Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SISTEM PENGHANTARAN OBAT

PENGHANTARAN SEDIAAN TRANSDERMAL

Disusun Oleh :
1. Nadila Dwi Silvia (1604015052) (Makalah hal 257-262)
2. Risti Amelia Adzmi (1604015152) (Makalah hal 263-268)
3. Pieska Septiwidya (1604015112) (Makalah hal 269-274)
4. Mika Aulia (15040152340 (Makalah hal 302-308)
5. Soraya Annisa (1504015393) (Makalah hal 308-314 )
6. Deka Saputra (1504015085) (Makalah hal 281-287)

Kelas/Kelompok : 7H/2 (Dua)


Dosen : Nining, M.Si., Apt.

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Banyak persamaan, tapi juga perbedaan antara sediaan dermal dan


transdermal. Pada sediaan dermal, tidak dipersyaratkan obat menuju sirkulasi
sistemik, sedangkan pada sediaan transdermal harus ada (pengambilan) obat untuk
mencapai sistem sistemik. Selain itu, pada aplikasi transdermal, obat dihantarkan
melalui kontak langsung dengan kulit sehat, berbeda dengan aplikasi obat secara
dermal (yang hampir selalu untuk kulit tidak sehat).

Sering sift-sifat kulit sebagai penghalang merupakan hal yang perlu


diperhatikan pada saat digunakan untuk pengobatan penyakit (pada umumnya
topikal untuk pengobatan lokal). Hal ini menambah kompleksitas permasalahan
karena splikasi pertama obat (bahan aktif), biasanya digunakan dalam jumlah besar
agar dapat mencapai jaringan yang sakit. Apabila keadaan penyakit mulai sembuh
dan membaik, permeasi obat menjadi lebih sulit dan hanya sejumlah kecil
konsentrasi obat saja yang akan mencapai pengobatan penyakit tipikal.

Jarang sekali industri farmasi (riset) menghasilkan obat kimia baru spesifi
yang digunakan untuk pengobatan dermal dan atau transdermal. Oleh sebab itu,
pada umumnya sifat fisikokimia obat tidak selalu ideal untuk pengambilan obat
melalui kulit. Berarti harus dilakukan upaya luar biasa dengan mendesain formulasi
secara tepat, atau menemukan obat yang dapat menghantarka obat dalam jumlah
cukup sedemikian rupa sehingga obat berada dalam konsentrasi cukup di lokasi
obat bekerja.

1.2. Tujuan

1. Agar mahasiswa mengetahui keunggulan dan kelemahan jalur penetrasi obat


melalui kulit.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permeasi kulit.
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan.
4. Untuk mengetahui strategi peningkatan permeabilitas obat atau optimasi
system penghantaran transdermal.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Penghantaran Obat Transdermal

Masalah utama sediaan semisolida ini adalah pengontrolnnya. Konsentrasi


plasma dan durasi kerja tidak selalu mudah diprediksi karena beberapa alasan, yang
sebagian besar tergantung pada pasien, yaitu frekuensi pemberian dan jumlah serta
luas permukaan aplikasi yang dapat mempengaruhi efikasi terapeutik. Akan tetapi,
yang paling signifikan adalah faktor inter dan intraindividual dalam hal
permeabilitas kulit.

Dalam pengembangan sediaan transdermal, perlu dipahami dengan baik


pengetahuan tentang anatomi kulit, pengetahuan tentang sifat (fisiologi) kulit, sifat
kulit sebagai penghalang masuknya faktor eksternal, dan metode atau cara yang
dapat diaplikasikan untuk mengubah karakteristik permeabilitas kulit. Jadi, dapat
dikatakan bentuk sediaan transdermal memiliki keuntungan, kerugian, dan
permasalahan

2.1.1. Keuntungan Bentuk Sediaan Transdermal

 Menghindari masalah terkait dengan absorpsi di salur cerna.


 Mencegah efek lintas pertama, yang berarti meminimalkan dosis masukan
obat.
 Bermanfaat untuk obat yang tidak dapat diberikan secara oral atau terdapat
kontraindikasi pada pemberian oral.
 Dapat menghantarkan obat dengan indeks terapi sempit.
 Memiliki kemungkinan dapat mengontrol kadar obat poten.
 Mudah melakukan terminasi pengobatan jika dikehendaki.

