Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH BIOFARMASI

“Perjalanan Obat Dalam Tubuh Yang Diberikan Secara Transdermal”

Kelompok 5
Kelas D Reguler
Wiji Novieanti (18330046)
Thanty Zullyta Risky (18330050)
Afifah Abid Hanun (18330053)
Aulia Niasya El Haq (18330054)

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Teti Indrawati, MS.Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan kesempatan penulis
untuk menyelesaikan makalah dengan topik “Perjalanan obat dalam tubuh yang diberikan
secara transdermal” dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Biofarmasi di Institut Sains dan
Teknologi Nasional. Selain itu, penulism berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan pembaca tentang “perjalanan obat dalam tubuh yang diberikan secara transdermal”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Teti Indrawati, MS.Apt selaku dosen
mata kuliah Biofarmasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, 20 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................i

Daftar Isi.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................2
1.3 Tujuan ...........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Kulit ........................................................................3


2.2 Macam-Macam Bentuk Sediaan Obat Secara Transdermal..........................10
2.3 Proses Penetrasi Obat Melalui Kulit .............................................................12
2.4 Proses Absorbsi Obat Melalui Kulit .............................................................13
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi LDA Obat Melalui Kulit.................................16
2.6 Penghantaran Obat Secara Transdermal........................................................18
2.7 Strategi Untuk Mengatasi Barrier Kulit.........................................................19
2.8 Sediaan Transdermal......................................................................................20

BAB III PEMBAHASAN..................................................................................

3.1 Anatomi Dan Fisiologi Kulit Pada Perjalanan Obat Secara Transdermal.....23

3.2 Permeasi Melalui Kulit..................................................................................24

3.3 Penghantaran Obat Sediaan Transdermal Menuju Sirkulasi Darah...............26

3.4 Perjalanan Obat Menuju Sirkulasi Darah Secara Transdermal......................28

3.5 Evaluasi Biofarmasetika Sediaan Transdermal.............................................29

BAB IV PENUTUP............................................................................................

4.1 Kesimpulan ...................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 34

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebelum obat yang diberikan pada pasien tiba pada tujuanya didalam tubuh, yaitu
tempat kerjanya atau target site, obat harus mengalami banyak proses. Dalam garis
besarnya, proses-proses ini dapat dibagi dalam tiga tingkatan yaitu fase farmasetik, fase
farmokinetika dan fase farmokodinamika. Efek obat tidak tergantung dari factor
farmakologi saja,tetapi juga dari bentuk pemberian dan terutama dari formulasinya.
Dimana faktor formulasi yang dapat mengubah efek obat dalam tubuh yaitu bentuk fisik
zat aktif, keadaan kimiawi, zat pembantu, dan proses teknik yang digunakan untuk
membuat sediaan.
Transdermal merupakan rute pemberian obat untuk mencapai efek sistemik dengan
pemakaian obat pada kulit, biasanya melalui suatu “transdermal patch”. Kecepatan
absorbsi sangat bervariasi tergantun pada sifat-sifat fisik kulit pada tempat pemberian.
Cara pemberian obat ini paling sering digunakan untuk pengiriman obat secara lambat,
seperti obat antiangina, nitrogliserin. Kulit manusia adalah permukaan yang mudah di
akses untuk pengantar obat. Selama tiga dekade terakhir, pengembangan pemberian obat
yang dikendalikan telah menjadi semakin penting dalam industri farmasi. Respon
farmakologis baik dari efek terapeutik yang diinginkan dan efek merugikan yang tidak
diinginkan dari obat tergantung pada konsentrasi obat di lokasi aksi, bentuk sediaan dan
tingkat penyerapan obat di lokasi aksi.
Sediaan transdermal yang biasa dijumpai di pasaran saat ini adalah transdermal
therapeutic system (TTS) yang biasa disebut sebagai plester. Pada umumnya patch
nitrogliserin transdermal ditempelkan di dada atau punggung. Yang harus diperhatikan
adalah patch ini harus ditempatkan pada kulit yang bersih, kering, dan sedikit ditumbuhi
rambut agar patch dapat menempel dengan baik. Penghantaran obat secara transdermal
memberikan keuntungan yaitu pelepasan kontinyu obat pada selang wakrtu tertentu,
klirens presistemik yang rendah dan kepatuhan pasien baik. Selain itu dengan pemberian
secara transdermal akan menghindari masalah terkait dengan absorpsi di saluran cerna,
mencegah efek lintas pertama (meminimalkan dosis obat yang masuk), dapat
menghantarkan obat dengan indeks terapi sempit. Sistem pelepasan transdermal mudah
digunakan untuk obat yang larut lemak dengan dosis dan BM (bobot molekul) rendah.
Mengingat proses perjalanan obat didalam tubuh ini merupakan proses penting yang

3
menentukan berhasil atau tidaknya obat memberikan suatu efek bagi tubuh maka didalam
makalah ini penulis akan membahas tentang perjalanan obat didalam tubuh secara lebih
dalam lagi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Anatomi dan fisiologi pada perjalanan obat secara transdermal

2. Bagaimana Pembuluh darah yang melewati dengan sediaan transdermal pada kulit

3. Apa Komponen dan karakteristik cairan pada sediaan transdermal untuk kulit

4. Jelaskan berbagai faktor yang mempengaruhi prose LDA obat perkutan

5. Bagaimana Evaluasi biofarmasetik sediaan obat dengan rute pemberian perkutan

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi pada perjalanan obat secara
transdermal
2. Untuk mengetahui dan memahami seperti apa obat yang diberikan secara transdermal
masuk kedalam peredaran darah atau sirkulasi darah
3. Untuk mengathui komponen dan karakteristik sediaan obat yang diberikan secara
transdermal untuk memasuki kulit mulai dari obat menembus barierr kulit sampai
masuk ke sirkulasi darah
4. Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses
LDA obat secara perkutan pada sediaan transdermal
5. Untuk mengetahui dan memahami evaluasi biofarmasi sediaan obat secara
transdermal

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Kulit


1. Anatomi kulit
Kulit merupakan organ tubuh yang penting dan merupakan permukaan luar organisme
yang membatasi lingkungan dalam tubuh dengan lingkungan luar. Kulit tumbuh dari dua
macam jaringan yaitu jaringan epitel yang menumbuhkan lapisan epidermis dan jaringan
pengikat (penunjang) yang menumbuhkan lapisan dermis (kulit dalam) (Ernest, 1999;
Syaifuddin, 2011).
a. Lapisan Kulit
Lapisan kulit dibedakan menjadi dua lapisan utama yaitu kulit ari (epidermis)
dan kulit jangat (dermis / kutis). Kedua lapisan ini berhubungan dengan lapisan
yang ada dibawahnya dengan perantara jaringan ikat bawah kulit
(hipodermis/subkutis). Dermis atau kulit mempunyai alat tambahan atau
pelengkap kulit (Syaifuddin, 2011).

