Anda di halaman 1dari 11

TRANSDERMAL Penggunaan obat melalui kulit mempunyai 3 tujuan, yaitu: 1. Obat harus tinggal pada permukaan kulit : mis.

Bahan desinfeksi, pelindung cahaya dan lain-lain 2. Obat dibebaskan ke dalam kulit atau ke dalam jaringan, dan memberikan efek lokal, misalnya anastesi lokal 3. Obat diaborpsi dan memberikan efek sistemik Transdermal adalah penggunaan obat melalui kulit untuk tujuan pengobatan sistemik. Suatu sediaan akan dapat memberikan efek sistemik, apabila obat yang diberikan tersebut dapat menembus lapisan kulit dan masuk kedalam sirkulasi sistemik. Keuntungan bentuk sediaan trandermal adalah: 1. Dapat mengeliminasi ketidakteraturan absorbsi obat dan saluran cerna karena pengaruh pH, makanan dan waktu transit usus 2. Obat bypass sirkulasi portal (tidak harus lewat hati) 3. Memungkinkan absorpsi obat secara konstan dan kontinyu 4. Pemakaian obat dapat dengan mudah dihentikan 5. Dapat memberikan input obat secara terkontrol ke dalam sistem sistemik dan dapat mengeleminasi lonjakan obat dalam darah. Disamping keuntungan, sediaan transdermal juga memiliki keberatan/kerugian yaitu: 1. Tidak semua obat dapat digunakan, hanya untuk obat dengan botot molekul kurang dan 1000 2. Tidak semua bagian tubuh dapat digunakan untuk tempat aplikasi sediaan trandermaI (terbatas pada bagian tertentu saja) 3. Dosisnva tertentu (tidak boleh teralu besar) harus obat-obat yang poten. KULIT Kulit tersusun atas banyak jaringan, termasuk pembuluh darah, kelenjar lemak, kelenjar keringat, organ pembuluh perasa/ urat syaraf jaringan pengikat, otot polos dan lemak. Kulit merupakan organ yang paling besar/luas dari tubuh. Luas total kulit manusia mencapai 2 m2 Gambaran dari struktur kulit, terlihat pada gambar di bawah ini :

Universitas Gadjah Mada

FUNGSI KULIT 1. Fungsi mekanik Fungsi mekanik yaitu fungsi yang mencegah dan membatasi gerakan jaringan dibawahnya, fungsi mekanik tergantung pada dermis dan epidermis. Kulit merupakan organ yang elastis, dapat merenggang dan reversible. 2. Fungsi protektif/barier a. Barier mikrobiologi b. Barier kimia c. Barier radiasi d. Barier panas e. Barier elektrik/listrik 3. Mengandung cairan tubuh dan jaringan 4. Regulasi dan temperatur tubuh 5. Sistesis dan nietabolisme 6. Regulasi tekanan darah 7. Organ perasa terhadap stimulus dan luar a. Tekanan (Pressure/tactile) b. Sakit c. Suhu 8. Sehagai organ untuk ekskresi Lapisan kulit terdiri dan 3 lapis utama yaitu: 1. Epidermis 2. Dermis 3. Lapisan/janingan subkutan

Universitas Gadjah Mada

I . EPIDERMIS Epidermis merupakan lapisan kulit yang terluar, yang terdiri dan lapisan sel yang telah mati yang disebut juga lapisan tanduk. Fungsi epidermis adalah sebagai sawar pelindung terhadap bakteri, iritasi, alergi dan lain-lain. Ketebalannya 0,006-0,8 mm, pH 4,2-6,5, kadar air 10-25 %. Pada lapisan epidermis tidak terdapat pembuluh darah, sehingga lapisan epidermis merupakan perintang utama terhadap absorpsi obat. Lapisan epidermis terdiri dari 5 lapisan, yaitu: 1. Stratum corneum (lapisan tanduk) 2. Stratum lucidum (daerah sawar) 3. Stratum granulosum (lapisan seperti butir) 4. Stratum spinosum (lapisan sd dun) 5. Stratum germinativum (lapisan sel basal) 2. DERMIS Dermis (corium) tebalnya 3-5 mm, yang merupakan anyaman serabut kolagen dan elastin. Dermis mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, folikel rambut, kelenjar lemak (sebasea), kelenjar keringat, serabut syaraf dan korpus pacini. Karena pada lapisan dermis sudah terdapat pembuluh darah dan juga pembuluhpembuluh yang lain, maka apabila suatu obat yang sudah mencapai lapisan dermis, absorpsinya akan lebih mudah/cepat. 3. LAPISAN/JARINGAN SUBKUTAN Merupakan lapisan yang paling dalam, yang berfungsi sebagai bantalan dan isolator panas. Kulit yang utuh merupakan rintangan terhadap absorpsi obat melalul kulit. Penetrasi obat menembus kulit dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu: a. Penetrasi transelular (menyebrangi sel) b. Penetrasi interselular (antar sel) c. Penetrasi transappendageal (melalul folikel rambut, kelenjar lemak, dan perlengkapan pilo sebaceaus) Tahap penentuan kecepatan absorpsi perkutan melalui kulit yang utuh adalah difusi/penetrasi melintasi stratum corneum. Kecepatan absorpsi akan meningkat bila kulit luka.