2.1.2. Kerugian Bentuk Sediaan Transdermal

 Tidak praktis, dan tidak mungkin untuk obat dosis besar.


 Menimbulkan masalah jika formulasi obat menyebabkan kepekaan atau
iritasi kulit.
 Obat dimetabolisme secara ekstensif di kulit.
 Obat yang berbobot molekul besar tidak dapat berdifusi melalui kulit.

2.1.3. Masalah Yang Terkait Dengan Bentuk Sediaan Transdermal

 Keterbatasan permeabilitas obat pada kulit (dalam beberapa hal dapat diatasi
dengan penambahan peningkatan penetrasi).
 Keterbatasan farmakokinetika dan farmakodinamika.
 Hanya dapat diaplikasikan untuk obat dengan dosis rendah.
 Kemungkinan menimbulkan reaksi iritasi atau hipersensitifitas.
 Variasi permeabilitas kulit (inter dan intrasubjek).

2.2. Struktur Kulit dan Sifat Halangan

Kulit adalah organ multilayer kompleks, baik ditinjau dari struktur maupun
fungsinya. Kulit dapat dianggap mempunyai 4 lapisan yang berbeda dengan
jaringan (gambar 2. 1):

Gambar 2.2.1 Penampang dari kulit (A) Stratum corneum (B) Epidermis hidup (C) Dermis (D) Lemak subkutan. 1. Rute
transekrim 2. Rute transebaseous 3. Rute transokular 4. Rute intraseluler dan 5. Rute transeluler.

1. Epidermis tidak hidup (non viabel, stratum corneum)


2. Epidermis hidup (viable)
3. Viable dermis (corium)
4. Jaringan konektif subkutan (hipodermis)
Pada lapisan-lapisan ini terdapat sistem sirkulasi kulit (arterial plexus) dan
appendages (folikel rambut, kelenjar sebaceus, dan keringat). Dermis terdiri atas
jaringan kolagen 75%, elastin 4%, retikulin 0,4%, dan serat elastin yang membalut
matrik polisakarida yang mengandung pembuluh darah, limfatik, dan ujung syaraf.
Dermis merupakan penghalang signifikan untuk permeasi obat menuju bagian
dalam karena sifat vaskularnya.

Epidermis terdiri atas epidermis hidup dan stratum corneum. Epidermis


hidup menunjukan sifat-sifat seperti hidrogel epidermis tersebut tidak menunjukan
penghalang penetrasi secara signifikan. Stratum corneum merupakan halangan
utama dalam permeasi kulit dan penetrasi melalui kulit molekul obat karena stratum
corneum merupakan membran yang koheren dengan ketebalan 15-20 mcm, terdiri
dari blok keratin (matik sitoplasma protein) di balut lemak atau lipid
ekstraseluler.struktur dari sel yang mengandung keratin (corneocytes) tersusun
dalam struktur saling mengunci (interlocking) seperti pada gambar 2.2

Gambar 2.2.2. Penampang skematik stratum corneum memperlihatkan struktur saling mengunci dari keratin
(corneocytes).

Dua rute potensial permeasi molekul obat melalui stratum corneum adalah
melaui rute transeluler dan rute interseluler (secara kontinu); secara skematis
digambarkan pada gambar 2.3
Gambar 2.2.3 Mekanisme secara skematis masuknya obat melalui stratum corneum.

3 variabel utama yang mempengaruhi kecepatan permeasi obat melalui kulit :

- Koefisien partisi obat (stratum corneum dan pembawa).


- Difusifitas obat dalam stratum corneum.
- Konsentrasi obat dalam pembawa.

Rute penetrasi melalui kulit dapat melalui beberapa alur :

Rute transpendageal melalui kelenjar keringat dan folikel rambut (sekitar


0,1% dari seluruh permukaan kulit), merupakan rute penting untuk molekul besar
bersifat polar, atau elektrolit dengan konstanta difusi kecil/rendah, atau kelarutan
rendah. Folikel rambut menunjukkan permeasi cukup tinggi karena itu melalui alur
ini absorpsi lebih cepat, akan tetapi jumlah obat yang diabsorpsi relative
sedikit/kecil.