5
 Epidermis
Kulit ari atau epidermis adalah lapisan paling luar yang terdiri dari
lapisan epitel gepeng, unsur utamanya adalah sel-sel tanduk (keratinosit)
dan sel melanosit. Lapisan epidermis tumbuh terus karena lapisan sel induk
yang berada bermitosis terus, lapisan paling luar epidermis akan terkelupas
atau gugur. Epidermis tersusun oleh sel-sel epidermis terutama serat-serat
kolagen dan sedikit serat kolagen dan serat elastik. Kulit ari (epidermis)
terdiri dari beberapa lapis sel yaitu :

- Stratum korneum; Terdiri dari banyak lapisan sel tanduk (keratinasi), gepeng,
kering dan tidak berinti. Sitoplasma diisi dengan serat keratin, makin keluar
letak sel, makin gepeng seperti sisik lalu terkelupas dari tubuh, yang terkelupas
diganti oleh sel lai. Zat tanduk merupakan keratin lunak yang susunan kimianya
berada dalsm sel-sel keratin. Lapisan tanduk hampir tidak mengandung air
karena adanya penguapan air, elastisnya kecil dan sangat efektif untuk
pencegahan penguapan air dari lapisan yang lebih dalam.
- Stratum lusidum ; terdiri dari beberapa lapis sel yang sangat gepeng dan bening.
Sulit melihat membran yang membatasi sel-sel itu sehingga lapisannya secara
keseluruhan tampak seperti kesatuan yang bening. Lapisn ini ditemukan pada
daerah tubuh yang berkulit tebal.
- Stratum granulosum; terdiri dari 2-3 lapis sel poligonal yang agak gepeng, inti
ditengah, dan sitoplasma berisi butiran granula keratohialin atau gabungan
keratin dengan hialin. Lapisan ini menghalangi masuknya benda asing, kuman,
dan bahan kimia kedalam tubuh.

6
- Stratum germinativum yang dapat dibagi lagi menjadi stratum spinosum
(lapisan berduri) dan stratum malfighi. Batas germinatifum dengan dermis
dibawahnya berupa lapisan tipis jaringan pengikat yang disebut lamina basalis.
Pada stratum malfighi diantara sel epidermis terdapat melanosit yaitu sel yang
berisi pigmen melanin yang berwarna coklat dan sedikit kuning.
 Dermis
Batas dermis (kulit jangat) sukar ditentukan karena menyatu dengan
lapisan subkutis (hipodermis). Ketebalannya antara 0.5-3 mm. Dermis bersifat
elastis yang berguna untuk melindungi bagian yang lebih dalam. Dermis terdiri
dari jaringan kolagen 75%, elastin 4%, retikulin 0.4% dan serat elastin yang
membalut matrik polisakarida yang mengandung pembuluh darah, limfatik, dan
ujung syaraf. Dermis merupakan penghalang yang signifikan untuk permeasi
obat menuju bagian dalm karena sifat vaskularnya. Pada perbatasan epidermis
dan dermis terdapat tonjolan–tonjolan kulit kedalam kulit ari (epidermis) yang
disebut papil kulit jangat.
Lapisan dermis terdiri dari :
a. Lapisan papilla: mengandung lekuk-lekuk papilla sehingga stratum Malfighi
juga ikut berlekuk. Lapisan ini memegang peranan penting dalam
peremajaan dan dan penggandaan unsur -unsur kulit
b. Lapisan retikulosa: mengandung jaringan pengikat rapat dan serat kolagen.
Lapisan ini terdiri dari anyaman jaringan ikat yang lebih tebal. Dalam
lapisan ini ditemukan sel-sel fibrosa, sel histiosit, pembuluh darah,
pembuluh getah bening, saraf, kandung rambut kelenjar sebasea, kelenjar
keringat, sel lemak dan otot penegak rambut.
 Hipodermis
Lapisan bawah kulit terdiri dari jaringan pengikat longgar. Komponennya
serat longgar, elastis, dan sel lemak. Pada lapisan adiposa terdapat susunan
lapisan subkutan yang menentukan motilitas diatasnya. Bila terdapat lobules
lemak yang merata di hipodermis membentuk bantalan lemak yang disebut
panikulus adiposus. Pada daerah perut lapisan ini mencapai ketebalan 3 cm.
Dalam lapisan hypodermis terdapat anyaman pembuluh darah arteri, pembuluh
darah vena dan anyaman syaraf yang berjalan sejajar dengan permkaan dibawah
dermis. Jaringan lemak (panikulus adiposus ) ini berfungsi memberi

7
perlindungan terhadap dingin dan disamping itu dapat bermanfaat sebagai
cadangan energi (Ernest, 1999; Syaifuddin, 2011)

1. Fisiologi kulit
Jaras reseptor kulit berada didalam kulit. Jaras viskeral berhubungan
dengan persepsi keadaan intern. Pada organ sensorik kulit terdapat empat jaras
yaitu rasa raba atau tekan, dingin, panas, dan rasa sakit. Kulit mengandung
berbagai ujung sensorik termasuk ujung saraf telanjang atau tidak bermielin
(selaput).
Kulit mempunyai banyak fungsi yang berguna dalam menjaga homeostasis
tubuh. Fungsi- fungsi tersebut antara lain (Syaifuddin, 2011):
a. Fungsi termoregulasi
Panas tubuh dihasilkan dari aktivitas metabolik dan pergerakan otot. Panas
seperti ini harus dikeluarkan atau suhu tubuh akan naik diatas batas normal.
Pada lingkungan suhu dingin paas harus dipertahankan atau suhu tubuh akan
turun dibawah batas normal.
Pengeluaran panas melalui kulit berlangsung melalui proses evaporasi air
(perubahan molekul air) yang disekresi oleh kelenjar keringat dan juga melalui
proses perspirasi (sekresi keringat), difusi molekul air melalui kulit. Dalam
pengaturan suhu tubuh kulit berperan mengeluarkan keringat dan kontraksi otot
dengan pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga
memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik.

8
b. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis (misalnya
gesekan, tarikan, gangguan kimiawi) yang dapat menimbulkan iritasi ;
gangguan panas (misalnya radiasi, sinar ultraviolet dan infeksi dari luar [bakteri
dan jamur]). Bantalan lemak dibawah kulit berperan sebagai pelindung terhadap
gangguan fisis. Melanosit melindungi kulit dari sinar matahari.
c. Fungsi absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air dan larut tetapi cairan yang
mudah menguap lebih mudah diserap. Begitu juga yang larut dalam lemak.
Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksidadan uap air memungkinkan
kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit
memengaruhi tebal atau tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan, dan metabolism.
Penyerapan terjadi melalui celah antar sel, menembus sel epidermis dan saluran
kelenjar.
d. Fungsi ekskresi
Kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna (zat sisa metabolisme)
dalam tubuh berupa Na Cl, urea, asam urat dan ammonia. Lapisan sebum
berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebelum mengandung minyak
untuk melindungi kulit, menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak
menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman
pada kulit.
e. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung- ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis untuk
merangsang panas yang diterima oleh dermis dan subkutis. Sedangkan untuk
rangsangan dingin terjadi di dermis, sedangkan tekanan dirasakan oleh
epidermis serabut saraf sensorik yang lebih banyak jumlahnya di daerah erotik.
f. Fungsi pembentukan pigmen
Melanosirt membentuk warna kulit. Enzim melanosum dibentuk alat golgi
dengan bantuan tiroksinasi yang meningkatkan metabolism sel, ion Cu, dan
oksigen.
g. Fungsi keratinasi
Sel basal akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum.
Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum.