Universitas Gadjah Mada

Difusi melintasi kulit biasanya merupakan proses pasif. Dapat dirumuskan dengan hukum Fick I. J=-D dimana: C x J = kecepatan transfer per unit luas permukaan (mol.cm -2 Menit ) c = konsentrasi dan zat yang berdifusi x = ruang koordinat yang diukur normal ada seksi D = koefisien difusi Banyak eksperimen dirancang dengan menggunakan membran yang terdiri dari dua kompartemen, yang dibuat dalam keadaan sink condition. Jika kita mengukur massa kumulatif dan difusan, m, yang melewati per unit area kita akan memperoleh flot sbb.

Pada waktu yang panjang flot mendekati garis lurus dan kita akan memperoleh flux dalam keadaan steady slate dm/dt. dm/dt = dimana: Co K H DCoK

h = konsentrasi dan obat dalam larutan donor

= koef. partisi sari solut antara membran dengan larutan = tebal membran

Universitas Gadjah Mada

Jika flot keadaan steady state diekstrapolasikan pada aksis waktu, kita akan mendapatkan intersep pada m = 0 yang merupakan harga lag time, L: L= h2

6D karena L dan h diketahui, maka D dapat dihitung, atau kita dapat menggunakan P = KD/h, dimana P koef. Permeabilitas. Langkah-Iangkah absorpsi obat melalui kulit: 1. Difusi bahan aktif pada lapisan batas antara pembawa dengan kulit (pelepasan) 2. Penetrasi melalui stratum corneum 3. Permeasi bahan obat ke dalam korium 4. Resorpsi ke dalam peredaran darh 5. Pengangkutan dan distribusi oleh darah Secara skematis, Iangkah-langkah absorpsi obat rnelalui kulit dapat di jelaskan dengan skema berikut

Universitas Gadjah Mada

Ag. 2 Events governing percutaneous absorption. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan suatu bahan obat dan suatu sediaan ke dalam kulit: 1. Sifat dari kulit Keadaan kulit, jenis kulit, lokalisasi (nilai pH), dan penanganan kulit. 2. Sifat dan pengaruh bahan obat

Universitas Gadjah Mada

Konsentrasi, kelarutan dalam dasar, ukuran molekul, kemampuan difusi, kecepatan melarut, daya disosiasi, distribusi antara fase dan salep, koefisien distribusi salep-kulit, kelarutan dalam lemak kulit, ikatan pada protein kulit, ukuran partikel dan distribusi partikel. 3. Sifat dan pengaruh sediaan obat Sifat pembawa (hidrofil, lipofil, jenis emulsi), komposisi pembawa, pembasahan kulit oleh pembawa (penambahan tensid), viskositas pembawa, perubahan pembawa pada kulit (menguap), perubahan kulit melalui pembawa (hidratasi), penyebaran pada kulit (bidang yang dilapisi, tebal lapisan). Pelepasan obat dan bentuk sediaan, lebih ditentukan oleh pemilihan bahan pembawa yang memiliki afinitas yang rendah bagi penetran/obat. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa pelepasan obat ditentukan oleh koefisien partisi pembawa (donor) ke stratum korneurn (reseptor). Dapat dirumuskan sebagai berikut: KP = Ks.K KP = koefisien partisi

Ks.P Dimana

Ks. K = kadar obat dalam stratum korneum Ks. P = kadar obat dalam pembawa Apabila Kp rendah, maka afinitas yang tinggi antara obat dengan pembawa, obat bertendensi suka tinggal di pembawa. Sebaliknya apabila Kp tinggi, maka obat dalam stratum korneum lebih besar (obat tidak suka tinggal di pembawa). Sehingga bahan pembawa harus dipilih sehingga tidak menghalangi absorpsi obat. Klasifikasi dan dermatika (sediaan obat yang digunakan pada kulit), hubungannya dengan tingkat kedalaman kerja (semakin meningkat) : Bubuk < Mikstura kocok < pelembab terbuka < larutan < Emulsi cairan M/A < emulsisuspensi MIA (pasta lunak) < Gel-emulasi (M/A) < Pasta < Gel-emulsi A/M < Lipogel <Perban oklusif Sistem untuk obat transdermal biasanya terdiri dari beberapa lapisan, yaitu (mulai dan yang terluar): 1. Membran backing 2. Resevoar obat 3. Membran polimer pengontrol kecepatan pelepasan obat 4. Contact adhesive