Urutan proses perjalanan suatu obat dari sediaan sistem transdermal menuju
sirkulasi sistemik meliputi :

- Disolusi obat
- Beberapa tahap difusi dan partisi
- Pembentukan depot obat
- Metabolisme
- Pengambilan melalui kapiler dan vaskulator
Gambar 2.2.4. Urutan proses untuk absorpsi obat secara sistemik dari sediaan transdermal. 1. Disolusi, 2,4,6. Difusi, 3,5.
Partisi, 7. Depot jaringan, 8. Metabolism dan 9,10. Sistem kapiler.

Gambar 2.2.5. Plot log kecepatan permeabilitas versus lipofilisitas permean menunjukkan daerah yang mengontrol
kecepatan.

Daerah A : tidak ada ketergantungan pada pasrtisi untuk homolog yang lebih
polar. Daerah C : kehilangan sensitivitas partisi untuk homolog permean dengan
lipofilisitas lebih tinggi. Daerah C menggambarkan sifat hidrofilik dan lapisan
pembatas air, merepresentasikan epidermis hidup.
3.3. Faktor Fisiologi yang Mempengaruhi Absorpsi Kulit
- Hidrasi kulit
Hidrasi korneum dapat pula meningkatkan, memperlambat, atau sama sekali
tidak menunjukkan efek pada kecepatan permeasi. Biasanya hidrasi meningkatkan
kecepatan permeasi obat pada kulit untuk obat-obat, seperti asam salisilat,
kortikosteroid, kofein, dan ibuprofen.
Faktor biologi yang mempengaruhi kecepatan absorpsi perkutan meliputi usia,
ras dan jenis kelamin.
- Lokasi aplikasi
Lokasi aplikasi sangat penting sekali diperhatikan, karena kulit tidak
permeable secara uniform pada seluruh permukaan tubuh. Sifat stratum corneum
bervariasi pada berbagai lokasi permukaan tubuh karena :
 Perbedaan ketebalan
 Jumlah lapisan sel
 Tumpukan/lapisan sel
 Jumlah lipid permukaan
 Jumlah relative berbagai lipid interseluler
Faktor lain yang dapat mempengaruhi variasi lokasi dalam permeasi
transdermal meliputi : perbedaan jumlah dan distribusi “appendages”, dan
kedalaman papillae dermal di dalam epidermis.
- Metabolisme kutanous
Proses metabolism di kulit, di katalis oleh enzim yang terdapat di kulit,
meliputi reaksi : oksidasi, reduksi, hidrolisis dan konjugasi.
- Kulit
Komponen selular yang terlibat dalam proses imunologi. Tipe sel yang
ditemukan pada kulit meliputi :
 Keratinosit : ditemukan di epidermis, menghasilkan kuantitas besar
mediator imunologik.
 Sel-sel langerhans : ditemukan di epidermis, merupakan sel yang
mempresentasikan antigen dalam epidermis.
 Sel indeterminan : precursor sel-sel Langerhans ditemukan juga di
epidermis dan papilar dermis.
 Macrophages jaringan : ditemukan di dermis, berpartisipasi dalam proses
phagositosis.
 Sel-sel mast : merupakan sel yang melepas histamine, bertanggung jawab
untuk reaksi tipe hipersensitivitas segera.
 Granulosite : terlibat dalam proses phagositosis.
 Fibrolast dan sel endothelial dari vaskulator : berpartisipasi dalam
mekanisme antigen kulit.
- Drama imunologi sediaan transdermal
Cara potensial untuk mengurangi hambatan (halangan) kulit :
 Pendekatan secara fisika :
Pengelupasan stratum korneum
Hidrasi stratum korneum
Iontoforesis
Energi ultrasonik/fonoforesis
Aktivasi termal
 Pendekatan secara kimia :
Sintesis analog lipofilik
Delipidisasi stratum korneum
Ko-administrasi dengan pemberian peningkat permeasi kulit
 Pendekatan secara biokimia
Sintesis prodrug
Ko-administrasi dengan pemberian inhibitor metabolism kulit
Tabel 2.3.1. Pengukuran ketebalan kulit beberapa spesies

Jenis/Tipe Stratum Epidermis Kulit secara keseluruhuan


Corneum (μm) (mm)
(μm)
Manusia 16,8 46,9 2,97
Babi 26,4 65,8 3,43
Kelinci 18,4 32,1 2,09
Mencit tanpa 8,9 28,6 0,70
dulu
Mencit 5,8 12,6 0,84
- Pemilihan obat
Secara tradisional, ketentuan umum untuk bahan obat sediaan transdermal
adalah obat harus mempunyai kelarutan air lebih besar dari 1 mg/ml, kelarutan
minyak lebih besar dari 1 mg/ml, bobot molekul kurang dari 1000, dan dosisnya
kurang dari 10 mg/ml. hadgraft, 1989 mengemukakan kriteria sebagai berikut :
 Waktu paruh : terkait dengan konsentrasi obat dalam plasma, obat dengan waktu
paruh panjang lebih lambat mencapai kesetimbangan plasma dibandingkan
dengan obat waktu paruh pendek sehingga efek terapi lebih lambat dicapai.
 Toksisitas obat pada kulit : obat akan berkontak dengan kulit untuk waktu cukup
lama. Tergantung dari struktur molekul obat dan kondisi kulit, persinggungan
obat yang lama dengan kulit dapat menimbulkan iritasi, reaksi imunisasi, dan
sebagainya. Selain akibat bahan aktif obat, iritasi dapat pula terjadi karena
komponen formulasi lain, seperti eksipien (misalnya peningkat penetrasi) dan
bahan penunjang lainnya, misal DMSO (dimetilsulfoksida), yang dapat
menyebabkan kulit terkelupas dan selanjutnya menimbulkan iritasi.

Tabel 2.3.2. Kriteria yang harus dipertimbangkan dalam proses pemilihan obat

1. Permeabilitas kulit yang cukup  Obat dengan bobot molekul rendah


 Obat dengan suhu lebur rendah
 Obat dengan kelarutan moderat
dalam minyak dan air
 Obat poten
2. Penerimaan kulit yang cukup baik  Obat tidak mengiritasi
 Obat tidak menimbulkan sentisisasi
 Obat tidak di metabolism (di kulit)
3. Kebutuhan klinik yang cukup  Kebutuhan untuk memperlama
(perpanjang pemberian)
 Kebutuhan untuk meningkatkan
penerimaan pasien
 Kebutuhan untuk mengurangi efek
samping pada jaringan bukan
sasaran
Lapisan stratum korneum kulit merupakan penghalang yang efektif
terhadap lewatnya sebagian besar bahan kimia termasuk obat.
Bahan aktif yang sudah dipasarkan/dievaluasi secara klinik meliputi
bupranolol, clonidine, estradiol, fentanil, isosorbid dinitrat, minoksidin, nikotin,
nitrigliserin, skopolamin, testosteron, dan timolol.
Peningkat permeast

Impermeanilitas kulit mendorong pengembangan sejumlah strategi untuk


meningkatkan permeast melalui berbagai cara, baik secara pendekatan
menggunakan bahan kimia maupun fisika.

1. Pendekatan melalui kimia


Pendekatan secara kimia dapat dibagi beberapa cara:
a. Cara yang menyebabkan bahan aktif berada dalam keadaan
aktivitas termodinamika tinggi. Dalam proses ini terjadi
kehilangan pelarut karena evaporasi atau difusi kedalam kulit.
b. Mekanisme peningkat penetrasi kimia kedua adalah dengan
menggunakan pelarut yang berpermeasi kedalam kulit dan
berperilaku sebagai pembawa bahan aktif.
c. Mekanisme ketiga adalah apabila komponen formulasi
berpenetrasi kedalam iner seluler lipid, dimana zat akan
disisipkan atau merusak stuktur lipid. Hal ini akan menimbulkan
daerah dimana difusi berlangsung lebih cepat dan permeasi
melalui stratum corneum akan ditingkatkan.

Stuktur molekular dari tipe peningkat permeasi ini pada


umumnya berupa rantai alkil panjang dan satu gugus kepala
polar, seperti surfaktan. Molekul tipe ini menunjukkan sifat
mengiritasi.
2. Pendekatan secara fisika lainnya
Fungsi penghalang kulit secara fisika dapat dipecahkan dengan cara
“menembakkan” partikel melalui kulit dengan kecepatan tinggi atau
menembus stratum carneum dengan cara teknologipenguraian laser secara
terkontrol. Cara fiika ini selanjutnya tidak akan dibahas.

Adhesif

Alat atau sediaan transdermal yang akan digunakan untuk jangka waktu
lama (± 1 minggu) memerlukan adhesif untuk melengketkan sediaan atau alat pada
kulit. Persyaratan untuk adhesif dermal adalah :

- Biokompatibilitas yang baik (iritasi lemah, toksisitas akut, dan kronik)


- Menunjukkan adhesi yang baik terhadap kulit berminyak, basah mengkerut,
dan berbulu (berambut)
- Mununjukkan resistensi yang baik terhadap lingkungan berair dan lembab
(kelembaban)
- Menunjukkan permeabilitas baik terhadap kelembaban untuk mencegah
okulasi berlebihan maupun terhadap obat
Faktor yang mempengarusi formulasi adhesif

Di antara faktor yang dapat mempengaruhi sifat adhesif ini, antar lain:

- Ukuran dan bentuk sediaan (alat)


- Kohesivitas (cohesiveness)
- Tipe dan karekteristik polimer
- Dan sebaginya

Adhesif peka tekanan secara umum didefinisikan secara material yang akan
terikat (adhere) pada substrat. Jika di aplikasikan pada tekanan lemah dan
apabila ditanggalakan (copot), maka adhesif tidak akan meninggalkan residu
(bekas).

Pembuatan laminat adhesif

Laminat adhesif adalah komposif yang dibuat (terdiri) dari lembaran penutup
belakang (backing sheet) atau membran : suatu lapis tipis adhesif dan suatu
penutup pelepasan (release liner) pada bagian permukaan setiap sediaan / alat.

Skema pembuatan laminat adhesif (prosedur Dow coming)

Model fisik penghalang terhadap permeasi obat

Dalam sediaan / alat transdermal denganpelepasan lama, ada beberapa


penghalang permeasi obat yang perlu diketahui karena tiap-tiap penghalang
ini akan memerlukan penanganan yang berbeda.

Terminology berikut perlu dipahami untuk dapat memahami bahsan dengan


baik.
1. Kontrol kulit (Skin Control) : Sebagai halangan (barrier) utama yang
penting / bermakna terhadap absorpsi obat
2. Kontrol sistem (System Control) : mengontrol sistem transdermal, pets
(patch), atau alat
3. Kontrol matrik dan control membran : yang mengontrol / mengendalikan
kecepatan penghantaran obat adalah difusi matrik atau permeasi membrane
4. Kontrol campuran (Mixed Control) : mengontrol / mengendalikan
kecepatan penghantara obat adalah efek kombinasi dari keduangnya, baik
sistem transdermal maupun pengontrolan / pengendalian oleh kulit.

Pada model fisik sebgai model transdermal, ada 4 macam halangan


individual terhadap permeasi obat :

Matrik polimer (p)

Membrane polimer (m)

Lapisan adhesif (α), dan

Stratum corneum (c)

Desain formulasi dan optimasi

Dalam mendesain sisitem transdermal, penting sekali memperhatikan hubungan


antara kecepatan penghantaran obat pada permukaan kulit dengan kecepatan
maksimal absobsi obat oleh jaringan kulit. Hal ini sangat penting karena stratum
corneum diketahui sangat tidak permeabel terhadap banyak bahan aktif obat.

Kecepatan permeabilitas kulit pada keadaan mantap (Ǫ/t) ss secara matematis


terkait dengan kece[atan sesungguhnhya dari penghantaran obat pada sistem
terapeutik transdermal (Ǫ/t) tts pada kulit, dan kecepatan absobsi kulityg dapat
dicapai (Ǫ/t) m,s menurut ekuasi berikut:

1 1 1
= +
(Ǫ/t) (𝑄/𝑡)𝑡𝑡𝑠 (𝑄/𝑡)𝑚𝑠

Pada sistem teurapetik yang dikontrol secara difusi, hubungan antara kecepatan
penghantaran obat dari sistem terapetik transdermal dengan kecepatan prmeasi kulit
dapat dirumuskan. Dimana k adalah suatu konstanta: K1, K2, dan K3 adalah
koefisiensi partisi untuk partisia antarmuka antara stratum corneum dan matrik
polimer.
Seperti perkiraan menurut (13.28), dapat dilakukan optimasi desain formulasi
sistem teurapetik transdermal

Dengan kecepatan permeasi kulit yg dikontrol/dikendalikan oleh kecepatan


penghantaran obat dari sistem penghantaran. Jadi, dalam pengembangan sistem
terapetiktransdermal peru dilakukan evaliasi kinetika dan optimasi
sistem,termaksud hal berikut:

1. Efek desain sistem


2. Efek komposisi polimer
3. Efek formulasi polimer
4. Pengujian stabilias awal(preliminari)

Peningkatan penghantaran obat transdermal terkendali

Tidak semua obat dapat diberikan secara transdermal pada kecepaatan yg cukup
tinggi untuk mencapai kadar darah yg secara terapeutik bermanfaat untuk
pengobatan sistemik.

Ada 2 pendekatan potensial untuk mengurangi/ menurunkan sifat penghalang kulit:

1. Pembuatan prodrug biokonvertibel


Dapat diaplikasikan pada sistem terapetik transdermal pelepasan terkendali
dgn cara mengganggun permeabilitas kulit.
2. Peningkatan permeabilitas kulit menggunakan peningkatan permeabilitas
Tipe baru sistem penghantaran transdermal ini mampu melepas satu atau
lebih peningkat permeasi yg sesuai.

Faktor-faktor penting selama pengobatan secara Transdermal


Desain pengembangan dan keberhasilan system penghataran sediaan
Transdermal ,bergantung pada 4 faktor yang satu dengan yang lainnya saling
berkaitan, yaitu:

Formulasi Obat
Biofarmasetika Obat
Karrakteristik kulit dan
Adhesi system pada kulit
Masing-Masing Faktot ini dipengaruhi oleh factor lain:
a. Formulasi
Lapisan Pembatas
Ketebalan
Suhu
Gemetri system
Polimer
Pembawa
Porositas membrane
Turtuositas dan lain sebagainya
b. Biofarmasetika obat

Parameter biofarmasetika yang mempengaruhi desain system pengantaran


transdermal adalah:

Waktu paruh biologi dari obat


Kadar darah secara farmatologi
Jendela terafeutik
Jumlah obat yang di perlukan untuk berpermeasi melalui kulit dan
Keadaan hidrasi dari kulit

c. Karakteristik kulit

Desain dari alat pengantaran tergantung pada parameter kulit berikut ini

Spesies
Kondisi kulit
Permeabilitas dari suatu lokasi
d. Adhesi pada kulit

Parameter adehesi yang menentukan desain alat atau system pengantaran terutama
adalah formulasi adesif dan kulit.formulasi adesif dipengaruhi oleh hal berikut:

Ukuran dan bentuk alaat


Kohesifnes
Pemasakan(curing)
Susunan lapisan lain
Fleksibelitas atau non fleksibel dapat di lewati untuk pernafasan kulit atau
tidak dapat dilewati untuk penafasan.

Potensi penngunaan kulit sebagai alur masuk obat untuk tujuan pengobatan secara
sistemik merupakan salah satu ajang penelitian penting yang banyak di teliti.ada
dua tahap pengembangan yang perlu di pahami dengan
baik.pertama,mengembangakan sediaan transdermal untuk sediaan
sistemik.kedua,mengembangkan sediaan transdermal dengan efek ssistemik
dengan pelepasan bahan obat terkendali. Contoh dari obat transdermal pelepasan
terkendali ini adalah dalam bentuk patch transdermscop system deponit,system
nitrodis,system nitrodur dan lain lain.