9
Selanjutnya inti sel menghilang dan keratinosit menjadi sel tanduk yang amorf.
Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup.
h. Fungsi pembentukan vitamin D
Pembentukan vitamin D berlangsung dengan mengubah dihidroksi
kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Kebutuhan vitamin D tidak cukup
hanya dari proses tersebut, pemberian vitamin D sistemik masih tetap
diperlukan.
2.2 Macam-Macam Bentuk Sediaan Pada Pemberian Obat Secara Transdermal
Sediaan patch transdermal merupakan sediaan yang bekerja dengan cara
memungkinkan obat masuk ke dalam kulit yang akan mengalami efek sistemik. Contoh
sediaan dari patch transdermal sendiri adalah klonidin, fentanyl, lidokain, nitrogliserin,
dan sebagainya. Pada pembuatan sediaan transdermal atau topical perlu diketahui bahan-
bahan obat yang seperti apa yang dapat dihantarkan melalui rute transdermal. Serta pada
pembuatan sediaan transdermal sendiri diperlukan eksipien-eksipien penunjang zat aktif
agar dapat menembus membran kulit, dan dapat menjadi penghantar untuk sistemik.
Bahan obat yang dapat dihantarkan melalui rute transdermal yaitu:
1. Sifat kelarutan obat rendah dalam air: obat yang lebih larut lemak akan
lebih mudah melewati stratum korneum
2. Memiliki Log P 1-3: obat yang bersifat terlalu hidrofil ataupun terlalu
lipofil akan sulit untuk mencapai sirkulasi sistemik.
3. Bobot molekulnya kurang dari 500 Dalton: bobot molekul obat yang lebih
dari 500 Dalton akan sulit menembus stratum korneum.
Berikut zat eksipien yang sering digunakan untuk pembuatan sediaan ini:
1. Asam Oleat
Asam oleat berfungsi sebagai enhancer yang dapat membuat kandungan
ketoprofen pada patch carbopol dapat melewati kulit secara maksimal.
2. Asam Laurat
Asam laurat berfungsi sebagai enhancer yang bekerja dengan meningkatkan
permease metaproterenol dan anti estrogen yang sangat
lipofilik.Mekanisme kerja asam laurat adalah dengan cara berintraksi dan
memodifikasi bagian lipid dari stratum korneum.

10
3. DMF
DMF (Dimethylformamide) bekerja dengan cara meningkatkan permease
dari beberapa senyafa hidrofilik dan hidrofobik, terutama permeasi pada
beta bloker dan juga efedrin klorid.
4. DMSO
DMSO (Dimethyl sulfoxide) bekerja dengan cara meningkatkan absorbsi
senyawa-senyawa yang bersifat polar dengan cara meningkatkan difusi dan
partisi.
5. Etanol
Etanol merupakan enhancer, yang bekerja dengan cara mengganggu
susunan stratum korneum guna meningkatkan kemampuannya untuk
menembus lipid.
6. Mikroemulsi
Mikroemulsi digunakan karena dapat meningkatkan absorbsi obat pada saat
pemakaian topikal, mikroemulsi bekerja dengan cara meningkatkan daya
penetrasi pembawa oleh asam lemak pada fase minyak. Contohnya adalah:
asam oleat, tween 80 dan propilenglikol.
7. Peningkat permeasi kimia
Peningkat permease kimia biasa digunakan untuk meningkatkan kecepatan
difusi obat yang bekerja melalui stratum korneum dan epidermis. Berrikut
merupakan contoh-contoh dai peningkat permease kimia: Dimetil
formamide, dimetil sulfoksid, dimetilasetamid, asam lemak sederhana dan
alkohol, surfaktan lemah yang mengandung senyawa polar berukuran
sedang (azones).
8. Pirolidon
N-metil-2-pirrolidon dan 2-Pirrolidone dapat meningkatkan bioavaibilitas
dari pemakaian topikal steroid betamethasone 17-Benzoat.
9. Surfaktan
Berikut merupakan contoh-contoh dari surfaktan: tween dan sodium lauryl
sulphate. Surfaktan termasuk kedalam formulasi yang dapat membantu
untukmelarutkan zat aktif (yang bersifat lipofil atau hidrofil) serta
membantu penetrasi dengan cara melarutkan bagian lipid stratum korneum.
10. Urea

11
Urea biasa dikenal sebagai agen pembasah (hidrasi) yang digunakan untuk
membantu penetrasi pada kondisi kulit yang keratotik seperti pada
psoriasis, ichthyosis, dan lainnya. Peningkatan penetrasi ini dapat berkaitan
dengan peningkatan aktivitas keratolitik dari stratum korneum.
11. Terpen dan terpenoid
Bekerja sebagai peningkat penetrasi dengan meningkatkan koefisien partisi
obat pada jaringan kulit dan meningkatkan proses difusi obat melalui
membran. Selain itu, terpen juga bekerja dengan menggangu jaringan lipid
secara reversibel sehingga penetrasi obat ditingkatkan

2.3 Proses Penetrasi Obat Melalui Kulit


Absorpsi perkutan suatu obat secara umum dihasilkan dari penetrasi obat langsung
melalui stratum korneum. Setelah melalui stratum korneum, molekul obat dapat
melintasi jaringan epidermal yang lebih dalam melalui difusi pasif dan memasuki
dermis. Jika obat mecapai pembuluh darah pada lapisan dermal obat dapat masuk
kedalam sirkulasi sistemik. Bahan obat untuk dapat diabsorpsi secara perkutan ialah
bahan yang larut dalam lemak dan dalam air (partisi koefisien lemak/air). Penetrasi
dibedakan menjadi 2 yaitu :
1.Penetrasi Secara Transepidermal
Penetrasi transepidermal dapat secara interseluler dan intraseluler. Penetrasi
interseluler merupakan jalur yang dominan, obat akan menembus stratum korneum
melalui ruang antar sel pada lapisan lipid yang mengelilingi sel korneosit. Difusi
dapat berlangsung pada matriks lipid protein dari stratum korneum. Setelah berhasil
menembus stratum korneum obat akan menembus lapisan epidermis sehat di
bawahnya, hingga akhirnya berdifusi ke pembuluh kapiler. Penetrasi secara
intraseluler terjadi melalui difusi obat menembus dinding stratum korneum sel
korneosit yang mati dan juga melintasi matriks lipid protein startum korneum,
kemudian melewatinya menuju sel yang berada di lapisan bawah sampai pada kapiler
di bawah stratum basal epidermis dan berdifusi ke kapiler.
2. Penetrasi Secara Transfolikular
Obat berdifusi melalui celah folikel rambut dan juga kelenjar sebasea untuk kemudian
berdifusi ke kapiler.
Agar zat aktif dari sediaan transdermal dapat masuk ke dalam kulit dan mencapai target
kerjanya dengan maksimal, maka penetrasi zat aktif melalui kulit perlu ditingkatkan.

12
Peningkat penetrasi bekerja meningkatkan permeasi zat aktif pada sediaan transdermal
dengan beberapa mekanisme diantaranya :
a. Meningkatkan kelarutan atau fluidisitas dari stratum korneum sehingga dapat
menurunkan fungsi kulit sebagai barrier penghalang.
b. Meningkatkan aktivitas termodinamik dari obat dan kulit.
c. Mempengaruhi koefisien partisi dari obat sehingga meningkatkan pelepasan obat
pada kulit.
d. Mengganggu korneosit pada kulit dengan berinteraksi dengan filamen keratin
Peningkat penetrasi yang ideal dalam sediaan transdermal harus memiliki beberapa
sifat, diantaranya :
a. Tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi
b. Tidak memberikan efek farmakologis bagi tubuh.
c. Bekerja pada kulit secara reversibel.
d. Kompatibel dan stabil dengan banyak zat aktif.
e. Dapat diterima baik oleh kulit

2.3 Proses Absorpsi Obat Melalui Kulit


Absorpsi obat melalui kulit (perkutan/transdermal) terjadi bila obat berpenetrasi
masuk kedalam kulit dan melalui kulit masuk kedalam tubuh. Absorpsi perkutan adalah
masuknya molekul obat dari luar kulit ke dalam jaringan di bawah kulit, kemudian masuk
ke dalam sirkulasi darah dengan melibatkan difusi pasif dari zat melalui kulit. Molekul
dapat menggunakan dua rute difusi untuk menembus kulit normal, rute appendageal
(transapendageal) dan rute epidermal.

13
1. Rute Appendageal
Rute appendageal melalui kelenjar keringat dan folikel rambut dengan kelenjar
keringat. Rute ini dianggap kurang penting karena area yang relatif kecil, sekitar 0,1%
dari luas kulit keseluruhan. Namun pada rute ini dapat bermanfaat bagi obat dengan
molekul besaran bersifat polar atau elektrolit dengn konstanta difusi kecil atau rendah.
2. Rute Epidermal
Rute ini terbagi menjadi dua rute yaitu rute transelular dan rute intraselular

Gambar rute transdermal

14
 Rute Transeluler
Pada jalur transelular pengangkutan molekul melewati membran sel epitel.
Rute ini termasuk dari transpor pasif untuk molekul yang berukuran kecil,
transpor aktif untuk senyawa ionik dan polar, serta endositosis dan transitosis
makromolekul.
 Rute Intraseluler
Pada jalur intersaluler pengangkutan molekul dilakukan dengan melewati
ruang sempit di sekitar atau antara sel-sel.
Terdapat tiga variabel yang mempengaruhi kecepatan permeasi obat melewati kulit
yaitu konsentrasi obat dalam pembawa, koefisien partisi obat, dan difusifitas obat dalam
stratum korneum. Partisi obat yang bersifat hidrofilik masuk ke dalam jalur rute
intranseluler, sedangkan obat dengan sifat lipofilik akan melewati stratum korneum
melalui rute interselluler. Kebanyakan obat menembus stratum korneum melalui kedua
rute. Namun, jalur intersellular yang memiliki karaketristik berliku-liku secara umum
dianggap dapat memberikan rute dan penghalang utama untuk perembesan sebagian besar
obat.

Gambar Urutan Permeasi Obat secara Transdermal

Proses perjalanan obat dari sediaan transdermal menuju sirkulasi sistemik dimulai
dari disolusi obat, tahapan difusi dan partisi, pembentukan depot obat, metabolisme dan
pengambilan melalui kapiler dan vasklator.

15
Gambar. Urutan proses absorpsi obat secara sistemik dari sediaan transdermal
1. Disolusi 2,4,6. Difusi 3,5. Partisi 7. Depot jaringan, 8. Metabolisme dan 9,10.
Sistem Kapiler
Dimulai dari proses penetrasi obat langsung melalui stratum korneum. Setelah
melalui stratum korneum obat akan diabsorpsi. Setelah absorpsi obat akan
berikatan dengan target sel yang ada dipermukaan kulit atau difusi ke hipodermis.
Pembuluh darah kapiler di epidermis merupakan tempat utama terjadinya absorpsi
sistemik pada pemberian topikal sehingga dapat menimbulkan efek sistemik.

2.4. Faktor Yang Mempengaruhi LDA Obat Melalui Kulit


Kemampuan dan kecepatan absorpsi obat yang di aplikasikan di kulit
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :
1. Variasi ketebalan stratum corneum pada organ tidak sama, seperti pada
skrotum, wajah, dan kulit kepala lebih permiabel dari pada telapak tangan.
Dalam hal ini stratum korneum membatasi difusi obat menuju epidermis dan
dermis. Pada daerah yang tipis membutuhkan jumlah obat yang lebih sedikit
untuk menimbulkan efek yang sama
2. Gradien konsentrasi. Semakin tinggi gradien konsentrasi semakin tinggi pula
kemampuan transfer obat persatuann waktu
3. Faktor biologi, antara lain :
 Kondisi kulit. Kulit yang sehat akan berbeda absorpsinya dengan kulit yang
terluka atau terkena penyakit. Penyakit umumnya mengubah kondisi kulit,
misalnya inflamasi, kehilangan stratum corneum dan mengubah keratinisasi,
maka permeabilitas meningkat. Jika organ menebal tau ichtyosis, maka
permeabilitas menurun.

16
 Usia. Misal pada anak-anak mempunyai luas permukaan yang lebih besar
daripada dewasa sehingga obat topikal akan memberikan efek lebih besar
daripada sistemik
 Aliran darah. Perubahan sirkulasi periferal dapat mempengaruhi absorpsi
transdermal. Peningkatan aliran darah dapat menurunkan jumlah waktu obat
tertinggal di dermis, dan menaikkan gradien konsentrasi
 Metabolisme kutanous. Satu-satunya mekanisme transportasi melalui kulit
yaitu dengan difusi pasif. Bagian kulit yang mengalami metabolisme paling
aktiif yaitu pada epidermis. Proses metabolisme pada kulit yang mengalami
metabolisme meliputi reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis dan konyugasi.
Keberadaan enzim bakteri pada permukan kulit merupakan salah satu alur
inaktivasi obat yang diberikan secara topikal. Kulit akan memetabolisme
steroid, hormon, karsinogen kimia dan beberapa obat. Jadi metabolisme
kulit menentukan efektifitas obat meresap melalui kulit.
4. Faktor Fisikokimia, antara lain :
 Hidrasi kulit. Sediaan transdermal memiliki bagian penutup belakang pets
yang dapat menyebabkan peningkatan hidrasi pada kulit dan penumpukan
cairan antaran sediaan transdermal dan kulit karena terjadinya sifat oklusif.
Adanya penumpukan cairan ini akan meningkatkan pertumbuhan mikroba
sehingga terjadi peningkatan biotransformasi obat pada permukaan kulit.
Hidrasi pada stratum korneum dapat meningkat, memperlambat atau
bahkan sama sekali tidak mempengaruhi efek permeasi. Namun pada obat-
obat tertentu (asam salisilat, kortikosteroid, kafein dan ibu profen) dengan
peningkatan hidrasi kecepatan permeasi obat juga mengalami peningkatan.
 Suhu dan PH. Kecepatan penetrasi suatu bahan bisa berlipat ganda akibat
variasi suhu yang besar, ketika koefisien difusi menurun karena turunnya
suhu. Pembawa oklusif meningkatkan suhu kulit beberapa derajat. Hanya
molekul tak terion yang dapat melewati membran lipid. Asam-asam lemah
dan basa-basa lemah berdisosiasi ke dalam tingkat yang berbeda,
tergantung pada pH dan nilai pKa / pKb sehingga jumlah dari obat tak
terion sangat menentukan gradien
 Koefisien Difusi. Kecepatan difusi dari molekul bergantung terutama pada
kondisi medianya pada keadaan gas dan udara, koefisien difusi besar. Pada

17
suhu konstan, koefisien difusi dari suatu obat pada pembawa topikal atau
pada kulit bergantung pada media difusi dan interaksi antara keduanya.
 Konsentrasi obat. Permeasi obat biasanya mengikuti hukum Fick, untuk
mendapatkan permeasi yang optimal, harus terdapat perbedaan gradien
konsentrasi yang besar karena merupakan gaya pendorong untuk difusi.
 Koefisien partisi. Obat harus memiliki nilai K optimal (yang rendah)
sehingga dapat larut dalam air sehingga dapat berpatisi dengan baik ke
dalam lapisan tanduk. Campuran kosolven polar seperti campuran propilen
glikol dengan air, dapat menghasilkan larutan jenuh obat dan
memaksimalkan gradien konsentrasi melalui stratum corneum. Aktivitas
permukaan dan miselisasi mempengaruhi penghantaran transdermal.
 Ukuran dan bentuk molekul. Molekul kecil berpenetrasi lebih cepat
dibandingkan dengan berukuran besar.
5. Vehikulum. Vehilukulum sebagai bahan pembawa obat berperan untuk
mempermudah absorpsi obat yang diberikan secara perkutan sehingga
mencapai tempat kerjanya dengan efektif. Pemilihan vehikulum yang tepat
menyebabkan obat mempu berpenetrasi dilapisan luar kulit secara maksimal.

2.5. Penghantaran Obat Secara Transdermal


Sistem penghantaran obat secara transdermal merupakan salah satu inovasi
dalam sistem penghantaran obat modern untuk mengatasi problem bioavailabilitas
obat tersebut jika diberikan melalui jalur lain seperti oral. Obat yang diberikan
secara transdermal masuk ke tubuh melalui permukaan kulit yang kontak langsung
dengannya baik secara transeluler maupun secara inter seluler. Inovasi
penghantaran obat ini memiliki keunggulan dibandingkan jalur panghantaran obat
yang lain, di antaranya:
1. Meminimalisaasi ketidakteraturan absorbsi dibandingkan dengan jalur oral
yang dipengaruhi oleh pH, makanan, kecepatan pengosongan lambung, waktu
transit usus, dll
2. Obat terhindar dari first passed effect (metabolisme lintas pertama)
3. Terhindar dari degradasi oleh saluran gastro intestinal
4. Jika terjadi efek samping yang tidak diinginkan (missal reaksi alergi, dll)
pemakaian dapat dengan mudah dihentikan

18
5. Absorbsi obat relatif konstan dan kontinyu
6. Input obat ke sirkulasi sistemik terkontrol serta dapat menghindari lonjakan
obat sistemik
7. Relatif mudah digunakan dan dapat didesain sebagai sediaan lepas terkontrol
yang digunakan dalam waktu relatif lama (misalnya dalam bentuk transdermal
patch atau semacam plester)sehingga dapat meningkatkan patient compliance.
Idealnya, obat – obat yang akan diberikan secara transdermal memiliki sifat – sifat:
1. Memliki bobot molekul relatif kecil (kurang dari 500 Da). Hal ini karena pada
dasarnya stratum corneum pada kulit merupakan barrier yang cukup efektif
untuk menghalangi molekul asing masuk ke tubuh sehingga hanya molekul –
molekul yang berukuran sangat kecil sajalah yang dapat menembusnya
2. Memiliki koefisien partisi sedang (larut baik dalam lipid maupun air
3. Memiliki titik lebur yang relatif rendah. Hal ini karena untuk dapat
berpenetrasi ke dalam kulit, obat harus dalam bentuk cair
4. Memiliki effective dose yang relatif rendah.
Mengingat syarat keidealan tersebut, maka sistem penghantaran transdermal ini
memiliki keterbatasan:
1. Range obat terbatas (terutama terkait ukuran molekulnya);
2. Dosisnya harus kecil;
3. Kemungkinan terjadinya iritasi dan sensitivitas kulit;
4. Tidak semua bagian tubuh dapat menjadi tempat aplikasi obat – obat transdermal.
Misalnya telapak kaki, dll;
5. Harus diwaspadai pre-systemic metabolism mengingat kulit juga memiliki
banyak enzim pemetabolisme

2.6. Strategi Untuk Mengatasi Barierr Kulit


Keberhasilan penghantaran obat secara transdermal tergantung dari
kemampuan pembawa untuk melewati barrier kulit dan mencapai jaringan kulit
yang lebih dalam. Adapun stategi yang dapat digunakan antara lain :
1. Modifikasi formula obat
Transfor suatu obat dikatakan baik jika fluks obatnya besar, berdasarkan
persamaan dari hukum difusi fick I. Dimana menurut difusi fick, molekul obat
berdifusi dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi
obat rendah

19
2. Penambahan enhancer kimia
Enhancer kimia adalah senyawa yang dapat meningkatkan penetrasi perkutan
obat dengan berpartisi pada stratum korneum dan mengubah susunan lipid-
protein dikulit. Contoh senyawa yang dapat berfungsi sebagai enhancer kimia
yaitu : sulfoksida, azone, pirolidon, asam lemak, alkohol, glikol, surfaktan, urea
dan terpen.
Enhancer kimia dapat meningkatkan permeabilitas stratum corneum melalui
beberpaa mekanisme yaitu :
1. Meningkatkan fluiditas lipit dikulit
2. Melalui hidrasi jalur polar
3. Melalui aksi keratolitik
4. Meningkatkan kelarutan obat
5. Meningkatkan partisi stratum korneum

2.7. Sediaan Transdermal


Sediaan transdermal merupakan sediaan obat yang digunakan melalui
kulit dengan tujuan untuk mencapai sirkulasi sistemik yaitu dengan cara
menembus barrier kulit. Jenis sediaan transdermal dapat dibedakan menjadi :
1. Obat lapisan tunggal dalam perekat
Pada tipe ini lapisan perekat mengandung obat. Lapisan perekat tidak hanya
berfungsi untuk mematuhi berbagai lapisan bersama-sama dan juga
bertanggung jawab untuk melepaskan obat ke kulit. Lapisan perekat
dikelilingi oleh kapal sementara dan bahan pendukung.

2. Multi - obat lapisan perekat


Tipe ini juga mirip dengan lapisan tunggal tapi mengandung lapisan
pelepasan obat segera dan lapisan lainnya akan menjadi pelepasan
terkontrol bersama dengan lapisan perekat. Lapisan perekat bertanggung
jawab untuk pelepas obat. Patch ini juga memiliki kapallapisan sementara
dan dukungan permanen.

20
3. Sistem Reservoir
Dalam sistem ini reservoir obat tertanam antara lapisan kedap dukungan
dan membran mengendalikan tingkat. Obat melepaskan hanya melalui
tingkat membran pengendali, yang dapat berpori mikro atau non berpori.
Dalam kompartemen wadah obat, obat bisa dalam bentuk larutan, suspensi,
gel atau tersebar dalam matriks polimer padat. Hypoallergenic perekat
polimer dapat diterapkan sebagai permukaan luar membran polimer yang
kompatibel dengan narkoba.

4. Sistem Matrix
a. Obat dalam sistem perekat
Pada tipe ini reservoir obat dibentuk dengan mendispersikan obat dalam
polimer perekat dan kemudian menyebarkan perekat polimer obat oleh
pengecoran pelarut atau peleburan (dalam kasus perekat panas meleleh)
pada lapisan backing kedap. Di atas reservoir, lapisan polimer perekat
unmediated diterapkan untuk tujuan perlindungan.
b. Sistem matriks - dispersi
Pada tipe ini obat ini tersebar merata dalam matriks polimer hidrofilik
atau lipofilik . Obat ini berisi disk polimer tertuju pada sebuah pelat
dasar oklusif dalam kompartemen dibuat dari obat dukungan lapisan
kedap air. Alih-alih menerapkan perekat dimuka reservoir obat, tersebar
bersama dengan lingkar untuk membentuk strip pelek perekat.

21
5. Sistem Microreservoir
Pada tipe ini sistem pengiriman obat adalah kombinasi dari waduk dan
sistem matriks - dispersi . Wadah obat dibentuk dengan terlebih dahulu
menangguhkan obat dalam larutan polimer yang larut air dan kemudian
menyebar solusi homogen dalam polimer lipofilik untuk membentuk ribuan
terjangkau, bola mikroskopis waduk obat . Dispersi ini termodinamika
tidak stabil distabilkan cepat dengan segera silang polimer in situ dengan
menggunakan agen silang.