Universitas Gadjah Mada

Sistem transdermal yang pertama dirancang th. 1980 oleh perusahaan Alza (obat skopolamin transderm-scop R , dengan cara menempelkan di belakang telinga). Sistemnya terdiri dan 4 lapisan: 1. Lapisan penahan selaput poliester dengan aluminium 2. Suatu reservoir obat skopolamin, minyak mineral dan poliisobutilen. 3. Membran polipropilen dengan pori-pori mikro yang mengatur laju penyampaian skopolamin dan sistem ke permukaan 4. Suatu formulasi perekat, minyak mineral, poliisobutilen dan skopolamin. Contoh kedua: Nitrogliserin, obat ini mempunyai dosis rendah, waktu paruh obat dalam plasma pendek, level obat dalam plasma berpuncak tinggi dan dimetabolisme oleh hati. Contoh dipasaran Transderm-Nitro (CIBA), sistemnya terdiri dan 4 lapisan: 1. lapisan penunjang (plastik beraluminium, impermiable terhadap nitrogliserin. 2. Reservoir obat nitrogliserin 3. Membran kopolimer etilen/vinil asetat yang permeable terhadap nitrogliserin. 4. Lapisan perekat silikon hipoalergenik Sediaan trandermal tersebut dapat melepaskan obat dalam waktu 24 jam terusmenerus. Sistem trandermal biasanya hanya berupa potongan kecil yang dapat melepaskan obat secara terkendali pada periode tertentu. Jadi yang mengatur sistem penyampaian obat adalah membran bukan kulit. yang termasuk dalam rancangan dan tujuan utama pengaturan sistem pelepasan obat adalah: 1. Memberikan obat dalam laju yang terkendali untuk diabsorpsi 2. Memiliki sifat fisika-kimia yang tepat agar bahan obat mudah terlepas dan membantu absorpsi obat menembus stratum corneum 3. Sistem harus menutup kulit untuk menjamin arus searah dan bahan obat 4. Zat perekat, pembawa dan zat aktif harus tidak mengiritasi kulit 5. Sistem harus tidak memungkinkan pengembangbiakan bakteri kulit di dalam keadaan tertutup. Sediaan diperuntukkan transdermal untuk atau sediaan efek yang digunakan dalam perkutan yang sering memberikan sistemik, formulasinya

ditambahkan enhancer (pembawa sorpsion). Enhancer diperlukan untuk meningkatkan absorpsi obat perkutan. Mekanisme enhancer dalam meningkatkan absorpsi obat tergantung pada jenis enhancernya (bahan pelarut, bahan pembasah, emulgator, dll). Misal melalui

Universitas Gadjah Mada

penurunan tegangan permukaan, melalui pembasah yang lebih baik dan kulit, atau melalui mekanisme solubilisasi. Contoh enhancer 1. Bahan pelarut organik: aseton, benzen, kioroform, sikloheksan, etanol, sikloheksanon, etileter, dimetilasetamid, propilenglikol, dimetilformamid, dimetilsulfoksid, etilenglikol,

tetrahidrofuril alkohol. 2. Lemak alkohol, esterl lemak alkohol: ester oleil asam oleat, ester dekil asam oleat, ester heksil asam laurinat, 2oktildodekanol, campuran ester alifatis asam, ester propil asam miristat, ester propil asam palmitat dan ester propil asam adipat. Lebih lanjut beberapa contoh enhancer yang dapat digunakan untuk sediaan transdermal terlihat pada tabel di bawah ini: Table 2 penetration enhancers Solvents Water Alcohols Methanol Ethanol 2-propanol Alkyl methyl sulfoxides Dimethyl sulfoxide Decylmethyl sulfoxide Tetradecylmethyl sulfoxide Pyrrolidones 2-Pyrolidone N-Methyl-2- Pyrolidone N-(2Hydroxyethyl) Pyrolidone Laurocapram Miscellaneous solvents Dimethyl acetamide Dimethyl formamide Tetrahydrofurfuryl alcohol Amphipiles L- -Amino acids

Universitas Gadjah Mada

Anionic surfactants Cationic surfactants Amphoteric surfactants Nonionic surfactants Fatty acids and alcohol miscellaneous Clofibric acid amides Hexamethylene lauramide Proteolytic enzymes Terpenes and sesquiterpenes -bisabolol d-Limonene urea N-N-Diethyl-m-toluamide

Universitas Gadjah Mada

PUSTAKA 1. Aulton, M.E., 1994, Pharmaceutics, The Science of Dosage Forms Design, ELBS., Edinburg 2. Ansel, H.C., Popovich, N.G. and Allen Jr., L.V., 1995, Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery System, William & Wilkins, Parkway PA. 3. Banker, G.S. and Rhodes, C.T., 1996, Modern Pharmaceutics, 3rd Ed., Marcel Dekker Inc., New York. 4. Swarbrick, J. and Boylan, J. C., 1990, Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, Marcel Dekker Inc., New York.

Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai