bobot jenisnya atau tahanan difusi.
Air mula-mula meresap di antara janngan jaringan, kemudian menembus ke
dalam benang keratin, membentuk suatu anyaman rangkap yang stabil pada
daerah polar yang kaya air dan daerah non polar yang kaya lipida.

IV. PREDISPOSISI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA


PREDISPOSISI ZAT AKTIF
Faktor Yang Mempengaruhi Liberasi, Disolusi, Serta Absorbsi Obat
a) Faktor fisiko kimia
1. Tetapan difusi
Tetapan difusi suatu membran erat hubungannya dengan tahanan yang menunjukan
keadaan perpindahan. Bila dihubungkan dengan gerakan brown maka tegangan
difusi merupakan fungsi dari bobot molekul senyawa dan interaksi kimia dengan
konstituen membran, selain itu juga tergantung pada kekentalan media serta suhu.
2. Konsentrasi Zat Aktif
Jumlah zat aktif yang diserap setiap satuan luas permukaan dan satuan waktu adalah
sebanding dengan konsntrasi senyawa dala media pembawa
3. Koefisien partisi
Koefisien partisi umumnya ditentuan dari percobaan dengnan memggunakan
campuran dua fase yaitu air dan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air
contohnya minyak tanaman, kloroform, eter. Koefisien partisi antara stratum
corneum, ditentukan dengan keseimbangan pembagian molekul, keadaan ini hanya
tercapai setelah kontak yang lama antra stratum corneum dengan pembawa.
b) Faktor fisiologik yang mempengaruhi penyerapan perkutan

Menurut Howard C., Ansel (2008), faktor-faktor yang berperan dalam


absorbsi perkutan dari obat adalah sifat dari obat itu sendiri, sifat dari pembawa,
kondisi dari kulit dan adanya uap air. Walaupun sukar untuk diambil kesimpulan
umum, yang dapat diberlakukan pada kemungkinan yang dihasilkan oleh kombinasi
obat, pembawa dan kondsi kulit, tapi konsensus temuan hasil penelitian mungkin
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Obat yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus bersatu pada permukaan
kulit dalam konsentrasi yang cukup.
2. Konsentrasi obat umumnya merupakan faktor yang penting, jumlah obat yang
diabsorbsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu,
bertambah sebanding dengan bertambahnya kkonsentrasi obat dalam suatu
pembawa.
3. Semakin banyak obat diserap dengan cara absorbsi perkutan apabila bahan obat
dipakai pada permukaan yang lebih luas.
4. Bahan obat harus mempunyai suatu daya tarik fisiologi yang lebih besar pada
kulit dari pada terhadap pembawa, supaya obat dapat meninggalkan
pembawamenuju kulit.
5. Beberapa derajat kelarutan bahan obat baik dalam minyak dan air dipandang
penting untuk efektivitas absorbsi perkutan. Pentingnya kelarutan obat dalam air
ditunjukan oleh adanya konsentrasi pada daerah absorbsi dan koefisien partisi
sangat mempengaruhi jumlah yang dipindahkan melalui tempat absorbsi. Zat
terlarut bobot molekul yang dibbawah 800 sampai 100 dengan kelarutan yang
sesuai dalam minyak mineral dan air (>1mg/mL) dapat meresapkedalam kulit.
6. Absorbsi obat nampaknya ditingkatkan dari pembawa yang dapat dengan mudah
menyebar dipermukaan kulit, sesudah dicampur dengan cairan berlemak dan
membawa obat untuk berhubungan dengan jaringan sel untuk absorbsi.
7. Pembawa yang meningkatkan jumlah uap air yang ditahan kulit umumnya
cenderung baik bagi absorbsi pelarut obat. Pembawa yang bersifat lemak bekerja
sebagai penghalang uap air sehingga keringat tidak dapat menembus kulit dan
tertahan pada kulit sehingga umunya menahasilkan hidrasi dari kulit dibawah
pembawa.
8. Hidrasi dari kulit umunya fakta yang paling penting dalam absorbsi perkutan.
Hidrasi sratum corneum tampaknya meningkatkan derajat lintasan dari semua
obat yang mempenetrasi kulit. Peningkatan absorbsi mungkin disebabkan
melunaknya jaringan dan akibat pengaruh “bunga karang” dengan penambahan
ukuran pori-pori yang memungkinkan arus bahan lebih besar, besar dan
kecildapat melaluinya.
9. Hidrasi kulit bukan saja dipengaruhi oleh jenis pembawa (misalnya bersifat
lemak) tetapi juga oleh ada tidaknya pembungkus dan sejenisnya ketika
pemakaian obat. Pada umunya pemakaian pembungkusyang tidak menutup
seperti pembawa yang bercampur dengan air, akan mempengaruhi efek pelembab
dari kulit melaluipenghalang penguapan keringat dan oleh karena itu
mempengaruhi absorbsi. Penutup yang menutup lebih efektif daripada anyaman
jarang dari pembungkus yang tidak menutup.
10. Pada umunyan penggosokan atau pengolesan waktu pemakaian pada kulit akan
meningkatkan jumlah obat yang diabsorbsi dan semakin lama mengoleskan
dengan digosok-gosok, semakin banyak piula obat yang diabsorbsi.
11. Absorbsi perkutan nampaknya apabila obat dipakai pada kulit dengan lapisan
tanduk yang tipis daripada yang tebal. Jadi, tempat pemakaian mungkin
bersangkut paut dengan derajat absorbsi, dengan absorbsi dari kulit yang ada
penebalannya atau tempat yang tebal seperti telapak tangan dan kaki secara
komparatif lebih lambat.