Contoh-contoh sediaan transdermal adalah :


1. Nitroglyserin-releasing ’Transdermal Drug Delivery System’ (Minitran®) yang
digunakan untuk angina pectoris
2. Scopolamine-releasing ’Transdermal Drug Delivery System’ yang digunakan untuk
perawatan profilaksis atau motion-induced nausea
3. Isosorbide Dinitrate-releasing ’Transdermal Drug Delivery System’ yang digunakan
untuk perawatan angina pectoris
4. Clonidine-releasing ’Transdermal Drug Delivery System’ (Catapres®) yang digunakan
untuk terapi hipertensi
5. Estradiol-releasing ’Transdermal Drug Delivery System’ (Estraderm®) yang
digunakan untuk perawatan sindrom postmenopause
6. Fentanyl-releasing ’Transdermal Drug Delivery System’ (Duragesic®) yang
digunakan untuk perawatan analgesik pada penderita kanker

22
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Anatomi Dan Fisiologi Kulit Pada Perjalanan Obat Sediaan Transdermal
Kulit merupakan organ terluas yang memiliki tekstur lembut, lapisan fleksibel yang
menutup atau meng-cover tubuh hewan (manusia). Kulit memiliki area permukaan 1,7
m2 sampai 1,8 m2 dan merupakan 16% dari total masa tubuh rata-rata manusia (pada
manusia dewasa). Kulit memiliki 3 fungsi utama yaitu proteksi, regulasi suhu dan kadar
air pada tubuh, serta membantu dalam penginderaan.

Pada dasarnya kulit hanya dibagi menjadi 2 lapisan yaitu epidermis dan dermis.
Sedangkan hipodermis merupakan lapisan berserat yang membantu penempelan dermis
pada tulang. Pada lapisan dermis dapat dilihat pada gambar terdapat pembuluh saraf,
pembuluh darah, folikel rambut, akar rambut, kelenjar minyak dan kelenjar sebaseus.
Kulit terdiri dari 2 lapisan yaitu :
1. Epidermis, tahan air dan melakukan perlindungan terhadap infeksi. Epidermis
merupakan bagian terluar atau paling atas pada kulit dan membentuk lapisan
penghalang sebagai pelindung diatas permukaan tubuh. Ketebalannya bervariasi dan
tergantung pada ukuran sel dan jumlah lapisan sel mulai dari 0,8 mm pada telapak
tangan sampai sekitar 0,06 mm pada kelopak mata. Terdiri dari sel epitel yang
mencegah patogen memasuki tubuh dan juga menghindari hilangnya air dari kulit.
Terutama terdiri dari epitel skuamosa berlapis keratin. Epidermis memiliki 5
tingkatan lapisan yaitu :

23
a. Stratum corneum. Merupakan lapisan terluar pada epidermis. Ini merupakan
lapisan terpenting untuk penghantaran obat sediaan transdermal. Yang dimana
stratum corneum merupakan penghalang pembatas laju untuk masuknya molekul
obat. Kemudian stratum corneum terdiri dari 15 sampai 20 lapisan keratin yang
diisi dengan corneocytes dan terjadi di matrix lipofilik
b. Stratum lucidum. terdiri dari beberapa lapis sel yang sangat gepeng dan bening.
c. Stratum granulosum. Disini sel memproduksi butiran keratinohyalin yang
mengandung melanin, dan mensintesis pigmen pewarnaan
d. Stratum spogiosum. Disini sel bergerak keatas dengan perubahan morfologi dan
histologi. Kemudian sel menjadi rata dan nukleusnya menyusut
e. Stratum basale ( stratum germinativum ). Terdiri dari sel-sel yang disusun tegak
lurus terhadap permukaan kulit. Mereka terus menerus melakukan mitosis untuk
membentuk sel baru yang bergerak keatas dan hilang sebagai sel tanduk dari
permukaan kulit
2. Dermis, lokasi untuk pelengkap kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebaseus dan
kelenjar keringat. Dermis merupakan lapisan dibawah epidermis yang terdiri dari
jaringan ikat dan merupakan lapisan kulit yang tinggi vaskularisasinya. Dermis juga
memiliki gaya tarik yang kuat dan elastis, juga terdapat banyak ujung saraf yang
memberikan indra peraba, rasa sakit atau nyeri, suhu dan perubahan tekanan

3.2 Permeasi Melalui Kulit


Untuk obat yang aktif secara sistemik atau ditujukan untuk sistemik untuk mencapai
jaringan target yang jauh dari tempat pemberian obat di permukaan kulit. Memiliki
beberapa sifat fisikokimia yang mampu memfasilitasi penyerapan obat oleh stratum
korneum, penetrasi obat melalui berbagai jaringan kulit dan juga penyerapan obat oleh
jaringan kapiler dilapisan papiler dermal. laju permeasi, dq / dt di seluruh kulit dapat
diekspresikan, secara matematis, dengan hubungan berikut :

Cd dan Cr merupakan konsentrasi penetrant kulit di kompartemen donor (tempat


donor) yaitu konsentrasi obat di permukaan stratum korneum dan di kompartemen
reseptor (tempat reseptor).

24
Ada 3 cara dimana molekul obat dapat berpindah atau menyebrang dengan utuh
yaitu, melalui jaringan shunt rute (kelenjar keringat, volikel rambut,dll), intraseluler
lipid, atau melalui transeluler rute.
1. Rute transeluler. Rute transeluler merupakan rute langsung dimana obat akan
menembus kedalam kulit dengan melewati lapisan lemak di stratum corneum.
Meskipun rute ini merupakan jarak terpendek. Obat tersebut menghadapi resistensi
yang signifikan terhadap permeasi. Hal ini disebabkan karena obat harus melewati
membran lipofilik dari setiap sel kemudian melalui membran hidrofilik yang
mengandung keratin kemudian lapisan fosfolipid bilayer sel. Dan hal ini terus terjadi
secara berulang untuk melintasi seluruh ketebalan stratum korneum.

Gambar : bulat biru (molekul obat yang akan melintasi sel), area pink (kulit), pink
block (sel keratin). Molekul obat akan bergerak melewati sel dalam hal ini resistensi
permeasi akan tinggi
2. Rute intraseluler. Obat yang melewati kulit dengan rute ini harus melewati celah-
celah kecil diantara sel-sel kulit, membuat jalurnya lebih berliku. Meskipun ketebalan
stratum korneum hanya 20 mikrometer. Jalur difusi sebenarnya dari sebagian besar
molekul yang melintasi kulit pada urutan 400mikrometer. Peningkatan 20 kali lipat
pada jalur aktual dari molekul perembesan sangat mengurangi laju penetrasi obat
3. Rute Shunt

Folikel rambut yang


dilintasi molekul obat

25
Gambar: lingkaran D (molekul obat) akan melintasi membran melalui folikel
rambut pada kulit kemudian masuk ke sirkulasi darah
3.3 Penghantaran Obat Sediaan Transdermal Menuju Sirkulasi Darah
Untuk sampai pada sirkulasi darah dan memberikan efek secara sistemik, molekul
obat yang diberikan secara transdermal harus mampu melewati berbagai lapisan atau
membran di kulit. Sehingga terdapat beberapa syarat agar molekul obat dapat menembus
dan berdifusi menuju pembuluh darah, sebagai berikut :
1. Obat harus memiliki sifat fisikokimia yang memungkinkannya untuk ber-penetrasi
pada stratum korneum
2. Obat untuk dosis harian kurang dari 5mg/hari lebih disukai, jika obat dosis harian
lebih dari 10-25 mg dengan sediaan transdermal akan sulit. Hal ini berkaitan dengan
formulasi design transdermal yang nantinya akan membuat tambalan yang sangat
longgar
3. Fungsi barier akan berbeda disetiap manusia dan akan berubah sesuai dengan umur
4. Tingkat permeabilitas kulit manusia dapat mempengaruhi jumlah obat yang dapat
diberikan. Misalnya permeabilitas yang buruk akan membatasi jumlah obat yang
dapat diberikan secara transdermal
5. TDDS (transdermal drug delivery system) tidak dapat menghantarkan obat ionik.
Tetapi bisa untuk obat non ionik
6. Obat dengan bobot molekul yang tinggi tidak dapat diformulasikan untuk sediaan
transdermal
Komponen dasar transdermal patch adalah sebagai berikut :