A. Dasar pengontrolan kecepatan pelepasan system pengantaran obat


transdermal.Kecepatan permeasi deki atau dt melewati jaringan kulit di
ekspresikan secara matematika dengan hubungan sebagai berikut

Suatu profil kinetika permeasi kulit tipikal nitrogliserin dapat diliahat pada gambar
ini
Secara langsung pada permukaan strtumcurneum dalam hal ini permeasi kulit obat
sma sekali tidk dipengaruhi oleh pelarut organic atas system pengantaran obat

B. Pendekatan pengembangan system terafeutik transdermal(STT)


berbagai teknologi telah dikempangkan untuk mendapatkan suatu
mekanisme yang mengontrol kecepatan dan fermeasi obat.tekhnologi ini dapat
dikelompokan dalam empat kelompok pendekatan:

1.sistem pengantaran transdermal di moderisasi membran (STTM-M)

Pada system STTM-M reserfoir obat secra total dienkapsulasi pada suatu
kompartemen cetak hasil peleburan obat laminat metalik plastic dan suatu
membrane polimer yang mengontrol kecepatan

 Peningkatan Permeasi melalui kulit


Peningkatan permease ideal dapat didefinisikan sebagai bahan kimia
dengan sifat unik terkait dengan kulit, yang secara reversible menurunkan
(mengurangi) resistensi halanagn lapis tanduk kulit tanpa merusak (setiap)
sel hidup.

Kriteria untuk peningkat permease dapat dirinci sebagai berikut:


- Secara farmakologi Inert
- Tidak bersifat toksik, tidak merangsang, tidak menimbulkan alergi
- Onset harus cepat dan durasi aktivitas harus dapat diperkirakan dan sesuai
untuk obat yang digunakan
- Dapat menyebar dengan baik di permukaan kulit
- Sebisa mungkin tidak mahal

 Tipe peningkat permease


1. Senyawa sulfoksida dan senyawa yang sama
Dimetilsulfoksida ( DMSO) adalah peningkat permease klasik pelarut
aprotic yang kuat, tidak berwarna, hamper tidak berbau, dan
higroskopik.
2. Pirolidon
Pirolidin dan turunannya merupakan akseleran potensial untuk
bermacam obat. Walaupun dapat digunakan untuk meningkatkan
penetrasi beberapa obat, penggunaan pirolidon ini terkendali karena
dapat merusak kulit, terutama pada konsentrasi tinggi di kulit.
3. Asam-asam lemak
Absorpsi obat secara perkutan, akan ditingkatkan oleh beraneka asam
lemak rantai Panjang, dan yang terbanyak diteliti adalah asam oleat.
4. Azon
Azon adalah molekul pertama yang secara spesifik didesain sebagai
peningkatan penetrasi kulit. Azon meningkatkan transport kulit
sejumlah zat, seperti steroid, antibiotika dan permean hidrofilik serta
lipofilik.
5. Surfaktan
Surfaktan digunakan secara luas dalm formulasi pestisida dan kosmetik
serta digunakan sebagai peningkatan penetrasi kulit sejumlah obat.
6. Urea
Urea digunakan sebagai agen hidrasi untuk pengobatan pada kondisi
terjadi pengelupasan kulit, seperti psoriasis, ichtyosis, dan kondisi
hiperkeratonik kulit lainnya.
7. Alkohol dan glikol
Pada konsentrasi tinggi etanol da alkohol rendah lainnya dapat
mengekstrasi lipid stratum corneum dan mengdehidrasi membrane
stratum corneum.
Glikol digunakan secara luas dalam sediaan topical dan kosmetika, dan
beberapa diantaranya telah dievaluasi sebagai peningkat permease yang
potensial.

8. Material lain
Zat lain yang dinyatakan sebagai peningkat penetrasi adalah orgelase
suatu enzim yang dikeluarkan dan mendisagregasi sel kulit manusia.
9. Minyak atsiri, terpen dan terpenoid
Minyak atsiri menguap berupa zat fragnan yang diekstraksi dari
bunga,buah,daun dan akar bermacam tanaman.
Terminiologi “terpen” biasanya mendeskripsikan suatu senyawa
yang merupakan konstituen dari suatu minyak atsiri yang mengandung
karbon, hydrogen, dan kemungkinan oksigen tapi bukan aromatic.
Senayawa terpenoid dikelompokkan berdasarkan struktur kimianya,
yaitu unit isopren.
Saat ini produk bahan alam, salah satunya terpen, luas digunakan di
industry farmasi karena dianggap relative aman secara klinik dan dapat
diterima sebagai peningkat penetrasi untuk obat lipofilik dan hidrofilik.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes G. 2008. Seri Farmasi Industri 3 : Sistem Penghantaran Obat Pelepasan


Terkendali. Penerbit ITB.

Anda mungkin juga menyukai