Pada umumnya, semakin lama waktu pemakaian obat menempel pada kulit,
semakin banyak kemungkinan absorbsi. Bagaimanapun juga perubahan dahidrasi
kulit sewaktu pemakaian atau penjenuhan kulit oleh obat, akan menghambat
tambahan absorbsi.
Pemilihan pembawa (vehicle)
1. Kelarutan dan keadaan termodinamika
2. Surfraktan dan emulsi
3. Bahan pengikat penembus zat aktif
4. ionoforesis

V. EVALUASI KETERSEDIAAN HAYATI


Menurut M.T Simanjuntak (2006), evaluasi ketersediaan hayati obat yang
diberikan melalui kulit :
a) Studi difusi in vitro
Berdasarkan dari penilaian biofarmasetik obat-obatan yang diberikan
melalui kulit, maka sesudah dilakukan uji kekentalan bentuk sediaan,
ketercampuran, pengawetan, selanjutnya dilakukan uji pelepasan zat aktif in
vitro, dengan maksud agar dapat ditentukan bahan pembawa yang paling sesuai
digunakan untuk dapat melepaskan zat aktif di tempat pengolesan. Ada beberapa
metoda, yang dapat dilakukan di antaranya adalah
- Difusi sederhana dalam air atau difusi dalam gel
- Dialysis melalui membran kolodion atau selofan
b) Studi penyerapan (absorbsi)
Penyerapan perkutan dapat diteliti berdasarkan dua aspek utama yaitu
penyerapan sistemik dan lokalisasi senyawa dalam strukiur kulit. Dengan cara in
vitro dan in vivo dapat dipastikan lintasan penembusan dan tetapan
permeabilitas, serta membandingkan efektivitas dari berbagai bahan pembawa.
Absorbsi perkutan telah lama diteliti baik secara in vivo dengan mempergunakan
senyawa radioaktif atau dengan tehnik in vitro mempergunakan sayatan kulit
manusia.
c) Pembuktian Mekanisme Absorpsi Perkutan Dari Sifat Fisiko Kimia
Tehnik Umum untuk karakterisasi Membran
Seluruh membran mahluk hidup adalah bersifat heterogenous dan disusun
dalam fase makroskopis yang berbeda, dan menentukan difusi pasif molekul
melalui total barrier pada membran sangat diperlukan, dan hal ini tergantung
pada pengaturan dan rangkaian dari fase yang dialami selama proses transpor.
Hukum difusi yang sebenamya adalah bahwa molekul mengikuti lintasan yang
bersifat diffusional resistance yang paling sedikit. Lintasan yang bersifat
diffusional resistance yang paling sedikit ini ditentukan dari sifat fisiko kimia
alamiah fase membran atau dengan densisitas, viskositas dun, dimana terdapat
protein dun makro molekul yang lain, keberadaan ikatan silang dun susunan dari
bahan polimer dalam masing masing fase, seluruh hal diatas memberikan
pengaruh terhadap kecepatan pergerakan difusi. Lintasan yang bersifat sedikit
resisten. juga dipengaruhi oleh afinitas relatip dari fase terhadap bahan yang
terpermiasi (permeant), terakhir akan berperanan untuk distribusi internal dari
permeant melalui pengaturan sifat fisiko kimia dari komponen membran, dun
oleh volume relatip dari fase. Resistensi dari setiap fase yang terdapat dalam
membran dapat dikarakterisasikan dalam istilah khusus yang berhubungan
dengan difusi dalam fase, terhadap seluruh variabel lengkap secara umum.
Secara keseluruhan, membran mungkin dianggap sebagai sejenis penghambat
(resistor) rangkaian antara 2 (dua) fase. Masing masing fase membran
menentukan aliran difusi melalui channel dalam elemen bahagian sebelah dalam
(interior) membran, yang menghasilkan masing masing resistensinya dan
pengaturannya.

VI. DAFTAR PUSTAKA


1. Kalangi, Sonny J.R. 2013. Jurnal Biomedik Volume 5 Nomor 3 Histofisiologi Kulit.
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi: Manado.
2. Wahyuningsih, Heni Puji. 2017. Bahan Ajar Kebidanan: Anatomi Fisiologi.
KEMENKES RI: Jakarta.
3. Howard C., Ansel 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI-Press, Jakarta.
4. M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005, [USU
Repository©2006].

Anda mungkin juga menyukai