26
Backing layer yang terbuat dari plastik atau foil dan perekat peka tekanan yang
mengikat tambalan pada kulit, obat dilarutkan atau disebarkan dalam matriks polimer
inert yang memberikan dukungan dan platform untuk pelepasan obat. Ketika tambalan
ditempelkan ke kulit, obat dilepaskan dan menembus kedalam kulit. Itu adalah proses
berkelanjutan yang dapat berlanjut selama beberapa jam hingga tujuh hari saat obat
bergerak lebih jauh kedalam kulit, obat itu diserap kedalam sistem kapiler lokal, aliran
darah kemudian molekul obat diangkut menuju tempat aksi pasien.

27
3.4 Perjalanan Obat Menuju Sirkulasi darah Secara Transdermal (Microneedles)

Gambar : Microneedles direkatkan atau ditempelkan pada kulit

Gambar : terjadi penetrasi pada stratum korneum

Gambar : obat bergerak secara difusi dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah

28
Gambar : obat diabsorpsikan secara lokal lalu berpindah menuju sirkulasi sitemik

3.5 Evaluasi Biofarmasetika Sediaan Transdermal


Evaluasi biofarmasetika sediaan transdermal meliputi :
1. Pengamatan organoleptik film transdermal
Pengamatan organoleptik meliputi pengamatan terhadap warna, bau dan perubahan
tekstur.
2. Pengujian bobot matriks film transdermal
Pengujian bobot matriks film pada tiap formula dilakukan dengan cara menimbang satu
persatu matrik. Uji Keseragaman bobot dengan cara dihitung bobot individu dari 10 patch
secara acak dan menghitung berat rata-ratanya. Bobot individu seharusnya tidak menyimpang
secara signifikan dari berat rata-rata.
3. Pengujian ketebalan matriks film transdermal
Ketebalan film polimer dihitung menggunakan mikroskopik, dial gauge, screw gauge atau
micrometer pada berbagai titik filma polimer
4. Pengukuran PH permukaan film transdermal
Film dimasukan kedalam beacker glass yang berisi aquades selama 5 menit kemudian
ukur pH aquadest yang telah dimasukan tersebut.
5. Uji Ketahanan Lipatan Matriks Patach Transdermal (Folding Endurance)
Uji daya tahan lipat melibatkan penentuan kapasitas lipatan dari film polimer yang
dikenai dengan kondisi lipatan ekstrim yang sering terjadi. Daya tahan lipat ditentukan
dengan melipat-lipatnya di tempat yang sama hingga pecah. Seringkali dilm polimer bisa
dilipat di tempat yang sama tanpa putus dan memberikan nilai daya tahan lipat
6. Uji Freeze thaw
o
Metode freeze thaw dilakukan dengan menyimpan sediaan pada suhu 4 C selama 48 jam
o
kemudian dipindahkan kesuhu 40 C selama 48 jam selama 3 siklus dengan

29
membandingkan nilai keseragaman bobot dan nilai kandungan lembab sebelum dan
sesudah penyimpanan dipercepat.
7. Uji kandungan lembab matriks film transdermal
Uji kelembaban dilakukan dengan menyiapkan film yang ditimbang secara terpisah dan
disimpan dalam desikator yang mengandung kalsium klorida pada suhu kamar selama 24
jam. Film-film polimer ditimbang lagi setelah interval waktu yang ditentukan sampai
beratnya konstan. Persentase kandungan air dihitung dengan menggunakan rumus:

%Moisture content= ((initial weight-final weight))/(final weight) x 100

Matriks ditimbang satu persatu dan dimasukan ke dalam deksikator selama 24 jam
kemudian matrik kembali ditimbang satu persatu setelah penyimpanan dalam deksikator
tersebut. Selanjutnya dihitung selisih bobot matriks sebelum dan sesudah dimasukan
dalam deksikator. Hasil perhitungan tersebut dinyatakan sebagai angka persentase susut
pengeringan.

8. Uji daya serap kelembapan


Serapan kelembaban diuji dengan cara film polimer yang telah ditimbang disimpan dalam
desikator pada suhu kamar selama 24 jam. Kemudian diambil diatur kelembabannya
hingga 84% dengan menggunakan larutan jenuh kalium klorida dalam desikator hingga
berat dari film polimer tersebut konstan.

Persentase penyerapan air dihitung dengan menggunakan rumus:


%Moisture uptake= (final weight-initial weight)/(initial weight) x 100

9. Uji keamanan (iritan)


Pengujian keamanan sediaan yang dibuat dilakukan dengan uji iritasi terhadap 10 orang
responden. Teknik yang digunakan adalah uji tempel terbuka (Patched test), yang
dilakukan dengan menempelkan filmpada punggung tangan responden dan dibiarkan
terbuka. Bagian yang diolesi dibiarkan terbuka selama 5 menit dan mengamati
kemungkinan terjadinya iritasi pada kulit. Jika tidak terjadi reaksi apapun diberi tanda (-),
bila kulit memerah diberi tanda (+) dan bila terjadi pembengkakan diberi tanda (++).
10. Uji persentasi pemanjangan
Persentase pemanjangan adalah perubahan panjang maksimum yang dapat dialami bahan
pada saat mengalami peregangan atau ditarik sammpai sebelum bahan itu robek.
Perubahan pemajangan panjang dapat terlihat apabila film sobek.

30
11. Daya tarik (tensile strenght)
Untuk menentukan daya Tarik dari film polimer, film polimer tersebut diapit secara
terpisah dengan menggunakan plat besi linier yang dikeringkan. Salah satu ujung dari
film polimer tersebut tetap terjaga dengan bantuan layer besi dan ujung lainnya terhubung
dengan benang yang bisa digerakkan secara bebeas di atas katrol. Bobot ditambahkan
secara bertaha ke dalam panic yang terpasang pada ujung gantung benang. Sebuah pointer
pada benang digunakan untuk mengukur perpanjangan film. Berat hanya cukup untuk
memecahkan film polimer yang diperhatikan. Daya Tarik dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:

Tensile Strength= F/( 〖a .b 〗^((1+L/l) )

F adalah daya Tarik yang dibutuhkan untuk memutuskan. A adalah lebar film. B adalah
ketebalan film. L adalah Panjang film. l adalah perpanjangan film saat break point. Dalam
studi lain, daya Tarik ditentukan dengan bantuan penganalisis tekstur. Kekuatan dan
pemanjangan diukur saat film pecah

31
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
1. Kulit dibagi menjadi 2 lapisan yaitu epidermis dan dermis. Sedangkan
hipodermis merupakan lapisan berserat yang membantu penempelan dermis pada
tulang. Pada lapisan epidermis terdapat stratum korneum dimana merupakan
penghalang pertama pada sediaan penggunaan melalui topikal. Pada lapisan
dermis terdapat pembuluh saraf, pembuluh darah, folikel rambut, akar rambut,
kelenjar minyak dan kelenjar sebaseus.
2. Obat pada sediaan transdermal untuk masuk kedalam sirkulasi darah dapat
melewati 3 rute yaitu melalui jaringan shunt rute (kelenjar keringat, volikel
rambut,dll), intraseluler lipid, atau melalui transeluler rute
3. Bahan obat untuk dapat diabsorpsi secara perkutan ialah bahan yang larut dalam
lemak dan dalam air (partisi koefisien lemak/air)
4. Faktor yang mempengaruhi LDA obat melalui kulit adalah:
 Variasi ketebalan stratum corneum
 Gradien konsentrasi
 Faktor biologi seperti kondisi kulit, usia, aliran darah dan metabolisme
 Faktor fisikokimia seperti hidrasi kulit, ph, suhu, koefisien difusi, koefisien
partisi, konsentrasi obat, ukuran dan bentuk molekul
 Vehikulum
5. Evaluasi biofarmasetika sediaan transdermal meliputi :
a. Evaluasi terhadap zat aktif dan eksipien
 Memliki bobot molekul relatif kecil (kurang dari 500 Da).
 Memiliki koefisien partisi sedang (larut baik dalam lipid maupun air
 Memiliki titik lebur yang relatif rendah.
 Memiliki effective dose yang relatif rendah
 Waktu penetrasi panjang
b. Evaluasi terhadap film transdermal
 Pengamatan organoleptik film transdermal
 Pengujian bobot matriks film transdermal
 Pengujian ketebalan matriks film transdermal
 Pengukuran PH permukaan film transdermal

32
 Uji Ketahanan Lipatan Matriks Patach Transdermal (Folding
Endurance)
 Uji Freeze thaw
 Uji kandungan lembab matriks film transdermal
 Uji daya serap kelembapan
 Uji keamanan (iritan)
 Uji persentasi pemanjangan
 Daya tarik (tensile strenght)

4.2 SARAN
Sediaan transdermal masih kurang familiar di masyarakat tidak seperti sediaan oral
atau sediaan lainnya sehingga perlu diberikan edukasi lebih kepada masyarakat tentang
sediaan transdermal beserta keunggulannya. Kemudian untuk sediaan transdermal masih
terbatas atau sedikit, sekalipun ada biasanya harganya lebih mahal dibandingkan sediaan
oral.

33
DAFTAR PUSTAKA

 Dian Ermawati. Jurnal penelitian TRANSFERSOME: SISTEM PENGHANTARAN


OBAT TOPIKAL DAN TRANSDERMAL
 Viviane Annisa. Review jurnal Sistem Penghantaran Obat Transdermal Dissolving
Microneedle (DMN) Serta Potensinya Sebagai Penghantaran Vaksin. Acta Pharm
Indo (2020) Vol 8 No 1: hal 36-44. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada
 Setyawati SK. Dasar Pemberian Terapi Obat Di Bidang Dermatologi. Fakultas
kedokteran brawijaya
 Mark R Prausnitz1 & Robert Langer. Transdermal drug delivery
 Kalpana S Paudel. Challenges and opportunities in dermal/transdermal delivery.
USA: University of Kentucky
 Nuryati, S.Far., MPH. 2017. Bahan ajar Farmakologi. Jakarta
 Samanta, M. K., Dube, R., Suresh, B. 2003. Transdermal Drug Delivery System of
Haloperidol to Overcome Self Induced Extrapyramidal Syndrome. Drug Dev Ind
Pharm. Vol. 29: 405-415
 Mutrhy, N.S., dan Shivakumar, H.N. 2010. Handbook of Non-Invasive Drug Delivery
System (Chapter 1). Missisipi: William Andrew Applied Science Pub
 Uwalie, E.R., dan Mita, S.W. 2017. Terpen sebagai Peningkat Penetrasi pada Sediaan
Transdermal. Farmaka. Vol.15(3):102-110.
 https://youtu.be/xBUCjnSdfNI (the patch as a therapeutic system)
 https://youtu.be/vF8pD4v1GYY (transdermal drug delivery system)
 https://youtu.be/jXivmrTN9LM (transdermal drug delivery system)
 https://youtu.be/BKZmM5K0_Rs (transdermal drug delivery route of skin
permeation)

34
Lampiran 1
LEMBAR DISKUSI TANYA JAWAB

1. Putri Andriani (18330079) kelompok 6


Pada slide ke 9 terdapat faktor yang mempengaruhi absorpsi obat melalui kulit yaitu
vehikulum, kemudian jelaskan terkait hal tersebut dan berikan contohnya?
Jawab : (Aulia Niasya El Haq 18330054) vehikulum merupakan suatu bahan
pembawa obat atau zat tambahan yang dapat mempermudah absorpsi obat yang
diberikan secara perkutan sehingga mencapai tempat kerjanya dengan efektif. Yang
dimana absorpsi yang maksimal dipengaruhi oleh kemampuan sediaan berpenetrasi
pada kulit. Terdapat beberapa bahan tambahan ketika ditambahkan pada sediaan
transdermal dapat meningkatkan daya penetrasi sediaan yaitu seperti, sulfoksida,
azone, pirolidon, asam lemak, alkohol, glikol, surfaktan, urea dan terpen.
2. Indah Rosalia (18330085) kelompok 7
Pada slide ke 8, pembuluh darah di kapiler epidermis merupakan tempat utama
terjadinya absorpsi sistemik pada pemberian topikal sehingga dapat menimbulkan
efek sistemik, efek sistemik apa yang akan ditimbulkan ?
Jawab : (Wiji Novieyanti 18330046) biasanya pemberian melalui kulit itu
memberikan efek lokal contohnya ketika penggunaan krim atau salep. Tapi pada
sediaan transdermal ini dapat memberikan efek sistemik yaitu dapat menuju ke organ
yang jauh dari kulit dengan cara membawanya melalui sirkulasi sistemik, bukan
sirkulasi lokal lagi. Contoh efek sistemik yang ditimbulkan adalah, seperti
penggunaan transdermal nitrogliserin sebagai obat jantung yang dimana obat dapat di
pindahkan sampai pada target aksi yaitu jantung

3. Rizki Akbar Sepro (16330126)


Pada slide ke 14 terdapat rute shunt, apa yang dimaksud dengan rute shunt dan
bagaimana mekanismenya ?
Jawab : (Afifah Abid Hanun 18330053)rute shunt itu adalah rute dimana obat menuju
peredaran darah melalui folikel rambut pada kulit. Mekanismenya adalah ketika
sediaan transdermal ditempelkan, terjadi penetrasi sehingga obat dapat dilepaskan,
ketika obat dilepaskan kemudian obat akan melintasi membran melalui folikel rambut
pada kulit kemudian masuk ke sirkulasi darah yang kemudian di distribusikan atau
dipindahkan ke organ target

35
4. Dyah Ayu Candra (19330705) kelompok 11
Mengapa hidrasi kulit mempengaruhi faktor absorpsi obat ?
Jawab : (Thanty Zullyta Risky 18330050) dengan adanya penumpukan cairan akan
terjadi peningkatan biotransformasi obat pada permukaan kulit. Sehingga hidrasi kulit
ini dapat mempengaruhi efek permeasinya. Seperti pada obat tertentu (asam salisilat,
kortikosteroid, kafein dan ibu profen) dengan peningkatan hidrasi kecepatan permeasi
obat juga mengalami peningkatan. Yang dimana permeasi merupakan perpindahan
obat dari satu kompartemen ke kompartemen lain.

36

Anda mungkin juga menyukai